Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN
KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG SKPD DALAM
PENYUSUNAN APBD TAHUN 2011 DI KABUPATEN KERINCI
PROVINSI JAMBI.
Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Administrasi Publik
Diajukan oleh:
HERZON. Y
10/310865/PMU/06925
Kepada
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
manapun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, November 2011
HERZON. Y
HERZON. Y
18
ii
ÉΟó¡ Î0 «! $# Ç≈uΗ÷q§�9 $# ÉΟŠÏm §�9 $#
š�ù=Ï?uρ ã≅≈ sVøΒ F{$# $ yγ ç/Î�ôØnΣ Ä¨$ ¨Ζ=Ï9 ( $ tΒuρ !$yγ è=É)÷ètƒ āωÎ) tβθßϑÎ=≈ yè ø9 $# 43. dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia;
dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
(QS. Al ‘Ankabuut : 43)
Siapapun yang merindukan sukses, maka harus bertanya pada
dirinya seberapa jauh dan sungguh-sungguh untuk berjuang, karena
tiada kesuksesan tanpa perjuangan.
¨βÎ) yìtΒ Î�ô£ãè ø9$# # Z�ô£ç„ ∩∉∪
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Alam Nasyrah : 6)
Barang siapa ingin dunia maka raihlah dengan ilmu dan barang siapa ingin akhirat maka raih pulalah dengan ilmu, dan barang siapa ingin kedua-duanya maka raih pulalah dengan ilmu. (Imam Nawawi)
Kupersembahkan karya ini…. Buat Ayah dan bundaku
Serta anak dan Isteriku Yang tercinta
iii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Alhamdulilah penulis telah dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG
PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG
SKPD DALAM PENYUSUNAN APBD TAHUN 2011 DI KABUPATEN
KERINCI, PROVINSI JAMBI” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar sarjana S-2 pada program studi Magister Administrasi Publik, Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tesis ini mengkaji tentang Kontestasi antar
perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung SKPD dalam
penyusunan APBD Kabupaten Kerinci tahun 2011.
Tesis ini penulis persembahkan buat keluargaku tercinta Bapak (alm)
Yahya Yusuf, wasiat ayah telah ananda laksanakan yah, kuliah setinggi-tingginya
agar punya ilmu yang berguna, sampai sejauhmana dapat kau capai Nak. Buat
Ibuku Hj. Roslaini Yahya yang telah bersusah payah melahirkan dan
membesarkan anaknya ini. Isteriku Ririn dan anak-anakku tercinta, Wira dan
Manda, maafkan papa yang telah mengurangi jatah kebersamaan kalian dengan
papa Nak, semoga kelak memberikan manfaat buat kalian semua.
Penulis menyadari bahwa selama mengerjakan dan menyelesaikan tesis
banyak mendapat bantuan dan dorongan, maka pada kesempatan ini perkenankan
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis terutama kepada :
1. Bapak Dr. Wahyudi Kumorotomo, Bapak Dr. Agus Pramusinto, MDA, Bapak
Drs. H. Suharyanto selaku pembimbing dan penguji, yang saya banggakan.
Bimbingan, arahan dan pergertian Bapak-bapak sungguh berarti bagi tesis
saya yang tidak pernah terbayangkan hasilnya lebih dari kemampuan yang
saya miliki, dan telah menjadi pelajaran berharga bagi pengembangan
intelektualitas dan logika berfikir saya ke depan. Semoga ilmu dan
pengetahuan yang telah beliau berikan kepada penulis mendapatkan balasan
pahala yang sangat besar dari Allah SWT.
2. Bapak Dr. Agus Pramusinto, MDA dan Dr. Erwan Agus Purwanto selaku
Ketua dan Sekretaris Pengelola MAP UGM Yogyakarta.
3. Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Bappenas yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar pada program studi
Magister Administrasi Publik, Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
iv
4. Pengelola dan karyawan MAP-UGM beserta seluruh staf yang setia melayani
mahasiswa secara profesional dan berdedikasi tinggi, semoga lembaga ini
semakin maju dan berkembang di kemudian hari.
5. Seluruh dosen di MAP-UGM atas arahan dan bimbingannya dalam berbagai
materi perkuliahan yang diberikan selama ini dan telah banyak membuka
cakrawala berpikir bagi penulis mengenai administrasi publik. Sungguh suatu
kebanggaan besar bagi penulis diajar dan diajak berdiskusi dengan orang-
orang terbaik dibidangnya di negara ini.
6. Kepada Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci yang telah memberikan
kesempatan dan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis termasuk
informasi-informasi yang dibutuhkan oleh penulis selama penyusunan tesis
ini.
7. Kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Kerinci dan
Badan Anggaran DPRD serta Komisi III DPRD Kabupaten Kerinci yang telah
bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan informasi
kepada penulis mengenai proses perumusan kebijakan ini.
8. Seluruh rekan-rekan senasib sepenanggungan kelas Bappenas Angkatan V,
terutama the six manis manja group plus, yang telah banyak membantu dalam
memberi sumbangan pemikiran. Semoga persahabatan kita akan tetap terjaga
selalu selamanya.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan moril, materiil maupun doa
dalam penulisan tesis ini, yang sedemikian banyaknya tidak dapat diucapkan
satu persatu, Semoga bantuan yang diberikan baik moril dan materiil yang
telah diberikan kepada penulis mendapatkan berkat dan anugrah yang
berlimpah dari Yang Maha Kuasa.
Penulis yakin bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun dengan
segala kerendahan hari penulis berharap tesis ini dapat digunakan sebagai
tambahan referensi baik bagi mahasiswa, peneliti maupun pemerhati bidang
perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah.
Yogyakarta, November 2011
Penulis
PENULIS
18
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................
Halaman Pengesahan ......................................................................................
Halaman Pernyataan ....................................................................................... i
Halaman Persembahan .................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................................................ v
Daftar Tabel ................................................................................................... vii
Daftar Gambar ................................................................................................ ix
Daftar Akronim .............................................................................................. x
Intisari ............................................................................................................ xii
Abstract.......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Batasan Masalah ....................................................................... 12
C. Rumusan Masalah .................................................................... 13
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 13
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Kebijakan Publik ...................................................................... 14
1. Konsep Kebijakan Publik ..................................................... 14
2. Perumusan Kebijakan Publik ................................................ 15 a) Model-model Perumusan Kebijakan Publik ...................... 15
1) Model Kelembagaan ................................................... 16
2) Model Sistem .............................................................. 17
3) Model Elit ................................................................... 18
4) Model Kelompok ........................................................ 19
5) Model Rasional. .......................................................... 20
6) Model Pilihan Publik ................................................... 21
b) Aktor-aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik ............... 22 c) Nilai-nilai yang mempengaruhi sikap dan perilaku
para aktor dalam perumusan kebijakan publik ................... 27
B. Konsep anggaran ...................................................................... 29
C. Politik Anggaran ...................................................................... 32
D. Rent Seeking ............................................................................. 34
E. Kontestasi antar aktor ............................................................... 35
F. Definisi Konseptual .................................................................. 38
G. Definisi Operasional ................................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...................................................................... 42
B. Sumber Data............................................................................. 43
C. Teknik Pemilihan Informan....................................................... 44
D. Teknik Analisis Data ................................................................ 45
E. Keabsahan Data/ Uji Pembuktian Data ...................................... 46
vi
BAB IV SETTING DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011
A. Kondisi umum .......................................................................... 47
B. Kondisi Ekonomi...................................................................... 48
1. Pendapatan Daerah............................................................. 49 2. Belanja Daerah .................................................................. 50
C. Politik Lokal ............................................................................ 56
D. Aktor Perumus Anggaran Daerah .............................................. 59
1. DPRD dan alat-alat kelengkapannya ................................... 59
a. Komisi-komisi............................................................... 59
b. Badan Anggaran ............................................................ 61
c. Badan Musyawarah ....................................................... 62
d. Fraksi-fraksi .................................................................. 62
2. Profil Eksekutif .................................................................. 63
BAB V PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN
DAERAH
A. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD ........................ 65
B. Dimensi politik dalam proses penyusunan belanja langsung
SKPD .................................................................................... 73
BAB VI KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN KUA
DAN PPAS
A. Pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang miskin
kritikan dan kontestasi di legislatif .......................................... 77
B. Pembahasan PPAS yang menjadi awal kontestasi antara
eksekutif dan Legislatif dalam perumusan belanja langsung
SKPD .................................................................................... 80
BAB VII KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN
RKA-SKPD
A. Rasionalisasi dan Otorisasi RKA-SKPD oleh TAPD ................ 96
B. Sketsa Politik dibalik pembahasan RKA Belanja Langsung
Dinas Pekerjaan Umum .......................................................... 99
1. Koreksi minimalis Dewan dalam pembahasan Program
Non Fisik ........................................................................... 105
2. Pembahasan Program-program Fisik dan kontestasi yang
mengiringinya .................................................................... 106 a. Pembahasan Program pembangunan jalan dan
jembatan ....................................................................... 107
b. Pembahasan Program pembangunan infrastruktur
perdesaan ...................................................................... 118
3. Rapat Gabungan dan Finalisasi Anggaran Daerah ............... 123
C. Identifikasi kontestasi antar aktor ............................................ 128
BAB VIII KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 133
B. Refleksi Teoritis ..................................................................... 135
C. Rekomendasi.......................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 140
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Persentase Fungsi Terhadap Total Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2005 – 2010
3
Tabel 2. Anggaran Belanja Langsung SKPD Kabupaten Kerinci
Tahun 2009-2011
7
Tabel 3. Belanja modal pembangunan jalan lingkar dalam Kabupaten Kerinci Tahun 2011
9
Tabel 4. Kondisi Infrastruktur Jalan Kabupaten Kerinci Tahun
2007-2010
47
Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kerinci Atas
Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010
48
Tabel 6. Pendapatan Daerah Kabupaten Kerinci Tahun 2008-2011 49
Tabel 7. Belanja Daerah Kabupaten Kerinci Tahun 2008-2011 50
Tabel 8. Perkembangan Belanja Pegawai pada Komponen Belanja
Tidak Langsung dalam APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011
52
Tabel 9. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan
Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2009
53
Tabel 10. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2010
54
Tabel 11. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan
Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2011
55
Tabel 12. Daftar pemilih tetap di Daerah Pemilihan per-Kecamatan dalam Kabupaten Kerinci pada Pemilu Tahun 2009
56
Tabel 13. Perolehan Suara dan Kursi masing-masing Partai politik di
beberapa Daerah Pemilihan pada Pemilu Tahun 2009
57
Tabel 14. Partai politik, Daerah Pemilihan dan Anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode 2009-2014
58
Tabel 15. Komisi - Komisi DPRD Kabupaten Kerinci
Tahun 2010
60
Tabel 16. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Kerinci
Tahun 2010
61
Tabel 17. Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2010
62
Tabel 18. Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2010 62
viii
Tabel 19. Susunan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Kabupaten Kerinci Tahun 2010
64
Tabel 20. Perbedaan antara rancangan KUA dan rancangan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011
78
Tabel 21. Program Prioritas Dinas Pekerjaan Umum dalam
Rancangan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011
81
Tabel 22. Plafon Anggaran Belanja Langsung Program pembangunan
jalan dan jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun Anggaran 2011
89
Tabel 23. Identifikasi Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
90
Tabel 24. Hasil akhir Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun 2011
92
Tabel 25. Proyeksi RAPBD Pasca Pembahasan PPAS Kabupaten
Kerinci Tahun 2011
93
Tabel 26. Ringkasan rancangan awal APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
95
Tabel 27. Perbedaan total Anggaran antara PPAS dan RAPBD dengan
RKA yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
100
Tabel 28. Program Non Fisik dalam RKA Belanja Langsung Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
106
Tabel 29. Perkiraan perolehan Rente Anggota Komisi III dari
rancangan kegiatan Pembangunan jalan dalam RKA Belanja
Langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
114
Tabel 30. Perkiraan proporsi anggaran yang digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan Pem bangunan Jalan setelah
dikeluarkan seluruh rente
115
Tabel 31. Pembahasan RKA Kegiatan Pembangunan Jalan 116
Tabel 32. Ringkasan Rancangan APBD Hasil pembahasan pada rapat gabungan
127
Tabel 33. Fenomena Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan RKA
Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci di tingkat Eksekutif
129
Tabel 34. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program Pembangunan Jalan dan jembatan
130
Tabel 35. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program Pembangunan Jalan dan jembatan
131
Tabel 36. Fenomena Kontestasi aktor dalam Rapat Finalisasi Anggaran 132
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Histogram Persentase Belanja langsung dan Belanja tidak
langsung terhadap total Belanja dalam APBD Kabupaten
Kerinci Tahun 2009-2011
5
Gambar 2. Model Sistem 17
Gambar 3. Model Teori Kelompok 20
Gambar 4. Skema Alur Logika Penelitian 38
Gambar 5. Hubungan antara dokumen perencanaan lainnya
dengan KUA dan PPAS
66
Gambar 6. Mekanisme penyusunan dan pembahasan
Rancangan KUA dan PPAS
70
Gambar 7. Siklus dan skedul perencanaan dan penganggaran daerah 73
Gambar 8. Skema Proses pembahasan Anggaran Belanja Langsung SKPD Kabupaten Kerinci Tahun Anggaran 2011
75
Gambar 9. Pola kontestasi antar aktor dalam proses Pembahasan
PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
91
x
DAFTAR AKRONIM
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Banggar : Badan Anggaran
Banmus : Badan Musyawarah
BL : Belanja Langsung
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BTL : Belanja Tidak Langsung Capil : Catatan Sipil
Dapil : Daerah Pemilihan
Damkar : Pemadam Kebakaran
DAU : Dana Alokasi Umum
DAK : Dana Alokasi Khusus
DPA : Dokumen Pelaksanaan Anggaran
DPDF : Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal
DPPKA : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ESDM : Energi Sumber Daya Mineral
KB : Keluarga Berencana
KDH : Kepala Daerah
Kesbangpol : Kesatuan Bangsa dan Politik
KPU : Komisi Pemilihan Umum
KUA : Kebijakan Umum APBD
Linmas : Perlindungan Masyarakat
Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Parpol : Partai Politik
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
Pemilu : Pemilihan Umum
Perda : Peraturan Daerah
Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PPS : Panitia Pemungutan Suara
PPAS : Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
PPKD : Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Ranperda : Rancangan Peraturan Daerah
RAPBD : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Renja : Rencana Kerja Renstra : Rencana Strategis
Renstrada : Rencana Strategis Daerah
RKA : Rencana Kerja dan Anggaran
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
xi
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
TAPD : Tim Anggaran Pemerintah Daerah
TNKS : Taman Nasional Kerinci Seblat
TPS : Tempat Pemungutan Suara UKM : Usaha Kecil dan Menengah
xii
INTISARI
Penganggaran merupakan aktivitas politik, dengan demikian, proses maupun produknya adalah produk politik, maka tidak tertutup kemungkinan terjadinya manipulasi, dominasi, pemangkasan, pengambilan keputusan secara tertutup dan praktik buruk lainnya terkait dengan anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontestasi yang terjadi antar perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung SKPD, terutama pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci dalam penyusunan APBD tahun 2011.
Perspektif analisis kebijakan yang digunakan adalah politis, dengan jenis studi kasus melalui metode eksploratif karena disamping menggali berbagai fenomena yang ditemukan pada objek penelitian terutama argumentasi logika, rasionalisasi, orientasi dan interaksi aktor-aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, juga menjelaskan mekanisme kebijakan dan interaksi aktor yang berbeda dalam membahas dan menyepakati agenda dan anggaran Belanja Langsung SKPD. Teknik pengambilan data dilakukan melalui melalui wawancara mendalam terhadap aktor yang terlibat dalam perumusan APBD Kabupaten Kerinci serta studi literatur terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran Tahun 2011.
Logika teoritis yang melandasi penelitian ini bahwa Politik anggaran adalah suatu proses dimana terjadinya tawar-menawar antara para pelaku dalam membuat keputusan anggaran, kebijakan diekspresikan melalui proses anggaran; kelompok kepentingan yang aktif dalam pengambilan keputusan anggaran, tetapi mereka dikendalikan, atau dapat dikontrol oleh persaingan antara mereka sendiri dan oleh proses anggaran yang memberikan atau menolak akses mereka untuk membuat keputusan.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa, kontestasi dalam pembahasan anggaran Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum terjadi karena ketidak-seimbangan kepentingan antar aktor legislatif dan eksekutif yang terlibat dalam pembahasannya. Kontestasi yang terjadi antara legislatif (Badan Anggaran dan Komisi III DPRD) dengan eksekutif (TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dianalogikan sebagai pekerjaan “bisik-bisik”atau kolaborasi tertutup. Karena secara aktual relasi kedua aktor ini terjadi secara harmoni, menghindari konflik serta saling menjaga kepentingan masing-masing. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa, jumlah legislator yang mewakili wilayahnya menjadi faktor penentu masuknya aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya dalam agenda pembahasan anggaran, karena kontestasi yang terjadi kemudian menempatkan DPRD sebagai aktor dominan dalam pembahasan anggaran. Hal ini justru menyebabkan terjadinya disparitas terhadap daerah pemilihan lainnya yang memiliki anggota legislatif yang sedikit. Kebijakan anggaran mengalir dari kepentingan para aktor eksekutif dan legislatif dan turun kepada masyarakat, bukannya dari kepentingan masyarakat naik mempengaruhi pandangan dan nilai dari aktor tersebut. Akibatnya kemudian, keberpihakan anggaran kepada kepentingan masyarakat sangat minim dan bisa juga dikatakan tidak sama sekali.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar Agar Pemerintah Daerah memberikan akses yang luas kepada masyarakat bersama-sama dengan LSM yang peduli dengan anggaran publik di Kabupaten Kerinci untuk terlibat secara aktif dan mengawal setiap proses perencanaan dan penganggaran daerah. Kata Kunci : kontestasi, perumusan kebijakan, anggaran belanja langsung
xiii
ABSTRACT
Budgeting is a political activity, thus, process or product is a product of the
politics, and there is a possibility of manipulation, domination, pruning, decision-
making in the bad practices of private and other budget-related. This research
aims to determine the contestation that occurs between the policy makers in
determining of the development expenditure budget for agency, especially on the
Public Works Service of Kerinci Regency in 2011.
The policy analysis used by political perspective, which is case studies
type, through exploratory methods as well as explore the various phenomena that
are found on the object of research mainly logical argumentation, rationalization,
orientation and interaction of actors involved in policy formulation process direct
expenditure in the preparation of the Public Works Service Kerinci Regency
budget Year 2011, also explained the policy mechanisms and interactions of
different actors in discussing and agreeing the agenda and Direct expenditure
budget for agency. The data was collected through in-depth interviews of actors
involved and literature study of the document of planning and budgeting in 2011.
Theoretical logic that underlies this study that the budget Politics is a
process in which the occurrence of bargaining between actors in making budget
decisions, the policy is expressed through the budget process; interest groups are
active in making budget decisions, but they are controlled, or can be controlled by
competition between their own and by the budget process that grant or deny
access to them to make decisions.
From the results of this research found that, contestation in the discussion
of Development expenditure of Public Works Service due to an imbalance of
interests between the legislative and executive actors involved in it’s discussion.
Contestation that occurs between the legislative (Commission III and Budget
Agency of the DPRD) and executive (TAPD and Public Works Service)
analogous to the job "whispering" or closed collaboration. It caused in actual
relationship the two actors was the case in harmony, avoiding conflict and
maintaining mutual interests of each. In this research also shows that, the number
of legislators who represent the area became the deciding factor in the influx of
people's aspirations in the election budget agenda, because the contestation that
occurs later put parliament as the dominant actor in the discussion of the budget,
but instead led to the disparity of the other constituencies that have a few
legislators. Budget policy flows from the interests of the executive and legislative
actors and descend to the people, instead of the interests of the rising influence the
views and values of the actor. Consequently then, favor the interests of the public
budget is very minimal and could also be said not at all.
Based on the results of these findings, this research recommended that
Local Government must provide broader access to the public together with the
NGOs who concerned with the public of budget in Kerinci district to be actively
involved and oversee every process of planning and budgeting.
Key Words: contestation, policy formulation, direct expenditure
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
All budgeting is about politics; most politics is about budgeting; and
budgeting must therefore be understood as part of political game1, pernyataan ini
merupakan refleksi nyata dari proses kebijakan penganggaran di Indonesia. Sebab,
apabila dikaji secara mendalam, penganggaran pada dasarnya adalah masalah
pembuatan berbagai pilihan atau prioritas untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.2 Sehingga sepanjang proses pembentukannya, dari
perencanaan dan penyusunannya di lingkungan birokrasi, sampai dengan
pengesahannya di DPR/D (legislatif), dan bahkan sampai pada implementasi,
menjadikannya sebagai arena kontestasi politik terpenting setelah Pemilihan
Umum (Pemilu)3. Sehingga dapat difahami bahwa penganggaran merupakan
aktivitas politik, dengan demikian, proses maupun produknya adalah produk
politik.4 Kondisi ini pada akhirnya melibatkan berbagai aktor-aktor tak hanya
pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu/Pilkada, tetapi
juga para birokrat serta aktor-aktor non formal lainnya diluar sistem Pemerintahan
dan lembaga politik formal.
1 Aaron Wildavsky and Naomi Caiden, 2003, The New Politics of Budgetary Process : Fifth edition dalam tulisan Ibrahim
Zuhdi Badoh dkk, Politik Birokrasi Anggaran di Indonesia dalam Anggaran pro kaum miskin : sebuah upaya
menyejahterakan rakyat, LP3ES, Jakarta, 2009, Hal. 111. 2 Wahyudi Kumorotomo, dkk, Anggaran berbasis kinerja : Konsep dan aplikasinya, MAP-UGM, Yogyakarta, 2005, Hal.
V 3 Ibrahim Zuhdi Badoh, dkk, Op. Cit 4 Wahyudi Kumorotomo, dkk, Op. Cit.
2
Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya keterlibatan aktor-aktor
formal dan non formal dalam proses perencanaan hingga pengesahan anggaran
baik di pusat dan daerah, maka tarik-menarik, kontestasi dan perdebatan
kepentingan berbagai aktor-aktor tidak dapat dihindari. Sehingga tidak tertutup
kemungkinan terjadinya manipulasi, dominasi, pemangkasan, pengambilan
keputusan secara tertutup, dan praktik buruk lainnya terkait dengan anggaran.5
Hasilnya banyak aspirasi masyarakat dari tingkat bawah (grass root) kian
terpinggirkan. Kondisi ini memperlihatkan kebijakan anggaran justru
menguntungkan sekelompok elit dan belum menyentuh serta memberikan manfaat
langsung bagi masyarakat banyak.
Komitmen terhadap amanat konstitusi UUD 1945 untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, belum sepenuhnya
terlaksana. Hal ini terlihat dari rendahnya dukungan anggaran dalam APBN/
APBD untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama menyangkut
peningkatan kualitas sumber daya manusia, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan
serta infrastruktur, seperti terlihat pada tabel berikut :
5Sunaji Zamroni dan M. Zainal Anwar, Menabur Benih di lahan tandus : Pelajaran berharga dari advokasi perencanaan
dan penganggaran di Bantul dan Kebumen, IRE Yogyakarta, 2008, Hal. 84 di download melalui :
http://www.ireyogya.org/id/ebook/menabur-benih-di-lahan-tandus.html;download=29e48b79ae6fc68e9b6480b677453586,
tanggal 10 Juni 2011
3
Tabel. 1. Persentase Fungsi Terhadap Total Belanja
Pemerintah Pusat Tahun 2005 – 2010
No FUNGSI / SUB
FUNGSI
%
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-
rata
01 Pelayanan Umum 70,81 64,39 62,64 77,10 69,07 68,30 68,72
02 Pertahanan 5,97 5,55 6,08 1,32 1,71 2,89 3,92
03 Ketertiban dan
Keamanan
4,33 5,40 5,61 1,01 2,02 2,06 3,41
04 Ekonomi 6,51 8,70 8,37 7,28 7,94 7,91 7,79
05 Lingkungan Hidup 0,37 0,61 0,98 0,77 0,98 1,09 0,80
06 Perumahan dan
Fasilitas Umum
1,17 1,24 1,81 1,80 2,53 2,88 1,91
07 Kesehatan 1,62 2,77 3,17 2,02 2,42 2,48 2,41
08 Pariwisata dan
Budaya
0,16 0,21 0,37 0,19 0,21 0,20 0,22
09 Agama 0,36 0,32 0,37 0,11 0,12 0,13 0,24
10 Pendidikan 8,12 10,30 10,07 7,98 12,55 11,59
10,10
11 Perlindungan Sosial 0,58 0,52 0,53 0,43 0,46 0,48 0,50
Sumber : Diolah dari data pokok APBN Tahun 2005-2010, Depkeu RI
Berdasarkan tabel diatas, sungguh ironis jika anggaran yang seharusnya
dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, justru lebih diutamakan
untuk kepentingan birokrasi dan elit. Sebagaimana dilansir oleh salah satu media
massa nasional, bahwa Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
2010 lebih banyak digunakan untuk kepentingan rutin birokrasi dan membiayai
elite politik dibandingkan untuk kemakmuran rakyat, sehingga tema prioritas
APBN 2010, yaitu ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan
Kesejahteraan Rakyat”, masih menjadi jargon.6 Selanjutnya dinyatakan juga
bahwa :
6 http://nasional.kompas.com/read/2010/12/22/02542544/ : POLITIK ANGGARAN,
APBN Lebih Banyak untuk Birokrasi dan Elite Politik, 2010, diakses tanggal 10 Juni 2011
4
”Kenaikan anggaran dari Rp 509,6 triliun tahun 2005 menjadi Rp 1.126
triliun pada APBN 2010 tidak memberikan perubahan berarti bagi
kesejahteraan rakyat, kondisi itu, terlihat dari Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Indonesia yang terus terpuruk. Jika pada tahun 2006
IPM Indonesia berada di peringkat ke-107, kemudian menjadi ke-109
pada 2007-2008, tahun 2009 IPM Indonesia kembali turun menjadi ke-
111, lebih buruk dibandingkan Palestina yang berperingkat ke-110 dan
Sri Lanka yang berada di peringkat ke-102. Anggaran pemerintah,
seperti untuk perjalanan, terus meningkat. Jika dalam APBN 2009,
anggaran perjalanan hanya Rp 2,9 triliun, tetapi menjadi Rp 12,7 triliun
di APBN Perubahan dan realisasinya mencapai Rp 15,7 triliun. Dalam
APBN 2010, anggaran perjalanan ditetapkan Rp 16,2 triliun, tetapi naik
menjadi Rp 19,5 triliun di APBN Perubahan 2010.”7
Dari fenomena tersebut, dapat dimaklumi untuk membangun atau
menyejahterakan rakyat kita harus puas hanya dengan “remah-remah” yang
tersisa. Persoalannya, bukan hanya anggaran habis untuk belanja rutin alias
membiayai birokrasi dan membayar utang, banyak dikorupsi atau bocor,
melainkan yang remah-remah itu pun belum tentu seluruhnya menetes ke
kelompok masyarakat yang dituju.8
Senada dengan fenomena anggaran pada tingkat pusat tersebut, tidak
terlihat banyak kemajuan di tingkat daerah. Khususnya Kabupaten Kerinci, yang
merupakan Kabupaten paling barat Provinsi Jambi, memiliki struktur APBD
tahun 2009-2011 yang lebih didominasi oleh belanja pegawai dalam hal ini berupa
gaji dan tunjangan pegawai pada pos belanja tidak langsung (BTL). Persentasenya
terhadap total belanja daerah dari tahun 2009 sampai dengan 2011 cenderung
menurun berturut-turut sebesar 57,213%, 51,673% dan 46,962%.
7 Ibid 8 http://nasional.kompas.com/read/2011/03/10/05144766/ : Politik Anggaran yang Tak Memihak Orang Miskin, 2010,
diakses tanggal 10 Juni 2011.
5
Gambar 1 : Histogram Persentase Belanja langsung dan Belanja tidak
langsung terhadap total Belanja dalam APBD
Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011
Sumber : Diolah dari data APBDKabupaten Kerinci Tahun 2009-2011
Namun persentase belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan tersebbut
akan kian meningkat ketika diakumulasikan dengan jenis belanja pegawai pada
pos belanja langsung yang berupa honorarium dan biaya lembur pelaksanaan
kegiatan. Sementara itu untuk belanja modal yang merupakan belanja investasi
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi9, meskipun trendnya meningkat dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, akan tetapi proporsinya masih rendah.
Disamping itu, penggunan anggaran yang cukup besar untuk birokrasi di
Kabupaten Kerinci ini masih diikuti oleh belanja-belanja lain yang bersifat
pemborosan. Seperti biaya bagi pengadaan kendaraan dinas, biaya perjalanan
dinas, biaya alat tulis kantor, biaya cetak dan penggandaan, biaya pemeliharaan
gedung kantor, biaya pengadaan pakaian dinas, biaya makan dan minum serta
biaya-biaya lainnya yang apabila diakumulasikan memiliki nominal yang cukup
9 Abdul Waidl. Dkk, Mendahulukan si miskin, LKIS, Yogyakarta, 2008, Hal. 79
Belanja
Langsung(BL) thd
total Belanja
Belanja
pegawai(BL) thd
total Belanja
Belanja
barang&jasathd totalBelanja
Belanja
modal thdtotal Belanja
Belanja
pegawai(BTL) thd
total Belanja
Belanja
pegawai(BTL+BL)
thd totalBelanja
2009 34,33 4,98 14,39 14,96 57,21 62,20
2010 33,10 3,77 13,23 16,10 51,67 55,44
2011 44,15 4,79 16,10 23,25 46,96 51,76
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00140,00160,00180,00
Pe
rse
nta
se
6
besar. Sehingga dapat dipastikan besarnya anggaran pembangunan bagi
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sangat kecil sekali. Kondisi anggaran
seperti ini bukan hanya tidak mengakomodir aspirasi masyarakat, tetapi juga telah
melanggar asas-asas kepatutan dan kepantasan.
Jika pada masa orde baru, perencanaan dan penganggaran daerah
menggunakan pendekatan top down, terpusat, uniform, dan lain sebagainya, maka
saat ini pendekatan yang digunakan adalah bottom up, desentralisasi dan
Partisipatif. Melalui skema desentralisasi inilah pemerintah daerah diwajibkan
menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang
merupakan penjabaran dari visi dan misi Kepala daerah dan wakil kepala Daerah
terpilih. Di dalamnya tertuang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
selama periode 5 (lima) tahun masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah. Sebagian atau keseluruhan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
tersebut disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. RPJMD merupakan
rujukan dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah,
seperti Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD
(KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) serta berujung pada
penyusunan dan penetapan APBD.
Kontestasi antar aktor perumus kebijakan anggaran lebih banyak terjadi
pada saat pembahasan komponen belanja, terutama belanja langsung. Hal ini
disebabkan karena dalam belanja langsung terdapat porsi anggaran untuk
menjalankan program dan kegiatan SKPD dalam mendukung visi dan misi
pemerintah daerah. Kemudian, di dalam program dan kegiatan yang akan didanai
7
tersebut, terdapat komponen-komponen kepentingan berbagai pihak yang harus
diakomodir.
Pada tahun 2009-2011, alokasi anggaran belanja langsung bagi masing-
masing SKPD di Kabupaten Kerinci cenderung meningkat. Akan tetapi
peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pemerataan pembangunan. Sehingga kenyataan yang terjadi,
masih ada wilayah dalam Kabupaten Kerinci yang belum tersentuh oleh
pembangunan sektoral.
Para anggota legislatif yang berkontestasi ternyata lebih merepresentasikan
wilayah pemilihannya dalam menyuarakan aspirasi konstituennya, terutama
tampak pada sektor Infrastruktur, Pendidikan dan kesehatan. Sementara itu
eksekutif, dalam hal ini Kepala Daerah hanya mengikuti alur kontestasi yang
terjadi diantara politisi tersebut, karena kepentingannya terhadap wilayah yang
menghantarkannya pada kursi kekuasaan Kepala Daerah tetap terakomodasi.
Tabel 2 : Anggaran Belanja Langsung SKPD Kabupaten Kerinci
Tahun 2009-2011
No. SKPD Anggaran Belanja Langsung
2009 2010 2011
1 Dinas Pendidikan 29.485.156.370 6.689.801.910 51.711.070.050 2 Dinas Kesehatan 15.187.480.356 9.233.466.182 8.507.174.860 4 Dinas Pekerjaan
Umum 37.393.868.899 61.524.668.050 100.558.348.300
Sumber : DPPKA Kabupaten Kerinci, 2011.
Dari tabel diatas, ketiga sektor ini lebih dominan merupakan arena
konstestasi yang selalu terjadi setiap tahunnya dalam pembahasan APBD
dibandingkan sektor lainnya. Hal ini disebabkan karena pada sektor ini terdapat
8
lokasi pelaksanaan kegiatan, sehingga apabila seorang anggota legislatif mampu
memperjuangkan lokasi pelaksanaan kegiatan tersebut di wilayah pemilihannya,
maka ia akan merasa telah memenuhi aspirasi dari konstituennya yang
memilihnya. Disamping itu juga ketiga sektor ini merupakan “lahan yang cukup
basah” bagi anggota legislatif yang memiliki profesi sampingan sebagai
kontraktor. Sehingga dapat dibayangkan yang akan terjadi kemudian terhadap
kualitas pembangunan di Kabupaten Kerinci.
Pada Tahun 2011, prioritas pembangunan Kabupaten Kerinci diarahkan
pada percepatan pembangunan infrastruktur. Sehingga wajar jika anggaran belanja
langsung pada sektor infrastruktur memiliki persentase yang lebih besar
dibandingkan dengan belanja langsung pada sektor lainnya, yaitu sebesar 36,14%
(lihat tabel 10) dan sekitar 89,82% dari total anggaran langsung Dinas Pekerjaan
Umum tersebut merupakan belanja modal yang digunakan untuk pembangunan
Infrastruktur Jalan, jembatan, gedung dan irigasi.
Namun demikian, meskipun memiliki belanja modal yang cukup besar,
akan tetapi proporsi belanja modal bagi pembangunan wilayah di Kabupaten
Kerinci tidak terdistribusi dengan merata dan seakan-akan terlalu memihak
kepada kepentingan Kepala Daerah dan anggota legislatif. Sebagai salah satu
contoh sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini :
9
Tabel 3 : Belanja modal pembangunan jalan lingkar dalam Kabupaten
Kerinci Tahun 2011
No. Lokasi Pembangunan Jalan Pagu (Rp)
1 Simp. Tanjung Tanah - Lubuk Nagodang 15.000.000.000
2 Danau Tinggi - Sungai Dalam 4.577.500.000 3 Belui – kemantan 1.500.000.000 4 Simpang Pasar Semurup - Simpang Pugu (Jl. Lingkar) 750.000.000 5 Poros Tengah Lindung Jaya - Batang Sangir 1.050.000.000 6 Poros Tengah Giri Mulyo - Gunung Labu 500.000.000 7 Poros Tengah Koto Priang - Sungai Tanduk 730.000.000 8 Pungut Mudik - Renah Pemetik 5.100.000.000 9 Jl. Batu Hampar - Sungai Betung Mudik 510.000.000
Total 29.717.500.000 Sumber : Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PU Kab. Kerinci, 2011
Dari tabel diatas, secara keseluruhan terlihat bahwa lokasi pembangunan
jalan berada pada wilayah yang menghasilkan suara terbanyak dalam Pemilihan
Umum (lihat tabel 12) dan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kerinci periode
2009-2014. Disamping itu pula merupakan wilayah domisili Kepala daerah dan
sebagian besar anggota DPRD kabupaten Kerinci periode 2009-2014. Kondisi
inilah kemudian yang memunculkan kontestasi pada satu sisi dan kolaborasi di
sisi yang lainnya demi tercapainya tujuan dari masing-masing aktor yang
merupakan cerminan dari politik anggaran.
