158
POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG SKPD DALAM PENYUSUNAN APBD TAHUN 2011 DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI. Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik Diajukan oleh: HERZON. Y 10/310865/PMU/06925 Kepada MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG SKPD DALAM

PENYUSUNAN APBD TAHUN 2011 DI KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI.

Tesis

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Administrasi Publik

Diajukan oleh:

HERZON. Y

10/310865/PMU/06925

Kepada

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN
Page 3: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

i

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

manapun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, November 2011

HERZON. Y

HERZON. Y

18

Page 4: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

ii

ÉΟó¡ Î0 «! $# Ç≈uΗ÷q§�9 $# ÉΟŠÏm §�9 $#

š�ù=Ï?uρ ã≅≈ sVøΒ F{$# $ yγ ç/Î�ôØnΣ Ä¨$ ¨Ζ=Ï9 ( $ tΒuρ !$yγ è=É)÷ètƒ āωÎ) tβθßϑÎ=≈ yè ø9 $# 43. dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia;

dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

(QS. Al ‘Ankabuut : 43)

Siapapun yang merindukan sukses, maka harus bertanya pada

dirinya seberapa jauh dan sungguh-sungguh untuk berjuang, karena

tiada kesuksesan tanpa perjuangan.

¨βÎ) yìtΒ Î�ô£ãè ø9$# # Z�ô£ç„ ∩∉∪

6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(QS. Alam Nasyrah : 6)

Barang siapa ingin dunia maka raihlah dengan ilmu dan barang siapa ingin akhirat maka raih pulalah dengan ilmu, dan barang siapa ingin kedua-duanya maka raih pulalah dengan ilmu. (Imam Nawawi)

Kupersembahkan karya ini…. Buat Ayah dan bundaku

Serta anak dan Isteriku Yang tercinta

Page 5: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

iii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Alhamdulilah penulis telah dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG

PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG

SKPD DALAM PENYUSUNAN APBD TAHUN 2011 DI KABUPATEN

KERINCI, PROVINSI JAMBI” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar sarjana S-2 pada program studi Magister Administrasi Publik, Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tesis ini mengkaji tentang Kontestasi antar

perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung SKPD dalam

penyusunan APBD Kabupaten Kerinci tahun 2011.

Tesis ini penulis persembahkan buat keluargaku tercinta Bapak (alm)

Yahya Yusuf, wasiat ayah telah ananda laksanakan yah, kuliah setinggi-tingginya

agar punya ilmu yang berguna, sampai sejauhmana dapat kau capai Nak. Buat

Ibuku Hj. Roslaini Yahya yang telah bersusah payah melahirkan dan

membesarkan anaknya ini. Isteriku Ririn dan anak-anakku tercinta, Wira dan

Manda, maafkan papa yang telah mengurangi jatah kebersamaan kalian dengan

papa Nak, semoga kelak memberikan manfaat buat kalian semua.

Penulis menyadari bahwa selama mengerjakan dan menyelesaikan tesis

banyak mendapat bantuan dan dorongan, maka pada kesempatan ini perkenankan

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada berbagai

pihak yang telah membantu penulis terutama kepada :

1. Bapak Dr. Wahyudi Kumorotomo, Bapak Dr. Agus Pramusinto, MDA, Bapak

Drs. H. Suharyanto selaku pembimbing dan penguji, yang saya banggakan.

Bimbingan, arahan dan pergertian Bapak-bapak sungguh berarti bagi tesis

saya yang tidak pernah terbayangkan hasilnya lebih dari kemampuan yang

saya miliki, dan telah menjadi pelajaran berharga bagi pengembangan

intelektualitas dan logika berfikir saya ke depan. Semoga ilmu dan

pengetahuan yang telah beliau berikan kepada penulis mendapatkan balasan

pahala yang sangat besar dari Allah SWT.

2. Bapak Dr. Agus Pramusinto, MDA dan Dr. Erwan Agus Purwanto selaku

Ketua dan Sekretaris Pengelola MAP UGM Yogyakarta.

3. Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Bappenas yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar pada program studi

Magister Administrasi Publik, Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Page 6: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

iv

4. Pengelola dan karyawan MAP-UGM beserta seluruh staf yang setia melayani

mahasiswa secara profesional dan berdedikasi tinggi, semoga lembaga ini

semakin maju dan berkembang di kemudian hari.

5. Seluruh dosen di MAP-UGM atas arahan dan bimbingannya dalam berbagai

materi perkuliahan yang diberikan selama ini dan telah banyak membuka

cakrawala berpikir bagi penulis mengenai administrasi publik. Sungguh suatu

kebanggaan besar bagi penulis diajar dan diajak berdiskusi dengan orang-

orang terbaik dibidangnya di negara ini.

6. Kepada Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci yang telah memberikan

kesempatan dan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis termasuk

informasi-informasi yang dibutuhkan oleh penulis selama penyusunan tesis

ini.

7. Kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Kerinci dan

Badan Anggaran DPRD serta Komisi III DPRD Kabupaten Kerinci yang telah

bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan informasi

kepada penulis mengenai proses perumusan kebijakan ini.

8. Seluruh rekan-rekan senasib sepenanggungan kelas Bappenas Angkatan V,

terutama the six manis manja group plus, yang telah banyak membantu dalam

memberi sumbangan pemikiran. Semoga persahabatan kita akan tetap terjaga

selalu selamanya.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan moril, materiil maupun doa

dalam penulisan tesis ini, yang sedemikian banyaknya tidak dapat diucapkan

satu persatu, Semoga bantuan yang diberikan baik moril dan materiil yang

telah diberikan kepada penulis mendapatkan berkat dan anugrah yang

berlimpah dari Yang Maha Kuasa.

Penulis yakin bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun dengan

segala kerendahan hari penulis berharap tesis ini dapat digunakan sebagai

tambahan referensi baik bagi mahasiswa, peneliti maupun pemerhati bidang

perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah.

Yogyakarta, November 2011

Penulis

PENULIS

18

Page 7: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

v

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................

Halaman Pengesahan ......................................................................................

Halaman Pernyataan ....................................................................................... i

Halaman Persembahan .................................................................................... ii

Kata Pengantar ............................................................................................... iii

Daftar Isi ........................................................................................................ v

Daftar Tabel ................................................................................................... vii

Daftar Gambar ................................................................................................ ix

Daftar Akronim .............................................................................................. x

Intisari ............................................................................................................ xii

Abstract.......................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Batasan Masalah ....................................................................... 12

C. Rumusan Masalah .................................................................... 13

D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 13

BAB II KERANGKA TEORITIS

A. Kebijakan Publik ...................................................................... 14

1. Konsep Kebijakan Publik ..................................................... 14

2. Perumusan Kebijakan Publik ................................................ 15 a) Model-model Perumusan Kebijakan Publik ...................... 15

1) Model Kelembagaan ................................................... 16

2) Model Sistem .............................................................. 17

3) Model Elit ................................................................... 18

4) Model Kelompok ........................................................ 19

5) Model Rasional. .......................................................... 20

6) Model Pilihan Publik ................................................... 21

b) Aktor-aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik ............... 22 c) Nilai-nilai yang mempengaruhi sikap dan perilaku

para aktor dalam perumusan kebijakan publik ................... 27

B. Konsep anggaran ...................................................................... 29

C. Politik Anggaran ...................................................................... 32

D. Rent Seeking ............................................................................. 34

E. Kontestasi antar aktor ............................................................... 35

F. Definisi Konseptual .................................................................. 38

G. Definisi Operasional ................................................................. 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ...................................................................... 42

B. Sumber Data............................................................................. 43

C. Teknik Pemilihan Informan....................................................... 44

D. Teknik Analisis Data ................................................................ 45

E. Keabsahan Data/ Uji Pembuktian Data ...................................... 46

Page 8: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

vi

BAB IV SETTING DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011

A. Kondisi umum .......................................................................... 47

B. Kondisi Ekonomi...................................................................... 48

1. Pendapatan Daerah............................................................. 49 2. Belanja Daerah .................................................................. 50

C. Politik Lokal ............................................................................ 56

D. Aktor Perumus Anggaran Daerah .............................................. 59

1. DPRD dan alat-alat kelengkapannya ................................... 59

a. Komisi-komisi............................................................... 59

b. Badan Anggaran ............................................................ 61

c. Badan Musyawarah ....................................................... 62

d. Fraksi-fraksi .................................................................. 62

2. Profil Eksekutif .................................................................. 63

BAB V PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN

DAERAH

A. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD ........................ 65

B. Dimensi politik dalam proses penyusunan belanja langsung

SKPD .................................................................................... 73

BAB VI KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN KUA

DAN PPAS

A. Pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang miskin

kritikan dan kontestasi di legislatif .......................................... 77

B. Pembahasan PPAS yang menjadi awal kontestasi antara

eksekutif dan Legislatif dalam perumusan belanja langsung

SKPD .................................................................................... 80

BAB VII KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN

RKA-SKPD

A. Rasionalisasi dan Otorisasi RKA-SKPD oleh TAPD ................ 96

B. Sketsa Politik dibalik pembahasan RKA Belanja Langsung

Dinas Pekerjaan Umum .......................................................... 99

1. Koreksi minimalis Dewan dalam pembahasan Program

Non Fisik ........................................................................... 105

2. Pembahasan Program-program Fisik dan kontestasi yang

mengiringinya .................................................................... 106 a. Pembahasan Program pembangunan jalan dan

jembatan ....................................................................... 107

b. Pembahasan Program pembangunan infrastruktur

perdesaan ...................................................................... 118

3. Rapat Gabungan dan Finalisasi Anggaran Daerah ............... 123

C. Identifikasi kontestasi antar aktor ............................................ 128

BAB VIII KESIMPULAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 133

B. Refleksi Teoritis ..................................................................... 135

C. Rekomendasi.......................................................................... 137

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 140

LAMPIRAN

Page 9: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persentase Fungsi Terhadap Total Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2005 – 2010

3

Tabel 2. Anggaran Belanja Langsung SKPD Kabupaten Kerinci

Tahun 2009-2011

7

Tabel 3. Belanja modal pembangunan jalan lingkar dalam Kabupaten Kerinci Tahun 2011

9

Tabel 4. Kondisi Infrastruktur Jalan Kabupaten Kerinci Tahun

2007-2010

47

Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kerinci Atas

Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010

48

Tabel 6. Pendapatan Daerah Kabupaten Kerinci Tahun 2008-2011 49

Tabel 7. Belanja Daerah Kabupaten Kerinci Tahun 2008-2011 50

Tabel 8. Perkembangan Belanja Pegawai pada Komponen Belanja

Tidak Langsung dalam APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011

52

Tabel 9. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan

Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2009

53

Tabel 10. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2010

54

Tabel 11. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan

Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2011

55

Tabel 12. Daftar pemilih tetap di Daerah Pemilihan per-Kecamatan dalam Kabupaten Kerinci pada Pemilu Tahun 2009

56

Tabel 13. Perolehan Suara dan Kursi masing-masing Partai politik di

beberapa Daerah Pemilihan pada Pemilu Tahun 2009

57

Tabel 14. Partai politik, Daerah Pemilihan dan Anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode 2009-2014

58

Tabel 15. Komisi - Komisi DPRD Kabupaten Kerinci

Tahun 2010

60

Tabel 16. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Kerinci

Tahun 2010

61

Tabel 17. Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2010

62

Tabel 18. Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2010 62

Page 10: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

viii

Tabel 19. Susunan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)

Kabupaten Kerinci Tahun 2010

64

Tabel 20. Perbedaan antara rancangan KUA dan rancangan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011

78

Tabel 21. Program Prioritas Dinas Pekerjaan Umum dalam

Rancangan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011

81

Tabel 22. Plafon Anggaran Belanja Langsung Program pembangunan

jalan dan jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun Anggaran 2011

89

Tabel 23. Identifikasi Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

90

Tabel 24. Hasil akhir Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun 2011

92

Tabel 25. Proyeksi RAPBD Pasca Pembahasan PPAS Kabupaten

Kerinci Tahun 2011

93

Tabel 26. Ringkasan rancangan awal APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

95

Tabel 27. Perbedaan total Anggaran antara PPAS dan RAPBD dengan

RKA yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

100

Tabel 28. Program Non Fisik dalam RKA Belanja Langsung Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

106

Tabel 29. Perkiraan perolehan Rente Anggota Komisi III dari

rancangan kegiatan Pembangunan jalan dalam RKA Belanja

Langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

114

Tabel 30. Perkiraan proporsi anggaran yang digunakan untuk

pelaksanaan kegiatan Pem bangunan Jalan setelah

dikeluarkan seluruh rente

115

Tabel 31. Pembahasan RKA Kegiatan Pembangunan Jalan 116

Tabel 32. Ringkasan Rancangan APBD Hasil pembahasan pada rapat gabungan

127

Tabel 33. Fenomena Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan RKA

Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci di tingkat Eksekutif

129

Tabel 34. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program Pembangunan Jalan dan jembatan

130

Tabel 35. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program Pembangunan Jalan dan jembatan

131

Tabel 36. Fenomena Kontestasi aktor dalam Rapat Finalisasi Anggaran 132

Page 11: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Histogram Persentase Belanja langsung dan Belanja tidak

langsung terhadap total Belanja dalam APBD Kabupaten

Kerinci Tahun 2009-2011

5

Gambar 2. Model Sistem 17

Gambar 3. Model Teori Kelompok 20

Gambar 4. Skema Alur Logika Penelitian 38

Gambar 5. Hubungan antara dokumen perencanaan lainnya

dengan KUA dan PPAS

66

Gambar 6. Mekanisme penyusunan dan pembahasan

Rancangan KUA dan PPAS

70

Gambar 7. Siklus dan skedul perencanaan dan penganggaran daerah 73

Gambar 8. Skema Proses pembahasan Anggaran Belanja Langsung SKPD Kabupaten Kerinci Tahun Anggaran 2011

75

Gambar 9. Pola kontestasi antar aktor dalam proses Pembahasan

PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

91

Page 12: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

x

DAFTAR AKRONIM

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Banggar : Badan Anggaran

Banmus : Badan Musyawarah

BL : Belanja Langsung

Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

BTL : Belanja Tidak Langsung Capil : Catatan Sipil

Dapil : Daerah Pemilihan

Damkar : Pemadam Kebakaran

DAU : Dana Alokasi Umum

DAK : Dana Alokasi Khusus

DPA : Dokumen Pelaksanaan Anggaran

DPDF : Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal

DPPKA : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

ESDM : Energi Sumber Daya Mineral

KB : Keluarga Berencana

KDH : Kepala Daerah

Kesbangpol : Kesatuan Bangsa dan Politik

KPU : Komisi Pemilihan Umum

KUA : Kebijakan Umum APBD

Linmas : Perlindungan Masyarakat

Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Parpol : Partai Politik

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto

Pemilu : Pemilihan Umum

Perda : Peraturan Daerah

Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PPS : Panitia Pemungutan Suara

PPAS : Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

PPKD : Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Ranperda : Rancangan Peraturan Daerah

RAPBD : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Renja : Rencana Kerja Renstra : Rencana Strategis

Renstrada : Rencana Strategis Daerah

RKA : Rencana Kerja dan Anggaran

RKP : Rencana Kerja Pemerintah

RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Page 13: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

xi

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

TAPD : Tim Anggaran Pemerintah Daerah

TNKS : Taman Nasional Kerinci Seblat

TPS : Tempat Pemungutan Suara UKM : Usaha Kecil dan Menengah

Page 14: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

xii

INTISARI

Penganggaran merupakan aktivitas politik, dengan demikian, proses maupun produknya adalah produk politik, maka tidak tertutup kemungkinan terjadinya manipulasi, dominasi, pemangkasan, pengambilan keputusan secara tertutup dan praktik buruk lainnya terkait dengan anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontestasi yang terjadi antar perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung SKPD, terutama pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci dalam penyusunan APBD tahun 2011.

Perspektif analisis kebijakan yang digunakan adalah politis, dengan jenis studi kasus melalui metode eksploratif karena disamping menggali berbagai fenomena yang ditemukan pada objek penelitian terutama argumentasi logika, rasionalisasi, orientasi dan interaksi aktor-aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, juga menjelaskan mekanisme kebijakan dan interaksi aktor yang berbeda dalam membahas dan menyepakati agenda dan anggaran Belanja Langsung SKPD. Teknik pengambilan data dilakukan melalui melalui wawancara mendalam terhadap aktor yang terlibat dalam perumusan APBD Kabupaten Kerinci serta studi literatur terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran Tahun 2011.

Logika teoritis yang melandasi penelitian ini bahwa Politik anggaran adalah suatu proses dimana terjadinya tawar-menawar antara para pelaku dalam membuat keputusan anggaran, kebijakan diekspresikan melalui proses anggaran; kelompok kepentingan yang aktif dalam pengambilan keputusan anggaran, tetapi mereka dikendalikan, atau dapat dikontrol oleh persaingan antara mereka sendiri dan oleh proses anggaran yang memberikan atau menolak akses mereka untuk membuat keputusan.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa, kontestasi dalam pembahasan anggaran Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum terjadi karena ketidak-seimbangan kepentingan antar aktor legislatif dan eksekutif yang terlibat dalam pembahasannya. Kontestasi yang terjadi antara legislatif (Badan Anggaran dan Komisi III DPRD) dengan eksekutif (TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dianalogikan sebagai pekerjaan “bisik-bisik”atau kolaborasi tertutup. Karena secara aktual relasi kedua aktor ini terjadi secara harmoni, menghindari konflik serta saling menjaga kepentingan masing-masing. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa, jumlah legislator yang mewakili wilayahnya menjadi faktor penentu masuknya aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya dalam agenda pembahasan anggaran, karena kontestasi yang terjadi kemudian menempatkan DPRD sebagai aktor dominan dalam pembahasan anggaran. Hal ini justru menyebabkan terjadinya disparitas terhadap daerah pemilihan lainnya yang memiliki anggota legislatif yang sedikit. Kebijakan anggaran mengalir dari kepentingan para aktor eksekutif dan legislatif dan turun kepada masyarakat, bukannya dari kepentingan masyarakat naik mempengaruhi pandangan dan nilai dari aktor tersebut. Akibatnya kemudian, keberpihakan anggaran kepada kepentingan masyarakat sangat minim dan bisa juga dikatakan tidak sama sekali.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar Agar Pemerintah Daerah memberikan akses yang luas kepada masyarakat bersama-sama dengan LSM yang peduli dengan anggaran publik di Kabupaten Kerinci untuk terlibat secara aktif dan mengawal setiap proses perencanaan dan penganggaran daerah. Kata Kunci : kontestasi, perumusan kebijakan, anggaran belanja langsung

Page 15: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

xiii

ABSTRACT

Budgeting is a political activity, thus, process or product is a product of the

politics, and there is a possibility of manipulation, domination, pruning, decision-

making in the bad practices of private and other budget-related. This research

aims to determine the contestation that occurs between the policy makers in

determining of the development expenditure budget for agency, especially on the

Public Works Service of Kerinci Regency in 2011.

The policy analysis used by political perspective, which is case studies

type, through exploratory methods as well as explore the various phenomena that

are found on the object of research mainly logical argumentation, rationalization,

orientation and interaction of actors involved in policy formulation process direct

expenditure in the preparation of the Public Works Service Kerinci Regency

budget Year 2011, also explained the policy mechanisms and interactions of

different actors in discussing and agreeing the agenda and Direct expenditure

budget for agency. The data was collected through in-depth interviews of actors

involved and literature study of the document of planning and budgeting in 2011.

Theoretical logic that underlies this study that the budget Politics is a

process in which the occurrence of bargaining between actors in making budget

decisions, the policy is expressed through the budget process; interest groups are

active in making budget decisions, but they are controlled, or can be controlled by

competition between their own and by the budget process that grant or deny

access to them to make decisions.

From the results of this research found that, contestation in the discussion

of Development expenditure of Public Works Service due to an imbalance of

interests between the legislative and executive actors involved in it’s discussion.

Contestation that occurs between the legislative (Commission III and Budget

Agency of the DPRD) and executive (TAPD and Public Works Service)

analogous to the job "whispering" or closed collaboration. It caused in actual

relationship the two actors was the case in harmony, avoiding conflict and

maintaining mutual interests of each. In this research also shows that, the number

of legislators who represent the area became the deciding factor in the influx of

people's aspirations in the election budget agenda, because the contestation that

occurs later put parliament as the dominant actor in the discussion of the budget,

but instead led to the disparity of the other constituencies that have a few

legislators. Budget policy flows from the interests of the executive and legislative

actors and descend to the people, instead of the interests of the rising influence the

views and values of the actor. Consequently then, favor the interests of the public

budget is very minimal and could also be said not at all.

Based on the results of these findings, this research recommended that

Local Government must provide broader access to the public together with the

NGOs who concerned with the public of budget in Kerinci district to be actively

involved and oversee every process of planning and budgeting.

Key Words: contestation, policy formulation, direct expenditure

Page 16: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

All budgeting is about politics; most politics is about budgeting; and

budgeting must therefore be understood as part of political game1, pernyataan ini

merupakan refleksi nyata dari proses kebijakan penganggaran di Indonesia. Sebab,

apabila dikaji secara mendalam, penganggaran pada dasarnya adalah masalah

pembuatan berbagai pilihan atau prioritas untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu.2 Sehingga sepanjang proses pembentukannya, dari

perencanaan dan penyusunannya di lingkungan birokrasi, sampai dengan

pengesahannya di DPR/D (legislatif), dan bahkan sampai pada implementasi,

menjadikannya sebagai arena kontestasi politik terpenting setelah Pemilihan

Umum (Pemilu)3. Sehingga dapat difahami bahwa penganggaran merupakan

aktivitas politik, dengan demikian, proses maupun produknya adalah produk

politik.4 Kondisi ini pada akhirnya melibatkan berbagai aktor-aktor tak hanya

pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu/Pilkada, tetapi

juga para birokrat serta aktor-aktor non formal lainnya diluar sistem Pemerintahan

dan lembaga politik formal.

1 Aaron Wildavsky and Naomi Caiden, 2003, The New Politics of Budgetary Process : Fifth edition dalam tulisan Ibrahim

Zuhdi Badoh dkk, Politik Birokrasi Anggaran di Indonesia dalam Anggaran pro kaum miskin : sebuah upaya

menyejahterakan rakyat, LP3ES, Jakarta, 2009, Hal. 111. 2 Wahyudi Kumorotomo, dkk, Anggaran berbasis kinerja : Konsep dan aplikasinya, MAP-UGM, Yogyakarta, 2005, Hal.

V 3 Ibrahim Zuhdi Badoh, dkk, Op. Cit 4 Wahyudi Kumorotomo, dkk, Op. Cit.

Page 17: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

2

Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya keterlibatan aktor-aktor

formal dan non formal dalam proses perencanaan hingga pengesahan anggaran

baik di pusat dan daerah, maka tarik-menarik, kontestasi dan perdebatan

kepentingan berbagai aktor-aktor tidak dapat dihindari. Sehingga tidak tertutup

kemungkinan terjadinya manipulasi, dominasi, pemangkasan, pengambilan

keputusan secara tertutup, dan praktik buruk lainnya terkait dengan anggaran.5

Hasilnya banyak aspirasi masyarakat dari tingkat bawah (grass root) kian

terpinggirkan. Kondisi ini memperlihatkan kebijakan anggaran justru

menguntungkan sekelompok elit dan belum menyentuh serta memberikan manfaat

langsung bagi masyarakat banyak.

Komitmen terhadap amanat konstitusi UUD 1945 untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, belum sepenuhnya

terlaksana. Hal ini terlihat dari rendahnya dukungan anggaran dalam APBN/

APBD untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama menyangkut

peningkatan kualitas sumber daya manusia, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan

serta infrastruktur, seperti terlihat pada tabel berikut :

5Sunaji Zamroni dan M. Zainal Anwar, Menabur Benih di lahan tandus : Pelajaran berharga dari advokasi perencanaan

dan penganggaran di Bantul dan Kebumen, IRE Yogyakarta, 2008, Hal. 84 di download melalui :

http://www.ireyogya.org/id/ebook/menabur-benih-di-lahan-tandus.html;download=29e48b79ae6fc68e9b6480b677453586,

tanggal 10 Juni 2011

Page 18: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

3

Tabel. 1. Persentase Fungsi Terhadap Total Belanja

Pemerintah Pusat Tahun 2005 – 2010

No FUNGSI / SUB

FUNGSI

%

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-

rata

01 Pelayanan Umum 70,81 64,39 62,64 77,10 69,07 68,30 68,72

02 Pertahanan 5,97 5,55 6,08 1,32 1,71 2,89 3,92

03 Ketertiban dan

Keamanan

4,33 5,40 5,61 1,01 2,02 2,06 3,41

04 Ekonomi 6,51 8,70 8,37 7,28 7,94 7,91 7,79

05 Lingkungan Hidup 0,37 0,61 0,98 0,77 0,98 1,09 0,80

06 Perumahan dan

Fasilitas Umum

1,17 1,24 1,81 1,80 2,53 2,88 1,91

07 Kesehatan 1,62 2,77 3,17 2,02 2,42 2,48 2,41

08 Pariwisata dan

Budaya

0,16 0,21 0,37 0,19 0,21 0,20 0,22

09 Agama 0,36 0,32 0,37 0,11 0,12 0,13 0,24

10 Pendidikan 8,12 10,30 10,07 7,98 12,55 11,59

10,10

11 Perlindungan Sosial 0,58 0,52 0,53 0,43 0,46 0,48 0,50

Sumber : Diolah dari data pokok APBN Tahun 2005-2010, Depkeu RI

Berdasarkan tabel diatas, sungguh ironis jika anggaran yang seharusnya

dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, justru lebih diutamakan

untuk kepentingan birokrasi dan elit. Sebagaimana dilansir oleh salah satu media

massa nasional, bahwa Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

2010 lebih banyak digunakan untuk kepentingan rutin birokrasi dan membiayai

elite politik dibandingkan untuk kemakmuran rakyat, sehingga tema prioritas

APBN 2010, yaitu ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan

Kesejahteraan Rakyat”, masih menjadi jargon.6 Selanjutnya dinyatakan juga

bahwa :

6 http://nasional.kompas.com/read/2010/12/22/02542544/ : POLITIK ANGGARAN,

APBN Lebih Banyak untuk Birokrasi dan Elite Politik, 2010, diakses tanggal 10 Juni 2011

Page 19: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

4

”Kenaikan anggaran dari Rp 509,6 triliun tahun 2005 menjadi Rp 1.126

triliun pada APBN 2010 tidak memberikan perubahan berarti bagi

kesejahteraan rakyat, kondisi itu, terlihat dari Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Indonesia yang terus terpuruk. Jika pada tahun 2006

IPM Indonesia berada di peringkat ke-107, kemudian menjadi ke-109

pada 2007-2008, tahun 2009 IPM Indonesia kembali turun menjadi ke-

111, lebih buruk dibandingkan Palestina yang berperingkat ke-110 dan

Sri Lanka yang berada di peringkat ke-102. Anggaran pemerintah,

seperti untuk perjalanan, terus meningkat. Jika dalam APBN 2009,

anggaran perjalanan hanya Rp 2,9 triliun, tetapi menjadi Rp 12,7 triliun

di APBN Perubahan dan realisasinya mencapai Rp 15,7 triliun. Dalam

APBN 2010, anggaran perjalanan ditetapkan Rp 16,2 triliun, tetapi naik

menjadi Rp 19,5 triliun di APBN Perubahan 2010.”7

Dari fenomena tersebut, dapat dimaklumi untuk membangun atau

menyejahterakan rakyat kita harus puas hanya dengan “remah-remah” yang

tersisa. Persoalannya, bukan hanya anggaran habis untuk belanja rutin alias

membiayai birokrasi dan membayar utang, banyak dikorupsi atau bocor,

melainkan yang remah-remah itu pun belum tentu seluruhnya menetes ke

kelompok masyarakat yang dituju.8

Senada dengan fenomena anggaran pada tingkat pusat tersebut, tidak

terlihat banyak kemajuan di tingkat daerah. Khususnya Kabupaten Kerinci, yang

merupakan Kabupaten paling barat Provinsi Jambi, memiliki struktur APBD

tahun 2009-2011 yang lebih didominasi oleh belanja pegawai dalam hal ini berupa

gaji dan tunjangan pegawai pada pos belanja tidak langsung (BTL). Persentasenya

terhadap total belanja daerah dari tahun 2009 sampai dengan 2011 cenderung

menurun berturut-turut sebesar 57,213%, 51,673% dan 46,962%.

7 Ibid 8 http://nasional.kompas.com/read/2011/03/10/05144766/ : Politik Anggaran yang Tak Memihak Orang Miskin, 2010,

diakses tanggal 10 Juni 2011.

Page 20: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

5

Gambar 1 : Histogram Persentase Belanja langsung dan Belanja tidak

langsung terhadap total Belanja dalam APBD

Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011

Sumber : Diolah dari data APBDKabupaten Kerinci Tahun 2009-2011

Namun persentase belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan tersebbut

akan kian meningkat ketika diakumulasikan dengan jenis belanja pegawai pada

pos belanja langsung yang berupa honorarium dan biaya lembur pelaksanaan

kegiatan. Sementara itu untuk belanja modal yang merupakan belanja investasi

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi9, meskipun trendnya meningkat dari

tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, akan tetapi proporsinya masih rendah.

Disamping itu, penggunan anggaran yang cukup besar untuk birokrasi di

Kabupaten Kerinci ini masih diikuti oleh belanja-belanja lain yang bersifat

pemborosan. Seperti biaya bagi pengadaan kendaraan dinas, biaya perjalanan

dinas, biaya alat tulis kantor, biaya cetak dan penggandaan, biaya pemeliharaan

gedung kantor, biaya pengadaan pakaian dinas, biaya makan dan minum serta

biaya-biaya lainnya yang apabila diakumulasikan memiliki nominal yang cukup

9 Abdul Waidl. Dkk, Mendahulukan si miskin, LKIS, Yogyakarta, 2008, Hal. 79

Belanja

Langsung(BL) thd

total Belanja

Belanja

pegawai(BL) thd

total Belanja

Belanja

barang&jasathd totalBelanja

Belanja

modal thdtotal Belanja

Belanja

pegawai(BTL) thd

total Belanja

Belanja

pegawai(BTL+BL)

thd totalBelanja

2009 34,33 4,98 14,39 14,96 57,21 62,20

2010 33,10 3,77 13,23 16,10 51,67 55,44

2011 44,15 4,79 16,10 23,25 46,96 51,76

0,0020,0040,0060,0080,00

100,00120,00140,00160,00180,00

Pe

rse

nta

se

Page 21: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

6

besar. Sehingga dapat dipastikan besarnya anggaran pembangunan bagi

pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sangat kecil sekali. Kondisi anggaran

seperti ini bukan hanya tidak mengakomodir aspirasi masyarakat, tetapi juga telah

melanggar asas-asas kepatutan dan kepantasan.

Jika pada masa orde baru, perencanaan dan penganggaran daerah

menggunakan pendekatan top down, terpusat, uniform, dan lain sebagainya, maka

saat ini pendekatan yang digunakan adalah bottom up, desentralisasi dan

Partisipatif. Melalui skema desentralisasi inilah pemerintah daerah diwajibkan

menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang

merupakan penjabaran dari visi dan misi Kepala daerah dan wakil kepala Daerah

terpilih. Di dalamnya tertuang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan

selama periode 5 (lima) tahun masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah. Sebagian atau keseluruhan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan

tersebut disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. RPJMD merupakan

rujukan dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah,

seperti Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD

(KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) serta berujung pada

penyusunan dan penetapan APBD.

Kontestasi antar aktor perumus kebijakan anggaran lebih banyak terjadi

pada saat pembahasan komponen belanja, terutama belanja langsung. Hal ini

disebabkan karena dalam belanja langsung terdapat porsi anggaran untuk

menjalankan program dan kegiatan SKPD dalam mendukung visi dan misi

pemerintah daerah. Kemudian, di dalam program dan kegiatan yang akan didanai

Page 22: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

7

tersebut, terdapat komponen-komponen kepentingan berbagai pihak yang harus

diakomodir.

Pada tahun 2009-2011, alokasi anggaran belanja langsung bagi masing-

masing SKPD di Kabupaten Kerinci cenderung meningkat. Akan tetapi

peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat melalui pemerataan pembangunan. Sehingga kenyataan yang terjadi,

masih ada wilayah dalam Kabupaten Kerinci yang belum tersentuh oleh

pembangunan sektoral.

Para anggota legislatif yang berkontestasi ternyata lebih merepresentasikan

wilayah pemilihannya dalam menyuarakan aspirasi konstituennya, terutama

tampak pada sektor Infrastruktur, Pendidikan dan kesehatan. Sementara itu

eksekutif, dalam hal ini Kepala Daerah hanya mengikuti alur kontestasi yang

terjadi diantara politisi tersebut, karena kepentingannya terhadap wilayah yang

menghantarkannya pada kursi kekuasaan Kepala Daerah tetap terakomodasi.

Tabel 2 : Anggaran Belanja Langsung SKPD Kabupaten Kerinci

Tahun 2009-2011

No. SKPD Anggaran Belanja Langsung

2009 2010 2011

1 Dinas Pendidikan 29.485.156.370 6.689.801.910 51.711.070.050 2 Dinas Kesehatan 15.187.480.356 9.233.466.182 8.507.174.860 4 Dinas Pekerjaan

Umum 37.393.868.899 61.524.668.050 100.558.348.300

Sumber : DPPKA Kabupaten Kerinci, 2011.

Dari tabel diatas, ketiga sektor ini lebih dominan merupakan arena

konstestasi yang selalu terjadi setiap tahunnya dalam pembahasan APBD

dibandingkan sektor lainnya. Hal ini disebabkan karena pada sektor ini terdapat

Page 23: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

8

lokasi pelaksanaan kegiatan, sehingga apabila seorang anggota legislatif mampu

memperjuangkan lokasi pelaksanaan kegiatan tersebut di wilayah pemilihannya,

maka ia akan merasa telah memenuhi aspirasi dari konstituennya yang

memilihnya. Disamping itu juga ketiga sektor ini merupakan “lahan yang cukup

basah” bagi anggota legislatif yang memiliki profesi sampingan sebagai

kontraktor. Sehingga dapat dibayangkan yang akan terjadi kemudian terhadap

kualitas pembangunan di Kabupaten Kerinci.

Pada Tahun 2011, prioritas pembangunan Kabupaten Kerinci diarahkan

pada percepatan pembangunan infrastruktur. Sehingga wajar jika anggaran belanja

langsung pada sektor infrastruktur memiliki persentase yang lebih besar

dibandingkan dengan belanja langsung pada sektor lainnya, yaitu sebesar 36,14%

(lihat tabel 10) dan sekitar 89,82% dari total anggaran langsung Dinas Pekerjaan

Umum tersebut merupakan belanja modal yang digunakan untuk pembangunan

Infrastruktur Jalan, jembatan, gedung dan irigasi.

Namun demikian, meskipun memiliki belanja modal yang cukup besar,

akan tetapi proporsi belanja modal bagi pembangunan wilayah di Kabupaten

Kerinci tidak terdistribusi dengan merata dan seakan-akan terlalu memihak

kepada kepentingan Kepala Daerah dan anggota legislatif. Sebagai salah satu

contoh sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini :

Page 24: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

9

Tabel 3 : Belanja modal pembangunan jalan lingkar dalam Kabupaten

Kerinci Tahun 2011

No. Lokasi Pembangunan Jalan Pagu (Rp)

1 Simp. Tanjung Tanah - Lubuk Nagodang 15.000.000.000

2 Danau Tinggi - Sungai Dalam 4.577.500.000 3 Belui – kemantan 1.500.000.000 4 Simpang Pasar Semurup - Simpang Pugu (Jl. Lingkar) 750.000.000 5 Poros Tengah Lindung Jaya - Batang Sangir 1.050.000.000 6 Poros Tengah Giri Mulyo - Gunung Labu 500.000.000 7 Poros Tengah Koto Priang - Sungai Tanduk 730.000.000 8 Pungut Mudik - Renah Pemetik 5.100.000.000 9 Jl. Batu Hampar - Sungai Betung Mudik 510.000.000

Total 29.717.500.000 Sumber : Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas PU Kab. Kerinci, 2011

Dari tabel diatas, secara keseluruhan terlihat bahwa lokasi pembangunan

jalan berada pada wilayah yang menghasilkan suara terbanyak dalam Pemilihan

Umum (lihat tabel 12) dan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kerinci periode

2009-2014. Disamping itu pula merupakan wilayah domisili Kepala daerah dan

sebagian besar anggota DPRD kabupaten Kerinci periode 2009-2014. Kondisi

inilah kemudian yang memunculkan kontestasi pada satu sisi dan kolaborasi di

sisi yang lainnya demi tercapainya tujuan dari masing-masing aktor yang

merupakan cerminan dari politik anggaran.

