Upload
muhammad-arief-harunn
View
122
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
Daftar Isi 1
Bab 1: Pendahuluan
2
Bab 2: Pembahasan
5
Bab 3: Penutup 19
Daftar Pustaka
20
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Dalam menjalani Hubungan Internasional, setiap negara di
dunia ini tentu saja memiliki kebijakan luar negerinya masing-
masing, yang berbeda satu sama lainnya, di mana hal ini
dipengaruhi oleh sejarah dan landasan negara tersebut. Tentu
saja setiap negara meimiliki banyak kebijakan luar negeri,
tergantung tujuan kebijakan tersebut dan terhadap negara mana
kebijakan tersebut ditujukan. Adapun kebijakan-kebijakan luar
negeri negara tersebut terkumpul dan membentuk politik luar
negerinya.
Politik Luar Negeri itu sendiri memiliki pengertian
tersendiri. Menurut Sumpena Prawirasaputra, pengertian Politik
Luar Negeri yakni merupakan kumpulan kebijakan suatu negara
dalam mengatur hubungan luar negerinya, yang merupakan
bagian dari kebijakan nasionalnya, yang semata-mata untuk
mencapai tujuan dan kepentingan negaranya, serta juga untuk
memperkuat power-nya. Pada hakikatnya merupakan respon
terhadap lingkungan ekologisnya. Respon tersebut memiliki latar
belakang yang berinteraksi dengan persepsi, pengalaman,
kekayaan alam, serta budaya politik, yang dimanifestasikan
sebagai falsafah bangsa dan diakomodasikan dalam konstitusi.
2
Selanjutnya menurut K.J.Holsti, alat Politik Luar Negeri itu
ada 5, yakni: diplomasi, bantuan ekonomi, informasi, propaganda
media, power (perang).
Adapun dalam perumusan politik luar negeri yang
dilakukan oleh suatu negara, tentu saja memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhi, di antaranya1:
1. Posisi Geografis
2. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
3. Penduduk
4. Kekayaan Alam
5. Militer
6. Situasi Internasional
7. Kualitas Diplomasi
8. Pemerintahan yang Bersih
9. Kepentingan Nasional
Di Indonesia, sejak kemerdekaannya, Indonesia telah
mengalami 3 masa pemerintahan, yakni Orde Lama, Orde Baru,
dan Era Reformasi, yang mana tentu saja politik luar negeri
Indonesia telah mengalami berbagai macam hal, perubahan,
permasalahan, dan pasang surut. Hal ini yang akan menjadi
pembahasan makalah ini.
1.2.PEMBATASAN MASALAH
Di dalam makalah ini, penulis memfokuskan bahasan
tentang politik luar negeri pada sejarah dan perkembangan yang
dialami politik luar negeri Indonesia, dari mulai zaman
1
3
kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Era Reformasi saat
ini.
Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memaparkan
bahasan penulis tentang yang tertera di dalam pembatasan
masalah, yakni mengenai sejarah dan perkembangan yang
dialami politik luar negeri Indonesia, dari mulai zaman
kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi
saat ini.
Adapun tujuan lain dari penulisan makalah ini, adalah
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah ‘Politik Luar Negeri’,
yang diajarkan oleh Ibu Viani Puspitasari, di Program Studi
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran.
1.4.MANFAAT PENULISAN
Selain ditujukan untuk kepentingan perkuliahan, makalah
ini juga memiliki manfaat lain, yakni dapat dijadikan sebagai
bahan bacaan untuk khalayak umum, yang dapat menambah
referensi, pengetahuan dan wawasan tentang sejarah dan
perkembangan yang dialami politik luar negeri Indonesia, dari
mulai zaman kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde
Reformasi saat ini. Oleh karena itu penelitian ini memiliki
manfaat yang dapat memajukan bangsa.