Sehingga disini terlihat bahwa politik anggaran sebagai upaya rekonsiliasi
berbagai kepentingan yang beragam dan saling bertarung untuk memperebutkan
sumber daya yang terbatas melalui formulasi yang rasional yang dapat diterima
oleh semua pihak.10
Kemudian, proses pengalokasian sumber daya publik yang
10 10 Abdul Waidl. Dkk, Op, Cit, Hal. 76
10
terbatas terhadap berbagai institusi dengan tujuan yang berbeda, lebih merupakan
proses politik daripada proses teknokratis murni.11
Dalam kaitannya dengan penganggaran daerah telah banyak dilakukan
oleh peneliti-peneliti di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, diantaranya Silvia
Delvina,12
meneliti tentang Proses penjaringan Aspirasi Masyarakat dalam
pengalokasian Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Padang Pariaman di era
otonomi Daerah. Hasil penelitiannya menyimpulkan rendahnya aspirasi
masyarakat Kabupaten Padang Pariaman yang terakomodasi dalam APBD 2004,
selanjutnya ditemukan inkosistensi kriteria-kriteria usulan dari tingkat nagari dan
kecamatan, sementara di tingkat Kabupaten baru kriteria-kriteria tersebut muncul,
seperti kesesuaian dengan Arah Kebijakan Umum serta Strategi dan prioritas
APBD. Juga ditemukannya keterlambatan dalam penyusunan Anggaran sehingga
menyebabkan keterlambatan kegiatan pembangunan di Kabupaten Padang
Pariaman.
Lebih lanjut Gusti Mawardi,13
meneliti tentang Anggaran Belanja Daerah
Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan ditinjau dari proses dan
pengalokasian. Hasilnya Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) di Kabupaten Banjar belum mencerminkan aspirasi masyarakat
daerah, Arah dan Kebijakan Umum anggaran lebih didominasi dan mencerminkan
aspirasi pemerintah atasan. Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
11 Ibid 12 Silvia Delvina, Analisis proses penjaringan aspirasiMasyarakat dalam pengalokasian Anggaran Belanja Daerah
Kabupaten Padang Pariaman di Era Otonomi Daerah, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UNAND, 2006,(tidak
dipublikasikan) 13 Gusti Mawardi, Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan ditinjau dari
proses dan pengalokasian, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UGM, 2001,(tidak dipublikasikan)
11
sebagai wakil rakyat di daerah belum optimal, sehingga permasalahan anggaran
yang dihadapi tidak tersaji secara lebih mendalam. Laju pertumbuhan realisasi
anggaran belanja rutin Pemerintah Kabupaten Banjar setiap tahunnya cenderung
berfluktuasi, kecuali untuk belanja pegawai yang menunjukkan laju pertumbuhan
anggarannya setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan
realisasi anggaran belanja pembangunan Pemerintah Kabupaten Banjar menurut
sektor cenderung berfluktuatif setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan belum
dilakukannya skala prioritas dalam menentukan plafon anggaran, di samping itu
intervensi dari pemerintah atasan masih terlalu besar.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Syahrul,14
tentang anggaran
belanja daerah Pemerintah Kota Padang ditinjau dari proses dan pengalokasian.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perencanaan pembangunan di Kota
Padang dilakukan melalui pendekatan top down approach dan bottom up
approach, dalam penyusunan APBD peranan eksekutif masih dominan. Peranan
anggota DPRD dalam penyusunan anggaran tidak dimulai dari awal tetapi diawali
dari hasil draft yang disusun oleh eksekutif sehingga permasalahan anggaran yang
dihadapi tidak terkaji lebih mendalam.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Djafar,15
yang meneliti tentang
bagaimana pola-pola kontestasi yang berlangsung dalam proses perumusan
kebijakan anggaran yang terjadi pada tahun 2005 di Kabupaten Mamuju, Provinsi
Sulawesi Barat. Hasilnya, diidentifikasikannya dua hal utama yang terjadi dalam
14 Syahrul, Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota Padang ditinjau dari Proses dan Pengalokasian, Tesis S-2,
Program Pasca Sarjana UGM, 2001, (tidak dipublikasikan) 15 Muhammad Ridwan Djafar, Politik Anggaran Daerah : Studi tentang proses perumusan kebijakan anggaran dalam
penyusunan APBD Tahun 2005 di Kabupaten Mamuju Prov. Sulawesi Barat, Tesis-S2, Magister Ilmu Politik, Program
Pasca Sarjana UGM, 2006 (tesis tidak dipublikasikan)
12
proses perumusan kebijakan anggaran. Pertama, mekanisme perumusan yang
elitis dan memakan waktu yang lama. Elitis karena aktor perumus yang terlibat
hanya berasal dari dua lembaga besar di daerah, yaitu DPRD dan Pemerintah
daerah. Memakan waktu yang lama karena mekanismenya terlalu panjang dan
kuatnya kontestasi politik kepentingan antar aktor yang terlibat. Kedua, Pola
kontestasi politik yang dominan yang terjadi dalam perumusan anggaran adalah
kontestasi dan pertarungan kepentingan berbasis kewilayahan yang dilakukan
aktor-aktor yang terlibat, plural namun sifatnya terbatas. Para anggota legislatif
yang berkontestasi ternyata lebih merepresentasikan wilayah pemilihannya
daripada kepentingan partainya, sementara birokrasi hanya mengikuti alur
kontestasi yang terjadi antar eksekutif tersebut.
Hal yang membedakan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bahwa penulis melihat setiap proses
kontestasi berbagai aktor dalam proses perencanaan anggaran daerah terutama
pada proses perumusan kebijakan anggaran belanja langsung SKPD dalam
penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011.
B. Batasan Masalah
Karena begitu luasnya cakupan penelitian ini, peneliti membatasi hanya
untuk satu SKPD saja, yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci. Hal ini
disebabkan karena :
13
1. Program dan kegiatan yang lebih banyak diusulkan dan oleh masyarakat dan
lebih banyak mengalami distorsi dalam setiap tahapan perencanaan dan
penganggaran daerah adalah bidang Infrastruktur.
2. Sebagian besar anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode 2009-2014 memiliki
profesi sebagai pengusaha di bidang konstruksi sipil (kontraktor) dan sebagian
lainnya mantan birokrat, sehingga dapat dipastikan kontestasi yang terjadi di
dalam pembahasan anggaran belanja langsung akan semakin rumit dan memiliki
pola yang beragam.
3. Sektor infrastruktur, terutama Pekerjaan Umum memiliki anggaran Belanja
Langsung yang cukup besar setiap tahunnya dan berpotensi terjadinya kontestasi
antara aktor dalam pembahasan Belanja Langsung, sebab di dalam program dan
kegiatan Dinas Pekerjaan Umum memuat berbagai kepentingan-kepentingan
aktor yang harus diakomodir.
C. Rumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi
rumusan masalah dalam hal ini adalah Bagaimanakah kontestasi antar
perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci dalam penyusunan APBD tahun 2011?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kontestasi yang terjadi antar perumus kebijakan anggaran
dalam penentuan belanja langsufng Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kerinci dalam penyusunan APBD tahun 2011
2. Untuk mengetahui dampak kontestasi yang terjadi terhadap kepentingan
masyarakat bidang Infrastruktur pasca pengesahan APBD Kabupaten Kerinci
tahun 2011.
14
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Kebijakan Publik
Berbagai definisi yang dikemukan para pakar terkait dengan kebijakan
publik dalam konteks dan pemahaman serta batasan-batasan tersendiri. Sehingga
dapat dimaklumi bahwa kebijakan publik merupakan fenomena yang kompleks
dan dinamis yang dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu.16
1. Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan dapat merujuk pada proses pembuatan keputusan-
keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti
prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya.
Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial,
atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit. Sehingga, kebijakan
publik dipahami sebagai kebijakan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah dan
para aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah publik.17
Samodra Wibawa mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah
keputusan suatu sistem politik untuk/ dalam/ guna mengelola suatu masalah atau
memenuhi suatu kepentingan, dimana pelaksanaan keputusan tersebut
membutuhkan dikerahkannya sumber daya milik sistem politik tersebut.18
16 Mustopadidjaja AR, Manajemen proses kebijakan publik : formulasi, implementasi, dan evaluasi kinerja, LAN dan Duta
Pertiwi Foundation, Jakarta, 2003, Hal. 2 17 AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, teori dan aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, Hal. v 18 Samodra Wibawa, Politik Perumusan Kebijakan Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, Hal. 1
15
Pandangan lainnya dikemukakan oleh James Anderson, bahwa kebijakan publik
merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud, yang ditetapkan oleh seorang
aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.19
Jadi, dari definisi di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kebijakan
publik adalah suatu keputusan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah, yang
didukung oleh aktor politik dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki
untuk mengatasi persoalan publik.
2. Perumusan Kebijakan Publik
Perumusan kebijakan publik merupakan inti dari kebijakan publik20
dan
merupakan proses yang rumit, sebab di dalamnya mencakup pertanyaan
bagaimana masalah-masalah timbul dan masuk ke dalam agenda Pemerintah,
siapa dan bagaimana merumuskan masalah tersebut untuk mengambil tindakan,
kemudian sikap apa yang diambil oleh lembaga legislatif atau lembaga lainnya,
selanjutnya bagaimana para pemimpin menerapkan kebijakan tersebut dan
akhirnya, bagaimana kebijakan tersebut dievaluasi.21
Disamping itu, Anderson
juga mengemukakan bahwa perumusan kebijakan merupakan pengembangan
usulan akan tindakan yang terkait dan dapat diterima untuk menangani
permasalahan publik22
.
a. Model-model perumusan kebijakan publik
Berkaitan dengan proses perumusan kebijakan belanja langsung SKPD
dalam penyusunan Proses Perumusan Kebijakan Anggaran Belanja Langsung
19 Budi Winarno, Kebijakan Publik : Teori dan proses, Media Presindo, Yogyakarta, 2008, Hal. 18 20 Riant Nugroho, Public Policy, Gramedia, Jakarta, 2008, Hal. 391 21 Budi Winarno, Op Cit,, Hal. 91 22 James Anderson, Public Policy Making: An Introduction, Houghton Mifflin Company, Boston, 2006, Hal-4
16
SKPD dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, ada beberapa
model perumusan kebijakan publik yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
menyederhanakan rumitnya proses perumusan kebijakan dimaksud, antara lain :
1) Model Kelembagaan
Perumusan kebijakan model kelembagaan, secara sederhana bermakna
bahwa tugas membuat kebijakan adalah tugas Pemerintah, dan mendasarkan pada
fungsi-fungsi kelembagaan dari Pemerintah.23
Disamping itu, model ini lebih
menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik.24
Sehingga, dari
perspektif model kelembagaan, kebijakan-kebijakan apapun tidak akan menjadi
kebijakan publik kalau ia tidak diterima, diimplementasikan dan dipaksakan
pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga Pemerintah.25
Hal ini berarti bahwa lembaga pemerintah memiliki legitimasi untuk
menciptakan kebijakan yang menjangkau semua lapisan masyarakat dan pada
tingkat tertentu kekuatan paksaan bisa dilakukan agar warga masyarakat mau
memenuhi kewajiban untuk menuruti kehendak pembuat kebijakan.26
Dalam
konteks ini Dye, berpandangan bahwa, ada tiga hal yang membenarkan
pendekatan kelembagaan ini, yaitu bahwa pemerintah memang sah membuat
kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal dan memang pemerintah
memonopoli fungsi pemaksaan dalam kehidupan bersama.27
23 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 361 24 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Intermedia, Jakarta, 1994, Hal. 6 25 Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, UMM press, Malang, 2008, Hal.78 26 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit 27 Riant Nugroho, Op. Cit.
17
2) Model Sistem
Perumusan kebijakan pada model sistem, mengasumsikan bahwa
kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik.28
Terdapat tiga koponen
di dalam model ini, yaitu input, proses, dan output. Seperti tergambar di bawah
ini:
Gambar 2. Model Sistem
Sumber : Riant Nugroho, Public Policy, Gramedia, Jakarta, 2008, Hal. 383
Tuntutan-tuntutan individu maupun kelompok masyarakat, dukungan-
dukungan dan juga sumber daya merupakan input yang nantinya akan
mempengaruhi proses pengalokasian nilai-nilai oleh penguasa. Selanjutnya sistem
politik akan menyerap berbagai macam tuntutan dari masyarakat untuk
dikonversikan menjadi keluaran-keluaran yang berupa keputusan-keputusan atau
kebijakan-kebijakan. Proses tidak berakhir sampai disini, karena setiap hasil
keputusan yang merupakan keluaran sistem politik akan mempengaruhi
lingkungan. Perubahan lingkungan inilah yang nantinya akan mempengaruhi
tuntutan-tuntutan yang muncul dari masyarakat.29
28 Riant Nugroho, Op Cit, Hal. 382. 29 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 7
INP
UT
A POLITICAL
SYSTEM
OU
TP
UT
DEMANDS
SUPPORT
DECISIONS
OR POLICIES
FEEDBACK
18
3) Model teori Elit
Model teori ini mengembangkan diri pada kenyataan bahwa
sedemokratis apapun, selalu ada bias dalam perumusan kebijakan, karena pada
akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari
para elit.30
Sehingga dalam model ini kehidupan sosial terdiri atas dua lapisan,
lapisan pertama dengan jumlah yang sangat kecil selaku pengatur dan lapisan
bawah dengan jumlah yang besar sebagai yang diatur. 31
Apabila didasarkan pada
teori elit, bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya
tidak bisa dielakkan didominasi oleh sekelompok individu yang sangat kuat, yang
memanipulasi instrumen-instrumen kekuasaan bagi kepentingan mereka.32
Dalam kerangka dominasi, elit politik memiliki dua langkah, yang
pertama dominasi dan kedua kekuasaan berdasarkan hak untuk memerintah yang
didasarkan pada kepercayaan atau legitimasi rakyat, 33
maka tidak ada salahnya,
Ramlan Surbakti menyatakan elit politik dirumuskan sebagai sekelompok kecil
orang yang mempunyai pengaruh besar dalam pembuatan atau perumusan
kebijakan publik34
. Sehingga dapat dipahami bahwa, kebijakan publik sama sekali
bukan cerminan tuntutan –tuntutan rakyat, melainkan lebih merupakan cerminan
kepentingan golongan elit untuk melestarikan nilai-nilai mereka.35
Secara khusus model elit dikembangkan untuk menganalisis proses
perumusan kebijakan publik, terutama untuk menyoroti peran-peran yang
30 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal.364 31 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 8 32 Budi Winarno, Op Cit,, Hal. 42 33 Zainuddin Maliki, Sosiologi politik : Makna kekuasaan dan transformasi politik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2010, Hal. 29 34 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 2007, Hal. 75 35 Solichin Abdul Wahab, Op. Cit, Hal.93
19
dimainkan oleh golongan elit dalam proses perumusan kebijakan publik dan cara-
cara yang mereka lakukan untuk memanipulasi atau “memotong-kompas”
aspirasi rakyat.36
4) Model teori kelompok
Model teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik
keseimbangan (equilibrium).37
Equilibrium ini ditentukan oleh pengaruh relatif
dari kelompok-kelompok kepentingan yang diharapkan akan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam proses pembuatan kebijakan publik.38
Dengan
demikian, pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk menanggapai
tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negosiasi,
dan kompromi. Sebagai hasil persaingan antara berbagai kelompok kepentingan,
kebijakan publik pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam
pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing
pada suatu waktu.39
Dalam hal ini, peran sistem politik adalah untuk
memanajemen konflik yang muncul dari adanya perbedaan tuntutan, melalui cara-
cara sebagai berikut 40
: a).Merumuskan aturan main antar kelompok kepentingan,
b). Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan. c). Memungkinkan
terbentuknya kompromi dalam kebijakan publik yang akan dibuat, dan
d). Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.
36 Ibid 37 Riant Nugroho, Op Cit, Hal.363 38 Budi Winarno, Op Cit,, Hal. 49 39 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 9 40 Riant Nugroho, Loc. Cit, Hal.364
20
Gambar 3 : Model Teori Kelompok
Sumber : Riant Nugroho, Public Policy, Gramedia, Jakarta, 2008, Hal. 364
Sehingga dalam proses perumusan kebijakan publik, model kelembagaan
dapat digunakan untuk menelaah kelompok apakah yang saling berkompetisi
untuk mempengaruhi kebijakan publik dan siapa yang memiliki pengaruh paling
kuat terhadap keputusan yang dibuat.41
5) Model Rasional
Model Rasional mengedepankan suatu gagasan bahwa kebijakan publik
sebagai maximum social gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan
harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat.
Disamping itu, proses perumusan kebijakan publik dalam model ini harus
didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya, dan
rasionalitas yang diambil adalah perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang
dicapai.42
Artinya, model ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau
ekonomis. Oleh karena itu, untuk memperoleh rasionalitas yang tepat, maka para
pembuat kebijakan harus mengetahui berbagai hal, yaitu 43
: a). Preferensi nilai-
41 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 10 42 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 366 43 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Loc.Cit, Hal. 10
Pengaruh
Grup B
Pengaruh
Grup A
Pengaruh
Tambahan
Posisi Kebijakan Alternatif Perubahan
Kebijakan
Equilibrium
Kebijakan Publik
21
nilai masyarakat dan kecenderungannya, b). pilihan atau alternatif kebijakan yang
tersedia, c). Konsekuensi- konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan, d). Rasio
yang dicapai bagi setiap nilai sosial yang dikorbankan pada setiap alternatif
kebijakan dan e). Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
Pendekatan ini mengabaikan asal usul kebijakan tersebut, sepanjang
kebijakan yang ditempuh akan memberikan suatu hasil yang baik dengan
sumberdaya yang paling sedikit, maka kebijakan tersebut layak untuk
dilaksanakan.44
6) Model Pilihan publik
Pendekatan ekonomi politik yang baru menganggap bahwa negara atau
pemerintah, politisi, birokrat sebagai agen yang memiliki kepentingan sendiri
merupakan pemicu lahirnya pendekatan atau model pilihan publik (public
choice).45
Model perumusan kebijakan publik ini melihat kebijakan sebagai
sebuah proses formulasi keputusan kolektif dari individu-individu yang
berkepentingan atas keputusan tersebut.46
Prinsipnya model ini berusaha untuk
mengkaji tindakan rasional dari aktor-aktor politik, baik di parlemen, lembaga
Pemerintah, lembaga kepresidenan, masyarakat pemilih dan lain sebagainya.47
Disamping itu model ini membantu untuk menjelaskan, kenapa para
pemenang pemilu acap kali gagal memberikan yang terbaik kepada masyarakat
karena mereka lebih berkepentingan kepada publiknya, yaitu para pemberi suara
44 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Loc.Cit, Hal. 10 45 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik : Kajian teoritis dan analisis empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, Hal. 48 46 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 380 47 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik, Ghalia Indonesia,2002, Jakarta, Hal. 86
22
atau pendukungnya.48
Kondisi ini terlihat manakala pemerintah memiliki
kecenderungan untuk memuaskan para pemilihnya daripada masyarakat luas, dan
tidak jarang kita menyaksikan suatu kebijakan publik yang seakan-akan adil,
namun apabila dikaji dan dianalisis secara mendalam, kebijakan tersebut hanya
menguntungkan sejumlah kecil warga masyarakat atau kelompok.
Sehingga jelaslah bahwa, model pilihan publik melihat politik anggaran
sebagai rekonsiliasi berbagai kepentingan yang beragam dan saling bertarung
untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas melalui formulasi rasional yang
dapat diterima semua pihak.49
Disamping itu, model ini pada dasarnya
menganggap bahwa proses pengalokasian sumber daya publik yang terbatas
terhadap berbagai institusi dangan tujuan yang berbeda, lebih merupakan proses
politik daripada proses teknokratis murni.50
b. Aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik
Selanjutnya seperti yang ditulis oleh Charles Lindblom dan beberapa ahli
yang lain, dalam memahami proses perumusan kebijakan kita perlu memahami
aktor-aktor yang terlibat atau pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan
tersebut. Menurut Charles Lindblom, bahwa untuk memahami siapa sebenarnya
yang merumuskan kebijakan lebih dahulu harus dipahami sifat-sifat semua
pemeran serta (partisipants), bagian atau peran apa yang mereka lakukan,
wewenang atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki, dan bagaimana mereka
48 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 381 49 John Cullis dan Philip Jones, 1998, seperti dikutip oleh Abdul Waidl, dkk dalam Mendahulukan si miskin: buku sumber
bagi anggaran pro rakyat, LKIS, Yogyakarta, 2008, Hal. 76 50 Andi Norton dan Diane Elson, 2002, Ibid
23
saling berhubungan serta saling mengawasi.51
Mengetahui siapa yang terlibat
dalam perumusan kebijakan publik akan merupakan sesuatu yang esensial.52
Sebab, aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik akan menentukan
seperti apakah kebijakan publik tersebut akan dirumuskan, bagaimana masalah
publik didefinisikan dan pada akhirnya bagaimana kebijakan publik tersebut
dirumuskan.
Jadi, dari berbagai jenis pemeran serta, masing-masing pemeran serta ini
menurut Lindblom mempunyai peran secara khusus yang meliputi: warganegara
biasa, pemimpin organisasi, anggota DPR, pemimpin lembaga legislatif, aktivis
partai, pemimpin partai, hakim, pegawai negeri sipil, ahli teknik, dan manajer
dunia usaha. Sehingga jika dikelompokkan, maka pemeran serta dalam proses
perumusan kebijakan dapat dibagai kedalam dua kelompok, yakni aktor resmi dan
aktor tidak resmi.
Dalam penelitian ini, terkait dengan proses perumusan kebijakan belanja
langsung SKPD dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, aktor
yang terlibat hanya dibatasi pada aktor resmi. Hal ini disebabkan kontestasi yang
terjadi sepanjang perumusan belanja langsung SKPD berada pada aktor resmi ini.
Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan munculnya aktor-aktor tidak resmi seperti
partai politik dan kelompok kepentingan. Selanjutnya, yang termasuk kedalam
aktor resmi adalah lembaga-lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari
eksekutif (birokrasi), dan legislatif (Politisi). Di Kabupaten Kerinci, aktor yang
berasal dari lembaga eksekutif ini terdiri dari mereka yang ikut merumuskan
51 Charles Lindblom, The Policy Making Process, 2nd edition, Yale University, USA, 1984, hal. 2 52 Budi Winarno, Op.Cit, Hal. 142
24
perencanaan anggaran dari tingkat SKPD, seperti Kepala SKPD dan jajarannya,
hingga ke tingkat Tim perumus anggaran daerah, seperti Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD), termasuk juga pimpinan tertinggi eksekutif daerah
yaitu Bupati. Sementara itu, aktor dari lembaga legislatif terdiri dari semua
anggota DPRD dari berbagai komisi dan fraksi dengan seluruh badan
kelengkapannya, seperti Badan Anggaran, Badan Musyawarah, Badan Legislasi
dan Badan Kehormatan. Sehingga
Keragaman dari aktor yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran
berbeda dan seringkali beradu motivasi, tujuan,53
dan kepentingan. Eksekutif
berkepentingan memperluas cakupan institusinya dan memperbesar budget bagi
pelaksanaan program dan kegiatannya, sementara legislatif berkepentingan agar
dapat terpilih kembali (reelection) dengan memperbanyak “pork barrel” bagi
daerah pemilihannya. Untuk memenuhi hal tersebut, legislators mencari program
dan projects yang membuatnya popular di mata konstituen.54
Salah satu bentuk
program dan projects tersebut adalah belanja investasi di sektor infrastruktur.
Sementara itu, birokrat mengusulkan program-program baru karena ingin agency-
nya berkembang dan konstituen percaya mereka menerima benefits dari
pemerintah.55
Akibat yang muncul kemudian, untuk memperjuangkan kepentingannya,
para aktor memungkinkan untuk memisahkan diri dari (terfragmentasi) dari
53 Irene S. Rubin, Op.Cit, Hal. 14 54 Syukriy Abdullah, Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah: Pendekatan Principal-Agent Theory.
Makalah Disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Bengkulu. Bengkulu. 4-5 Oktober 2004. 55 Ibid
25
lembaganya.56
Eksekutif dapat saja terfragmentasi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok yang pro dan kontra. Artinya, pada kelompok eksekutif yang pro
menginginkan kinerja anggaran, sehingga anggaran dapat dipergunakan secara
efektif dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta disusun berdasarkan Nota kesepakatan yang telah ditetapkan. Sebaliknya,
pada kelompok eksekutif yang kontra, menginginkan maximizing budget bagi
institusinya dengan mengabaikan segala ketentuan dan kesepakatan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan harapan bahwa dengan memaksimalkan
anggaran, maka semakin banyak pula program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan pada institusi mereka. Otomatis akan meningkatkan income bagi
personil-personilnya. Kemudian pada sisi legislatif terjadi juga fragmentasi. Pada
sisi politisi yang pro lebih mementingkan jumlah anggaran, sehingga akan
semakin banyak proyek-proyek dilaksanakan, pada akhirnya dapat memuaskan
konstituen-konstituen mereka di daerah pemilihannya masing-masing. Sementara
itu, politisi yang kontra menginginkan agar anggaran dapat terdistribusi secara
proporsional dan berkeadilan.
Dari uraian tersebut, Aktor-aktor yang terlibat dalam proses penyusunan
anggaran saling terfragmentasi secara internal dan dalam hubungan antar aktor
lain di luar lembaganya. Dimana masing-masing mereka yang terfragmentasi
memiliki kepentingan untuk mewujudkan tuntutan-tuntutan khususnya. Aktor-
aktor dari lembaga yang berbeda akan saling bersatu di sekitar tujuan bersama
sehingga terbentuklah koalisi. Koalisi dimaknai sebagai penggabungan kekuatan
56 Fadmi Ridwan, Pengalaman Aceh mengelola kontestasi politik : Studi Kontestasi Birokrat, Politisi dan Ulama dalam
proses kebijakan anggaran Dayah Tahun 2008, Program Studi Ilmu Politik, UGM, 2008, Tesis tidak dipublikasikan
26
dengan pihak lain untuk memperkuat posisi tawar menawar dan dapat menjadi
strategi yang jitu untuk mempertahankan eksistensi suatu pihak.57
Kesesuaian
ideologi dan basis perjuangan para aktor dapat dijadikan sebagai parameter
dengan siapa mereka akan berkoalisi. Koalisi dapat juga didefinisikan sebagai dua
atau lebih pihak yang setuju untuk mengumpulkan sumber daya mereka untuk
mencapai beberapa hasil yang saling menguntungkan.
Disamping munculnya koalisi, tidak tertutup kemungkinan munculnya
kompromi-kompromi antar aktor dalam proses penyusunan anggaran. Kompromi
dimaknai bahwa Pihak yang berkontestasi walaupun tidak memberikan
kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lain tetapi mereka tetap membuka
kemungkinan untuk berdialog, dan melakukan tawar-menawar, saling memberi
dan menerima,58
menyetujui tujuan yang bersifat menguntungkan kedua belah
pihak dan sebagai suatu tindakan “back up” apabila upaya kerjasama (kooperatif)
tidak berhasil,59
disamping itu suatu kompromi tidak mungkin memuaskan semua
pihak yang berkepentingan secara sempurna.60
Terkait dengan pembahasan
anggaran, kompromi dapat menghasilkan alternatif tawaran, antara lain
pemindahan lokasi kegiatan (proyek), pengurangan dan penghapusan suatu
kegiatan dan mengganti dengan kegiatan yang baru serta dapat juga berupa
persetujuan untuk merevisi volume pekerjaan.
5757 Firmansyah, Mengelola Partai Politik : Komunikasi dan positioning ideologi politik di era demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, Hal. 359 58 Pratikno dkk, Mengelola dinamika politik dan Sumberdaya Daerah, Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah
UGM, Yogyakarta, 2004, Hal. 42 59 Harbani Pasalong, Kepemimpinan Birokrasi, Alfabeta, 2008, Hal. 191 60 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal. xxiii
27
Jika masing-masing aktor berusaha menjadi sangat kuat, baik melalui
koalisi maupun kompromi, maka pada saat bersamaan kelompok lain akan
berupaya untuk melawannya, dan merekapun tersisihkan. Kelompok yang
tersisihkan tersebut membangun kerjasama (cooperative) dengan kelompok lain
yang tidak puas atau keluar (exit) dari arena pembahasan suatu kebijakan.
Kooperatif dapat definisikan sebagai Cooperative is occurring, when actors adjust
their behavior through a process of policy coordination,61
and usually opposed to
competition or conflict which implies that cooperation provides the actors
involved with gains or rewards.62
c. Nilai-nilai yang mempengaruhi sikap dan perilaku para aktor dalam
perumusan kebijakan publik.
Rancangan kebijakan yang diajukan oleh aktor, merupakan fungsi dari
sikap dan perilakunya, sementara sikap dan perilaku merupakan fungsi dari
kepentingan dan nilai yang dipegangnya.63
Nilai-nilai tersebut, sebagai berikut :
1) Nilai-nilai politik, yaitu keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari
parpol atau kelompok kepentingan tertentu. Seperti umumnya pada paradigma
kritis dalam Kebijakan Publik, maka dalam fase formulasi kebijakan publik,
realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik itu tidak
boleh dilepaskan dalam fokus kajiannya, sebab apabila kita melepaskan
kenyataan politik itu dari proses pembuatan kebijakan publik, maka kebijakan
61 Robert O Keohane, “Institutional Theory and the Realist Challenge After the Cold War.”Neorealism and Neoliberalism : The Contemporary Debate. Columbia University Press, New York, 1993, Hal. 269-300. 62 Helen Milner, International Theories of Cooperation among Nations: Strengths and Weakness, World Politics, Vol. 44,
No. 3 (April 1992), pp. 466-496. Cambridge University Press, diakses tanggal 12 November 2011, melalui
http://www.jstor.org/stable/2010546 63 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 20
28
yang dihasilkan akan miskin aspek lapangannya. Sementara kebijakan publik
itu sendiri tidak pernah steril dari aspek politik. Dalam konteks ini, maka
proses formulasi kebijakan dipahami sebagai sebuah proses pengambilan
keputusan yang sangat ditentukan oleh faktor kekuasaan, dimana sumber
kekuasaan itu berasal dari strata sosial, birokrasi, akademis, professionalisme,
kekuatan modal, dan sebagainya.
2) Nilai-nilai organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan dibuat atas dasar
nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi
(sanction) yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan
melaksanakannya. Pada tataran ini, tindakan yang dilakukan oleh para
stakeholders lebih dipengaruhi serta dimotivasi oleh kepentingan dan perilaku
kelompok, sehingga pada gilirannya, produk-produk kebijakan yang
dihasilkan mengakomodasi kepentingan organisasi ketimbang kepentingan
publik secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah
perangkat sistemik yang mampu mengeliminir kecenderungan tersebut.
3) Nilai-nilai pribadi, yaitu seringkali keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai
pribadi yang dibuat oleh pribadi pembuat keputusan untuk mempertahankan
statusquo, reputasi, kekayaan dan sebagainya. Proses formulasi kebijakan
dalam konteks ini lebih dipahami sebagai suatu proses yang terfokus pada
aspek emosi manusia, personalitas, motivasi dan hubungan interpersonal.
Fokus dari pandangan ini adalah siapa mendapatkan nilai apa, kenapa ia
mendapatkan nilai tersebut dan bagaimana ia mengaktualisasikan nilai yang
telah dianutnya.
29
4) Nilai-nilai kebijakan, dalam hal ini keputusan dibuat atas dasar persepsi
pembuat kebijakan tentang kebijakan publik atau pembuatan kebijakan yang
secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Temasuk dalam kategori ini
adalah nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan dan lain-
lain. Pandangan ini melihat bagaimana pembuat kebijakan sebagai personal
mampu merespon stimulasi dari lingkungannya. Artinya, disini akan banyak
terlihat bagaimana seseorang pembuat kebijakan mengenali masalah,
bagaimana mereka menggunakan info yang mereka miliki, bagaimana mereka
menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang ada, bagaimana mereka
mempersepsi realitas yang ditemui, bagaimana info diproses dan bagaimana
info dikomunikasikan dalam organisasi.
5) Nilai idiologi dimana nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme dapat
menjadi landasan pembuatan kebijakan, baik kebijakan dalam negeri maupun
luar negeri. Selain itu idiologi juga merupakan sarana untuk
merasionalisasikan dan meligitimasikan tindakan- tindakan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah.
B. Konsep anggaran.
Secara konseptual, anggaran merupakan instrumen penting kebijakan
ekonomi yang dimiliki oleh pemerintah dan menggambarkan pernyataan
komprehensif tentang prioritas negara.64
Anggaran juga didefinisikan sebagai
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu
64 Yuna Farhan, Menelaah Arah Politik Anggaran di Indonesia, melalui : http://www.psik-
indonesia.org/files_pdf/%5BFITRA%5D%20Menelaah%20Arah%20Politik%20Anggaran%20di%20Indonesia_20100330
170322 diakses tanggal 29 Juni 2011.
30
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah
proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.65
Sementara itu, dalam bukunya, Irene S. Rubin, seorang pakar politik
anggaran, mengemukakan bahwa, dari perspektif politik, anggaran merupakan 66
:
(1) Budget reflects "choices about what government will and will not
do"; (2) Budget reflects the priorities of a government as the "budget process mediates between groups and individuals who want different
things from government…"; (3) Budget reflects "the relative
proportion of decisions made for local and constituency purpose, and
for efficiency, effectiveness and broader public goals"; (4) Budget
provides "a powerful tool of accountability to citizens who want to
know how the government is spending their money and if government
has generally followed their preferences"; (5) Budget reflects
"citizens' preferences for different forms of taxation and different
levels of taxation, as well as the ability of specific groups of taxpayers
to shift tax burdens to others"; (6) Budget influences the economy and
affects the level of employment; and (7) Budget reflects "the relative
power of different individuals and organizations to influence budget
outcomes".
Berdasarkan poin-poin diatas, Rubin juga menyatakan bahwa67
:
“In all these ways, public budgeting is political. But budgeting is not
typical of other political processes; it is not just one example among
many. It is both an impor tant and a unique arena of politics. It is
important because of the specific policy decisions it reflects: decisions
about the scope of government, the distribution of wealth, the
openness of government to interest groups, and the accountability of
government to the public at large”
Sementara itu, Robert W Smith, and Thomas D. Lynch mengemukakan
pendapatnya tentang anggaran. Menurut mereka:
“A budget is a plan for the accomplishment of programs related to
objectives and goals within a definite time period, including an
65 Badrul Munir, Perencanaan anggaran kinerja : Memangkas inefisiensi anggaran daerah, Samawa center, Yogyakarta,
2003, Hal.25-26. 66 Irene S. Rubin, The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending, Borrowing and Balancing, Chatham House:
Chatham, 2006, Hal 1-2 67 Ibid
31
estimate of resources required, together with an estimate of resources
available, usually compared with one or more past periods and
showing future requirements. “68
Denhardt dan Denhardt didalam bukunya menuliskan bahwa : “budgets
express the public policy choices of governments and others, among these are
choice respect to the impact of the public sector on the economy”.69
Pendapat
lainnya menyebutkan bahwa : “A budget therefore, may be characterized as a
series of goals with price tags attached.70
”
Jadi jelaslah bahwa, anggaran menjelaskan apa yang pemerintah lakukan
dengan mengalokasikan sumber daya yang langka, menyiratkan pilihan di antara
berbagai macam pengeluaran yang potensial untuk pelaksanaan program-program
yang dibiayai dengan uang publik dan menyiratkan keseimbangan, serta
membutuhkan beberapa macam proses pembuatan keputusannya.
Secara umum, penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah
alokasi dana untuk tiap – tiap program dan aktifitas dalam satuan moneter. Tahap
penganggaran menjadi sangat penting, karena anggaran yang tidak efektif dan
tidak berorientasi pada kinerja akan dapat mengagalkan perencanaan yang telah
disusun.71
Sehingga, tujuan dari penganggaran harus difahami oleh para perumus
kebijakan anggaran.
68 Robert W Smith, and Thomas D. Lynch, Public Budgeting in America, 5th Edition, Pearson,Upper Saddle River, New
Jersery, 2004, Hal. 37 69 Robert B. Denhardt and Janet V. Denhardt, Public Administration : an action orientation, 6th ed,Thomson Wadsworth,
USA, 2009, Hal. 238. 70 Aaron Wildavsky, The politics of the budgetary process, 2nd ed, Boston, Little brown, 1974, Hal. 1-2 71 Indra Bastian, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta
2006, Hal. 39
32
Musgrave dan Musgrave, mengemukakan tujuan dari kebijakan anggaran
yaitu pertama untuk menangani secara efisien alokasi dan penyediaan barang
publik serta untuk mengontrol eksternalitas. Kedua, untuk mengamankan
distribusi pendapatan secara adil.72
Dalam lingkup daerah, anggaran dibuat antara
lain untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan sosial dasar, seperti air bersih, listrik, kesehatan dan pendidikan agar
terjamin secara layak, termasuk bagaimana pemerintah daerah menyiapkan
pelayanan di bidang transportasi, permukiman, dan akses pengelolaan sumber
daya alam.