Sehingga disini terlihat bahwa politik anggaran sebagai upaya rekonsiliasi

berbagai kepentingan yang beragam dan saling bertarung untuk memperebutkan

sumber daya yang terbatas melalui formulasi yang rasional yang dapat diterima

oleh semua pihak.10

Kemudian, proses pengalokasian sumber daya publik yang

10 10 Abdul Waidl. Dkk, Op, Cit, Hal. 76

Page 25: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

10

terbatas terhadap berbagai institusi dengan tujuan yang berbeda, lebih merupakan

proses politik daripada proses teknokratis murni.11

Dalam kaitannya dengan penganggaran daerah telah banyak dilakukan

oleh peneliti-peneliti di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, diantaranya Silvia

Delvina,12

meneliti tentang Proses penjaringan Aspirasi Masyarakat dalam

pengalokasian Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Padang Pariaman di era

otonomi Daerah. Hasil penelitiannya menyimpulkan rendahnya aspirasi

masyarakat Kabupaten Padang Pariaman yang terakomodasi dalam APBD 2004,

selanjutnya ditemukan inkosistensi kriteria-kriteria usulan dari tingkat nagari dan

kecamatan, sementara di tingkat Kabupaten baru kriteria-kriteria tersebut muncul,

seperti kesesuaian dengan Arah Kebijakan Umum serta Strategi dan prioritas

APBD. Juga ditemukannya keterlambatan dalam penyusunan Anggaran sehingga

menyebabkan keterlambatan kegiatan pembangunan di Kabupaten Padang

Pariaman.

Lebih lanjut Gusti Mawardi,13

meneliti tentang Anggaran Belanja Daerah

Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan ditinjau dari proses dan

pengalokasian. Hasilnya Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) di Kabupaten Banjar belum mencerminkan aspirasi masyarakat

daerah, Arah dan Kebijakan Umum anggaran lebih didominasi dan mencerminkan

aspirasi pemerintah atasan. Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

11 Ibid 12 Silvia Delvina, Analisis proses penjaringan aspirasiMasyarakat dalam pengalokasian Anggaran Belanja Daerah

Kabupaten Padang Pariaman di Era Otonomi Daerah, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UNAND, 2006,(tidak

dipublikasikan) 13 Gusti Mawardi, Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan ditinjau dari

proses dan pengalokasian, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UGM, 2001,(tidak dipublikasikan)

Page 26: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

11

sebagai wakil rakyat di daerah belum optimal, sehingga permasalahan anggaran

yang dihadapi tidak tersaji secara lebih mendalam. Laju pertumbuhan realisasi

anggaran belanja rutin Pemerintah Kabupaten Banjar setiap tahunnya cenderung

berfluktuasi, kecuali untuk belanja pegawai yang menunjukkan laju pertumbuhan

anggarannya setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan

realisasi anggaran belanja pembangunan Pemerintah Kabupaten Banjar menurut

sektor cenderung berfluktuatif setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan belum

dilakukannya skala prioritas dalam menentukan plafon anggaran, di samping itu

intervensi dari pemerintah atasan masih terlalu besar.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Syahrul,14

tentang anggaran

belanja daerah Pemerintah Kota Padang ditinjau dari proses dan pengalokasian.

Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perencanaan pembangunan di Kota

Padang dilakukan melalui pendekatan top down approach dan bottom up

approach, dalam penyusunan APBD peranan eksekutif masih dominan. Peranan

anggota DPRD dalam penyusunan anggaran tidak dimulai dari awal tetapi diawali

dari hasil draft yang disusun oleh eksekutif sehingga permasalahan anggaran yang

dihadapi tidak terkaji lebih mendalam.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Djafar,15

yang meneliti tentang

bagaimana pola-pola kontestasi yang berlangsung dalam proses perumusan

kebijakan anggaran yang terjadi pada tahun 2005 di Kabupaten Mamuju, Provinsi

Sulawesi Barat. Hasilnya, diidentifikasikannya dua hal utama yang terjadi dalam

14 Syahrul, Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota Padang ditinjau dari Proses dan Pengalokasian, Tesis S-2,

Program Pasca Sarjana UGM, 2001, (tidak dipublikasikan) 15 Muhammad Ridwan Djafar, Politik Anggaran Daerah : Studi tentang proses perumusan kebijakan anggaran dalam

penyusunan APBD Tahun 2005 di Kabupaten Mamuju Prov. Sulawesi Barat, Tesis-S2, Magister Ilmu Politik, Program

Pasca Sarjana UGM, 2006 (tesis tidak dipublikasikan)

Page 27: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

12

proses perumusan kebijakan anggaran. Pertama, mekanisme perumusan yang

elitis dan memakan waktu yang lama. Elitis karena aktor perumus yang terlibat

hanya berasal dari dua lembaga besar di daerah, yaitu DPRD dan Pemerintah

daerah. Memakan waktu yang lama karena mekanismenya terlalu panjang dan

kuatnya kontestasi politik kepentingan antar aktor yang terlibat. Kedua, Pola

kontestasi politik yang dominan yang terjadi dalam perumusan anggaran adalah

kontestasi dan pertarungan kepentingan berbasis kewilayahan yang dilakukan

aktor-aktor yang terlibat, plural namun sifatnya terbatas. Para anggota legislatif

yang berkontestasi ternyata lebih merepresentasikan wilayah pemilihannya

daripada kepentingan partainya, sementara birokrasi hanya mengikuti alur

kontestasi yang terjadi antar eksekutif tersebut.

Hal yang membedakan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bahwa penulis melihat setiap proses

kontestasi berbagai aktor dalam proses perencanaan anggaran daerah terutama

pada proses perumusan kebijakan anggaran belanja langsung SKPD dalam

penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011.

B. Batasan Masalah

Karena begitu luasnya cakupan penelitian ini, peneliti membatasi hanya

untuk satu SKPD saja, yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci. Hal ini

disebabkan karena :

Page 28: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

13

1. Program dan kegiatan yang lebih banyak diusulkan dan oleh masyarakat dan

lebih banyak mengalami distorsi dalam setiap tahapan perencanaan dan

penganggaran daerah adalah bidang Infrastruktur.

2. Sebagian besar anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode 2009-2014 memiliki

profesi sebagai pengusaha di bidang konstruksi sipil (kontraktor) dan sebagian

lainnya mantan birokrat, sehingga dapat dipastikan kontestasi yang terjadi di

dalam pembahasan anggaran belanja langsung akan semakin rumit dan memiliki

pola yang beragam.

3. Sektor infrastruktur, terutama Pekerjaan Umum memiliki anggaran Belanja

Langsung yang cukup besar setiap tahunnya dan berpotensi terjadinya kontestasi

antara aktor dalam pembahasan Belanja Langsung, sebab di dalam program dan

kegiatan Dinas Pekerjaan Umum memuat berbagai kepentingan-kepentingan

aktor yang harus diakomodir.

C. Rumusan masalah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi

rumusan masalah dalam hal ini adalah Bagaimanakah kontestasi antar

perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci dalam penyusunan APBD tahun 2011?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kontestasi yang terjadi antar perumus kebijakan anggaran

dalam penentuan belanja langsufng Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Kerinci dalam penyusunan APBD tahun 2011

2. Untuk mengetahui dampak kontestasi yang terjadi terhadap kepentingan

masyarakat bidang Infrastruktur pasca pengesahan APBD Kabupaten Kerinci

tahun 2011.

Page 29: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

14

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Kebijakan Publik

Berbagai definisi yang dikemukan para pakar terkait dengan kebijakan

publik dalam konteks dan pemahaman serta batasan-batasan tersendiri. Sehingga

dapat dimaklumi bahwa kebijakan publik merupakan fenomena yang kompleks

dan dinamis yang dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu.16

1. Konsep Kebijakan Publik

Kebijakan dapat merujuk pada proses pembuatan keputusan-

keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti

prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya.

Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial,

atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit. Sehingga, kebijakan

publik dipahami sebagai kebijakan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah dan

para aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah publik.17

Samodra Wibawa mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah

keputusan suatu sistem politik untuk/ dalam/ guna mengelola suatu masalah atau

memenuhi suatu kepentingan, dimana pelaksanaan keputusan tersebut

membutuhkan dikerahkannya sumber daya milik sistem politik tersebut.18

16 Mustopadidjaja AR, Manajemen proses kebijakan publik : formulasi, implementasi, dan evaluasi kinerja, LAN dan Duta

Pertiwi Foundation, Jakarta, 2003, Hal. 2 17 AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, teori dan aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, Hal. v 18 Samodra Wibawa, Politik Perumusan Kebijakan Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, Hal. 1

Page 30: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

15

Pandangan lainnya dikemukakan oleh James Anderson, bahwa kebijakan publik

merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud, yang ditetapkan oleh seorang

aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.19

Jadi, dari definisi di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kebijakan

publik adalah suatu keputusan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah, yang

didukung oleh aktor politik dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki

untuk mengatasi persoalan publik.

2. Perumusan Kebijakan Publik

Perumusan kebijakan publik merupakan inti dari kebijakan publik20

dan

merupakan proses yang rumit, sebab di dalamnya mencakup pertanyaan

bagaimana masalah-masalah timbul dan masuk ke dalam agenda Pemerintah,

siapa dan bagaimana merumuskan masalah tersebut untuk mengambil tindakan,

kemudian sikap apa yang diambil oleh lembaga legislatif atau lembaga lainnya,

selanjutnya bagaimana para pemimpin menerapkan kebijakan tersebut dan

akhirnya, bagaimana kebijakan tersebut dievaluasi.21

Disamping itu, Anderson

juga mengemukakan bahwa perumusan kebijakan merupakan pengembangan

usulan akan tindakan yang terkait dan dapat diterima untuk menangani

permasalahan publik22

.

a. Model-model perumusan kebijakan publik

Berkaitan dengan proses perumusan kebijakan belanja langsung SKPD

dalam penyusunan Proses Perumusan Kebijakan Anggaran Belanja Langsung

19 Budi Winarno, Kebijakan Publik : Teori dan proses, Media Presindo, Yogyakarta, 2008, Hal. 18 20 Riant Nugroho, Public Policy, Gramedia, Jakarta, 2008, Hal. 391 21 Budi Winarno, Op Cit,, Hal. 91 22 James Anderson, Public Policy Making: An Introduction, Houghton Mifflin Company, Boston, 2006, Hal-4

Page 31: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

16

SKPD dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, ada beberapa

model perumusan kebijakan publik yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

menyederhanakan rumitnya proses perumusan kebijakan dimaksud, antara lain :

1) Model Kelembagaan

Perumusan kebijakan model kelembagaan, secara sederhana bermakna

bahwa tugas membuat kebijakan adalah tugas Pemerintah, dan mendasarkan pada

fungsi-fungsi kelembagaan dari Pemerintah.23

Disamping itu, model ini lebih

menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik.24

Sehingga, dari

perspektif model kelembagaan, kebijakan-kebijakan apapun tidak akan menjadi

kebijakan publik kalau ia tidak diterima, diimplementasikan dan dipaksakan

pemberlakuannya oleh lembaga-lembaga Pemerintah.25

Hal ini berarti bahwa lembaga pemerintah memiliki legitimasi untuk

menciptakan kebijakan yang menjangkau semua lapisan masyarakat dan pada

tingkat tertentu kekuatan paksaan bisa dilakukan agar warga masyarakat mau

memenuhi kewajiban untuk menuruti kehendak pembuat kebijakan.26

Dalam

konteks ini Dye, berpandangan bahwa, ada tiga hal yang membenarkan

pendekatan kelembagaan ini, yaitu bahwa pemerintah memang sah membuat

kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal dan memang pemerintah

memonopoli fungsi pemaksaan dalam kehidupan bersama.27

23 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 361 24 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Intermedia, Jakarta, 1994, Hal. 6 25 Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, UMM press, Malang, 2008, Hal.78 26 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit 27 Riant Nugroho, Op. Cit.

Page 32: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

17

2) Model Sistem

Perumusan kebijakan pada model sistem, mengasumsikan bahwa

kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik.28

Terdapat tiga koponen

di dalam model ini, yaitu input, proses, dan output. Seperti tergambar di bawah

ini:

Gambar 2. Model Sistem

Sumber : Riant Nugroho, Public Policy, Gramedia, Jakarta, 2008, Hal. 383

Tuntutan-tuntutan individu maupun kelompok masyarakat, dukungan-

dukungan dan juga sumber daya merupakan input yang nantinya akan

mempengaruhi proses pengalokasian nilai-nilai oleh penguasa. Selanjutnya sistem

politik akan menyerap berbagai macam tuntutan dari masyarakat untuk

dikonversikan menjadi keluaran-keluaran yang berupa keputusan-keputusan atau

kebijakan-kebijakan. Proses tidak berakhir sampai disini, karena setiap hasil

keputusan yang merupakan keluaran sistem politik akan mempengaruhi

lingkungan. Perubahan lingkungan inilah yang nantinya akan mempengaruhi

tuntutan-tuntutan yang muncul dari masyarakat.29

28 Riant Nugroho, Op Cit, Hal. 382. 29 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 7

INP

UT

A POLITICAL

SYSTEM

OU

TP

UT

DEMANDS

SUPPORT

DECISIONS

OR POLICIES

FEEDBACK

Page 33: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

18

3) Model teori Elit

Model teori ini mengembangkan diri pada kenyataan bahwa

sedemokratis apapun, selalu ada bias dalam perumusan kebijakan, karena pada

akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari

para elit.30

Sehingga dalam model ini kehidupan sosial terdiri atas dua lapisan,

lapisan pertama dengan jumlah yang sangat kecil selaku pengatur dan lapisan

bawah dengan jumlah yang besar sebagai yang diatur. 31

Apabila didasarkan pada

teori elit, bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya

tidak bisa dielakkan didominasi oleh sekelompok individu yang sangat kuat, yang

memanipulasi instrumen-instrumen kekuasaan bagi kepentingan mereka.32

Dalam kerangka dominasi, elit politik memiliki dua langkah, yang

pertama dominasi dan kedua kekuasaan berdasarkan hak untuk memerintah yang

didasarkan pada kepercayaan atau legitimasi rakyat, 33

maka tidak ada salahnya,

Ramlan Surbakti menyatakan elit politik dirumuskan sebagai sekelompok kecil

orang yang mempunyai pengaruh besar dalam pembuatan atau perumusan

kebijakan publik34

. Sehingga dapat dipahami bahwa, kebijakan publik sama sekali

bukan cerminan tuntutan –tuntutan rakyat, melainkan lebih merupakan cerminan

kepentingan golongan elit untuk melestarikan nilai-nilai mereka.35

Secara khusus model elit dikembangkan untuk menganalisis proses

perumusan kebijakan publik, terutama untuk menyoroti peran-peran yang

30 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal.364 31 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 8 32 Budi Winarno, Op Cit,, Hal. 42 33 Zainuddin Maliki, Sosiologi politik : Makna kekuasaan dan transformasi politik, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2010, Hal. 29 34 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 2007, Hal. 75 35 Solichin Abdul Wahab, Op. Cit, Hal.93

Page 34: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

19

dimainkan oleh golongan elit dalam proses perumusan kebijakan publik dan cara-

cara yang mereka lakukan untuk memanipulasi atau “memotong-kompas”

aspirasi rakyat.36

4) Model teori kelompok

Model teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik

keseimbangan (equilibrium).37

Equilibrium ini ditentukan oleh pengaruh relatif

dari kelompok-kelompok kepentingan yang diharapkan akan menghasilkan

perubahan-perubahan dalam proses pembuatan kebijakan publik.38

Dengan

demikian, pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk menanggapai

tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negosiasi,

dan kompromi. Sebagai hasil persaingan antara berbagai kelompok kepentingan,

kebijakan publik pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam

pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing

pada suatu waktu.39

Dalam hal ini, peran sistem politik adalah untuk

memanajemen konflik yang muncul dari adanya perbedaan tuntutan, melalui cara-

cara sebagai berikut 40

: a).Merumuskan aturan main antar kelompok kepentingan,

b). Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan. c). Memungkinkan

terbentuknya kompromi dalam kebijakan publik yang akan dibuat, dan

d). Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.

36 Ibid 37 Riant Nugroho, Op Cit, Hal.363 38 Budi Winarno, Op Cit,, Hal. 49 39 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 9 40 Riant Nugroho, Loc. Cit, Hal.364

Page 35: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

20

Gambar 3 : Model Teori Kelompok

Sumber : Riant Nugroho, Public Policy, Gramedia, Jakarta, 2008, Hal. 364

Sehingga dalam proses perumusan kebijakan publik, model kelembagaan

dapat digunakan untuk menelaah kelompok apakah yang saling berkompetisi

untuk mempengaruhi kebijakan publik dan siapa yang memiliki pengaruh paling

kuat terhadap keputusan yang dibuat.41

5) Model Rasional

Model Rasional mengedepankan suatu gagasan bahwa kebijakan publik

sebagai maximum social gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan

harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat.

Disamping itu, proses perumusan kebijakan publik dalam model ini harus

didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya, dan

rasionalitas yang diambil adalah perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang

dicapai.42

Artinya, model ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau

ekonomis. Oleh karena itu, untuk memperoleh rasionalitas yang tepat, maka para

pembuat kebijakan harus mengetahui berbagai hal, yaitu 43

: a). Preferensi nilai-

41 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 10 42 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 366 43 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Loc.Cit, Hal. 10

Pengaruh

Grup B

Pengaruh

Grup A

Pengaruh

Tambahan

Posisi Kebijakan Alternatif Perubahan

Kebijakan

Equilibrium

Kebijakan Publik

Page 36: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

21

nilai masyarakat dan kecenderungannya, b). pilihan atau alternatif kebijakan yang

tersedia, c). Konsekuensi- konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan, d). Rasio

yang dicapai bagi setiap nilai sosial yang dikorbankan pada setiap alternatif

kebijakan dan e). Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.

Pendekatan ini mengabaikan asal usul kebijakan tersebut, sepanjang

kebijakan yang ditempuh akan memberikan suatu hasil yang baik dengan

sumberdaya yang paling sedikit, maka kebijakan tersebut layak untuk

dilaksanakan.44

6) Model Pilihan publik

Pendekatan ekonomi politik yang baru menganggap bahwa negara atau

pemerintah, politisi, birokrat sebagai agen yang memiliki kepentingan sendiri

merupakan pemicu lahirnya pendekatan atau model pilihan publik (public

choice).45

Model perumusan kebijakan publik ini melihat kebijakan sebagai

sebuah proses formulasi keputusan kolektif dari individu-individu yang

berkepentingan atas keputusan tersebut.46

Prinsipnya model ini berusaha untuk

mengkaji tindakan rasional dari aktor-aktor politik, baik di parlemen, lembaga

Pemerintah, lembaga kepresidenan, masyarakat pemilih dan lain sebagainya.47

Disamping itu model ini membantu untuk menjelaskan, kenapa para

pemenang pemilu acap kali gagal memberikan yang terbaik kepada masyarakat

karena mereka lebih berkepentingan kepada publiknya, yaitu para pemberi suara

44 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Loc.Cit, Hal. 10 45 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik : Kajian teoritis dan analisis empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, Hal. 48 46 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 380 47 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik, Ghalia Indonesia,2002, Jakarta, Hal. 86

Page 37: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

22

atau pendukungnya.48

Kondisi ini terlihat manakala pemerintah memiliki

kecenderungan untuk memuaskan para pemilihnya daripada masyarakat luas, dan

tidak jarang kita menyaksikan suatu kebijakan publik yang seakan-akan adil,

namun apabila dikaji dan dianalisis secara mendalam, kebijakan tersebut hanya

menguntungkan sejumlah kecil warga masyarakat atau kelompok.

Sehingga jelaslah bahwa, model pilihan publik melihat politik anggaran

sebagai rekonsiliasi berbagai kepentingan yang beragam dan saling bertarung

untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas melalui formulasi rasional yang

dapat diterima semua pihak.49

Disamping itu, model ini pada dasarnya

menganggap bahwa proses pengalokasian sumber daya publik yang terbatas

terhadap berbagai institusi dangan tujuan yang berbeda, lebih merupakan proses

politik daripada proses teknokratis murni.50

b. Aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik

Selanjutnya seperti yang ditulis oleh Charles Lindblom dan beberapa ahli

yang lain, dalam memahami proses perumusan kebijakan kita perlu memahami

aktor-aktor yang terlibat atau pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan

tersebut. Menurut Charles Lindblom, bahwa untuk memahami siapa sebenarnya

yang merumuskan kebijakan lebih dahulu harus dipahami sifat-sifat semua

pemeran serta (partisipants), bagian atau peran apa yang mereka lakukan,

wewenang atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki, dan bagaimana mereka

48 Riant Nugroho, Op. Cit, Hal. 381 49 John Cullis dan Philip Jones, 1998, seperti dikutip oleh Abdul Waidl, dkk dalam Mendahulukan si miskin: buku sumber

bagi anggaran pro rakyat, LKIS, Yogyakarta, 2008, Hal. 76 50 Andi Norton dan Diane Elson, 2002, Ibid

Page 38: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

23

saling berhubungan serta saling mengawasi.51

Mengetahui siapa yang terlibat

dalam perumusan kebijakan publik akan merupakan sesuatu yang esensial.52

Sebab, aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik akan menentukan

seperti apakah kebijakan publik tersebut akan dirumuskan, bagaimana masalah

publik didefinisikan dan pada akhirnya bagaimana kebijakan publik tersebut

dirumuskan.

Jadi, dari berbagai jenis pemeran serta, masing-masing pemeran serta ini

menurut Lindblom mempunyai peran secara khusus yang meliputi: warganegara

biasa, pemimpin organisasi, anggota DPR, pemimpin lembaga legislatif, aktivis

partai, pemimpin partai, hakim, pegawai negeri sipil, ahli teknik, dan manajer

dunia usaha. Sehingga jika dikelompokkan, maka pemeran serta dalam proses

perumusan kebijakan dapat dibagai kedalam dua kelompok, yakni aktor resmi dan

aktor tidak resmi.

Dalam penelitian ini, terkait dengan proses perumusan kebijakan belanja

langsung SKPD dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, aktor

yang terlibat hanya dibatasi pada aktor resmi. Hal ini disebabkan kontestasi yang

terjadi sepanjang perumusan belanja langsung SKPD berada pada aktor resmi ini.

Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan munculnya aktor-aktor tidak resmi seperti

partai politik dan kelompok kepentingan. Selanjutnya, yang termasuk kedalam

aktor resmi adalah lembaga-lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari

eksekutif (birokrasi), dan legislatif (Politisi). Di Kabupaten Kerinci, aktor yang

berasal dari lembaga eksekutif ini terdiri dari mereka yang ikut merumuskan

51 Charles Lindblom, The Policy Making Process, 2nd edition, Yale University, USA, 1984, hal. 2 52 Budi Winarno, Op.Cit, Hal. 142

Page 39: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

24

perencanaan anggaran dari tingkat SKPD, seperti Kepala SKPD dan jajarannya,

hingga ke tingkat Tim perumus anggaran daerah, seperti Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD), termasuk juga pimpinan tertinggi eksekutif daerah

yaitu Bupati. Sementara itu, aktor dari lembaga legislatif terdiri dari semua

anggota DPRD dari berbagai komisi dan fraksi dengan seluruh badan

kelengkapannya, seperti Badan Anggaran, Badan Musyawarah, Badan Legislasi

dan Badan Kehormatan. Sehingga

Keragaman dari aktor yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran

berbeda dan seringkali beradu motivasi, tujuan,53

dan kepentingan. Eksekutif

berkepentingan memperluas cakupan institusinya dan memperbesar budget bagi

pelaksanaan program dan kegiatannya, sementara legislatif berkepentingan agar

dapat terpilih kembali (reelection) dengan memperbanyak “pork barrel” bagi

daerah pemilihannya. Untuk memenuhi hal tersebut, legislators mencari program

dan projects yang membuatnya popular di mata konstituen.54

Salah satu bentuk

program dan projects tersebut adalah belanja investasi di sektor infrastruktur.

Sementara itu, birokrat mengusulkan program-program baru karena ingin agency-

nya berkembang dan konstituen percaya mereka menerima benefits dari

pemerintah.55

Akibat yang muncul kemudian, untuk memperjuangkan kepentingannya,

para aktor memungkinkan untuk memisahkan diri dari (terfragmentasi) dari

53 Irene S. Rubin, Op.Cit, Hal. 14 54 Syukriy Abdullah, Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah: Pendekatan Principal-Agent Theory.

Makalah Disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Bengkulu. Bengkulu. 4-5 Oktober 2004. 55 Ibid

Page 40: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

25

lembaganya.56

Eksekutif dapat saja terfragmentasi menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok yang pro dan kontra. Artinya, pada kelompok eksekutif yang pro

menginginkan kinerja anggaran, sehingga anggaran dapat dipergunakan secara

efektif dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

serta disusun berdasarkan Nota kesepakatan yang telah ditetapkan. Sebaliknya,

pada kelompok eksekutif yang kontra, menginginkan maximizing budget bagi

institusinya dengan mengabaikan segala ketentuan dan kesepakatan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Dengan harapan bahwa dengan memaksimalkan

anggaran, maka semakin banyak pula program dan kegiatan yang akan

dilaksanakan pada institusi mereka. Otomatis akan meningkatkan income bagi

personil-personilnya. Kemudian pada sisi legislatif terjadi juga fragmentasi. Pada

sisi politisi yang pro lebih mementingkan jumlah anggaran, sehingga akan

semakin banyak proyek-proyek dilaksanakan, pada akhirnya dapat memuaskan

konstituen-konstituen mereka di daerah pemilihannya masing-masing. Sementara

itu, politisi yang kontra menginginkan agar anggaran dapat terdistribusi secara

proporsional dan berkeadilan.

Dari uraian tersebut, Aktor-aktor yang terlibat dalam proses penyusunan

anggaran saling terfragmentasi secara internal dan dalam hubungan antar aktor

lain di luar lembaganya. Dimana masing-masing mereka yang terfragmentasi

memiliki kepentingan untuk mewujudkan tuntutan-tuntutan khususnya. Aktor-

aktor dari lembaga yang berbeda akan saling bersatu di sekitar tujuan bersama

sehingga terbentuklah koalisi. Koalisi dimaknai sebagai penggabungan kekuatan

56 Fadmi Ridwan, Pengalaman Aceh mengelola kontestasi politik : Studi Kontestasi Birokrat, Politisi dan Ulama dalam

proses kebijakan anggaran Dayah Tahun 2008, Program Studi Ilmu Politik, UGM, 2008, Tesis tidak dipublikasikan

Page 41: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

26

dengan pihak lain untuk memperkuat posisi tawar menawar dan dapat menjadi

strategi yang jitu untuk mempertahankan eksistensi suatu pihak.57

Kesesuaian

ideologi dan basis perjuangan para aktor dapat dijadikan sebagai parameter

dengan siapa mereka akan berkoalisi. Koalisi dapat juga didefinisikan sebagai dua

atau lebih pihak yang setuju untuk mengumpulkan sumber daya mereka untuk

mencapai beberapa hasil yang saling menguntungkan.

Disamping munculnya koalisi, tidak tertutup kemungkinan munculnya

kompromi-kompromi antar aktor dalam proses penyusunan anggaran. Kompromi

dimaknai bahwa Pihak yang berkontestasi walaupun tidak memberikan

kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lain tetapi mereka tetap membuka

kemungkinan untuk berdialog, dan melakukan tawar-menawar, saling memberi

dan menerima,58

menyetujui tujuan yang bersifat menguntungkan kedua belah

pihak dan sebagai suatu tindakan “back up” apabila upaya kerjasama (kooperatif)

tidak berhasil,59

disamping itu suatu kompromi tidak mungkin memuaskan semua

pihak yang berkepentingan secara sempurna.60

Terkait dengan pembahasan

anggaran, kompromi dapat menghasilkan alternatif tawaran, antara lain

pemindahan lokasi kegiatan (proyek), pengurangan dan penghapusan suatu

kegiatan dan mengganti dengan kegiatan yang baru serta dapat juga berupa

persetujuan untuk merevisi volume pekerjaan.

5757 Firmansyah, Mengelola Partai Politik : Komunikasi dan positioning ideologi politik di era demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, Hal. 359 58 Pratikno dkk, Mengelola dinamika politik dan Sumberdaya Daerah, Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah

UGM, Yogyakarta, 2004, Hal. 42 59 Harbani Pasalong, Kepemimpinan Birokrasi, Alfabeta, 2008, Hal. 191 60 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal. xxiii

Page 42: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

27

Jika masing-masing aktor berusaha menjadi sangat kuat, baik melalui

koalisi maupun kompromi, maka pada saat bersamaan kelompok lain akan

berupaya untuk melawannya, dan merekapun tersisihkan. Kelompok yang

tersisihkan tersebut membangun kerjasama (cooperative) dengan kelompok lain

yang tidak puas atau keluar (exit) dari arena pembahasan suatu kebijakan.

Kooperatif dapat definisikan sebagai Cooperative is occurring, when actors adjust

their behavior through a process of policy coordination,61

and usually opposed to

competition or conflict which implies that cooperation provides the actors

involved with gains or rewards.62

c. Nilai-nilai yang mempengaruhi sikap dan perilaku para aktor dalam

perumusan kebijakan publik.

Rancangan kebijakan yang diajukan oleh aktor, merupakan fungsi dari

sikap dan perilakunya, sementara sikap dan perilaku merupakan fungsi dari

kepentingan dan nilai yang dipegangnya.63

Nilai-nilai tersebut, sebagai berikut :

1) Nilai-nilai politik, yaitu keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari

parpol atau kelompok kepentingan tertentu. Seperti umumnya pada paradigma

kritis dalam Kebijakan Publik, maka dalam fase formulasi kebijakan publik,

realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan publik itu tidak

boleh dilepaskan dalam fokus kajiannya, sebab apabila kita melepaskan

kenyataan politik itu dari proses pembuatan kebijakan publik, maka kebijakan

61 Robert O Keohane, “Institutional Theory and the Realist Challenge After the Cold War.”Neorealism and Neoliberalism : The Contemporary Debate. Columbia University Press, New York, 1993, Hal. 269-300. 62 Helen Milner, International Theories of Cooperation among Nations: Strengths and Weakness, World Politics, Vol. 44,

No. 3 (April 1992), pp. 466-496. Cambridge University Press, diakses tanggal 12 November 2011, melalui

http://www.jstor.org/stable/2010546 63 Samodra Wibawa, Kebijakan Publik : Proses dan analisis,Op,.Cit, Hal. 20

Page 43: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

28

yang dihasilkan akan miskin aspek lapangannya. Sementara kebijakan publik

itu sendiri tidak pernah steril dari aspek politik. Dalam konteks ini, maka

proses formulasi kebijakan dipahami sebagai sebuah proses pengambilan

keputusan yang sangat ditentukan oleh faktor kekuasaan, dimana sumber

kekuasaan itu berasal dari strata sosial, birokrasi, akademis, professionalisme,

kekuatan modal, dan sebagainya.

2) Nilai-nilai organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan dibuat atas dasar

nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi

(sanction) yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan

melaksanakannya. Pada tataran ini, tindakan yang dilakukan oleh para

stakeholders lebih dipengaruhi serta dimotivasi oleh kepentingan dan perilaku

kelompok, sehingga pada gilirannya, produk-produk kebijakan yang

dihasilkan mengakomodasi kepentingan organisasi ketimbang kepentingan

publik secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah

perangkat sistemik yang mampu mengeliminir kecenderungan tersebut.

3) Nilai-nilai pribadi, yaitu seringkali keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai

pribadi yang dibuat oleh pribadi pembuat keputusan untuk mempertahankan

statusquo, reputasi, kekayaan dan sebagainya. Proses formulasi kebijakan

dalam konteks ini lebih dipahami sebagai suatu proses yang terfokus pada

aspek emosi manusia, personalitas, motivasi dan hubungan interpersonal.

Fokus dari pandangan ini adalah siapa mendapatkan nilai apa, kenapa ia

mendapatkan nilai tersebut dan bagaimana ia mengaktualisasikan nilai yang

telah dianutnya.

Page 44: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

29

4) Nilai-nilai kebijakan, dalam hal ini keputusan dibuat atas dasar persepsi

pembuat kebijakan tentang kebijakan publik atau pembuatan kebijakan yang

secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Temasuk dalam kategori ini

adalah nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, kebersamaan dan lain-

lain. Pandangan ini melihat bagaimana pembuat kebijakan sebagai personal

mampu merespon stimulasi dari lingkungannya. Artinya, disini akan banyak

terlihat bagaimana seseorang pembuat kebijakan mengenali masalah,

bagaimana mereka menggunakan info yang mereka miliki, bagaimana mereka

menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang ada, bagaimana mereka

mempersepsi realitas yang ditemui, bagaimana info diproses dan bagaimana

info dikomunikasikan dalam organisasi.

5) Nilai idiologi dimana nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme dapat

menjadi landasan pembuatan kebijakan, baik kebijakan dalam negeri maupun

luar negeri. Selain itu idiologi juga merupakan sarana untuk

merasionalisasikan dan meligitimasikan tindakan- tindakan kebijakan yang

dilakukan oleh pemerintah.

B. Konsep anggaran.

Secara konseptual, anggaran merupakan instrumen penting kebijakan

ekonomi yang dimiliki oleh pemerintah dan menggambarkan pernyataan

komprehensif tentang prioritas negara.64

Anggaran juga didefinisikan sebagai

pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu

64 Yuna Farhan, Menelaah Arah Politik Anggaran di Indonesia, melalui : http://www.psik-

indonesia.org/files_pdf/%5BFITRA%5D%20Menelaah%20Arah%20Politik%20Anggaran%20di%20Indonesia_20100330

170322 diakses tanggal 29 Juni 2011.

Page 45: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

30

tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah

proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.65

Sementara itu, dalam bukunya, Irene S. Rubin, seorang pakar politik

anggaran, mengemukakan bahwa, dari perspektif politik, anggaran merupakan 66

:

(1) Budget reflects "choices about what government will and will not

do"; (2) Budget reflects the priorities of a government as the "budget process mediates between groups and individuals who want different

things from government…"; (3) Budget reflects "the relative

proportion of decisions made for local and constituency purpose, and

for efficiency, effectiveness and broader public goals"; (4) Budget

provides "a powerful tool of accountability to citizens who want to

know how the government is spending their money and if government

has generally followed their preferences"; (5) Budget reflects

"citizens' preferences for different forms of taxation and different

levels of taxation, as well as the ability of specific groups of taxpayers

to shift tax burdens to others"; (6) Budget influences the economy and

affects the level of employment; and (7) Budget reflects "the relative

power of different individuals and organizations to influence budget

outcomes".

Berdasarkan poin-poin diatas, Rubin juga menyatakan bahwa67

:

“In all these ways, public budgeting is political. But budgeting is not

typical of other political processes; it is not just one example among

many. It is both an impor tant and a unique arena of politics. It is

important because of the specific policy decisions it reflects: decisions

about the scope of government, the distribution of wealth, the

openness of government to interest groups, and the accountability of

government to the public at large”

Sementara itu, Robert W Smith, and Thomas D. Lynch mengemukakan

pendapatnya tentang anggaran. Menurut mereka:

“A budget is a plan for the accomplishment of programs related to

objectives and goals within a definite time period, including an

65 Badrul Munir, Perencanaan anggaran kinerja : Memangkas inefisiensi anggaran daerah, Samawa center, Yogyakarta,

2003, Hal.25-26. 66 Irene S. Rubin, The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending, Borrowing and Balancing, Chatham House:

Chatham, 2006, Hal 1-2 67 Ibid

Page 46: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

31

estimate of resources required, together with an estimate of resources

available, usually compared with one or more past periods and

showing future requirements. “68

Denhardt dan Denhardt didalam bukunya menuliskan bahwa : “budgets

express the public policy choices of governments and others, among these are

choice respect to the impact of the public sector on the economy”.69

Pendapat

lainnya menyebutkan bahwa : “A budget therefore, may be characterized as a

series of goals with price tags attached.70

Jadi jelaslah bahwa, anggaran menjelaskan apa yang pemerintah lakukan

dengan mengalokasikan sumber daya yang langka, menyiratkan pilihan di antara

berbagai macam pengeluaran yang potensial untuk pelaksanaan program-program

yang dibiayai dengan uang publik dan menyiratkan keseimbangan, serta

membutuhkan beberapa macam proses pembuatan keputusannya.

Secara umum, penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah

alokasi dana untuk tiap – tiap program dan aktifitas dalam satuan moneter. Tahap

penganggaran menjadi sangat penting, karena anggaran yang tidak efektif dan

tidak berorientasi pada kinerja akan dapat mengagalkan perencanaan yang telah

disusun.71

Sehingga, tujuan dari penganggaran harus difahami oleh para perumus

kebijakan anggaran.

68 Robert W Smith, and Thomas D. Lynch, Public Budgeting in America, 5th Edition, Pearson,Upper Saddle River, New

Jersery, 2004, Hal. 37 69 Robert B. Denhardt and Janet V. Denhardt, Public Administration : an action orientation, 6th ed,Thomson Wadsworth,

USA, 2009, Hal. 238. 70 Aaron Wildavsky, The politics of the budgetary process, 2nd ed, Boston, Little brown, 1974, Hal. 1-2 71 Indra Bastian, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta

2006, Hal. 39

Page 47: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

32

Musgrave dan Musgrave, mengemukakan tujuan dari kebijakan anggaran

yaitu pertama untuk menangani secara efisien alokasi dan penyediaan barang

publik serta untuk mengontrol eksternalitas. Kedua, untuk mengamankan

distribusi pendapatan secara adil.72

Dalam lingkup daerah, anggaran dibuat antara

lain untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap

pelayanan sosial dasar, seperti air bersih, listrik, kesehatan dan pendidikan agar

terjamin secara layak, termasuk bagaimana pemerintah daerah menyiapkan

pelayanan di bidang transportasi, permukiman, dan akses pengelolaan sumber

daya alam.