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.SEJARAH POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
Sejak merdekanya Negara Republik Indonesia dari
penjajahan pada tahun 1945, Indonesia tentu saja telah aktif
dalam dunia internasional. Hal ini bertujuan untuk menegaskan
eksistensinya di dunia ini serta memajukan negeri ini, yang mana
semua ini dilakukan melalui politik luar negeri. Politik luar negeri
Indonesia terdiri dari kebijakan-kebijakan luar negeri yang
dilakukan Indonesia, yang mana kebijakan ini memiliki sejarah
dan landasan yang membentuknya.
Seperti yang telah diketahui bahwa Negara Republik
Indonesia mulai merdeka dari penjajahan pada 17 Agustus 1945,
di mana hal ini membuat Indonesia dapat membuat dan
membentuk ideologi serta landasan negaranya tanpa diatur atau
dipengaruhi oleh tangan asing. Begitu juga dengan politik luar
negerinya.
Politik luar negeri Indonesia, memiliki 2 landasan utama,
yakni:
1.Landasan Ideal: Pancasila
Pancasila pada hakikatnya merupakan respon terhadap
lingkungan ekologisnya, di mana hal ini sesuai dengan
pengertian Politik Luar Negeri. Selanjutnya, setiap sila dari
5
Pancasila juga menjadi landasan pembentukan kebijakan luar
negeri Indonesia. Berikut ini penjelasannya:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Indonesia memandang semua manusia itu sebagai mahluk
ciptaan Tuhan yang memiliki martabat yang sama, sehingga
Indonesia tidak membeda-bedakan manusia, sehingga sikap
saling menghormati dan kerjasama antara masyarakat
internasional dapat terjalin.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Indonesia menentang penindasan manusia atas manusia, oleh
karena itu Indonesia sangat menentang penjajahan
antarnegara, baik itu bersifat imperialisme maupun
kolonialisme.
3. Persatuan Indonesia
Indonesia menempatkan persatuan di atas kepentingan
pribadi, serta menganggap bahwa negara itu merupakan unit
mandiri yang bukan bagian dari sub-unit negara lain.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Segala keputusan penyelesaian masalah yang ada di Indonesia
berdasarkan musyawarah yang mufakat serta mementingkan
kepentingan rakyat.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Indonesia sangat menjunjung tinggi keadilan di
masyarakatnnya serta suasana hemat, gotong-royong, dan
kekeluargaan.
6
2.Landasan Struktural: UUD 1945
Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terdapat 2
alinea yang dijadikan landasan bagi politik luar negeri Indonesia,
yakni:
Alinea pertama:
“Bahwa sesunggunya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan
prikeadilan.”
Alinea ke empat:
“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan
Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh Tumpah Darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial...”
Dari kutipan kedua alinea tersebut, mencerminkan sifat politik
luar negeri Indonesia, bahwa Indonesia menjunjung tinggi
keadilan dan kemanusiaan, yang mana hal ini membuat
Indonesia sangat menentang penjajahan yang dilakukan
antarnegara. Indonesia juga aktif dalam melaksanakan
ketertiban dunia.
Kedua landasan tersebut saling berkesinambungan dalam
membetuk sejarah politik luar negeri Indonesia. Kedua landasan
tersebut juga mencerminkan tujuan dan kepentingan dari Negara
Indonesia.
7
Adapun sifat dari politik luar negeri Indonesia adalah
‘Bebas-Aktif’. Banyak yang salah paham mengenai pengertian
Bebas-Aktif di sini, namun perlu ditekankan bahwa pengertian
Bebas-Aktif yang benar ialah:
Bebas : Setelah merdeka, Indonesia bebas menentukan
kebijakan luar negerinya, tanpa ditekan atau dipengaruhi oleh
negara lain, dan berlandaskan UUD 45 dan Pancasila. Kata bebas
di sini tidak boleh diartikan bahwa Indonesia tidak mengambil
sikap atas apapun yang terjadi di dunia internasional ini atau
dengan kata lain tidak boleh bersikap netral.
Aktif : Indonesia ikut aktif dalam melaksanakan ketertiban
dunia, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 45.
Berdasarkan penjelasan penulis di atas, maka dapat dilihat
bagaimana sejarah terbentuknya sifat dari kebijakan luar negeri
Indonesia yang membentuk politik luar negeri Indonesia.