C. Politik Anggaran
Dalam bukunya, Irene S. Rubin mengemukakan bahwa :
“Public budgets have a number of special characteristics that suggest
some of the ways (five major ways of viewing politics in the budget:
reformism, incrementalist bargaining, interest group determinism,
process, and policy making) in which the budget is political.
"Political" is a word with a number of meanings, even when it is
narrowed to the context of budgetary decision making”. 73
Dalam organisasi Pemerintah daerah, penganggaran merupakan suatu
tahapan yang rumit dengan rentang waktu yang panjang dan mengandung nuansa
politik yang tinggi. Sehingga, sepanjang proses perumusannya melibatkan
beragam aktor, mulai dari perencanaan dan penyusunan di lingkungan birokrasi,
sampai pengesahaanya di DPRD. Tidak mengherankan, banyak pihak menilai
anggaran sebagai proses politik arena perebutan sumber daya publik antara
72 Musgrave, RA and PB Musgrave, Public finance in theory and practice, McGraw Hill, Inc. 1989, Hal. 42 73 Irene S. Rubin, Op.Cit, Hal. 28-29
33
berbagai kepentingan, baik aktor┽aktor di dalam lingkaran sistem politik yang
berlaku maupun kelompok kepentingan lain yang memiliki pengaruh terhadap
keputusan politik anggaran.74
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh
Wildavsky, bahwa “budgeting is a subsystem of politics, not vise versa - because
of the current tendency to overload budgeting” (penganggaran adalah subsistem
dari politik, bukan sebaliknya, karena kecenderungan yang ada saat ini untuk
membebani anggaran).75
Tarik-menarik kepentingan dalam penyusunan anggaran berlangsung
sepanjang proses penyusunannya, baik semenjak perancangan di lingkungan
eksekutif maupun saat rancangan dibahas dan ditetapkan di lembaga legislatif.
Oleh karena itu, walaupun keterlibatan aktor lain selalu terjadi, secara politik
aktor kunci pada proses penganggaran adalah pejabat publik yang terpilih di
dalam pemilu dengan birokrasi.76
Disini mereka akan berusaha memperjuangkan
kepentingan politik masing-masing, walaupun kadang kala dikemas dengan
bahasa teknokratis.
Dengan demikian, untuk memahami politik anggaran, penyelidikan atas
pola perilaku dan kewenangan adalah pintu yang merupakan manifestasi dari
distribusi kekuasaan para aktor dalam pembuatan kebijakan anggaran.77
Sehingga
dapat dimengerti bahwa tarik-menarik antar aktor-aktor utama dalam
penganggaran, tidak terlepas dari keinginan untuk memperbesar pengaruhnya
masing-masing, sebagaimana terlihat dari pencapaian outcomes anggaran.
74 Yuna Farhan, Op, Cit. 75 Aaron Wildavsky, The New Politics of the Budgetary Process, 2nd edition, New York: Harper Collins. Hal. 439 76 Irene S. Rubin, seperti dikutip oleh Abdul Waidl, dkk Op. Cit, Hal. 116 77 Rong Wang, political dimensions of country government budgeting in China, Brighton-Sussex, 2002, seperti dikutip oleh
Abdul Waidl, dkk , Ibid.
34
Kemudian, untuk memahami politik anggaran, dari pandangan Norton
dan Elson, diperlukan pemahaman tentang 78
: a). Struktur formal peran dan
tanggung jawab dalam proses penganggaran, b). Peran Pemerintah dalam
pengambilan keputusan, pilihan politik dan akuntabilitas pada sistem manajemen
pengeluaran publik, c). Jaringan kekuasaan dan pengaruh stakeholders (di luar
proses formal) yang mempengaruhi hasil dari proses anggaran, d). Insentif yang
diberikan (baik tersembunyi maupun terang-terangan) atas tindakan yang
mempengaruhi politisi dan birokrasi dalam pengambilan keputusan selama
penyusunan dan penetapan anggaran, e). Ruang pengambilan keputusan birokrasi
pada semua level proses penetapan anggaran.
D. Rent Seeking.
Teori pilihan publik juga dapat mentransformasikan lebih jauh konsep
dasar ilmu ekonomi klasik ke dalam bidang politik. Dalam kasus ini konsep
pendapatan (income) ditransformasikan menjadi konsep perburuan rente. Konsep
ini sangat penting bagi ilmu ekonomi politik untuk menjelaskan perilaku
pengusaha, politisi, dan kelompok kepentingan.79
Dalam tulisannya, Andi Irawan
menyatakan bahwa :
Terminologi rent seeking dalam institusi negara merujuk pada
perilaku pejabat publik dalam memutuskan alokasi anggaran publik
(APBN-APBD), atau kebijakan yang ditujukan untuk publik dengan
motivasi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok yang
berimplikasi merugikan kepentingan publik, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.80
78 Andy Norton and Diane Elson, What’s behind the budget? Politics, Right and accountability in the budget process, Overseas Development Institute, 2002, Hal.23, seperti dikutip oleh Abdul Waidl, dkk , Ibid, Hal. 117 79 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik, Op.Cit 80 Andi Irawan , Universitas Bengkulu, Tulisan ini disalin dari Jawa Pos 2 September 2008
35
Disamping itu, rent seeking dapat juga dimaknai sebagai “A benefit
obtained not productively but through influencing the decisions of others (Sebuah
keuntungan yang diperoleh tidak secara produktif melainkan dengan
mempengaruhi keputusan orang lain).81
Perilaku ini juga terlihat dari aparat atau
penguasa atau politisi yang mengharapkan imbalan yang tinggi atas kebijakan
yang dikeluarkannya, 82
akibatnya tidak hanya menimbulkan distorsi, tetapi juga
menciptakan inefisiensi terhadap kebijakan tersebut. Jelasnya, menurut Grindle
bahwa :
"Para pembuat keputusan, para perencana pembangunan, para
penyelenggara negara, maupun elemen-elemen dari masyarakat itu
sendiri semua diasumsikan sebagai kumpulan dari pemburu rente
yang lebih termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan
jangka pendek ketimbang memajukan negara.“83
Sehingga dari kutipan tersebut, rent seeking dimaknai sebagai sebuah
usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kebijakan
untuk mendapatkan keuntungan tanpa memerlukan produktivitas dengan jalan
memberikan pertukaran hak-hak istimewa kepada pihak-pihak tertentu dengan
uang, fasilitas yang tersedia maupun kenikmatan-kenikamatan lainnya.
E. Kontestasi antar aktor.
Kontestasi‟ diserap dari bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris berupa
“Contestation‟ yang artiannya suatu ajang/perlombaan/ persaingan di mana terjadi
adu kekuatan atau keunggulan untuk memperjuangkan ideologi, nilai, solusi, dan
lain sebagainya. Bila dikaitkan dengan pembahasan belanja langsung, maka
81 Arye L. Hillman, Public Finance and Public Policy Responsibilities and Limitations of Government 2nd Ed, Cambridge
University Press, UK, 2009, Hal. 84 82 Deliarnov, Ekonomi Politik, Erlangga, Jakarta, 2006, Hal. 60 83 Ibid, Hal. 61
36
kontestasi dapat dimaknai sebagai bentuk pertarungan aktor eksekutif dan
legislatif, antara yang pro dan kontra dengan rancangan anggaran belanja
langsung yang diusulkan oleh eksekutif. Disamping pertarungan, terdapat juga
permainan kepentingan para aktor tersebut dengan anggaran belanja langsung.
Dengan demikian, kontestasi terjadi pada situasi ketidaksepakatan atau
pertentangan muncul dan setiap isu mengandung tiga hal yakni :84
Pertama,
segi potensi, artinya potensi suatu isu dimaknai adanya segi-segi yang memicu
semua pertanyaan vital oleh mereka yang pro dan mereka yang kontra. Pada
sisi ini memperlihatkan lingkup dan kualitas masalah- masalah yang
dipersoalkan. Kedua, pada segi kontestasi mengandung pengertian bahwa ada
pihak-pihak yang bertentangan sehingga menimbulkan clash of argument
(benturan argumen), pada lingkup ini ada pertukaran yang saling bersaing
terhadap nilai, fakta dan kebijakan terhadap sumber-sumber masalah yang
memotivasi tindakan-tindakan. Ketiga, segi akseptasi mengandung pengertian
bahwa ada berbagai pihak atau dua sisi yang menerima sisi-sisi yang disepakati
atau disetujui. Sehingga kontestasi memperlihatkan berbagai permasalahan dari
berbagai perspektif yang berbeda, saling bersaing, mencakup siapa-siapa yang pro
dan dan siapa yang kontra. Akan tetapi kontestasi yang ada tidak menghalangi
terbangunnya konsensus kebijakan antar aktor yang berkontestasi.85
Setiap ada
titik perbedaan kepentingan antar para aktor yang tidak jelas dalam arena proses
kebijakan, maka kecenderungan dalam membangun koalisi untuk tujuan
84http://repository.upnyk.ac.id/746/1/KONTESTASI_MAKNA_DAN_DRAMATISME_STUDI_KOMUNIKASI_POLITI
K_TENTANG_REFORMASI_DI_INDONESIA.pdf, Diunduh tanggal 20 Agustus 2011 85 Sutoro Eko, Daerah Budiman: Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun Kesejahteraan, dalam Darmawan Triwibowo
dan Nur Iman Subono, Lebih dari Sekadar Pengurangan kemiskinan: Meretas Arah kebijakan Sosial Baru di Indonesia,
Perkumpulan Prakarsa dan Pustaka LP3ES. Jakarta, 2006.
37
kompromi menjadi semakin tinggi.86
Ketatnya perjuangan dan variasi kepentingan
aktor yang akan berkontestasi dalam proses perumusan kebijakan menuntut
diperlukannya kemampuan mengelola konflik untuk menciptakan konsensus
bersama demi tercapainya tujuan kebijakan.87
Akan tetapi kenyataan selama ini, konsensus dibangun dalam ranah
informal, yang memang terbukti efektif, tetapi dapat menjadi arena kolusi antar
aktor-aktor yang berkontestasi, baik internal maupun eksternal. Situasi seperti ini
sering diistilahkan sebagai fenomena brokery, dengan kepentingan subtantif
setiap aktor yang terlibat ternyata menyelipkan kepentingan terselubung aktor itu
sendiri maupun pesanan (by order) aktor lainnya.88
Oleh karena itu, kontestasi
yang terjadi antara berbagai aktor terkait dengan pembahasan anggaran,
dialamatkan pada lima tujuan, yaitu :89
1).Pertambahan atau pengurangan dalam
belanja, 2). Pembelanjaan yang seimbang, 3). Titik temu antara program dan
tujuan program 4). Persaingan atau minimalisasi terjadinya persaingan, dan 5).
Kontrol atas pengelolaan keuangan (pencegahan pembelanjaan lebih target atau
pembiayaan lain yang tidak perlu).
Dari kerangka teoritis yang cukup panjang tersebut, disajikan alur logika
penelitian sebagai penyederhanaan perspektif teoritik dari beberapa
konseptualisasi yang dibangun dan digunakan dalam mengelaborasikan kontestasi
86 Fadmi Ridwan, Op. Cit 87 Muhammad Ridwan Djafar. Politik Anggaran Daerah; Studi tentang perumusan Kebijakan Anggaran dalam
Penyusunan APBD Tahun 2005 di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Program Studi Ilmu Politik, UGM, 2006,
Tesis Tidak dipublikasikan. 88 Ibid 89 Irene S. Rubin dalam Abdul Waidl, dkk dalam Mendahulukan si miskin: buku sumber bagi anggaran pro rakyat, Op. Cit,
Hal. 116
38
yang terjadi antar aktor perumus kebijakan anggaran belanja langsung SKPD
dalam penyusunan APBD Tahun 2011 Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Gambar 4 : Skema Alur Logika Penelitian
Kontestasi antar aktor Perumus Kebijakan Anggaran
Belanja Langsung SKPD dalam penyusunan APBD
Kabupaten Kerinci Tahun 2011
F. Definisi Konseptual
Penelitian ini Untuk memberikan batasan yang jelas terhadap penelitian
ini, maka definisi konseptual dalam hal ini, antara lain :
1. Politik anggaran adalah suatu proses terjadinya tawar-menawar antara para
pelaku dalam membuat keputusan anggaran, kebijakan diekspresikan
EKSEKUTIF
KONTESTASI
LEGISLATIF
KONTRA
PRO
PRO
KONTRA
Fragmentasi
Fragmentasi
Belanja
Langsung
KO
AL
ISI
KOMPROMI
KOOPERATIF or
EXIT
APBD
39
melalui proses anggaran; kelompok kepentingan yang aktif dalam
pengambilan keputusan anggaran, tetapi mereka dikendalikan, atau dapat
dikontrol, baik oleh persaingan antara mereka sendiri dan oleh proses
anggaran yang memberikan atau menolak akses mereka untuk membuat
keputusan.
2. Proses perumusan kebijakan adalah suatu proses yang di dalamnya mencakup
pertanyaan bagaimana masalah-masalah timbul dan masuk ke dalam agenda
Pemerintah, siapa dan bagaimana merumuskan masalah tersebut untuk
mengambil tindakan, kemudian sikap apa yang diambil oleh lembaga legislatif
atau lembaga lainnya, selanjutnya bagaimana para pemimpin menerapkan
kebijakan tersebut dan akhirnya, bagaimana kebijakan tersebut dievaluasi.
3. Aktor adalah pemeran serta yang terlibat dalam pembuatan sebuah kebijakan
untuk memperjuangkan kepentingan pribadi, kelompoknya, seperti eksekutif
beserta perangkatnya dan legislatif beserta dengan alat kelengkapannya.
4. Kontestasi adalah persaingan atau kompetisi yang berlangsung antar aktor
baik eksekutif maupun legislatif dalam mengagendakan dan memasukkan
kepentingan-kepentingan mereka kedalam rumusan anggaran dalam rangka
menjawab berbagai persoalan yang dihadapi.
5. Konsensus adalah sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama
antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan yang dilakukan untuk
pengambilan keputusan.
6. Agenda adalah rencana kegiatan yang akan dilakukan terkait dengan
perumusan kebijakan.
40
7. Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau
lebih aktor berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain terkait
dengan perumusan kebijakan anggaran, dengan bentuk yang beragam, seperti
kerjasama, sharing, ataupun konflik.
8. Koalisi merupakan penggabungan kekuatan dua atau lebih pihak yang setuju
untuk mengumpulkan sumber daya mereka untuk mencapai beberapa hasil
yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan dan kepentingan mereka.
9. Kompromi adalah konsep menemukan kesepakatan melalui komunikasi,
melalui saling memberi dan menerima dan menyetujui tujuan yang bersifat
menguntungkan kedua belah pihak.
10. Kooperatif adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak untuk mencapai
tujuan, dan bersedia untuk menyesuaikan diri dengan perbedaan dalam rangka
untuk memperoleh kesepakatan.
G. Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dikemukakan, dan untuk
menjawab pertanyaan bagamanakah kontestasi antar perumus kebijakan anggaran
dalam penentuan belanja langsung SKPD Kabupaten Kerinci dalam penyusunan
APBD tahun 2011, maka operasionalisasi penelitian yang akan menjadi tools
untuk memudahan peneliti dalam memfokuskan penelitian di lapangan dan
berinteraksi dengan objek penelitian, antara lain :
1. Proses Perumusan Kebijakan Anggaran Daerah
a. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD
41
b. Dimensi Politik dalam proses penyusunan APBD
2. Kontestasi dan interaksi antar perumus kebijakan anggaran dalam pembahasan
dan penetapan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Kerinci Tahun 2011.
a. Pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA)
b. Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
3. Kontestasi dan interaksi antar perumus kebijakan anggaran dalam penyusunan
dan pembahasan anggaran belanja langsung Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA) SKPD Kabupaten Kerinci Tahun 2011.
4. Konsensus yang dibangun dan dihasilkan pada setiap agenda.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci. Peneliti mengkaji dan
mencari hubungan tentang suatu fenomena dengan jalan mengumpulkan data,
menyusun, menganalisa dan menginterpretasikannya, sehingga pada akhirnya
dapat mendeskripsikan Proses Perumusan Kebijakan Anggaran Belanja Langsung
SKPD.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis studi
kasus (case study)1 dengan menggunakan metode eksploratif karena disamping
menggali berbagai fenomena yang ditemukan pada objek penelitian terutama
argumentasi logika, rasionalisasi, orientasi dan interaksi aktor-aktor yang terlibat
dalam proses perumusan kebijakan belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum
dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, juga menjelaskan
mekanisme kebijakan dan interaksi aktor yang berbeda dalam membahas dan
menyepakati agenda dan anggaran Belanja Langsung SKPD.
Kualitatif lebih menekankan pada proses dan makna tindakan yang
1 Robert E. Stake, Handbook of Qualitative Research (Sage Publications, California, 1994), hal. 236; Robert K. Yin, Case
Study Research, Design and Methods (Sage Publications, London, 1985), hal. 13, case study merupakan penelitian yang
menekankan pada suatu fenomena kontemporer yang spesifik yang dipelajari dari sebuah kasus. Case study dilakukan
dengan cara investigasi dan menceritakan sebuah kasus, isu, maupun penggambaran keunikan suatu situasi; Hans. B. C.
Spiegel, Case study and Participative (Research Center, De la Selle University, Philippines, 1985), hal. 87, case study
merupakan cara mempelajari kasus yang didasari oleh pertanyaan-pertanyaan what, who, when, where and how untuk
kemudian menceritakanya; Stephen van Evera, Guide to methods for students of Political Science (Cornell University
Press, London, 1997), hal. 52, melakukan eksplorasi terhadap kasus untuk melihat kesamaan ataupun perbedaan dengan
mengamati dan memprediksi beberapa alat ukur independent variable dan dependent variable untuk menguji hipotesis,
seperti dikutip oleh Djaafar, 2006, Tesis, Hal. 37
43
menyeluruh. Melalui cara kualitatif, akan dihasilkan interpretasi atas data-data dan
realita yang terjadi dalam serangkaian kegiatan pengambilan keputusan.
Sebagai studi kasus, peneliti tidak berkeinginan untuk melakukan
generalisasi terhadap dinamika yang ada dalam penyusunan anggaran belanja
daerah, tetapi justru untuk menemukan keunikan dari proses perumusan kebijakan
anggaran belanja langsung SKPD dalam penyusunan APBD Tahun 2011 di
Kabupaten Kerinci dan menerangkan peranan aktor yang terlibat dalam konteks
politik anggaran, siapa melakukan apa, bagaimana ia mendapatkannya, dan apa
yang ia dapatkan.
Pemilihan metode studi kasus tersebut berkaitan dengan persoalan dalam
proses perumusan anggaran belanja langsung SKPD di Kabupaten Kerinci yang
didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, metode penelitian ini lebih
sensitif apabila berhadapan dengan kenyataan ganda serta lebih peka dan lebih
dapat beradaptasi terhadap banyak penajaman pengaruh terhadap pola-pola nilai
yang dihadapi. Kedua, metode ini lebih berkarakter partisipatif, dan obyektif
dalam pengamatan suatu obyek kajian, karena peneliti merupakan alat penelitian
utama dalam mengumpulkan data. Rancangan penelitian studi kasus dalam
penelitian ini mengambil fenomena tunggal yakni Kontestasi antar perumus
kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung SKPD.
B. Sumber Data
Data untuk mengungkap hal tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu
data primer dan data sekunder. Sumber data primer dapat dilacak dari pengakuan
para aktor yang terlibat langsung dalam perumusan kebijakan anggaran daerah
44
dari tingkat eksekutif sampai dengan legislatif, juga dilakukan wawancara dengan
aktor luar dari pemerintahan, terutama pihak swasta yang mendukung dalam
pengungkapan fenomena-fenomena yang terjadi dalam perumusan kebijakan
anggaran Belanja Langsung SKPD.
Disamping itu digunakan sumber data sekunder untuk mendukung dan
mengecek silang atau menjamin validitas sumber data primer. Data sekunder
diperoleh dari penelusuran dokumen perencanaan pembangunan dan penganggar-
an daerah, seperti : Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten
Kerinci Tahun 2011; rancangan dan nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD
(KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Kerinci
Tahun 2011; Ranperda dan Perda APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011;
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) SKPD Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun 2011 dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kerinci
Tahun 2009-2014; risalah rapat DPRD pembahasan KUA, PPAS, RKA-SKPD
dan penetapan APBD; data statistik, dan data-data lainnya yang diperlukan.
C. Teknik Pemilihan Informan
Dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, maka diperlukan mencari
informasi dalam melakukan penelitian ini. Informan, yaitu orang-orang yang
diwawancarai, diamati serta yang memberikan data berupa kata-kata dan tindakan.
Menurut Moleong, informan adalah :
45
“Orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian. Agar informasi dapat lebih akurat
dan faktual, maka informasi dimaksud adalah orang yang mengetahui
dan memahami sepenuhnya mengenai objek kajian yang diteliti".2
Oleh karena itu, untuk penelitian ini, informan kunci yang dipilih adalah
mereka yang dipandang cukup memahami seluk beluk penganggaran daerah dan
terlibat langsung dalam proses perumusan kebijakan anggaran belanja daerah.
Instrumen pengambilan informan menggunakan teknik sampling non-
probabilistic (dipilih dengan sengaja), yaitu purposive sampling (berdasarkan
pertimbangan tertentu) oleh peneliti.
Di Kabupaten Kerinci, aktor yang berasal dari lembaga eksekutif ini terdiri
dari mereka yang ikut merumuskan perencanaan anggaran dari tingkat SKPD,
seperti Kepala SKPD dan jajarannya, hingga ke tingkat Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD). Sementara itu, aktor dari lembaga legislatif terdiri dari anggota
Badan Anggaran dan Komisi III DPRD.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini melalui tahap- tahap sebagai berikut:
Tahap pertama adalah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan dokumentasi, kemudian data yang telah diperoleh tersebut diklasifikasikan
berdasarkan variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah
dilakukan proses pemilihan dan pemilahan, data tersebut kemudian dianalisis.
Analisis yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan jenis penelitian sehingga
analisisnya berbentuk deskriptif yang menggambarkan keadaan dari variabel-
2 Lexy J. Moleong, Op cit, Hal. 132
46
variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Tahap yang terakhir adalah
mengambil kesimpulan dan saran-saran yang dipandang perlu berdasarkan pada
hasil analisis data.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam Rencana Kerja Anggaran
(RKA), Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD, Ranperda dan Perda
tentang APBD diklasifikasikan dan dijadikan data penunjang bagi penulis di
dalam melihat bagaimana kontestasi yang terjadi antar aktor perumus kebijakan
anggaran Belanja Langsung SKPD.
E. Keabsahan Data/ Uji Pembuktian Data
Untuk menguji keabsahan data, penelitian ini mengacu pada empat kriteria
yang dikemukakan Moleong, yaitu standar kepercayaan, standar keteralihan,
standar ketergantungan, dan standar kepastian3. Untuk memenuhi standar tersebut
dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.4 Triangulasi dioperasionalisasikan dalam
bentuk triangulasi sumber data yaitu membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi
dokumen, membandingkan pernyataan informan didepan umum dengan
pernyataan informan secara pribadi, dan membandingkan perspektif informan
yang berbeda latar belakang mengenai suatu isu.
3 Lexy J. Moleong, op. cit., hal. 324
4 Ibid, hal. 330
47
BAB IV
SETTING DAERAH KABUPATEN KERINCI
TAHUN 2011
A. Kondisi Umum
Kabupaten Kerinci merupakan salah satu dari 11 Kabupaten dan Kota
dalam Provinsi Jambi, yang terletak paling barat Provinsi Jambi. Dengan luas
wilayah secara keseluruhan 380.850 Ha, yang terdiri dari 191.822,30 Ha Taman
Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan sekitar 189.027,70 Ha merupakan lahan
hunian dan budidaya. Meskipun secara geografis diuntungkan dengan kondisi
wilayah yang subur bagi pertanian, namun tidak didukung dengan infrastruktur
yang memadai. Infrastruktur jalan yang mempunyai peranan yang cukup penting
sebagai sarana untuk memperlancar aktivitas perekonomian, pembangunan, dan
mobilitas sosial yang menjadi bagian yang perlu diperhatikan.
Kondisi jalan yang sangat buruk menjadi pemandangan sehari-hari di
Kabupaten ini, perkembangannya dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Kondisi Infrastruktur Jalan Kabupaten Kerinci Tahun 2007-2010
No. Kondisi Jalan Panjang Jalan (Km)
2007 2008 2009 2010
1 Baik 356,14 193,75 230,90 229,40
2 Sedang 503,25 143,60 130,55 131,85
3 Rusak 197,24 224,30 176,40 178,40
4 Rusak Berat 224,47 339,45 183,30 204,30
5 Rusak Total - - 130,10 158,10
Total 1.281,10 901,10 851,25 902,05
Sumber : Kerinci Dalam Angka 2008-2011, BPS Kab. Kerinci
48
Sementara itu, koordinasi ke tingkat Provinsi Jambi harus menempuh
perjalanan panjang dengan jarak 450 Km dengan waktu tempuh 12 jam melalui
jalan-jalan provinsi yang penuh dengan semak belukar dan kondisi yang juga
rusak parah.
B. Kondisi Ekonomi
Dari sisi ekonomi, sektor pertanian yang memegang peranan yang sangat
penting di daerah menjadi penyumbang utama Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) terbesar, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kerinci
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2006 - 2010 ( Juta Rupiah )
LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 1.227.867,42 1.382.718,35 1.594.167,78 1.777.606,35 2.048.869,87
2. Pertambangan & Penggalian
7.273,94 8.133,47 9.123,97 10.340,06 12.826,92
3. Industri Pengolahan 40.546,69 46.818,83 53.576,19 60.389,33 73.343,68
4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.896,73 14.666,18 15.834,54 16.926,68 20.555,24
5. Bangunan 54.167,51 63.441,11 76.006,07 87.866,38 102.876,77
6. Perdag., Hotel & Restoran 151.582,94 176.145,23 218.798,64 252.491,19 292.981,89
7. Pengangkutan &
Komunikasi 65.262,04 75.655,50 88.294,13 97.930,84 113.561,86
8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan
15.346,65 17.867,26 20.224,82 21.819,96 25.462,42
9. Jasa-Jasa 228.404,10 269.839,41 301.360,53 326.890,76 379.498,48
PDRB 1.804.348,02 2.055.285,33 2.377.386,68 2.652.261,53 3.069.977,13
Sumber : Kerinci Dalam Angka 2011, BPS Kabupaten Kerinci, 2011
Meskipun sebagai sektor yang menjadi penyumbang utama Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Kabupaten Kerinci, namun sektor
pertanian bukanlah merupakan sektor yang mendapatkan alokasi belanja daerah
yang terbesar di dalam APBD. Dari tahun 2009-2011, di masa pemerintahan
Bupati terpilih saat ini, sektor infrastrukturlah yang memiliki proporsi anggaran
49
terbesar. Hal ini telah tertuang dalam visi “Kerinci Sejahtera, Damai dan Agamis
Berbasis Ekonomi Kerakyatan, dan hal ini diwujudkan melalui salah satu misinya
yaitu “Percepatan Pembangunan Infrastruktur”.
1. Pendapatan Daerah
Kemudian, untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pem-
bangunan daerah, pendapatan daerah Kabupaten Kerinci masih bergantung pada
aliran dana transfer dari Pemerintah pusat dan Provinsi. Dalam struktur APBD
Kabupaten Kerinci selama periode tahun 2008 sampai dengan 2011, Pendapatan
Asli Daerah hanya menyumbang rata-rata sekitar 4,51% dari total Pendapatan
Daerah, dan selebihnya berasal dari Pemerintah Pusat dan sebagian kecil dari
Pemerintah Provinsi.
Tabel 6. Pendapatan Daerah Kabupaten Kerinci
Tahun 2008-2011
URAIAN Tahun
2008 2009 2010 2011 PENDAPATAN DAERAH 490.481.179.845,39 461.640.870.486,37 465.302.809.504,39 540.112.469.870,39
A. PENDAPATAN ASLI
DAERAH 20.806.225.536,39 20.806.225.536,39 20.056.808.374,39 26.922.216.833,39
1. Pendapatan Pajak Daerah 2.742.460.200,00 2.742.460.200,00 2.820.921.200,00 4.311.277.466,39
2. Hasil Retribusi Daerah 10.160.063.030,00 10.181.078.500,00 2.628.693.000,00 3.419.939.367,00
3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 1.437.363.167,39 1.437.363.168,00 1.292.720.027,00 2.346.000.000,00
4.
Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah 6.466.339.139,00 6.445.323.668,39 13.314.474.147,39 16.845.000.000,00
B. DANA PERIMBANGAN 448.081.357.000,00 429.678.947.640,98 409.637.806.440,00 463.824.098.147,00
1.
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil
Bukan Pajak 43.292.637.000,00 45.895.447.640,98 38.020.281.440,00 45.616.927.147,00
2. Dana Alokasi Umum 352.522.720.000,00 334.059.500.000,00 327.334.925.000,00 369.273.971.000,00
3. Dana Alokasi Khusus 52.266.000.000,00 49.724.000.000,00 44.282.600.000,00 48.933.200.000,00
C. LAIN-LAIN PENDAPATAN
DAERAH YANG SAH 21.593.597.309,00 11.155.697.309,00 35.608.194.690,00 49.366.154.890,00
1. Pendapatan Hibah - - 24.384.473.000,00 -
2.
Dana Bagi Hasil Pajak dari
Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya
11.155.697.309,00 11.155.697.309,00 11.223.721.690,00 11.223.721.690,00
3.
Bantuan Keuangan dari
Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya
500.000.000,00 - - -
4. Dana Penyesuaian 9.937.900.000,00 - - 38.142.433.200,00
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011
50
Pada umumnya pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat berupa
dana perimbangan, dengan proporsi rata-rata mencapai 89,59% dari total
pendapatan daerah atau sekitar 78,25% dari total belanja daerah. Sehingga dalam
rentang waktu tahun 2008-2011, kontribusi dana perimbangan terhadap total
belanja daerah cenderung menurun, dengan rata-rata penurunan sebesar 2,25% per
tahun.
2. Belanja Daerah
Dari sisi belanja daerah, sebagian besar anggaran daerah diserap oleh
belanja tidak langsung, terutama gaji PNS. Sama halnya dengan daerah-daerah
lain di Indonesia, belanja pegawai menempati proporsi teratas dari belanja daerah,
bahkan jauh lebih besar dibandingkan dengan belanja langsung yang diperguna-
kan untuk pembangunan daerah.
Tabel 7. Belanja Daerah Kabupaten Kerinci
Tahun 2009-2011
URAIAN Tahun
2009 2010 2011
BELANJA 521.235.274.502,50 537.885.778.796,40 630.287.941.268,00
A. BELANJA TIDAK LANGSUNG 342.292.449.533,00 359.837.149.135,90 352.022.236.100,00
1. Belanja Pegawai 298.215.792.749,99 277.939.683.579,60 295.993.738.200,00
2. Belanja Bunga 2.317.318.033,01 2.014.345.564,30 224.176.200,00
3. Belanja Subsidi 2.072.000.000,00 2.288.544.000,00 -
4. Belanja Hibah 10.347.700.000,00 51.386.137.242,00 24.340.761.000,00
5. Belanja Bantuan Sosial 6.339.638.750,00 4.148.438.750,00 7.094.300.000,00
6. Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/
Kabupaten/ Kota dan Pemerintahan Desa 20.000.000.000,00 20.060.000.000,00 23.869.260.700,00
7. Belanja Tidak Terduga 3.000.000.000,00 2.000.000.000,00 500.000.000,00
B. BELANJA LANGSUNG 178.942.824.969,50 178.048.629.660,50 278.265.705.168,00
1. Belanja Pegawai 25.970.504.082,00 20.286.209.407,00 30.220.311.350,00
2. Belanja Barang dan Jasa 75.020.396.551,50 71.146.978.127,00 101.478.927.718,00
3. Belanja Modal 77.951.924.336,00 86.615.442.126,50 146.566.466.100,00
SURPLUS / (DEFISIT) (59.594.404.016,13) (72.582.969.292,01) (90.175.471.397,61)
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011
51
Pada tahun 2010, Belanja Pegawai pada komponen Belanja Tidak
Langsung mengalami penurunan sebesar Rp.19.117.157.250,39 atau sekitar 6,8%
dari semula anggaran tahun 2009 sebesar Rp. 298.215.792.749,99 menjadi sebesar
Rp.277.939.683.579,60. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan pada
komponen belanja tidak langsung terutama gaji dan tunjangan PNS serta Belanja
Penerimaan lainnya Pimpinan dan anggota DPRD serta KDH/WKDH, disamping
itu terjadi juga penurunan pada pajak daerah. Penurunan ini sebagai dampak dari
pemekaran Kabupaten Kerinci Pada tahun 2008, menjadi Kabupaten Kerinci dan
Kota Sungai Penuh. Pada tahun 2009 Sekitar 2.500 orang PNS dimutasikan ke
wilayah Kota Sungai Penuh dan bersamaan dengan itu dipindahkan juga 9 orang
anggota DPRD dari 5 Kecamatan yang semula masuk pada daerah pemilihan II
dan III.
Hal yang berbeda terjadi pada tahun 2011, dimana terjadi kenaikan belanja
pegawai hampir mencapai 6,5% dari tahun 2010 (lihat tabel 8), yang disebabkan
karena :
a. Peningkatan gaji dan tunjangan PNS dimana terjadinya penerimaan PNS baru
untuk mengatasi kekurangan PNS pasca pemindahan sebanyak 2.500 orang
PNS ke wilayah Kota Sungai Penuh pasca pemekaran, disamping itu
penambahan tunjangan bagi para pejabat eksekutif dan juga legislatif beserta
alat-alat kelengkapannya.
b. Tambahan Penghasilan PNS mencapai hampir 126,19%, yang dipicu oleh
dialokasikannya anggaran untuk :
Tambahan Penghasilan PNS berdasarkan beban kerja
52
Tambahan Penghasilan PNS berdasarkan tempat bertugas
Tambahan Penghasilan PNS berdasarkan kelangkaan profesi
Tambahan Penghasilan Bagi Guru
c. Peningkatan biaya Pemungutan Pajak Daerah serta pengalokasian biaya bagi
Pemungutan Retribusi Daerah.
Tabel 8. Perkembangan Belanja Pegawai pada Komponen Belanja Tidak
Langsung dalam APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011
No.
Komponen
Belanja Pegawai
pada Belanja
Tidak Langsung
Jumlah Anggaran (Rp)
2009 2010 2011 Selisih
2009-2010 %
Selisih
2010-2011 %
1 Gaji dan
Tunjangan 284.693.662.745 265.576.505.495 269.939.561.700 (19.117.157.250) (7,20)
4.363.056.205
1,64
2 Tambahan
Penghasilan PNS 10.353.840.000 10.745.040.000 24.304.354.200 391.200.000 3,78
13.559.314.200
126,19
3
Belanja
Penerimaan
lainnya Pimpinan
dan anggota
DPRD serta
KDH/WKDH
2.265.600.000 1.166.880.000 1.166.880.000 (1.098.720.000) (48,50) - -
4
Biaya
Pemungutan
Pajak Daerah
902.690.005 451.258.085 464.588.400 (451.431.920) (50,01)
13.330.315
2,95
5
Biaya
Pemungutan
Retribusi Daerah
- - 118.353.900 - -
118.353.900
100,00
Total 298.215.792.750 277.939.683.580 295.993.738.200 (20.276.109.170) (6,80) 18.054.054.620 6,50
Sumber : Diolah dari Dokumen APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2009 sd 2011
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah, selama periode 2009 sampai
dengan 2011, prioritas belanja langsung (pembangunan) diarahkan pada
pencapaian target visi dan misi Daerah. Pada tahun 2009, merupakan awal dari
pelaksanaan tugas Kepala Daerah yang baru untuk periode 2009-2014. Adapun
prioritas pembangunan daerah beserta alokasi anggaran yang telah dialokasikan
bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sebagaimana terlihat pada
tabel-tabel berikut ini :
53
Tabel 9. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci
dan Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2009
No. SKPD
BELANJA
TIDAK
LANGSUNG
BELANJA
LANGSUNG
% Terhadap
total belanja
langsung
A.