C. Politik Anggaran

Dalam bukunya, Irene S. Rubin mengemukakan bahwa :

“Public budgets have a number of special characteristics that suggest

some of the ways (five major ways of viewing politics in the budget:

reformism, incrementalist bargaining, interest group determinism,

process, and policy making) in which the budget is political.

"Political" is a word with a number of meanings, even when it is

narrowed to the context of budgetary decision making”. 73

Dalam organisasi Pemerintah daerah, penganggaran merupakan suatu

tahapan yang rumit dengan rentang waktu yang panjang dan mengandung nuansa

politik yang tinggi. Sehingga, sepanjang proses perumusannya melibatkan

beragam aktor, mulai dari perencanaan dan penyusunan di lingkungan birokrasi,

sampai pengesahaanya di DPRD. Tidak mengherankan, banyak pihak menilai

anggaran sebagai proses politik arena perebutan sumber daya publik antara

72 Musgrave, RA and PB Musgrave, Public finance in theory and practice, McGraw Hill, Inc. 1989, Hal. 42 73 Irene S. Rubin, Op.Cit, Hal. 28-29

Page 48: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

33

berbagai kepentingan, baik aktor┽aktor di dalam lingkaran sistem politik yang

berlaku maupun kelompok kepentingan lain yang memiliki pengaruh terhadap

keputusan politik anggaran.74

Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh

Wildavsky, bahwa “budgeting is a subsystem of politics, not vise versa - because

of the current tendency to overload budgeting” (penganggaran adalah subsistem

dari politik, bukan sebaliknya, karena kecenderungan yang ada saat ini untuk

membebani anggaran).75

Tarik-menarik kepentingan dalam penyusunan anggaran berlangsung

sepanjang proses penyusunannya, baik semenjak perancangan di lingkungan

eksekutif maupun saat rancangan dibahas dan ditetapkan di lembaga legislatif.

Oleh karena itu, walaupun keterlibatan aktor lain selalu terjadi, secara politik

aktor kunci pada proses penganggaran adalah pejabat publik yang terpilih di

dalam pemilu dengan birokrasi.76

Disini mereka akan berusaha memperjuangkan

kepentingan politik masing-masing, walaupun kadang kala dikemas dengan

bahasa teknokratis.

Dengan demikian, untuk memahami politik anggaran, penyelidikan atas

pola perilaku dan kewenangan adalah pintu yang merupakan manifestasi dari

distribusi kekuasaan para aktor dalam pembuatan kebijakan anggaran.77

Sehingga

dapat dimengerti bahwa tarik-menarik antar aktor-aktor utama dalam

penganggaran, tidak terlepas dari keinginan untuk memperbesar pengaruhnya

masing-masing, sebagaimana terlihat dari pencapaian outcomes anggaran.

74 Yuna Farhan, Op, Cit. 75 Aaron Wildavsky, The New Politics of the Budgetary Process, 2nd edition, New York: Harper Collins. Hal. 439 76 Irene S. Rubin, seperti dikutip oleh Abdul Waidl, dkk Op. Cit, Hal. 116 77 Rong Wang, political dimensions of country government budgeting in China, Brighton-Sussex, 2002, seperti dikutip oleh

Abdul Waidl, dkk , Ibid.

Page 49: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

34

Kemudian, untuk memahami politik anggaran, dari pandangan Norton

dan Elson, diperlukan pemahaman tentang 78

: a). Struktur formal peran dan

tanggung jawab dalam proses penganggaran, b). Peran Pemerintah dalam

pengambilan keputusan, pilihan politik dan akuntabilitas pada sistem manajemen

pengeluaran publik, c). Jaringan kekuasaan dan pengaruh stakeholders (di luar

proses formal) yang mempengaruhi hasil dari proses anggaran, d). Insentif yang

diberikan (baik tersembunyi maupun terang-terangan) atas tindakan yang

mempengaruhi politisi dan birokrasi dalam pengambilan keputusan selama

penyusunan dan penetapan anggaran, e). Ruang pengambilan keputusan birokrasi

pada semua level proses penetapan anggaran.

D. Rent Seeking.

Teori pilihan publik juga dapat mentransformasikan lebih jauh konsep

dasar ilmu ekonomi klasik ke dalam bidang politik. Dalam kasus ini konsep

pendapatan (income) ditransformasikan menjadi konsep perburuan rente. Konsep

ini sangat penting bagi ilmu ekonomi politik untuk menjelaskan perilaku

pengusaha, politisi, dan kelompok kepentingan.79

Dalam tulisannya, Andi Irawan

menyatakan bahwa :

Terminologi rent seeking dalam institusi negara merujuk pada

perilaku pejabat publik dalam memutuskan alokasi anggaran publik

(APBN-APBD), atau kebijakan yang ditujukan untuk publik dengan

motivasi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok yang

berimplikasi merugikan kepentingan publik, baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang.80

78 Andy Norton and Diane Elson, What’s behind the budget? Politics, Right and accountability in the budget process, Overseas Development Institute, 2002, Hal.23, seperti dikutip oleh Abdul Waidl, dkk , Ibid, Hal. 117 79 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik, Op.Cit 80 Andi Irawan , Universitas Bengkulu, Tulisan ini disalin dari Jawa Pos 2 September 2008

Page 50: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

35

Disamping itu, rent seeking dapat juga dimaknai sebagai “A benefit

obtained not productively but through influencing the decisions of others (Sebuah

keuntungan yang diperoleh tidak secara produktif melainkan dengan

mempengaruhi keputusan orang lain).81

Perilaku ini juga terlihat dari aparat atau

penguasa atau politisi yang mengharapkan imbalan yang tinggi atas kebijakan

yang dikeluarkannya, 82

akibatnya tidak hanya menimbulkan distorsi, tetapi juga

menciptakan inefisiensi terhadap kebijakan tersebut. Jelasnya, menurut Grindle

bahwa :

"Para pembuat keputusan, para perencana pembangunan, para

penyelenggara negara, maupun elemen-elemen dari masyarakat itu

sendiri semua diasumsikan sebagai kumpulan dari pemburu rente

yang lebih termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan

jangka pendek ketimbang memajukan negara.“83

Sehingga dari kutipan tersebut, rent seeking dimaknai sebagai sebuah

usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kebijakan

untuk mendapatkan keuntungan tanpa memerlukan produktivitas dengan jalan

memberikan pertukaran hak-hak istimewa kepada pihak-pihak tertentu dengan

uang, fasilitas yang tersedia maupun kenikmatan-kenikamatan lainnya.

E. Kontestasi antar aktor.

Kontestasi‟ diserap dari bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris berupa

“Contestation‟ yang artiannya suatu ajang/perlombaan/ persaingan di mana terjadi

adu kekuatan atau keunggulan untuk memperjuangkan ideologi, nilai, solusi, dan

lain sebagainya. Bila dikaitkan dengan pembahasan belanja langsung, maka

81 Arye L. Hillman, Public Finance and Public Policy Responsibilities and Limitations of Government 2nd Ed, Cambridge

University Press, UK, 2009, Hal. 84 82 Deliarnov, Ekonomi Politik, Erlangga, Jakarta, 2006, Hal. 60 83 Ibid, Hal. 61

Page 51: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

36

kontestasi dapat dimaknai sebagai bentuk pertarungan aktor eksekutif dan

legislatif, antara yang pro dan kontra dengan rancangan anggaran belanja

langsung yang diusulkan oleh eksekutif. Disamping pertarungan, terdapat juga

permainan kepentingan para aktor tersebut dengan anggaran belanja langsung.

Dengan demikian, kontestasi terjadi pada situasi ketidaksepakatan atau

pertentangan muncul dan setiap isu mengandung tiga hal yakni :84

Pertama,

segi potensi, artinya potensi suatu isu dimaknai adanya segi-segi yang memicu

semua pertanyaan vital oleh mereka yang pro dan mereka yang kontra. Pada

sisi ini memperlihatkan lingkup dan kualitas masalah- masalah yang

dipersoalkan. Kedua, pada segi kontestasi mengandung pengertian bahwa ada

pihak-pihak yang bertentangan sehingga menimbulkan clash of argument

(benturan argumen), pada lingkup ini ada pertukaran yang saling bersaing

terhadap nilai, fakta dan kebijakan terhadap sumber-sumber masalah yang

memotivasi tindakan-tindakan. Ketiga, segi akseptasi mengandung pengertian

bahwa ada berbagai pihak atau dua sisi yang menerima sisi-sisi yang disepakati

atau disetujui. Sehingga kontestasi memperlihatkan berbagai permasalahan dari

berbagai perspektif yang berbeda, saling bersaing, mencakup siapa-siapa yang pro

dan dan siapa yang kontra. Akan tetapi kontestasi yang ada tidak menghalangi

terbangunnya konsensus kebijakan antar aktor yang berkontestasi.85

Setiap ada

titik perbedaan kepentingan antar para aktor yang tidak jelas dalam arena proses

kebijakan, maka kecenderungan dalam membangun koalisi untuk tujuan

84http://repository.upnyk.ac.id/746/1/KONTESTASI_MAKNA_DAN_DRAMATISME_STUDI_KOMUNIKASI_POLITI

K_TENTANG_REFORMASI_DI_INDONESIA.pdf, Diunduh tanggal 20 Agustus 2011 85 Sutoro Eko, Daerah Budiman: Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun Kesejahteraan, dalam Darmawan Triwibowo

dan Nur Iman Subono, Lebih dari Sekadar Pengurangan kemiskinan: Meretas Arah kebijakan Sosial Baru di Indonesia,

Perkumpulan Prakarsa dan Pustaka LP3ES. Jakarta, 2006.

Page 52: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

37

kompromi menjadi semakin tinggi.86

Ketatnya perjuangan dan variasi kepentingan

aktor yang akan berkontestasi dalam proses perumusan kebijakan menuntut

diperlukannya kemampuan mengelola konflik untuk menciptakan konsensus

bersama demi tercapainya tujuan kebijakan.87

Akan tetapi kenyataan selama ini, konsensus dibangun dalam ranah

informal, yang memang terbukti efektif, tetapi dapat menjadi arena kolusi antar

aktor-aktor yang berkontestasi, baik internal maupun eksternal. Situasi seperti ini

sering diistilahkan sebagai fenomena brokery, dengan kepentingan subtantif

setiap aktor yang terlibat ternyata menyelipkan kepentingan terselubung aktor itu

sendiri maupun pesanan (by order) aktor lainnya.88

Oleh karena itu, kontestasi

yang terjadi antara berbagai aktor terkait dengan pembahasan anggaran,

dialamatkan pada lima tujuan, yaitu :89

1).Pertambahan atau pengurangan dalam

belanja, 2). Pembelanjaan yang seimbang, 3). Titik temu antara program dan

tujuan program 4). Persaingan atau minimalisasi terjadinya persaingan, dan 5).

Kontrol atas pengelolaan keuangan (pencegahan pembelanjaan lebih target atau

pembiayaan lain yang tidak perlu).

Dari kerangka teoritis yang cukup panjang tersebut, disajikan alur logika

penelitian sebagai penyederhanaan perspektif teoritik dari beberapa

konseptualisasi yang dibangun dan digunakan dalam mengelaborasikan kontestasi

86 Fadmi Ridwan, Op. Cit 87 Muhammad Ridwan Djafar. Politik Anggaran Daerah; Studi tentang perumusan Kebijakan Anggaran dalam

Penyusunan APBD Tahun 2005 di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Program Studi Ilmu Politik, UGM, 2006,

Tesis Tidak dipublikasikan. 88 Ibid 89 Irene S. Rubin dalam Abdul Waidl, dkk dalam Mendahulukan si miskin: buku sumber bagi anggaran pro rakyat, Op. Cit,

Hal. 116

Page 53: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

38

yang terjadi antar aktor perumus kebijakan anggaran belanja langsung SKPD

dalam penyusunan APBD Tahun 2011 Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

Gambar 4 : Skema Alur Logika Penelitian

Kontestasi antar aktor Perumus Kebijakan Anggaran

Belanja Langsung SKPD dalam penyusunan APBD

Kabupaten Kerinci Tahun 2011

F. Definisi Konseptual

Penelitian ini Untuk memberikan batasan yang jelas terhadap penelitian

ini, maka definisi konseptual dalam hal ini, antara lain :

1. Politik anggaran adalah suatu proses terjadinya tawar-menawar antara para

pelaku dalam membuat keputusan anggaran, kebijakan diekspresikan

EKSEKUTIF

KONTESTASI

LEGISLATIF

KONTRA

PRO

PRO

KONTRA

Fragmentasi

Fragmentasi

Belanja

Langsung

KO

AL

ISI

KOMPROMI

KOOPERATIF or

EXIT

APBD

Page 54: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

39

melalui proses anggaran; kelompok kepentingan yang aktif dalam

pengambilan keputusan anggaran, tetapi mereka dikendalikan, atau dapat

dikontrol, baik oleh persaingan antara mereka sendiri dan oleh proses

anggaran yang memberikan atau menolak akses mereka untuk membuat

keputusan.

2. Proses perumusan kebijakan adalah suatu proses yang di dalamnya mencakup

pertanyaan bagaimana masalah-masalah timbul dan masuk ke dalam agenda

Pemerintah, siapa dan bagaimana merumuskan masalah tersebut untuk

mengambil tindakan, kemudian sikap apa yang diambil oleh lembaga legislatif

atau lembaga lainnya, selanjutnya bagaimana para pemimpin menerapkan

kebijakan tersebut dan akhirnya, bagaimana kebijakan tersebut dievaluasi.

3. Aktor adalah pemeran serta yang terlibat dalam pembuatan sebuah kebijakan

untuk memperjuangkan kepentingan pribadi, kelompoknya, seperti eksekutif

beserta perangkatnya dan legislatif beserta dengan alat kelengkapannya.

4. Kontestasi adalah persaingan atau kompetisi yang berlangsung antar aktor

baik eksekutif maupun legislatif dalam mengagendakan dan memasukkan

kepentingan-kepentingan mereka kedalam rumusan anggaran dalam rangka

menjawab berbagai persoalan yang dihadapi.

5. Konsensus adalah sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama

antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan yang dilakukan untuk

pengambilan keputusan.

6. Agenda adalah rencana kegiatan yang akan dilakukan terkait dengan

perumusan kebijakan.

Page 55: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

40

7. Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau

lebih aktor berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain terkait

dengan perumusan kebijakan anggaran, dengan bentuk yang beragam, seperti

kerjasama, sharing, ataupun konflik.

8. Koalisi merupakan penggabungan kekuatan dua atau lebih pihak yang setuju

untuk mengumpulkan sumber daya mereka untuk mencapai beberapa hasil

yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan dan kepentingan mereka.

9. Kompromi adalah konsep menemukan kesepakatan melalui komunikasi,

melalui saling memberi dan menerima dan menyetujui tujuan yang bersifat

menguntungkan kedua belah pihak.

10. Kooperatif adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak untuk mencapai

tujuan, dan bersedia untuk menyesuaikan diri dengan perbedaan dalam rangka

untuk memperoleh kesepakatan.

G. Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dikemukakan, dan untuk

menjawab pertanyaan bagamanakah kontestasi antar perumus kebijakan anggaran

dalam penentuan belanja langsung SKPD Kabupaten Kerinci dalam penyusunan

APBD tahun 2011, maka operasionalisasi penelitian yang akan menjadi tools

untuk memudahan peneliti dalam memfokuskan penelitian di lapangan dan

berinteraksi dengan objek penelitian, antara lain :

1. Proses Perumusan Kebijakan Anggaran Daerah

a. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD

Page 56: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

41

b. Dimensi Politik dalam proses penyusunan APBD

2. Kontestasi dan interaksi antar perumus kebijakan anggaran dalam pembahasan

dan penetapan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta Prioritas dan Plafon

Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Kerinci Tahun 2011.

a. Pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA)

b. Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

3. Kontestasi dan interaksi antar perumus kebijakan anggaran dalam penyusunan

dan pembahasan anggaran belanja langsung Rencana Kerja dan Anggaran

(RKA) SKPD Kabupaten Kerinci Tahun 2011.

4. Konsensus yang dibangun dan dihasilkan pada setiap agenda.

Page 57: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci. Peneliti mengkaji dan

mencari hubungan tentang suatu fenomena dengan jalan mengumpulkan data,

menyusun, menganalisa dan menginterpretasikannya, sehingga pada akhirnya

dapat mendeskripsikan Proses Perumusan Kebijakan Anggaran Belanja Langsung

SKPD.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis studi

kasus (case study)1 dengan menggunakan metode eksploratif karena disamping

menggali berbagai fenomena yang ditemukan pada objek penelitian terutama

argumentasi logika, rasionalisasi, orientasi dan interaksi aktor-aktor yang terlibat

dalam proses perumusan kebijakan belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum

dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011, juga menjelaskan

mekanisme kebijakan dan interaksi aktor yang berbeda dalam membahas dan

menyepakati agenda dan anggaran Belanja Langsung SKPD.

Kualitatif lebih menekankan pada proses dan makna tindakan yang

1 Robert E. Stake, Handbook of Qualitative Research (Sage Publications, California, 1994), hal. 236; Robert K. Yin, Case

Study Research, Design and Methods (Sage Publications, London, 1985), hal. 13, case study merupakan penelitian yang

menekankan pada suatu fenomena kontemporer yang spesifik yang dipelajari dari sebuah kasus. Case study dilakukan

dengan cara investigasi dan menceritakan sebuah kasus, isu, maupun penggambaran keunikan suatu situasi; Hans. B. C.

Spiegel, Case study and Participative (Research Center, De la Selle University, Philippines, 1985), hal. 87, case study

merupakan cara mempelajari kasus yang didasari oleh pertanyaan-pertanyaan what, who, when, where and how untuk

kemudian menceritakanya; Stephen van Evera, Guide to methods for students of Political Science (Cornell University

Press, London, 1997), hal. 52, melakukan eksplorasi terhadap kasus untuk melihat kesamaan ataupun perbedaan dengan

mengamati dan memprediksi beberapa alat ukur independent variable dan dependent variable untuk menguji hipotesis,

seperti dikutip oleh Djaafar, 2006, Tesis, Hal. 37

Page 58: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

43

menyeluruh. Melalui cara kualitatif, akan dihasilkan interpretasi atas data-data dan

realita yang terjadi dalam serangkaian kegiatan pengambilan keputusan.

Sebagai studi kasus, peneliti tidak berkeinginan untuk melakukan

generalisasi terhadap dinamika yang ada dalam penyusunan anggaran belanja

daerah, tetapi justru untuk menemukan keunikan dari proses perumusan kebijakan

anggaran belanja langsung SKPD dalam penyusunan APBD Tahun 2011 di

Kabupaten Kerinci dan menerangkan peranan aktor yang terlibat dalam konteks

politik anggaran, siapa melakukan apa, bagaimana ia mendapatkannya, dan apa

yang ia dapatkan.

Pemilihan metode studi kasus tersebut berkaitan dengan persoalan dalam

proses perumusan anggaran belanja langsung SKPD di Kabupaten Kerinci yang

didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, metode penelitian ini lebih

sensitif apabila berhadapan dengan kenyataan ganda serta lebih peka dan lebih

dapat beradaptasi terhadap banyak penajaman pengaruh terhadap pola-pola nilai

yang dihadapi. Kedua, metode ini lebih berkarakter partisipatif, dan obyektif

dalam pengamatan suatu obyek kajian, karena peneliti merupakan alat penelitian

utama dalam mengumpulkan data. Rancangan penelitian studi kasus dalam

penelitian ini mengambil fenomena tunggal yakni Kontestasi antar perumus

kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung SKPD.

B. Sumber Data

Data untuk mengungkap hal tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu

data primer dan data sekunder. Sumber data primer dapat dilacak dari pengakuan

para aktor yang terlibat langsung dalam perumusan kebijakan anggaran daerah

Page 59: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

44

dari tingkat eksekutif sampai dengan legislatif, juga dilakukan wawancara dengan

aktor luar dari pemerintahan, terutama pihak swasta yang mendukung dalam

pengungkapan fenomena-fenomena yang terjadi dalam perumusan kebijakan

anggaran Belanja Langsung SKPD.

Disamping itu digunakan sumber data sekunder untuk mendukung dan

mengecek silang atau menjamin validitas sumber data primer. Data sekunder

diperoleh dari penelusuran dokumen perencanaan pembangunan dan penganggar-

an daerah, seperti : Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten

Kerinci Tahun 2011; rancangan dan nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD

(KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Kerinci

Tahun 2011; Ranperda dan Perda APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011;

Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran

(DPA) SKPD Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun 2011 dan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kerinci

Tahun 2009-2014; risalah rapat DPRD pembahasan KUA, PPAS, RKA-SKPD

dan penetapan APBD; data statistik, dan data-data lainnya yang diperlukan.

C. Teknik Pemilihan Informan

Dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, maka diperlukan mencari

informasi dalam melakukan penelitian ini. Informan, yaitu orang-orang yang

diwawancarai, diamati serta yang memberikan data berupa kata-kata dan tindakan.

Menurut Moleong, informan adalah :

Page 60: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

45

“Orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang

situasi dan kondisi latar penelitian. Agar informasi dapat lebih akurat

dan faktual, maka informasi dimaksud adalah orang yang mengetahui

dan memahami sepenuhnya mengenai objek kajian yang diteliti".2

Oleh karena itu, untuk penelitian ini, informan kunci yang dipilih adalah

mereka yang dipandang cukup memahami seluk beluk penganggaran daerah dan

terlibat langsung dalam proses perumusan kebijakan anggaran belanja daerah.

Instrumen pengambilan informan menggunakan teknik sampling non-

probabilistic (dipilih dengan sengaja), yaitu purposive sampling (berdasarkan

pertimbangan tertentu) oleh peneliti.

Di Kabupaten Kerinci, aktor yang berasal dari lembaga eksekutif ini terdiri

dari mereka yang ikut merumuskan perencanaan anggaran dari tingkat SKPD,

seperti Kepala SKPD dan jajarannya, hingga ke tingkat Tim Anggaran Pemerintah

Daerah (TAPD). Sementara itu, aktor dari lembaga legislatif terdiri dari anggota

Badan Anggaran dan Komisi III DPRD.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini melalui tahap- tahap sebagai berikut:

Tahap pertama adalah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara

dan dokumentasi, kemudian data yang telah diperoleh tersebut diklasifikasikan

berdasarkan variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah

dilakukan proses pemilihan dan pemilahan, data tersebut kemudian dianalisis.

Analisis yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan jenis penelitian sehingga

analisisnya berbentuk deskriptif yang menggambarkan keadaan dari variabel-

2 Lexy J. Moleong, Op cit, Hal. 132

Page 61: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

46

variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Tahap yang terakhir adalah

mengambil kesimpulan dan saran-saran yang dipandang perlu berdasarkan pada

hasil analisis data.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam Rencana Kerja Anggaran

(RKA), Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD, Ranperda dan Perda

tentang APBD diklasifikasikan dan dijadikan data penunjang bagi penulis di

dalam melihat bagaimana kontestasi yang terjadi antar aktor perumus kebijakan

anggaran Belanja Langsung SKPD.

E. Keabsahan Data/ Uji Pembuktian Data

Untuk menguji keabsahan data, penelitian ini mengacu pada empat kriteria

yang dikemukakan Moleong, yaitu standar kepercayaan, standar keteralihan,

standar ketergantungan, dan standar kepastian3. Untuk memenuhi standar tersebut

dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu.4 Triangulasi dioperasionalisasikan dalam

bentuk triangulasi sumber data yaitu membandingkan data hasil pengamatan

dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi

dokumen, membandingkan pernyataan informan didepan umum dengan

pernyataan informan secara pribadi, dan membandingkan perspektif informan

yang berbeda latar belakang mengenai suatu isu.

3 Lexy J. Moleong, op. cit., hal. 324

4 Ibid, hal. 330

Page 62: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

47

BAB IV

SETTING DAERAH KABUPATEN KERINCI

TAHUN 2011

A. Kondisi Umum

Kabupaten Kerinci merupakan salah satu dari 11 Kabupaten dan Kota

dalam Provinsi Jambi, yang terletak paling barat Provinsi Jambi. Dengan luas

wilayah secara keseluruhan 380.850 Ha, yang terdiri dari 191.822,30 Ha Taman

Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan sekitar 189.027,70 Ha merupakan lahan

hunian dan budidaya. Meskipun secara geografis diuntungkan dengan kondisi

wilayah yang subur bagi pertanian, namun tidak didukung dengan infrastruktur

yang memadai. Infrastruktur jalan yang mempunyai peranan yang cukup penting

sebagai sarana untuk memperlancar aktivitas perekonomian, pembangunan, dan

mobilitas sosial yang menjadi bagian yang perlu diperhatikan.

Kondisi jalan yang sangat buruk menjadi pemandangan sehari-hari di

Kabupaten ini, perkembangannya dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Kondisi Infrastruktur Jalan Kabupaten Kerinci Tahun 2007-2010

No. Kondisi Jalan Panjang Jalan (Km)

2007 2008 2009 2010

1 Baik 356,14 193,75 230,90 229,40

2 Sedang 503,25 143,60 130,55 131,85

3 Rusak 197,24 224,30 176,40 178,40

4 Rusak Berat 224,47 339,45 183,30 204,30

5 Rusak Total - - 130,10 158,10

Total 1.281,10 901,10 851,25 902,05

Sumber : Kerinci Dalam Angka 2008-2011, BPS Kab. Kerinci

Page 63: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

48

Sementara itu, koordinasi ke tingkat Provinsi Jambi harus menempuh

perjalanan panjang dengan jarak 450 Km dengan waktu tempuh 12 jam melalui

jalan-jalan provinsi yang penuh dengan semak belukar dan kondisi yang juga

rusak parah.

B. Kondisi Ekonomi

Dari sisi ekonomi, sektor pertanian yang memegang peranan yang sangat

penting di daerah menjadi penyumbang utama Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) terbesar, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kerinci

Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2006 - 2010 ( Juta Rupiah )

LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 1.227.867,42 1.382.718,35 1.594.167,78 1.777.606,35 2.048.869,87

2. Pertambangan & Penggalian

7.273,94 8.133,47 9.123,97 10.340,06 12.826,92

3. Industri Pengolahan 40.546,69 46.818,83 53.576,19 60.389,33 73.343,68

4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.896,73 14.666,18 15.834,54 16.926,68 20.555,24

5. Bangunan 54.167,51 63.441,11 76.006,07 87.866,38 102.876,77

6. Perdag., Hotel & Restoran 151.582,94 176.145,23 218.798,64 252.491,19 292.981,89

7. Pengangkutan &

Komunikasi 65.262,04 75.655,50 88.294,13 97.930,84 113.561,86

8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan

15.346,65 17.867,26 20.224,82 21.819,96 25.462,42

9. Jasa-Jasa 228.404,10 269.839,41 301.360,53 326.890,76 379.498,48

PDRB 1.804.348,02 2.055.285,33 2.377.386,68 2.652.261,53 3.069.977,13

Sumber : Kerinci Dalam Angka 2011, BPS Kabupaten Kerinci, 2011

Meskipun sebagai sektor yang menjadi penyumbang utama Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Kabupaten Kerinci, namun sektor

pertanian bukanlah merupakan sektor yang mendapatkan alokasi belanja daerah

yang terbesar di dalam APBD. Dari tahun 2009-2011, di masa pemerintahan

Bupati terpilih saat ini, sektor infrastrukturlah yang memiliki proporsi anggaran

Page 64: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

49

terbesar. Hal ini telah tertuang dalam visi “Kerinci Sejahtera, Damai dan Agamis

Berbasis Ekonomi Kerakyatan, dan hal ini diwujudkan melalui salah satu misinya

yaitu “Percepatan Pembangunan Infrastruktur”.

1. Pendapatan Daerah

Kemudian, untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pem-

bangunan daerah, pendapatan daerah Kabupaten Kerinci masih bergantung pada

aliran dana transfer dari Pemerintah pusat dan Provinsi. Dalam struktur APBD

Kabupaten Kerinci selama periode tahun 2008 sampai dengan 2011, Pendapatan

Asli Daerah hanya menyumbang rata-rata sekitar 4,51% dari total Pendapatan

Daerah, dan selebihnya berasal dari Pemerintah Pusat dan sebagian kecil dari

Pemerintah Provinsi.

Tabel 6. Pendapatan Daerah Kabupaten Kerinci

Tahun 2008-2011

URAIAN Tahun

2008 2009 2010 2011 PENDAPATAN DAERAH 490.481.179.845,39 461.640.870.486,37 465.302.809.504,39 540.112.469.870,39

A. PENDAPATAN ASLI

DAERAH 20.806.225.536,39 20.806.225.536,39 20.056.808.374,39 26.922.216.833,39

1. Pendapatan Pajak Daerah 2.742.460.200,00 2.742.460.200,00 2.820.921.200,00 4.311.277.466,39

2. Hasil Retribusi Daerah 10.160.063.030,00 10.181.078.500,00 2.628.693.000,00 3.419.939.367,00

3.

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 1.437.363.167,39 1.437.363.168,00 1.292.720.027,00 2.346.000.000,00

4.

Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang Sah 6.466.339.139,00 6.445.323.668,39 13.314.474.147,39 16.845.000.000,00

B. DANA PERIMBANGAN 448.081.357.000,00 429.678.947.640,98 409.637.806.440,00 463.824.098.147,00

1.

Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil

Bukan Pajak 43.292.637.000,00 45.895.447.640,98 38.020.281.440,00 45.616.927.147,00

2. Dana Alokasi Umum 352.522.720.000,00 334.059.500.000,00 327.334.925.000,00 369.273.971.000,00

3. Dana Alokasi Khusus 52.266.000.000,00 49.724.000.000,00 44.282.600.000,00 48.933.200.000,00

C. LAIN-LAIN PENDAPATAN

DAERAH YANG SAH 21.593.597.309,00 11.155.697.309,00 35.608.194.690,00 49.366.154.890,00

1. Pendapatan Hibah - - 24.384.473.000,00 -

2.

Dana Bagi Hasil Pajak dari

Provinsi dan Pemerintah

Daerah Lainnya

11.155.697.309,00 11.155.697.309,00 11.223.721.690,00 11.223.721.690,00

3.

Bantuan Keuangan dari

Provinsi atau Pemerintah

Daerah Lainnya

500.000.000,00 - - -

4. Dana Penyesuaian 9.937.900.000,00 - - 38.142.433.200,00

Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011

Page 65: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

50

Pada umumnya pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat berupa

dana perimbangan, dengan proporsi rata-rata mencapai 89,59% dari total

pendapatan daerah atau sekitar 78,25% dari total belanja daerah. Sehingga dalam

rentang waktu tahun 2008-2011, kontribusi dana perimbangan terhadap total

belanja daerah cenderung menurun, dengan rata-rata penurunan sebesar 2,25% per

tahun.

2. Belanja Daerah

Dari sisi belanja daerah, sebagian besar anggaran daerah diserap oleh

belanja tidak langsung, terutama gaji PNS. Sama halnya dengan daerah-daerah

lain di Indonesia, belanja pegawai menempati proporsi teratas dari belanja daerah,

bahkan jauh lebih besar dibandingkan dengan belanja langsung yang diperguna-

kan untuk pembangunan daerah.

Tabel 7. Belanja Daerah Kabupaten Kerinci

Tahun 2009-2011

URAIAN Tahun

2009 2010 2011

BELANJA 521.235.274.502,50 537.885.778.796,40 630.287.941.268,00

A. BELANJA TIDAK LANGSUNG 342.292.449.533,00 359.837.149.135,90 352.022.236.100,00

1. Belanja Pegawai 298.215.792.749,99 277.939.683.579,60 295.993.738.200,00

2. Belanja Bunga 2.317.318.033,01 2.014.345.564,30 224.176.200,00

3. Belanja Subsidi 2.072.000.000,00 2.288.544.000,00 -

4. Belanja Hibah 10.347.700.000,00 51.386.137.242,00 24.340.761.000,00

5. Belanja Bantuan Sosial 6.339.638.750,00 4.148.438.750,00 7.094.300.000,00

6. Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/

Kabupaten/ Kota dan Pemerintahan Desa 20.000.000.000,00 20.060.000.000,00 23.869.260.700,00

7. Belanja Tidak Terduga 3.000.000.000,00 2.000.000.000,00 500.000.000,00

B. BELANJA LANGSUNG 178.942.824.969,50 178.048.629.660,50 278.265.705.168,00

1. Belanja Pegawai 25.970.504.082,00 20.286.209.407,00 30.220.311.350,00

2. Belanja Barang dan Jasa 75.020.396.551,50 71.146.978.127,00 101.478.927.718,00

3. Belanja Modal 77.951.924.336,00 86.615.442.126,50 146.566.466.100,00

SURPLUS / (DEFISIT) (59.594.404.016,13) (72.582.969.292,01) (90.175.471.397,61)

Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011

Page 66: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

51

Pada tahun 2010, Belanja Pegawai pada komponen Belanja Tidak

Langsung mengalami penurunan sebesar Rp.19.117.157.250,39 atau sekitar 6,8%

dari semula anggaran tahun 2009 sebesar Rp. 298.215.792.749,99 menjadi sebesar

Rp.277.939.683.579,60. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan pada

komponen belanja tidak langsung terutama gaji dan tunjangan PNS serta Belanja

Penerimaan lainnya Pimpinan dan anggota DPRD serta KDH/WKDH, disamping

itu terjadi juga penurunan pada pajak daerah. Penurunan ini sebagai dampak dari

pemekaran Kabupaten Kerinci Pada tahun 2008, menjadi Kabupaten Kerinci dan

Kota Sungai Penuh. Pada tahun 2009 Sekitar 2.500 orang PNS dimutasikan ke

wilayah Kota Sungai Penuh dan bersamaan dengan itu dipindahkan juga 9 orang

anggota DPRD dari 5 Kecamatan yang semula masuk pada daerah pemilihan II

dan III.

Hal yang berbeda terjadi pada tahun 2011, dimana terjadi kenaikan belanja

pegawai hampir mencapai 6,5% dari tahun 2010 (lihat tabel 8), yang disebabkan

karena :

a. Peningkatan gaji dan tunjangan PNS dimana terjadinya penerimaan PNS baru

untuk mengatasi kekurangan PNS pasca pemindahan sebanyak 2.500 orang

PNS ke wilayah Kota Sungai Penuh pasca pemekaran, disamping itu

penambahan tunjangan bagi para pejabat eksekutif dan juga legislatif beserta

alat-alat kelengkapannya.

b. Tambahan Penghasilan PNS mencapai hampir 126,19%, yang dipicu oleh

dialokasikannya anggaran untuk :

Tambahan Penghasilan PNS berdasarkan beban kerja

Page 67: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

52

Tambahan Penghasilan PNS berdasarkan tempat bertugas

Tambahan Penghasilan PNS berdasarkan kelangkaan profesi

Tambahan Penghasilan Bagi Guru

c. Peningkatan biaya Pemungutan Pajak Daerah serta pengalokasian biaya bagi

Pemungutan Retribusi Daerah.

Tabel 8. Perkembangan Belanja Pegawai pada Komponen Belanja Tidak

Langsung dalam APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011

No.

Komponen

Belanja Pegawai

pada Belanja

Tidak Langsung

Jumlah Anggaran (Rp)

2009 2010 2011 Selisih

2009-2010 %

Selisih

2010-2011 %

1 Gaji dan

Tunjangan 284.693.662.745 265.576.505.495 269.939.561.700 (19.117.157.250) (7,20)

4.363.056.205

1,64

2 Tambahan

Penghasilan PNS 10.353.840.000 10.745.040.000 24.304.354.200 391.200.000 3,78

13.559.314.200

126,19

3

Belanja

Penerimaan

lainnya Pimpinan

dan anggota

DPRD serta

KDH/WKDH

2.265.600.000 1.166.880.000 1.166.880.000 (1.098.720.000) (48,50) - -

4

Biaya

Pemungutan

Pajak Daerah

902.690.005 451.258.085 464.588.400 (451.431.920) (50,01)

13.330.315

2,95

5

Biaya

Pemungutan

Retribusi Daerah

- - 118.353.900 - -

118.353.900

100,00

Total 298.215.792.750 277.939.683.580 295.993.738.200 (20.276.109.170) (6,80) 18.054.054.620 6,50

Sumber : Diolah dari Dokumen APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2009 sd 2011

Dalam pelaksanaan pembangunan daerah, selama periode 2009 sampai

dengan 2011, prioritas belanja langsung (pembangunan) diarahkan pada

pencapaian target visi dan misi Daerah. Pada tahun 2009, merupakan awal dari

pelaksanaan tugas Kepala Daerah yang baru untuk periode 2009-2014. Adapun

prioritas pembangunan daerah beserta alokasi anggaran yang telah dialokasikan

bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sebagaimana terlihat pada

tabel-tabel berikut ini :

Page 68: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

53

Tabel 9. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci

dan Alokasi Anggaran dalam APBD Tahun 2009

No. SKPD

BELANJA

TIDAK

LANGSUNG

BELANJA

LANGSUNG

% Terhadap

total belanja

langsung

A.