2.2.PERKEMBANGAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
Pada tahun 2013 ini, politik luar negeri yang dilakukan oleh
Indonesia telah melewati usia lebih dari 67 tahun, dari mulai
zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga Era Reformasi saat ini,
yang mana tentu saja politik luar negeri Indonesia telah
mengalami berbagai macam hal, perubahan, permasalahan, dan
pasang surut.
2.2.1.Politik Luar Negeri Indonesia Pada Orde Lama
Orde Lama memiliki masa yang cukup singkat bila
dibandingkan dengan Orde Baru. Orde Lama dapat dibilang
dimulai sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945,
8
dipimpin oleh Presiden Soekarno dan diakhiri ketika terjadi
perpindahan kuasa dari Presiden Soekarno kepada Presiden
Soeharto pada 11 Maret 1966 yang ditandai dengan Surat
Perintah 11 Maret (Super Semar).
Pada masa ini, salah satu kebijakan luar negeri yang
dilakukan oleh Indonesia cukup penting di mata internasional,
salah satunya seperti dengan mengadakan Konferensi Meja
Bundar dan Konferensi Asia Afrika.
Pada masa kepemimpinannya, Presiden Soekarno
dipandang sebagai sosok yang sangat kontroversial dalam cara
memimpinnya. Sejarahnya yang penuh dengan orasi kebangsaan
yang mampu membakar semangat segenap pemuda bangsa
menunjukkan bahwa ia seorang yang penuh percaya diri dan
daya tarik. Salah satu tindakan Soekarno yang drastis dan
populer pasca kemerdekaan adalah dengan menasionalisasi
aset-aset negara yang dulu dimiliki Belanda juga Jepang, serta
melakukan sosialisasi kedaulatan Republik Indonesia sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Sabang sampai
Merauke kepada dunia internasional. Hal ini menjadi agenda
utama kebijakan luar negeri Soekarno yang dilandasi dengan
prinsip- prinsip pancasila sebagai ideologi negara dan amanat
UUD 1945 sebagai tolak ukur pembangunan pasca kemerdekaan
yang anti terhadap imperialism Barat.
Sikap anti Soekarno terhadap imperialisme Barat semakin
kentara pada tindakannya yang menyeru negara- negara di
dunia untuk tidak tunduk terhadap blok- blok yang saling
berseteru di kala itu sehingga kemudian lahir Gerakan Non-Blok
yang diinisiasi dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di
Bandung pada tahun 1955. Indonesia kemudian menjadi inisiator
9
Gerakan Non-Blok yang banyak mendorong kemerdekaan di
negara- negara Asia-Afrika pada masa itu. Banyaknya inisiatif
yang muncul dari kebijakan luar negeri Indonesia pada masa itu
menunjukkan bahwa Soekarno secara serius mengagendakan
pengakuan eksistensi Indonesia di mata internasional dan
pembentukan aliansi anti kolonialisme serta imperialism Barat
dalam setiap kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini selaras
dengan prinsip politik luar negeri Bebas-Aktif yang dianut
Indonesia. Prinsip ini dicetuskan oleh Muhammad Hatta melalui
pidatonya di depan Komite Nasional Indonesia Pusat pada
tanggal 2 September 1948 yang berisikan pernyataan bahwa
Indonesia tidak boleh memihak baik ke Blok barat maupun Blok
Timur dalam politik internasional demi tercapainya cita- cita
Indonesia Merdeka. Pidato yang kemudian dikenal dengan judul
‘Mendayung Di Antara Dua Karang’ ini meskipun esensinya tidak
lantas langsung dimasukkan ke dalam konstitusi negara, namun
ia kemudian menjadi landasan moral yang membentuk politik
luar negeri Indonesia pada masa itu2.
Adapun sejumlah keberhasilan yang dicapai oleh politik
luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama, yakni antara lain3:
1. Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda
melalui jalur diplomasi dan militer
2. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan Non-Blok
melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada tahun 1955
3. Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut
diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa itu
2
3
10
Konfortasi Irian Barat
Pada zaman Orde Lama, Irian Barat terus diupayakan untuk
kembali menjadi bagian Indonesia melalui berbagai perjanjian.