PRIORITAS 1 : Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Ekonomi
Kerakyatan
18.294.945.960 15.535.059.710 8,68
1 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 4.279.245.820 7.096.997.558 3,97
2 Dinas Peternakan Dan Perikanan 2.331.146.749 3.186.224.754 1,78
3 Badan Ketahanan Pangan 7.076.302.274 712.471.029 0,40
4 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM 1.836.019.886 2.490.280.000 1,39
5 Dinas Koperasi dan UKM 1.371.306.245 853.156.369 0,48
6 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 1.400.924.986 1.195.930.000 0,67
B. PRIORITAS 2 : Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
211.444.384.869 60.102.010.514 33,59
7 Dinas Pendidikan 182.176.384.358 29.485.156.370 16,48
8 Dinas Kesehatan 15.264.514.042 15.187.480.356 8,49
9 Rumah Sakit Umum Daerah 7.542.817.749 12.291.701.128 6,87
10 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB 2.153.514.892 1.000.000.000 0,56
11 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi 2.141.002.416 1.393.622.660 0,78
12 Dinas Pemuda dan Olah Raga 2.166.151.412 744.050.000 0,42
C.
PRIORITAS 3 : Peningkatan Sarana Dan
Prasarana Infrastruktur Penunjang
Pembangunan
9.666.164.564 43.128.464.304 24,10
13 Dinas Pekerjaan Umum 4.994.411.942 37.393.868.899 20,90
14 Dinas Perhubungan dan Informatika 2.597.613.042 1.181.544.000 0,66
15 Dinas Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman
dan Damkar 2.074.139.580 4.553.051.405 2,54
D. PRIORITAS 4 : Perwujudan Tata
Pemerintahan Yang Baik 99.899.759.057 56.927.950.572 31,81
16 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1.870.414.212 3.128.365.953 1,75
17 Dinas Kependudukan dan Capil 1.400.369.991 1.184.630.265 0,66
18 Badan Kesbangpol dan Linmas 871.613.453 1.624.223.920 0,91
19 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1.941.043.297 2.017.250.000 1,13
20 DPRD Kabupaten Kerinci 5.428.331.266 - -
21 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 501.116.689 - -
22 Sekretariat Daerah 19.028.849.729 29.018.272.897 16,22
23 Sekretariat DPRD 1.847.654.498 5.850.575.569 3,27
24 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
51.853.523.616 5.654.179.638 3,16
25 Badan Kepegawaian Daerah 1.713.195.474 2.375.543.035 1,33
26 Inspektorat Daerah 1.718.732.091 1.727.312.480 0,97
27 Kecamatan 8.024.249.279 2.177.646.795 1,22
39 Kelurahan - 100.416.020 0,06
41 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemdes
2.017.807.892 1.210.700.000 0,68
42 Kantor Arsip, Perpustakaan dan Dokumentasi 841.428.785 498.150.000 0,28
43 Kantor Pelayanan Perizinan 841.428.785 360.684.000 0,20
E.
PRIORITAS 5 : Peningkatan Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup
2.987.195.083 3.249.339.870 1,82
44 Kantor Lingkungan Hidup 841.618.260 1.199.799.875 0,67
45 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2.145.576.823 2.049.539.995 1,15
TOTAL 342.292.449.533 178.942.824.970 100
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011
54
Kemudian, pada tahun 2010 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan
RPJMD Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011. Prioritas pembangunan diarahkan
kepada peningkatan kualitas pelayanan dasar seperti infrastruktur, pendidikan dan
kesehatan dengan alokasi anggaran belanja seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 10. Prioritas Pembangunan Daerah dan Alokasi Anggaran dalam APBD
Kabupaten Kerinci Tahun 2010
No. SKPD BELANJA
TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
% Terhadap total belanja
langsung
A. PRIORITAS 1 : Peningkatan Kualitas Pelayanan Dasar (Infrastruktur, Pendidikan dan Kesehatan)
200.571.876.103 92.071.056.997 51,71
1 Dinas Pendidikan 167.499.306.639 6.689.801.910 3,76
2 Dinas Kesehatan 14.184.313.600 9.233.466.182 5,19 3 Rumah Sakit Umum Daerah 10.217.451.169 12.125.007.855 6,81 4 Dinas Pekerjaan Umum 4.397.380.403 61.524.668.050 34,55 5 Dinas Perhubungan dan Informatika 2.056.936.001 886.158.000 0,50
6 Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan
2.216.488.290 1.611.955.000 0,91
B. PRIORITAS 2 : Pembangunan ekonomi kerakyatan.
19.892.423.304 15.761.500.678 8,85
7 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 6.588.027.537 8.757.848.315 4,92 8 Dinas Peternakan Dan Perikanan 2.955.462.172 2.937.638.504 1,65
9 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan
7.113.573.974 1.095.924.301 0,62
10 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM 2.094.056.406 2.066.933.189 1,16 11 Dinas Koperasi dan UKM 1.141.303.215 903.156.369 0,51
C. PRIORITAS 3 : Peningkatan kesejahteraan sosial dan pemberdayaan masyarakat
6.743.769.851 4.280.952.600 2,40
12 Badan Pemberdayaan masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan KB
3.627.693.667 2.736.255.200 1,54
13 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi 3.116.076.184 1.544.697.400 0,87
D. PRIORITAS 4 : Pembangunan Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance)
133.494.623.569 62.347.493.645 35,02
14 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1.770.992.977 2.608.604.548 1,47 15 Dinas Kependudukan dan Capil 1.042.450.383 1.208.999.185 0,68
16 Badan Kesbangpol dan Linmas 1.321.891.701 1.009.342.775 0,57 17 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1.775.600.463 1.017.250.000 0,57 18 DPRD Kabupaten Kerinci 4.121.467.566 - - 19 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 481.228.535 - -
20 Sekretariat Daerah 18.770.737.751 24.916.558.871 13,99 21 Sekretariat DPRD 1.552.077.615 13.241.623.915 7,44 22 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset 89.333.894.379 9.751.132.673
5,48
23 Badan Kepegawaian Daerah 1.626.685.698 3.375.543.025 1,90
24 Inspektorat Daerah 1.513.604.885 1.705.980.370 0,96 25 Kecamatan (12 Kecamatan) 9.475.671.182 2.777.745.763 1,56 37 Kelurahan (2 Kelurahan) - 100.416.020 0,06 39 Kantor Arsip, Perpustakaan dan Dokumentasi 360.624.485 373.612.500 0,21
40 Kantor Pelayanan Perizinan 347.695.949 260.684.000 0,15
PRIORITAS 5 : Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
5.824.258.219 3.587.625.741 2,01
41 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 4.389.553.441 1.842.825.966 1,04 42 Kantor Lingkungan Hidup SDA dan Kebersihan 1.434.704.778 1.744.799.775 0,98
TOTAL 366.526.951.046 178.048.629.661 100,00
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011
55
Dari tabel-tabel diatas terlihat bahwa anggaran belanja langsung daerah
lebih diprioritaskan kepada bidang Infrastuktur, terutama pada Dinas Pekerjaan
Umum. Hal ini disebabkan, tolak ukur keberhasilan suatu daerah terlihat dari
ketersediaan infrastruktur yang memadai di daerah tersebut96
disamping itu juga
ketersediaan infrastrukur yang memadai diharapkan akan mendukung per-
tumbuhan ekonomi daerah.97
Sehingga pada tahun 2011, prioritas pembangunan
Kabupaten Kerinci menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur.
Tabel 11. Prioritas Pembangunan Daerah dan Alokasi Anggaran dalam
APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
No. SKPD
BELANJA
TIDAK
LANGSUNG
BELANJA
LANGSUNG
% Terhadap
total belanja
langsung
A. PRIORITAS 1 : Percepatan Pembangunan
Infrastruktur 6.857.143.800 101.567.142.700 36,50
1 Dinas Pekerjaan Umum 4.718.433.200 100.558.348.300 36,14
2 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika 2.138.710.600 1.008.794.400 0,36
B. PRIORITAS 2 : Peningkatan Kualitas
Sumber Daya Manusia 210.216.943.800 86.681.535.310 31,15
3 Dinas Pendidikan 177.993.149.300 51.711.070.050 18,58
4 Dinas Kesehatan 16.011.334.400 8.507.174.860 3,06
5 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 11.767.060.700 20.386.069.200 7,33
6 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2.427.904.700 2.043.300.100 0,73
7 Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan
Kebudayaan 2.017.494.700 4.033.921.100 1,45
C.
PRIORITAS 3 : Peningkatan dan
Pengembangan Daya Saing Perekonomian
Rakyat
19.601.401.200 21.342.950.875 7,67
8 Dinas Pertanian Tanaman Pangan 4.397.117.400 6.262.744.675 2,25
9 Dinas Peternakan dan Perikanan 2.266.821.700 4.534.518.600 1,63
10 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan
Pangan 6.911.412.200 2.287.748.800 0,82
11 Dinas Koperasi dan UMKM 1.437.485.400 825.648.700 0,30
12 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2.511.879.500 4.961.756.650 1,78
13 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM 2.076.685.000 2.470.533.450 0,89
D. PRIORITAS 4 : Menciptakan Tata
Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa 109.260.619.200 61.290.618.633 22,03
14 BAPPEDA 1.821.437.800 4.635.763.400 1,67
15 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 1.363.592.100 1.060.480.025 0,38
16
Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Pemerintahan Desa, Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana
3.589.899.300 4.333.302.900 1,56
17 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 4.121.580.300 - -
18 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 480.304.300 - -
96 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci (Wakil Koordinator TAPD), tanggal
03 Agustus 2011 jam 14.00 WIB. 97 Wawancara dengan Yenni Yentri, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kabupaten Kerinci (Anggota TAPD), tanggal
03 Agustus 2011
56
No. SKPD
BELANJA
TIDAK
LANGSUNG
BELANJA
LANGSUNG
% Terhadap
total belanja
langsung
19 Sekretariat Daerah 15.002.227.000 21.651.475.200 7,78
20 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1.643.768.500 11.350.755.008 4,08
21 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset 63.557.699.700 7.618.403.200 2,74
22 Badan Kepegawaian Daerah 2.020.321.200 4.166.000.400 1,50
23 Inspektorat 1.775.251.400 1.855.929.000 0,67
24 Kecamatan (12 Kecamatan) 12.996.430.900 3.314.122.500 1,19
25 Kelurahan (2 Kelurahan) - 124.971.000 0,04
26 Korp Pegawai Negeri Republik Indonesia - 258.357.200 0,09
27 Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 494.188.500 368.124.300 0,13
28 Kantor Pelayanan Perizinan 393.918.200 552.934.500 0,20
E. PRIORITAS 5 : Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup 723.217.300 2.232.108.350 0,80
29 Kantor Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam
dan Kebersihan 723.217.300 2.232.108.350 0,80
F. PRIORITAS 6 : Menciptakan Kerinci yang
Aman, Damai dan Demokratis 5.362.910.800 5.151.349.300 1,85
30 Badan Kesbangpol dan Linmas 1.557.852.400 1.036.659.100 0,37
31 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1.946.974.900 1.416.902.000 0,51
32 Badan Penanggulangan Bencana Daerah 1.858.083.500 2.697.788.200 0,97
TOTAL 352.022.236.100 278.265.705.168 100
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011
C. Politik Lokal
Keikutsertaan masyarakat dalam berpolitik telah diwujudkan dalam
pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 yang diikuti oleh 44 Partai Politik,
dengan keikutsertaan penduduk yang berhak memilih sebesar 125.145 pemilih
atar sekitar 66,36% dari total sebanyak 188.582 pemilih. Pada umumnya pemilih
terkonsentrasi pada daerah pemilihan IV dan III, seperti terlihat pada tabel
berikut :
Tabel 12. Daftar pemilih tetap di Daerah Pemilihan per-Kecamatan
dalam Kabupaten Kerinci pada Pemilu Tahun 2009
NO Daerah Pemilihan/
Kecamatan PPS TPS
DPT
Lk Pr Total
DAPIL 1 Meliputi Kecamatan 64 230 28.584 29.225 57.809
1 Gunung Raya 16 50 5.784 5.896 11.680
2 Batang Merangin 14 54 7.008 6.809 13.817
3 Keliling Danau 20 69 9.217 9.871 19.088
4 Danau Kerinci 14 57 6.575 6.649 13.224
DAPIL 2 Meliputi Kecamatan 15 46 5.547 5.940 11.487
5 Sitinjau Laut 15 46 5.547 5.940 11.487
DAPIL 3 Meliputi Kecamatan 52 164 21.483 22.946 44.429
57
NO Daerah Pemilihan/
Kecamatan PPS TPS
DPT
Lk Pr Total
6 Air Hangat 22 65 8.966 9.402 18.368
7 Air Hangat Timur 16 55 7.160 7.414 14.574
8 Depati Tujuh 14 44 5.357 6.130 11.487
DAPIL 4 Meliputi Kecamatan 78 279 38.001 36.856 74.857
9 Kayu Aro 29 113 14.734 14.127 28.861
10 Gunung Kerinci 11 36 4.694 4.492 9.186
11 Gunung Tujuh 11 38 4.954 4.676 9.630
12 Siulak 27 92 13.619 13.561 27.180
JUMLAH 209 719 93.615 94.967 188.582
Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
Hampir 33,64% penduduk yang memiliki hak pilih tidak ikut berpartisipasi
dalam ajang demokrasi tersebut Tingginya angka penduduk yang tidak mengguna-
kan hak pilihnya pada Pemilu tersebut. Hal ini berpengaruh besar terhadap
perolehan suara dan kursi Partai Politik di DPRD.
Tabel 13. Perolehan Suara dan Kursi masing-masing Partai politik di
beberapa Daerah Pemilihan pada Pemilu Tahun 2009
No. Nama Partai DAPIL 1 DAPIL 2 DAPIL 3 DAPIL 4 JUMLAH
Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi
1 Partai Hati Nurani Rakyat 1.901 1 314 - 1.245 - 2.669 1 6.129 2
2 Partai Karya Peduli Bangsa 1.085 - 539 - 1.823 1 1.935 1 5.382 2
3 Partai Pengusaha Dan Pekerja
Indonesia 1.775 1 71 - 927 - 880 - 3.653 1
4 Partai Peduli Rakyat Nasional 142 - 375 - 549 - 381 - 1.447 -
5 Partai Gerakan Indonesia Raya 1.904 1 96 - 702 - 2.516 1 5.218 2
6 Partai Barisan Nasional 867 - 15 - 1.038 - - - 1.920 -
7 Partai Keadilan Dan Persatuan
Indonesia 506 - 22 - 24 - 734 - 1.286 -
8 Partai Keadilan Sejahtera 1.372 - 328 - 2.040 1 2.886 1 6.626 2
9 Partai Amanat Nasional 1.694 1 1.085 1 2.959 1 6.260 2 11.998 5
10 Partai Perjuangan Indonesia Baru 609 - 224 - 409 - 1.253 - 2.495 -
11 Partai Kedaulatan Rakyat 241 - 78 - 249 - 952 - 1.520 -
12 Partai Persatuan Daerah 567 - 599 - 135 - 1.855 1 3.156 1
13 Partai Kebangkitan Bangsa 1.415 1 360 - 555 - 1.501 - 3.831 1
14 Partai Pemuda Indonesia 253 - - - 323 - 708 - 1.284 -
15 Partai Nasional Indonesia
Marhaenisme 643 - 4 - 483 - 1.513 - 2.643 -
16 Partai Demokrasi Pembaharuan 481 - 81 - 477 - 757 - 1.796 -
17 Partai Karya Perjuangan 244 - 17 - 50 - 219 - 530 -
18 Partai Matahari Bangsa 560 - 265 - 647 - 2.585 1 4.057 1
19 Partai Penegak Demokrasi
Indonesia - - - - - - - - - -
20 Partai Demokrasi Kebangsaan 352 - 135 - 393 - 824 - 1.704 -
21 Partai Republika Nusantara 4.938 1 53 - 65 - 1.278 - 6.334 1
22 Partai Pelopor 454 - - - 268 - 1.513 - 2.235 -
23 Partai Golongan Karya 2.801 1 523 - 1.573 - 6.231 1 11.128 2
24 Partai Persatuan Pembangunan 783 - 321 - 3.075 1 2.572 1 6.751 2
25 Partai Damai Sejahtera - - - - - - - - - -
26 Partai Nasional Benteng - - 3 - 1.152 - 1.078 - 2.233 -
58
No. Nama Partai DAPIL 1 DAPIL 2 DAPIL 3 DAPIL 4 JUMLAH
Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi
Kerakyatan
27 Partai Bulan Bintang 1.724 1 454 - 777 - 1.662 - 4.617 1
28 Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan 1.371 - 131 - 1.738 1 1.927 1 5.167 2
29 Partai Bintang Reformasi 1.086 - 120 - 1.627 1 979 - 3.812 1
30 Partai Patriot 82 - 10 - 165 - 449 - 706 -
31 Partai Demokrat 3.858 1 652 1 1.781 1 2.975 1 9.266 4
32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia - - - - - - - - - -
33 Partai Indonesia Sejahtera 284 - 19 - 287 - 119 - 709 -
34 Partai Kebangkitan Nasional
Ulama 220 - 1 - 38 - 1.115 - 1.374 -
41 Partai Merdeka 150 - 8 - 110 - 1.401 - 1.669 -
42 Partai Persatuan Nahdlatul
Ummah - - - - - - - - - -
43 Partai Serikat Indonesia 284 - 44 - 185 - - - 513 -
44 Partai Buruh 1.318 - 19 - 495 - 124 - 1.956 -
Jumlah 35.964 9 6.966 2 28.364 7 53.851 12 125.145 30
Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
Pemilihan Umum yang dilakukan pada tahun 2009untuk memilih wakil-
wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD Kabupaten Kerinci periode 2009-2014,
melahirkan beberapa anggota DPRD dari beberapa partai, seperti terlihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 14. Partai politik, Daerah Pemilihan dan Anggota DPRD
Kabupaten Kerinci periode 2009-2014
No. Parpol Dapil Anggota DPRD
1 Partai Republika Nusantara
Kerinci 1
H. Zubir Dahlan
2 Partai Demokrat Afrizal
3 Partai Golongan Karya Drs. H. Sulaiman Hasan
4 Partai Gerakan Indonesia Raya Drs. H. Sjofyan Hasjim, MM
5 Partai Hati Nurani Rakyat Subur Budiman, ST
6 Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia Tri Tama Satria Arsyad
7 Partai Bulan Bintang Sulaiman, SE
8 Partai Amanat Nasional Bulkia, SE
9 Partai Kebangkitan Bangsa H. Atmawadi Ilyas
10 Partai Amanat Nasional Kerinci 2
Munir, SE, MM
11 Partai Demokrat Mahmud Zuhdi, ST
12 Partai Karya Peduli Bangsa
Kerinci 3
H. Said Abdullah
13 Partai Keadilan Sejahtera Nopantri, SP
14 Partai Amanat Nasional Adi Mukhlis
15 Partai Persatuan Pembangunan Hatirman, S.Pd
16 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Edison, SH
17 Partai Bintang Reformasi Heri Purwanto
18 Partai Demokrat Yulius Riswandi, SH
19 Partai Golongan Karya
Kerinci 4
Sartoni, S.Pd
20 Partai Amanat Nasional H. Liberty
21 Partai Demokrat Irmanto, S.Pd, MM
59
No. Parpol Dapil Anggota DPRD
22 Partai Keadilan Sejahtera Drs. Yaruddin, MM
23 Partai Hati Nurani Rakyat Muhammad Rusdi, SE
24 Partai Matahari Bangsa Efaldi
25 Partai Persatuan Pembangunan Joni Efendi
26 Partai Gerakan Indonesia Raya Dedi Irawan
27 Partai Karya Peduli Bangsa Sabar AR, S.Pd
28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sugiono
29 Partai Persatuan Daerah Lis Helma
30 Partai Amanat Nasional Andarno
Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
Terdapat wajah-wajah baru (politisi baru) di DPRD Kabupaten Kerinci,
dari 30 anggota DPRD yang terpilih, terdapat 8 politisi lama. Para politisi lama
yang duduk kembali di DPRD tersebut umumnya adalah para ketua atau sekretaris
partai di tingkat kabupaten.
D. Aktor Perumus Anggaran Daerah
1. DPRD dan Alat-alat kelengkapannya
Jumlah anggota DPRD Kabupaten Kerinci hasil Pemilu tahun 2009 adalah
30 orang, yang diketuai oleh H. Liberty, S.Pd, dan dua wakil ketua yaitu Irmanto,
S.Pd dan Sartoni, S.Pd dengan alat-alat kelengkapan sebagai berikut :
a) Komisi-komisi
Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang dibentuk pada awal masa
jabatan keanggotaan DPRD yang memiliki tugas untuk membahas RAPBD dan
rancangan perubahan APBD sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing
bersama dengan SKPD mitra kerja. Dalam pembahasan RAPBD, komisi mulai
menjalankan tugasnya setelah Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara disepakati (PPAS) antara Pemerintah Daerah dan
DPRD. Berikut ini komisi dengan anggota-anggotanya serta SKPD Mitra Kerja :
60
Tabel 15. Komisi - Komisi DPRD Kabupaten Kerinci
Tahun 2010
No. Nama Jabatan Asal Partai
Politik Dapil
Latar Belakang
Pekerjaan SKPD Mitra Kerja
A. Komisi I : Bidang Pemerintahan
1. Adi Mukhlis, SH Ketua PAN III Kontraktor Sipil 1. Sekretariat Daerah
2. Inspektorat Daerah
3. Sekretariat DPRD
4. Dinas Pendidikan
5. Dinas Kesehatan
6. Dinas kependudukan dan
capil
7. Dinas sosial, tenaga kerja
dan transmigrasi
8. Badan kepegawaian daerah
9. Badan kesbangpol dan
Linmas
10. Badan pemberdayaan
masyarakat, perempuan
dan KB
11. RSUD Mayjen H.A Thalib
12. Kantor Satpol PP
13. Kantor Pelayanan Perizinan
14. Kantor Perpustakaan dan
Dokumentasi
15. Kecamatan
Sekretariat KORPRI
2.
Nopantri, SP Wakil Ketua PKS III
Pengurus Partai
Politik dan
Kontraktor Sipil
3.
Joni Efendi Sekretaris PPP IV
Swasta dan
Pengurus Partai
Politik
4. Drs. H. Sulaiman Hasan Anggota GOLKAR I Mantan Birokrat
5. H. Atmawadi Ilyas, SH Anggota PKB I
6.
Hatirman, S.Pd Anggota PPP III
Swasta dan
Pengurus Partai
Politik
7. Efaldi Anggota PMB IV Kontraktor Sipil
8. Yulius Riswandi, SH Anggota Demokrat III Kontraktor Sipil
9. Edison, SH Anggota PDI-P III Swasta
B. Komisi II : Bidang Perekonomian dan keuangan
1. Munir, SE, MM Ketua PAN II
Swasta dan
Pengurus Partai
Politik
1. Dinas Pertanian Tanaman
Pangan
2. Dinas Peternakan dan
Perikanan
3. Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan
Aset
4. Dinas Koperasi dan UKM
5. Dinas Pemuda, Olah Raga,
Pariwisata dan Kebudayaan
6. Dinas Perindag dan ESDM
7. Dinas Kehutanan dan
Perkebunan
8. Badan Pelaksana Penyuluh
dan Ketahanan Pangan
2. Drs. Sjofjan Hasjim,
MM Wakil Ketua Gerindra I
Mantan Birokrat
3. Mahmud Zuhdi, ST Sekre-taris Demokrat II Kontraktor Sipil
4. H. Zubir Dahlan Anggota PRN I Kontraktor Sipil
5. Muhammad Rusdi, SE Anggota Hanura IV Kontraktor Sipil
6. Lis Helma Anggota PPD IV Swasta
7. H. Said Abdullah, SH Anggota PKPB III Kontraktor Sipil
8. Sulaiman, SE Anggota PBB I Swasta
9.
Sugiono Anggota PDI-P IV
Pengurus Partai
Politik dan
Kontraktor Sipil
C. Komisi III : Bidang Pembangunan Latar Belakang
Pekerjaan
1. Sartoni, S.Pd Koordinator Golkar IV
Swasta dan
Pengurus Partai
Politik
1. Bappeda
2. Dinas Pekerjaan Umum
3. Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika
4. Badan Penanggulangan
Bencana Daerah
5. Kantor Lingkungan Hidup,
SDA dan Kebersihan
2. Heri Purwanto Ketua PBR III Kontraktor Sipil
3.
Subur Budiman, ST Wakil Ketua Hanura I
Kontraktor Sipil dan
Konsultan di bidang
Arsitektur
4.
Tritama Satria Arsyad Sekretaris PPPI I
Pengusaha
perhotelan dan
Kontraktor Sipil
5. Drs. Yaruddin, MM Anggota PKS IV Mantan Birokrat
6. Afrizal Anggota Demokrat I Kontraktor Sipil
7. Dedi Irawan Anggota Gerindra IV Kontraktor Sipil
8.
Sabar AR, S.Pd Anggota PKPB IV
Swasta dan
Pengurus Partai
Politik
9. Andarno Anggota PAN IV Kontraktor Sipil
10. Bulkia, SE Anggota PAN I Kontraktor Sipil
Sumber : Sekretaris DPRD Kabupaten Kerinci, 2011
61
b) Badan Anggaran (Banggar) DPRD
Badan anggaran (Banggar) DPRD merupakan alat kelengkapan DPRD
yang bersifat tetap. Bersama-sama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD), Banggar DPRD mempunyai tugas membahas rancangan Kebijakan
Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
sebagai dasar penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Selain itu,
Banggar DPRD juga melakukan penyempurnaan terhadap rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD berdasarkan hasil evaluasi Gubernur, bersama-sama
dengan TAPD.
Tabel 16. Badan Anggaran (Banggar) DPRD
Kabupaten Kerinci Tahun 2010
No Nama Jabatan Daerah
Pemilihan
Asal Partai
Politik
Latar Belakang
Pekerjaan
1. H. Liberty, S.Pd Ketua IV PAN Pengusaha dan Mantan Lurah
2. Irmanto, S.Pd, MM Wakil Ketua IV Demokrat Pengurus Partai Politik dan
Kontraktor Sipil
3. Sartoni, S.Pd Wakil Ketua IV Golkar Swasta dan Pengurus Partai
Politik
4. Adli, SH, MM Sekretaris - - Birokrat, SEKWAN
5. H. Said Abdullah,SH Anggota III PKPB Kontraktor Sipil
6. Heri Purwanto Anggota III PBR Kontraktor Sipil
7. Tritama Satria Arsyad Anggota I PPPI Pengusaha perhotelan dan
Kontraktor Sipil
8. Nopantri, S.P Anggota III PKS Pengurus Partai Politik dan
Kontraktor Sipil
9. Sugiono Anggota IV PDI-P Pengurus Partai Politik dan
Kontraktor Sipil
10. Efaldi Anggota IV PMB Kontraktor Sipil
11. Sabar, AR, S.Pd Anggota IV PKPB Swasta dan Pengurus Partai
Politik
12. Joni Efendi Anggota IV PPP Swasta dan Pengurus Partai
Politik
13. Subur Budiman, ST Anggota I Hanura Kontraktor Sipil dan Konsultan
di bidang Arsitektur
14. Afrizal Anggota I Demokrat Kontraktor Sipil
15. Adi Mukhlis, SH Anggota III PAN Kontraktor Sipil
16. Munir, SE, MM Anggota II PAN Swasta dan Pengurus Partai
Politik
Sumber : Sekretaris DPRD Kabupaten Kerinci, 2011
62
c) Badan Musyawarah (Banmus) DPRD
Tabel 17. Badan Musyawarah (Banmus) DPRD
Kabupaten Kerinci Tahun 2010
No Nama Jabatan Asal Partai Politik
1. H. Liberty, S.Pd Ketua Partai Amanat Nasional
2. Irmanto, S.Pd Wakil Ketua Partai Demokrat
3. Sartoni, S.Pd Wakil Ketua Partai Golkar
4. Adli, SH, MM Sekretaris -
5. H. Zubir Dahlan Anggota Partai Republika Nusantara
6. Mahmud Zuhdi, SH Anggota Partai Demokrat
7. H. Atmawadi Ilyas, SH Anggota Partai Kebangkitan Bangsa
8. Lis Helma Anggota Partai Persatuan Daerah
9. Hatirman, S.Pd Anggota Partai Persatuan Pembangunan
10. Drs.H. Sjofjan Hasjim, MM Anggota Partai Gerakan Indonesia Raya
11. Dedi Irawan Anggota Partai Gerakan Indonesia Raya
Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
d) Fraksi-fraksi DPRD
Tabel 18. Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Kerinci
Tahun 2010
Susunan
Nama dan asal parpol
Fraksi PAN Fraksi Demokrat Fraksi Peduli
Rakyat Fraksi Kerinci Bersatu
Ketua Adi Mukhlis, SH Mahmud Zuhdi, ST Subur Budiman, ST
(Hanura) Edison, SH (PDIP)
Wakil Ketua Munir, SE, MM Afrizal H. Atmawadi Ilyas,
SH (PKB) H. Said Abdullah (PKPB)
Sekretaris Bulkia, SE Tritama Satria Arsyad
(PPPI) Nopantri, SP (PKS) Joni Efendi (PPP)
Wakil
Sekretaris - - - Dedi Irawan (Gerindra)
Bendahara - - - Heri Purwanto (PBR)
Anggota a. H. Liberty, S.Pd
b. Andarno
c. H. Zubir Dahlan
(Partai
RepublikaN)
d. Efaldi (PMB)
a. Yulius Riswandi, SH
b. Irmanto, S.Pd, MM
a. Muhammad Rusdi,
SE (Hanura)
b. Lis Helma (PPD)
c. Drs. Yaruddin,
MM (PKS)
a. Sartoni, S.Pd (Golkar)
b. Sugiono (PDIP)
c. Sabar AR, S.Pd
(PKPB)
d. Hatirman, S.Pd (PPP)
e. Drs. H. Sjofjan Hasjim,
MM (Gerindra)
f. Sulaiman, SE (PBB)
g. Drs. H. Sulaiman
Hasan (Golkar)
Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
63
2. Profil Eksekutif
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung di Kabupaten Kerinci pada tahun
2009, memunculkan H. Murasman, S.Pd, MM dan Drs. H. Moh. Rahman sebagai
Bupati dan Wakil Bupati yang diusung oleh koalisi dua partai yaitu Partai
Persatuan Pembangunan yang memiliki 2 kursi atau 6,67% dan Partai Bintang
Reformasi yang memiliki 1 kursi atau 3,33% dari total seluruh Kursi yang tersedia
di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kerinci.
Pada tahun 2011, untuk menjalankan roda pemerintahan daerah, Kepala
Daerah dibantu oleh Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 6 Badan, 14 Dinas, 4
Kantor, Rumah Sakit, 12 Kecamatan dan 2 Kelurahan. Kesemua Instansi
Pemerintahan Daerah tersebut memiliki tugas pokok dan fungsinya masing-
masing dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Dalam rangka penyusunan dan pembahasan APBD Kabupaten Kerinci
setiap tahunnya, dibentuklah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tim ini
memiliki tugas untuk menyusun dan membahas Kebijakan Umum APBD,
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, Rancangan APBD di tingkat eksekutif
dan selanjutnya dilakukan pembahasan bersama-sama dengan legislatif. Adapun
susunan TAPD Kabupaten Kerinci Tahun 2010, untuk menyusun dan membahas
anggaran Tahun 2011, sebagai berikut :
64
Tabel 19. Susunan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Kabupaten Kerinci Tahun 2010
Penanggung Jawab Bupati Kerinci
Wakil Penanggung
Jawab Wakil Bupati Kerinci
Koordinator Sekretaris Daerah Kabupaten Kerinci
Wakil Koordinator 1. Asisten Pembangunan Setda. Kerinci
2. Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci
Sekretaris Kadis Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Kab. Kerinci.
Wakil Sekretaris Kabid. Anggaran dan Verifikasi DPPKA Kab. Kerinci
Anggota 1. Inspektur Daerah Kab. Kerinci
2. Kadis. Pekerjaan Umum Kab. Kerinci
3. Kabag. Hukum Setda. Kerinci
4. Kabag. Administrasi Pembangunan Setda Kerinci
5. Sekretaris DPPKA Kab. Kerinci
6. Kabid Akuntansi dan Penatausahaan Keuangan
DPPKA Kab. Kerinci
7. Kabid Pendapatan DPPKA Kab. Kerinci
8. Kabid Aset DPPKA Kab. Kerinci
9. Kabid Pendataan dan Penetapan DPPKA Kab.
10. Kabid Sosial dan Budaya Bappeda Kab. Kerinci
11. Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda Kab. Kerinci
12. Kabid Ekonomi Bappeda Kab. Kerinci
13. Kabid. PSP Bappeda Kab. Kerinci
14. Kasubbid Anggaran Belanja Langsung DPPKA Kab.
Kerinci
15. Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung
DPPKA Kab. Kerinci
Sumber : DPPKA Kabupaten Kerinci, Tahun 2011
65
BAB V
PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN DAERAH
A. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD.
Penyusunan APBD tidak terlepas dari proses perencanaan pembangunan
daerah dan mekanisme penyusunannya senantiasa mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain sebagai penjabaran
visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih, RPJMD juga
menjadi rujukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
RAPBD, penyusunan LKPJ Bupati dan tolok ukur kinerja Bupati. Selanjutnya,
RPJMD diterjemahkan kedalam Rencana Strategis dan Rencana Kerja masing-
masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya berdasarkan tahun anggaran.
Pada tahap awal perencanaan, instansi perencanaan pembangunan
daerah, Bappeda menyusun dan membuat rancangan awal RKPD yang masih
bersifat makro, untuk selanjutnya diteruskan kepada SKPD agar direncanakan
lebih khusus menjadi Rencana Kerja SKPD. Selanjutnya Rencana Kerja dari
seluruh SKPD dikompilasi dan disempurnakan menjadi bahan acuan untuk
disempurnakan kembali dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Kemudian, RKPD yang telah disempurnakan
tersebut menjadi rujukan dalam penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), RAPBD, yang diawali
dengan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Secara lengkap hubungan
tersebut terlihat pada gambar berikut ini :
66
Gambar 5. Hubungan antara dokumen perencanaan lainnya
dengan KUA dan PPAS
Sumber : Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team,
Panduan Teknis Penyusunan KUA dan PPAS, 2011
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan upaya untuk
mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Strategis Daerah
(Renstrada). Pada garis besarnya, ia merupakan tahapan dan perkembangan dan
kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka pendek tahunan daerah.
Didalamnya memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD,
kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan
daerah, dan strategi pencapaiannya.
Kebijakan Umum APBD (KUA) memuat gambaran awal alokasi anggaran
yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, target tahunan
pelayanan yang tercermin dalam setiap urusan wajib dan urusan pilihan. KUA
merupakan kebijakan daerah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk
dan ketentuan umum yang disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD RPJMN
Renstra SKPD
Renja
SKPD RKPD
Dibahas bersama
DPRD
RKP
KUA PPAS
Nota Kesepakatan Pimpinan DPRD
dengan Kepala Daerah
67
(RKPD) dan disepakati antara Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, materi KUA mencakup hal-hal
yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat
teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi
ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah; (b)
Asumsi dasar penyusunan RAPBD Tahun Anggaran 2011 termasuk laju inflasi
pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
(c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber
dan besaran pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2010; (d) Kebijakan belanja
daerah yang mencerminkan program utama dan langkah kebijakan dalam upaya
peningkatan pembangunan daerah yang merupakan refleksi sinkronisasi kebijakan
pusat dan kondisi riil di daerah; (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan
sisi defisit dan surplus daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan
daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah.
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan upaya untuk
mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Strategis Daerah
(Renstrada). Pada garis besarnya, ia merupakan tahapan dan perkembangan dan
kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka pendek tahunan daerah.
KUA yang baik, disusun dengan kriteria sebagai berikut98
:
a. Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang ditetapkan dalam
Renstrada;
98 Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team, Penyusunan KU-APBD dan PPAS, LGSP Press,
Jakarta, 2009, Hal. 3
68
b. Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang dengan mempertimbang-
kan kondisi dan kemampuan daerah;
c. Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati sebagai
pedoman penyusunan strategi dan prioritas dan rancangan APBD dalam 1
(satu) tahun anggaran;
d. Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dan Pemda;
e. Bisa memberikan fleksibilitas untuk di jabarkan lebih lanjut dan memberi
peluang untuk pengembangan kreativitas pelaksananya.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, fungsi KUA adalah sebagai berikut:
a. Landasan untuk penyusunan RAPBD (Pasal 34 Ayat 3).
b. Dasar untuk menentukan PPAS (Pasal 35 Ayat 1)
c. KUA dan PPAS dituangkan dalam nota kesepakatan, yang ditandatangani
bersama oleh Kepala Daerah (KDh) dan Pimpinan DPRD (Pasal 35 Ayat 4)
d. KUA dan PPAS sebagai dasar bagi Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk
menilai usulan RKA SKPD (Pasal 41 Ayat 3)
e. KUA dan PPAS sebagai dasar bagi DPRD untuk menilai Raperda tentang
APBD (Pasal 44, Ayat 2)
f. Asumsi dalam KUA dapat digunakan untuk menilai urgensi perubahan APBD
(Pasal 81 Ayat 1 huruf a)
g. Materi KUA merupakan dasar bagi DPRD untuk melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. (Pasal 132).