PRIORITAS 1 : Peningkatan Pendapatan

Masyarakat Berbasis Ekonomi

Kerakyatan

18.294.945.960 15.535.059.710 8,68

1 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 4.279.245.820 7.096.997.558 3,97

2 Dinas Peternakan Dan Perikanan 2.331.146.749 3.186.224.754 1,78

3 Badan Ketahanan Pangan 7.076.302.274 712.471.029 0,40

4 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM 1.836.019.886 2.490.280.000 1,39

5 Dinas Koperasi dan UKM 1.371.306.245 853.156.369 0,48

6 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 1.400.924.986 1.195.930.000 0,67

B. PRIORITAS 2 : Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

211.444.384.869 60.102.010.514 33,59

7 Dinas Pendidikan 182.176.384.358 29.485.156.370 16,48

8 Dinas Kesehatan 15.264.514.042 15.187.480.356 8,49

9 Rumah Sakit Umum Daerah 7.542.817.749 12.291.701.128 6,87

10 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB 2.153.514.892 1.000.000.000 0,56

11 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi 2.141.002.416 1.393.622.660 0,78

12 Dinas Pemuda dan Olah Raga 2.166.151.412 744.050.000 0,42

C.

PRIORITAS 3 : Peningkatan Sarana Dan

Prasarana Infrastruktur Penunjang

Pembangunan

9.666.164.564 43.128.464.304 24,10

13 Dinas Pekerjaan Umum 4.994.411.942 37.393.868.899 20,90

14 Dinas Perhubungan dan Informatika 2.597.613.042 1.181.544.000 0,66

15 Dinas Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman

dan Damkar 2.074.139.580 4.553.051.405 2,54

D. PRIORITAS 4 : Perwujudan Tata

Pemerintahan Yang Baik 99.899.759.057 56.927.950.572 31,81

16 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1.870.414.212 3.128.365.953 1,75

17 Dinas Kependudukan dan Capil 1.400.369.991 1.184.630.265 0,66

18 Badan Kesbangpol dan Linmas 871.613.453 1.624.223.920 0,91

19 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1.941.043.297 2.017.250.000 1,13

20 DPRD Kabupaten Kerinci 5.428.331.266 - -

21 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 501.116.689 - -

22 Sekretariat Daerah 19.028.849.729 29.018.272.897 16,22

23 Sekretariat DPRD 1.847.654.498 5.850.575.569 3,27

24 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

51.853.523.616 5.654.179.638 3,16

25 Badan Kepegawaian Daerah 1.713.195.474 2.375.543.035 1,33

26 Inspektorat Daerah 1.718.732.091 1.727.312.480 0,97

27 Kecamatan 8.024.249.279 2.177.646.795 1,22

39 Kelurahan - 100.416.020 0,06

41 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemdes

2.017.807.892 1.210.700.000 0,68

42 Kantor Arsip, Perpustakaan dan Dokumentasi 841.428.785 498.150.000 0,28

43 Kantor Pelayanan Perizinan 841.428.785 360.684.000 0,20

E.

PRIORITAS 5 : Peningkatan Pengelolaan

Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Hidup

2.987.195.083 3.249.339.870 1,82

44 Kantor Lingkungan Hidup 841.618.260 1.199.799.875 0,67

45 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2.145.576.823 2.049.539.995 1,15

TOTAL 342.292.449.533 178.942.824.970 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011

Page 69: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

54

Kemudian, pada tahun 2010 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan

RPJMD Kabupaten Kerinci Tahun 2009-2011. Prioritas pembangunan diarahkan

kepada peningkatan kualitas pelayanan dasar seperti infrastruktur, pendidikan dan

kesehatan dengan alokasi anggaran belanja seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 10. Prioritas Pembangunan Daerah dan Alokasi Anggaran dalam APBD

Kabupaten Kerinci Tahun 2010

No. SKPD BELANJA

TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

% Terhadap total belanja

langsung

A. PRIORITAS 1 : Peningkatan Kualitas Pelayanan Dasar (Infrastruktur, Pendidikan dan Kesehatan)

200.571.876.103 92.071.056.997 51,71

1 Dinas Pendidikan 167.499.306.639 6.689.801.910 3,76

2 Dinas Kesehatan 14.184.313.600 9.233.466.182 5,19 3 Rumah Sakit Umum Daerah 10.217.451.169 12.125.007.855 6,81 4 Dinas Pekerjaan Umum 4.397.380.403 61.524.668.050 34,55 5 Dinas Perhubungan dan Informatika 2.056.936.001 886.158.000 0,50

6 Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan

2.216.488.290 1.611.955.000 0,91

B. PRIORITAS 2 : Pembangunan ekonomi kerakyatan.

19.892.423.304 15.761.500.678 8,85

7 Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan 6.588.027.537 8.757.848.315 4,92 8 Dinas Peternakan Dan Perikanan 2.955.462.172 2.937.638.504 1,65

9 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan

7.113.573.974 1.095.924.301 0,62

10 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM 2.094.056.406 2.066.933.189 1,16 11 Dinas Koperasi dan UKM 1.141.303.215 903.156.369 0,51

C. PRIORITAS 3 : Peningkatan kesejahteraan sosial dan pemberdayaan masyarakat

6.743.769.851 4.280.952.600 2,40

12 Badan Pemberdayaan masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan KB

3.627.693.667 2.736.255.200 1,54

13 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Tranmigrasi 3.116.076.184 1.544.697.400 0,87

D. PRIORITAS 4 : Pembangunan Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance)

133.494.623.569 62.347.493.645 35,02

14 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1.770.992.977 2.608.604.548 1,47 15 Dinas Kependudukan dan Capil 1.042.450.383 1.208.999.185 0,68

16 Badan Kesbangpol dan Linmas 1.321.891.701 1.009.342.775 0,57 17 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1.775.600.463 1.017.250.000 0,57 18 DPRD Kabupaten Kerinci 4.121.467.566 - - 19 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 481.228.535 - -

20 Sekretariat Daerah 18.770.737.751 24.916.558.871 13,99 21 Sekretariat DPRD 1.552.077.615 13.241.623.915 7,44 22 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan

Aset 89.333.894.379 9.751.132.673

5,48

23 Badan Kepegawaian Daerah 1.626.685.698 3.375.543.025 1,90

24 Inspektorat Daerah 1.513.604.885 1.705.980.370 0,96 25 Kecamatan (12 Kecamatan) 9.475.671.182 2.777.745.763 1,56 37 Kelurahan (2 Kelurahan) - 100.416.020 0,06 39 Kantor Arsip, Perpustakaan dan Dokumentasi 360.624.485 373.612.500 0,21

40 Kantor Pelayanan Perizinan 347.695.949 260.684.000 0,15

PRIORITAS 5 : Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

5.824.258.219 3.587.625.741 2,01

41 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 4.389.553.441 1.842.825.966 1,04 42 Kantor Lingkungan Hidup SDA dan Kebersihan 1.434.704.778 1.744.799.775 0,98

TOTAL 366.526.951.046 178.048.629.661 100,00

Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011

Page 70: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

55

Dari tabel-tabel diatas terlihat bahwa anggaran belanja langsung daerah

lebih diprioritaskan kepada bidang Infrastuktur, terutama pada Dinas Pekerjaan

Umum. Hal ini disebabkan, tolak ukur keberhasilan suatu daerah terlihat dari

ketersediaan infrastruktur yang memadai di daerah tersebut96

disamping itu juga

ketersediaan infrastrukur yang memadai diharapkan akan mendukung per-

tumbuhan ekonomi daerah.97

Sehingga pada tahun 2011, prioritas pembangunan

Kabupaten Kerinci menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur.

Tabel 11. Prioritas Pembangunan Daerah dan Alokasi Anggaran dalam

APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

No. SKPD

BELANJA

TIDAK

LANGSUNG

BELANJA

LANGSUNG

% Terhadap

total belanja

langsung

A. PRIORITAS 1 : Percepatan Pembangunan

Infrastruktur 6.857.143.800 101.567.142.700 36,50

1 Dinas Pekerjaan Umum 4.718.433.200 100.558.348.300 36,14

2 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan

Informatika 2.138.710.600 1.008.794.400 0,36

B. PRIORITAS 2 : Peningkatan Kualitas

Sumber Daya Manusia 210.216.943.800 86.681.535.310 31,15

3 Dinas Pendidikan 177.993.149.300 51.711.070.050 18,58

4 Dinas Kesehatan 16.011.334.400 8.507.174.860 3,06

5 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 11.767.060.700 20.386.069.200 7,33

6 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2.427.904.700 2.043.300.100 0,73

7 Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan

Kebudayaan 2.017.494.700 4.033.921.100 1,45

C.

PRIORITAS 3 : Peningkatan dan

Pengembangan Daya Saing Perekonomian

Rakyat

19.601.401.200 21.342.950.875 7,67

8 Dinas Pertanian Tanaman Pangan 4.397.117.400 6.262.744.675 2,25

9 Dinas Peternakan dan Perikanan 2.266.821.700 4.534.518.600 1,63

10 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan

Pangan 6.911.412.200 2.287.748.800 0,82

11 Dinas Koperasi dan UMKM 1.437.485.400 825.648.700 0,30

12 Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2.511.879.500 4.961.756.650 1,78

13 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM 2.076.685.000 2.470.533.450 0,89

D. PRIORITAS 4 : Menciptakan Tata

Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa 109.260.619.200 61.290.618.633 22,03

14 BAPPEDA 1.821.437.800 4.635.763.400 1,67

15 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 1.363.592.100 1.060.480.025 0,38

16

Badan Pemberdayaan Masyarakat,

Pemerintahan Desa, Pemberdayaan Perempuan

dan Keluarga Berencana

3.589.899.300 4.333.302.900 1,56

17 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 4.121.580.300 - -

18 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 480.304.300 - -

96 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci (Wakil Koordinator TAPD), tanggal

03 Agustus 2011 jam 14.00 WIB. 97 Wawancara dengan Yenni Yentri, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kabupaten Kerinci (Anggota TAPD), tanggal

03 Agustus 2011

Page 71: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

56

No. SKPD

BELANJA

TIDAK

LANGSUNG

BELANJA

LANGSUNG

% Terhadap

total belanja

langsung

19 Sekretariat Daerah 15.002.227.000 21.651.475.200 7,78

20 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1.643.768.500 11.350.755.008 4,08

21 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan

Aset 63.557.699.700 7.618.403.200 2,74

22 Badan Kepegawaian Daerah 2.020.321.200 4.166.000.400 1,50

23 Inspektorat 1.775.251.400 1.855.929.000 0,67

24 Kecamatan (12 Kecamatan) 12.996.430.900 3.314.122.500 1,19

25 Kelurahan (2 Kelurahan) - 124.971.000 0,04

26 Korp Pegawai Negeri Republik Indonesia - 258.357.200 0,09

27 Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 494.188.500 368.124.300 0,13

28 Kantor Pelayanan Perizinan 393.918.200 552.934.500 0,20

E. PRIORITAS 5 : Pengelolaan Sumber Daya

Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup 723.217.300 2.232.108.350 0,80

29 Kantor Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam

dan Kebersihan 723.217.300 2.232.108.350 0,80

F. PRIORITAS 6 : Menciptakan Kerinci yang

Aman, Damai dan Demokratis 5.362.910.800 5.151.349.300 1,85

30 Badan Kesbangpol dan Linmas 1.557.852.400 1.036.659.100 0,37

31 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 1.946.974.900 1.416.902.000 0,51

32 Badan Penanggulangan Bencana Daerah 1.858.083.500 2.697.788.200 0,97

TOTAL 352.022.236.100 278.265.705.168 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2011

C. Politik Lokal

Keikutsertaan masyarakat dalam berpolitik telah diwujudkan dalam

pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 yang diikuti oleh 44 Partai Politik,

dengan keikutsertaan penduduk yang berhak memilih sebesar 125.145 pemilih

atar sekitar 66,36% dari total sebanyak 188.582 pemilih. Pada umumnya pemilih

terkonsentrasi pada daerah pemilihan IV dan III, seperti terlihat pada tabel

berikut :

Tabel 12. Daftar pemilih tetap di Daerah Pemilihan per-Kecamatan

dalam Kabupaten Kerinci pada Pemilu Tahun 2009

NO Daerah Pemilihan/

Kecamatan PPS TPS

DPT

Lk Pr Total

DAPIL 1 Meliputi Kecamatan 64 230 28.584 29.225 57.809

1 Gunung Raya 16 50 5.784 5.896 11.680

2 Batang Merangin 14 54 7.008 6.809 13.817

3 Keliling Danau 20 69 9.217 9.871 19.088

4 Danau Kerinci 14 57 6.575 6.649 13.224

DAPIL 2 Meliputi Kecamatan 15 46 5.547 5.940 11.487

5 Sitinjau Laut 15 46 5.547 5.940 11.487

DAPIL 3 Meliputi Kecamatan 52 164 21.483 22.946 44.429

Page 72: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

57

NO Daerah Pemilihan/

Kecamatan PPS TPS

DPT

Lk Pr Total

6 Air Hangat 22 65 8.966 9.402 18.368

7 Air Hangat Timur 16 55 7.160 7.414 14.574

8 Depati Tujuh 14 44 5.357 6.130 11.487

DAPIL 4 Meliputi Kecamatan 78 279 38.001 36.856 74.857

9 Kayu Aro 29 113 14.734 14.127 28.861

10 Gunung Kerinci 11 36 4.694 4.492 9.186

11 Gunung Tujuh 11 38 4.954 4.676 9.630

12 Siulak 27 92 13.619 13.561 27.180

JUMLAH 209 719 93.615 94.967 188.582

Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

Hampir 33,64% penduduk yang memiliki hak pilih tidak ikut berpartisipasi

dalam ajang demokrasi tersebut Tingginya angka penduduk yang tidak mengguna-

kan hak pilihnya pada Pemilu tersebut. Hal ini berpengaruh besar terhadap

perolehan suara dan kursi Partai Politik di DPRD.

Tabel 13. Perolehan Suara dan Kursi masing-masing Partai politik di

beberapa Daerah Pemilihan pada Pemilu Tahun 2009

No. Nama Partai DAPIL 1 DAPIL 2 DAPIL 3 DAPIL 4 JUMLAH

Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi

1 Partai Hati Nurani Rakyat 1.901 1 314 - 1.245 - 2.669 1 6.129 2

2 Partai Karya Peduli Bangsa 1.085 - 539 - 1.823 1 1.935 1 5.382 2

3 Partai Pengusaha Dan Pekerja

Indonesia 1.775 1 71 - 927 - 880 - 3.653 1

4 Partai Peduli Rakyat Nasional 142 - 375 - 549 - 381 - 1.447 -

5 Partai Gerakan Indonesia Raya 1.904 1 96 - 702 - 2.516 1 5.218 2

6 Partai Barisan Nasional 867 - 15 - 1.038 - - - 1.920 -

7 Partai Keadilan Dan Persatuan

Indonesia 506 - 22 - 24 - 734 - 1.286 -

8 Partai Keadilan Sejahtera 1.372 - 328 - 2.040 1 2.886 1 6.626 2

9 Partai Amanat Nasional 1.694 1 1.085 1 2.959 1 6.260 2 11.998 5

10 Partai Perjuangan Indonesia Baru 609 - 224 - 409 - 1.253 - 2.495 -

11 Partai Kedaulatan Rakyat 241 - 78 - 249 - 952 - 1.520 -

12 Partai Persatuan Daerah 567 - 599 - 135 - 1.855 1 3.156 1

13 Partai Kebangkitan Bangsa 1.415 1 360 - 555 - 1.501 - 3.831 1

14 Partai Pemuda Indonesia 253 - - - 323 - 708 - 1.284 -

15 Partai Nasional Indonesia

Marhaenisme 643 - 4 - 483 - 1.513 - 2.643 -

16 Partai Demokrasi Pembaharuan 481 - 81 - 477 - 757 - 1.796 -

17 Partai Karya Perjuangan 244 - 17 - 50 - 219 - 530 -

18 Partai Matahari Bangsa 560 - 265 - 647 - 2.585 1 4.057 1

19 Partai Penegak Demokrasi

Indonesia - - - - - - - - - -

20 Partai Demokrasi Kebangsaan 352 - 135 - 393 - 824 - 1.704 -

21 Partai Republika Nusantara 4.938 1 53 - 65 - 1.278 - 6.334 1

22 Partai Pelopor 454 - - - 268 - 1.513 - 2.235 -

23 Partai Golongan Karya 2.801 1 523 - 1.573 - 6.231 1 11.128 2

24 Partai Persatuan Pembangunan 783 - 321 - 3.075 1 2.572 1 6.751 2

25 Partai Damai Sejahtera - - - - - - - - - -

26 Partai Nasional Benteng - - 3 - 1.152 - 1.078 - 2.233 -

Page 73: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

58

No. Nama Partai DAPIL 1 DAPIL 2 DAPIL 3 DAPIL 4 JUMLAH

Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi Suara Kursi

Kerakyatan

27 Partai Bulan Bintang 1.724 1 454 - 777 - 1.662 - 4.617 1

28 Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan 1.371 - 131 - 1.738 1 1.927 1 5.167 2

29 Partai Bintang Reformasi 1.086 - 120 - 1.627 1 979 - 3.812 1

30 Partai Patriot 82 - 10 - 165 - 449 - 706 -

31 Partai Demokrat 3.858 1 652 1 1.781 1 2.975 1 9.266 4

32 Partai Kasih Demokrasi Indonesia - - - - - - - - - -

33 Partai Indonesia Sejahtera 284 - 19 - 287 - 119 - 709 -

34 Partai Kebangkitan Nasional

Ulama 220 - 1 - 38 - 1.115 - 1.374 -

41 Partai Merdeka 150 - 8 - 110 - 1.401 - 1.669 -

42 Partai Persatuan Nahdlatul

Ummah - - - - - - - - - -

43 Partai Serikat Indonesia 284 - 44 - 185 - - - 513 -

44 Partai Buruh 1.318 - 19 - 495 - 124 - 1.956 -

Jumlah 35.964 9 6.966 2 28.364 7 53.851 12 125.145 30

Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

Pemilihan Umum yang dilakukan pada tahun 2009untuk memilih wakil-

wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD Kabupaten Kerinci periode 2009-2014,

melahirkan beberapa anggota DPRD dari beberapa partai, seperti terlihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 14. Partai politik, Daerah Pemilihan dan Anggota DPRD

Kabupaten Kerinci periode 2009-2014

No. Parpol Dapil Anggota DPRD

1 Partai Republika Nusantara

Kerinci 1

H. Zubir Dahlan

2 Partai Demokrat Afrizal

3 Partai Golongan Karya Drs. H. Sulaiman Hasan

4 Partai Gerakan Indonesia Raya Drs. H. Sjofyan Hasjim, MM

5 Partai Hati Nurani Rakyat Subur Budiman, ST

6 Partai Pengusaha Dan Pekerja Indonesia Tri Tama Satria Arsyad

7 Partai Bulan Bintang Sulaiman, SE

8 Partai Amanat Nasional Bulkia, SE

9 Partai Kebangkitan Bangsa H. Atmawadi Ilyas

10 Partai Amanat Nasional Kerinci 2

Munir, SE, MM

11 Partai Demokrat Mahmud Zuhdi, ST

12 Partai Karya Peduli Bangsa

Kerinci 3

H. Said Abdullah

13 Partai Keadilan Sejahtera Nopantri, SP

14 Partai Amanat Nasional Adi Mukhlis

15 Partai Persatuan Pembangunan Hatirman, S.Pd

16 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Edison, SH

17 Partai Bintang Reformasi Heri Purwanto

18 Partai Demokrat Yulius Riswandi, SH

19 Partai Golongan Karya

Kerinci 4

Sartoni, S.Pd

20 Partai Amanat Nasional H. Liberty

21 Partai Demokrat Irmanto, S.Pd, MM

Page 74: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

59

No. Parpol Dapil Anggota DPRD

22 Partai Keadilan Sejahtera Drs. Yaruddin, MM

23 Partai Hati Nurani Rakyat Muhammad Rusdi, SE

24 Partai Matahari Bangsa Efaldi

25 Partai Persatuan Pembangunan Joni Efendi

26 Partai Gerakan Indonesia Raya Dedi Irawan

27 Partai Karya Peduli Bangsa Sabar AR, S.Pd

28 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sugiono

29 Partai Persatuan Daerah Lis Helma

30 Partai Amanat Nasional Andarno

Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

Terdapat wajah-wajah baru (politisi baru) di DPRD Kabupaten Kerinci,

dari 30 anggota DPRD yang terpilih, terdapat 8 politisi lama. Para politisi lama

yang duduk kembali di DPRD tersebut umumnya adalah para ketua atau sekretaris

partai di tingkat kabupaten.

D. Aktor Perumus Anggaran Daerah

1. DPRD dan Alat-alat kelengkapannya

Jumlah anggota DPRD Kabupaten Kerinci hasil Pemilu tahun 2009 adalah

30 orang, yang diketuai oleh H. Liberty, S.Pd, dan dua wakil ketua yaitu Irmanto,

S.Pd dan Sartoni, S.Pd dengan alat-alat kelengkapan sebagai berikut :

a) Komisi-komisi

Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang dibentuk pada awal masa

jabatan keanggotaan DPRD yang memiliki tugas untuk membahas RAPBD dan

rancangan perubahan APBD sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing

bersama dengan SKPD mitra kerja. Dalam pembahasan RAPBD, komisi mulai

menjalankan tugasnya setelah Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan

Plafon Anggaran Sementara disepakati (PPAS) antara Pemerintah Daerah dan

DPRD. Berikut ini komisi dengan anggota-anggotanya serta SKPD Mitra Kerja :

Page 75: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

60

Tabel 15. Komisi - Komisi DPRD Kabupaten Kerinci

Tahun 2010

No. Nama Jabatan Asal Partai

Politik Dapil

Latar Belakang

Pekerjaan SKPD Mitra Kerja

A. Komisi I : Bidang Pemerintahan

1. Adi Mukhlis, SH Ketua PAN III Kontraktor Sipil 1. Sekretariat Daerah

2. Inspektorat Daerah

3. Sekretariat DPRD

4. Dinas Pendidikan

5. Dinas Kesehatan

6. Dinas kependudukan dan

capil

7. Dinas sosial, tenaga kerja

dan transmigrasi

8. Badan kepegawaian daerah

9. Badan kesbangpol dan

Linmas

10. Badan pemberdayaan

masyarakat, perempuan

dan KB

11. RSUD Mayjen H.A Thalib

12. Kantor Satpol PP

13. Kantor Pelayanan Perizinan

14. Kantor Perpustakaan dan

Dokumentasi

15. Kecamatan

Sekretariat KORPRI

2.

Nopantri, SP Wakil Ketua PKS III

Pengurus Partai

Politik dan

Kontraktor Sipil

3.

Joni Efendi Sekretaris PPP IV

Swasta dan

Pengurus Partai

Politik

4. Drs. H. Sulaiman Hasan Anggota GOLKAR I Mantan Birokrat

5. H. Atmawadi Ilyas, SH Anggota PKB I

6.

Hatirman, S.Pd Anggota PPP III

Swasta dan

Pengurus Partai

Politik

7. Efaldi Anggota PMB IV Kontraktor Sipil

8. Yulius Riswandi, SH Anggota Demokrat III Kontraktor Sipil

9. Edison, SH Anggota PDI-P III Swasta

B. Komisi II : Bidang Perekonomian dan keuangan

1. Munir, SE, MM Ketua PAN II

Swasta dan

Pengurus Partai

Politik

1. Dinas Pertanian Tanaman

Pangan

2. Dinas Peternakan dan

Perikanan

3. Dinas Pendapatan,

Pengelolaan Keuangan dan

Aset

4. Dinas Koperasi dan UKM

5. Dinas Pemuda, Olah Raga,

Pariwisata dan Kebudayaan

6. Dinas Perindag dan ESDM

7. Dinas Kehutanan dan

Perkebunan

8. Badan Pelaksana Penyuluh

dan Ketahanan Pangan

2. Drs. Sjofjan Hasjim,

MM Wakil Ketua Gerindra I

Mantan Birokrat

3. Mahmud Zuhdi, ST Sekre-taris Demokrat II Kontraktor Sipil

4. H. Zubir Dahlan Anggota PRN I Kontraktor Sipil

5. Muhammad Rusdi, SE Anggota Hanura IV Kontraktor Sipil

6. Lis Helma Anggota PPD IV Swasta

7. H. Said Abdullah, SH Anggota PKPB III Kontraktor Sipil

8. Sulaiman, SE Anggota PBB I Swasta

9.

Sugiono Anggota PDI-P IV

Pengurus Partai

Politik dan

Kontraktor Sipil

C. Komisi III : Bidang Pembangunan Latar Belakang

Pekerjaan

1. Sartoni, S.Pd Koordinator Golkar IV

Swasta dan

Pengurus Partai

Politik

1. Bappeda

2. Dinas Pekerjaan Umum

3. Dinas Perhubungan

Komunikasi dan Informatika

4. Badan Penanggulangan

Bencana Daerah

5. Kantor Lingkungan Hidup,

SDA dan Kebersihan

2. Heri Purwanto Ketua PBR III Kontraktor Sipil

3.

Subur Budiman, ST Wakil Ketua Hanura I

Kontraktor Sipil dan

Konsultan di bidang

Arsitektur

4.

Tritama Satria Arsyad Sekretaris PPPI I

Pengusaha

perhotelan dan

Kontraktor Sipil

5. Drs. Yaruddin, MM Anggota PKS IV Mantan Birokrat

6. Afrizal Anggota Demokrat I Kontraktor Sipil

7. Dedi Irawan Anggota Gerindra IV Kontraktor Sipil

8.

Sabar AR, S.Pd Anggota PKPB IV

Swasta dan

Pengurus Partai

Politik

9. Andarno Anggota PAN IV Kontraktor Sipil

10. Bulkia, SE Anggota PAN I Kontraktor Sipil

Sumber : Sekretaris DPRD Kabupaten Kerinci, 2011

Page 76: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

61

b) Badan Anggaran (Banggar) DPRD

Badan anggaran (Banggar) DPRD merupakan alat kelengkapan DPRD

yang bersifat tetap. Bersama-sama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah

(TAPD), Banggar DPRD mempunyai tugas membahas rancangan Kebijakan

Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

sebagai dasar penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Selain itu,

Banggar DPRD juga melakukan penyempurnaan terhadap rancangan Peraturan

Daerah tentang APBD berdasarkan hasil evaluasi Gubernur, bersama-sama

dengan TAPD.

Tabel 16. Badan Anggaran (Banggar) DPRD

Kabupaten Kerinci Tahun 2010

No Nama Jabatan Daerah

Pemilihan

Asal Partai

Politik

Latar Belakang

Pekerjaan

1. H. Liberty, S.Pd Ketua IV PAN Pengusaha dan Mantan Lurah

2. Irmanto, S.Pd, MM Wakil Ketua IV Demokrat Pengurus Partai Politik dan

Kontraktor Sipil

3. Sartoni, S.Pd Wakil Ketua IV Golkar Swasta dan Pengurus Partai

Politik

4. Adli, SH, MM Sekretaris - - Birokrat, SEKWAN

5. H. Said Abdullah,SH Anggota III PKPB Kontraktor Sipil

6. Heri Purwanto Anggota III PBR Kontraktor Sipil

7. Tritama Satria Arsyad Anggota I PPPI Pengusaha perhotelan dan

Kontraktor Sipil

8. Nopantri, S.P Anggota III PKS Pengurus Partai Politik dan

Kontraktor Sipil

9. Sugiono Anggota IV PDI-P Pengurus Partai Politik dan

Kontraktor Sipil

10. Efaldi Anggota IV PMB Kontraktor Sipil

11. Sabar, AR, S.Pd Anggota IV PKPB Swasta dan Pengurus Partai

Politik

12. Joni Efendi Anggota IV PPP Swasta dan Pengurus Partai

Politik

13. Subur Budiman, ST Anggota I Hanura Kontraktor Sipil dan Konsultan

di bidang Arsitektur

14. Afrizal Anggota I Demokrat Kontraktor Sipil

15. Adi Mukhlis, SH Anggota III PAN Kontraktor Sipil

16. Munir, SE, MM Anggota II PAN Swasta dan Pengurus Partai

Politik

Sumber : Sekretaris DPRD Kabupaten Kerinci, 2011

Page 77: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

62

c) Badan Musyawarah (Banmus) DPRD

Tabel 17. Badan Musyawarah (Banmus) DPRD

Kabupaten Kerinci Tahun 2010

No Nama Jabatan Asal Partai Politik

1. H. Liberty, S.Pd Ketua Partai Amanat Nasional

2. Irmanto, S.Pd Wakil Ketua Partai Demokrat

3. Sartoni, S.Pd Wakil Ketua Partai Golkar

4. Adli, SH, MM Sekretaris -

5. H. Zubir Dahlan Anggota Partai Republika Nusantara

6. Mahmud Zuhdi, SH Anggota Partai Demokrat

7. H. Atmawadi Ilyas, SH Anggota Partai Kebangkitan Bangsa

8. Lis Helma Anggota Partai Persatuan Daerah

9. Hatirman, S.Pd Anggota Partai Persatuan Pembangunan

10. Drs.H. Sjofjan Hasjim, MM Anggota Partai Gerakan Indonesia Raya

11. Dedi Irawan Anggota Partai Gerakan Indonesia Raya

Sumber : Sekretariat DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

d) Fraksi-fraksi DPRD

Tabel 18. Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Kerinci

Tahun 2010

Susunan

Nama dan asal parpol

Fraksi PAN Fraksi Demokrat Fraksi Peduli

Rakyat Fraksi Kerinci Bersatu

Ketua Adi Mukhlis, SH Mahmud Zuhdi, ST Subur Budiman, ST

(Hanura) Edison, SH (PDIP)

Wakil Ketua Munir, SE, MM Afrizal H. Atmawadi Ilyas,

SH (PKB) H. Said Abdullah (PKPB)

Sekretaris Bulkia, SE Tritama Satria Arsyad

(PPPI) Nopantri, SP (PKS) Joni Efendi (PPP)

Wakil

Sekretaris - - - Dedi Irawan (Gerindra)

Bendahara - - - Heri Purwanto (PBR)

Anggota a. H. Liberty, S.Pd

b. Andarno

c. H. Zubir Dahlan

(Partai

RepublikaN)

d. Efaldi (PMB)

a. Yulius Riswandi, SH

b. Irmanto, S.Pd, MM

a. Muhammad Rusdi,

SE (Hanura)

b. Lis Helma (PPD)

c. Drs. Yaruddin,

MM (PKS)

a. Sartoni, S.Pd (Golkar)

b. Sugiono (PDIP)

c. Sabar AR, S.Pd

(PKPB)

d. Hatirman, S.Pd (PPP)

e. Drs. H. Sjofjan Hasjim,

MM (Gerindra)

f. Sulaiman, SE (PBB)

g. Drs. H. Sulaiman

Hasan (Golkar)

Sumber : KPUD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

Page 78: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

63

2. Profil Eksekutif

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung di Kabupaten Kerinci pada tahun

2009, memunculkan H. Murasman, S.Pd, MM dan Drs. H. Moh. Rahman sebagai

Bupati dan Wakil Bupati yang diusung oleh koalisi dua partai yaitu Partai

Persatuan Pembangunan yang memiliki 2 kursi atau 6,67% dan Partai Bintang

Reformasi yang memiliki 1 kursi atau 3,33% dari total seluruh Kursi yang tersedia

di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kerinci.

Pada tahun 2011, untuk menjalankan roda pemerintahan daerah, Kepala

Daerah dibantu oleh Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 6 Badan, 14 Dinas, 4

Kantor, Rumah Sakit, 12 Kecamatan dan 2 Kelurahan. Kesemua Instansi

Pemerintahan Daerah tersebut memiliki tugas pokok dan fungsinya masing-

masing dalam melaksanakan tugas pemerintahan.

Dalam rangka penyusunan dan pembahasan APBD Kabupaten Kerinci

setiap tahunnya, dibentuklah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tim ini

memiliki tugas untuk menyusun dan membahas Kebijakan Umum APBD,

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, Rancangan APBD di tingkat eksekutif

dan selanjutnya dilakukan pembahasan bersama-sama dengan legislatif. Adapun

susunan TAPD Kabupaten Kerinci Tahun 2010, untuk menyusun dan membahas

anggaran Tahun 2011, sebagai berikut :

Page 79: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

64

Tabel 19. Susunan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)

Kabupaten Kerinci Tahun 2010

Penanggung Jawab Bupati Kerinci

Wakil Penanggung

Jawab Wakil Bupati Kerinci

Koordinator Sekretaris Daerah Kabupaten Kerinci

Wakil Koordinator 1. Asisten Pembangunan Setda. Kerinci

2. Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci

Sekretaris Kadis Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Kab. Kerinci.

Wakil Sekretaris Kabid. Anggaran dan Verifikasi DPPKA Kab. Kerinci

Anggota 1. Inspektur Daerah Kab. Kerinci

2. Kadis. Pekerjaan Umum Kab. Kerinci

3. Kabag. Hukum Setda. Kerinci

4. Kabag. Administrasi Pembangunan Setda Kerinci

5. Sekretaris DPPKA Kab. Kerinci

6. Kabid Akuntansi dan Penatausahaan Keuangan

DPPKA Kab. Kerinci

7. Kabid Pendapatan DPPKA Kab. Kerinci

8. Kabid Aset DPPKA Kab. Kerinci

9. Kabid Pendataan dan Penetapan DPPKA Kab.

10. Kabid Sosial dan Budaya Bappeda Kab. Kerinci

11. Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda Kab. Kerinci

12. Kabid Ekonomi Bappeda Kab. Kerinci

13. Kabid. PSP Bappeda Kab. Kerinci

14. Kasubbid Anggaran Belanja Langsung DPPKA Kab.

Kerinci

15. Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung

DPPKA Kab. Kerinci

Sumber : DPPKA Kabupaten Kerinci, Tahun 2011

Page 80: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

65

BAB V

PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN ANGGARAN DAERAH

A. Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD.

Penyusunan APBD tidak terlepas dari proses perencanaan pembangunan

daerah dan mekanisme penyusunannya senantiasa mengacu pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain sebagai penjabaran

visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih, RPJMD juga

menjadi rujukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),

RAPBD, penyusunan LKPJ Bupati dan tolok ukur kinerja Bupati. Selanjutnya,

RPJMD diterjemahkan kedalam Rencana Strategis dan Rencana Kerja masing-

masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya berdasarkan tahun anggaran.

Pada tahap awal perencanaan, instansi perencanaan pembangunan

daerah, Bappeda menyusun dan membuat rancangan awal RKPD yang masih

bersifat makro, untuk selanjutnya diteruskan kepada SKPD agar direncanakan

lebih khusus menjadi Rencana Kerja SKPD. Selanjutnya Rencana Kerja dari

seluruh SKPD dikompilasi dan disempurnakan menjadi bahan acuan untuk

disempurnakan kembali dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (Musrenbang). Kemudian, RKPD yang telah disempurnakan

tersebut menjadi rujukan dalam penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)

serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), RAPBD, yang diawali

dengan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Secara lengkap hubungan

tersebut terlihat pada gambar berikut ini :

Page 81: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

66

Gambar 5. Hubungan antara dokumen perencanaan lainnya

dengan KUA dan PPAS

Sumber : Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team,

Panduan Teknis Penyusunan KUA dan PPAS, 2011

Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan upaya untuk

mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Strategis Daerah

(Renstrada). Pada garis besarnya, ia merupakan tahapan dan perkembangan dan

kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka pendek tahunan daerah.

Didalamnya memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD,

kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan

daerah, dan strategi pencapaiannya.

Kebijakan Umum APBD (KUA) memuat gambaran awal alokasi anggaran

yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, target tahunan

pelayanan yang tercermin dalam setiap urusan wajib dan urusan pilihan. KUA

merupakan kebijakan daerah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk

dan ketentuan umum yang disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RPJMD RPJMN

Renstra SKPD

Renja

SKPD RKPD

Dibahas bersama

DPRD

RKP

KUA PPAS

Nota Kesepakatan Pimpinan DPRD

dengan Kepala Daerah

Page 82: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

67

(RKPD) dan disepakati antara Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, materi KUA mencakup hal-hal

yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat

teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti: (a) Gambaran kondisi

ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah; (b)

Asumsi dasar penyusunan RAPBD Tahun Anggaran 2011 termasuk laju inflasi

pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;

(c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber

dan besaran pendapatan daerah untuk tahun anggaran 2010; (d) Kebijakan belanja

daerah yang mencerminkan program utama dan langkah kebijakan dalam upaya

peningkatan pembangunan daerah yang merupakan refleksi sinkronisasi kebijakan

pusat dan kondisi riil di daerah; (e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan

sisi defisit dan surplus daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan

daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah.

Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan upaya untuk

mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Strategis Daerah

(Renstrada). Pada garis besarnya, ia merupakan tahapan dan perkembangan dan

kinerja pelayanan yang diharapkan pada rencana jangka pendek tahunan daerah.