Puncaknya adalah ketika penyelenggaraan KMB pada tahun 1949
di Den Haag, Belanda. Namun sekali lagi perundingan tidak
menemukan titik temu dan akhirnya disepakati akan dibahas
setahun mendatang. Dalam perkembangannya, Belanda banyak
melakukan pelanggaran atas tiap perjanjian yang membuat
Indonesia selalu dirugikan. Indonesia lantas meminta bantuan
Uni Soviet dalam upaya pengadaan senjata, menanggapi
kenyataan tersebut Amerika Serikat tidak tinggal diam dan justru
mendesak Belanda berunding dengan Indonesia. Indonesia yang
mendapat dukungan Amerika Serikat tidak menolak bantuan
yang ditawarkan dan malah memanfaatkan posisi Amerika
Serikat yang memgang hak veto PBB untuk memuluskan jalan
meraih Irian Barat. Pada 5 September 1963 Irian Barat resmi
menjadi bagian dari Indonesia setelah disahkannya Persetujuan
New York pada 15 Agustus 1962.
Konfrotasi Malaysia
Selain persengketaan Irian Barat dengan Belanda,
Indonesia juga terlibat dalam Konfrontasi Malaysia antara tahun
1962 hingga 1966 yang dipicu oleh pembentukan Federasi
Malaysia. Kebijakan luar negeri “Ganyang Malaysia” muncul pada
era tersebut sebagai wujud perlawanan terhadap neo-
kolonialisme yang berkembang di Malaysia ketika Inggris mulai
memasuki negara tersebut. Malaysia dalam wadah Federasi
Malaysia yang dianggap sebagai “negara boneka” Inggris,
diyakini Soekarno merupakan ancaman baru kolonialisme dan
imperialisme di wilayah Asia Tenggara karena nilai-nilaiyang
11
diusung Federasi Malaysia bertentangan dengan azas politik
Bebas-Aktif. Imbasnya, Indonesia menolak untuk mengakui
Malaysia secara diplomatik ketika dibentuk pada September
1963. Namun pada 30 Desember 1964, Malaysia dinobatkan
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang
membuat Soekarno pada akhirnya memutuskan agar Indonesia
keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965 setelah lima
belas tahun menjadi anggota. Keputusan Soekarno tersebut
karena menganggap PBB yang cenderung memihak dan
memfasilitasi kepentingan negara-negara blok barat. Keputusan
Indonesia keluar dari PBB berimbas pada terhambatnya
perkembangan dan pembangunan karena keterasingannya dari
masyarakat internasional4.
Dapat disimpulkan bahwa pada politik luar negeri
Indonesia pada masa Orde Lama, terdapat banyak sekali hal-hal
yang perlu dikoreksi dan dijadikan sebagai pembelajaran.
Soekarno menunjukkan ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan
Politik Luar Negeri Bebas-Aktif, sangat jelas teramati bahwa
kekecewaan Soekarno selepas keluar dari keanggotaan PBB
membuatnya kehilangan fokus untuk tetap menjalankan Politik
Luar Negeri Bebas-Aktif sebagaimana mestinya. Inkonsistensi
Soekarno atas Politik Luar Negeri Bebas-Aktif dapat berimbas
pada keadaan politik dalam negeri Indonesia. Pelanggaran
Soekarno atas Politik Luar Negeri Bebas-Aktif menjadi titik
kelemahan yang mampu dimanfaatkan lawan politik untuk
menjegal kepemimpinannya.
4
12
2.2.2.Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru
Orde Baru terjadi sejak 11 Maret 1967 hingga 21 Maret
1998, di mana sepanjang 31 tahun ini Indonesia dipimpin oleh
Presiden Soeharto. Orde Baru juga dianggap sebagai perbaikan
dari kekurangan-kekurangan yang terjadi pada masa Orde Lama.