69
Secara garis besar, proses penyusunan Rancangan KUA melibatkan peran
utama daerah antara lain99
: (1) Koordinator dan anggota TAPD (Tim Anggaran
Pemerintah Daerah), yang bertugas menyiapkan draft KUA dan melakukan
analisis keterkaitannya terhadap dokumen perencanaan daerah lainnya; (2) Kepala
Daerah, memastikan mandat-mandat penting dari masyarakat dan DPRD telah
terakomodasi dalam KUA; (3) DPRD, memastikan KUA telah sesuai dengan
kebijakan jangka panjang dan menengah daerah serta menyetujui dokumen
tersebut.
PPAS adalah Program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran
yang diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setelah
memperhitungkan belanja pegawai untuk setiap program dan kegiatan sebagai
acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA- SKPD). Penyusunan PPAS dalam proses perencanaan setidaknya
memiliki 3 (tiga) fungsi utama, antara lain: Pertama, menentukan prioritas
program pembangunan daerah; Kedua, menjadi batas maksimal pagu anggaran
setiap SKPD berdasarkan program; dan Ketiga, menjadi rujukan utama proses
penyusunan RKA SKPD.100
Setelah Rancangan KUA dan PPAS selesai disusun, selanjutnya
disampaikan Sekretaris Daerah selaku koordinator TAPD kepada Kepala Daerah
dan selanjutnya diteruskan kepada DPRD paling lambat pertengahan Juni untuk
dibahas secara bersama dan kemudian disepakati, seperti terlihat pada gambar
dibawah ini :
99 Ibid, Hal. 8 100 Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team, Penyusunan KU-APBD dan PPAS, LGSP Press,
Jakarta, 2009, Hal. 28
70
Gambar 6. Mekanisme penyusunan dan pembahasan
Rancangan KUA dan PPAS
Rancangan KUA dan PPAS yang telah dibahas, selanjutnya disepakati,
dan dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani secara bersama
antara Kepala Daerah dan DPRD dalam waktu bersamaan. Selanjutnya
berdasarkan nota kesepakatan KUA dan PPAS, Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) menyiapkan rancangan surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman
penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-
SKPD.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing -masing
program, dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan yang
dirinci sampai dengari rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta
Sumber : Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team,
Panduan Teknis Penyusunan KUA dan PPAS 2009
KOORDINATOR TAPD
TAPD
PEMERINTAH DAERAH
KDH
RKPD
Badan
Anggaran
DPRD
Nota Kesepakatan
Ranc. KUA & PPAS
dibahas bersama Paling lambat
bulan Juli
DPRD
Sekda selaku
Koordinator TAPD
Disampaikan kepada
KDH paling lambat
Minggu I Juni
Rancangan
KUA&PPAS Rancangan
KUA&PPAS Rancangan
KUA&PPAS
Disampaikan ke
DPRD paling lambat
pertengahan Juni
(Dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD
thn berikutnya
Rancangan
KUA&PPAS
71
disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi
kinerja. Dengan pendekatan ini, dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan
dokumen Rencana Kerja dan Anggaran, dan didalamnya juga disusun perkiraan
maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang
direncanakan dalam tahun anggaran setelah tahun anggaran yang direncanakan
dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan
kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.
Penyusunan RKA- SKPD dengan pendekatan prestasi kinerja dilakukan
dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil
yang diharapkan dari kegiatan dan program, termasuk efisiensi dalam pencapaian
keluaran dan hasil tersebut. Penyusunan anggaran ini dilakukan berdasarkan
pencapaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan
harga yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah, dan standar pelayanan
minimal.101
RKA-SKPD yang telah disetujui kemudian dituangkan dalam dokumen
RAPBD. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selanjutnya menyusun
rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukung
berdasarkan RKA-SKPD yang telah ditelaah dan disetujui oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD). Dokumen pendukung tersebut terdiri atas nota
keuangan dan RAPBD.
101 Indra Bastian, 2006, op cit, Hal. 105
72
Setelah RAPBD disusun dan sebelum disahkan menjadi APBD, DPRD
dan SKPD melalui izin Kepala Daerah mengadakan dengar pendapat. Kegiatan ini
diselenggarakan untuk menguji draft RAPBD di hadapan publik sebelum benar-
benar diterapkan oleh pemerintah daerah. Pertimbangan dari berbagai elemen
yang menjadi tujuan diadakannya forum ini diharapkan dapat menyempurnakan
draft yang telah dibuat. Dengan banyaknya masukan bagi RAPBD pemerintah
daerah, kepentingan transparansi, akuntabilitas, dan pemenuhan fungsi kontrol
telah dapat dijalankan. Selanjutnya kepala daerah menyampaikan rancangan
peraturan tentang APBD kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen
pendukungnya pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk
dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Tata cara pembahasan
Raperda tentang APBD dan dokumen pendukungnya dilakukan sesuai dengan
peraturan tata tertib DPRD yang mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Pembahasan tersebut menitikberatkan pada kesesuaian antara Kebijakan Umum
APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan
kegiatan yang diusulkan dalam Raperda tentang APBD.
Pengambilan keputusan bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap
Raperda APBD (termasuk di dalamnya RAPBD) dilakukan selambat-lambatnya
satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Atas dasar
persetujuan bersama inilah kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Sehingga secara lengkap proses penyusunan
dan penetapan APBD, seperti tergambar dibawah ini :
73
Gambar 7. Siklus dan skedul perencanaan dan penganggaran daerah
Sumber : Jessica Ludwig dan Suhirman, 2005 (www.gtzpromis.or.id) dalam
Indra Bastian, Sistem Perencanaan dan penganggaran
Pemerintahan Daerah di Indonesia, Salemba Empat, 2006, Hal. 103
B. Dimensi politik dalam proses penyusunan belanja langsung SKPD.
Untuk mengungkapkan dimensi politik dalam proses penyusunan belanja
langsung SKPD dalam APBD Tahun 2011, sangat perlu dilakukan rekonstruksi
terhadap tahapan-tahapan peristiwa formal yang terjadi baik di tingkat eksekutif
maupun legislatif. Hal ini menjadi gerbang masuk dalam melacak dan
menginventarisir proses-proses dan situasi-situasi yang memungkinkan terjadinya
kontestasi antar aktor perumus kebijakan anggaran Belanja langsung SKPD di
Kabupaten Kerinci dalam penyusunan APBD Tahun 2011.
74
Anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum, merupakan salah satu
unsur pembentuk dari APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011. Oleh karena itu,
sangat penting sekali mengilustrasikan sepintas tentang struktur APBD
Kabupaten Kerinci Tahun 2011. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan secara
keseluruhan besaran anggaran yang menjadi sebab munculnya kontestasi aktor
dalam setiap proses perumusan kebijakan belanja langsung di setiap SKPD,
terutama pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci.
Secara umum, penyusunan RAPBD terbagi menjadi dua tahapan, yaitu :
1). Tahapan penyusunan di tingkat eksekutif-legislatif, dan 2). tahap pembahasan
di Legislatif. Dengan demikian, proses perumusan kebijakan belanja langsung
SKPD pada umumnya dan Dinas Pekerjaan Umum khususnya hanya melibatkan
aktor Pemerintah Daerah dan DPRD, sehingga terkesan elitis. Pemerintah Daerah
dalam hal ini terdiri dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) beserta
SKPD, sementara DPRD terdiri dari seluruh anggota legislatif yang ada di
parlemen dengan alat-alat kelengkapan DPRD. Berikut ini merupakan
rekonstruksi proses formulasi dan pembahasan anggaran belanja langsung SKPD
dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011 :
75
Gambar 8. Skema Proses pembahasan Anggaran Belanja Langsung
SKPD Kabupaten Kerinci Tahun Anggaran 2011
EKSEKUTIF LEGISLATIF
Penyusunan Renja-SKPD Tahun 2011 Penyusunan dan penetapan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011
Penyusunan Rancangan KUA dan PPAS
Tahun 2011
Penyampaian Pemandangan umum Fraksi DPRD terhadap rancangan KUA dan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011 Penyampaian Rancangan KUA dan
PPAS Tahun 2011 oleh Bupati Kerinci
Disampaikan Kepada DPRD
Penyampaian Tanggapan eksekutif terhadap Pemandangan umum Fraksi DPRD tentang rancangan KUA dan PPAS Kab. Kerinci Tahun 2011
Rancangan KUA yang memuat : Kerangka Ekonomi Makro Daerah, Asumsi dasar dalam penyusunan APBD, Kebijakan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah
Rancangan PPAS yang memuat: Rencana Pendapatan dan penerimaan pembiayaan daerah, Prioritas Belanja Daerah, Plafon anggaran SKPD dan Rencana Pembiayaan Daerah.
Awal terjadinya Kontestasi : Pembahasan bersama antara Eksekutif
dengan DPRD
Badan Anggaran DPRD
Nota Kesepakatan antara Eksekutif dengan Legislatif masing-masing tentang KUA dan PPAS yang ditandatangani secara bersamaan
NOTA KEUANGAN dan RAPBD Penyusunan RKA-SKPD belanja
langsung dan Pembahasan RKA-SKPD antara SKPD dengan TAPD
Penyempurnaan RKA-SKPD belanja langsung dan selanjutnya diserahkan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan Ranperda tentang APBD dan Ranperbup tentang penjabaran APBD.
PPKD menyampaikan Ranperda tentang APBD kepada Bupati, yang selanjutnya diteruskan kepada DPRD untuk dibahas
Seluruh Anggota DPRD
Pembahasan Ranperda tentang APBD dan Lampirannya
Kontestasi 2 : Pembahasan RKA-SKPD dalam RAPBD antara PEMDA
dengan DPRD Komisi DPRD Rapat Gabungan Komisi Pendapat Akhir Fraksi-
fraksi DPRD
Penyampaian
Pemandangan umum
Fraksi DPRD terhadap
Ranperda APBD
Kabupaten Kerinci Tahun
2011
Disampaikan Kepada DPRD
Disampaikan oleh Bupati Kepada
DPRD
Penyampaian Tanggapan eksekutif terhadap Pemandangan umum Fraksi DPRD terhadap Ranperda tentang APBD Kab. Kerinci Tahun 2011
DPRD Kab. Kerinci menyetujui Ranperda tentang APBD menjadi APBD Tahun 2011 dan selanjutnya disampaikan kepada
Gubernur Jambi dan Depdagri untuk dievaluasi
Pelaksanaan APBD Kab. Kerinci Tahun 2011
76
Dari gambar 8 terdapat dua arena kontestasi dengan intensitas yang
berbeda. Pertama, kontestasi pada tahapan pembahasan Kebijakan Umum APBD
(KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kedua, pada
tahapan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD
dengan fokus pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Meskipun memiliki intensitas yang berbeda, kedua tahapan pembahasan ini tidak
melibatkan masyarakat secara langsung. Hal ini disebabkan karena masyarakat
oleh DPRD dan Pemerintah Daerah dianggap telah terlibat dalam penjaringan
aspirasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPRD. Kedua tahapan tersebur akan
dibahas pada bab-bab berikutnya.
77
BAB VI
KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN KUA DAN PPAS
A. Pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang miskin kritikan dan
kontestasi di legislatif.
Pada Bab V diuraikan tentang Kebijakan Umum APBD (KUA), bahwa
KUA merupakan kebijakan daerah dalam satu tahun anggaran yang menjadi
petunjuk dan ketentuan umum yang disusun berdasarkan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dan disepakati antara Pemerintah Daerah dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Namun dalam prakteknya ada hal yang tidak biasa terkait dengan
pembahasan KUA Kabupaten Kerinci Tahun 2011, sebagaimana diungkapkan
informan bahwa :
“Kebanyakan anggota Dewan, terutama badan anggaran tidak
begitu berminat membahas kebijakan-kebijakan pembangunan
daerah, kendala yang dihadapi, strategi dan prioritas pembangunan
daerah yang ada di dalam KUA, akan tetapi mereka lebih
menekankan secara kritis dan obyektif kepada eksekutif agar
kebijakan anggaran daerah diarahkan untuk menjawab
permasalahan-permasalahan yang mendesak, meningkatkan kualitas
pelayanan dasar, terutama Infrastruktur, Pendidikan dan
kesehatan.103
Sehingga dapat dimaklumi apapun rancangan KUA yang telah
disampaikan oleh eksekutif dapat diterima oleh Dewan dan tidak mengalami
begitu banyak perubahan yang berarti. Hal ini diakui langsung oleh Anggota
Banggar DPRD, bahwa :
103 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci dan selaku Wakil koordinator TAPD
Kabupaten Kerinci. Tanggal 03 Agustus 2011
78
“Rancangan KUA kami bahas satu paket dengan rancangan PPAS,
tidak banyak perubahan dalam rancangan KUA, akan tetapi
rancangan PPAS mengalami banyak perubahan, terutama berkaitan
dengan pendapatan daerah dan plafon-plafon dinas”.104
Tidak banyaknya perubahan yang terlihat pada KUA, terutama substansi
KUA yang sifatnya abstrak seperti kerangka ekonomi makro daerah dan asumsi-
asumsi dasar dalam penyusunan APBD tahun 2011. Perbedaan yang nyata antara
rancangan KUA dengan Dokumen KUA yang telah disepakati terlihat pada
substansi KUA dimana terdapat angka/ anggaran di dalamnya, seperti kebijakan
pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dan hal inipun mengikuti
pembahasan rancangan PPAS. Jika terjadi perubahan angka/ anggaran pada
rancangan PPAS, maka akan terjadi juga perubahan untuk menyesuaikan pada
rancangan KUA. Seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 20. Perbedaan antara rancangan KUA dan rancangan PPAS
Kabupaten Kerinci Tahun 2011
No. URAIAN Rancangan KUA
Jumlah (Rp)
Rancangan PPAS
Jumlah (Rp)
A. PENDAPATAN 519.171.643.145,39 519.171.643.145,39
1. Pendapatan Asli Daerah 23.104.229.108,39 23.104.229.108,39
2. Dana Perimbangan 463.824.098.147,00 463.824.098.147,00
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 32.243.315.890,00 32.243.315.890,00
B. BELANJA 602.456.362.773,59 602.456.362.773,59
1. Belanja Tidak Langsung 354.689.999.383,26 354.689.999.383,26
2. Belanja Langsung 247.766.363.390,33 247.766.363.390,33
SURPLUS / (DEFISIT) (83.284.719.628,20) (83.284.719.628,20)
C. PEMBIAYAAN DAERAH
1. Penerimaan Pembiayaan Daerah 84.284.719.628,20 84.284.719.628,20
2. Pengeluaran Pembiayaan Daerah 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00
Pembiayaan Netto 83.284.719.628,20 83.284.719.628,20
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun
Berkenaan - -
Sumber : Diolah dari rancangan KUA dan PPAS Kab. Kerinci Tahun 2011,
Bappeda Kab Kerinci, 2011
104 Wawancara dengan Sartoni, S.Pd ,Wakil Ketua DPRD selaku wakil ketua badan Anggaran DPRD Kabupaten Kerinci,
tanggal 04 Agustus 2011
79
Sebagaimana diketahui bahwa KUA hanya berisi pernyataan umum
tentang program prioritas pembangunan daerah, sasaran, arah kebijakan yang
didalamnya belum mencantumkan nilai anggarannya. Sehingga dapat dipastikan
bahwa perdebatan yang terjadi antara TAPD dan Badan Anggaran DPRD tidak
sealot pembahasan PPAS.105 Pada akhirnya kemiripan antara KUA dan PPAS
setelah keduanya disepakati tidak jauh berbeda (seperti tabel diatas), terutama
pada besaran anggaran yang terdapat didalamnya. Sebagaimana diungkapkan oleh
informan, bahwa :
“Walaupun pada hakekatnya KUA merupakan pondasi awal bagi
sebuah kebijakan anggaran daerah dan masih membicarakan arah
kebijakan yang bersifat makro, perdebatan dan kritikan yang terjadi
dalam pembahasannyapun sangat minim dan kalaupun ada, perdebatan
dan kritikan itu biasanya hanya pada besaran anggaran seperti
pendapatan, belanja dan pembiayaan.”106
Kondisi ini dapat dimaklumi bahwa ternyata KUA belum dianggap
sebagai sebuah dokumen yang akan mengakomodir kepentingan anggota Dewan.
Disamping itu juga, regulasi tentang pedoman penyusunan APBD Tahun 2011
juga membuat KUA kian terpinggirkan dari arena pembahasan, karena didalam
regulasi tersebut memuat arahan agar KUA dan PPAS dibahas secara
bersamaan107, otomatis yang paling dominan dibahas adalah PPAS dan bukannya
KUA. Dari kondisi tersebut, kalau dikembalikan pada mekanisme serta aturan
pembuatan dan penetapan program dan juga pengalokasian anggaran, seharusnya
105 Wawancara dengan Yazrumal, S.Pt, M.Si, Kabid Litbang Bappeda dan selaku anggota TAPD Kabupaten Kerinci,
tanggal 03 Agustus 2011 106 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 107 untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan KUA dan PPAS, Kepala Daerah menyampaikan kedua
dokumen tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut
ditandatangani pada waktu yang bersamaan pula, sehingga keterpaduan KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif” (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011)
80
KUA mendapat porsi pembahasan yang baik, karena akan dijadikan sebagai dasar
pengalokasian program dalam RAPBD, dan KUA merupakan jembatan
penghubung antara perencanaan dengan pengganggaran daerah. Minimnya
kritikan dan perdebatan dalam pembahasan KUA membuktikan bahwa KUA
hanya sebagai dokumen pelengkap saja dalam ranah pembahasan RAPBD, dan
pengesahan KUA tidak terpengaruh oleh dinamika politik anggaran. 108
B. Pembahasan PPAS yang menjadi awal kontestasi antara eksekutif dan
Legislatif dalam perumusan belanja langsung SKPD.
Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang
dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari
SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing-
masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan. Dalam rancangan awal PPAS
yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD, terdapat 19 Program
untuk Dinas Pekerjaan Umum, dengan alokasi masing-masing program sebagai
berikut :
108 Rozidateno Putri Hanida, Dinamika Penyusunan Anggaran Daerah (Studi Tentang Proses Penetapan Program dan Alokasi Anggaran Belanja Daerah Di Kabupaten Sleman), Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Program Pascasarjana UGM,
Tesis tidak dipublikasikan.
81
Tabel 21. Program Prioritas Dinas Pekerjaan Umum dalam
Rancangan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011
No. Program Rancangan
PPAS (Rp.)
1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 887.027.950
2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3.118.555.900
3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000
4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 157.210.000
5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan
capaian kinerja dan keuangan 25.740.000
6 Program pembangunan jalan dan jembatan 10.341.382.220
7 Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan 13.609.822.110
8 Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan 5.645.871.040
9 Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
Rawa dan Jaringan Pengairan lainnya 3.909.185.800
10 Program Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi
Sungai, Danau dan Sumber Daya Air Lainnya 3.600.304.800
11 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum
dan Air Limbah 2.481.509.000
12 Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat
Tumbuh 3.623.175.810
13 Program pembangunan infrastruktur perdesaan 5.708.472.000
14 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000
15 Program Pengembangan Perumahan 215.925.000
16 Program Lingkungan sehat Perumahan 888.603.000
17 Program Perencanaan Tata Ruang 701.909.000
18 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pekerjaan
Umum 1.510.719.000
19 Program Pembangunan Sarana Prasarana Pendukung
Pemerintahan 4.548.948.000
TOTAL 61.087.710.630
Sumber : Rancangan PPAS Tahun 2011, Bappeda Kab. Kerinci, 2011
Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah peraturan
daerah tentang APBD disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD serta
ditetapkan oleh Kepala Daerah. Oleh karena itu, Dewan akan berjuang keras
untuk mendapatkan pos anggaran belanja langsung untuk memenuhi permintaan
dari konstituen di daerah pemilihannya masing-masing. Hal ini terlihat dari
perbedaan yang sangat kontras antara rancangan dan dokumen final PPAS,
82
terutama pada program dan kegiatan belanja langsung pada Dinas Pekerjaan
Umum.109 Pada rancangan awalnya (lihat tabel 21), total plafon anggaran belanja
langsung Dinas Pekerjaan Umum adalah sebesar Rp. 61.087.710.630,- dan setelah
disepakati antara eksekutif dengan legislatif, plafon anggaran meningkat sebesar
Rp. 27.916.335.390,- atau sekitar 45,70% menjadi sebesar Rp.89.004.046.020.110
Ketika perbedaan ini ditanyakan langsung dengan Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci, mereka mengungkapkan bahwa :
“Peningkatan ini terjadi karena setelah pembahasan anggaran di
Banggar DPRD terdapat penambahan lokasi pembangunan jalan dan
jembatan pada program pembangunan jalan dan jembatan sehingga
berimplikasi pada penambahan anggaran.111
Jika pada rancangan awal, program pembangunan jalan dan jembatan
dengan total anggaran sebesar Rp.10.341.382.220, maka pada dokumen final
PPAS anggaran tersebut meningkat menjadi Rp.38.257.717.610.112 Perbedaan
angka tersebut jelas menunjukkan bahwa telah terjadinya kontestasi antara
eksekutif dalam hal ini TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum dengan anggota
Banggar DPRD dalam pembahasan PPAS, terutama plafon anggaran belanja
langsung Dinas Pekerjaan Umum di Badan Anggaran DPRD Kabupaten Kerinci.
Disamping itu, pembahasan PPAS dinilai telah berubah menjadi sebuah ajang
kompromi politik dalam pembahasan detil anggaran, meskipun Rencana Kerja
dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai dasar penyusunan RAPBD belum
109 Karena begitu banyaknya SKPD yang akan diuraikan, maka penulis mencoba mengambil salah satu kasus SKPD, seperti
yang terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini nantinya sebagai refleksi dan tolok ukur untuk melihat bagaimana sebuah
kontestasi terjadi pada proses penentuan plafon anggaran belanja langsung SKPD lainnya. 110 Hasil dari penelaahan rancangan dan Dokumen Final PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011 111 Wawancara dengan Untung Yasril, ST, MT, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci…Namun rancangan
awal usulan rencana kerja Dinas PU dengan anggaran yang mengalami perubahan tersebut tidak ditemukan sampai tahap penulisan tesis ini. 112 Hasil telaah Rancangan dan Dokumen Final PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011…..Op, Cit
83
dibahas oleh komisi-komisi DPRD, sebagaimana diungkapkan oleh informan
bahwa :
“Pembahasan Plafon Dinas PU samo bentuknyo dengan membahas
RKA Dinas, tapi ineh dilakukan oleh Banggar, lah mendetil sampai
ngan lokasi kegiatan, sementaro lum lah sagin dibahas di komisi
tigo, tapi apolah kato kito”. 113
(Pembahasan plafon Dinas Pekerjaan Umum sama bentuknya
dengan membahas RKA Dinas, tapi ini dilakukan oleh Banggar,
sudah mendetail sampai dengan lokasi proyek, belum lagi di komisi
tiga nanti, tapi kita mau bilang apa.)
Informan lainnya menambahkan, bahwa :
“Seharusnya Banggar hanya membahas KUA dan berapa besarnya
plafon anggaran dalam PPAS untuk Dinas PU, dan bukannya
membahas detil lokasi dimana kegiatan dilaksanakan, ini tugas
Komisi nantinya pada pembahasan RAPBD.”114
Apa yang dilakukan Banggar telah menyalahi aturan yang telah disepakati
bersama dalam Tata tertib DPRD. Banggar mempunyai tugas membahas KUA
dan PPAS. Artinya Banggar hanya menetapkan dan menyetujui besarnya plafon
anggaran yang diperuntukkan bagi Dinas Pekerjaan Umum yang awalnya
disampaikan oleh eksekutif. Sementara untuk pembahasan detail anggaran,
penggunaan dan lokasi pelaksanaan kegiatan merupakan wewenang dari Komisi
III DPRD.
Perdebatan muncul dari ketidakpuasan beberapa anggota Banggar DPRD
dari dapil I (lihat tabel 16) terhadap uraian rancangan PPAS dari eksekutif
(TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) terutama lokasi pembangunan jalan yang
dinilai tidak mengakomodir kepentingan-kepentingan mereka dan lebih
menetapkan lokasi pembangunan lebih dominan di Daerah Pemilihan IV.
113 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Kabid Bina Marga dan selaku KPA Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci. 114 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit
84
Menurut salah seorang informan dari TAPD, bahwa :
“Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Sekretaris Dinas
PU, lokasi pembangunan jalan direncanakan di dapil IV yaitu Mukai
Tinggi–Simpang Tanjung Tanah, dengan total belanja modal
pembangunan jalan tersebut lebih kurang sebesar Rp.9,5 M, nah
anggota dewan dari Dapil lain nggak setuju, lalu mereka menanyakan
gimana dengan Dapil kami.”115
Lebih lanjut informan yang lain mengungkapkan bahwa :
Kondisi ini tentu membuat anggota Banggar dari daerah pemilihan I
(Subur Budiman, Tritama Satria Arsyad dan Afrizal) merasa tidak
puas dan menanyakan alasan yang logis terhadap perencanaan
yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum.116
Lalu, sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci memberikan
tanggapan secara ringkas bahwa :
“Ya, waktu itu saya tanggapi dengan mengatakan bahwa
Perencanaan tersebut telah dilakukan secara matang dan telah di-
Musrenbang-kan serta mempertimbangkan dampak bagi masyarakat
luas, sebab jalan tersebut akan melalui sentra-sentra produksi
pertanian yang ada di Kabupaten Kerinci dan lokasinya melalui
dapil IV, III dan II sehingga nantinya diarahkan untuk mengem-
bangkan perekonomian lokal. Disamping itu jalan tersebut menjadi
penghubung beberapa kecamatan ke lokasi Ibukota Kabupaten
Kerinci yang baru dan semua yang sampaikan jelas kok.117
Informan yang lain menambahkan :
Tanggapan yang disampaikan oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan
Umum disambut dingin oleh anggota Banggar, dan salah satu
anggotanya dari Daerah Pemilihan I (Subur Budiman, ST)
memberikan pendapatnya bahwa kalau alasan pembangunan jalan
tersebut untuk mengembangkan perekonomian lokal, maka di
wilayahnya mungkin yang sangat tepat dibangun jalan tersebut. 118
Dari pihak Legislatif, khususnya Banggar DPRD, mengungkapkan bahwa :
115 Wawancara dengan Ir. Syaiful US, Kabid Fisik dan prasarana Bappeda Kabupaten Kerinci dan selaku Anggota TAPD
Kabupaten Kerinci. 116 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit 117 Wawancara dengan Untung Yasril, ST, MT, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci. 118 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit
85
“Ya, nggak adil lah Dek. Masa iya pembangunan diarahkan pada
wilayah mudik (Dapil IV) semua, sementara kami di wilayah Hilir
(Dapil I) nggak dapat apa-apa, Milyaran lagi anggaran-nya.
Kalaulah rencana pembangunan jalan tersebut betul-betul aspirasi
masyarakat,kami setuju, tapi mana buktinya? Ketika kami minta hasil
Musrenbang, dan dicek, nggak ada lokasi seperti yang disampaikan
oleh PU.”119
Jika merujuk pada hasil Musrenbang, yang telah dirangkum dalam bentuk
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Kerinci Tahun 2011,
memang benar yang diungkapkan oleh anggota Banggar tersebut, ternyata tidak
terdapat lokasi seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum
tersebut. Namun demikian, hal yang berbeda muncul dari hasil wawancara dengan
salah seorang informan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci yang
mengungkapkan bahwa :
“Sebenarnya lokasi tersebut adalah arahan langsung dari Pak
Bupati, Kepada Dinas Pekerjaan Umum. Sebab, jalan tersebut
menjadi akses penting menuju Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru,
juga jalan itu nantinya akan melalui beberapa desa di wilayahnya
Pak Bupati yaitu dapil IV, ada sebagian di dapil II dan III, ah awak
tahu suhanglah artinyo apo (anda tahu sendiri artinya apa).”120
Dialog-dialog yang terjadi diatas menunjukkan bahwa sikap eksekutif
yang mampu berkelit dengan permainan bahasa teknokratisnya. Kepala Daerah
pun terlihat tidak memiliki komitmen terhadap perencanaan pembangunan yang
telah disusun oleh para pembantu-pembantunya. Berbagai manuver-manuver yang
dilakukan birokrat untuk menjustifikasikan agar seolah-olah semua perencanaan
pembangunan memang telah direncanakan secara matang pada awalnya, akan
tetapi semua kegiatan yang muncul justru menjadi “penumpang gelap yang naik di
119 Wawancara dengan Subur Budiman, Anggota Banggar dan anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kerinci 120 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit
86
tengah jalan” dalam pembahasan PPAS, seperti lokasi kegiatan pembangunan
jalan diatas. Sempat terjadi deadlock beberapa saat dalam pembahasan plafon
Dinas PU ini terutama pada program pembangunan jalan dan jembatan, sampai
pada akhirnya pimpinan sidang (Sartoni, S.Pd) menskor rapat selama satu jam.121
Kemudian, salah satu informan mengutarakan bahwa :
“Terjadi dialog khusus antara seluruh anggota Banggar DPRD
dengan pihak eksekutif yang diikuti oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan
Umum beserta seluruh Kabid-nya, kalau dari TAPD ada Kepala
Bappeda, Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda serta Kabid Litbang
Bappeda.”122
Setelah satu jam kemudian skor dicabut dan sidang pembahasan kembali
digelar dengan agenda pembahasan plafon anggaran belanja langsung Dinas
Pekerjaan umum. Tidak disangka-sangka oleh TAPD yang lainnya ternyata terjadi
penambahan plafon anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabu-
paten Kerinci dari Rp.61.087.710.630 menjadi sebesar Rp.89.004.046.020.123
Penambahan anggaran yang sangat besar terhadap plafon belanja langsung Dinas
Pekerjaan Umum tersebut.
Jadi dari fenomena tersebut, terlihat telah dilakukannya deal-deal atau
kompromi antara pihak yang melakukan dialog khusus sebagai konsensus dari
deadlock pembahasan yang terjadi. Apapun jenis kompromi yang dilakukan oleh
kedua belah pihak, baik eksekutif maupun legislatif ini, yang jelas
menguntungkan kedua pihak. Setelah didalami dari para pihak yang melakukan
dialog khusus, diketahui adanya penambahan lokasi pembangunan jalan dan
121 Ibid 122
Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 123 Wawancara dengan Ir. Syaiful US, Op.Cit
87
jembatan. Salah seorang informan yang terlibat dalam dialog khusus tersebut
mengungkapkan bahwa :
“Rencana semula hanya satu paket (Mukai Tinggi-Simpang Tanjung Tanah) setelah ada pembicaraan dengan Banggar lokasinya menjadi tujuh paket (Mukai Tinggi-Simpang Tanjung Tanah, Danau Tinggi-Sungai Dalam, Semurup-Siulak Kecil, Pelompek-Pauh Tinggi, Siulak DeraslBatu Hampar, Belui-Kemantan dan Simp. Goreng-Simp.Tutup) dan semua itu belum final, nanti waktu pembahasan RKA Dinas PU dengan Komisi III baru bisa difinalkan.”
124
Dari uraian informan diatas, jelaslah bahwa saat terjadi dialog khusus
untuk mengatasi deadlock pembahasan, terjadi deal-deal antara beberapa pihak.
Di satu sisi ada Badan Anggaran DPRD, di sisi lainnya ada Dinas Pekerjaan
Umum dan TAPD dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci
dan anggota TAPD lainnya. Untuk mencapai kesepakatan, hampir semua
kepentingan diakomodasikan, walaupun kepentingan tersebut nantinya tidak
sesuai dengan harapan dan rencana awal yang dibawa oleh para aktor. Dinas
Pekerjaan Umum dan Badan Anggaran memiliki beragam ide konsensus yang
diharapkan mampu menyelesaikan kontestasi diatas sebagai pijakan awal untuk
melakukan bargaining pada kedua pihak. Yaitu dengan melakukan penambahan
lokasi yang berakibat pada peningkatan anggaran.
Penambahan lokasi seperti yang diuraikan oleh informan diatas, yang
berakibat pada penambahan anggaran hanya terjadi pada daerah pemilihan II, III
dan IV serta tidak terjadi pada Daerah Pemilihan I. Pihak Dinas Pekerjaan Umum
berdalih bahwa :
124 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit
88
“Untuk Daerah Pemilihan I telah ada proyek bencana alam dari APBN dengan total anggaran mencapai 104 Milyar, sehingga tidak mendapatkan proyek jalan dan jembatan dari APBD, dan untuk sementara pembangunan dilaksanakan pada Dapil III dan IV agar APBD dapat maksimal kita gunakan di seluruh Kabupaten Kerinci”.125
Uraian informan tersebut, lagi-lagi menunjukkan karakter Birokrat yang
sangat lihai dalam berargumen, pada hal proyek bencana alam hanya terdapat di
daerah yang terkena dampak bencana alam, seperti Gempa di Kecamatan Gunung
Raya dan sekitarnya (Dapil I). Disamping itu peruntukan dari dana tersebut jelas
dan telah diatur dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu
rehabilitasi sarana dan prasarana umum dan ibadah, rehabilitasi rumah-rumah
penduduk, rehabilitasi infrastruktur yang rusak akibat dampak bencana alam dan
masih banyak penggunaan lainnya dan bukan digunakan untuk pembangunan
baru. Akan tetapi justru anggota Banggar dari Dapil I tidak melayangkan protes
terhadap keputusan yang telah diambil oleh kedua belah pihak tersebut.
“Ini kan masih tahap pembahasan PPAS, nanti diwaktu pembahasan RAPBD (RKA-SKPD) bakal berubah juga, ya kita terima aja dulu
keputusan Banggar, biar pembahasan Plafon Dinas PU cepat
selesai. Kalau debat terus tambah lama pembahasannya, padahal
kita dikejar waktu nih.”126
Sikap menerima anggota Dewan dari Dapil I ini, bukan tanpa alasan,
karena jika dilihat dari susunan anggota Banggar Dapil I belum memiliki kekuatan
yang mampu menyeimbangi anggota kekuatan anggota Dewan dari Dapil III dan
IV, meskipun jika mekanisme pengambilan keputusan dengan jalan voting. Dari
hasil wawancara diatas, anggota banggar tersebut masih berharap pada
125 Ibid 126 Wawancara dengan Subur Budiman, ST, Anggota Banggar dan Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kerinci
89
pembahasan RKA Dinas Pekerjaan Umum, yang akan dilaksanakan setelah
adanya Nota Kesepakatan antara Eksekutif dan legislatif tentang PPAS.
Kedua belah pihak akhirnya bersepakat untuk mempercepat pembahasan
PPAS Dinas Pekerjaan Umum. Sebab, untuk pembahasan lebih lanjut akan
dilaksanakan pada pembahasan RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum
bersama dengan Komisi III DPRD. Sehingga perkembangan sementara plafon
anggaran untuk Program pembangunan jalan dan jembatan Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Kerinci ditetapkan seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 22. Plafon Anggaran Belanja Langsung Program pembangunan
jalan dan jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
Tahun Anggaran 2011
PROGRAM/ KEGIATAN PLAFON ANGGARAN (Rp)
Keterangan Rancangan awal Setelah Pembahasan Selisih
Program pembangunan jalan
dan jembatan 10.341.382.220 38.257.717.610 27.916.335.390
1. Koordinasi Bidang
Kebinamargaan 94.724.000 94.724.000 -
2. Pembangunan jalan 10.246.658.220 29.802.454.910 19.555.796.690
- Administrasi Proyek 746.658.220 802.454.910 55.796.690
Belanja Modal Jalan
Lokasi Pembangunan
Ditetapkan sebesar
29.000.000.000
Untuk detail seluruh
lokasi dibahas lebih
rinci dalam RKA
Belanja Langsung
Dinas Pekerjaan
Umum dibahas
bersama dengan
komisi III
19.500.000.000
a. Mukai Tinggi-Simpang
Tanjung Tanah. 9.500.000.000
Dapil IV-Dapil
II
b. Danau Tinggi-Sungai
Dalam, - Dapil IV
c. Semurup-Siulak Kecil - Dapil III-Dapil
IV
d. Pelompek-Pauh Tinggi, - Dapil IV
e. Siulak Deras-Batu Hampar - Dapil IV
f. Belui-Kemantan - Dapil III
g. Simp. Goreng-Simp.Tutup - Dapil IV
3. Pembangunan jembatan - 8.360.538.700 8.360.538.700 Dapil IV
Sumber : Diolah dari data bidang Bina Marga Dinas PU Kab. Kerinci dan
Dokumen Nota Kesepakatan PPAS Tahun 2011.