KUA yang baik, disusun dengan kriteria sebagai berikut98

:

a. Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang ditetapkan dalam

Renstrada;

98 Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team, Penyusunan KU-APBD dan PPAS, LGSP Press,

Jakarta, 2009, Hal. 3

Page 83: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

68

b. Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang dengan mempertimbang-

kan kondisi dan kemampuan daerah;

c. Memuat arah yang diinginkan dan kebijakan umum yang disepakati sebagai

pedoman penyusunan strategi dan prioritas dan rancangan APBD dalam 1

(satu) tahun anggaran;

d. Disusun dan disepakati bersama antara DPRD dan Pemda;

e. Bisa memberikan fleksibilitas untuk di jabarkan lebih lanjut dan memberi

peluang untuk pengembangan kreativitas pelaksananya.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah, fungsi KUA adalah sebagai berikut:

a. Landasan untuk penyusunan RAPBD (Pasal 34 Ayat 3).

b. Dasar untuk menentukan PPAS (Pasal 35 Ayat 1)

c. KUA dan PPAS dituangkan dalam nota kesepakatan, yang ditandatangani

bersama oleh Kepala Daerah (KDh) dan Pimpinan DPRD (Pasal 35 Ayat 4)

d. KUA dan PPAS sebagai dasar bagi Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk

menilai usulan RKA SKPD (Pasal 41 Ayat 3)

e. KUA dan PPAS sebagai dasar bagi DPRD untuk menilai Raperda tentang

APBD (Pasal 44, Ayat 2)

f. Asumsi dalam KUA dapat digunakan untuk menilai urgensi perubahan APBD

(Pasal 81 Ayat 1 huruf a)

g. Materi KUA merupakan dasar bagi DPRD untuk melaksanakan pengawasan

terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. (Pasal 132).

Page 84: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

69

Secara garis besar, proses penyusunan Rancangan KUA melibatkan peran

utama daerah antara lain99

: (1) Koordinator dan anggota TAPD (Tim Anggaran

Pemerintah Daerah), yang bertugas menyiapkan draft KUA dan melakukan

analisis keterkaitannya terhadap dokumen perencanaan daerah lainnya; (2) Kepala

Daerah, memastikan mandat-mandat penting dari masyarakat dan DPRD telah

terakomodasi dalam KUA; (3) DPRD, memastikan KUA telah sesuai dengan

kebijakan jangka panjang dan menengah daerah serta menyetujui dokumen

tersebut.

PPAS adalah Program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran

yang diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setelah

memperhitungkan belanja pegawai untuk setiap program dan kegiatan sebagai

acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Daerah (RKA- SKPD). Penyusunan PPAS dalam proses perencanaan setidaknya

memiliki 3 (tiga) fungsi utama, antara lain: Pertama, menentukan prioritas

program pembangunan daerah; Kedua, menjadi batas maksimal pagu anggaran

setiap SKPD berdasarkan program; dan Ketiga, menjadi rujukan utama proses

penyusunan RKA SKPD.100

Setelah Rancangan KUA dan PPAS selesai disusun, selanjutnya

disampaikan Sekretaris Daerah selaku koordinator TAPD kepada Kepala Daerah

dan selanjutnya diteruskan kepada DPRD paling lambat pertengahan Juni untuk

dibahas secara bersama dan kemudian disepakati, seperti terlihat pada gambar

dibawah ini :

99 Ibid, Hal. 8 100 Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team, Penyusunan KU-APBD dan PPAS, LGSP Press,

Jakarta, 2009, Hal. 28

Page 85: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

70

Gambar 6. Mekanisme penyusunan dan pembahasan

Rancangan KUA dan PPAS

Rancangan KUA dan PPAS yang telah dibahas, selanjutnya disepakati,

dan dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani secara bersama

antara Kepala Daerah dan DPRD dalam waktu bersamaan. Selanjutnya

berdasarkan nota kesepakatan KUA dan PPAS, Tim Anggaran Pemerintah Daerah

(TAPD) menyiapkan rancangan surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman

penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-

SKPD.

RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing -masing

program, dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan yang

dirinci sampai dengari rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta

Sumber : Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team,

Panduan Teknis Penyusunan KUA dan PPAS 2009

KOORDINATOR TAPD

TAPD

PEMERINTAH DAERAH

KDH

RKPD

Badan

Anggaran

DPRD

Nota Kesepakatan

Ranc. KUA & PPAS

dibahas bersama Paling lambat

bulan Juli

DPRD

Sekda selaku

Koordinator TAPD

Disampaikan kepada

KDH paling lambat

Minggu I Juni

Rancangan

KUA&PPAS Rancangan

KUA&PPAS Rancangan

KUA&PPAS

Disampaikan ke

DPRD paling lambat

pertengahan Juni

(Dalam pembicaraan

pendahuluan RAPBD

thn berikutnya

Rancangan

KUA&PPAS

Page 86: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

71

disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka

menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi

kinerja. Dengan pendekatan ini, dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh

proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan

dokumen Rencana Kerja dan Anggaran, dan didalamnya juga disusun perkiraan

maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang

direncanakan dalam tahun anggaran setelah tahun anggaran yang direncanakan

dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan

kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.

Penyusunan RKA- SKPD dengan pendekatan prestasi kinerja dilakukan

dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil

yang diharapkan dari kegiatan dan program, termasuk efisiensi dalam pencapaian

keluaran dan hasil tersebut. Penyusunan anggaran ini dilakukan berdasarkan

pencapaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan

harga yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah, dan standar pelayanan

minimal.101

RKA-SKPD yang telah disetujui kemudian dituangkan dalam dokumen

RAPBD. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selanjutnya menyusun

rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukung

berdasarkan RKA-SKPD yang telah ditelaah dan disetujui oleh Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD). Dokumen pendukung tersebut terdiri atas nota

keuangan dan RAPBD.

101 Indra Bastian, 2006, op cit, Hal. 105

Page 87: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

72

Setelah RAPBD disusun dan sebelum disahkan menjadi APBD, DPRD

dan SKPD melalui izin Kepala Daerah mengadakan dengar pendapat. Kegiatan ini

diselenggarakan untuk menguji draft RAPBD di hadapan publik sebelum benar-

benar diterapkan oleh pemerintah daerah. Pertimbangan dari berbagai elemen

yang menjadi tujuan diadakannya forum ini diharapkan dapat menyempurnakan

draft yang telah dibuat. Dengan banyaknya masukan bagi RAPBD pemerintah

daerah, kepentingan transparansi, akuntabilitas, dan pemenuhan fungsi kontrol

telah dapat dijalankan. Selanjutnya kepala daerah menyampaikan rancangan

peraturan tentang APBD kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen

pendukungnya pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk

dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Tata cara pembahasan

Raperda tentang APBD dan dokumen pendukungnya dilakukan sesuai dengan

peraturan tata tertib DPRD yang mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Pembahasan tersebut menitikberatkan pada kesesuaian antara Kebijakan Umum

APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan

kegiatan yang diusulkan dalam Raperda tentang APBD.

Pengambilan keputusan bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap

Raperda APBD (termasuk di dalamnya RAPBD) dilakukan selambat-lambatnya

satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Atas dasar

persetujuan bersama inilah kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala

daerah tentang penjabaran APBD. Sehingga secara lengkap proses penyusunan

dan penetapan APBD, seperti tergambar dibawah ini :

Page 88: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

73

Gambar 7. Siklus dan skedul perencanaan dan penganggaran daerah

Sumber : Jessica Ludwig dan Suhirman, 2005 (www.gtzpromis.or.id) dalam

Indra Bastian, Sistem Perencanaan dan penganggaran

Pemerintahan Daerah di Indonesia, Salemba Empat, 2006, Hal. 103

B. Dimensi politik dalam proses penyusunan belanja langsung SKPD.

Untuk mengungkapkan dimensi politik dalam proses penyusunan belanja

langsung SKPD dalam APBD Tahun 2011, sangat perlu dilakukan rekonstruksi

terhadap tahapan-tahapan peristiwa formal yang terjadi baik di tingkat eksekutif

maupun legislatif. Hal ini menjadi gerbang masuk dalam melacak dan

menginventarisir proses-proses dan situasi-situasi yang memungkinkan terjadinya

kontestasi antar aktor perumus kebijakan anggaran Belanja langsung SKPD di

Kabupaten Kerinci dalam penyusunan APBD Tahun 2011.

Page 89: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

74

Anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum, merupakan salah satu

unsur pembentuk dari APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011. Oleh karena itu,

sangat penting sekali mengilustrasikan sepintas tentang struktur APBD

Kabupaten Kerinci Tahun 2011. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan secara

keseluruhan besaran anggaran yang menjadi sebab munculnya kontestasi aktor

dalam setiap proses perumusan kebijakan belanja langsung di setiap SKPD,

terutama pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci.

Secara umum, penyusunan RAPBD terbagi menjadi dua tahapan, yaitu :

1). Tahapan penyusunan di tingkat eksekutif-legislatif, dan 2). tahap pembahasan

di Legislatif. Dengan demikian, proses perumusan kebijakan belanja langsung

SKPD pada umumnya dan Dinas Pekerjaan Umum khususnya hanya melibatkan

aktor Pemerintah Daerah dan DPRD, sehingga terkesan elitis. Pemerintah Daerah

dalam hal ini terdiri dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) beserta

SKPD, sementara DPRD terdiri dari seluruh anggota legislatif yang ada di

parlemen dengan alat-alat kelengkapan DPRD. Berikut ini merupakan

rekonstruksi proses formulasi dan pembahasan anggaran belanja langsung SKPD

dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011 :

Page 90: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

75

Gambar 8. Skema Proses pembahasan Anggaran Belanja Langsung

SKPD Kabupaten Kerinci Tahun Anggaran 2011

EKSEKUTIF LEGISLATIF

Penyusunan Renja-SKPD Tahun 2011 Penyusunan dan penetapan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2011

Penyusunan Rancangan KUA dan PPAS

Tahun 2011

Penyampaian Pemandangan umum Fraksi DPRD terhadap rancangan KUA dan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011 Penyampaian Rancangan KUA dan

PPAS Tahun 2011 oleh Bupati Kerinci

Disampaikan Kepada DPRD

Penyampaian Tanggapan eksekutif terhadap Pemandangan umum Fraksi DPRD tentang rancangan KUA dan PPAS Kab. Kerinci Tahun 2011

Rancangan KUA yang memuat : Kerangka Ekonomi Makro Daerah, Asumsi dasar dalam penyusunan APBD, Kebijakan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah

Rancangan PPAS yang memuat: Rencana Pendapatan dan penerimaan pembiayaan daerah, Prioritas Belanja Daerah, Plafon anggaran SKPD dan Rencana Pembiayaan Daerah.

Awal terjadinya Kontestasi : Pembahasan bersama antara Eksekutif

dengan DPRD

Badan Anggaran DPRD

Nota Kesepakatan antara Eksekutif dengan Legislatif masing-masing tentang KUA dan PPAS yang ditandatangani secara bersamaan

NOTA KEUANGAN dan RAPBD Penyusunan RKA-SKPD belanja

langsung dan Pembahasan RKA-SKPD antara SKPD dengan TAPD

Penyempurnaan RKA-SKPD belanja langsung dan selanjutnya diserahkan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan Ranperda tentang APBD dan Ranperbup tentang penjabaran APBD.

PPKD menyampaikan Ranperda tentang APBD kepada Bupati, yang selanjutnya diteruskan kepada DPRD untuk dibahas

Seluruh Anggota DPRD

Pembahasan Ranperda tentang APBD dan Lampirannya

Kontestasi 2 : Pembahasan RKA-SKPD dalam RAPBD antara PEMDA

dengan DPRD Komisi DPRD Rapat Gabungan Komisi Pendapat Akhir Fraksi-

fraksi DPRD

Penyampaian

Pemandangan umum

Fraksi DPRD terhadap

Ranperda APBD

Kabupaten Kerinci Tahun

2011

Disampaikan Kepada DPRD

Disampaikan oleh Bupati Kepada

DPRD

Penyampaian Tanggapan eksekutif terhadap Pemandangan umum Fraksi DPRD terhadap Ranperda tentang APBD Kab. Kerinci Tahun 2011

DPRD Kab. Kerinci menyetujui Ranperda tentang APBD menjadi APBD Tahun 2011 dan selanjutnya disampaikan kepada

Gubernur Jambi dan Depdagri untuk dievaluasi

Pelaksanaan APBD Kab. Kerinci Tahun 2011

Page 91: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

76

Dari gambar 8 terdapat dua arena kontestasi dengan intensitas yang

berbeda. Pertama, kontestasi pada tahapan pembahasan Kebijakan Umum APBD

(KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kedua, pada

tahapan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD

dengan fokus pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.

Meskipun memiliki intensitas yang berbeda, kedua tahapan pembahasan ini tidak

melibatkan masyarakat secara langsung. Hal ini disebabkan karena masyarakat

oleh DPRD dan Pemerintah Daerah dianggap telah terlibat dalam penjaringan

aspirasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPRD. Kedua tahapan tersebur akan

dibahas pada bab-bab berikutnya.

Page 92: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

77

BAB VI

KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN KUA DAN PPAS

A. Pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang miskin kritikan dan

kontestasi di legislatif.

Pada Bab V diuraikan tentang Kebijakan Umum APBD (KUA), bahwa

KUA merupakan kebijakan daerah dalam satu tahun anggaran yang menjadi

petunjuk dan ketentuan umum yang disusun berdasarkan Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) dan disepakati antara Pemerintah Daerah dengan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Namun dalam prakteknya ada hal yang tidak biasa terkait dengan

pembahasan KUA Kabupaten Kerinci Tahun 2011, sebagaimana diungkapkan

informan bahwa :

“Kebanyakan anggota Dewan, terutama badan anggaran tidak

begitu berminat membahas kebijakan-kebijakan pembangunan

daerah, kendala yang dihadapi, strategi dan prioritas pembangunan

daerah yang ada di dalam KUA, akan tetapi mereka lebih

menekankan secara kritis dan obyektif kepada eksekutif agar

kebijakan anggaran daerah diarahkan untuk menjawab

permasalahan-permasalahan yang mendesak, meningkatkan kualitas

pelayanan dasar, terutama Infrastruktur, Pendidikan dan

kesehatan.103

Sehingga dapat dimaklumi apapun rancangan KUA yang telah

disampaikan oleh eksekutif dapat diterima oleh Dewan dan tidak mengalami

begitu banyak perubahan yang berarti. Hal ini diakui langsung oleh Anggota

Banggar DPRD, bahwa :

103 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci dan selaku Wakil koordinator TAPD

Kabupaten Kerinci. Tanggal 03 Agustus 2011

Page 93: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

78

“Rancangan KUA kami bahas satu paket dengan rancangan PPAS,

tidak banyak perubahan dalam rancangan KUA, akan tetapi

rancangan PPAS mengalami banyak perubahan, terutama berkaitan

dengan pendapatan daerah dan plafon-plafon dinas”.104

Tidak banyaknya perubahan yang terlihat pada KUA, terutama substansi

KUA yang sifatnya abstrak seperti kerangka ekonomi makro daerah dan asumsi-

asumsi dasar dalam penyusunan APBD tahun 2011. Perbedaan yang nyata antara

rancangan KUA dengan Dokumen KUA yang telah disepakati terlihat pada

substansi KUA dimana terdapat angka/ anggaran di dalamnya, seperti kebijakan

pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dan hal inipun mengikuti

pembahasan rancangan PPAS. Jika terjadi perubahan angka/ anggaran pada

rancangan PPAS, maka akan terjadi juga perubahan untuk menyesuaikan pada

rancangan KUA. Seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 20. Perbedaan antara rancangan KUA dan rancangan PPAS

Kabupaten Kerinci Tahun 2011

No. URAIAN Rancangan KUA

Jumlah (Rp)

Rancangan PPAS

Jumlah (Rp)

A. PENDAPATAN 519.171.643.145,39 519.171.643.145,39

1. Pendapatan Asli Daerah 23.104.229.108,39 23.104.229.108,39

2. Dana Perimbangan 463.824.098.147,00 463.824.098.147,00

3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 32.243.315.890,00 32.243.315.890,00

B. BELANJA 602.456.362.773,59 602.456.362.773,59

1. Belanja Tidak Langsung 354.689.999.383,26 354.689.999.383,26

2. Belanja Langsung 247.766.363.390,33 247.766.363.390,33

SURPLUS / (DEFISIT) (83.284.719.628,20) (83.284.719.628,20)

C. PEMBIAYAAN DAERAH

1. Penerimaan Pembiayaan Daerah 84.284.719.628,20 84.284.719.628,20

2. Pengeluaran Pembiayaan Daerah 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00

Pembiayaan Netto 83.284.719.628,20 83.284.719.628,20

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun

Berkenaan - -

Sumber : Diolah dari rancangan KUA dan PPAS Kab. Kerinci Tahun 2011,

Bappeda Kab Kerinci, 2011

104 Wawancara dengan Sartoni, S.Pd ,Wakil Ketua DPRD selaku wakil ketua badan Anggaran DPRD Kabupaten Kerinci,

tanggal 04 Agustus 2011

Page 94: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

79

Sebagaimana diketahui bahwa KUA hanya berisi pernyataan umum

tentang program prioritas pembangunan daerah, sasaran, arah kebijakan yang

didalamnya belum mencantumkan nilai anggarannya. Sehingga dapat dipastikan

bahwa perdebatan yang terjadi antara TAPD dan Badan Anggaran DPRD tidak

sealot pembahasan PPAS.105 Pada akhirnya kemiripan antara KUA dan PPAS

setelah keduanya disepakati tidak jauh berbeda (seperti tabel diatas), terutama

pada besaran anggaran yang terdapat didalamnya. Sebagaimana diungkapkan oleh

informan, bahwa :

“Walaupun pada hakekatnya KUA merupakan pondasi awal bagi

sebuah kebijakan anggaran daerah dan masih membicarakan arah

kebijakan yang bersifat makro, perdebatan dan kritikan yang terjadi

dalam pembahasannyapun sangat minim dan kalaupun ada, perdebatan

dan kritikan itu biasanya hanya pada besaran anggaran seperti

pendapatan, belanja dan pembiayaan.”106

Kondisi ini dapat dimaklumi bahwa ternyata KUA belum dianggap

sebagai sebuah dokumen yang akan mengakomodir kepentingan anggota Dewan.

Disamping itu juga, regulasi tentang pedoman penyusunan APBD Tahun 2011

juga membuat KUA kian terpinggirkan dari arena pembahasan, karena didalam

regulasi tersebut memuat arahan agar KUA dan PPAS dibahas secara

bersamaan107, otomatis yang paling dominan dibahas adalah PPAS dan bukannya

KUA. Dari kondisi tersebut, kalau dikembalikan pada mekanisme serta aturan

pembuatan dan penetapan program dan juga pengalokasian anggaran, seharusnya

105 Wawancara dengan Yazrumal, S.Pt, M.Si, Kabid Litbang Bappeda dan selaku anggota TAPD Kabupaten Kerinci,

tanggal 03 Agustus 2011 106 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 107 untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan KUA dan PPAS, Kepala Daerah menyampaikan kedua

dokumen tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan yang selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut

ditandatangani pada waktu yang bersamaan pula, sehingga keterpaduan KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif” (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011)

Page 95: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

80

KUA mendapat porsi pembahasan yang baik, karena akan dijadikan sebagai dasar

pengalokasian program dalam RAPBD, dan KUA merupakan jembatan

penghubung antara perencanaan dengan pengganggaran daerah. Minimnya

kritikan dan perdebatan dalam pembahasan KUA membuktikan bahwa KUA

hanya sebagai dokumen pelengkap saja dalam ranah pembahasan RAPBD, dan

pengesahan KUA tidak terpengaruh oleh dinamika politik anggaran. 108

B. Pembahasan PPAS yang menjadi awal kontestasi antara eksekutif dan

Legislatif dalam perumusan belanja langsung SKPD.

Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang

dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari

SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing-

masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan. Dalam rancangan awal PPAS

yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD, terdapat 19 Program

untuk Dinas Pekerjaan Umum, dengan alokasi masing-masing program sebagai

berikut :

108 Rozidateno Putri Hanida, Dinamika Penyusunan Anggaran Daerah (Studi Tentang Proses Penetapan Program dan Alokasi Anggaran Belanja Daerah Di Kabupaten Sleman), Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Program Pascasarjana UGM,

Tesis tidak dipublikasikan.

Page 96: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

81

Tabel 21. Program Prioritas Dinas Pekerjaan Umum dalam

Rancangan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011

No. Program Rancangan

PPAS (Rp.)

1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 887.027.950

2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3.118.555.900

3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000

4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 157.210.000

5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan

capaian kinerja dan keuangan 25.740.000

6 Program pembangunan jalan dan jembatan 10.341.382.220

7 Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan 13.609.822.110

8 Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan 5.645.871.040

9 Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,

Rawa dan Jaringan Pengairan lainnya 3.909.185.800

10 Program Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi

Sungai, Danau dan Sumber Daya Air Lainnya 3.600.304.800

11 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum

dan Air Limbah 2.481.509.000

12 Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat

Tumbuh 3.623.175.810

13 Program pembangunan infrastruktur perdesaan 5.708.472.000

14 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000

15 Program Pengembangan Perumahan 215.925.000

16 Program Lingkungan sehat Perumahan 888.603.000

17 Program Perencanaan Tata Ruang 701.909.000

18 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pekerjaan

Umum 1.510.719.000

19 Program Pembangunan Sarana Prasarana Pendukung

Pemerintahan 4.548.948.000

TOTAL 61.087.710.630

Sumber : Rancangan PPAS Tahun 2011, Bappeda Kab. Kerinci, 2011

Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah peraturan

daerah tentang APBD disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD serta

ditetapkan oleh Kepala Daerah. Oleh karena itu, Dewan akan berjuang keras

untuk mendapatkan pos anggaran belanja langsung untuk memenuhi permintaan

dari konstituen di daerah pemilihannya masing-masing. Hal ini terlihat dari

perbedaan yang sangat kontras antara rancangan dan dokumen final PPAS,

Page 97: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

82

terutama pada program dan kegiatan belanja langsung pada Dinas Pekerjaan

Umum.109 Pada rancangan awalnya (lihat tabel 21), total plafon anggaran belanja

langsung Dinas Pekerjaan Umum adalah sebesar Rp. 61.087.710.630,- dan setelah

disepakati antara eksekutif dengan legislatif, plafon anggaran meningkat sebesar

Rp. 27.916.335.390,- atau sekitar 45,70% menjadi sebesar Rp.89.004.046.020.110

Ketika perbedaan ini ditanyakan langsung dengan Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci, mereka mengungkapkan bahwa :

“Peningkatan ini terjadi karena setelah pembahasan anggaran di

Banggar DPRD terdapat penambahan lokasi pembangunan jalan dan

jembatan pada program pembangunan jalan dan jembatan sehingga

berimplikasi pada penambahan anggaran.111

Jika pada rancangan awal, program pembangunan jalan dan jembatan

dengan total anggaran sebesar Rp.10.341.382.220, maka pada dokumen final

PPAS anggaran tersebut meningkat menjadi Rp.38.257.717.610.112 Perbedaan

angka tersebut jelas menunjukkan bahwa telah terjadinya kontestasi antara

eksekutif dalam hal ini TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum dengan anggota

Banggar DPRD dalam pembahasan PPAS, terutama plafon anggaran belanja

langsung Dinas Pekerjaan Umum di Badan Anggaran DPRD Kabupaten Kerinci.

Disamping itu, pembahasan PPAS dinilai telah berubah menjadi sebuah ajang

kompromi politik dalam pembahasan detil anggaran, meskipun Rencana Kerja

dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai dasar penyusunan RAPBD belum

109 Karena begitu banyaknya SKPD yang akan diuraikan, maka penulis mencoba mengambil salah satu kasus SKPD, seperti

yang terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini nantinya sebagai refleksi dan tolok ukur untuk melihat bagaimana sebuah

kontestasi terjadi pada proses penentuan plafon anggaran belanja langsung SKPD lainnya. 110 Hasil dari penelaahan rancangan dan Dokumen Final PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011 111 Wawancara dengan Untung Yasril, ST, MT, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci…Namun rancangan

awal usulan rencana kerja Dinas PU dengan anggaran yang mengalami perubahan tersebut tidak ditemukan sampai tahap penulisan tesis ini. 112 Hasil telaah Rancangan dan Dokumen Final PPAS Kabupaten Kerinci Tahun 2011…..Op, Cit

Page 98: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

83

dibahas oleh komisi-komisi DPRD, sebagaimana diungkapkan oleh informan

bahwa :

“Pembahasan Plafon Dinas PU samo bentuknyo dengan membahas

RKA Dinas, tapi ineh dilakukan oleh Banggar, lah mendetil sampai

ngan lokasi kegiatan, sementaro lum lah sagin dibahas di komisi

tigo, tapi apolah kato kito”. 113

(Pembahasan plafon Dinas Pekerjaan Umum sama bentuknya

dengan membahas RKA Dinas, tapi ini dilakukan oleh Banggar,

sudah mendetail sampai dengan lokasi proyek, belum lagi di komisi

tiga nanti, tapi kita mau bilang apa.)

Informan lainnya menambahkan, bahwa :

“Seharusnya Banggar hanya membahas KUA dan berapa besarnya

plafon anggaran dalam PPAS untuk Dinas PU, dan bukannya

membahas detil lokasi dimana kegiatan dilaksanakan, ini tugas

Komisi nantinya pada pembahasan RAPBD.”114

Apa yang dilakukan Banggar telah menyalahi aturan yang telah disepakati

bersama dalam Tata tertib DPRD. Banggar mempunyai tugas membahas KUA

dan PPAS. Artinya Banggar hanya menetapkan dan menyetujui besarnya plafon

anggaran yang diperuntukkan bagi Dinas Pekerjaan Umum yang awalnya

disampaikan oleh eksekutif. Sementara untuk pembahasan detail anggaran,

penggunaan dan lokasi pelaksanaan kegiatan merupakan wewenang dari Komisi

III DPRD.

Perdebatan muncul dari ketidakpuasan beberapa anggota Banggar DPRD

dari dapil I (lihat tabel 16) terhadap uraian rancangan PPAS dari eksekutif

(TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) terutama lokasi pembangunan jalan yang

dinilai tidak mengakomodir kepentingan-kepentingan mereka dan lebih

menetapkan lokasi pembangunan lebih dominan di Daerah Pemilihan IV.

113 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Kabid Bina Marga dan selaku KPA Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci. 114 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit

Page 99: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

84

Menurut salah seorang informan dari TAPD, bahwa :

“Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Sekretaris Dinas

PU, lokasi pembangunan jalan direncanakan di dapil IV yaitu Mukai

Tinggi–Simpang Tanjung Tanah, dengan total belanja modal

pembangunan jalan tersebut lebih kurang sebesar Rp.9,5 M, nah

anggota dewan dari Dapil lain nggak setuju, lalu mereka menanyakan

gimana dengan Dapil kami.”115

Lebih lanjut informan yang lain mengungkapkan bahwa :

Kondisi ini tentu membuat anggota Banggar dari daerah pemilihan I

(Subur Budiman, Tritama Satria Arsyad dan Afrizal) merasa tidak

puas dan menanyakan alasan yang logis terhadap perencanaan

yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum.116

Lalu, sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci memberikan

tanggapan secara ringkas bahwa :

“Ya, waktu itu saya tanggapi dengan mengatakan bahwa

Perencanaan tersebut telah dilakukan secara matang dan telah di-

Musrenbang-kan serta mempertimbangkan dampak bagi masyarakat

luas, sebab jalan tersebut akan melalui sentra-sentra produksi

pertanian yang ada di Kabupaten Kerinci dan lokasinya melalui

dapil IV, III dan II sehingga nantinya diarahkan untuk mengem-

bangkan perekonomian lokal. Disamping itu jalan tersebut menjadi

penghubung beberapa kecamatan ke lokasi Ibukota Kabupaten

Kerinci yang baru dan semua yang sampaikan jelas kok.117

Informan yang lain menambahkan :

Tanggapan yang disampaikan oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan

Umum disambut dingin oleh anggota Banggar, dan salah satu

anggotanya dari Daerah Pemilihan I (Subur Budiman, ST)

memberikan pendapatnya bahwa kalau alasan pembangunan jalan

tersebut untuk mengembangkan perekonomian lokal, maka di

wilayahnya mungkin yang sangat tepat dibangun jalan tersebut. 118

Dari pihak Legislatif, khususnya Banggar DPRD, mengungkapkan bahwa :

115 Wawancara dengan Ir. Syaiful US, Kabid Fisik dan prasarana Bappeda Kabupaten Kerinci dan selaku Anggota TAPD

Kabupaten Kerinci. 116 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit 117 Wawancara dengan Untung Yasril, ST, MT, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci. 118 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit

Page 100: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

85

“Ya, nggak adil lah Dek. Masa iya pembangunan diarahkan pada

wilayah mudik (Dapil IV) semua, sementara kami di wilayah Hilir

(Dapil I) nggak dapat apa-apa, Milyaran lagi anggaran-nya.

Kalaulah rencana pembangunan jalan tersebut betul-betul aspirasi

masyarakat,kami setuju, tapi mana buktinya? Ketika kami minta hasil

Musrenbang, dan dicek, nggak ada lokasi seperti yang disampaikan

oleh PU.”119

Jika merujuk pada hasil Musrenbang, yang telah dirangkum dalam bentuk

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Kerinci Tahun 2011,

memang benar yang diungkapkan oleh anggota Banggar tersebut, ternyata tidak

terdapat lokasi seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum

tersebut. Namun demikian, hal yang berbeda muncul dari hasil wawancara dengan

salah seorang informan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci yang

mengungkapkan bahwa :

“Sebenarnya lokasi tersebut adalah arahan langsung dari Pak

Bupati, Kepada Dinas Pekerjaan Umum. Sebab, jalan tersebut

menjadi akses penting menuju Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru,

juga jalan itu nantinya akan melalui beberapa desa di wilayahnya

Pak Bupati yaitu dapil IV, ada sebagian di dapil II dan III, ah awak

tahu suhanglah artinyo apo (anda tahu sendiri artinya apa).”120

Dialog-dialog yang terjadi diatas menunjukkan bahwa sikap eksekutif

yang mampu berkelit dengan permainan bahasa teknokratisnya. Kepala Daerah

pun terlihat tidak memiliki komitmen terhadap perencanaan pembangunan yang

telah disusun oleh para pembantu-pembantunya. Berbagai manuver-manuver yang

dilakukan birokrat untuk menjustifikasikan agar seolah-olah semua perencanaan

pembangunan memang telah direncanakan secara matang pada awalnya, akan

tetapi semua kegiatan yang muncul justru menjadi “penumpang gelap yang naik di

119 Wawancara dengan Subur Budiman, Anggota Banggar dan anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kerinci 120 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit

Page 101: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

86

tengah jalan” dalam pembahasan PPAS, seperti lokasi kegiatan pembangunan

jalan diatas. Sempat terjadi deadlock beberapa saat dalam pembahasan plafon

Dinas PU ini terutama pada program pembangunan jalan dan jembatan, sampai

pada akhirnya pimpinan sidang (Sartoni, S.Pd) menskor rapat selama satu jam.121

Kemudian, salah satu informan mengutarakan bahwa :

“Terjadi dialog khusus antara seluruh anggota Banggar DPRD

dengan pihak eksekutif yang diikuti oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan

Umum beserta seluruh Kabid-nya, kalau dari TAPD ada Kepala

Bappeda, Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda serta Kabid Litbang

Bappeda.”122

Setelah satu jam kemudian skor dicabut dan sidang pembahasan kembali

digelar dengan agenda pembahasan plafon anggaran belanja langsung Dinas

Pekerjaan umum. Tidak disangka-sangka oleh TAPD yang lainnya ternyata terjadi

penambahan plafon anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum Kabu-

paten Kerinci dari Rp.61.087.710.630 menjadi sebesar Rp.89.004.046.020.123

Penambahan anggaran yang sangat besar terhadap plafon belanja langsung Dinas

Pekerjaan Umum tersebut.

Jadi dari fenomena tersebut, terlihat telah dilakukannya deal-deal atau

kompromi antara pihak yang melakukan dialog khusus sebagai konsensus dari

deadlock pembahasan yang terjadi. Apapun jenis kompromi yang dilakukan oleh

kedua belah pihak, baik eksekutif maupun legislatif ini, yang jelas

menguntungkan kedua pihak. Setelah didalami dari para pihak yang melakukan

dialog khusus, diketahui adanya penambahan lokasi pembangunan jalan dan

121 Ibid 122

Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 123 Wawancara dengan Ir. Syaiful US, Op.Cit

Page 102: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

87

jembatan. Salah seorang informan yang terlibat dalam dialog khusus tersebut

mengungkapkan bahwa :

“Rencana semula hanya satu paket (Mukai Tinggi-Simpang Tanjung Tanah) setelah ada pembicaraan dengan Banggar lokasinya menjadi tujuh paket (Mukai Tinggi-Simpang Tanjung Tanah, Danau Tinggi-Sungai Dalam, Semurup-Siulak Kecil, Pelompek-Pauh Tinggi, Siulak DeraslBatu Hampar, Belui-Kemantan dan Simp. Goreng-Simp.Tutup) dan semua itu belum final, nanti waktu pembahasan RKA Dinas PU dengan Komisi III baru bisa difinalkan.”

124

Dari uraian informan diatas, jelaslah bahwa saat terjadi dialog khusus

untuk mengatasi deadlock pembahasan, terjadi deal-deal antara beberapa pihak.

Di satu sisi ada Badan Anggaran DPRD, di sisi lainnya ada Dinas Pekerjaan

Umum dan TAPD dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bappeda Kabupaten Kerinci

dan anggota TAPD lainnya. Untuk mencapai kesepakatan, hampir semua

kepentingan diakomodasikan, walaupun kepentingan tersebut nantinya tidak

sesuai dengan harapan dan rencana awal yang dibawa oleh para aktor. Dinas

Pekerjaan Umum dan Badan Anggaran memiliki beragam ide konsensus yang

diharapkan mampu menyelesaikan kontestasi diatas sebagai pijakan awal untuk

melakukan bargaining pada kedua pihak. Yaitu dengan melakukan penambahan

lokasi yang berakibat pada peningkatan anggaran.

Penambahan lokasi seperti yang diuraikan oleh informan diatas, yang

berakibat pada penambahan anggaran hanya terjadi pada daerah pemilihan II, III

dan IV serta tidak terjadi pada Daerah Pemilihan I. Pihak Dinas Pekerjaan Umum

berdalih bahwa :

124 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit

Page 103: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

88

“Untuk Daerah Pemilihan I telah ada proyek bencana alam dari APBN dengan total anggaran mencapai 104 Milyar, sehingga tidak mendapatkan proyek jalan dan jembatan dari APBD, dan untuk sementara pembangunan dilaksanakan pada Dapil III dan IV agar APBD dapat maksimal kita gunakan di seluruh Kabupaten Kerinci”.125

Uraian informan tersebut, lagi-lagi menunjukkan karakter Birokrat yang

sangat lihai dalam berargumen, pada hal proyek bencana alam hanya terdapat di

daerah yang terkena dampak bencana alam, seperti Gempa di Kecamatan Gunung

Raya dan sekitarnya (Dapil I). Disamping itu peruntukan dari dana tersebut jelas

dan telah diatur dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu

rehabilitasi sarana dan prasarana umum dan ibadah, rehabilitasi rumah-rumah

penduduk, rehabilitasi infrastruktur yang rusak akibat dampak bencana alam dan

masih banyak penggunaan lainnya dan bukan digunakan untuk pembangunan

baru. Akan tetapi justru anggota Banggar dari Dapil I tidak melayangkan protes

terhadap keputusan yang telah diambil oleh kedua belah pihak tersebut.

“Ini kan masih tahap pembahasan PPAS, nanti diwaktu pembahasan RAPBD (RKA-SKPD) bakal berubah juga, ya kita terima aja dulu

keputusan Banggar, biar pembahasan Plafon Dinas PU cepat

selesai. Kalau debat terus tambah lama pembahasannya, padahal

kita dikejar waktu nih.”126

Sikap menerima anggota Dewan dari Dapil I ini, bukan tanpa alasan,

karena jika dilihat dari susunan anggota Banggar Dapil I belum memiliki kekuatan

yang mampu menyeimbangi anggota kekuatan anggota Dewan dari Dapil III dan

IV, meskipun jika mekanisme pengambilan keputusan dengan jalan voting. Dari

hasil wawancara diatas, anggota banggar tersebut masih berharap pada

125 Ibid 126 Wawancara dengan Subur Budiman, ST, Anggota Banggar dan Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kerinci

Page 104: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

89

pembahasan RKA Dinas Pekerjaan Umum, yang akan dilaksanakan setelah

adanya Nota Kesepakatan antara Eksekutif dan legislatif tentang PPAS.

Kedua belah pihak akhirnya bersepakat untuk mempercepat pembahasan

PPAS Dinas Pekerjaan Umum. Sebab, untuk pembahasan lebih lanjut akan

dilaksanakan pada pembahasan RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum

bersama dengan Komisi III DPRD. Sehingga perkembangan sementara plafon

anggaran untuk Program pembangunan jalan dan jembatan Dinas Pekerjaan

Umum Kabupaten Kerinci ditetapkan seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 22. Plafon Anggaran Belanja Langsung Program pembangunan

jalan dan jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

Tahun Anggaran 2011

PROGRAM/ KEGIATAN PLAFON ANGGARAN (Rp)

Keterangan Rancangan awal Setelah Pembahasan Selisih

Program pembangunan jalan

dan jembatan 10.341.382.220 38.257.717.610 27.916.335.390

1. Koordinasi Bidang

Kebinamargaan 94.724.000 94.724.000 -

2. Pembangunan jalan 10.246.658.220 29.802.454.910 19.555.796.690

- Administrasi Proyek 746.658.220 802.454.910 55.796.690

Belanja Modal Jalan

Lokasi Pembangunan

Ditetapkan sebesar

29.000.000.000

Untuk detail seluruh

lokasi dibahas lebih

rinci dalam RKA

Belanja Langsung

Dinas Pekerjaan

Umum dibahas

bersama dengan

komisi III

19.500.000.000

a. Mukai Tinggi-Simpang

Tanjung Tanah. 9.500.000.000

Dapil IV-Dapil

II

b. Danau Tinggi-Sungai

Dalam, - Dapil IV

c. Semurup-Siulak Kecil - Dapil III-Dapil

IV

d. Pelompek-Pauh Tinggi, - Dapil IV

e. Siulak Deras-Batu Hampar - Dapil IV

f. Belui-Kemantan - Dapil III

g. Simp. Goreng-Simp.Tutup - Dapil IV

3. Pembangunan jembatan - 8.360.538.700 8.360.538.700 Dapil IV

Sumber : Diolah dari data bidang Bina Marga Dinas PU Kab. Kerinci dan

Dokumen Nota Kesepakatan PPAS Tahun 2011.