Pada masa ini, pembangunan Indonesia difokuskan kepada
pembangunan ekonominya, di mana pembangunan ekonomi ini
berorientasi kepada pertumbuhan, sehingga Indonesia
mengintegrasikan diri dalam sistem ekonomi internasional yang
bercorak kapitalis. Menurut Presiden Soeharto dalam sebuah
pidatonya pada sidang MPRS, pembangunan ekonomi Indonesia
tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa memiliki stabilitas
politik kemanan dalam negeri dan tingkat regional. Dari sini,
Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan luar negeri Indonesia
“Good Neighbourhood Policy” yang tercermin dengan
dibentuknya ASEAN oleh Indonesia pada 08 Agustus 1967 dalam
Deklarasi Bangkok, di mana saat itu ASEAN masih
beranggotakan 5 negara saja dari region Asia Tenggara. ASEAN
bertujuan untuk membentuk kerjasama di antara anggotanya,
terutama dalam bidang ekonomi. Dengan terbentuknya ASEAN,
konfrontasi terhadap Malaysia pun mulai mengalami normalisasi.
Selanjutnya, pasca peristiwa G-30S/PKI, hubungan
Indonesia dengan negara-negara komunis menjadi kurang baik,
oleh karena itu, Presiden Soeharto memutuskan untuk meminta
bantuan ekonomi kepada negara-negara liberal barat, khususnya
Amerika Serikat. Mulai dari saat itu, corak politik luar negeri
Indonesia berubah haluan, yang asalnya bercorak Blok Timur
berubah menjadi Blok Barat.
13
Adapun keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dari politik
luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru ini, antara lain5:
1. Perbaikan citra Indonesia sebagai negara yang stabil secara
ekonomi dan politik
2. Perbaikan citra Indonesia sebagai negara yang bersahabat dan
tidak konfrontatif
3. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya organisasi regional
ASEAN
4. Indonesia berhasil meraih posisi ketua di Organisasi Konferensi
Islam (OKI), Gerakan Non Blok dan Kerjasama Ekonomi Asia
Pasifik (APEC).
5. Perbaikan hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-
negara Barat dan negara-negara tetangga
6. Banyak dukungan ekonomi yang mengalir ke dalam negeri
sehingga tercipta stabilitas ekonomi nasional
2.2.3.Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era Reformasi
Kejatuhan rezim otoriter Soeharto pada 21 Mei 1998
menandai berakhirnya Orde Lama dan mengawali era yang baru
dan berbeda di Indonesia, yakni Era Reformasi. Pada saat itu, B. J
Habibie sebagai wakil presiden yang menjabat naik menjadi
Presiden RI yang ketiga dan memimpin kebijakan politik luar
negeri Indonesia pada awal era Reformasi. Adapun pada Era
Reformasi saat ini, Indonesia telah mengalami empat kali
pergantian pemimpin, yang mana hal ini membuat kebijakan luar
5
14
negeri Indonesia memiliki corak yang cukup beragam. Berikut ini
merupakan penjelasan lebih lanjutnya.
B. J Habibie
Pada masa kepemerintahan Presiden Habibie, politik luar
negeri di Indonesia benar-benar mengadaptasi dunia Barat, di
mana HAM dan demokrasi diterapkan secara besar-besaran.
Kasus lepasnya Timor- Timur kemudian menjadi noda yang
membuat Habibie tidak terpilih kembali menjadi Presiden
Indonesia dalam pemilihan berikutnya.
Abdurrahman Wahid
Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) menjabat sebagii
Presiden Indonesia yang keempat pada tahun 1999. Ia dikenal
sebagai sosok yang sangat liberal dalam berpikir, kayak akan ide
dan kental dengan suasana informal dan santai namun
mempunya visi dan tujuan tertentu. Ia cenderung
mengagregasikan aspirasi dari setiap kepentingan untuk
kemudian diwujudkan dalam suatu kebijakan yang akomodatif
bagi semua pihak.
Abdurrahman Wahid sering melakukan kunjungan ke luar
negeri dengan tujuan untuk memulihkan nama baik Indonesia
sekaligus berdiplomasi meminta bantuan dan dukungan luar
negeri.