Tabel diatas menggambarkan bargaining Power yang dimiliki oleh
anggota Banggar dari Daerah Pemilihan IV, bukan hanya terbanyak dalam
jumlah, tetapi juga unsur pimpinan Banggar-pun diambil alih oleh mereka. Hal
inilah menjadi penentu atas keputusan terhadap lokasi pembangunan jalan yang
diambil kemudian. Meskipun dengan partai yang berbeda, namun pada tahapan ini
90
para anggota legislatif (Banggar DPRD) tetap memperjuangkan kepentingan
konstituennya. Maka jelaslah bahwa keterwakilan suatu wilayah di legislatif
menjadi penentu masuknya aspirasi masyarakat di dalam agenda pembangunan
daerah. Dari uraian diatas, dapat diidentifikasi Kontestasi aktor dalam proses
Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, sebagai berikut :
Tabel 23. Identifikasi Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan PPAS
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
Kontestan Pendukung Kepentingan Cara membangun
konsensus Hasil konsensus
EK
SE
KU
TIF
Pejabat di Dinas PU 1. Sekretaris Dinas
PU 2. Kabid. Bina Marga 3. Kabid. Sumber
Daya Air 4. Kabid.
Pengendalian dan tata ruang
5. Kabid. Cipta Karya
TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA 3. Sekretaris
DPPKA 4. Kabid. Anggaran
DPPKA 5. Kabid. Aset
DPPKA 6. Kabid.
Pendapatan DPPKA
7. Kabid. Fisik dan Prasarana Bappeda
8. Kabid. Litbang Bappeda
9. Kabid. Ekonomi Bappeda
Kabid. Sosbud Bappeda
Anggaran harus diprioritaskan bagi peningkatan infrastruktur Ibukota Kabupaten Kerinci yang berada di Dapil IV
KOMPROMI, yang lebih menekankan pada Bargaining Anggaran dan rasionalisasi urgensitas tingkat kebutuhan jalan pada masing-masing Daerah Pemilihan dan akan dibicarakan lebih lanjut dalam rapat pembahasan Ranperda tentang APBD (khususnya RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum).
1. Penambahan Lokasi dan anggaran bagi pembangunan Jalan dan jembatan, terutama kegiatan pembangunan jalan dan kegiatan pembangunan jembatan.
2. Belanja Modal untuk kegiatan pembangunan jalan dipatok sebesar Rp.29,802 Milyar, hasil perhitungan Dinas Pekerjaan Umum yang peruntukannya dibicarakan dalam pembahasan RKA belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum.
VERSUS
LE
GIS
LA
TIF
P
RO
Anggota DPRD dari Dapil IV
1. H. Liberty 2. Irmanto, S.Pd,
MM 3. Sartoni, S.Pd 4. Sugiono 5. Efaldi 6. Sabar AR, S.Pd 7. Joni Efendi
Anggota DPRD dari Dapil III 1. H. Said
Abdullah,SH 2. Heri Purwanto 3. Nopantri, SP
Memperbanyak “pork Barrel” di daerah pemilihan IV
KO
MP
RO
MI
KO
NT
RA
Anggota DPRD dari Dapil I 1. Tritama Satria
Arsyad 2. Subur
Budiman, ST 3. Afrizal
Tidak Ada
Distribusi alokasi anggaran harus berkeadilan bagi semua dapil di Kabupaten Kerinci
Sumber : Diringkas dari Bab VI
Sehingga berdasarkan tabel 23 tersebut, dapat digambarkan pola kontestasi
antar aktor dalam proses Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kerinci, sebagai berikut :
91
Gambar 9. Pola kontestasi antar aktor dalam proses Pembahasan PPAS
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
Setelah selesai membahas plafon anggaran Belanja Langsung Dinas
Pekerjaan Umum, agenda Banggar selanjutnya adalah membahas plafon SKPD
lainnya. Akhirnya, keseluruhan hasil pembahasan KUA dan PPAS pada tingkat
Banggar DPRD dibawa ke rapat gabungan untuk ditanggapi oleh seluruh Fraksi-
fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Kerinci. Berbagai tanggapan dan pandangan
dari fraksi-fraksi tersebut akan dibahas dan ditanggapi oleh eksekutif pada
keesokan harinya. Setelah semua proses dilalui, maka KUA dan PPAS disepakati
oleh Bupati Kerinci dan Ketua DPRD dalam bentuk Nota Kesepakatan yang akan
digunakan sebagai landasan bagi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
(RKA-SKPD) yang merupakan unsur terpenting dalam penyusunan rancangan
EKSEKUTIF
KONTESTASI
LEGISLATIF PRO KONTRA
Fragmentasi
PPAS
KOMPROMI
RKA-SKPD
92
Peraturan Daerah tentang APBD. Hasil akhir dari pembahasan plafon anggaran
belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum, terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 24. Hasil akhir Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci Tahun 2011
No. Program Rancangan
PPAS (Rp.)
Setelah
Pembahasan
PPAS (Rp.)
1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 887.027.950 887.027.950
2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3.118.555.900 3.118.555.900
3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000 42.500.000
4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 157.210.000 157.210.000
5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian
kinerja dan keuangan 25.740.000 25.740.000
6 Program pembangunan jalan dan jembatan 10.341.382.220 38.257.717.610
7 Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan 13.609.822.110 13.609.822.110
8 Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan 5.645.871.040 5.645.871.040
9 Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa
dan Jaringan Pengairan lainnya 3.909.185.800 3.909.185.800
10 Program Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai,
Danau dan Sumber Daya Air Lainnya 3.600.304.800 3.600.304.800
11 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air
Limbah 2.481.509.000 2.481.509.000
12 Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh 3.623.175.810 3.623.175.810
13 Program pembangunan infrastruktur perdesaan 5.708.472.000 5.708.472.000
14 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000 70.850.000
15 Program Pengembangan Perumahan 215.925.000 215.925.000
16 Program Lingkungan sehat Perumahan 888.603.000 888.603.000
17 Program Perencanaan Tata Ruang 701.909.000 701.909.000
18 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pekerjaan Umum 1.510.719.000 1.510.719.000
19 Program Pembangunan Sarana Prasarana Pendukung
Pemerintahan 4.548.948.000 4.548.948.000
TOTAL 61.087.710.630 89.004.046.020
Sumber : Nota Kesepakatan PPAS Kab. Kerinci Tahun 2011
Peningkatan anggaran program pembangunan jalan dan jembatan dalam
pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum dari Rp.10.341.382.220 menjadi
Rp.38.257.717.610 berdampak pada meningkatnya defisit belanja daerah yang
semula hanya Rp.66.254.530.019 menjadi Rp. 83.284.719.628,20. Angka defisit
ini sebenarnya masih berada dalam ambang batas yang disarankankan oleh
Peraturan Perundang-undangan yaitu sebesar 3,0 persen dari PDRB, akan tetapi
eksekutif memaksakan menambah belanja tidak langsung terutama Belanja Hibah,
Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintahan
Desa. Otomatis defisit semakin membumbung tinggi, sementara sisa anggaran di
93
dalam kas daerah hanya sebesar Rp. 53.560.000.000. Salah satu solusi yang
dianggap realistis adalah dengan mengansumsikan bahwa Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran (SiLPA) Tahun lalu meningkat menjadi Rp.65.584.719.628,20 dengan
harapan defisit dapat ditutupi dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun
Berkenaan tetap nol. Rupanya asumsi meningkatnya Silpa sudah mampu untuk
mengimbangi defisit, akan tetapi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun
Berkenaan menjadi surplus. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah
melakukan pinjaman daerah sebesar Rp.17.700.000.000 untuk menutupi angka
surplus tersebut.
Tabel 25. Proyeksi RAPBD Pasca Pembahasan PPAS
Kabupaten Kerinci Tahun 2011
No. URAIAN Sebelum
Pembahasan Setelah Pembahasan
I. PENDAPATAN 500.583.001.664,39 519.171.643.145,39
A. PENDAPATAN ASLI DAERAH 22.903.018.741,39 23.104.229.108,39
- Pendapatan Pajak Daerah 2.820.921.200,00 3.082.277.466,39
- Hasil Retribusi Daerah 2.628.693.000,00 2.693.269.367,00
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan 1.292.720.027,00 2.346.000.000,00
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 16.160.684.514,39 14.982.682.275,00
B. DANA PERIMBANGAN 417.184.194.475,00 463.824.098.147,00
- Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 45.566.669.475,00 45.616.927.147,00
- Dana Alokasi Umum 327.334.925.000,00 369.273.971.000,00
- Dana Alokasi Khusus 44.282.600.000,00 48.933.200.000,00
C. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 60.495.788.448,00 32.243.315.890,00
- Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya 11.223.721.690,00 11.223.721.690,00
- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 21.019.594.200,00 21.019.594.200,00
- Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan
Percepatan Pembangunan Daerah 28.252.472.558,00 -
II. BELANJA 566.837.531.683,39 602.456.362.773,59
A. BELANJA TIDAK LANGSUNG 347.016.918.191,84 354.689.999.383,26
- Belanja Pegawai 296.466.308.299,84 296.097.992.559,80
- Belanja Bunga - 274.176.122,21
- Belanja Subsidi 1.788.544.000,00 1.788.544.000,00
- Belanja Hibah 21.273.627.142,00 24.394.926.000,00
- Belanja Bantuan Sosial 4.428.438.750,00 7.224.300.000,00
- Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa 21.060.000.000,00 23.910.060.701,25
- Belanja Tidak Terduga 2.000.000.000,00 1.000.000.000,00
B. BELANJA LANGSUNG 219.820.613.491,55 247.766.363.390,33
- Belanja Pegawai 25.037.567.876,69 26.721.137.675,00
- Belanja Barang dan Jasa 79.047.492.611,56 88.184.775.579,33
- Belanja Modal 115.735.553.003,30 132.860.450.136,00
SURPLUS / (DEFISIT) (66.254.530.019,00) (83.284.719.628,20)
94
No. URAIAN Sebelum
Pembahasan Setelah Pembahasan
III. PEMBIAYAAN DAERAH
A. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 69.560.000.000,00 84.284.719.628,20
- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
Sebelumnya 53.560.000.000,00 65.584.719.628,20
- Penerimaan Pinjaman Daerah 15.000.000.000,00 17.700.000.000,00
- Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00
B. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 3.305.469.981,00 1.000.000.000,00
- Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 2.000.000.000,00 1.000.000.000,00
- Pembayaran pokok Utang 1.305.469.981,00 -
PEMBIAYAAN NETTO 66.254.530.019,00 83.284.719.628,20
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN
BERKENAAN - -
Sumber : Diolah dari rancangan dan dokumen final PPAS Kab. Kerinci 2011
95
BAB VII
KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN RKA-SKPD
Berdasarkan KUA dan PPAS yang telah disepakati oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD, SKPD menyusun RKA-SKPD sebagai dasar utama
penyusunan RAPBD. Dalam Nota Keuangan RAPBD Tahun 2011, Bupati
Kerinci menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang RAPBD Tahun
2011 dengan struktur ringkasan, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 26. Ringkasan Rancangan awal APBD Kabupaten Kerinci
Tahun 2011
No. URAIAN JUMLAH (Rp.)
A. PENDAPATAN 519.171.643.145,39
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 23.104.229.108,39
- Pendapatan Pajak Daerah 3.082.277.466,39
- Hasil Retribusi Daerah 2.693.269.367,00
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2.346.000.000,00
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 14.982.682.275,00
2. DANA PERIMBANGAN 463.824.098.147,00
- Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 45.616.927.147,00
- Dana Alokasi Umum 369.273.971.000,00
- Dana Alokasi Khusus 48.933.200.000,00
3. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 32.243.315.890,00
- Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 11.223.721.690,00
- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 21.019.594.200,00
B. BELANJA 602.456.362.773,59
1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 354.689.999.383,26
- Belanja Pegawai 296.097.992.559,80
- Belanja Bunga 274.176.122,21
- Belanja Subsidi 1.788.544.000,00
- Belanja Hibah 24.394.926.000,00
- Belanja Bantuan Sosial 7.224.300.000,00
- Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintahan Desa 23.910.060.701,25
- Belanja Tidak Terduga 1.000.000.000,00
2. BELANJA LANGSUNG 247.766.363.390,33
- Belanja Pegawai 26.721.137.675,00
- Belanja Barang dan Jasa 88.184.775.579,33
- Belanja Modal 132.860.450.136,00
SURPLUS / (DEFISIT) (83.284.719.628,20)
C. PEMBIAYAAN DAERAH
1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 84.284.719.628,20
- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 65.584.719.628,20
- Penerimaan Pinjaman Daerah 17.700.000.000,00
- Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 1.000.000.000,00
2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.000.000.000,00
- Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 1.000.000.000,00
PEMBIAYAAN NETTO 83.284.719.628,20
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN -
Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA)
Kabupaten Kerinci, 2011
96
Dari struktur rancangan APBD tersebut, terlihat bahwa proporsi anggaran
belanja lebih banyak digunakan untuk birokrasi. Sekitar 49,15% atau sebesar
Rp.296.097.992.559,80 digunakan membayar gaji pegawai, 4,44% atau sebesar
Rp. 26.721.137.675,00 dipergunakan untuk membayar honorarium kepanitiaan
dalam pelaksanaan kegiatan, belum lagi ada biaya perjalanan dinas yang
merupakan komponen belanja barang dan jasa yang nominalnya sangat besar.
Sementara itu, untuk belanja modal tersisa sekitar 22,05% atau sebesar
Rp.132.860.450.136,00 yang didalamnya termuat juga belanja modal bagi
peningkatan sarana kerja aparatur dan biaya-biaya lainnya yang cukup besar.
Sehingga dapat dibayangkan begitu kecilnya proporsi anggaran bagi pelaksanaan
pembangunan yang akan dinikmati oleh masyarakat. Kenyataan ini hampir sama
dengan diungkapkan oleh Agus Dwiyanto dalam bukunya bahwa : Struktur
anggaran di Kabupaten/Kota umumnya menunjukkan alokasi untuk belanja
pegawai dan birokrasi mencapai 70–80 persen dari APBD dan hanya 20–30
persen anggaran digunakan untuk melayani kebutuhan warga”128. Padahal,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan
instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan
umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
A. Rasionalisasi dan Otorisasi RKA-SKPD oleh TAPD
Berdasarkan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun
2011, Dinas Pekerjaan umum menyampaikan rancangan RKA-SKPD dengan total
plafon anggaran belanja langsung sebesar Rp. 89.004.046.020 kepada PPKD
128 Agus Dwiyanto, Mengembalikan kepercayaan publik melalui reformasi birokrasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2011, Hal. 81
97
dengan terlebih dahulu ditelaah dan disetujui Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) dan dijadikan sebagai bagian dalam Nota Keuangan dan RAPBD.
Meskipun terjadi kontestasi di tingkat eksekutif, antara SKPD dan TAPD pada
saat penelaahan RKA-SKPD oleh TAPD, namun intensitasnya sangat rendah
sekali, dan hampir dikatakan tidak terjadi. Sebab, TAPD hanya melakukan koreksi
terhadap RKA-SKPD terkait dengan kesesuaian KUA, PPAS, pedoman
penyusunan APBD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) serta menaati segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku
terkait dengan Keuangan Daerah.
Dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kerinci selaku
koordinator TAPD, pembahasan RKA Dinas Pekerjaan Umum di tingkat
eksekutif ini berjalan “ala kadarnya” atau terkesan formalitas. Ini ditandai dengan
tidak terdapatnya perubahan pada RKA yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan
tersebut (lihat tabel 25 hal 94 pada kolom total Anggaran dalam PPAS dan
RAPBD) setelah dilakukannya pembahasan, hal ini diperkuat dengan pernyataan
informan, bahwa :
“Kalo pembahasan dengan TAPD, nggak ada perubahan RKA Dinas
PU, paling-paling TAPD cuma ngoreksi apakah plafon anggarannya
sudah pas atau tidak. Selain itu TAPD menanyakan apakah lokasi
pembangunan pada program/ kegiatan Dinas PU sudah
mengakomodir usulan masyarakat, anggota Dewan dan arahan dari
Pak Bupati”.129
Informan lainnya menambahkan :
“Ya memang betul nggak ada perubahan RKA Dinas PU, ya kalo
sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan plafon anggaran yang
ditetapkan serta mengakomodir semua kepentingan, dan yang utama
anggaran program/ kegiatannya masuk akal dan tidak mengada-ada,
129 Wawancara dengan Khusairi, Op.Cit
98
ya nggak masalah RKA Dinas PU kita setujui untuk dilanjutkan ke
PPKD, untuk dientry dalam SIMDA (Sistem Informasi Keuangan Daerah).”130
Nuansa birokratisasi dalam tahapan ini terlihat pada penggunaan otoritas
dan kewenangan TAPD yang terdiri dari petinggi-petinggi Birokrasi, termasuk
Kepala Dinas Pekerjaan Umum yang menjabat sebagai anggota TAPD
(lihat tabel 19). Walaupun demikian Dinas Pekerjaan Umum juga harus tunduk
dan patuh pada keputusan TAPD atas diterima atau tidaknya program atau
kegiatan dalam RKA yang mereka tawarkan.
Setelah adanya otorisasi dari TAPD, RKA Dinas Pekerjaan Umum dengan
plafon anggaran sebesar Rp.89.004.046.020 disetujui dan kemudian disampaikan
kepada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) dalam hal ini adalah Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Kerinci, untuk
selanjutnya dientry dalam SIMDA, sehingga nantinya RKA Dinas Pekerjaan
Umum tersebut terintegrasi dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
disampaikan kepada DPRD bersamaan dengan Nota Keuangan RAPBD Tahun
2011.
Pada tahapan ini, kepentingan TAPD adalah bagaimana anggaran yang
disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum rasional, memiliki target kinerja yang jelas,
dapat dipertanggungjawabkan dan dapat mengakomodir semua kepentingan-
kepentingan yang ada di Kabupaten Kerinci serta disesuaikan dengan kemampuan
keuangan daerah.
130 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit.
99
B. Sketsa Politik dibalik pembahasan RKA Belanja Langsung Dinas
Pekerjaan Umum.
Jika pada tahun 2010 pembahasan RKA-SKPD dilakukan oleh Panitia
Anggaran DPRD (atau dengan nama sekarang Badan Anggaran DPRD), maka
untuk tahun 2011 dilakukan oleh komisi-komisi DPRD. Khusus untuk Dinas
Pekerjaan Umum, pembahasan RKA belanja langsung dilakukan bersama dengan
Komisi III DPRD yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang yang berasal dari
beragam partai politik dan daerah pemilihan (lihat tabel 15).
Sebelum dilaksanakan pembahasan anggaran Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci tahun 2011, Komisi III DPRD terlebih dahulu membahas
realisasi kegiatan fisik Dinas Pekerjaan Umum Tahun 2010 yang dinilai oleh
anggota dewan masih terdapat sisa anggaran yang belum disetorkan ke kas daerah
disamping itu realisasi kegiatan Tahun 2010 tersebut dijadikan sebagai benchmark
terhadap kegiatan Tahun 2011. Dari hasil wawancara dengan informan,
diungkapkan bahwa :
“Untuk membahas kegiatan Dinas PU Tahun 2011, Kita harus tahu dulu realisasi kegiatan Tahun 2010. Sebab, takutnya nanti ada
kegiatan yang tumpang tindih dan timbul masalah-masalah lainnya,
yang disalahkan Dewan juga. Nah, bagusnya bersama-sama kita
bahas dulu yang 2010”.131
Ada benarnya apa yang disampaikan oleh informan tersebut. Sebab, dari
plafon anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum Tahun 2010 sebesar
Rp.78.524.748.331, terealisasi sebesar Rp. 68.679.825.064 atau sekitar 87,46%
dan masih terdapat sisa dana sebesar Rp. 9.844.923.267,132
yang belum disetorkan
131 Wawancara dengan Heri Purwanto, Op. Cit 132 Ditelaah dari data LKD Kabupaten Kerinci Tahun 2010
100
ke kas daerah. Fenomena-fenomena inilah yang menghiasi proses pembahasan
anggaran Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum pada awalnya. Anggota
Komisi III menjadikan ajang pembahasan realisasi kegiatan tahun 2010 sebagai
bentuk pengawasan terhadap kinerja keuangan Dinas Pekerjaan Umum tahun
2010.
Berita acara rapat pembahasan anggaran Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci Tahun 2011 menjadi “batu pijakan” bagi peneliti untuk
mendalami dinamika dan Fenomena-fenomena yang terjadi dalam perumusan
kebijakan Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum dalam penyusunan APBD
Kabupaten Kerinci Tahun 2011. Dari data-data yang terdapat di dalamnya, terlihat
bahwa anggota Dewan dari Komisi III mengkritisi RKA belanja langsung yang
disusun ulang oleh Dinas Pekerjaan Umum sehingga terjadinya perbedaan total
anggaran dengan rancangan semula artinya muncul perbedaan antara RKA belanja
langsung yang akan dibahas dengan RKA belanja langsung yang telah diserahkan
sebelumnya kepada DPRD dalam bentuk rancangan peraturan daerah tentang
APBD, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 27. Perbedaan total Anggaran antara PPAS dan RAPBD dengan
RKA yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci
No. Program
Total Anggaran
dalam PPAS dan
RAPBD (Rp.)
Total Anggaran
dalam RKA yang
diusulkan Dinas PU
(Rp.)
Selisih (Rp.)
1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 887.027.950 887.027.950 -
2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur 3.118.555.900 3.051.291.900 (67.264.000)
3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000 42.500.000 -
4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya
Aparatur 157.210.000 157.210.000 -
5 Program peningkatan pengembangan sistem
pelaporan capaian kinerja dan keuangan 25.740.000 25.740.000 -
6 Program pembangunan jalan dan jembatan 38.257.717.610 38.616.673.110 358.955.500
7 Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan
jembatan 13.609.822.110 14.021.122.110 411.300.000
101
No. Program
Total Anggaran
dalam PPAS dan
RAPBD (Rp.)
Total Anggaran dalam RKA yang
diusulkan Dinas PU
(Rp.)
Selisih (Rp.)
8 Program peningkatan sarana dan prasarana
kebinamargaan 5.645.871.040 5.645.871.040 -
9
Program Pengembangan dan Pengelolaan
Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan
lainnya
3.909.185.800 3.974.185.800 65.000.000
10 Program Pengembangan, Pengelolaan, dan
Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Daya
Air Lainnya
3.600.304.800 3.584.304.800 (16.000.000)
11 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan
Air Minum dan Air Limbah 2.481.509.000 2.684.118.000 202.609.000
12 Program Pengembangan Wilayah Strategis
dan Cepat Tumbuh 3.623.175.810 3.623.175.810 -
13 Program pembangunan infrastruktur
perdesaan 5.708.472.000 4.910.216.500 (798.255.500)
14 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000 70.850.000 -
15 Program Pengembangan Perumahan 215.925.000 215.925.000 -
16 Program Lingkungan sehat Perumahan 888.603.000 886.603.000 (2.000.000)
17 Program Perencanaan Tata Ruang 701.909.000 701.909.000 -
18 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana
Pekerjaan Umum 1.510.719.000 1.510.719.000 -
19 Program Pembangunan Sarana Prasarana
Pendukung Pemerintahan 4.548.948.000 4.481.948.000 (67.000.000)
TOTAL 89.004.046.020 89.091.391.020 87.345.000
Sumber : Diolah dari Dokumen PPAS, RAPBD dan Berita Acara Pembahasan
RAPBD Tahun 2011
Perbedaan diatas menunjukan bahwa meskipun RKA belanja langsung
Dinas Pekerjaan Umum telah ditelaah dan disetujui oleh TAPD, kemudian
disampaikan kepada PPKD untuk dijadikan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dan usulan inilah yang seharusnya dibahas antara eksekutif dengan
legislatif. Namun pada saat pembahasan anggaran bersama-sama antara eksekutif
dengan legislatif tersebut, Dinas Pekerjaan Umum telah melakukan serangkaian
perubahan-perubahan RKA belanja langsung di beberapa program secara sepihak
tanpa melewati PPKD dan TAPD, sehingga yang dibahas bukanlah RKA belanja
langsung yang merupakan komponen Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
dari PPKD tetapi RKA dari hasil perubahan dari Dinas Pekerjaan Umum itu
sendiri.
102
Terjadinya perubahan-perubahan sebelum RKA Belanja Langsung Dinas
Pekerjaan Umum dibahas, mengindikasikan masih lemahnya komitmen yang ada
di Dinas Pekerjaan Umum terhadap kesepakatan-kesepakatan awal yang tertuang
dalam Nota Kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang KUA dan PPAS
serta mengindahkan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Beberapa
anggota TAPD yang mengikuti pembahasan anggaran belanja langsung Dinas
Pekerjaan Umum di komisi III DPRD tidak mengetahui dengan jelas perubahan-
perubahan tersebut.
“Saya juga heran, kok beda antara ranperda RAPBD dengan RKA
yang mau dibahas. Saat itu kita disodorkan RKA yang telah diubah
sendiri oleh Dinas PU, tapi sudah terlanjur dibahas, nggak apa-apa
lah. Lagi pula plafon yang dilampaui tidak terlalu besar.”133
Informan lainnya mengungkapkan :
“Memang ada dibicarakan penyesuaian-penyesuaian RKA Dinas PU
di beberapa kegiatan dan bukannya penambahan anggaran. Mereka
(Dinas PU) mengajukan perubahan-perubahan, sementara Ranperda
APBD telah disampaikan kepada DPRD, jadi ya berbeda yang
dibahas.”134
Ketika hal ini ditanyakan langsung dengan Dinas Pekerjaan Umum, dan
Komisi III DPRD tanggapan mereka bahwa :
“Alah Dok, awak ini macam idak tahu bae, ado hal-hal penting yang
harus disesuaikan, seperti standar biaya, sudah itu kalu ado dana-
dana dari pusat untuk PU dan masuk ke APBD. Nah, ado jugo
pesanan-pesanan dari 01 (kosong satu-Bupati) dan dari Dewan yang
harus kito tanggapi, kalu idak gawatlah.Tapi hal ineh sudah kito
diskusikan dengan TAPD dan Komisi III”135
(“Aduh Dok, kamu ini seperti nggak tahu saja, ada hal-hal penting
yang harus disesuaikan, seperti standar biaya, kemudian kalau ada
dana-dana dari pusat untuk Dinas PU masuk kedalam APBD dan ada
133 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit 134 Wawancara dengan Erwan,SE, M.Si, Op, Cit 135 Wawancara dengan Khusairi, Op.Cit
103
juga pesanan-pesanan dari Bupati yang harus kita tanggapi, kalau
tidak gawatlah. Tapi hal ini sudah kita diskusikan dengan TAPD dan Komisi III.”)
Informan yang lain menambahkan :
“Memang ada dibicarakan dengan Komisi III, tapi saya nggak begitu ingat kapan waktunya. Dinas PU bilang ada dana dari pusat masuk
ke APBD, jadi ada perubahan-perubahan anggaran di RKA Belanja
Langsung.”136
Pernyataan yang disampaikan oleh informan dari Dinas Pekerjaan Umum
diatas bahwa terdapat dana dari Pemerintah Pusat yang diterima oleh daerah dan
dimasukkan kedalam APBD sehingga dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam
RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum tersebut sangat sulit diterima.
Sebab, dari struktur APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011 total Pendapatan dari
pos Dana Perimbangan Daerah (DAK, DAU, Bagi hasil pajak/ Bagi Hasil bukan
Pajak) sebesar Rp.463.824.098.147,137
dan pada pos Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah sebesar Rp.49.366.154.890 telah jelas peruntukan dan kegunaannya
serta diperkuat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila
terdapat penambahan, maka struktur APBD ini akan mengalami perubahan, tetapi
kenyataannya tidak dan malahan yang bertambah adalah pos Belanja Langsung,
yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya jumlah defisit. Namun,
eksekutif cukup cerdik dalam menanggapi kontradiksi yang muncul akibat
tingginya angka defisit ini. Mereka lebih leluasa berlindung dibalik regulasi
keuangan daerah yang mengizinkan besaran maksimal defisit sebesar 3,0 persen
dari PDRB.138,139,140
Untuk penyusunan APBD Tahun 2011, besaran maksimal
136 Wawancara dengan Heri Purwanto, Ketua Komisi IIII DPRD Kabupaten Kerinci 137 Hasil telaah Data sekunder Ranperda APBD dan Perda APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011. 138 Lihat Penjelasan pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara
104
defisit APBD yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah sebesar 4,5 persen dari
perkiraan pendapatan daerah Tahun Anggaran 2011.141
Alhasil, ketika dilakukan
perhitungan didasarkan pada regulasi tersebut, maka besaran maksimal defisit
APBD tidak pernah memenuhi persentase-persentase tersebut dan malahan telah
jauh melewati persentase yang disyaratkan.142
Selanjutnya, pernyataan bahwa terjadinya perubahan-perubahan dengan
alasan ada kepentingan-kepentingan dari elit Pemerintah dan politik yang harus
diakomodir maka hal tersebut sangat logis. Sebab, terjadinya penambahan
anggaran pada Program pembangunan jalan dan jembatan serta pada Program
rehabilitasi/ pemeliharaan jalan dan jembatan, dengan masing-masing sebesar
Rp.358.955.500 dan Rp.411.300.000 dengan mengurangi anggaran terhadap
program pembangunan infrastruktur perdesaan sebesar Rp.798.255.500 (lihat dari
tabel 25).
Fenomena ini menunjukkan bahwa dengan kondisi dan situasi yang
bagaimanapun eksekutif tidak akan pernah bekerja dalam ruang hampa politik dan
bukan aktor netral,143
disamping itu, legislatif semakin dianggap sebagai badan
yang menyetujui suatu keputusan yang telah diambil hanya sebagai formalitas
belaka dan bahkan berjuang untuk membuat eksekutif menjadi pihak yang
bertanggung jawab. Hal ini senada dengan pernyataan Irene S Rubin bahwa
legislatif hanya menjadi “stempel” anggaran eksekutif yang menyetujuinya tanpa
139 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian jumlah kumulatif defisit Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah 140 Jika PDRB Kabupaten Kerinci Tahun 2010 berdasarkan harga berlaku Rp.3,070 Triliun x 3% , maka batas maksimal
defisit yang disyaratkan = Rp.92,100 Milyar. 141 Lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/ PMK.07/2010 tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal kumulatif Pinjaman Daerah Tahun 2011. 142 Jika Total Pendapatan Daerah Tahun 2011 diproyeksikan sebesar Rp.520 Milyar, maka batas maksimal defisit yang
disyaratkan = Rp.24,3 Milyar. 143 Mohtar Mas’oed, Politik, Birokrasi dan pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003 Hal. 67
105
pemeriksaan atau perbaikan secara rinci.144
Akibat yang muncul kemudian
eksekutif semakin mendominasi anggaran dan mengutak-atik kesepakatan yang
telah dibuat sebelumnya.
Disamping itu juga kondisi ini juga menunjukan bahwa birokrasi memiliki
peran ganda, disamping sebagai pelayan Kepala Daerah dengan skema patron-
klien, tetapi secara kelembagaan mempunyai otonomi sendiri yang tidak serta
merta menjabarkan visi Kepala Daerah, sebab birokrasi berpolitik memaksimal-
kan anggaran yang tidak luput dari kontrol Kepala Daerah.
1. Koreksi minimalis Dewan dalam pembahasan Program Non Fisik
Pada pembahasan RKA belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum Tahun
2011, Komisi III DPRD akhirnya sepakat untuk membahas RKA-SKPD yang
telah disempurnakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan total plafon anggaran
sebesar Rp.89.091.391.020,145
dengan asumsi bahwa anggaran dari beberapa
program dan kegiatan didalamnya dapat mengakomodir kepentingan
masyarakat.146
Awalnya, dilakukan pembahasan program non fisik dan tidak ada
perubahan serta kontestasi yang terjadi di dalamnya, artinya Dewan setuju dengan
usulan Dinas Pekerjaan Umum tersebut, kecuali pada Program Peningkatan
Kapasitas Sumber Daya Aparatur dan Program pengembangan data/ Informasi
yang dinilai oleh Subur Budiman, ST (anggota Komisi III dari Dapil I) tidak logis,
karena substantifnya lebih banyak honorarium dan biaya perjalanan dinas ke luar
daerah, akibatnya anggaran kedua program tersebut dikurangi.
144 Irene S Rubin, Op. Cit, Hal. 88 145 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op. Cit 146 Wawancara dengan Heri Purwanto, Op. Cit
106
Tabel 28. Program Non Fisik dalam RKA Belanja Langsung
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
No. Program
Total Anggaran
dalam RKA yang
diusulkan (Rp.)
Hasil
Pembahasan selisih
1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
887.027.950 887.027.950 -
3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000 42.500.000 -
4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber
Daya Aparatur 157.210.000 107.210.000 50.000.000
5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan
25.740.000 25.740.000 -
6 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000 60.850.000 10.000.000
TOTAL 1.183.327.950 1.123.327.950 60.000.000
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, 2011
Pengurangan anggaran pada kedua program tersebut diakui oleh TAPD sebagai
upaya rasionalisasi anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum oleh
Komisi III. Disamping itu mengurangi alokasi anggaran non fisik untuk
selanjutnya dimasukkan kedalam anggaran program yang bersifat fisik.147
Minimnya koreksi yang dilakukan oleh anggota Komisi III pada
pembahasan RKA belanja langsung terutama program non fisik ini dapat
dimaklumi, sebab pada program non fisik tersebut belum menyentuh sama sekali
kepentingan Anggota Dewan, terutama Komisi III, dan pada umumnya program
non fisik merupakan kegiatan penunjang administrasi perkantoran pada Dinas
Pekerjaan Umum.
2. Pembahasan Program-program Fisik dan kontestasi yang mengiringinya.
Pada tahapan pembahasan kegiatan fisik, tensi pembahasan sudah mulai
meningkat. Terdapat beberapa program fisik dalam RKA Belanja Langsung Dinas
Pekerjaan Umum yang diindikasikan terjadinya kontestasi antara eksekutif
147 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op. Cit
107
(TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dengan legislatif (Komisi III DPRD). di
dalam pembahasannya. Diantara program-program tersebut, antara lain :
a. Pembahasan Program pembangunan jalan dan jembatan
Diawali dengan pembahasan program pembangunan jalan dan jembatan
yang memiliki tiga kegiatan dengan total anggaran yang diajukan sebesar
Rp.38.616.673.110.148
Jika semula pada pembahasan PPAS disepakati lokasi
kegiatan pembangunan jalan berada di Simpang Tanjung Tanah-Mukai Tinggi,
Danau Tinggi-Sungai Dalam, Semurup-Siulak Kecil, Pelompek-Pauh Tinggi,
Siulak DeraslBatu Hampar, Belui-Kemantan dan Simp. Goreng-Simp.Tutup.
Namun yang dibahas dalam RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum
justru berlokasi di Simpang Tanjung Tanah-Lubuk Nagodang dan Danau Tinggi-
Sungai Dalam,149
sementara beberapa lokasi yang lainnya ditunda dahulu
pembahasannya menunggu rapat gabungan.150
Salah seorang informan dari TAPD
menceritakan bahwa :
“Melihat sikap Dinas Pekerjaan Umum yang sulit dipahami tersebut
tentu saja mengundang pertanyaan anggota Komisi III, terutama Pak
Subur dan Pak Tritama yang terkenal lebih vokal dibanding anggota
yang lain. Seingat saya waktu itu pak Subur menanyakan kepada Dinas
PU: lho kok berubah lagi lokasinya, gimana ceritanya Pak Sekretaris?,
lalu Sekretaris PU bilang sudah dibicarakan dengan anggota Komisi
III setelah pembahasan PPAS dulu. Komisi III yang mana? Tanya Pak
Subur lagi, dengan beberapa orang anggota Komisi III dari Dapil IV,
kata sekretaris PU, situasinya kemudian makin memanas. Waktu itu
Pak Tritama menyambung lagi, kok kami dari dapil I nggak tahu?