Tabel diatas menggambarkan bargaining Power yang dimiliki oleh

anggota Banggar dari Daerah Pemilihan IV, bukan hanya terbanyak dalam

jumlah, tetapi juga unsur pimpinan Banggar-pun diambil alih oleh mereka. Hal

inilah menjadi penentu atas keputusan terhadap lokasi pembangunan jalan yang

diambil kemudian. Meskipun dengan partai yang berbeda, namun pada tahapan ini

Page 105: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

90

para anggota legislatif (Banggar DPRD) tetap memperjuangkan kepentingan

konstituennya. Maka jelaslah bahwa keterwakilan suatu wilayah di legislatif

menjadi penentu masuknya aspirasi masyarakat di dalam agenda pembangunan

daerah. Dari uraian diatas, dapat diidentifikasi Kontestasi aktor dalam proses

Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, sebagai berikut :

Tabel 23. Identifikasi Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan PPAS

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

Kontestan Pendukung Kepentingan Cara membangun

konsensus Hasil konsensus

EK

SE

KU

TIF

Pejabat di Dinas PU 1. Sekretaris Dinas

PU 2. Kabid. Bina Marga 3. Kabid. Sumber

Daya Air 4. Kabid.

Pengendalian dan tata ruang

5. Kabid. Cipta Karya

TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA 3. Sekretaris

DPPKA 4. Kabid. Anggaran

DPPKA 5. Kabid. Aset

DPPKA 6. Kabid.

Pendapatan DPPKA

7. Kabid. Fisik dan Prasarana Bappeda

8. Kabid. Litbang Bappeda

9. Kabid. Ekonomi Bappeda

Kabid. Sosbud Bappeda

Anggaran harus diprioritaskan bagi peningkatan infrastruktur Ibukota Kabupaten Kerinci yang berada di Dapil IV

KOMPROMI, yang lebih menekankan pada Bargaining Anggaran dan rasionalisasi urgensitas tingkat kebutuhan jalan pada masing-masing Daerah Pemilihan dan akan dibicarakan lebih lanjut dalam rapat pembahasan Ranperda tentang APBD (khususnya RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum).

1. Penambahan Lokasi dan anggaran bagi pembangunan Jalan dan jembatan, terutama kegiatan pembangunan jalan dan kegiatan pembangunan jembatan.

2. Belanja Modal untuk kegiatan pembangunan jalan dipatok sebesar Rp.29,802 Milyar, hasil perhitungan Dinas Pekerjaan Umum yang peruntukannya dibicarakan dalam pembahasan RKA belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum.

VERSUS

LE

GIS

LA

TIF

P

RO

Anggota DPRD dari Dapil IV

1. H. Liberty 2. Irmanto, S.Pd,

MM 3. Sartoni, S.Pd 4. Sugiono 5. Efaldi 6. Sabar AR, S.Pd 7. Joni Efendi

Anggota DPRD dari Dapil III 1. H. Said

Abdullah,SH 2. Heri Purwanto 3. Nopantri, SP

Memperbanyak “pork Barrel” di daerah pemilihan IV

KO

MP

RO

MI

KO

NT

RA

Anggota DPRD dari Dapil I 1. Tritama Satria

Arsyad 2. Subur

Budiman, ST 3. Afrizal

Tidak Ada

Distribusi alokasi anggaran harus berkeadilan bagi semua dapil di Kabupaten Kerinci

Sumber : Diringkas dari Bab VI

Sehingga berdasarkan tabel 23 tersebut, dapat digambarkan pola kontestasi

antar aktor dalam proses Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Kerinci, sebagai berikut :

Page 106: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

91

Gambar 9. Pola kontestasi antar aktor dalam proses Pembahasan PPAS

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

Setelah selesai membahas plafon anggaran Belanja Langsung Dinas

Pekerjaan Umum, agenda Banggar selanjutnya adalah membahas plafon SKPD

lainnya. Akhirnya, keseluruhan hasil pembahasan KUA dan PPAS pada tingkat

Banggar DPRD dibawa ke rapat gabungan untuk ditanggapi oleh seluruh Fraksi-

fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Kerinci. Berbagai tanggapan dan pandangan

dari fraksi-fraksi tersebut akan dibahas dan ditanggapi oleh eksekutif pada

keesokan harinya. Setelah semua proses dilalui, maka KUA dan PPAS disepakati

oleh Bupati Kerinci dan Ketua DPRD dalam bentuk Nota Kesepakatan yang akan

digunakan sebagai landasan bagi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD

(RKA-SKPD) yang merupakan unsur terpenting dalam penyusunan rancangan

EKSEKUTIF

KONTESTASI

LEGISLATIF PRO KONTRA

Fragmentasi

PPAS

KOMPROMI

RKA-SKPD

Page 107: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

92

Peraturan Daerah tentang APBD. Hasil akhir dari pembahasan plafon anggaran

belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum, terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 24. Hasil akhir Pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci Tahun 2011

No. Program Rancangan

PPAS (Rp.)

Setelah

Pembahasan

PPAS (Rp.)

1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 887.027.950 887.027.950

2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3.118.555.900 3.118.555.900

3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000 42.500.000

4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 157.210.000 157.210.000

5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian

kinerja dan keuangan 25.740.000 25.740.000

6 Program pembangunan jalan dan jembatan 10.341.382.220 38.257.717.610

7 Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan 13.609.822.110 13.609.822.110

8 Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan 5.645.871.040 5.645.871.040

9 Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa

dan Jaringan Pengairan lainnya 3.909.185.800 3.909.185.800

10 Program Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai,

Danau dan Sumber Daya Air Lainnya 3.600.304.800 3.600.304.800

11 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air

Limbah 2.481.509.000 2.481.509.000

12 Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh 3.623.175.810 3.623.175.810

13 Program pembangunan infrastruktur perdesaan 5.708.472.000 5.708.472.000

14 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000 70.850.000

15 Program Pengembangan Perumahan 215.925.000 215.925.000

16 Program Lingkungan sehat Perumahan 888.603.000 888.603.000

17 Program Perencanaan Tata Ruang 701.909.000 701.909.000

18 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pekerjaan Umum 1.510.719.000 1.510.719.000

19 Program Pembangunan Sarana Prasarana Pendukung

Pemerintahan 4.548.948.000 4.548.948.000

TOTAL 61.087.710.630 89.004.046.020

Sumber : Nota Kesepakatan PPAS Kab. Kerinci Tahun 2011

Peningkatan anggaran program pembangunan jalan dan jembatan dalam

pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum dari Rp.10.341.382.220 menjadi

Rp.38.257.717.610 berdampak pada meningkatnya defisit belanja daerah yang

semula hanya Rp.66.254.530.019 menjadi Rp. 83.284.719.628,20. Angka defisit

ini sebenarnya masih berada dalam ambang batas yang disarankankan oleh

Peraturan Perundang-undangan yaitu sebesar 3,0 persen dari PDRB, akan tetapi

eksekutif memaksakan menambah belanja tidak langsung terutama Belanja Hibah,

Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintahan

Desa. Otomatis defisit semakin membumbung tinggi, sementara sisa anggaran di

Page 108: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

93

dalam kas daerah hanya sebesar Rp. 53.560.000.000. Salah satu solusi yang

dianggap realistis adalah dengan mengansumsikan bahwa Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran (SiLPA) Tahun lalu meningkat menjadi Rp.65.584.719.628,20 dengan

harapan defisit dapat ditutupi dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun

Berkenaan tetap nol. Rupanya asumsi meningkatnya Silpa sudah mampu untuk

mengimbangi defisit, akan tetapi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun

Berkenaan menjadi surplus. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah

melakukan pinjaman daerah sebesar Rp.17.700.000.000 untuk menutupi angka

surplus tersebut.

Tabel 25. Proyeksi RAPBD Pasca Pembahasan PPAS

Kabupaten Kerinci Tahun 2011

No. URAIAN Sebelum

Pembahasan Setelah Pembahasan

I. PENDAPATAN 500.583.001.664,39 519.171.643.145,39

A. PENDAPATAN ASLI DAERAH 22.903.018.741,39 23.104.229.108,39

- Pendapatan Pajak Daerah 2.820.921.200,00 3.082.277.466,39

- Hasil Retribusi Daerah 2.628.693.000,00 2.693.269.367,00

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan 1.292.720.027,00 2.346.000.000,00

- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 16.160.684.514,39 14.982.682.275,00

B. DANA PERIMBANGAN 417.184.194.475,00 463.824.098.147,00

- Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 45.566.669.475,00 45.616.927.147,00

- Dana Alokasi Umum 327.334.925.000,00 369.273.971.000,00

- Dana Alokasi Khusus 44.282.600.000,00 48.933.200.000,00

C. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 60.495.788.448,00 32.243.315.890,00

- Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah

Daerah Lainnya 11.223.721.690,00 11.223.721.690,00

- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 21.019.594.200,00 21.019.594.200,00

- Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan

Percepatan Pembangunan Daerah 28.252.472.558,00 -

II. BELANJA 566.837.531.683,39 602.456.362.773,59

A. BELANJA TIDAK LANGSUNG 347.016.918.191,84 354.689.999.383,26

- Belanja Pegawai 296.466.308.299,84 296.097.992.559,80

- Belanja Bunga - 274.176.122,21

- Belanja Subsidi 1.788.544.000,00 1.788.544.000,00

- Belanja Hibah 21.273.627.142,00 24.394.926.000,00

- Belanja Bantuan Sosial 4.428.438.750,00 7.224.300.000,00

- Belanja Bantuan Keuangan kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa 21.060.000.000,00 23.910.060.701,25

- Belanja Tidak Terduga 2.000.000.000,00 1.000.000.000,00

B. BELANJA LANGSUNG 219.820.613.491,55 247.766.363.390,33

- Belanja Pegawai 25.037.567.876,69 26.721.137.675,00

- Belanja Barang dan Jasa 79.047.492.611,56 88.184.775.579,33

- Belanja Modal 115.735.553.003,30 132.860.450.136,00

SURPLUS / (DEFISIT) (66.254.530.019,00) (83.284.719.628,20)

Page 109: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

94

No. URAIAN Sebelum

Pembahasan Setelah Pembahasan

III. PEMBIAYAAN DAERAH

A. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 69.560.000.000,00 84.284.719.628,20

- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran

Sebelumnya 53.560.000.000,00 65.584.719.628,20

- Penerimaan Pinjaman Daerah 15.000.000.000,00 17.700.000.000,00

- Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00

B. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 3.305.469.981,00 1.000.000.000,00

- Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 2.000.000.000,00 1.000.000.000,00

- Pembayaran pokok Utang 1.305.469.981,00 -

PEMBIAYAAN NETTO 66.254.530.019,00 83.284.719.628,20

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN

BERKENAAN - -

Sumber : Diolah dari rancangan dan dokumen final PPAS Kab. Kerinci 2011

Page 110: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

95

BAB VII

KONTESTASI PADA TAHAPAN PEMBAHASAN RKA-SKPD

Berdasarkan KUA dan PPAS yang telah disepakati oleh Pemerintah

Daerah dan DPRD, SKPD menyusun RKA-SKPD sebagai dasar utama

penyusunan RAPBD. Dalam Nota Keuangan RAPBD Tahun 2011, Bupati

Kerinci menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang RAPBD Tahun

2011 dengan struktur ringkasan, seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 26. Ringkasan Rancangan awal APBD Kabupaten Kerinci

Tahun 2011

No. URAIAN JUMLAH (Rp.)

A. PENDAPATAN 519.171.643.145,39

1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 23.104.229.108,39

- Pendapatan Pajak Daerah 3.082.277.466,39

- Hasil Retribusi Daerah 2.693.269.367,00

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2.346.000.000,00

- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 14.982.682.275,00

2. DANA PERIMBANGAN 463.824.098.147,00

- Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 45.616.927.147,00

- Dana Alokasi Umum 369.273.971.000,00

- Dana Alokasi Khusus 48.933.200.000,00

3. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 32.243.315.890,00

- Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 11.223.721.690,00

- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 21.019.594.200,00

B. BELANJA 602.456.362.773,59

1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 354.689.999.383,26

- Belanja Pegawai 296.097.992.559,80

- Belanja Bunga 274.176.122,21

- Belanja Subsidi 1.788.544.000,00

- Belanja Hibah 24.394.926.000,00

- Belanja Bantuan Sosial 7.224.300.000,00

- Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintahan Desa 23.910.060.701,25

- Belanja Tidak Terduga 1.000.000.000,00

2. BELANJA LANGSUNG 247.766.363.390,33

- Belanja Pegawai 26.721.137.675,00

- Belanja Barang dan Jasa 88.184.775.579,33

- Belanja Modal 132.860.450.136,00

SURPLUS / (DEFISIT) (83.284.719.628,20)

C. PEMBIAYAAN DAERAH

1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 84.284.719.628,20

- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 65.584.719.628,20

- Penerimaan Pinjaman Daerah 17.700.000.000,00

- Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 1.000.000.000,00

2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.000.000.000,00

- Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 1.000.000.000,00

PEMBIAYAAN NETTO 83.284.719.628,20

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN -

Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA)

Kabupaten Kerinci, 2011

Page 111: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

96

Dari struktur rancangan APBD tersebut, terlihat bahwa proporsi anggaran

belanja lebih banyak digunakan untuk birokrasi. Sekitar 49,15% atau sebesar

Rp.296.097.992.559,80 digunakan membayar gaji pegawai, 4,44% atau sebesar

Rp. 26.721.137.675,00 dipergunakan untuk membayar honorarium kepanitiaan

dalam pelaksanaan kegiatan, belum lagi ada biaya perjalanan dinas yang

merupakan komponen belanja barang dan jasa yang nominalnya sangat besar.

Sementara itu, untuk belanja modal tersisa sekitar 22,05% atau sebesar

Rp.132.860.450.136,00 yang didalamnya termuat juga belanja modal bagi

peningkatan sarana kerja aparatur dan biaya-biaya lainnya yang cukup besar.

Sehingga dapat dibayangkan begitu kecilnya proporsi anggaran bagi pelaksanaan

pembangunan yang akan dinikmati oleh masyarakat. Kenyataan ini hampir sama

dengan diungkapkan oleh Agus Dwiyanto dalam bukunya bahwa : Struktur

anggaran di Kabupaten/Kota umumnya menunjukkan alokasi untuk belanja

pegawai dan birokrasi mencapai 70–80 persen dari APBD dan hanya 20–30

persen anggaran digunakan untuk melayani kebutuhan warga”128. Padahal,

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan

instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan

umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

A. Rasionalisasi dan Otorisasi RKA-SKPD oleh TAPD

Berdasarkan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS Kabupaten Kerinci Tahun

2011, Dinas Pekerjaan umum menyampaikan rancangan RKA-SKPD dengan total

plafon anggaran belanja langsung sebesar Rp. 89.004.046.020 kepada PPKD

128 Agus Dwiyanto, Mengembalikan kepercayaan publik melalui reformasi birokrasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

2011, Hal. 81

Page 112: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

97

dengan terlebih dahulu ditelaah dan disetujui Tim Anggaran Pemerintah Daerah

(TAPD) dan dijadikan sebagai bagian dalam Nota Keuangan dan RAPBD.

Meskipun terjadi kontestasi di tingkat eksekutif, antara SKPD dan TAPD pada

saat penelaahan RKA-SKPD oleh TAPD, namun intensitasnya sangat rendah

sekali, dan hampir dikatakan tidak terjadi. Sebab, TAPD hanya melakukan koreksi

terhadap RKA-SKPD terkait dengan kesesuaian KUA, PPAS, pedoman

penyusunan APBD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) serta menaati segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku

terkait dengan Keuangan Daerah.

Dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kerinci selaku

koordinator TAPD, pembahasan RKA Dinas Pekerjaan Umum di tingkat

eksekutif ini berjalan “ala kadarnya” atau terkesan formalitas. Ini ditandai dengan

tidak terdapatnya perubahan pada RKA yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan

tersebut (lihat tabel 25 hal 94 pada kolom total Anggaran dalam PPAS dan

RAPBD) setelah dilakukannya pembahasan, hal ini diperkuat dengan pernyataan

informan, bahwa :

“Kalo pembahasan dengan TAPD, nggak ada perubahan RKA Dinas

PU, paling-paling TAPD cuma ngoreksi apakah plafon anggarannya

sudah pas atau tidak. Selain itu TAPD menanyakan apakah lokasi

pembangunan pada program/ kegiatan Dinas PU sudah

mengakomodir usulan masyarakat, anggota Dewan dan arahan dari

Pak Bupati”.129

Informan lainnya menambahkan :

“Ya memang betul nggak ada perubahan RKA Dinas PU, ya kalo

sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan plafon anggaran yang

ditetapkan serta mengakomodir semua kepentingan, dan yang utama

anggaran program/ kegiatannya masuk akal dan tidak mengada-ada,

129 Wawancara dengan Khusairi, Op.Cit

Page 113: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

98

ya nggak masalah RKA Dinas PU kita setujui untuk dilanjutkan ke

PPKD, untuk dientry dalam SIMDA (Sistem Informasi Keuangan Daerah).”130

Nuansa birokratisasi dalam tahapan ini terlihat pada penggunaan otoritas

dan kewenangan TAPD yang terdiri dari petinggi-petinggi Birokrasi, termasuk

Kepala Dinas Pekerjaan Umum yang menjabat sebagai anggota TAPD

(lihat tabel 19). Walaupun demikian Dinas Pekerjaan Umum juga harus tunduk

dan patuh pada keputusan TAPD atas diterima atau tidaknya program atau

kegiatan dalam RKA yang mereka tawarkan.

Setelah adanya otorisasi dari TAPD, RKA Dinas Pekerjaan Umum dengan

plafon anggaran sebesar Rp.89.004.046.020 disetujui dan kemudian disampaikan

kepada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) dalam hal ini adalah Dinas

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Kerinci, untuk

selanjutnya dientry dalam SIMDA, sehingga nantinya RKA Dinas Pekerjaan

Umum tersebut terintegrasi dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan

disampaikan kepada DPRD bersamaan dengan Nota Keuangan RAPBD Tahun

2011.

Pada tahapan ini, kepentingan TAPD adalah bagaimana anggaran yang

disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum rasional, memiliki target kinerja yang jelas,

dapat dipertanggungjawabkan dan dapat mengakomodir semua kepentingan-

kepentingan yang ada di Kabupaten Kerinci serta disesuaikan dengan kemampuan

keuangan daerah.

130 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit.

Page 114: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

99

B. Sketsa Politik dibalik pembahasan RKA Belanja Langsung Dinas

Pekerjaan Umum.

Jika pada tahun 2010 pembahasan RKA-SKPD dilakukan oleh Panitia

Anggaran DPRD (atau dengan nama sekarang Badan Anggaran DPRD), maka

untuk tahun 2011 dilakukan oleh komisi-komisi DPRD. Khusus untuk Dinas

Pekerjaan Umum, pembahasan RKA belanja langsung dilakukan bersama dengan

Komisi III DPRD yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang yang berasal dari

beragam partai politik dan daerah pemilihan (lihat tabel 15).

Sebelum dilaksanakan pembahasan anggaran Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci tahun 2011, Komisi III DPRD terlebih dahulu membahas

realisasi kegiatan fisik Dinas Pekerjaan Umum Tahun 2010 yang dinilai oleh

anggota dewan masih terdapat sisa anggaran yang belum disetorkan ke kas daerah

disamping itu realisasi kegiatan Tahun 2010 tersebut dijadikan sebagai benchmark

terhadap kegiatan Tahun 2011. Dari hasil wawancara dengan informan,

diungkapkan bahwa :

“Untuk membahas kegiatan Dinas PU Tahun 2011, Kita harus tahu dulu realisasi kegiatan Tahun 2010. Sebab, takutnya nanti ada

kegiatan yang tumpang tindih dan timbul masalah-masalah lainnya,

yang disalahkan Dewan juga. Nah, bagusnya bersama-sama kita

bahas dulu yang 2010”.131

Ada benarnya apa yang disampaikan oleh informan tersebut. Sebab, dari

plafon anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum Tahun 2010 sebesar

Rp.78.524.748.331, terealisasi sebesar Rp. 68.679.825.064 atau sekitar 87,46%

dan masih terdapat sisa dana sebesar Rp. 9.844.923.267,132

yang belum disetorkan

131 Wawancara dengan Heri Purwanto, Op. Cit 132 Ditelaah dari data LKD Kabupaten Kerinci Tahun 2010

Page 115: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

100

ke kas daerah. Fenomena-fenomena inilah yang menghiasi proses pembahasan

anggaran Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum pada awalnya. Anggota

Komisi III menjadikan ajang pembahasan realisasi kegiatan tahun 2010 sebagai

bentuk pengawasan terhadap kinerja keuangan Dinas Pekerjaan Umum tahun

2010.

Berita acara rapat pembahasan anggaran Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci Tahun 2011 menjadi “batu pijakan” bagi peneliti untuk

mendalami dinamika dan Fenomena-fenomena yang terjadi dalam perumusan

kebijakan Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum dalam penyusunan APBD

Kabupaten Kerinci Tahun 2011. Dari data-data yang terdapat di dalamnya, terlihat

bahwa anggota Dewan dari Komisi III mengkritisi RKA belanja langsung yang

disusun ulang oleh Dinas Pekerjaan Umum sehingga terjadinya perbedaan total

anggaran dengan rancangan semula artinya muncul perbedaan antara RKA belanja

langsung yang akan dibahas dengan RKA belanja langsung yang telah diserahkan

sebelumnya kepada DPRD dalam bentuk rancangan peraturan daerah tentang

APBD, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 27. Perbedaan total Anggaran antara PPAS dan RAPBD dengan

RKA yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci

No. Program

Total Anggaran

dalam PPAS dan

RAPBD (Rp.)

Total Anggaran

dalam RKA yang

diusulkan Dinas PU

(Rp.)

Selisih (Rp.)

1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 887.027.950 887.027.950 -

2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana

Aparatur 3.118.555.900 3.051.291.900 (67.264.000)

3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000 42.500.000 -

4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya

Aparatur 157.210.000 157.210.000 -

5 Program peningkatan pengembangan sistem

pelaporan capaian kinerja dan keuangan 25.740.000 25.740.000 -

6 Program pembangunan jalan dan jembatan 38.257.717.610 38.616.673.110 358.955.500

7 Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan

jembatan 13.609.822.110 14.021.122.110 411.300.000

Page 116: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

101

No. Program

Total Anggaran

dalam PPAS dan

RAPBD (Rp.)

Total Anggaran dalam RKA yang

diusulkan Dinas PU

(Rp.)

Selisih (Rp.)

8 Program peningkatan sarana dan prasarana

kebinamargaan 5.645.871.040 5.645.871.040 -

9

Program Pengembangan dan Pengelolaan

Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan

lainnya

3.909.185.800 3.974.185.800 65.000.000

10 Program Pengembangan, Pengelolaan, dan

Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Daya

Air Lainnya

3.600.304.800 3.584.304.800 (16.000.000)

11 Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan

Air Minum dan Air Limbah 2.481.509.000 2.684.118.000 202.609.000

12 Program Pengembangan Wilayah Strategis

dan Cepat Tumbuh 3.623.175.810 3.623.175.810 -

13 Program pembangunan infrastruktur

perdesaan 5.708.472.000 4.910.216.500 (798.255.500)

14 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000 70.850.000 -

15 Program Pengembangan Perumahan 215.925.000 215.925.000 -

16 Program Lingkungan sehat Perumahan 888.603.000 886.603.000 (2.000.000)

17 Program Perencanaan Tata Ruang 701.909.000 701.909.000 -

18 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana

Pekerjaan Umum 1.510.719.000 1.510.719.000 -

19 Program Pembangunan Sarana Prasarana

Pendukung Pemerintahan 4.548.948.000 4.481.948.000 (67.000.000)

TOTAL 89.004.046.020 89.091.391.020 87.345.000

Sumber : Diolah dari Dokumen PPAS, RAPBD dan Berita Acara Pembahasan

RAPBD Tahun 2011

Perbedaan diatas menunjukan bahwa meskipun RKA belanja langsung

Dinas Pekerjaan Umum telah ditelaah dan disetujui oleh TAPD, kemudian

disampaikan kepada PPKD untuk dijadikan Rancangan Peraturan Daerah tentang

APBD dan usulan inilah yang seharusnya dibahas antara eksekutif dengan

legislatif. Namun pada saat pembahasan anggaran bersama-sama antara eksekutif

dengan legislatif tersebut, Dinas Pekerjaan Umum telah melakukan serangkaian

perubahan-perubahan RKA belanja langsung di beberapa program secara sepihak

tanpa melewati PPKD dan TAPD, sehingga yang dibahas bukanlah RKA belanja

langsung yang merupakan komponen Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

dari PPKD tetapi RKA dari hasil perubahan dari Dinas Pekerjaan Umum itu

sendiri.

Page 117: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

102

Terjadinya perubahan-perubahan sebelum RKA Belanja Langsung Dinas

Pekerjaan Umum dibahas, mengindikasikan masih lemahnya komitmen yang ada

di Dinas Pekerjaan Umum terhadap kesepakatan-kesepakatan awal yang tertuang

dalam Nota Kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang KUA dan PPAS

serta mengindahkan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Beberapa

anggota TAPD yang mengikuti pembahasan anggaran belanja langsung Dinas

Pekerjaan Umum di komisi III DPRD tidak mengetahui dengan jelas perubahan-

perubahan tersebut.

“Saya juga heran, kok beda antara ranperda RAPBD dengan RKA

yang mau dibahas. Saat itu kita disodorkan RKA yang telah diubah

sendiri oleh Dinas PU, tapi sudah terlanjur dibahas, nggak apa-apa

lah. Lagi pula plafon yang dilampaui tidak terlalu besar.”133

Informan lainnya mengungkapkan :

“Memang ada dibicarakan penyesuaian-penyesuaian RKA Dinas PU

di beberapa kegiatan dan bukannya penambahan anggaran. Mereka

(Dinas PU) mengajukan perubahan-perubahan, sementara Ranperda

APBD telah disampaikan kepada DPRD, jadi ya berbeda yang

dibahas.”134

Ketika hal ini ditanyakan langsung dengan Dinas Pekerjaan Umum, dan

Komisi III DPRD tanggapan mereka bahwa :

“Alah Dok, awak ini macam idak tahu bae, ado hal-hal penting yang

harus disesuaikan, seperti standar biaya, sudah itu kalu ado dana-

dana dari pusat untuk PU dan masuk ke APBD. Nah, ado jugo

pesanan-pesanan dari 01 (kosong satu-Bupati) dan dari Dewan yang

harus kito tanggapi, kalu idak gawatlah.Tapi hal ineh sudah kito

diskusikan dengan TAPD dan Komisi III”135

(“Aduh Dok, kamu ini seperti nggak tahu saja, ada hal-hal penting

yang harus disesuaikan, seperti standar biaya, kemudian kalau ada

dana-dana dari pusat untuk Dinas PU masuk kedalam APBD dan ada

133 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit 134 Wawancara dengan Erwan,SE, M.Si, Op, Cit 135 Wawancara dengan Khusairi, Op.Cit

Page 118: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

103

juga pesanan-pesanan dari Bupati yang harus kita tanggapi, kalau

tidak gawatlah. Tapi hal ini sudah kita diskusikan dengan TAPD dan Komisi III.”)

Informan yang lain menambahkan :

“Memang ada dibicarakan dengan Komisi III, tapi saya nggak begitu ingat kapan waktunya. Dinas PU bilang ada dana dari pusat masuk

ke APBD, jadi ada perubahan-perubahan anggaran di RKA Belanja

Langsung.”136

Pernyataan yang disampaikan oleh informan dari Dinas Pekerjaan Umum

diatas bahwa terdapat dana dari Pemerintah Pusat yang diterima oleh daerah dan

dimasukkan kedalam APBD sehingga dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam

RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum tersebut sangat sulit diterima.

Sebab, dari struktur APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011 total Pendapatan dari

pos Dana Perimbangan Daerah (DAK, DAU, Bagi hasil pajak/ Bagi Hasil bukan

Pajak) sebesar Rp.463.824.098.147,137

dan pada pos Lain-lain Pendapatan Daerah

yang Sah sebesar Rp.49.366.154.890 telah jelas peruntukan dan kegunaannya

serta diperkuat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila

terdapat penambahan, maka struktur APBD ini akan mengalami perubahan, tetapi

kenyataannya tidak dan malahan yang bertambah adalah pos Belanja Langsung,

yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya jumlah defisit. Namun,

eksekutif cukup cerdik dalam menanggapi kontradiksi yang muncul akibat

tingginya angka defisit ini. Mereka lebih leluasa berlindung dibalik regulasi

keuangan daerah yang mengizinkan besaran maksimal defisit sebesar 3,0 persen

dari PDRB.138,139,140

Untuk penyusunan APBD Tahun 2011, besaran maksimal

136 Wawancara dengan Heri Purwanto, Ketua Komisi IIII DPRD Kabupaten Kerinci 137 Hasil telaah Data sekunder Ranperda APBD dan Perda APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011. 138 Lihat Penjelasan pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara

Page 119: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

104

defisit APBD yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah sebesar 4,5 persen dari

perkiraan pendapatan daerah Tahun Anggaran 2011.141

Alhasil, ketika dilakukan

perhitungan didasarkan pada regulasi tersebut, maka besaran maksimal defisit

APBD tidak pernah memenuhi persentase-persentase tersebut dan malahan telah

jauh melewati persentase yang disyaratkan.142

Selanjutnya, pernyataan bahwa terjadinya perubahan-perubahan dengan

alasan ada kepentingan-kepentingan dari elit Pemerintah dan politik yang harus

diakomodir maka hal tersebut sangat logis. Sebab, terjadinya penambahan

anggaran pada Program pembangunan jalan dan jembatan serta pada Program

rehabilitasi/ pemeliharaan jalan dan jembatan, dengan masing-masing sebesar

Rp.358.955.500 dan Rp.411.300.000 dengan mengurangi anggaran terhadap

program pembangunan infrastruktur perdesaan sebesar Rp.798.255.500 (lihat dari

tabel 25).

Fenomena ini menunjukkan bahwa dengan kondisi dan situasi yang

bagaimanapun eksekutif tidak akan pernah bekerja dalam ruang hampa politik dan

bukan aktor netral,143

disamping itu, legislatif semakin dianggap sebagai badan

yang menyetujui suatu keputusan yang telah diambil hanya sebagai formalitas

belaka dan bahkan berjuang untuk membuat eksekutif menjadi pihak yang

bertanggung jawab. Hal ini senada dengan pernyataan Irene S Rubin bahwa

legislatif hanya menjadi “stempel” anggaran eksekutif yang menyetujuinya tanpa

139 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian jumlah kumulatif defisit Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah 140 Jika PDRB Kabupaten Kerinci Tahun 2010 berdasarkan harga berlaku Rp.3,070 Triliun x 3% , maka batas maksimal

defisit yang disyaratkan = Rp.92,100 Milyar. 141 Lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/ PMK.07/2010 tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal kumulatif Pinjaman Daerah Tahun 2011. 142 Jika Total Pendapatan Daerah Tahun 2011 diproyeksikan sebesar Rp.520 Milyar, maka batas maksimal defisit yang

disyaratkan = Rp.24,3 Milyar. 143 Mohtar Mas’oed, Politik, Birokrasi dan pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003 Hal. 67

Page 120: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

105

pemeriksaan atau perbaikan secara rinci.144

Akibat yang muncul kemudian

eksekutif semakin mendominasi anggaran dan mengutak-atik kesepakatan yang

telah dibuat sebelumnya.

Disamping itu juga kondisi ini juga menunjukan bahwa birokrasi memiliki

peran ganda, disamping sebagai pelayan Kepala Daerah dengan skema patron-

klien, tetapi secara kelembagaan mempunyai otonomi sendiri yang tidak serta

merta menjabarkan visi Kepala Daerah, sebab birokrasi berpolitik memaksimal-

kan anggaran yang tidak luput dari kontrol Kepala Daerah.

1. Koreksi minimalis Dewan dalam pembahasan Program Non Fisik

Pada pembahasan RKA belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum Tahun

2011, Komisi III DPRD akhirnya sepakat untuk membahas RKA-SKPD yang

telah disempurnakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan total plafon anggaran

sebesar Rp.89.091.391.020,145

dengan asumsi bahwa anggaran dari beberapa

program dan kegiatan didalamnya dapat mengakomodir kepentingan

masyarakat.146

Awalnya, dilakukan pembahasan program non fisik dan tidak ada

perubahan serta kontestasi yang terjadi di dalamnya, artinya Dewan setuju dengan

usulan Dinas Pekerjaan Umum tersebut, kecuali pada Program Peningkatan

Kapasitas Sumber Daya Aparatur dan Program pengembangan data/ Informasi

yang dinilai oleh Subur Budiman, ST (anggota Komisi III dari Dapil I) tidak logis,

karena substantifnya lebih banyak honorarium dan biaya perjalanan dinas ke luar

daerah, akibatnya anggaran kedua program tersebut dikurangi.

144 Irene S Rubin, Op. Cit, Hal. 88 145 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op. Cit 146 Wawancara dengan Heri Purwanto, Op. Cit

Page 121: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

106

Tabel 28. Program Non Fisik dalam RKA Belanja Langsung

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

No. Program

Total Anggaran

dalam RKA yang

diusulkan (Rp.)

Hasil

Pembahasan selisih

1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

887.027.950 887.027.950 -

3 Program peningkatan disiplin aparatur 42.500.000 42.500.000 -

4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber

Daya Aparatur 157.210.000 107.210.000 50.000.000

5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan

25.740.000 25.740.000 -

6 Program pengembangan data/Informasi 70.850.000 60.850.000 10.000.000

TOTAL 1.183.327.950 1.123.327.950 60.000.000

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, 2011

Pengurangan anggaran pada kedua program tersebut diakui oleh TAPD sebagai

upaya rasionalisasi anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan Umum oleh

Komisi III. Disamping itu mengurangi alokasi anggaran non fisik untuk

selanjutnya dimasukkan kedalam anggaran program yang bersifat fisik.147

Minimnya koreksi yang dilakukan oleh anggota Komisi III pada

pembahasan RKA belanja langsung terutama program non fisik ini dapat

dimaklumi, sebab pada program non fisik tersebut belum menyentuh sama sekali

kepentingan Anggota Dewan, terutama Komisi III, dan pada umumnya program

non fisik merupakan kegiatan penunjang administrasi perkantoran pada Dinas

Pekerjaan Umum.

2. Pembahasan Program-program Fisik dan kontestasi yang mengiringinya.

Pada tahapan pembahasan kegiatan fisik, tensi pembahasan sudah mulai

meningkat. Terdapat beberapa program fisik dalam RKA Belanja Langsung Dinas

Pekerjaan Umum yang diindikasikan terjadinya kontestasi antara eksekutif

147 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op. Cit

Page 122: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

107

(TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dengan legislatif (Komisi III DPRD). di

dalam pembahasannya. Diantara program-program tersebut, antara lain :

a. Pembahasan Program pembangunan jalan dan jembatan

Diawali dengan pembahasan program pembangunan jalan dan jembatan

yang memiliki tiga kegiatan dengan total anggaran yang diajukan sebesar

Rp.38.616.673.110.148

Jika semula pada pembahasan PPAS disepakati lokasi

kegiatan pembangunan jalan berada di Simpang Tanjung Tanah-Mukai Tinggi,

Danau Tinggi-Sungai Dalam, Semurup-Siulak Kecil, Pelompek-Pauh Tinggi,

Siulak DeraslBatu Hampar, Belui-Kemantan dan Simp. Goreng-Simp.Tutup.

Namun yang dibahas dalam RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum

justru berlokasi di Simpang Tanjung Tanah-Lubuk Nagodang dan Danau Tinggi-

Sungai Dalam,149

sementara beberapa lokasi yang lainnya ditunda dahulu

pembahasannya menunggu rapat gabungan.150

Salah seorang informan dari TAPD

menceritakan bahwa :

“Melihat sikap Dinas Pekerjaan Umum yang sulit dipahami tersebut

tentu saja mengundang pertanyaan anggota Komisi III, terutama Pak

Subur dan Pak Tritama yang terkenal lebih vokal dibanding anggota

yang lain. Seingat saya waktu itu pak Subur menanyakan kepada Dinas

PU: lho kok berubah lagi lokasinya, gimana ceritanya Pak Sekretaris?,

lalu Sekretaris PU bilang sudah dibicarakan dengan anggota Komisi

III setelah pembahasan PPAS dulu. Komisi III yang mana? Tanya Pak

Subur lagi, dengan beberapa orang anggota Komisi III dari Dapil IV,

kata sekretaris PU, situasinya kemudian makin memanas. Waktu itu

Pak Tritama menyambung lagi, kok kami dari dapil I nggak tahu?