Keberhasilan yang berhasil diraih Gus Dur dalam sektor
politik luar negeri ialah perbaikan citra Indonesia sehingga
investasi asing pun dapat mengalir membantu perekonomian
Indonesia yang masih terseok akibat krisis. Kebanyakan
15
keberhasilan Gusdur lebih berpusat pada pengelolaan konflik
melalui agregasi kepentingan yang baik. Namun dengan
kepemimpinan yang banyak dianggap menyimpang, seperti
misalnya ketika ingin membuka hubungan diplomatik dengan
Israel yang akhirnya mendapat banyak penentangan, lalu
kemampuan fisiknya yang dianggap kurang layak, Gusdur
akhirnya segera diturunkan jabatannya, dan digantikan oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri.
Megawati Soekarnoputri
Setelah Gus Dur diturunkan dari jabatan Presiden RI
dengan kurang hormat, Megawati yang pada saat itu menjabat
sebagai wakil presiden naik menggantikan posisi Gusdur sebagai
Presiden RI yang kelima. Megawati mewarisi kondisi domestic
Indonesia yang kacau dan kondisi hubungan luar negeri
Indonesia yang minim kepercayaan internasional. Megawati
dalam memimpin banyak mengambil kebijakan yang berorientasi
kanan yang ditandai dengan dijadikannya Amerika Serikat
sebagai negara non-Asia pertama yang dikunjungi Megawati.
Selanjutnya, Megawati banyak melakukan kunjungan luar negeri
sebagai bentuk kelanjutan usaha-usaha pendahulunya untuk
mencari dukungan dan kerjasama luar negeri.
Kebijakan luar negeri Megawati yang menarik adalah
kerjasama dengan Rusia melalui pembelian pesawat Sukhoi.
Kebijakan yang lain adalah pemutusan hubungan dengan
International Monetary Fund (IMF). Dalam kedua hal tersebut,
terbukti bahwa Megawati mereduksi kecenderungannya pada
Barat dan berusaha bertindak netral. Meskipun demikian banyak
yang menyebut era kepemimpinan Megwati seperti mendayung
16
yang menabrak karang terus menerus. Hutang Indonesia pada
saat itu masih belum bisa tertanggulangi dengan baik. Megawat
menjalankan strategi poltik luar negeri yang cenderung low
profile.
Pada masa Megawati ini, terjadi peristiwa Bom Bali yang
menjadi ujian bagi politik luar negeri Indonesia. Semenjak
peristiwa tersebut, isu terorisme menjadi perhatian Indonesia di
forum internasional dan lagi-lagi mencoreng citra baik yang
sedang dibangun Indonesia. Akan tetapi berkat kepiawaian
Departemen Luar Negeri yang saat itu menjabat, maka
permasalahan ini tidak berdampak sangat serius terhadap
hubungan internasional Indonesia. Sayangnya, di tengah-tengah
usaha untuk membangun kembali diplomasi Indonesia, justru
terjadi kegagalan diplomasi terkait sengketa pulau Sipadan dan
Ligitan dengan Malaysia yang berakibat terhadap lepasnya
kedua pulau out dari NKRI.
Secara umum dapat dilihat bahwa kepentingan nasional
Indonesia pada era Megawati masih seputar menjaga stabilitas
ekonomi, politik dan pertahanan serta keamanan. Di sisi lain,
perjuangan untuk memulihkan citra baik Indonesia di mata
internasional masih terus dilakukan melalui diplomasi untuk
bantuan dan dukungan asing, investasi sektor swasta,
perdagangan bebas, promosi sistem politik yang demokratis dan
otonomi kekuatan regional. Pada masa tersebut, Megawati
memusatkan perhatian politik luar negeri Indonesia pada wilayah
regional terlebih dahulu.
Susilo Bambang Yudhoyono
17
Susilo bambang Yudhoyono atau yang sering disebut SBY
naik pertama kali menjadi Presiden RI pada pemilu tahun 2004.