Gimana ceritanya ini? Ini tidak adil. Pimpinan kami minta rapat ini
148 Program ini yang sebelumnya pada pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum telah mengundang kontestasi antara aktor-aktor eksekutif (TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dengan legislatif (Banggar DPRD). Namun, dari hasil konsensus
yang dihasilkan kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan detail lokasi kegiatan pembangunan jalan pada pembahasan
RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum 149 Wawancara dengan Ir. Syaiful Us., Op. Cit 150 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng., Op. Cit
108
diskor. Pimpinan sidang (Sartoni) men-skor rapat pembahasan selama
1 jam”151
Salah satu anggota Komisi III mengungkapkan bahwa :
“Semula Kami ragu dengan eksekutif ini, kok berubah-ubah terus RKA
pembangunan jalan-nya, pada pembahasan PPAS beda, lalu yang
diusulkan untuk dibahas dalam RAPBD beda lagi. Nah, saat
pembahasan RAPBD beda lagi. Gimana mereka (Dinas PU) itu.”152
Pihak Dinas Pekerjaan Umum menjelaskan bahwa :
“Lokasi jalan yang akan dibangun tersebut akan melalui beberapa lokasi yang telah dibahas sebelumnya saat pembahasan PPAS,
kemudian jalan tersebut akan menghubungkan beberapa desa dan
Kecamatan menuju lokasi calon Ibukota Kabupaten Kerinci yang
berada di Kecamatan Siulak, tapi kami sudah melakukan hearing
dengan Dewan sebelumnya, tapi mereka memungkirinya, aneh..”.153
Dari dialog diatas, ada fenomena menarik yang terlihat di dalamnya,
seperti: Dinas Pekerjaan Umum telah melakukan hearing dengan anggota komisi
III terkait dengan perubahan lokasi pembangunan jalan dan jembatan, akan tetapi
anggota komisi III menyanggahnya, seolah-olah mereka tidak mengetahuinya.
Ada beberapa hal yang terlihat janggal dalam hal ini, Pertama : Tidaklah mungkin
ada anggota komisi III yang tidak dilibatkan dalam hearing dengan Dinas
Pekerjaan Umum menyangkut perubahan lokasi kegiatan pembangunan jalan,
seandainya ada diantara mereka yang tidak mengikutinya, masih ada anggota-
anggota komisi III dari dapil yang sama mengikutinya. Seandainya dari dapil yang
sama tidak ada juga yang ikut serta, masih ada diikuti oleh anggota dari fraksi
yang sama, ini artinya mereka satu rangkaian yang disatukan oleh alat-alat
kelengkapan Dewan yang tidak terpisah antara satu dengan lainnya. Kedua, ada
151 Wawancara dengan Ir. Syaiful Us., Op. Cit 152 Wawancara dengan Subur Budiman, ST, Op. Cit 153 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng., Op. Cit
109
semacam drama yang dimainkan oleh anggota dewan, seolah-olah mereka
menunjukkan kepada para peserta rapat pembahasan, bahwa mereka berjuang
mati-matian membela daerah pemilihannya melalui kontestasi yang dilakukan
dengan eksekutif. Kenyataannya, ada pertemuan-pertemuan-pertemuan di
belakang layar (non formal) antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Komisi III dan
telah terjadi deal-deal sebelum pembahasan RKA belanja langsung Dinas
Pekerjaan Umum dimulai.154
Menurut salah seorang informan, deal-nya ya..mereka (anggota Komisi
III) minta paket (proyek) dan fee proyek, kalo nggak, anggaran kegiatan PU tidak
disahkan.155
Kemudian informan lainnya, mengungkapkan bahwa :
“Memang terjadi pembicaraan antara Komisi III dengan TAPD dan
PU, tapi itu tidak lebih merupakan kesepakatan yang ujung-ujungnya
mengarah pada deal politik. Pasti nanti akan ada konsekuensinya,
mereka akan minta inilah, itulah, yang harus dipenuhi oleh eksekutif,
kalo nggak, mereka nggak mau mengesahkan anggaran PU.”156
Apa yang diungkapkan oleh informan diatas ada benarnya. Sebab setelah
pembicaraan dilakukan, pembahasan RKA Dinas Pekerjaan Umum dilanjutkan.
Terjadi perubahan pagu anggaran dari kegiatan pembangunan jalan, yang semula
untuk lokasi Simpang Tanjung Tanah-Mukai Tinggi dengan pagu anggaran
Rp.12.000.000.000, disetujui lokasinya diubah menjadi Simpang Tanjung Tanah-
Lubuk Nagodang dengan pagu anggaran yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan
Umum sebesar Rp. 19.000.000.000. Namun dalam pembahasannya, Anggota
Komisi III yang mayoritas berprofesi sebagai kontraktor menilai bahwa angka
tersebut terlalu besar untuk satu lokasi, dan takutnya lokasi lain nggak
154 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit 155 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op. Cit 156 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit
110
kebagian.157
Akhirnya dalam RKA Pembangunan Jalan dengan lokasi Simpang
Tanjung Tanah-Lubuk Nagodang pagu anggarannya dirasionalisasikan menjadi
Rp.15.000.000.000,158
dan sisanya sebesar Rp.4.000.000.000 dijadikan saving.159
Pembahasan RKA Kegiatan Jalan inipun berlanjut untuk lokasi
pembangunan di Danau Tinggi-Sungai Dalam yang juga mengalami rasionalisasi,
semula anggaran yang diusulkan sebesar Rp.8.077.500.000 setelah pembahasan
menjadi Rp.4.577.500.000,- dan sisanya sebesar Rp.3.500.000.000, kembali
dijadikan sebagai saving. Tidak tercatat dalam berita acara pembahasan anggaran
Dinas Pekerjaan Umum penambahan beberapa lokasi pembangunan jalan. Namun
dari hasil wawancara dengan informan bahwa :
“Ada diantara lokasi tersebut pernah dibahas pada waktu
pembahasan PPAS. Lokasi yang pernah dibahas seperti
pembangunan jalan Belui-Kemantan, Simpang Pasar Semurup-
Simpang Pugu, keduanya berada di daerah pemilihan III. Sementara lokasi baru yang merupakan usulan dari Dinas Pekerjaan Umum
yang tidak dibahas sebelumnya pada pembahasan PPAS tetapi
muncul pada pembahasan RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan
Umum, seperti lokasi jalan Poros Tengah Lindung Jaya-Batang
Sangir, Poros Tengah Koto Priang-Sungai Tanduk, berada pada
daerah Pemilihan IV.“160
Munculnya lokasi-lokasi pembangunan jalan ini diungkapkan oleh salah
seorang anggota Komisi III dan juga sebagai Anggota Banggar DPRD, bahwa :
“Dulu, saat pembahasan PPAS pernah dibahas lokasi-lokasi jalan
tersebut, cuma saja total belanja modalnya kalau tidak salah dipatok
sebanyak Rp. 29 Milyar lebih, dan untuk lokasinya dibahas lebih rinci kemudian pada pembahasan APBD.”161
157 Ibid 158 Berita Acara Rapat Pembahasan Anggaran Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun 2011. 159 “Saving”kata yang lazim digunakan oleh anggota DPRD Kabupaten Kerinci untuk sisa pagu anggaran hasil
rasionalisasi. Sisa ini untuk sementara disimpan dan penggunaannya akan dibahas pada rapat gabungan setelah semua
Komisi DPRD selesai melakukan pembahasan RAPBD. 160Wawancara dengan Ir. Syaiful US, Op, Cit 161 Wawancara dengan Sartoni, S.Pd, Op, Cit
111
Sementara itu dari kalangan eksekutif, dalam hal ini Dinas Pekerjaan
Umum mengungkapkan bahwa :
“Pada awalnya lokasi kegiatan merupakan hasil perencanaan kita,
namun saat pembahasan, semuanya jadi berubah kecuali yang
bersumber dari dana DAK, itu tidak yang boleh diubah. Anggota
Dewan telah memberikan batasan sebesar Rp.29 Milyar lebih bagi
belanja Modal pembangunan jalan, sementara lokasinya akan
dibahas secara mendetil dalam RAPBD.”162
Fenomena-fenomena diatas ini menunjukkan bahwa Anggota Dewan
terutama Banggar DPRD telah membuat alur-alur yang mudah bagi perjalanan
sebuah kegiatan pembangunan jalan dengan lokasinya yang fleksibel pada
pembahasan PPAS, sehingga ketika pembahasan RAPBD di Komisi III yang
sebagian besar anggotanya adalah anggota Banggar, lokasi pembangunan jalan
masih tetap berada pada daerah pemilihannya. Artinya dalam pembahasan
RAPBD peran yang mereka lakoni juga sama yaitu melanjutkan alur-alur yang
telah mereka (Anggota Dewan) buat tersebut.
Disamping itu, munculnya lokasi pembangunan jalan pada program
pembangunan Jalan dan Jembatan yang sebagian besar berada di Daerah
Pemilihan IV tidak terlepas dari andil Kepala Daerah melalui Dinas Pekerjaan
Umum. Walau bagaimanapun di Daerah Pemilihan ini Kepala Daerah
mengantongi jumlah suara yang tidak sedikit untuk menghantarkannya ke kursi
Pemerintahan di Kabupaten Kerinci.163
Disamping itu di legislatif, Daerah
Pemilihan IV mendapat dukungan 12 kursi atau 40 persen dari total 30 kursi yang
ada.
162 Wawancara dengan Khusairi, Op, Cit 163 Hasil Pilkada 2009 dari Daerah Pemilihan IV menyumbang 50.709 atau 50,40% suara dari total sebanyak 96.768 suara
yang diperoleh oleh pasangan Bupati terpilih, H. Murasman- H. Mohd. Rahman untuk memenangkan Pilkada Langsung. Total suara yang diperoleh tersebut merefleksikan sekitar 54,57% suara dari total suara (177.327 suara) yang diperoleh oleh
seluruh pasangan calon Bupati yang bersaing.
112
Adanya dukungan dua arah Kepala Daerah di sisi eksekutif dan legislatif
di sisi yang lainnya, maka dapat dipastikan bagaimana bentuk/pola kontestasi
yang terjadi dalam pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif. Bukan
hanya kontestasi yang terlihat, akan tetapi lebih mengarah kepada kompromi
politik. Sehingga dapat dibayangkan konsensus yang dihasilkan kemudian tak
lebih sebagai sebuah pekerjaan yang dianalogikan dengan “bisik-bisik”. Sebab
semua konsensus yang muncul setelah adanya deadlock berakhir di meja dialog
khusus antara pimpinan SKPD, pimpinan TAPD dan seluruh anggota alat
kelengkapan dewan serta bukan diselesaikan secara transparan saat pembahasan
anggaran sedang berlangsung di kedua belah pihak (eksekutif dan legislatif).
Ada beberapa perubahan yang terjadi terkait dengan lokasi pembangunan
jalan (lihat tabel 29) di bawah ini, diantaranya penghapusan beberapa lokasi
pembangunan jalan dan menggantinya dengan lokasi yang baru. Anehnya,
menurut salah seorang informan yang ikut dalam pembahasan di Komisi III
DPRD bahwa tidak terjadi kontestasi dengan kehadiran lokasi-lokasi baru
tersebut.164
Artinya kedua belah pihak menyepakati munculnya lokasi-lokasi baru
yang sebelumnya tidak ada.
Hal ini kian menguatkan bahwa telah terjadi deal-deal antara pihak-pihak
yang membahas anggaran Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum sebelum
anggaran dibahas. Hasil wawancara dengan Informan mengatakan bahwa :
“Memang ada pertemuan-pertemuan awal dengan anggota Dewan, kalau
PU dengan Komisi III dan itupun dilakukan sebelum pembahasan dengan
tim yang lengkap, kebetulan saat itu yang menghadirinya saya sendiri dan
Sekretaris. Tapi yang jelas, intinya pertemuan tersebut ya deal tadi.
164 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit
113
Mereka (Anggota Komisi III) akan mengesahkan RKA PU, tapi mereka
mintanya banyak, bukan hanya paket proyek, tapi persennya juga (fee).”165
Disini terlihat juga bahwa selain berorientasi kepada daerah pemilihan
agar ia dapat terpilih kembali, anggota Dewan juga berkeinginan mengumpulkan
sebanyaknya rente baik untuk kepentingan pribadi dan atau bisa juga untuk
kelompoknya/ partai. Dari hasil wawancara dengan kontraktor, diungkapkan
bahwa aktifitas anggota Dewan dalam mencari rente telah lama terjadi. Pada
umumnya rente didapatkan dari fee proyek-proyek fisik yang terdapat pada
Instansi Pemerintah, salah satunya pada Dinas Pekerjaan Umum. Menurut
pengakuan kontraktor tersebut bahwa :
“Misalnya pada proyek pembangunan jalan, setelah memenangkan
tender ataupun penunjukan langsung, sekitar 10 persen dari nilai
proyek harus diserahkan kepada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)
Dinas PU untuk didistribusikan kepada anggota Dewan, Bupati,
Kejaksaan, Kapolres dan unsur Muspida lainnya. Lalu sekitar 1,5
persen untuk panitia (Dinas PU) dan 5 persen buat biaya administrasi dari mulai pengurusan dokumen tender sampai dengan pencairan
terminnya, yah kalo ditotalkan sekitar 20 persen lah”.166
Informan lainnya menambahkan juga bahwa :
“Jumlah total fee-nya bervariasi Dok, mulai dari 20 sampai dengan
30 persen, besar memang..Kalo tidak pake lobby, ya sekitar 20
persen..,kalo dengan lobby, sesuai per janjian dengan yang akan
dilobby itu,.. tapi pengalaman saya, biasanya dia (orang yang akan
dilobby) minta jatah 10 persen dari nilai proyek….(Peneliti menanyakan siapa saja yang dilobby?)….Yang paling banyak dilobby anggota Dewan, 01 (Bupati) atau 02 (wabup), Kabid-kabid di PU dan
ada juga memakai jasa dari orang kejaksaan dan Polres”.167
Dijelaskan pula oleh salah satu pegawai yang bertugas dalam
mengumpulkan rente, bahwa :
165 Wawancara dengan Khusairi,Op, Cit 166 Wawancara dengan Suhardiman (Kontraktor), Pemilik CV. Indah Buana, Tanggal 14 Agustus 2011. 167 Wawancara dengan Edi Gunawan (Kontraktor), Pemilik CV. Mutiara Kerinci, Tanggal 14 Agustus 2011.
114
“Ya, sekitar 10 persen buat petinggi…(Peneliti menanyakan siapa
petinggi?..ya 01, 02, Dewan, Kejaksaan, ya unsur Muspida lah
namanya.(Peneliti bertanya lagi, jatah Dewan berapa dong?)..sekitar
20 persen dari 10 persen tadi. (Peneliti..Dewannya komisi III atau
Banggar?)…..Komisi III ”168
Realita yang diungkapkan oleh informan diatas, jika diaktualisasikan
kedalam lokasi kegiatan pada rancangan RKA Dinas Pekerjaan Umum yang
sedang dibahas, maka perkiraan rente yang diperoleh oleh Anggota Dewan terlihat
seperti tabel di bawah ini :
Tabel 29. Perkiraan perolehan Rente Anggota Komisi III dari rancangan
kegiatan Pembangunan jalan dalam RKA Belanja Langsung
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
Lokasi Pembangunan Jalan Pagu (Rp)
Rente 10% (Bupati,
DPRD,Kejaksaan, Kapolres) Rp.
Total Rente untuk
Anggota Komisi III (Rp.)
Rente untuk
Perorang anggota Komisi III (Rp.)
A b c (10% x b) d (20% x c) e (d / 10)
Simpang Tanjung Tanah-
Lubuk Nagodang (Dapil II-Dapil IV)
19.000.000.000 1.900.000.000 380.000.000 38.000.000
Danau Tinggi-Sungai
Dalam (Dapil IV) 8.077.500.000 807.750.000 161.550.000 16.155.000
Belui-Kemantan (Dapil III) 1.500.000.000 150.000.000 30.000.000 3.000.000
Total 2.857.750.000 571.550.000 57.155.000
Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Kontraktor dan Mr. X
Dari hasil perhitungan diatas, meskipun berupa suatu perkiraan,
memperlihatkan bagaimana instansi Pemerintah seperti Dinas Pekerjaan Umum
menjadi lokasi perburuan rente oleh berbagai pihak termasuk lembaga legislatif
dalam hal ini Komisi III DPRD. Dalam tulisannya Kuskridho Ambardi
mengungkapkan bahwa jenis kekuasaan politik parlemenlah yang memungkinkan
parlemen menjalankan perburuan rente, ini mencakup kekuasaan legislasi,
anggaran, pengawasan dan kekuasaan untuk menggertak.169
. Perburuan rente
menjadi sarana yang menggiurkan bagi anggota Dewan dalam mengembalikan
168 Wawancara dengan Mr. X., Tanggal 14 Agustus 2011. 169
Kuskridho Ambardi, Mengungkap politik Kartel : Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia era reformasi,
Gramedia, Jakarta, 2009, Hal. 33
115
rupiah demi rupiah yang telah dikeluarkan selama proses pencalonan menjadi
anggota Dewan. Pada akhirnya yang menerima dampaknya adalah masyarakat
dengan kualitas pembangunan infrastruktur jalan nantinya tidak akan pernah baik.
Disamping itu, jika dilakukan perhitungan menyeluruh terhadap pagu
anggaran setelah dikurangi dengan rente yang harus dikeluarkan, maka dapat
dipastikan proporsi anggaran untuk pelaksanaan suatu proyek akan semakin
sedikit, seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 30. Perkiraan Proporsi anggaran untuk pelaksanaan Kegiatan
Pembangunan Jalan setelah dikeluarkan seluruh rente
Lokasi
Pembangunan
Jalan
Pagu (Rp)
Rente 10%
(Bupati,
DPRD,
Kejaksaan,
Kapolres)
Total Rente
untuk
Anggota
Komisi III
Rente 1,5%
(Panitia
pengadaan
B/J serta
Panitia
Pelaksana
Kegiatan
Biaya
administrasi
pengurusan
dokumen
dan tender
Tambahan
Rente 10%
jika memakai
tenaga calo
(broker)
Sisa Pagu (Rp)
A b c (10% x b) d (20% x c) e (1,5% x b) f (5% x b) g (10% x b) i (b-c-d-e-f-g)
Simpang Tanjung
Tanah-Lubuk
Nagodang (Dapil
II-Dapil IV)
19.000.000.000 1.900.000.000 380.000.000 285.000.000 950.000.000 1.900.000.000 13.585.000.000
Danau Tinggi-
Sungai Dalam
(Dapil IV)
8.077.500.000 807.750.000 161.550.000 121.162.500 16.155.000 807.750.000 6.163.132.500
Belui-Kemantan
(Dapil III) 1.500.000.000 150.000.000 30.000.000 22.500.000 3.000.000 150.000.000 1.144.500.000
Total 28.577.500.000 2.857.750.000 571.550.000 428.662.500 969.155.000 2.857.750.000 20.892.632.500
Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Kontraktor dan Mr. X
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa anggaran pembangunan jalan
sepenuhnya tidak memihak kepada publik akan tetapi lebih banyak dijadikan
sebagai arena perburuan rente. Total sisa pagu yang dikurangi dengan rente harus
dikeluarkan juga untuk pembayaran beberapa jenis pajak, seperti PPh pasal 22 dan
PPN dengan total anggaran sebesar 12,5 persen dikalikan dengan nilai proyek, dan
kemudian ditambahkan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan.
Sehingga ketika kegiatan pembangunan jalan dilaksanakan dengan pagu anggaran
yang kecil tetapi volume pekerjaan harus sesuai dengan perencanaan teknis, maka
116
dapat dipastikan kualitas dari hasil pekerjaan tersebut sangat rendah. Fenomena
rendahnya kualitas jalan seperti terlihat pada tabel 4, dimana pembangunan jalan
dilaksanakan setiap tahunnya, akan tetapi tingkat kerusakan jalanpun semakin
tinggi.
Dari berbagai dinamika yang terjadi, hasil akhirnya untuk pembahasan
RKA kegiatan pembangunan Jalan mengalami perubahan dengan penambahan
beberapa lokasi pembangunan jalan seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 31. Pembahasan RKA Kegiatan Pembangunan Jalan
No.
SEMULA (Rancangan awal
APBD) di Banggar DPRD
DALAM PEMBAHASAN
RAPBD di Komisi III
DPRD
SETELAH PEMBAHASAN Lokasi
Kegiatan
Lokasi Pagu Lokasi Pagu Lokasi Pagu
1.
Simpang
Tanjung
Tanah-Mukai
Tinggi
12.000.000.000
Simpang
Tanjung
Tanah-Lubuk
Nagodang
19.000.000.000
Simpang
Tanjung Tanah-
Lubuk Nagodang
15.000.000.000 Dapil IV
2. Danau Tinggi-
Sungai Dalam 15.000.000.000
Danau
Tinggi-
Sungai
Dalam
8.077.500.000
Danau Tinggi-
Sungai Dalam
4.577.500.000 Dapil IV
3. Semurup-
Siulak Kecil 2.000.000.000
Semurup-
Siulak Kecil Dihapuskan
Simpang Pasar
Semurup-
Simpang Pugu
750.000.000 Dapil III
4. Pelompek-
Pauh Tinggi -
Pelompek-
Pauh Tinggi Dihapuskan
Poros Tengah
Lindung Jaya-
Batang Sangir
1.050.000.000 Dapil IV
5. Siulak Deras-
Batu Hampar
- Siulak Deras-
Batu Hampar Dihapuskan
Poros Tengah
Giri Mulyo-
Gunung Labu
500.000.000 Dapil IV
6. Belui-
Kemantan
- Belui-
Kemantan 1.500.000.000 Belui-Kemantan 1.500.000.000 Dapil III
7.
Simpang
Goreng-
Simpang
Tutup
- Simpang
Goreng-
Simpang
Tutup
Dihapuskan - - -
Sumber : Diolah dari Ranperda APBD, RKA SKPD dan Berita Acara
Pembahasan Anggaran Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci
Sebagaimana disebutkan pada pembahasan PPAS, bahwa program
Pembangunan Jalan dan jembatan memiliki 3 (tiga) kegiatan, diantaranya
Pembangunan Jalan, Pembangunan Jembatan serta kegiatan Koordinasi Bidang
Kebinamargaan. Untuk kegiatan Jalan sebagaimana telah diuraikan diatas, telah
117
dibahas oleh Komisi III DPRD dengan TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum.
Berbagai fenomena yang mengiringi terlihat dengan jelas, akan tetapi fenomena
yang lainnya akan muncul pada saat pembahasan di Rapat Gabungan yang
melibatkan seluruh Anggota DPRD (akan dibahas pada sub bab berikutnya).
Tidak terjadi perubahan dan perdebatan yang sangat berarti pada
pembahasan RKA kegiatan pembangunan jembatan. Meskipun pagu anggaran
yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum semula sebesar Rp.8.360.538.700,
pada saat pembahasan berkurang menjadi Rp.8.330.538.700. Pengurangan ini
sengaja diajukan oleh Dinas Pekerjaan Umum setelah dilakukan perhitungan
ulang terhadap anggaran yang akan digunakan bagi pembangunan jembatan yang
berlokasi di Koto Rendah. Anggota Komisi III menyetujui anggaran yang
diajukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan konsekwensi tidak menutup
kemungkinan akan bertambahnya lokasi pembangunan jembatan pada saat rapat
gabungan nantinya.
Pembahasan kegiatan fisik program jalan dan jembatan dengan kegiatan
pembangunan jalan dan kegiatan pembangunan jembatan di tingkat Komisi telah
selesai dilaksanakan dengan hasil seperti terlihat (pada tabel 31) diatas, tinggal
satu kegiatan dari program jalan yang belum dibahas yaitu kegiatan Koordinasi
Bidang Kebinamargaan. Kegiatan ini memiliki pagu anggaran semula pada saat
pembahasan PPAS sebesar Rp.94.724.000. Setelah dilakukan penyesuaian-
penyesuaian oleh Dinas Pekerjaan Umum, pagu anggaran tersebut membengkak
menjadi Rp.271.024.000. Walaupun mengalami peningkatan yang hampir 3 (tiga)
kali lipat, dengan berbagai argumentasi yang disampaikan oleh Dinas Pekerjaan
118
Umum bahwa kegiatan tersebut sangat penting dilakukan untuk menunjang
kegiatan pembangunan jalan,170
sehingga pagu anggaran ini kemudian dibahas
dan dapat disetujui oleh Komisi III tanpa begitu banyak koreksi yang dilakukan
anggota Komisi III. Pada hal, jika ditelusuri lebih mendalam, ternyata anggaran
tersebut sebagian besar digunakan oleh PNS di Dinas Pekerjaan Umum untuk
melakukan perjalanan dinas ke dalam dan luar daerah terkait dengan kegiatan
pembangunan jalan. Kenyataan ini membuktikan bahwa kekuatan argumentasi
dari Dinas Pekerjaan Umum menjadi penentu lolosnya usulan kegiatan ini.
Meskipun pembahasan program pembangunan jalan dan jembatan dengan
kegiatan pembangunan jalan, pembangunan jembatan dan koordinasi bidang
kebinamargaan telah selesai dibahas pada Komisi III, bukan berarti kegiatan ini
sudah selesai dibahas dan mencapai final-nya, sebab, tahap pembahasan RKA
Dinas Pekerjaan Umum di Komisi III hanya merepresentasikan aspirasi dari
anggota Komisi III, dan belum menjadi representasi anggota DPRD secara
keseluruhan. Berbagai keinginan dan aspirasi yang dibawa oleh legislator ini
berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Sehingga dapat dipastikan pada rapat
gabungan (dibahas pada sub bab berikutnya) akan terjadi berbagai perubahan
anggaran dan lokasi terhadap beberapa kegiatan.
b. Program pembangunan infrastruktur perdesaan
Disamping program pembangunan jalan dan jembatan diatas, masih ada
program dengan kegiatan lainnya yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk
170 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit
119
melihat bagaimana kontestasi terjadi antara eksekutif dan legislatif di tingkat
Komisi, diantaranya Program pembangunan infrastruktur perdesaan dengan pagu
anggaran semula dalam RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum sebesar
Rp. 4.910.216.500 dan setelah dilakukan pembahasan antara eksekutif dan Komisi
III DPRD, anggaran ini meningkat sebesar Rp.10.440.099.000 sehingga menjadi
Rp.15.120.571.000.
Peningkatan tersebut dipicu oleh penambahan pagu anggaran lokasi
pengadaan konstruksi jalan perdesaan pada kegiatan Pembangunan jalan dan
jembatan perdesaan, yang semula total pagu anggarannya hanya Rp.3.718.866.500
menjadi Rp. 13.169.310.500, Jika semula hanya terdiri dari 21 lokasi, maka
setelah pembahasan bertambah menjadi 52 lokasi pembangunan jalan perdesaan
yang terdistribusi pada beberapa desa di seluruh daerah pemilihan I, II, II dan IV.
Sebanyak 23 lokasi berada di daerah pemilihan IV, 13 lokasi masing-masing di
daerah pemilihan III dan I serta hanya 3 lokasi berada pada daerah pemilihan II.
Awalnya, pembahasan RKA Belanja Langsung Kegiatan Pembangunan
jalan dan jembatan perdesaan berjalan dengan normal.171
Kemudian salah seorang
anggota Komisi III yang berdomisili di daerah pemilihan I mengusulkan agar
jalan lingkungan di Desa Pasar Tamiai yang sudah lama rusak berat dibangun.172
Usulan tersebut mendapat respon dari Dinas Pekerjaan Umum dan dimasukkan
kedalam RKA tersebut tanpa ada sedikitpun sanggahan atau bantahan.173
Anggota
Komisi yang lainnya tidak tinggal diam, terutama Komisi IV dan III, merekapun
mencoba mengusulkan lokasi pembangunan jalan perdesaan di wilayahnya
171 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit 172 Wawancara dengan Khusairi,Op, Cit 173 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit
120
masing-masing.174
Sementara itu untuk daerah pemilihan II hanya mendapatkan 3
(tiga) lokasi pembangunan yang memang telah terlebih dahulu dirancang oleh
Dinas Pekerjaan Umum atas perintah langsung Wakil Bupati.175, 176
Melihat fenomena diatas, unsur keterwakilan anggota Dewan terhadap
wilayahnya dalam pembahasan anggaran masih menjadi penentu, apakah aspirasi
yang mereka usung dari masyarakatnya akan dapat ditampung atau tidak dalam
anggaran daerah. Tidak bisa dipungkiri bahwa ketidakhadiran wakil dari daerah
pemilihan II menjadi penyebab mengapa dalam beberapa kegiatan pembangunan
di wilayah ini kurang mendapatkan alokasi pembangunan. Disamping itu, pada
pembahasan kegiatan pembangunan jalan perdesaan ini, eksekutif, dalam hal ini
TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum menerima dengan “bulat-bulat” usulan dari
anggota Komisi III pada tanpa begitu banyak kontestasi yang mengiringinya. Ini
berarti, pada satu sisi eksekutif (Dinas Pekerjaan Umum) tidak memiliki basis
data yang kuat serta akurat dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran
daerah ketika suatu kegiatan diperdebatkan dalam pembahasan ini, mereka malah
kewalahan meladeni pertanyaan dan permintaan dari Komisi III. Sehingga ketika
berlangsung pembahasan anggaran, eksekutif selalu berada pada posisi yang
lemah dan kewalahan menghadapi legislatif yang mayoritas berprofesi sebagai
kontraktor tersebut. Salah satu informan mengungkapkan bahwa :
“Gimana kita mampu mempertahankan usulan kita sementara
argumentasi kita nggak kuat, ya terpaksa kita mengamin-aminkan
usulan mereka (anggota Dewan) daripada kegiatan kita nanti dicoret-
coret. Tapi kalau perencanaan kita kuat dan akurat, kita berani
174 Wawancara dengan Ir. Syaiful Us, Op. Cit 175 Wakil Bupati Kerinci berasal dari wilayah pemilihan II, Kecamatan Sitinjau Laut. 176 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit
121
membantah usulan mereka yang tidak sesuai dengan perencanaan
awal”.177
Kemudian pada sisi yang lainnya, eksekutif (Dinas Pekerjaan Umum)
memiliki kepentingan terhadap proyek yang diusulkan oleh Komisi III. Semakin
banyak lokasi proyek, semakin banyak pula alokasi anggaran untuk Dinas
Pekerjaan Umum, maka semakin banyak pula fee yang diterima dari rekanan
(kontraktor). Dari sisi inilah kita melihat, bukan hanya legislatif saja yang menjadi
“pemburu rente” (rent seeker), tetapi juga dilakukan oleh eksekutif. Disamping itu
pegawai-pegawai di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum juga mendapatkan
“trickledown effect ” dengan semakin banyak mendapatkan honorarium, biaya
perencanaan, biaya tanda-tangan ini dan itu dan lain sebagainya. Sehingga dengan
demikian kepentingan Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini selain melaksanakan
segala instruksi yang diberikan oleh Kepala Daerah, juga sebagai cara Dinas
Pekerjaan Umum agar dapat menjalankan kegiatan-kegiatannya dan menghidupi
para pegawainya.
Adanya perburuan rente pada Dinas Pekerjaan Umum terjadi karena
adanya mekanisme dan institusi birokrasi (seperti Dinas Pekerjaan Umum) dapat
menciptakan peluang bagi adanya pertukaran antara penggunaan kewenangan
birokrasi dan uang.178
Dengan menggunakan hasil wawancara terhadap informan
kontraktor dan Mr. X (lihat pada hal 104), perkiraan besarnya rente yang
diperoleh oleh Dinas Pekerjaan Umum terhadap beberapa lokasi kegiatan
Pembangunan jalan dan jembatan perdesaan, jika anggaran dan lokasi kegiatan ini
177 Wawancara dengan Yasser Arafat, ST, MT, Kasubbid Perencanaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci. 178 Agus Dwiyanto, Mengembalikan kepercayaan publik, Op. Cit, Hal. 214
122
disahkan oleh Komisi III adalah sebesar = Total harga proyek x 1,5%=
Rp.12.537.194.000x1,5% = Rp.188.057.910,- merupakan nilai yang sangat besar
didapat oleh Dinas Pekerjaan Umum.
Bargaining Power eksekutif terhadap legislatif terutama Komisi III ini
kian terperosok ketika dalam berita acara pembahasan anggaran Belanja Langsung
Dinas Pekerjaan Umum, terdapat saving sebesar Rp.12.960.000.000,- sementara
dalam berita acara rapat gabungan, saving yang diperoleh dari hasil pembahasan
pada Komisi III (terdiri dari 5 SKPD) hanya Rp.2.461.396.541, padahal rapat
gabungan belum dilaksanakan. Ternyata dari Rp.12.960.000.000 tersebut, saving
tersebut telah dibagi-bagikan untuk masing-masing anggota Komisi III ditambah
dengan unsur pimpinan DPRD sebanyak Rp.1.200.000.000 dalam bentuk proyek
fisik.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan bahwa:
“Sebelum rapat gabungan dilaksanakan, memang ada deal dengan
anggota Komisi III tentang saving. Masing-masing anggota Komisi
ditambah dengan unsur Pimpinan DPRD mendapatkan jatah Rp.1,2
Milyar. Bukan dalam bentuk uang, tapi alokasi anggaran untuk
proyek yang mereka sendiri menentukan dimana lokasi
pembangunannya dilaksanakan.”179
Informan lainnya menambahkan :
“Ya, memang benar dari sekian banyak sisa anggaran hasil
rasionalisasi kegiatan PU, dijatahkan buat paket proyek anggota Komisi III. Jadi, nantinya mereka sendiri yang menentukan
lokasinya dimana, bisa jalan, jembatan ataupun irigasi, dan bisa
jadi berada di Dapil mereka sendiri atau mungkin ada titipan dari
sesama anggota Dewan.”180
179 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit 180 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit.
123
Fenomena ini memperlihatkan semakin menguatnya label rent seeker pada
anggota Komisi III, yang ditandai dengan munculnya broker behaviour yang
sangat merugikan publik. Di Amerika Serikat kondisi seperti ini dikonotasikan
dengan istilah ”pork barrel budget” (Dana Gentong Babi). Sebuah istilah yang
mengacu pada praktek tertentu para politisi untuk “membayar balik”
konstituennya dalam bentuk bantuan dana untuk proyek-proyek pembangunan di
daerah pemilihannya. Membayar balik dalam pengertian membalas dukungan
politik yang didapatkannya sebelum ia terpilih, baik dukungan dalam bentuk suara
pemilih (vote) ataupun kontribusi dalam kampanye politiknya. Ketika para politisi
tersebut berhasil mendapatkan proyek pembangunan bagi daerah pemilihannya,
maka kemungkinan baginya untuk dipilih kembali pada pemilu berikutnya
semakin besar. Sehingga dapat dipastikan bahwa “pork barrel” (Dana Gentong
Babi) digunakan untuk melanggengkan status quo anggota Dewan dan sebagai
sarana politik untuk mengamankan posisi mereka pada pemilu berikutnya.
Walaupun demikian, meskipun telah menempatkan suatu proyek infrastruktur di
daerah pemilihannya, anggota Dewan lagi-lagi disinyalir menerima fee (uang
persenan) dari proyek-proyek yang berhasil digolkannya tersebut, yang biasanya
masuk ke kantong-kantong pribadi mereka.
3. Rapat Gabungan dan Finalisasi Anggaran Daerah.
Setelah seluruh rangkaian pembahasan RKA-SKPD dibahas pada komisi-
komisi DPRD, tahapan selanjutnya adalah rapat gabungan Komisi dalam rangka
penyampaian hasil kerja Komisi-komisi terhadap pembahasan anggaran daerah
Tahun 2011. Masing-masing Komisi menyampaikan hasil pelaksanaan pem-
124
bahasan anggaran SKPD Mitra Kerja kepada Ketua DPRD, untuk selanjutnya
dibahas secara bersama-sama dengan TAPD. Selanjutnya Dewan memberikan
kesempatan kepada TAPD untuk menyampaikan saran dan masukan terhadap
anggaran SKPD yang telah dibahas tersebut. Pada kesempatan tersebut, terdapat
sejumlah hasil rasionalisasi kegiatan-kegiatan sewaktu pembahasan anggaran
yang dapat digunakan oleh eksekutif sebelum akhirnya anggaran disepakati oleh
kedua belah pihak. Masing-masing Komisi memiliki dana saving yang berbeda-
beda, seperti pada Komisi I sebesar Rp.724.578.790, pada Komisi II sebesar
Rp.3.159.344.000, dan komisi III terdapat dana saving sebesar Rp.2.461.396.541.