Gimana ceritanya ini? Ini tidak adil. Pimpinan kami minta rapat ini

148 Program ini yang sebelumnya pada pembahasan PPAS Dinas Pekerjaan Umum telah mengundang kontestasi antara aktor-aktor eksekutif (TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dengan legislatif (Banggar DPRD). Namun, dari hasil konsensus

yang dihasilkan kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan detail lokasi kegiatan pembangunan jalan pada pembahasan

RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum 149 Wawancara dengan Ir. Syaiful Us., Op. Cit 150 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng., Op. Cit

Page 123: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

108

diskor. Pimpinan sidang (Sartoni) men-skor rapat pembahasan selama

1 jam”151

Salah satu anggota Komisi III mengungkapkan bahwa :

“Semula Kami ragu dengan eksekutif ini, kok berubah-ubah terus RKA

pembangunan jalan-nya, pada pembahasan PPAS beda, lalu yang

diusulkan untuk dibahas dalam RAPBD beda lagi. Nah, saat

pembahasan RAPBD beda lagi. Gimana mereka (Dinas PU) itu.”152

Pihak Dinas Pekerjaan Umum menjelaskan bahwa :

“Lokasi jalan yang akan dibangun tersebut akan melalui beberapa lokasi yang telah dibahas sebelumnya saat pembahasan PPAS,

kemudian jalan tersebut akan menghubungkan beberapa desa dan

Kecamatan menuju lokasi calon Ibukota Kabupaten Kerinci yang

berada di Kecamatan Siulak, tapi kami sudah melakukan hearing

dengan Dewan sebelumnya, tapi mereka memungkirinya, aneh..”.153

Dari dialog diatas, ada fenomena menarik yang terlihat di dalamnya,

seperti: Dinas Pekerjaan Umum telah melakukan hearing dengan anggota komisi

III terkait dengan perubahan lokasi pembangunan jalan dan jembatan, akan tetapi

anggota komisi III menyanggahnya, seolah-olah mereka tidak mengetahuinya.

Ada beberapa hal yang terlihat janggal dalam hal ini, Pertama : Tidaklah mungkin

ada anggota komisi III yang tidak dilibatkan dalam hearing dengan Dinas

Pekerjaan Umum menyangkut perubahan lokasi kegiatan pembangunan jalan,

seandainya ada diantara mereka yang tidak mengikutinya, masih ada anggota-

anggota komisi III dari dapil yang sama mengikutinya. Seandainya dari dapil yang

sama tidak ada juga yang ikut serta, masih ada diikuti oleh anggota dari fraksi

yang sama, ini artinya mereka satu rangkaian yang disatukan oleh alat-alat

kelengkapan Dewan yang tidak terpisah antara satu dengan lainnya. Kedua, ada

151 Wawancara dengan Ir. Syaiful Us., Op. Cit 152 Wawancara dengan Subur Budiman, ST, Op. Cit 153 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng., Op. Cit

Page 124: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

109

semacam drama yang dimainkan oleh anggota dewan, seolah-olah mereka

menunjukkan kepada para peserta rapat pembahasan, bahwa mereka berjuang

mati-matian membela daerah pemilihannya melalui kontestasi yang dilakukan

dengan eksekutif. Kenyataannya, ada pertemuan-pertemuan-pertemuan di

belakang layar (non formal) antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Komisi III dan

telah terjadi deal-deal sebelum pembahasan RKA belanja langsung Dinas

Pekerjaan Umum dimulai.154

Menurut salah seorang informan, deal-nya ya..mereka (anggota Komisi

III) minta paket (proyek) dan fee proyek, kalo nggak, anggaran kegiatan PU tidak

disahkan.155

Kemudian informan lainnya, mengungkapkan bahwa :

“Memang terjadi pembicaraan antara Komisi III dengan TAPD dan

PU, tapi itu tidak lebih merupakan kesepakatan yang ujung-ujungnya

mengarah pada deal politik. Pasti nanti akan ada konsekuensinya,

mereka akan minta inilah, itulah, yang harus dipenuhi oleh eksekutif,

kalo nggak, mereka nggak mau mengesahkan anggaran PU.”156

Apa yang diungkapkan oleh informan diatas ada benarnya. Sebab setelah

pembicaraan dilakukan, pembahasan RKA Dinas Pekerjaan Umum dilanjutkan.

Terjadi perubahan pagu anggaran dari kegiatan pembangunan jalan, yang semula

untuk lokasi Simpang Tanjung Tanah-Mukai Tinggi dengan pagu anggaran

Rp.12.000.000.000, disetujui lokasinya diubah menjadi Simpang Tanjung Tanah-

Lubuk Nagodang dengan pagu anggaran yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan

Umum sebesar Rp. 19.000.000.000. Namun dalam pembahasannya, Anggota

Komisi III yang mayoritas berprofesi sebagai kontraktor menilai bahwa angka

tersebut terlalu besar untuk satu lokasi, dan takutnya lokasi lain nggak

154 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit 155 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op. Cit 156 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit

Page 125: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

110

kebagian.157

Akhirnya dalam RKA Pembangunan Jalan dengan lokasi Simpang

Tanjung Tanah-Lubuk Nagodang pagu anggarannya dirasionalisasikan menjadi

Rp.15.000.000.000,158

dan sisanya sebesar Rp.4.000.000.000 dijadikan saving.159

Pembahasan RKA Kegiatan Jalan inipun berlanjut untuk lokasi

pembangunan di Danau Tinggi-Sungai Dalam yang juga mengalami rasionalisasi,

semula anggaran yang diusulkan sebesar Rp.8.077.500.000 setelah pembahasan

menjadi Rp.4.577.500.000,- dan sisanya sebesar Rp.3.500.000.000, kembali

dijadikan sebagai saving. Tidak tercatat dalam berita acara pembahasan anggaran

Dinas Pekerjaan Umum penambahan beberapa lokasi pembangunan jalan. Namun

dari hasil wawancara dengan informan bahwa :

“Ada diantara lokasi tersebut pernah dibahas pada waktu

pembahasan PPAS. Lokasi yang pernah dibahas seperti

pembangunan jalan Belui-Kemantan, Simpang Pasar Semurup-

Simpang Pugu, keduanya berada di daerah pemilihan III. Sementara lokasi baru yang merupakan usulan dari Dinas Pekerjaan Umum

yang tidak dibahas sebelumnya pada pembahasan PPAS tetapi

muncul pada pembahasan RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan

Umum, seperti lokasi jalan Poros Tengah Lindung Jaya-Batang

Sangir, Poros Tengah Koto Priang-Sungai Tanduk, berada pada

daerah Pemilihan IV.“160

Munculnya lokasi-lokasi pembangunan jalan ini diungkapkan oleh salah

seorang anggota Komisi III dan juga sebagai Anggota Banggar DPRD, bahwa :

“Dulu, saat pembahasan PPAS pernah dibahas lokasi-lokasi jalan

tersebut, cuma saja total belanja modalnya kalau tidak salah dipatok

sebanyak Rp. 29 Milyar lebih, dan untuk lokasinya dibahas lebih rinci kemudian pada pembahasan APBD.”161

157 Ibid 158 Berita Acara Rapat Pembahasan Anggaran Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci Tahun 2011. 159 “Saving”kata yang lazim digunakan oleh anggota DPRD Kabupaten Kerinci untuk sisa pagu anggaran hasil

rasionalisasi. Sisa ini untuk sementara disimpan dan penggunaannya akan dibahas pada rapat gabungan setelah semua

Komisi DPRD selesai melakukan pembahasan RAPBD. 160Wawancara dengan Ir. Syaiful US, Op, Cit 161 Wawancara dengan Sartoni, S.Pd, Op, Cit

Page 126: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

111

Sementara itu dari kalangan eksekutif, dalam hal ini Dinas Pekerjaan

Umum mengungkapkan bahwa :

“Pada awalnya lokasi kegiatan merupakan hasil perencanaan kita,

namun saat pembahasan, semuanya jadi berubah kecuali yang

bersumber dari dana DAK, itu tidak yang boleh diubah. Anggota

Dewan telah memberikan batasan sebesar Rp.29 Milyar lebih bagi

belanja Modal pembangunan jalan, sementara lokasinya akan

dibahas secara mendetil dalam RAPBD.”162

Fenomena-fenomena diatas ini menunjukkan bahwa Anggota Dewan

terutama Banggar DPRD telah membuat alur-alur yang mudah bagi perjalanan

sebuah kegiatan pembangunan jalan dengan lokasinya yang fleksibel pada

pembahasan PPAS, sehingga ketika pembahasan RAPBD di Komisi III yang

sebagian besar anggotanya adalah anggota Banggar, lokasi pembangunan jalan

masih tetap berada pada daerah pemilihannya. Artinya dalam pembahasan

RAPBD peran yang mereka lakoni juga sama yaitu melanjutkan alur-alur yang

telah mereka (Anggota Dewan) buat tersebut.

Disamping itu, munculnya lokasi pembangunan jalan pada program

pembangunan Jalan dan Jembatan yang sebagian besar berada di Daerah

Pemilihan IV tidak terlepas dari andil Kepala Daerah melalui Dinas Pekerjaan

Umum. Walau bagaimanapun di Daerah Pemilihan ini Kepala Daerah

mengantongi jumlah suara yang tidak sedikit untuk menghantarkannya ke kursi

Pemerintahan di Kabupaten Kerinci.163

Disamping itu di legislatif, Daerah

Pemilihan IV mendapat dukungan 12 kursi atau 40 persen dari total 30 kursi yang

ada.

162 Wawancara dengan Khusairi, Op, Cit 163 Hasil Pilkada 2009 dari Daerah Pemilihan IV menyumbang 50.709 atau 50,40% suara dari total sebanyak 96.768 suara

yang diperoleh oleh pasangan Bupati terpilih, H. Murasman- H. Mohd. Rahman untuk memenangkan Pilkada Langsung. Total suara yang diperoleh tersebut merefleksikan sekitar 54,57% suara dari total suara (177.327 suara) yang diperoleh oleh

seluruh pasangan calon Bupati yang bersaing.

Page 127: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

112

Adanya dukungan dua arah Kepala Daerah di sisi eksekutif dan legislatif

di sisi yang lainnya, maka dapat dipastikan bagaimana bentuk/pola kontestasi

yang terjadi dalam pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif. Bukan

hanya kontestasi yang terlihat, akan tetapi lebih mengarah kepada kompromi

politik. Sehingga dapat dibayangkan konsensus yang dihasilkan kemudian tak

lebih sebagai sebuah pekerjaan yang dianalogikan dengan “bisik-bisik”. Sebab

semua konsensus yang muncul setelah adanya deadlock berakhir di meja dialog

khusus antara pimpinan SKPD, pimpinan TAPD dan seluruh anggota alat

kelengkapan dewan serta bukan diselesaikan secara transparan saat pembahasan

anggaran sedang berlangsung di kedua belah pihak (eksekutif dan legislatif).

Ada beberapa perubahan yang terjadi terkait dengan lokasi pembangunan

jalan (lihat tabel 29) di bawah ini, diantaranya penghapusan beberapa lokasi

pembangunan jalan dan menggantinya dengan lokasi yang baru. Anehnya,

menurut salah seorang informan yang ikut dalam pembahasan di Komisi III

DPRD bahwa tidak terjadi kontestasi dengan kehadiran lokasi-lokasi baru

tersebut.164

Artinya kedua belah pihak menyepakati munculnya lokasi-lokasi baru

yang sebelumnya tidak ada.

Hal ini kian menguatkan bahwa telah terjadi deal-deal antara pihak-pihak

yang membahas anggaran Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum sebelum

anggaran dibahas. Hasil wawancara dengan Informan mengatakan bahwa :

“Memang ada pertemuan-pertemuan awal dengan anggota Dewan, kalau

PU dengan Komisi III dan itupun dilakukan sebelum pembahasan dengan

tim yang lengkap, kebetulan saat itu yang menghadirinya saya sendiri dan

Sekretaris. Tapi yang jelas, intinya pertemuan tersebut ya deal tadi.

164 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit

Page 128: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

113

Mereka (Anggota Komisi III) akan mengesahkan RKA PU, tapi mereka

mintanya banyak, bukan hanya paket proyek, tapi persennya juga (fee).”165

Disini terlihat juga bahwa selain berorientasi kepada daerah pemilihan

agar ia dapat terpilih kembali, anggota Dewan juga berkeinginan mengumpulkan

sebanyaknya rente baik untuk kepentingan pribadi dan atau bisa juga untuk

kelompoknya/ partai. Dari hasil wawancara dengan kontraktor, diungkapkan

bahwa aktifitas anggota Dewan dalam mencari rente telah lama terjadi. Pada

umumnya rente didapatkan dari fee proyek-proyek fisik yang terdapat pada

Instansi Pemerintah, salah satunya pada Dinas Pekerjaan Umum. Menurut

pengakuan kontraktor tersebut bahwa :

“Misalnya pada proyek pembangunan jalan, setelah memenangkan

tender ataupun penunjukan langsung, sekitar 10 persen dari nilai

proyek harus diserahkan kepada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)

Dinas PU untuk didistribusikan kepada anggota Dewan, Bupati,

Kejaksaan, Kapolres dan unsur Muspida lainnya. Lalu sekitar 1,5

persen untuk panitia (Dinas PU) dan 5 persen buat biaya administrasi dari mulai pengurusan dokumen tender sampai dengan pencairan

terminnya, yah kalo ditotalkan sekitar 20 persen lah”.166

Informan lainnya menambahkan juga bahwa :

“Jumlah total fee-nya bervariasi Dok, mulai dari 20 sampai dengan

30 persen, besar memang..Kalo tidak pake lobby, ya sekitar 20

persen..,kalo dengan lobby, sesuai per janjian dengan yang akan

dilobby itu,.. tapi pengalaman saya, biasanya dia (orang yang akan

dilobby) minta jatah 10 persen dari nilai proyek….(Peneliti menanyakan siapa saja yang dilobby?)….Yang paling banyak dilobby anggota Dewan, 01 (Bupati) atau 02 (wabup), Kabid-kabid di PU dan

ada juga memakai jasa dari orang kejaksaan dan Polres”.167

Dijelaskan pula oleh salah satu pegawai yang bertugas dalam

mengumpulkan rente, bahwa :

165 Wawancara dengan Khusairi,Op, Cit 166 Wawancara dengan Suhardiman (Kontraktor), Pemilik CV. Indah Buana, Tanggal 14 Agustus 2011. 167 Wawancara dengan Edi Gunawan (Kontraktor), Pemilik CV. Mutiara Kerinci, Tanggal 14 Agustus 2011.

Page 129: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

114

“Ya, sekitar 10 persen buat petinggi…(Peneliti menanyakan siapa

petinggi?..ya 01, 02, Dewan, Kejaksaan, ya unsur Muspida lah

namanya.(Peneliti bertanya lagi, jatah Dewan berapa dong?)..sekitar

20 persen dari 10 persen tadi. (Peneliti..Dewannya komisi III atau

Banggar?)…..Komisi III ”168

Realita yang diungkapkan oleh informan diatas, jika diaktualisasikan

kedalam lokasi kegiatan pada rancangan RKA Dinas Pekerjaan Umum yang

sedang dibahas, maka perkiraan rente yang diperoleh oleh Anggota Dewan terlihat

seperti tabel di bawah ini :

Tabel 29. Perkiraan perolehan Rente Anggota Komisi III dari rancangan

kegiatan Pembangunan jalan dalam RKA Belanja Langsung

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

Lokasi Pembangunan Jalan Pagu (Rp)

Rente 10% (Bupati,

DPRD,Kejaksaan, Kapolres) Rp.

Total Rente untuk

Anggota Komisi III (Rp.)

Rente untuk

Perorang anggota Komisi III (Rp.)

A b c (10% x b) d (20% x c) e (d / 10)

Simpang Tanjung Tanah-

Lubuk Nagodang (Dapil II-Dapil IV)

19.000.000.000 1.900.000.000 380.000.000 38.000.000

Danau Tinggi-Sungai

Dalam (Dapil IV) 8.077.500.000 807.750.000 161.550.000 16.155.000

Belui-Kemantan (Dapil III) 1.500.000.000 150.000.000 30.000.000 3.000.000

Total 2.857.750.000 571.550.000 57.155.000

Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Kontraktor dan Mr. X

Dari hasil perhitungan diatas, meskipun berupa suatu perkiraan,

memperlihatkan bagaimana instansi Pemerintah seperti Dinas Pekerjaan Umum

menjadi lokasi perburuan rente oleh berbagai pihak termasuk lembaga legislatif

dalam hal ini Komisi III DPRD. Dalam tulisannya Kuskridho Ambardi

mengungkapkan bahwa jenis kekuasaan politik parlemenlah yang memungkinkan

parlemen menjalankan perburuan rente, ini mencakup kekuasaan legislasi,

anggaran, pengawasan dan kekuasaan untuk menggertak.169

. Perburuan rente

menjadi sarana yang menggiurkan bagi anggota Dewan dalam mengembalikan

168 Wawancara dengan Mr. X., Tanggal 14 Agustus 2011. 169

Kuskridho Ambardi, Mengungkap politik Kartel : Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia era reformasi,

Gramedia, Jakarta, 2009, Hal. 33

Page 130: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

115

rupiah demi rupiah yang telah dikeluarkan selama proses pencalonan menjadi

anggota Dewan. Pada akhirnya yang menerima dampaknya adalah masyarakat

dengan kualitas pembangunan infrastruktur jalan nantinya tidak akan pernah baik.

Disamping itu, jika dilakukan perhitungan menyeluruh terhadap pagu

anggaran setelah dikurangi dengan rente yang harus dikeluarkan, maka dapat

dipastikan proporsi anggaran untuk pelaksanaan suatu proyek akan semakin

sedikit, seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 30. Perkiraan Proporsi anggaran untuk pelaksanaan Kegiatan

Pembangunan Jalan setelah dikeluarkan seluruh rente

Lokasi

Pembangunan

Jalan

Pagu (Rp)

Rente 10%

(Bupati,

DPRD,

Kejaksaan,

Kapolres)

Total Rente

untuk

Anggota

Komisi III

Rente 1,5%

(Panitia

pengadaan

B/J serta

Panitia

Pelaksana

Kegiatan

Biaya

administrasi

pengurusan

dokumen

dan tender

Tambahan

Rente 10%

jika memakai

tenaga calo

(broker)

Sisa Pagu (Rp)

A b c (10% x b) d (20% x c) e (1,5% x b) f (5% x b) g (10% x b) i (b-c-d-e-f-g)

Simpang Tanjung

Tanah-Lubuk

Nagodang (Dapil

II-Dapil IV)

19.000.000.000 1.900.000.000 380.000.000 285.000.000 950.000.000 1.900.000.000 13.585.000.000

Danau Tinggi-

Sungai Dalam

(Dapil IV)

8.077.500.000 807.750.000 161.550.000 121.162.500 16.155.000 807.750.000 6.163.132.500

Belui-Kemantan

(Dapil III) 1.500.000.000 150.000.000 30.000.000 22.500.000 3.000.000 150.000.000 1.144.500.000

Total 28.577.500.000 2.857.750.000 571.550.000 428.662.500 969.155.000 2.857.750.000 20.892.632.500

Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Kontraktor dan Mr. X

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa anggaran pembangunan jalan

sepenuhnya tidak memihak kepada publik akan tetapi lebih banyak dijadikan

sebagai arena perburuan rente. Total sisa pagu yang dikurangi dengan rente harus

dikeluarkan juga untuk pembayaran beberapa jenis pajak, seperti PPh pasal 22 dan

PPN dengan total anggaran sebesar 12,5 persen dikalikan dengan nilai proyek, dan

kemudian ditambahkan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan.

Sehingga ketika kegiatan pembangunan jalan dilaksanakan dengan pagu anggaran

yang kecil tetapi volume pekerjaan harus sesuai dengan perencanaan teknis, maka

Page 131: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

116

dapat dipastikan kualitas dari hasil pekerjaan tersebut sangat rendah. Fenomena

rendahnya kualitas jalan seperti terlihat pada tabel 4, dimana pembangunan jalan

dilaksanakan setiap tahunnya, akan tetapi tingkat kerusakan jalanpun semakin

tinggi.

Dari berbagai dinamika yang terjadi, hasil akhirnya untuk pembahasan

RKA kegiatan pembangunan Jalan mengalami perubahan dengan penambahan

beberapa lokasi pembangunan jalan seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 31. Pembahasan RKA Kegiatan Pembangunan Jalan

No.

SEMULA (Rancangan awal

APBD) di Banggar DPRD

DALAM PEMBAHASAN

RAPBD di Komisi III

DPRD

SETELAH PEMBAHASAN Lokasi

Kegiatan

Lokasi Pagu Lokasi Pagu Lokasi Pagu

1.

Simpang

Tanjung

Tanah-Mukai

Tinggi

12.000.000.000

Simpang

Tanjung

Tanah-Lubuk

Nagodang

19.000.000.000

Simpang

Tanjung Tanah-

Lubuk Nagodang

15.000.000.000 Dapil IV

2. Danau Tinggi-

Sungai Dalam 15.000.000.000

Danau

Tinggi-

Sungai

Dalam

8.077.500.000

Danau Tinggi-

Sungai Dalam

4.577.500.000 Dapil IV

3. Semurup-

Siulak Kecil 2.000.000.000

Semurup-

Siulak Kecil Dihapuskan

Simpang Pasar

Semurup-

Simpang Pugu

750.000.000 Dapil III

4. Pelompek-

Pauh Tinggi -

Pelompek-

Pauh Tinggi Dihapuskan

Poros Tengah

Lindung Jaya-

Batang Sangir

1.050.000.000 Dapil IV

5. Siulak Deras-

Batu Hampar

- Siulak Deras-

Batu Hampar Dihapuskan

Poros Tengah

Giri Mulyo-

Gunung Labu

500.000.000 Dapil IV

6. Belui-

Kemantan

- Belui-

Kemantan 1.500.000.000 Belui-Kemantan 1.500.000.000 Dapil III

7.

Simpang

Goreng-

Simpang

Tutup

- Simpang

Goreng-

Simpang

Tutup

Dihapuskan - - -

Sumber : Diolah dari Ranperda APBD, RKA SKPD dan Berita Acara

Pembahasan Anggaran Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci

Sebagaimana disebutkan pada pembahasan PPAS, bahwa program

Pembangunan Jalan dan jembatan memiliki 3 (tiga) kegiatan, diantaranya

Pembangunan Jalan, Pembangunan Jembatan serta kegiatan Koordinasi Bidang

Kebinamargaan. Untuk kegiatan Jalan sebagaimana telah diuraikan diatas, telah

Page 132: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

117

dibahas oleh Komisi III DPRD dengan TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum.

Berbagai fenomena yang mengiringi terlihat dengan jelas, akan tetapi fenomena

yang lainnya akan muncul pada saat pembahasan di Rapat Gabungan yang

melibatkan seluruh Anggota DPRD (akan dibahas pada sub bab berikutnya).

Tidak terjadi perubahan dan perdebatan yang sangat berarti pada

pembahasan RKA kegiatan pembangunan jembatan. Meskipun pagu anggaran

yang diusulkan oleh Dinas Pekerjaan Umum semula sebesar Rp.8.360.538.700,

pada saat pembahasan berkurang menjadi Rp.8.330.538.700. Pengurangan ini

sengaja diajukan oleh Dinas Pekerjaan Umum setelah dilakukan perhitungan

ulang terhadap anggaran yang akan digunakan bagi pembangunan jembatan yang

berlokasi di Koto Rendah. Anggota Komisi III menyetujui anggaran yang

diajukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan konsekwensi tidak menutup

kemungkinan akan bertambahnya lokasi pembangunan jembatan pada saat rapat

gabungan nantinya.

Pembahasan kegiatan fisik program jalan dan jembatan dengan kegiatan

pembangunan jalan dan kegiatan pembangunan jembatan di tingkat Komisi telah

selesai dilaksanakan dengan hasil seperti terlihat (pada tabel 31) diatas, tinggal

satu kegiatan dari program jalan yang belum dibahas yaitu kegiatan Koordinasi

Bidang Kebinamargaan. Kegiatan ini memiliki pagu anggaran semula pada saat

pembahasan PPAS sebesar Rp.94.724.000. Setelah dilakukan penyesuaian-

penyesuaian oleh Dinas Pekerjaan Umum, pagu anggaran tersebut membengkak

menjadi Rp.271.024.000. Walaupun mengalami peningkatan yang hampir 3 (tiga)

kali lipat, dengan berbagai argumentasi yang disampaikan oleh Dinas Pekerjaan

Page 133: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

118

Umum bahwa kegiatan tersebut sangat penting dilakukan untuk menunjang

kegiatan pembangunan jalan,170

sehingga pagu anggaran ini kemudian dibahas

dan dapat disetujui oleh Komisi III tanpa begitu banyak koreksi yang dilakukan

anggota Komisi III. Pada hal, jika ditelusuri lebih mendalam, ternyata anggaran

tersebut sebagian besar digunakan oleh PNS di Dinas Pekerjaan Umum untuk

melakukan perjalanan dinas ke dalam dan luar daerah terkait dengan kegiatan

pembangunan jalan. Kenyataan ini membuktikan bahwa kekuatan argumentasi

dari Dinas Pekerjaan Umum menjadi penentu lolosnya usulan kegiatan ini.

Meskipun pembahasan program pembangunan jalan dan jembatan dengan

kegiatan pembangunan jalan, pembangunan jembatan dan koordinasi bidang

kebinamargaan telah selesai dibahas pada Komisi III, bukan berarti kegiatan ini

sudah selesai dibahas dan mencapai final-nya, sebab, tahap pembahasan RKA

Dinas Pekerjaan Umum di Komisi III hanya merepresentasikan aspirasi dari

anggota Komisi III, dan belum menjadi representasi anggota DPRD secara

keseluruhan. Berbagai keinginan dan aspirasi yang dibawa oleh legislator ini

berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Sehingga dapat dipastikan pada rapat

gabungan (dibahas pada sub bab berikutnya) akan terjadi berbagai perubahan

anggaran dan lokasi terhadap beberapa kegiatan.

b. Program pembangunan infrastruktur perdesaan

Disamping program pembangunan jalan dan jembatan diatas, masih ada

program dengan kegiatan lainnya yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk

170 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit

Page 134: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

119

melihat bagaimana kontestasi terjadi antara eksekutif dan legislatif di tingkat

Komisi, diantaranya Program pembangunan infrastruktur perdesaan dengan pagu

anggaran semula dalam RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum sebesar

Rp. 4.910.216.500 dan setelah dilakukan pembahasan antara eksekutif dan Komisi

III DPRD, anggaran ini meningkat sebesar Rp.10.440.099.000 sehingga menjadi

Rp.15.120.571.000.

Peningkatan tersebut dipicu oleh penambahan pagu anggaran lokasi

pengadaan konstruksi jalan perdesaan pada kegiatan Pembangunan jalan dan

jembatan perdesaan, yang semula total pagu anggarannya hanya Rp.3.718.866.500

menjadi Rp. 13.169.310.500, Jika semula hanya terdiri dari 21 lokasi, maka

setelah pembahasan bertambah menjadi 52 lokasi pembangunan jalan perdesaan

yang terdistribusi pada beberapa desa di seluruh daerah pemilihan I, II, II dan IV.

Sebanyak 23 lokasi berada di daerah pemilihan IV, 13 lokasi masing-masing di

daerah pemilihan III dan I serta hanya 3 lokasi berada pada daerah pemilihan II.

Awalnya, pembahasan RKA Belanja Langsung Kegiatan Pembangunan

jalan dan jembatan perdesaan berjalan dengan normal.171

Kemudian salah seorang

anggota Komisi III yang berdomisili di daerah pemilihan I mengusulkan agar

jalan lingkungan di Desa Pasar Tamiai yang sudah lama rusak berat dibangun.172

Usulan tersebut mendapat respon dari Dinas Pekerjaan Umum dan dimasukkan

kedalam RKA tersebut tanpa ada sedikitpun sanggahan atau bantahan.173

Anggota

Komisi yang lainnya tidak tinggal diam, terutama Komisi IV dan III, merekapun

mencoba mengusulkan lokasi pembangunan jalan perdesaan di wilayahnya

171 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit 172 Wawancara dengan Khusairi,Op, Cit 173 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit

Page 135: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

120

masing-masing.174

Sementara itu untuk daerah pemilihan II hanya mendapatkan 3

(tiga) lokasi pembangunan yang memang telah terlebih dahulu dirancang oleh

Dinas Pekerjaan Umum atas perintah langsung Wakil Bupati.175, 176

Melihat fenomena diatas, unsur keterwakilan anggota Dewan terhadap

wilayahnya dalam pembahasan anggaran masih menjadi penentu, apakah aspirasi

yang mereka usung dari masyarakatnya akan dapat ditampung atau tidak dalam

anggaran daerah. Tidak bisa dipungkiri bahwa ketidakhadiran wakil dari daerah

pemilihan II menjadi penyebab mengapa dalam beberapa kegiatan pembangunan

di wilayah ini kurang mendapatkan alokasi pembangunan. Disamping itu, pada

pembahasan kegiatan pembangunan jalan perdesaan ini, eksekutif, dalam hal ini

TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum menerima dengan “bulat-bulat” usulan dari

anggota Komisi III pada tanpa begitu banyak kontestasi yang mengiringinya. Ini

berarti, pada satu sisi eksekutif (Dinas Pekerjaan Umum) tidak memiliki basis

data yang kuat serta akurat dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran

daerah ketika suatu kegiatan diperdebatkan dalam pembahasan ini, mereka malah

kewalahan meladeni pertanyaan dan permintaan dari Komisi III. Sehingga ketika

berlangsung pembahasan anggaran, eksekutif selalu berada pada posisi yang

lemah dan kewalahan menghadapi legislatif yang mayoritas berprofesi sebagai

kontraktor tersebut. Salah satu informan mengungkapkan bahwa :

“Gimana kita mampu mempertahankan usulan kita sementara

argumentasi kita nggak kuat, ya terpaksa kita mengamin-aminkan

usulan mereka (anggota Dewan) daripada kegiatan kita nanti dicoret-

coret. Tapi kalau perencanaan kita kuat dan akurat, kita berani

174 Wawancara dengan Ir. Syaiful Us, Op. Cit 175 Wakil Bupati Kerinci berasal dari wilayah pemilihan II, Kecamatan Sitinjau Laut. 176 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit

Page 136: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

121

membantah usulan mereka yang tidak sesuai dengan perencanaan

awal”.177

Kemudian pada sisi yang lainnya, eksekutif (Dinas Pekerjaan Umum)

memiliki kepentingan terhadap proyek yang diusulkan oleh Komisi III. Semakin

banyak lokasi proyek, semakin banyak pula alokasi anggaran untuk Dinas

Pekerjaan Umum, maka semakin banyak pula fee yang diterima dari rekanan

(kontraktor). Dari sisi inilah kita melihat, bukan hanya legislatif saja yang menjadi

“pemburu rente” (rent seeker), tetapi juga dilakukan oleh eksekutif. Disamping itu

pegawai-pegawai di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum juga mendapatkan

“trickledown effect ” dengan semakin banyak mendapatkan honorarium, biaya

perencanaan, biaya tanda-tangan ini dan itu dan lain sebagainya. Sehingga dengan

demikian kepentingan Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini selain melaksanakan

segala instruksi yang diberikan oleh Kepala Daerah, juga sebagai cara Dinas

Pekerjaan Umum agar dapat menjalankan kegiatan-kegiatannya dan menghidupi

para pegawainya.

Adanya perburuan rente pada Dinas Pekerjaan Umum terjadi karena

adanya mekanisme dan institusi birokrasi (seperti Dinas Pekerjaan Umum) dapat

menciptakan peluang bagi adanya pertukaran antara penggunaan kewenangan

birokrasi dan uang.178

Dengan menggunakan hasil wawancara terhadap informan

kontraktor dan Mr. X (lihat pada hal 104), perkiraan besarnya rente yang

diperoleh oleh Dinas Pekerjaan Umum terhadap beberapa lokasi kegiatan

Pembangunan jalan dan jembatan perdesaan, jika anggaran dan lokasi kegiatan ini

177 Wawancara dengan Yasser Arafat, ST, MT, Kasubbid Perencanaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci. 178 Agus Dwiyanto, Mengembalikan kepercayaan publik, Op. Cit, Hal. 214

Page 137: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

122

disahkan oleh Komisi III adalah sebesar = Total harga proyek x 1,5%=

Rp.12.537.194.000x1,5% = Rp.188.057.910,- merupakan nilai yang sangat besar

didapat oleh Dinas Pekerjaan Umum.

Bargaining Power eksekutif terhadap legislatif terutama Komisi III ini

kian terperosok ketika dalam berita acara pembahasan anggaran Belanja Langsung

Dinas Pekerjaan Umum, terdapat saving sebesar Rp.12.960.000.000,- sementara

dalam berita acara rapat gabungan, saving yang diperoleh dari hasil pembahasan

pada Komisi III (terdiri dari 5 SKPD) hanya Rp.2.461.396.541, padahal rapat

gabungan belum dilaksanakan. Ternyata dari Rp.12.960.000.000 tersebut, saving

tersebut telah dibagi-bagikan untuk masing-masing anggota Komisi III ditambah

dengan unsur pimpinan DPRD sebanyak Rp.1.200.000.000 dalam bentuk proyek

fisik.

Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan bahwa:

“Sebelum rapat gabungan dilaksanakan, memang ada deal dengan

anggota Komisi III tentang saving. Masing-masing anggota Komisi

ditambah dengan unsur Pimpinan DPRD mendapatkan jatah Rp.1,2

Milyar. Bukan dalam bentuk uang, tapi alokasi anggaran untuk

proyek yang mereka sendiri menentukan dimana lokasi

pembangunannya dilaksanakan.”179

Informan lainnya menambahkan :

“Ya, memang benar dari sekian banyak sisa anggaran hasil

rasionalisasi kegiatan PU, dijatahkan buat paket proyek anggota Komisi III. Jadi, nantinya mereka sendiri yang menentukan

lokasinya dimana, bisa jalan, jembatan ataupun irigasi, dan bisa

jadi berada di Dapil mereka sendiri atau mungkin ada titipan dari

sesama anggota Dewan.”180

179 Wawancara dengan Khusairi, ST, M.Eng, Op.Cit 180 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit.

Page 138: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

123

Fenomena ini memperlihatkan semakin menguatnya label rent seeker pada

anggota Komisi III, yang ditandai dengan munculnya broker behaviour yang

sangat merugikan publik. Di Amerika Serikat kondisi seperti ini dikonotasikan

dengan istilah ”pork barrel budget” (Dana Gentong Babi). Sebuah istilah yang

mengacu pada praktek tertentu para politisi untuk “membayar balik”

konstituennya dalam bentuk bantuan dana untuk proyek-proyek pembangunan di

daerah pemilihannya. Membayar balik dalam pengertian membalas dukungan

politik yang didapatkannya sebelum ia terpilih, baik dukungan dalam bentuk suara

pemilih (vote) ataupun kontribusi dalam kampanye politiknya. Ketika para politisi

tersebut berhasil mendapatkan proyek pembangunan bagi daerah pemilihannya,

maka kemungkinan baginya untuk dipilih kembali pada pemilu berikutnya

semakin besar. Sehingga dapat dipastikan bahwa “pork barrel” (Dana Gentong

Babi) digunakan untuk melanggengkan status quo anggota Dewan dan sebagai

sarana politik untuk mengamankan posisi mereka pada pemilu berikutnya.

Walaupun demikian, meskipun telah menempatkan suatu proyek infrastruktur di

daerah pemilihannya, anggota Dewan lagi-lagi disinyalir menerima fee (uang

persenan) dari proyek-proyek yang berhasil digolkannya tersebut, yang biasanya

masuk ke kantong-kantong pribadi mereka.

3. Rapat Gabungan dan Finalisasi Anggaran Daerah.

Setelah seluruh rangkaian pembahasan RKA-SKPD dibahas pada komisi-

komisi DPRD, tahapan selanjutnya adalah rapat gabungan Komisi dalam rangka

penyampaian hasil kerja Komisi-komisi terhadap pembahasan anggaran daerah

Tahun 2011. Masing-masing Komisi menyampaikan hasil pelaksanaan pem-

Page 139: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

124

bahasan anggaran SKPD Mitra Kerja kepada Ketua DPRD, untuk selanjutnya

dibahas secara bersama-sama dengan TAPD. Selanjutnya Dewan memberikan

kesempatan kepada TAPD untuk menyampaikan saran dan masukan terhadap

anggaran SKPD yang telah dibahas tersebut. Pada kesempatan tersebut, terdapat

sejumlah hasil rasionalisasi kegiatan-kegiatan sewaktu pembahasan anggaran

yang dapat digunakan oleh eksekutif sebelum akhirnya anggaran disepakati oleh

kedua belah pihak. Masing-masing Komisi memiliki dana saving yang berbeda-

beda, seperti pada Komisi I sebesar Rp.724.578.790, pada Komisi II sebesar

Rp.3.159.344.000, dan komisi III terdapat dana saving sebesar Rp.2.461.396.541.