Kemudian pada pemilu tahun 2009, beliau kembali terpilih dan
menjabat sebagai Presiden RI.
Dalam masa pemerintahannya, pertumbuhan ekonomi
Indonesia mengalami kepesatan dan menjadi sorotan di mata
internasional. Dalam konteks regionalisme, Indonesia telah
menjadi salah satu bukti kebangkitan negara-negara Asia,
konstelasi negara G-20 dan ASEAN sebagai poros utama
kawasan. Sebagai bukti bahwa kini Indonesia dipandang aman
oleh pihak internasional ialah bahwa Indonesia pada tahun 2011
lalu berhasil menjadi tuan rumah bagi East Asia Summit (KTT
Asia Timur) yang menjembatani kepentingan negara- negara
Asia Timur dan Asia Tenggara.
Saat ini dengan adanya perubahan hubungan dengan
negara- negara barat dan perubahan dengan negara- negara
komunis maupun mantan komunis, maka terdapat pula
perubahan isu- isu yang menjadi konsentrasi utama. Pemerintah
Indonesia kini mengarahkan politik luar negerinya kepada isu- isu
demokrasi, HAM, lingkungan hidup, ketahanan pangan, krisis
energi dan krisis utang di Eropa.
Politik luar negeri yang dilakukan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono memiliki beberapa ciri sebagai berikut6:
Opportunity Driven: Mendayagunakan segala kesempatan
yang ada secara optimal.
Win Win Solution: Memberikan solusi yang menguntungkan
kedua belah pihak.
6
18
Constructive: Indonesia ikut berperan dalam kegiatan-
kegiatan yang mendorong terciptanya kestabilan regional.
Rasional dan Pragmatis: Menggunakan rasio dalam berpikir
dan perimbangan keputusan serta berpikir secara pragmatis
atau manfaat.
Soft Power: Menggunakan cara halus dan tidak memaksa
agar negara lain berbuat sesuai dengan apa yang negara
Indonesia inginkan.
Personal: Pendekatan dilakukan kepada pemimpin setiap
negara untuk menjalin persahabatan.
Dengan pendekatan yang dianut tersebut, maka Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menerapkan politik luar negeri yang
konstruktif untuk membangun stabilitas nasional dan
internasional dengan membawa semboyan All Directions Foreign
Policy (Politik luar negeri ke segala arah). Hal ini berarti bahwa
Indonesia tidak hanya memihak ke satu pihak saja, sesuai
dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Selain itu,
Indonesia juga menganut paham A Million Friends, Zero Enemy
yang artinya merangkul sebanyak-banyaknya kawan dengan
menggunakan soft power sehingga meminimalisir kemungkinan
adanya musuh.
Kepentingan nasional yang diutamakan lebih kepada
mengelola integritas nasional, pengelolaan konflik dan citra baik
Indonesia agar terjamin hubungan internasional yang tetap
lancar. Instrumen- instrumen yang digunakan Indonesia dalam
melaksanakan politik luar negeri antara lain ialah partisipasi
Indonesia dalam forum- forum kawasan maupun internasional
seperti ASEAN, PBB, G-20, APEC, ASEM maupun WTO. Di samping
itu kunjungan kenegaraaan beragai kepala negara asing ke
Indonesia juga mencitrakan semakin bertumbuhnya kepercayaan
19
internasional terhadap Indonesia dan semakin banyak hubungan
bilateral yang mampu dijalin pemerintah Indonesia dengan luar
negeri. Instrumen lain yang digunakan ialah perdagangan
internasional, investasi swasta, dukungan internasional dan
intstrumen- instrument multidimensi lainnya yang bisa
mendukung tercapainya kepentingan nasional Indonesia.
Dampak dan realisasi dari berbagai bentuk kebijakan
politik luar negeri terseut ialah bahwa saat ini Indonesia
merupakan poros kekuatan ASEAN dan menjadi Co- Chair pada
New Asia- Africa Strategic Partnership. Selain itu, dialog intensif
yang terjalin dengan negara- negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura dan Australia juga membuka lebih mudahnya terjadi
perlindungan hukum agi warga negara Indonesia yang berada di
luar negeri. Perbaikan citra Indonesia sebagai negeri yang damai,
indah dan kaya budaya juga mampu memberi sumbangsihnya
tersendiri terutama dalam bidang kepariwisataan.