Sehingga total dana saving yang tersedia sebesar Rp.6.345.319.331.181
Keseluruhan dana tersebut dipergunakan untuk menampung kegiatan-kegiatan
yang dirasakan sangat prioritas bagi daerah.182
Sementara itu melalui surat Bupati Kerinci Nomor : 900/1163/DPPKA/
2011, sebanyak 13 SKPD mengusulkan 35 buah kegiatan dengan total anggaran
mencapai 6 (enam) kali lipat atau sebesar Rp.37.546.459.455. Angka yang sangat
mustahil untuk disepakati dalam rapat gabungan tersebut, sehingga dilakukan
pembahasan kembali terhadap semua usulan tersebut.183
Hal inilah kemudian
memunculkan lagi perdebatan panjang dan berlarut-larut antara eksekutif dan
legislatif.184
Jika sebelumnya dalam pembahasan anggaran SKPD hanya melibat-
kan TAPD, Komisi DPRD dan SKPD mitra kerja, maka pembahasan anggaran
pada rapat gabungan ini melibatkan semua alat kelengkapan DPRD, sehingga
181 Diolah dari Berita Acara Rapat Gabungan Komisi dalam rangka penyampaian hasil kerja komisi terhadap pembahasan
RAPBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011. 182 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 183 Ibid. 184 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit
125
dapat dibayangkan bagaimana nuansa kontestasi yang terjadi di dalamnya. Pada
rapat gabungan tersebut, dari seluruh usulan yang disampaikan oleh SKPD,
Dewan menyetujui 31 kegiatan yang diusulkan oleh 11 SKPD, dan kalaupun
semuanya diakomodir, sudah tentu dana yang tersedia tidak mencukupi.
Akhirnya, TAPD tetap keukeuh dengan pendiriannya agar dana saving tersebut
digunakan untuk kepentingan yang sangat krusial bagi daerah. Salah seorang
informan mengatakan bahwa :
“Pada waktu itu, kami tetap pada pendirian agar kegiatan yang akan
didanai tersebut haruslah merupakan kegiatan prioritas untuk
mengatasi berbagai kendala yang dihadapi terkait dengan
pemindahan ibukota Kabupaten Kerinci dan tanggap darurat
bencana, tapi anggota Dewan keberatan. Coba bayangkan tahun
2013 kita harus pindah ke lokasi ibukota baru, sementara
infrastrukturnya belum kita persiapkan. Jika kita diusir dari sini
(wilayah kota), mau kemana kita. Disamping itu bencana gunung
meletus juga jadi ancaman buat kita sementara jalan perintis untuk
evakuasi belum dibikin”.185
Pembahasan anggaran pada rapat gabungan ini cukup banyak menyita
waktu dan tenaga. Walaupun sudah melewati waktu tengah malam, namun
kontestasi antara eksekutif dan legislatif masih saja berlangsung. Eksekutif
bersikeras agar beberapa kegiatan dalam program pembangunan jalan dan
jembatan yang bersumber Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal (DPDF) dengan
total anggaran sebesar Rp.5.906.405.529 dilanjutkan.186
Sementara legislatif
bersikeras agar anggaran dialokasikan pada beberapa kegiatan yang ada di DPRD,
seperti kegiatan reses, dan kegiatan menghadiri undangan bagi pimpinan dan
anggota DPRD. Akhirnya perdebatan panjang berlangsung hingga deadlock.
185 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 186 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit
126
Eksekutif masih tetap bersikeras dengan usulan mereka agar diakomodasi dalam
APBD Tahun 2011, demikian pula halnya dengan legislatif yang juga masih
mempertahankan usulan mereka. Konsensuspun terjadi, dimana kedua pihak akan
menyepakati kegiatan yang diperdebatkan, dengan konsekuensi tidak menambah
defisit anggaran, serta merasionalkan kembali anggaran kegiatan SKPD secara
keseluruhan.
Fenomena ini menunjukkan upaya saling memaksakan argumentasi karena
masih adanya sifat ego kelembagaan masing-masing aktor. Hasil rasionalisasi
nantinya akan menyebabkan anggaran kegiatan SKPD lainnya menjadi berkurang,
atau ada kemungkinan anggaran di beberapa pos penting dihilangkan.187
Diantara
anggaran yang dihilangkan terdapat pada pos belanja tidak langsung, yaitu
Belanja Subsidi sebesar Rp.1.788.544.000 yang digunakan untuk Subsidi Raskin
sebesar Rp. 968.544.000 dan untuk Subsidi Jaminan Kesehatan Daerah bagi
keluarga miskin sebesar Rp. 820.000.000. Padahal pos ini sangat penting sekali
bagi untuk menjamin akses masyarakat kurang mampu akan kesehatan dan
penghidupan yang layak.
Isu yang dikemas pihak eksekutif pada rapat gabungan ini mengarah
kepada penyediaan infrastruktur jalan pada lokasi Ibukota Kabupaten Kerinci
pasca pemekaran. Salah satu solusi pembiayaannya dengan menggunakan sisa
anggaran (saving) yang tersedia, namun legislatif juga berkeinginan agar kegiatan
reses yang merupakan sarana politik untuk menjaring aspirasi masyarakat juga
dilaksanakan. Proses tawar menawar (bargaining) yang terjadi antara aktor yang
187 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit.
127
terlibat dalam pembahasan anggaran selalu menggunakan kekuasaan dan
kewenangan dilaksanakan bukan untuk mensingkronkan kepentingan rakyat,
namun tidak lebih digunakan untuk meraih kepentingan (interest) dan kekuasaan
(power) sendiri.
Akhirnya, dengan keterbatasan anggaran, dari 35 buah kegiatan tersebut
hanya 7 (Tujuh) kegiatan dari SKPD yang disepakati dalam rapat gabungan
tersebut, 5 (lima) diantaranya diperuntukkan bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam
membenahi lokasi Ibukota Kabupaten Kerinci dengan kegiatan : Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, Penyusunan Rencana Detail Tata Bangunan
dan Lingkungan, pematangan Lahan Lokasi Bukit Tengah, Jalan Akses ke Bukit
Tengah, Jalan poros Tengah Koto Priang-Sungai Tanduk dan sisanya 2 (dua)
kegiatan dialokasikan kepada DPRD dengan kegiatan reses, kegiatan menghadiri
undangan bagi pimpinan dan anggota DPRD. Setelah dilakukan rapat gabungan,
dan dilakukan rasionalisasi maka secara keseluruhan diperoleh ringkasan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011
sebagai berikut :
Tabel 32. Ringkasan Rancangan APBD Hasil pembahasan
pada rapat gabungan.
No. URAIAN JUMLAH (Rp.)
A. PENDAPATAN 540.142.469.870,39
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 26.952.216.833,39
- Pendapatan Pajak Daerah 4.311.277.466,39
- Hasil Retribusi Daerah 3.449.939.367,00
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2.346.000.000,00
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 16.845.000.000,00
2. DANA PERIMBANGAN 463.824.098.147,00
- Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 45.616.927.147,00
- Dana Alokasi Umum 369.273.971.000,00
- Dana Alokasi Khusus 48.933.200.000,00
3. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 49.366.154.890,00
- Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 11.223.721.690,00
- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 38.142.433.200,00
128
No. URAIAN JUMLAH (Rp.)
B. BELANJA 631.763.797.267,59
1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 369.083.494.383,26
- Belanja Pegawai 296.177.992.559,80
- Belanja Bunga 224.176.122,21
- Belanja Hibah 41.217.765.000,00
- Belanja Bantuan Sosial 7.094.300.000,00
-
Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Pemerintahan Desa 23.869.260.701,25
- Belanja Tidak Terduga 500.000.000,00
2. BELANJA LANGSUNG 262.680.302.884,33
- Belanja Pegawai 26.921.802.375,00
- Belanja Barang dan Jasa 91.057.581.313,33
- Belanja Modal 144.700.919.196,00
SURPLUS / (DEFISIT) (91.621.327.397,20)
C. PEMBIAYAAN DAERAH
1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 92.665.327.397,20
- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 73.965.327.397,20
- Penerimaan Pinjaman Daerah 17.700.000.000,00
- Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 1.000.000.000,00
2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.044.000.000,00
- Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 1.000.000.000,00
- Pembayaran pokok utang 44.000.000,00
PEMBIAYAAN NETTO 91.621.327.397,20
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN -
Sumber : Berita Acara Rapat Gabungan Komisi, Sekretariat DPRD Kabupaten
Kerinci, 2011
Ringkasan Rancangan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011 hasil pem-
bahasan pada rapat gabungan diatas, akhirnya disetujui oleh kedua belah pihak
(eksekutif dan legislatif) untuk selanjutnya disampaikan kepada Gubernur Jambi
untuk dievaluasi.
C. Identifikasi Kontestasi antar aktor
Berdasarkan uraian-uraian diatas, untuk melihat bagaimana kontestasi
antar perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci pada penyusunan APBD Tahun 2011, maka
untuk mempermudahkan dalam mengeksplisitkan fenomena kontestasi yang
terjadi antar aktor pada beberapa agenda yang telah dijelaskan diatas, disajikan
tabel-tabel yang berikut ini :
129
Tabel 33. Fenomena Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan
RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci di tingkat Eksekutif
Kontestan Pendukung Kepentingan Cara membangun
konsensus Hasil konsensus
Pejabat di Dinas PU 1. Sekretaris Dinas PU 2. Kabid. Bina Marga 3. Kabid. Sumber Daya Air 4. Kabid. Pengendalian dan
tata ruang 5. Kabid. Cipta Karya 6. Kasubbag. Progra,
Evaluasi dan Pelaporan
Tidak Ada
Bagaimana anggaran Dinas PU dapat lolos pada tahapan pembahasan di tingkat eksekutif (TAPD) sehingga mempercepat pembahasan di tingkat legislatif (Komisi III) tanpa banyaknya terjadi koreksi
Rasionalisasi terhadap rancangan RKA Dinas Pekerjaan Umum terkait dengan kesesuaian KUA dan PPAS serta mematuhi ketentuan yang berlaku serta urgensitas tingkat kebutuhan pembangunan bidang Pekerjaan Umum
Otorisasi terhadap rancangan RKA Dinas Pekerjaan Umum, untuk selanjutnya disampaikan kepada PPKD
VERSUS
TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA 3. Sekretaris DPPKA 4. Inspektur Daerah 5. Kabag. Administrasi
Pembangunan Setda Kerinci
6. Kabid. Anggaran DPPKA
7. Kabid. Aset DPPKA 8. Kabid. Pendapatan
DPPKA 9. Kabid. Fisik dan
Prasarana Bappeda 10. Kabid. Litbang
Bappeda 11. Kasubbid Anggaran
Belanja Langsung DPPKA
Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung DPPKA
Tidak Ada
Anggaran yang disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum
rasional, memiliki target kinerja yang jelas, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
mengakomodir semua kepentingan-kepentingan yang ada di Kabupaten Kerinci serta disesuaikan
dengan kemampuan keuangan daerah.
130
Tabel 34. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program
Pembangunan Jalan dan jembatan
Kontestan Pendukung Kepentingan Cara
membangun konsensus
Hasil konsensus
EK
SE
KU
TIF
Dinas
Pekerjaan
Umum 1. Sekretaris
Dinas PU 2. Kabid. Bina
Marga 3. Kabid.
Sumber Daya
Air 4. Kabid.
Pengendalian dan tata ruang
5. Kabid. Cipta Karya
TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA
3. Sekretaris DPPKA 4. Inspektur Daerah 5. Kabag. Administrasi
Pembangunan Setda Kerinci
6. Kabid. Anggaran DPPKA
7. Kabid. Aset DPPKA 8. Kabid. Pendapatan
DPPKA
9. Kabid. Fisik dan Prasarana Bappeda
10. Kabid. Litbang Bappeda
11. Kasubbid Anggaran
Belanja Langsung DPPKA
12. Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung DPPKA
1. Bagi TAPD pembenahan dan penyediaan infrastruktur pendukung bagi
Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru dan efisiensi serta prioritas anggaran sesuai dengan
RPJMD 2. Bagi Dinas PU,
semakin banyak lokasi proyek, maka semakin banyak
pula income yang diperoleh
3. Bagi anggota Komisi III dari Dapil III dan IV,
memberi peluang pada peningkatan income melalui rente disamping itu sebagai bentuk
diakomodasikannya aspirasi masyarakat pada Dapil-nya.
KOMPROMI Dialog khusus kedua belah pihak, yang lebih menekankan pada Bargaining Anggaran dan rasionalisasi urgensitas tingkat kebutuhan jalan pada masing-masing Daerah Pemilihan terkait dengan lokasi pembangunan jalan dan jembatan
Penambahan Lokasi dan anggaran bagi pem-bangunan
Jalan dan jembatan, terutama kegiatan pem-bangunan jalan dan kegiatan pem-bangunan
jembatan. Dengan melakukan rasionalisasi anggaran lokasi pem-bangunan
jalan dan jembatan.
VERSUS
LE
GIS
LA
TIF
PR
O
Anggota DPRD dari Dapil IV
1. H. Liberty 2. Irmanto,
S.Pd, MM 3. Sartoni, S.Pd 4. Sugiono 5. Efaldi 6. Sabar AR,
S.Pd 7. Joni Efendi
Komisi III Beberapa anggota Komisi III dari Dapil III dan IV
Memperbanyak
“pork Barrel” di
daerah pemilihan IV
KO
NT
RA
Komisi III 1. Beberapa
anggota Komisi III dari Dapil I Tidak Ada
Bagi Komisi III dari Dapil I, aspirasi masyarakat pada wilayahnya belum tertampung pada agenda ini, meskipun mereka mendapatkan rente dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya.
131
Tabel 35. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program
Infrastruktur Pedesaan
Kontestan Pendukung Kepentingan Cara
membangun konsensus
Hasil konsensus
EK
SE
KU
TIF
Dinas Pekerjaan
Umum 1. Sekretaris
Dinas PU
2. Kabid. Bina
Marga
3. Kabid.
Sumber Daya
Air
4. Kabid.
Pengendalian
dan tata ruang
5. Kabid. Cipta
Karya
TAPD 1. Kepala Bappeda
2. Kepala DPPKA
3. Sekretaris DPPKA
4. Inspektur Daerah
5. Kabag. Administrasi
Pembangunan Setda
Kerinci
6. Kabid. Anggaran
DPPKA
7. Kabid. Aset DPPKA
8. Kabid. Pendapatan
DPPKA
9. Kabid. Fisik dan
Prasarana Bappeda
10. Kabid. Litbang
Bappeda
11. Kasubbid Anggaran
Belanja Langsung
DPPKA
12. Kasubbid Anggaran
Belanja Tidak
Langsung DPPKA
1. Bagi TAPD pembenahan dan penyediaan infrastruktur pendukung bagi Ibukota Kabupaten
Kerinci yang baru dan efisiensi serta prioritas anggaran sesuai dengan RPJMD
2. Bagi Dinas PU, semakin
banyak lokasi proyek, maka semakin banyak pula income yang diperoleh baik dari rente maupun honorarium
kegiatan
KOMPROMI Dialog khusus kedua belah pihak, yang lebih menekankan pada Bargaining Anggaran dan rasionalisasi urgensitas tingkat kebutuhan jalan dan jembatan pada masing-masing Daerah Pemilihan terkait dengan lokasi pembangun-an jalan dan jembatan pedesaan
Penambahan Lokasi dan anggaran bagi
pembangunan Jalan dan jembatan pedesaan. Dengan
menggunakan dana saving hasil pembahasan dan
rasionalisasi anggaran pada RKA Belanja Langsung Dinas
Pekerjaan Umum.
VERSUS
LE
GIS
LA
TIF
P
RO
Komisi III Anggota Komisi III dari Dapil III dan IV
Tidak Ada
Bagi anggota Komisi III dari Dapil III dan IV,
memberi peluang pada peningkatan income melalui rente disamping itu sebagai bentuk diakomodasi-kannya
aspirasi masyarakat pada Dapil-nya
KO
NT
RA
Komisi III Anggota Komisi III dari Dapil I
Tidak Ada
Bagi Komisi III dari Dapil I, minimnya aspirasi masyarakat pada wilayahnya tertampung pada agenda ini, meski-pun demikian mereka juga mendapatkan rente dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya.
132
Tabel 36. Fenomena Kontestasi aktor dalam Rapat Finalisasi Anggaran
Agen
da Kontestan Pendukung Kepentingan
Cara
membangun
konsensus
Hasil
konsensus
FIN
AL
ISA
SI
AN
GG
AR
AN
pad
a R
ap
at
Ga
bu
nga
n
Pro
Dinas
Pekerjaan
Umum 1. Sekretaris
Dinas PU 2. Kabid. Bina
Marga 3. Kabid.
Sumber Daya
Air 4. Kabid.
Pengendalian dan tata ruang
5. Kabid. Cipta
Karya
TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA
3. Sekretaris DPPKA 4. Inspektur Daerah 5. Kabag. Administrasi
Pembangunan Setda Kerinci
6. Kabid. Anggaran DPPKA
7. Kabid. Aset DPPKA 8. Kabid. Pendapatan
DPPKA
9. Kabid. Fisik dan Prasarana Bappeda
10. Kabid. Litbang Bappeda
11. Kasubbid Anggaran
Belanja Langsung DPPKA
12. Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung DPPKA
1. Bagi TAPD penggunaan Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal sebesar Rp.5,9 Milyar dilanjutkan untuk pembangunan jalan menuju lokasi Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru
2. Bagi Dinas PU, Agar kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan,
Penyusunan Rencana Detail Tata Bangunan dan Lingkungan, pematangan Lahan
Lokasi Bukit Tengah, Jalan Akses ke Bukit Tengah (Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru),
Jalan poros Tengah Koto Priang-Sungai Tanduk. Disamping itu, semakin banyak lokasi proyek, maka
semakin banyak pula income yang diperoleh baik dari rente maupun
honorarium kegiatan.
KOMPROMI, mengakomodir semua kepentingan
Kedua pihak akan
menyepakati kegiatan yang diperdebatkan, dengan
konsekuensi tidak menambah defisit anggaran,
serta merasionalkan kembali anggaran kegiatan
SKPD secara keseluruhan.
Kon
tra
Anggota DPRD Seluruh Anggota DPRD
Tidak Ada
Penggunaan sisa anggaran hasil rasionalisasi untuk Kegiatan reses serta kegiatan menghadiri undangan bagi pimpinan dan anggota DPRD.
133
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kontestasi yang terjadi pada proses perumusan kebijakan anggaran belanja
langsung Dinas Pekerjaan Umum dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci
tahun 2011 menunjukkan berbagai fenomena-fenomena pertarungan kepentingan
dua aktor lembaga daerah yaitu DPRD (Badan Anggaran dan Komisi DPRD)
dengan pemerintah daerah (TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum). Fenomena-
fenomena tersebut antara lain :
1. Kontestasi dalam pembahasan anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan
Umum terjadi karena ketidakseimbangan kepentingan antara satu aktor
dengan aktor lainnya. Kepentingan dari Legislatif (Badan Anggaran dan
Komisi III) adalah bagaimana memperbanyak “Pork Barrel” pada daerah
Pemilihannya, sehingga suatu ketika peluang mereka untuk terpilih kembali
semakin besar, disamping itu ada kepentingan lainnya yaitu berburu rente
(rent seeking). Privilege yang dimiliki menjadikan bargaining yang sangat
besar dalam mendapatkan rente dari proyek-proyek Pemerintah. Sementara
eksekutif dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum memiliki kepentingan dengan
memperbanyak anggaran bagi Institusi Dinas Pekerjaan Umum. Semakin
banyak proyek atau kegiatan yang didapatkan, maka semakin banyak pula
income yang akan diperolehnya dan tidak peduli tempat pembangunan akan
dilaksanakan. Sementara TAPD berkepentingan menjaga agar anggaran yang
134
digunakan dengan sebaik-baiknya secara rasional, dapat
dipertanggungjawabkan dan mematuhi rambu-rambu peraturan perundang-
undangan yang berlaku tentang pengelolaan keuangan serta serta tetap
konsisten terhadap komitmen yang telah disepakati bersama dalam KUA dan
PPAS.
2. Buruknya lagi kontestasi yang terjadi antara legislatif dan eksekutif dalam
pembahasan anggaran belanja langsung seolah-olah seperti sebuah drama
yang dimainkan oleh beberapa pelakon, ada yang punya peran sebagai
pendamai, sebagai pihak yang pro dan ada pula yang berperan sebagai pihak
yang kontra. Namun dibalik itu, aktor yang terlibat dalam pembahasan
anggaran belanja langsung tersebut sama-sama memiliki kepentingan yaitu
mendapatkan keuntungan secara personal. Sehingga kontestasi yang terjadi
antara legislatif (Badan Anggaran dan Komisi III DPRD) dengan eksekutif
(TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dianalogikan sebagai pekerjaan “bisik-
bisik” atau kolaborasi tertutup, karena secara aktual relasi kedua aktor ini
terjadi secara harmoni, menghindari konflik serta saling menjaga kepentingan
masing-masing.
3. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa, jumlah legislator yang mewakili
wilayahnya menjadi faktor penentu masuknya aspirasi masyarakat di daerah
pemilihannya dalam agenda pembahasan anggaran, karena kontestasi yang
terjadi kemudian menempatkan DPRD sebagai aktor dominan dalam
pembahasan anggaran. Semakin banyak wakil-wakilnya yang duduk di
lembaga legislatif, maka semakin banyak pula aspirasi masyarakat dari suatu
135
daerah pemilihan yang akan tertampung dalam kebijakan anggaran daerah.
Kondisi ini justru menyebabkan terjadinya disparitas terhadap daerah
pemilihan lainnya yang memiliki anggota legislatif yang sedikit.
4. APBD masih merupakan hak ekslusif penyelenggara Pemerintahan di daerah
sehingga tidak merefleksikan kepentingan masyarakat, karena kontestasi yang
terjadi di dalam proses penyusunannya muncul sebagai hasil dari redefinisi
dari para aktor-aktor yang didasarkan pada nilai-nilai yag dianut oleh aktor
tersebut. Kebijakan anggaran mengalir dari kepentingan para aktor eksekutif
dan legislatif dan turun ke masyarakat, bukannya dari kepentingan masyarakat
naik mempengaruhi pandangan dan nilai dari aktor tersebut. Akibatnya
kemudian, keberpihakan anggaran kepada kepentingan masyarakat sangat
minim dan bisa juga dikatakan tidak sama sekali. Meskipun aspirasi
masyarakat ada sebagian yang tertampung dalam kebijakan anggaran daerah,
namun secara kualitas dan kuantitas sangat rendah sekali.
B. Refleksi teoritis
Berdasarkan hasil studi terhadap proses perumusan kebijakan anggaran
tersebut, dikemukakan beberapa hal yang perlu menjadi refleksi teoritis bagi studi
tentang kebijakan, antara lain :
1. Untuk memahami siapa atau bagaimana membuat suatu kebijakan, terlebih
dahulu harus diketahui karateristik dari aktor yang terlibat di dalamnya, pada
bagian atau aturan apa yang dimainkan, otoritas dan kekuatan yang dimiliki
serta usaha aktor tersebut berhubungan dan mengawasi satu sama lainnya.
136
Salah satu dimensi yang dapat dipergunakan adalah dimensi politik, karena
kebijakan kadang-kadang dibentuk dari kompromi politik diantara pembuat
kebijakan,128
dan kebijakan itu sendiri adalah hasil dari proses politik.129
Terkait dengan penganggaran ini, proses politik dapat berputar sekitar isu-isu
kebijakan pada tingkatan pengeluaran (belanja) dan kemampuan pemerintah
untuk menyeimbangkan anggarannya.
2. Dalam setiap proses pembuatan sebuah kebijakan, untuk mencapai tujuan dari
aktor yang terlibat di dalamnya, kontestasi dan interaksi antar aktor tidak
dapat dihindari. Terkait dengan penelitian ini, penganggaran dapat dilihat
sebagai negosiasi antar aktor (SKPD, Tim Anggaran, Kepala Daerah dan
legislator, bertemu setiap tahunnya dan melakukan tawar-menawar
(bargaining) untuk dapat mengakomodir semua kepentingan masing-masing.
Siapapun dapat bermain dan menang dengan hasil secara keseluruhan baik dan
konflik dapat ditekan sekecil mungkin. Cara yang dipergunakan dapat
beragam, mulai pembahasan resmi (formal) maupun bermain di belakang
layar (black box).
3. Kontestasi yang terjadi dalam proses perumusan kebijakan menunjukkan
masing-masing pihak (aktor) mengusung kepentingannya masing-masing
dalam memperebutkan alokasi dan distribusi sumber daya. Dengan basis
kontestasipun beragam, diantaranya untuk memuaskan konstituen di daerah
pemilihannnya (Pork Barrel) disamping itu untuk mendapatkan rente (rent
128 Charles E. Lindblom, Op. Cit, Hal. 5 129 Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi fiskal : Politi k dan perubahan kebijakan 1974-2004,Kencana, Jakarta, 2008,
Hal. 25
137
seeking) bagi anggota Dewan dan Kepala Daerah, ataupun untuk memperbesar
anggaran (maximizing budget) bagi Institusi Pemerintahan Daerah.
C. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, maka direkomendasikan :
1. Agar Pemerintah Daerah memberikan akses yang luas kepada masyarakat
bersama-sama dengan LSM yang peduli dengan anggaran publik di Kabupaten
Kerinci untuk terlibat secara aktif dan mengawal setiap proses perencanaan
dan penganggaran daerah. Sebab selama ini keterlibatan masyarakat hanya
sebatas mengikuti kegiatan Musrenbang tingkat Desa dan Kecamatan,
sehingga yang terjadi kemudian aspirasi yang diusung kian tergerus dalam
tahapan perencanaan dan penganggaran selanjutnya. CSO terlibat pada proses
akhir perencanaan, bersama-sama dengan DPRD dan Pemerintah Daerah
ikutserta dalam proses penyusunan dokumen kebijakan anggaran (KUA dan
PPAS) dan ikutserta dalam pembahasan serta penetapan APBD. Penting bagi
CSO untuk terus mengawal setiap proses APBD ini, karena banyak peluang
bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat deal-deal politik
alokasi anggaran yang tidak memihak kepada publik. Ada pula kompromi
politik yang terjadi di arena yang tidak tampak dipermukaan, tetapi dapat
diketahui dan dirasakan pada saat pembahasan anggaran yang juga merugikan
kepentingan publik.
2. Harus segera dilakukan penguatan fungsi institusi perencanaan pembangunan
di daerah. Kenyataan selama ini di Kabupaten Kerinci bahwa hasil-hasil
138
perencanaan pembangunan daerah yang telah dibuat tidak dipakai sebagai
bahan berharga untuk menyusun RAPBD, akibatnya semakin banyak aspirasi
masyarakat terpinggirkan dari arena penganggaran daerah. Hal utama yang
harus dilakukan adalah pengawasan yang ketat terhadap perencanaan dan
penganggaran yang dilakukan oleh SKPD, melalui rasionalisasi program dan
kegiatan SKPD, apakah perencanaan dan penganggaran yang dilakukan
sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan dan
penganggaran daerah yaitu RKPD, KUA dan PPAS sudah menyiratkan
aspirasi masyarakat ataukan belum?, Jika sudah, maka SKPD tersebut akan
mendapatkan otorisasi dari Bappeda untuk selanjutnya diteruskan kepada
TAPD.
3. Penguatan fungsi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) harus dilakukan,
karena sebelum menjadi bagian dari rancangan Peraturan Daerah tentang
RAPBD, Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) harus melalui
rasionalisasi dan otorisasi oleh TAPD, kenyataan selama ini fungsi ini tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, walaupun RKA-SKPD yang
disusun masih dalam koridor Plafon Anggaran yang telah ditetapkan dalam
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), akan tetapi substansi dari
RKA-SKPD tersebut masih merupakan keinginan dari SKPD tersebut untuk
memaksimalkan anggarannya (maximizing budget) dan bukan untuk
memecahkan permasalahan pembangunan yang membelit rakyat. Langkah
Pertama,yang harus dilakukan adalah SKPD menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD (RKA-SKPD) berdasarkan otorisasi program dan kegiatan
139
yang telah dilakukan oleh Bappeda, kemudian Rancangan RKA-SKPD
dibahas bersama antara SKPD terkait dengan TAPD berdasarkan Plafon
Anggaran yang telah ditetapkan dalam PPAS.
4. Harus ada kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten
Kerinci tentang mekanisme penjaringan aspirasi masyarakat. Penjaringan
aspirasi yang dilakukan oleh kedua aktor harus saling mendukung dan
menguatkan. Sebab, fenomena yang terjadi selama ini penjaringan aspirasi
masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah daerah dalam Musrenbang,
seringkali tidak sejalan dengan penjaringan aspirasi masyarakat pada saaat
reses yang dilakukan oleh anggota DPRD. Akibatnya, pada saat pembahasan
RAPBD, penjaringan aspirasi masyarakat oleh anggota DPRD lebih
mendominasi, dan meninggalkan semua proses perencanaan yang telah
disusun oleh Pemerintah Daerah. Sehingga dapat dipastikan bahwa akan
begitu banyak program dan kegiatan “yang naik di tengah jalan” dalam
pembahasan RAPBD.
5. Agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penataan kembali Daerah
Pemilihan pasca Pemekaran Kabupaten Kerinci. Sebab, dari empat Daerah
Pemilihan di Kabupaten Kerinci, hanya daerah pemilihan II yang terdiri dari
satu kecamatan. Hal ini berdampak pada rendahnya jumlah legislator yang
mewakili wilayahnya, sehingga dapat dipastikan terjadinya disparitas
pembangunan di wilayah tersebut.
140
DAFTAR PUSTAKA
Ambardi, Kuskridho, 2009, Mengungkap politik Kartel : Studi tentang Sistem
Kepartaian di Indonesia era reformasi, Gramedia, Jakarta
Anderson, James, 2006, Public Policy Making: An Introduction, Houghton Mifflin
Company, Boston
Bastian, Indra , 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan
Daerah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta
Badoh, Zuhdi, Ibrahim dkk, 2009, Politik Birokrasi Anggaran di Indonesia dalam
Anggaran pro kaum miskin : sebuah upaya menyejahterakan rakyat,
LP3ES, Jakarta
Creswell, J.W, 1994, Research Design Qualitative and Quantitative, Sage
Publications, London
Deliarnov, 2006, Ekonomi Politik, Erlangga, Jakarta
Denhardt, Robert B. and Janet V. Denhardt, 2009, Public Administration : an
action orientation, 6th
ed,Thomson Wadsworth, USA
Duverger, Maurice, 2003, Sosiologi Politik, Raja Grafindo, Jakarta
Dwiyanto, Agus , 2011, Mengembalikan kepercayaan publik melalui reformasi
birokrasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Eko, Sutoro, 2006, Daerah Budiman: Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun Kesejahteraan, Perkumpulan Prakarsa dan Pustaka LP3ES, Jakarta
Firmansyah, 2008, Mengelola Partai Politik : Komunikasi dan positioning
ideologi politik di era demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Hillman, Arye L, 2009, Public Finance and Public Policy Responsibilities and
Limitations of Government 2nd
Ed, Cambridge University Press, UK,
Kartini dan Kartono, 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Mandar Maju,
Bandung
Keohane, Robert O, 1993, Institutional Theory and the Realist Challenge After the
Cold War, Neorealism and Neoliberalism : The Contemporary Debate.
Columbia University Press, New York.
Kumorotomo, Wahyudi, 2005, dkk, Anggaran berbasis kinerja : Konsep dan
aplikasinya, MAP-UGM, Yogyakarta
__________________, 2008, Desentralisasi fiskal : Politik dan perubahan
kebijakan 1974-2004, Kencana, Jakarta
Lindblom, Charles,1984, The Policy Making Process, 2nd edition, Yale
University, USA.
141
Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team, 2009,
Penyusunan KU-APBD dan PPAS, LGSP Press, Jakarta
Maliki, Zainuddin, 2010, Sosiologi politik : Makna kekuasaan dan transformasi
politik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Mas’oed, Mohtar, 2003, Politik, Birokrasi dan pembangunan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Moleong, Lexy J. 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung
Munir, Badrul, 2003, Perencanaan anggaran kinerja : Memangkas inefisiensi
anggaran daerah, Samawa center, Yogyakarta
Musgrave, RA and PB Musgrave, 1989, Public finance in theory and
practice, McGraw Hill, Inc.
Mustopadidjaja AR, 2003, Manajemen proses kebijakan publik : formulasi,
implementasi, dan evaluasi kinerja, LAN dan Duta Pertiwi Foundation,
Jakarta
Nugroho, Riant, 2008, Public Policy, Gramedia, Jakarta
Pasalong, 2008, Harbani, Kepemimpinan Birokrasi, Alfabeta
Poerwandari, Kristi E, 2007, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia, LPSP3, Depok
Pratikno dkk, 2004, Mengelola dinamika politik dan Sumberdaya Daerah,
Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta
Rachbini, Didik J, Ekonomi , 2002, Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik,
Ghalia Indonesia, Jakarta
Rubin, Irene S , 2006, The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending,
Borrowing and Balancing, Chatham House, Chatham
Smith, Robert W and Thomas D. Lynch, 2004, Public Budgeting in America, 5th
Edition, Pearson,Upper Saddle River, New Jersery
Soejadi, FX, 2001, Analisis Manajemen Modern, Mas Agung, Jakarta
Subarsono, AG, 2009, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, teori dan aplikasi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Surbakti, Ramlan, 2007, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta
Wahab, Solichin, Abdul, 2008, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, UMM press, Malang
Waidl, Abdul. dkk, 2008, Mendahulukan si miskin, LKIS, Yogyakarta
Wibawa, Samodra, 1994, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Intermedia,
Jakarta
142
______________, 2010, Politik Perumusan Kebijakan Publik, Graha Ilmu,
Yogyakarta
Wildavsky, Aaron, 1974, The politics of the budgetary process, 2nd
ed, Boston,
Little brown.
Winarno, Budi, 2008, Kebijakan Publik : Teori dan proses, Media Presindo,
Yogyakarta
Yustika, Ahmad, Erani, 2009, Ekonomi Politik : Kajian teoritis dan analisis
empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
TESIS
Delvina, Silvia, 2006, Analisis proses penjaringan aspirasi masyarakat dalam
pengalokasian Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Padang Pariaman
di Era Otonomi Daerah, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UNAND,
(tidak dipublikasikan)
Djafar, Muhammad, Ridwan, 2006, Politik Anggaran Daerah : Studi tentang
proses perumusan kebijakan anggaran dalam penyusunan APBD Tahun
2005 di Kabupaten Mamuju Prov. Sulawesi Barat, Tesis-S2, Magister
Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana UGM, (tesis tidak dipublikasikan)
Ridwan, Fadmi, 2008, Pengalaman Aceh mengelola kontestasi politik : Studi
Kontestasi Birokrat, Politisi dan Ulama dalam proses kebijakan
anggaran Dayah Tahun 2008, Program Studi Ilmu Politik, UGM, Tesis
tidak dipublikasikan
Syahrul, 2001, Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota Padang ditinjau dari
Proses dan Pengalokasian, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UGM
(tidak dipublikasikan)
UNDANG-UNDANG
1. Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian jumlah
kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, serta jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/ PMK.07/2010 tentang Batas
Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas
Maksimal kumulatif Pinjaman Daerah Tahun 2011.
143
INTERNET
1. Eko, Sutoro,2008, Pelajaran berharga dari advokasi perencanaan dan
penganggaran di Bantul dan Kebumen, IRE Yogyakarta download melalui :
http://www.ireyogya.org/id/ebook/menabur-benih-di-lahan-
tandus.html;download=29e48b79ae6fc68e9b6480b677453586, tanggal 10
Juni 2011
2. http://nasional.kompas.com/read/2010/12/22/02542544/: Politik Anggaran,
APBN Lebih Banyak untuk Birokrasi dan Elite Politik, 2010, diakses tanggal 10 Juni 2011
3. http://nasional.kompas.com/read/2011/03/10/05144766/ : Politik Anggaran
yang Tak Memihak Orang Miskin, 2010, diakses tanggal 10 Juni 2011.
4. Helen Milner, International Theories of Cooperation among Nations:
Strengths and Weakness, World Politics, Vol. 44, No. 3 (April 1992), pp. 466-
496. Cambridge University Press, diakses tanggal 12 November 2011, melalui
http://www.jstor.org/stable/2010546