Sehingga total dana saving yang tersedia sebesar Rp.6.345.319.331.181

Keseluruhan dana tersebut dipergunakan untuk menampung kegiatan-kegiatan

yang dirasakan sangat prioritas bagi daerah.182

Sementara itu melalui surat Bupati Kerinci Nomor : 900/1163/DPPKA/

2011, sebanyak 13 SKPD mengusulkan 35 buah kegiatan dengan total anggaran

mencapai 6 (enam) kali lipat atau sebesar Rp.37.546.459.455. Angka yang sangat

mustahil untuk disepakati dalam rapat gabungan tersebut, sehingga dilakukan

pembahasan kembali terhadap semua usulan tersebut.183

Hal inilah kemudian

memunculkan lagi perdebatan panjang dan berlarut-larut antara eksekutif dan

legislatif.184

Jika sebelumnya dalam pembahasan anggaran SKPD hanya melibat-

kan TAPD, Komisi DPRD dan SKPD mitra kerja, maka pembahasan anggaran

pada rapat gabungan ini melibatkan semua alat kelengkapan DPRD, sehingga

181 Diolah dari Berita Acara Rapat Gabungan Komisi dalam rangka penyampaian hasil kerja komisi terhadap pembahasan

RAPBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011. 182 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 183 Ibid. 184 Wawancara dengan Yazrumal, SP, M.Si, Op. Cit

Page 140: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

125

dapat dibayangkan bagaimana nuansa kontestasi yang terjadi di dalamnya. Pada

rapat gabungan tersebut, dari seluruh usulan yang disampaikan oleh SKPD,

Dewan menyetujui 31 kegiatan yang diusulkan oleh 11 SKPD, dan kalaupun

semuanya diakomodir, sudah tentu dana yang tersedia tidak mencukupi.

Akhirnya, TAPD tetap keukeuh dengan pendiriannya agar dana saving tersebut

digunakan untuk kepentingan yang sangat krusial bagi daerah. Salah seorang

informan mengatakan bahwa :

“Pada waktu itu, kami tetap pada pendirian agar kegiatan yang akan

didanai tersebut haruslah merupakan kegiatan prioritas untuk

mengatasi berbagai kendala yang dihadapi terkait dengan

pemindahan ibukota Kabupaten Kerinci dan tanggap darurat

bencana, tapi anggota Dewan keberatan. Coba bayangkan tahun

2013 kita harus pindah ke lokasi ibukota baru, sementara

infrastrukturnya belum kita persiapkan. Jika kita diusir dari sini

(wilayah kota), mau kemana kita. Disamping itu bencana gunung

meletus juga jadi ancaman buat kita sementara jalan perintis untuk

evakuasi belum dibikin”.185

Pembahasan anggaran pada rapat gabungan ini cukup banyak menyita

waktu dan tenaga. Walaupun sudah melewati waktu tengah malam, namun

kontestasi antara eksekutif dan legislatif masih saja berlangsung. Eksekutif

bersikeras agar beberapa kegiatan dalam program pembangunan jalan dan

jembatan yang bersumber Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal (DPDF) dengan

total anggaran sebesar Rp.5.906.405.529 dilanjutkan.186

Sementara legislatif

bersikeras agar anggaran dialokasikan pada beberapa kegiatan yang ada di DPRD,

seperti kegiatan reses, dan kegiatan menghadiri undangan bagi pimpinan dan

anggota DPRD. Akhirnya perdebatan panjang berlangsung hingga deadlock.

185 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit. 186 Wawancara dengan Ir. Syaiful US,Op, Cit

Page 141: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

126

Eksekutif masih tetap bersikeras dengan usulan mereka agar diakomodasi dalam

APBD Tahun 2011, demikian pula halnya dengan legislatif yang juga masih

mempertahankan usulan mereka. Konsensuspun terjadi, dimana kedua pihak akan

menyepakati kegiatan yang diperdebatkan, dengan konsekuensi tidak menambah

defisit anggaran, serta merasionalkan kembali anggaran kegiatan SKPD secara

keseluruhan.

Fenomena ini menunjukkan upaya saling memaksakan argumentasi karena

masih adanya sifat ego kelembagaan masing-masing aktor. Hasil rasionalisasi

nantinya akan menyebabkan anggaran kegiatan SKPD lainnya menjadi berkurang,

atau ada kemungkinan anggaran di beberapa pos penting dihilangkan.187

Diantara

anggaran yang dihilangkan terdapat pada pos belanja tidak langsung, yaitu

Belanja Subsidi sebesar Rp.1.788.544.000 yang digunakan untuk Subsidi Raskin

sebesar Rp. 968.544.000 dan untuk Subsidi Jaminan Kesehatan Daerah bagi

keluarga miskin sebesar Rp. 820.000.000. Padahal pos ini sangat penting sekali

bagi untuk menjamin akses masyarakat kurang mampu akan kesehatan dan

penghidupan yang layak.

Isu yang dikemas pihak eksekutif pada rapat gabungan ini mengarah

kepada penyediaan infrastruktur jalan pada lokasi Ibukota Kabupaten Kerinci

pasca pemekaran. Salah satu solusi pembiayaannya dengan menggunakan sisa

anggaran (saving) yang tersedia, namun legislatif juga berkeinginan agar kegiatan

reses yang merupakan sarana politik untuk menjaring aspirasi masyarakat juga

dilaksanakan. Proses tawar menawar (bargaining) yang terjadi antara aktor yang

187 Wawancara dengan Erwan, SE, M.Si, Op, Cit.

Page 142: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

127

terlibat dalam pembahasan anggaran selalu menggunakan kekuasaan dan

kewenangan dilaksanakan bukan untuk mensingkronkan kepentingan rakyat,

namun tidak lebih digunakan untuk meraih kepentingan (interest) dan kekuasaan

(power) sendiri.

Akhirnya, dengan keterbatasan anggaran, dari 35 buah kegiatan tersebut

hanya 7 (Tujuh) kegiatan dari SKPD yang disepakati dalam rapat gabungan

tersebut, 5 (lima) diantaranya diperuntukkan bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam

membenahi lokasi Ibukota Kabupaten Kerinci dengan kegiatan : Penyusunan

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, Penyusunan Rencana Detail Tata Bangunan

dan Lingkungan, pematangan Lahan Lokasi Bukit Tengah, Jalan Akses ke Bukit

Tengah, Jalan poros Tengah Koto Priang-Sungai Tanduk dan sisanya 2 (dua)

kegiatan dialokasikan kepada DPRD dengan kegiatan reses, kegiatan menghadiri

undangan bagi pimpinan dan anggota DPRD. Setelah dilakukan rapat gabungan,

dan dilakukan rasionalisasi maka secara keseluruhan diperoleh ringkasan

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011

sebagai berikut :

Tabel 32. Ringkasan Rancangan APBD Hasil pembahasan

pada rapat gabungan.

No. URAIAN JUMLAH (Rp.)

A. PENDAPATAN 540.142.469.870,39

1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 26.952.216.833,39

- Pendapatan Pajak Daerah 4.311.277.466,39

- Hasil Retribusi Daerah 3.449.939.367,00

- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2.346.000.000,00

- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 16.845.000.000,00

2. DANA PERIMBANGAN 463.824.098.147,00

- Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 45.616.927.147,00

- Dana Alokasi Umum 369.273.971.000,00

- Dana Alokasi Khusus 48.933.200.000,00

3. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 49.366.154.890,00

- Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 11.223.721.690,00

- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 38.142.433.200,00

Page 143: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

128

No. URAIAN JUMLAH (Rp.)

B. BELANJA 631.763.797.267,59

1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 369.083.494.383,26

- Belanja Pegawai 296.177.992.559,80

- Belanja Bunga 224.176.122,21

- Belanja Hibah 41.217.765.000,00

- Belanja Bantuan Sosial 7.094.300.000,00

-

Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan

Pemerintahan Desa 23.869.260.701,25

- Belanja Tidak Terduga 500.000.000,00

2. BELANJA LANGSUNG 262.680.302.884,33

- Belanja Pegawai 26.921.802.375,00

- Belanja Barang dan Jasa 91.057.581.313,33

- Belanja Modal 144.700.919.196,00

SURPLUS / (DEFISIT) (91.621.327.397,20)

C. PEMBIAYAAN DAERAH

1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 92.665.327.397,20

- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 73.965.327.397,20

- Penerimaan Pinjaman Daerah 17.700.000.000,00

- Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 1.000.000.000,00

2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.044.000.000,00

- Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 1.000.000.000,00

- Pembayaran pokok utang 44.000.000,00

PEMBIAYAAN NETTO 91.621.327.397,20

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN -

Sumber : Berita Acara Rapat Gabungan Komisi, Sekretariat DPRD Kabupaten

Kerinci, 2011

Ringkasan Rancangan APBD Kabupaten Kerinci Tahun 2011 hasil pem-

bahasan pada rapat gabungan diatas, akhirnya disetujui oleh kedua belah pihak

(eksekutif dan legislatif) untuk selanjutnya disampaikan kepada Gubernur Jambi

untuk dievaluasi.

C. Identifikasi Kontestasi antar aktor

Berdasarkan uraian-uraian diatas, untuk melihat bagaimana kontestasi

antar perumus kebijakan anggaran dalam penentuan belanja langsung Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci pada penyusunan APBD Tahun 2011, maka

untuk mempermudahkan dalam mengeksplisitkan fenomena kontestasi yang

terjadi antar aktor pada beberapa agenda yang telah dijelaskan diatas, disajikan

tabel-tabel yang berikut ini :

Page 144: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

129

Tabel 33. Fenomena Kontestasi aktor dalam proses Pembahasan

RKA Belanja Langsung Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kerinci di tingkat Eksekutif

Kontestan Pendukung Kepentingan Cara membangun

konsensus Hasil konsensus

Pejabat di Dinas PU 1. Sekretaris Dinas PU 2. Kabid. Bina Marga 3. Kabid. Sumber Daya Air 4. Kabid. Pengendalian dan

tata ruang 5. Kabid. Cipta Karya 6. Kasubbag. Progra,

Evaluasi dan Pelaporan

Tidak Ada

Bagaimana anggaran Dinas PU dapat lolos pada tahapan pembahasan di tingkat eksekutif (TAPD) sehingga mempercepat pembahasan di tingkat legislatif (Komisi III) tanpa banyaknya terjadi koreksi

Rasionalisasi terhadap rancangan RKA Dinas Pekerjaan Umum terkait dengan kesesuaian KUA dan PPAS serta mematuhi ketentuan yang berlaku serta urgensitas tingkat kebutuhan pembangunan bidang Pekerjaan Umum

Otorisasi terhadap rancangan RKA Dinas Pekerjaan Umum, untuk selanjutnya disampaikan kepada PPKD

VERSUS

TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA 3. Sekretaris DPPKA 4. Inspektur Daerah 5. Kabag. Administrasi

Pembangunan Setda Kerinci

6. Kabid. Anggaran DPPKA

7. Kabid. Aset DPPKA 8. Kabid. Pendapatan

DPPKA 9. Kabid. Fisik dan

Prasarana Bappeda 10. Kabid. Litbang

Bappeda 11. Kasubbid Anggaran

Belanja Langsung DPPKA

Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung DPPKA

Tidak Ada

Anggaran yang disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum

rasional, memiliki target kinerja yang jelas, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat

mengakomodir semua kepentingan-kepentingan yang ada di Kabupaten Kerinci serta disesuaikan

dengan kemampuan keuangan daerah.

Page 145: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

130

Tabel 34. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program

Pembangunan Jalan dan jembatan

Kontestan Pendukung Kepentingan Cara

membangun konsensus

Hasil konsensus

EK

SE

KU

TIF

Dinas

Pekerjaan

Umum 1. Sekretaris

Dinas PU 2. Kabid. Bina

Marga 3. Kabid.

Sumber Daya

Air 4. Kabid.

Pengendalian dan tata ruang

5. Kabid. Cipta Karya

TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA

3. Sekretaris DPPKA 4. Inspektur Daerah 5. Kabag. Administrasi

Pembangunan Setda Kerinci

6. Kabid. Anggaran DPPKA

7. Kabid. Aset DPPKA 8. Kabid. Pendapatan

DPPKA

9. Kabid. Fisik dan Prasarana Bappeda

10. Kabid. Litbang Bappeda

11. Kasubbid Anggaran

Belanja Langsung DPPKA

12. Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung DPPKA

1. Bagi TAPD pembenahan dan penyediaan infrastruktur pendukung bagi

Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru dan efisiensi serta prioritas anggaran sesuai dengan

RPJMD 2. Bagi Dinas PU,

semakin banyak lokasi proyek, maka semakin banyak

pula income yang diperoleh

3. Bagi anggota Komisi III dari Dapil III dan IV,

memberi peluang pada peningkatan income melalui rente disamping itu sebagai bentuk

diakomodasikannya aspirasi masyarakat pada Dapil-nya.

KOMPROMI Dialog khusus kedua belah pihak, yang lebih menekankan pada Bargaining Anggaran dan rasionalisasi urgensitas tingkat kebutuhan jalan pada masing-masing Daerah Pemilihan terkait dengan lokasi pembangunan jalan dan jembatan

Penambahan Lokasi dan anggaran bagi pem-bangunan

Jalan dan jembatan, terutama kegiatan pem-bangunan jalan dan kegiatan pem-bangunan

jembatan. Dengan melakukan rasionalisasi anggaran lokasi pem-bangunan

jalan dan jembatan.

VERSUS

LE

GIS

LA

TIF

PR

O

Anggota DPRD dari Dapil IV

1. H. Liberty 2. Irmanto,

S.Pd, MM 3. Sartoni, S.Pd 4. Sugiono 5. Efaldi 6. Sabar AR,

S.Pd 7. Joni Efendi

Komisi III Beberapa anggota Komisi III dari Dapil III dan IV

Memperbanyak

“pork Barrel” di

daerah pemilihan IV

KO

NT

RA

Komisi III 1. Beberapa

anggota Komisi III dari Dapil I Tidak Ada

Bagi Komisi III dari Dapil I, aspirasi masyarakat pada wilayahnya belum tertampung pada agenda ini, meskipun mereka mendapatkan rente dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya.

Page 146: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

131

Tabel 35. Fenomena Kontestasi aktor dalam Pembahasan Program

Infrastruktur Pedesaan

Kontestan Pendukung Kepentingan Cara

membangun konsensus

Hasil konsensus

EK

SE

KU

TIF

Dinas Pekerjaan

Umum 1. Sekretaris

Dinas PU

2. Kabid. Bina

Marga

3. Kabid.

Sumber Daya

Air

4. Kabid.

Pengendalian

dan tata ruang

5. Kabid. Cipta

Karya

TAPD 1. Kepala Bappeda

2. Kepala DPPKA

3. Sekretaris DPPKA

4. Inspektur Daerah

5. Kabag. Administrasi

Pembangunan Setda

Kerinci

6. Kabid. Anggaran

DPPKA

7. Kabid. Aset DPPKA

8. Kabid. Pendapatan

DPPKA

9. Kabid. Fisik dan

Prasarana Bappeda

10. Kabid. Litbang

Bappeda

11. Kasubbid Anggaran

Belanja Langsung

DPPKA

12. Kasubbid Anggaran

Belanja Tidak

Langsung DPPKA

1. Bagi TAPD pembenahan dan penyediaan infrastruktur pendukung bagi Ibukota Kabupaten

Kerinci yang baru dan efisiensi serta prioritas anggaran sesuai dengan RPJMD

2. Bagi Dinas PU, semakin

banyak lokasi proyek, maka semakin banyak pula income yang diperoleh baik dari rente maupun honorarium

kegiatan

KOMPROMI Dialog khusus kedua belah pihak, yang lebih menekankan pada Bargaining Anggaran dan rasionalisasi urgensitas tingkat kebutuhan jalan dan jembatan pada masing-masing Daerah Pemilihan terkait dengan lokasi pembangun-an jalan dan jembatan pedesaan

Penambahan Lokasi dan anggaran bagi

pembangunan Jalan dan jembatan pedesaan. Dengan

menggunakan dana saving hasil pembahasan dan

rasionalisasi anggaran pada RKA Belanja Langsung Dinas

Pekerjaan Umum.

VERSUS

LE

GIS

LA

TIF

P

RO

Komisi III Anggota Komisi III dari Dapil III dan IV

Tidak Ada

Bagi anggota Komisi III dari Dapil III dan IV,

memberi peluang pada peningkatan income melalui rente disamping itu sebagai bentuk diakomodasi-kannya

aspirasi masyarakat pada Dapil-nya

KO

NT

RA

Komisi III Anggota Komisi III dari Dapil I

Tidak Ada

Bagi Komisi III dari Dapil I, minimnya aspirasi masyarakat pada wilayahnya tertampung pada agenda ini, meski-pun demikian mereka juga mendapatkan rente dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya.

Page 147: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

132

Tabel 36. Fenomena Kontestasi aktor dalam Rapat Finalisasi Anggaran

Agen

da Kontestan Pendukung Kepentingan

Cara

membangun

konsensus

Hasil

konsensus

FIN

AL

ISA

SI

AN

GG

AR

AN

pad

a R

ap

at

Ga

bu

nga

n

Pro

Dinas

Pekerjaan

Umum 1. Sekretaris

Dinas PU 2. Kabid. Bina

Marga 3. Kabid.

Sumber Daya

Air 4. Kabid.

Pengendalian dan tata ruang

5. Kabid. Cipta

Karya

TAPD 1. Kepala Bappeda 2. Kepala DPPKA

3. Sekretaris DPPKA 4. Inspektur Daerah 5. Kabag. Administrasi

Pembangunan Setda Kerinci

6. Kabid. Anggaran DPPKA

7. Kabid. Aset DPPKA 8. Kabid. Pendapatan

DPPKA

9. Kabid. Fisik dan Prasarana Bappeda

10. Kabid. Litbang Bappeda

11. Kasubbid Anggaran

Belanja Langsung DPPKA

12. Kasubbid Anggaran Belanja Tidak Langsung DPPKA

1. Bagi TAPD penggunaan Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal sebesar Rp.5,9 Milyar dilanjutkan untuk pembangunan jalan menuju lokasi Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru

2. Bagi Dinas PU, Agar kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan,

Penyusunan Rencana Detail Tata Bangunan dan Lingkungan, pematangan Lahan

Lokasi Bukit Tengah, Jalan Akses ke Bukit Tengah (Ibukota Kabupaten Kerinci yang baru),

Jalan poros Tengah Koto Priang-Sungai Tanduk. Disamping itu, semakin banyak lokasi proyek, maka

semakin banyak pula income yang diperoleh baik dari rente maupun

honorarium kegiatan.

KOMPROMI, mengakomodir semua kepentingan

Kedua pihak akan

menyepakati kegiatan yang diperdebatkan, dengan

konsekuensi tidak menambah defisit anggaran,

serta merasionalkan kembali anggaran kegiatan

SKPD secara keseluruhan.

Kon

tra

Anggota DPRD Seluruh Anggota DPRD

Tidak Ada

Penggunaan sisa anggaran hasil rasionalisasi untuk Kegiatan reses serta kegiatan menghadiri undangan bagi pimpinan dan anggota DPRD.

Page 148: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

133

BAB VIII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kontestasi yang terjadi pada proses perumusan kebijakan anggaran belanja

langsung Dinas Pekerjaan Umum dalam penyusunan APBD Kabupaten Kerinci

tahun 2011 menunjukkan berbagai fenomena-fenomena pertarungan kepentingan

dua aktor lembaga daerah yaitu DPRD (Badan Anggaran dan Komisi DPRD)

dengan pemerintah daerah (TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum). Fenomena-

fenomena tersebut antara lain :

1. Kontestasi dalam pembahasan anggaran belanja langsung Dinas Pekerjaan

Umum terjadi karena ketidakseimbangan kepentingan antara satu aktor

dengan aktor lainnya. Kepentingan dari Legislatif (Badan Anggaran dan

Komisi III) adalah bagaimana memperbanyak “Pork Barrel” pada daerah

Pemilihannya, sehingga suatu ketika peluang mereka untuk terpilih kembali

semakin besar, disamping itu ada kepentingan lainnya yaitu berburu rente

(rent seeking). Privilege yang dimiliki menjadikan bargaining yang sangat

besar dalam mendapatkan rente dari proyek-proyek Pemerintah. Sementara

eksekutif dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum memiliki kepentingan dengan

memperbanyak anggaran bagi Institusi Dinas Pekerjaan Umum. Semakin

banyak proyek atau kegiatan yang didapatkan, maka semakin banyak pula

income yang akan diperolehnya dan tidak peduli tempat pembangunan akan

dilaksanakan. Sementara TAPD berkepentingan menjaga agar anggaran yang

Page 149: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

134

digunakan dengan sebaik-baiknya secara rasional, dapat

dipertanggungjawabkan dan mematuhi rambu-rambu peraturan perundang-

undangan yang berlaku tentang pengelolaan keuangan serta serta tetap

konsisten terhadap komitmen yang telah disepakati bersama dalam KUA dan

PPAS.

2. Buruknya lagi kontestasi yang terjadi antara legislatif dan eksekutif dalam

pembahasan anggaran belanja langsung seolah-olah seperti sebuah drama

yang dimainkan oleh beberapa pelakon, ada yang punya peran sebagai

pendamai, sebagai pihak yang pro dan ada pula yang berperan sebagai pihak

yang kontra. Namun dibalik itu, aktor yang terlibat dalam pembahasan

anggaran belanja langsung tersebut sama-sama memiliki kepentingan yaitu

mendapatkan keuntungan secara personal. Sehingga kontestasi yang terjadi

antara legislatif (Badan Anggaran dan Komisi III DPRD) dengan eksekutif

(TAPD dan Dinas Pekerjaan Umum) dianalogikan sebagai pekerjaan “bisik-

bisik” atau kolaborasi tertutup, karena secara aktual relasi kedua aktor ini

terjadi secara harmoni, menghindari konflik serta saling menjaga kepentingan

masing-masing.

3. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa, jumlah legislator yang mewakili

wilayahnya menjadi faktor penentu masuknya aspirasi masyarakat di daerah

pemilihannya dalam agenda pembahasan anggaran, karena kontestasi yang

terjadi kemudian menempatkan DPRD sebagai aktor dominan dalam

pembahasan anggaran. Semakin banyak wakil-wakilnya yang duduk di

lembaga legislatif, maka semakin banyak pula aspirasi masyarakat dari suatu

Page 150: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

135

daerah pemilihan yang akan tertampung dalam kebijakan anggaran daerah.

Kondisi ini justru menyebabkan terjadinya disparitas terhadap daerah

pemilihan lainnya yang memiliki anggota legislatif yang sedikit.

4. APBD masih merupakan hak ekslusif penyelenggara Pemerintahan di daerah

sehingga tidak merefleksikan kepentingan masyarakat, karena kontestasi yang

terjadi di dalam proses penyusunannya muncul sebagai hasil dari redefinisi

dari para aktor-aktor yang didasarkan pada nilai-nilai yag dianut oleh aktor

tersebut. Kebijakan anggaran mengalir dari kepentingan para aktor eksekutif

dan legislatif dan turun ke masyarakat, bukannya dari kepentingan masyarakat

naik mempengaruhi pandangan dan nilai dari aktor tersebut. Akibatnya

kemudian, keberpihakan anggaran kepada kepentingan masyarakat sangat

minim dan bisa juga dikatakan tidak sama sekali. Meskipun aspirasi

masyarakat ada sebagian yang tertampung dalam kebijakan anggaran daerah,

namun secara kualitas dan kuantitas sangat rendah sekali.

B. Refleksi teoritis

Berdasarkan hasil studi terhadap proses perumusan kebijakan anggaran

tersebut, dikemukakan beberapa hal yang perlu menjadi refleksi teoritis bagi studi

tentang kebijakan, antara lain :

1. Untuk memahami siapa atau bagaimana membuat suatu kebijakan, terlebih

dahulu harus diketahui karateristik dari aktor yang terlibat di dalamnya, pada

bagian atau aturan apa yang dimainkan, otoritas dan kekuatan yang dimiliki

serta usaha aktor tersebut berhubungan dan mengawasi satu sama lainnya.

Page 151: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

136

Salah satu dimensi yang dapat dipergunakan adalah dimensi politik, karena

kebijakan kadang-kadang dibentuk dari kompromi politik diantara pembuat

kebijakan,128

dan kebijakan itu sendiri adalah hasil dari proses politik.129

Terkait dengan penganggaran ini, proses politik dapat berputar sekitar isu-isu

kebijakan pada tingkatan pengeluaran (belanja) dan kemampuan pemerintah

untuk menyeimbangkan anggarannya.

2. Dalam setiap proses pembuatan sebuah kebijakan, untuk mencapai tujuan dari

aktor yang terlibat di dalamnya, kontestasi dan interaksi antar aktor tidak

dapat dihindari. Terkait dengan penelitian ini, penganggaran dapat dilihat

sebagai negosiasi antar aktor (SKPD, Tim Anggaran, Kepala Daerah dan

legislator, bertemu setiap tahunnya dan melakukan tawar-menawar

(bargaining) untuk dapat mengakomodir semua kepentingan masing-masing.

Siapapun dapat bermain dan menang dengan hasil secara keseluruhan baik dan

konflik dapat ditekan sekecil mungkin. Cara yang dipergunakan dapat

beragam, mulai pembahasan resmi (formal) maupun bermain di belakang

layar (black box).

3. Kontestasi yang terjadi dalam proses perumusan kebijakan menunjukkan

masing-masing pihak (aktor) mengusung kepentingannya masing-masing

dalam memperebutkan alokasi dan distribusi sumber daya. Dengan basis

kontestasipun beragam, diantaranya untuk memuaskan konstituen di daerah

pemilihannnya (Pork Barrel) disamping itu untuk mendapatkan rente (rent

128 Charles E. Lindblom, Op. Cit, Hal. 5 129 Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi fiskal : Politi k dan perubahan kebijakan 1974-2004,Kencana, Jakarta, 2008,

Hal. 25

Page 152: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

137

seeking) bagi anggota Dewan dan Kepala Daerah, ataupun untuk memperbesar

anggaran (maximizing budget) bagi Institusi Pemerintahan Daerah.

C. Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, maka direkomendasikan :

1. Agar Pemerintah Daerah memberikan akses yang luas kepada masyarakat

bersama-sama dengan LSM yang peduli dengan anggaran publik di Kabupaten

Kerinci untuk terlibat secara aktif dan mengawal setiap proses perencanaan

dan penganggaran daerah. Sebab selama ini keterlibatan masyarakat hanya

sebatas mengikuti kegiatan Musrenbang tingkat Desa dan Kecamatan,

sehingga yang terjadi kemudian aspirasi yang diusung kian tergerus dalam

tahapan perencanaan dan penganggaran selanjutnya. CSO terlibat pada proses

akhir perencanaan, bersama-sama dengan DPRD dan Pemerintah Daerah

ikutserta dalam proses penyusunan dokumen kebijakan anggaran (KUA dan

PPAS) dan ikutserta dalam pembahasan serta penetapan APBD. Penting bagi

CSO untuk terus mengawal setiap proses APBD ini, karena banyak peluang

bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat deal-deal politik

alokasi anggaran yang tidak memihak kepada publik. Ada pula kompromi

politik yang terjadi di arena yang tidak tampak dipermukaan, tetapi dapat

diketahui dan dirasakan pada saat pembahasan anggaran yang juga merugikan

kepentingan publik.

2. Harus segera dilakukan penguatan fungsi institusi perencanaan pembangunan

di daerah. Kenyataan selama ini di Kabupaten Kerinci bahwa hasil-hasil

Page 153: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

138

perencanaan pembangunan daerah yang telah dibuat tidak dipakai sebagai

bahan berharga untuk menyusun RAPBD, akibatnya semakin banyak aspirasi

masyarakat terpinggirkan dari arena penganggaran daerah. Hal utama yang

harus dilakukan adalah pengawasan yang ketat terhadap perencanaan dan

penganggaran yang dilakukan oleh SKPD, melalui rasionalisasi program dan

kegiatan SKPD, apakah perencanaan dan penganggaran yang dilakukan

sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan dan

penganggaran daerah yaitu RKPD, KUA dan PPAS sudah menyiratkan

aspirasi masyarakat ataukan belum?, Jika sudah, maka SKPD tersebut akan

mendapatkan otorisasi dari Bappeda untuk selanjutnya diteruskan kepada

TAPD.

3. Penguatan fungsi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) harus dilakukan,

karena sebelum menjadi bagian dari rancangan Peraturan Daerah tentang

RAPBD, Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) harus melalui

rasionalisasi dan otorisasi oleh TAPD, kenyataan selama ini fungsi ini tidak

berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, walaupun RKA-SKPD yang

disusun masih dalam koridor Plafon Anggaran yang telah ditetapkan dalam

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), akan tetapi substansi dari

RKA-SKPD tersebut masih merupakan keinginan dari SKPD tersebut untuk

memaksimalkan anggarannya (maximizing budget) dan bukan untuk

memecahkan permasalahan pembangunan yang membelit rakyat. Langkah

Pertama,yang harus dilakukan adalah SKPD menyusun Rencana Kerja dan

Anggaran SKPD (RKA-SKPD) berdasarkan otorisasi program dan kegiatan

Page 154: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

139

yang telah dilakukan oleh Bappeda, kemudian Rancangan RKA-SKPD

dibahas bersama antara SKPD terkait dengan TAPD berdasarkan Plafon

Anggaran yang telah ditetapkan dalam PPAS.

4. Harus ada kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten

Kerinci tentang mekanisme penjaringan aspirasi masyarakat. Penjaringan

aspirasi yang dilakukan oleh kedua aktor harus saling mendukung dan

menguatkan. Sebab, fenomena yang terjadi selama ini penjaringan aspirasi

masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah daerah dalam Musrenbang,

seringkali tidak sejalan dengan penjaringan aspirasi masyarakat pada saaat

reses yang dilakukan oleh anggota DPRD. Akibatnya, pada saat pembahasan

RAPBD, penjaringan aspirasi masyarakat oleh anggota DPRD lebih

mendominasi, dan meninggalkan semua proses perencanaan yang telah

disusun oleh Pemerintah Daerah. Sehingga dapat dipastikan bahwa akan

begitu banyak program dan kegiatan “yang naik di tengah jalan” dalam

pembahasan RAPBD.

5. Agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penataan kembali Daerah

Pemilihan pasca Pemekaran Kabupaten Kerinci. Sebab, dari empat Daerah

Pemilihan di Kabupaten Kerinci, hanya daerah pemilihan II yang terdiri dari

satu kecamatan. Hal ini berdampak pada rendahnya jumlah legislator yang

mewakili wilayahnya, sehingga dapat dipastikan terjadinya disparitas

pembangunan di wilayah tersebut.

Page 155: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

140

DAFTAR PUSTAKA

Ambardi, Kuskridho, 2009, Mengungkap politik Kartel : Studi tentang Sistem

Kepartaian di Indonesia era reformasi, Gramedia, Jakarta

Anderson, James, 2006, Public Policy Making: An Introduction, Houghton Mifflin

Company, Boston

Bastian, Indra , 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan

Daerah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta

Badoh, Zuhdi, Ibrahim dkk, 2009, Politik Birokrasi Anggaran di Indonesia dalam

Anggaran pro kaum miskin : sebuah upaya menyejahterakan rakyat,

LP3ES, Jakarta

Creswell, J.W, 1994, Research Design Qualitative and Quantitative, Sage

Publications, London

Deliarnov, 2006, Ekonomi Politik, Erlangga, Jakarta

Denhardt, Robert B. and Janet V. Denhardt, 2009, Public Administration : an

action orientation, 6th

ed,Thomson Wadsworth, USA

Duverger, Maurice, 2003, Sosiologi Politik, Raja Grafindo, Jakarta

Dwiyanto, Agus , 2011, Mengembalikan kepercayaan publik melalui reformasi

birokrasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Eko, Sutoro, 2006, Daerah Budiman: Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun Kesejahteraan, Perkumpulan Prakarsa dan Pustaka LP3ES, Jakarta

Firmansyah, 2008, Mengelola Partai Politik : Komunikasi dan positioning

ideologi politik di era demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Hillman, Arye L, 2009, Public Finance and Public Policy Responsibilities and

Limitations of Government 2nd

Ed, Cambridge University Press, UK,

Kartini dan Kartono, 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Mandar Maju,

Bandung

Keohane, Robert O, 1993, Institutional Theory and the Realist Challenge After the

Cold War, Neorealism and Neoliberalism : The Contemporary Debate.

Columbia University Press, New York.

Kumorotomo, Wahyudi, 2005, dkk, Anggaran berbasis kinerja : Konsep dan

aplikasinya, MAP-UGM, Yogyakarta

__________________, 2008, Desentralisasi fiskal : Politik dan perubahan

kebijakan 1974-2004, Kencana, Jakarta

Lindblom, Charles,1984, The Policy Making Process, 2nd edition, Yale

University, USA.

Page 156: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

141

Local Governance Support Program Finance & Budgeting Team, 2009,

Penyusunan KU-APBD dan PPAS, LGSP Press, Jakarta

Maliki, Zainuddin, 2010, Sosiologi politik : Makna kekuasaan dan transformasi

politik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Mas’oed, Mohtar, 2003, Politik, Birokrasi dan pembangunan, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta

Moleong, Lexy J. 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,

Bandung

Munir, Badrul, 2003, Perencanaan anggaran kinerja : Memangkas inefisiensi

anggaran daerah, Samawa center, Yogyakarta

Musgrave, RA and PB Musgrave, 1989, Public finance in theory and

practice, McGraw Hill, Inc.

Mustopadidjaja AR, 2003, Manajemen proses kebijakan publik : formulasi,

implementasi, dan evaluasi kinerja, LAN dan Duta Pertiwi Foundation,

Jakarta

Nugroho, Riant, 2008, Public Policy, Gramedia, Jakarta

Pasalong, 2008, Harbani, Kepemimpinan Birokrasi, Alfabeta

Poerwandari, Kristi E, 2007, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku

Manusia, LPSP3, Depok

Pratikno dkk, 2004, Mengelola dinamika politik dan Sumberdaya Daerah,

Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta

Rachbini, Didik J, Ekonomi , 2002, Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik,

Ghalia Indonesia, Jakarta

Rubin, Irene S , 2006, The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending,

Borrowing and Balancing, Chatham House, Chatham

Smith, Robert W and Thomas D. Lynch, 2004, Public Budgeting in America, 5th

Edition, Pearson,Upper Saddle River, New Jersery

Soejadi, FX, 2001, Analisis Manajemen Modern, Mas Agung, Jakarta

Subarsono, AG, 2009, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, teori dan aplikasi,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Surbakti, Ramlan, 2007, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta

Wahab, Solichin, Abdul, 2008, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, UMM press, Malang

Waidl, Abdul. dkk, 2008, Mendahulukan si miskin, LKIS, Yogyakarta

Wibawa, Samodra, 1994, Kebijakan Publik : Proses dan analisis, Intermedia,

Jakarta

Page 157: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

142

______________, 2010, Politik Perumusan Kebijakan Publik, Graha Ilmu,

Yogyakarta

Wildavsky, Aaron, 1974, The politics of the budgetary process, 2nd

ed, Boston,

Little brown.

Winarno, Budi, 2008, Kebijakan Publik : Teori dan proses, Media Presindo,

Yogyakarta

Yustika, Ahmad, Erani, 2009, Ekonomi Politik : Kajian teoritis dan analisis

empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

TESIS

Delvina, Silvia, 2006, Analisis proses penjaringan aspirasi masyarakat dalam

pengalokasian Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Padang Pariaman

di Era Otonomi Daerah, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UNAND,

(tidak dipublikasikan)

Djafar, Muhammad, Ridwan, 2006, Politik Anggaran Daerah : Studi tentang

proses perumusan kebijakan anggaran dalam penyusunan APBD Tahun

2005 di Kabupaten Mamuju Prov. Sulawesi Barat, Tesis-S2, Magister

Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana UGM, (tesis tidak dipublikasikan)

Ridwan, Fadmi, 2008, Pengalaman Aceh mengelola kontestasi politik : Studi

Kontestasi Birokrat, Politisi dan Ulama dalam proses kebijakan

anggaran Dayah Tahun 2008, Program Studi Ilmu Politik, UGM, Tesis

tidak dipublikasikan

Syahrul, 2001, Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Kota Padang ditinjau dari

Proses dan Pengalokasian, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana UGM

(tidak dipublikasikan)

UNDANG-UNDANG

1. Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara

2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian jumlah

kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, serta jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/ PMK.07/2010 tentang Batas

Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas

Maksimal kumulatif Pinjaman Daerah Tahun 2011.

Page 158: POLITIK ANGGARAN : STUDI TENTANG PROSES PERUMUSAN

143

INTERNET

1. Eko, Sutoro,2008, Pelajaran berharga dari advokasi perencanaan dan

penganggaran di Bantul dan Kebumen, IRE Yogyakarta download melalui :

http://www.ireyogya.org/id/ebook/menabur-benih-di-lahan-

tandus.html;download=29e48b79ae6fc68e9b6480b677453586, tanggal 10

Juni 2011

2. http://nasional.kompas.com/read/2010/12/22/02542544/: Politik Anggaran,

APBN Lebih Banyak untuk Birokrasi dan Elite Politik, 2010, diakses tanggal 10 Juni 2011

3. http://nasional.kompas.com/read/2011/03/10/05144766/ : Politik Anggaran

yang Tak Memihak Orang Miskin, 2010, diakses tanggal 10 Juni 2011.

4. Helen Milner, International Theories of Cooperation among Nations:

Strengths and Weakness, World Politics, Vol. 44, No. 3 (April 1992), pp. 466-

496. Cambridge University Press, diakses tanggal 12 November 2011, melalui

http://www.jstor.org/stable/2010546