Kemajuan yang pesat pada era politik luar negeri Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono diindikatori dengan banyaknya
investasi yang masuk dan jalinan kerjasama antara Indonesia
dan negara- negara tetangga. Selain itu, konflik separatism di
Aceh berhasil diselesaikan dan konflik- konflik lain pun berhasil
diredam. Saat ini Indonesia menjadi salah satu pusat kekuatan di
Asia Tenggara yang sedang terus berkembang.
20
BAB 3
PENUTUP
Sejak merdekanya Negara Republik Indonesia dari
penjajahan pada tahun 1945, Indonesia tentu saja telah aktif
dalam dunia internasional. Hal ini bertujuan untuk menegaskan
eksistensinya di dunia ini serta memajukan negeri ini, yang mana
semua ini dilakukan melalui politik luar negeri. Politik luar negeri
Indonesia terdiri dari kebijakan-kebijakan luar negeri yang
dilakukan Indonesia, yang mana kebijakan ini memiliki sejarah
dan landasan yang membentuknya. Adapun landasannya terbagi
menjadi dua yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Lalu berdasarkan dua landasan ini, maka politik luar negeri
Indonesia memiliki sikap ‘Bebas-Aktif’. Namun sayangnya,
dikarenakan berbagai alasan, beberapa kali politik luar negeri
yang dilakukan keluar dari konteks Bebas-Aktif, meskipun pada
akhirnya tetap kembali lagi kepada prinsip Bebas-Aktif.
Dalam membahas politik luar negeri Indonesia, dapat
dibahas dengan membaginya ke dalam tiga golongan waktu
yakni Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Sejak zaman
Orde Lama hingga saat ini, politik luar negeri Indonesia telah
banyak mengalami dinamika yang disebabkan berbagai hal,
misalnya dengan perbedaan gaya kepemimpinan setiap
pemimpin yang memimpin, situasi internasional dan domestik,
serta hambatan-hambatan lain yang mengganggu. Namun meski
begitu, sangat banyak juga kepentingan Indonesia yang telah
21
tercapai berkat strategi politik luar negeri Indonesia yang
dilancarkan oleh para pemimpin-pemimpin Indonesia yang luhur
di setiap masanya.
DAFTAR PUSTAKA
Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Orde Lama. [WWW].
Diakses dari:
http://knpi-takalar.or.id/index.php/component/k2/item/541-
politik-luar-negeri-indonesia-masa-orde-lama. [Diakses
pada: 04 Mei 2013].
PRAWIRASAPUTRA, SUMPENA (1985) Politik Luar Negeri Republik
Indonesia. Bandung: CV Remadja Karya.
PUSPITASARI, VIANI (2013) Perkuliahan 1 Politik Luar Negeri. 18
Februari 2013.
WIDHIASIH, ANGGRAENI (2013) Politik Luar Negeri RI Era
Reformasi. Kompasiana, 09 Januari Diakses dari:
http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/09/politik-luar-
negeri-ri-era-reformasi-522800.html.
WIDHIASIH, ANGGRAENI (2013) Politik Luar Negeri RI pada Era
Orde Lama. Kompasiana, 09 Januari Diakses dari:
http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/09/politik-luar-
negeri-ri-pada-era-orde-lama-soekarno-522796.html.
22
WIDHIASIH, ANGGRAENI (2013) Politik Luar Negeri RI pada Era
Orde Baru. Kompasiana, 09 Januari Diakses dari:
http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/09/politik-luar-
negeri-ri-pada-orde-baru-soeharto-522797.html.
WURYANDARI, GANEWATI (2008) Politik Luar Negeri Indonesia
Era Orde Lama. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah
Pusaran Politik Domestik. Jakarta: Pustaka Pelajar.
23