2
Kasus 1 Seorang mahasiswa,pertukaran pelajar dari amerika serikat melanjutkan S2 nya di ITB,Indonesia. Dia sudah menetap selama 3 bulan, tanpa saudara dan tanpa teman , suatu hari dia mengalami gangguan pada kornea matanya karena kemasukan serpihan kaca sehingga harus di oprasi di RS setempat, dalam keadaan lemas dan tidak berdaya pihak rumah sakit langsung melakukan tindakan oprasi tanpa meminta proses persetujuan pasien karena dianggap keadaan darurat jadi tidak perlu mengisi informant consent, pasien dianggap setuju dengan tindakan oprasi dengan menggangukkan kepala saja, setelah operasi selesai pasien berada diruangan recovery room masih dalam keadaan tidak sadar, bebrapa hari kemudian ada sekelompok orang yang dating ke RS tersebut dan menagaku sebagai kerabat pasien dari amerika, namun sekelompok orang tersebut tidak membawa bukti bahwa mereka adalah kerabat pasien. Dan tidak memungkinkan pula untuk kembali ke amerika, namun kerabat pasien tersebut dipersilahkan menengok pasien dengan pengawasan petugas dengan penahanan kartu penduduk karena hanya itu yang mereka bawa. Namun anehnya beberapa hari diruang recovery room pasien tidak sadar- sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan ulang ternyata pasien mengalamai kerusakan otak, salah satu kerabat pasien menduga adanya malpraktik, salah satu dari kerabat pasien tersebut mencoba mendalami kasus ini dengan mempelajari aspek penatalaksaan diagnose yang diderita pasien dan aspek regulasi yang berlaku di Indonesia karena mereka berencana menuntut RS tersebut atas dugaan malpraktik. Atas dasar pengetahuan dan informasi yang dipelajari dan didapat mereka yakin melakukan tindakan penuntutan kepada RS dan meminta RS untuk mengizinkan mereka untuk mengakses bukti dokumen RM pasien, namun RS menolak hal tersebut karena bagi RS akses dokumen RM atas autentifikasi dari pasien dan kerabat pasien tidak cukup bukti untuk mengakses berkas sedangkan kerabat pasien sangat meyakini berkas RM adalah satu-satunya bukti yang terkuat untuk menuntut RS dengan melihat kelengkapan pengisian inform concent tindakan operasi mata pasien dan melihat catatan pengawasan dan perkembangan pasien yang dilakukan perawat. Kerabat pasien tersebut sangat yakin terdapat kelalaian perawat dalam pengawasan jumlah dan kedalaman pernapasan pasien sehingga terjadi komplikasi dan ada kerusakan pada otak.

POMR 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hak akses dokumen

Citation preview

Page 1: POMR 5

Kasus 1Seorang mahasiswa,pertukaran pelajar dari amerika serikat melanjutkan S2 nya di ITB,Indonesia. Dia sudah menetap selama 3 bulan, tanpa saudara dan tanpa teman , suatu hari dia mengalami gangguan pada kornea matanya karena kemasukan serpihan kaca sehingga harus di oprasi di RS setempat, dalam keadaan lemas dan tidak berdaya pihak rumah sakit langsung melakukan tindakan oprasi tanpa meminta proses persetujuan pasien karena dianggap keadaan darurat jadi tidak perlu mengisi informant consent, pasien dianggap setuju dengan tindakan oprasi dengan menggangukkan kepala saja, setelah operasi selesai pasien berada diruangan recovery room masih dalam keadaan tidak sadar, bebrapa hari kemudian ada sekelompok orang yang dating ke RS tersebut dan menagaku sebagai kerabat pasien dari amerika, namun sekelompok orang tersebut tidak membawa bukti bahwa mereka adalah kerabat pasien. Dan tidak memungkinkan pula untuk kembali ke amerika, namun kerabat pasien tersebut dipersilahkan menengok pasien dengan pengawasan petugas dengan penahanan kartu penduduk karena hanya itu yang mereka bawa.

Namun anehnya beberapa hari diruang recovery room pasien tidak sadar-sadar. Setelah dilakukan pemeriksaan ulang ternyata pasien mengalamai kerusakan otak, salah satu kerabat pasien menduga adanya malpraktik, salah satu dari kerabat pasien tersebut mencoba mendalami kasus ini dengan mempelajari aspek penatalaksaan diagnose yang diderita pasien dan aspek regulasi yang berlaku di Indonesia karena mereka berencana menuntut RS tersebut atas dugaan malpraktik.

Atas dasar pengetahuan dan informasi yang dipelajari dan didapat mereka yakin melakukan tindakan penuntutan kepada RS dan meminta RS untuk mengizinkan mereka untuk mengakses bukti dokumen RM pasien, namun RS menolak hal tersebut karena bagi RS akses dokumen RM atas autentifikasi dari pasien dan kerabat pasien tidak cukup bukti untuk mengakses berkas sedangkan kerabat pasien sangat meyakini berkas RM adalah satu-satunya bukti yang terkuat untuk menuntut RS dengan melihat kelengkapan pengisian inform concent tindakan operasi mata pasien dan melihat catatan pengawasan dan perkembangan pasien yang dilakukan perawat. Kerabat pasien tersebut sangat yakin terdapat kelalaian perawat dalam pengawasan jumlah dan kedalaman pernapasan pasien sehingga terjadi komplikasi dan ada kerusakan pada otak. Kerabat pasien mempelajari hal tersebut melalui penatalaksaan diagnose dan mempelajari berkas RM.

Kerabat pasien menggugat RS secara pidana dan perdata sesuai UU no. 44 thn 2009 tentang RS pasal 32 point Q dan mengeluhkan pelayanan RS yang tidak sesuai dengan standart pelayanan melalui media cetak dan elektronik (UU no 44 thn 2009 pasal 32 point R) dan menggugat RS dengan UU no 88 thn 1999 pasal 45 tentang perlindungan konsumen.

Menurut pendapat anda apa yang harus dilakukan oleh perekam medis dan informasi kesehatan dalam menghadapi hal ini? Bagaimana hak akses dokumen terhadap orang yang mengaku sebagai kerabat pasien namun mereka tidak membawa bukti apapun?? Jika anda memperbolehkan hak akses, apakah anda tidak berfikir bahwa ini adalah jebakan yanag akan meruntuhkan RS anda karena bisa saja mereka bukan keluarga pasien, bisa saja mereka adalah orang yang ingin meraup keuntungan dari gugatan ini atau pihak yang ingin mengklaimkan asuransi pasien di amerika untuk meraup keuntungan pribadi bagaimana pendapat anda??

Page 2: POMR 5

Kasus 2Seorang calon dokter ingin melakukan penelitian kesehatan dengan penijauan retrospektif berkas RM pasien pada sebuah RS yang sudah menrapkan full EMR pada semua bidang pelayanan. Dan tidak ada berkas RM sama sekali. Sedangkan system EMR yang diterapkan proses otentifikasi dan otorisasi sudah menggunakan scan sidik jari, suara, dan kornea mata dari petugas yang memiliki hak akses berkas RM pasien di computer sebagai prinsip dasar konfidensial (keamanan) RM.

Menurut pendapat anda bagaimana aspek hak akses dokumen yang dapat dilakukan peneliti untuk melakukan penijauan berkas???