Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM MENGONSUMSI OBAT
ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS POLONIA MEDAN TAHUN 2019
TESIS
POPPY INDAH TRISTIYANA NIM. 17020111068
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
2019
TUBERKULOSIS PARU DALAM MENGONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
POLONIA MEDAN TAHUN 2019
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memeroleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
Oleh :
POPPY INDAH TRISTIYANA NIM. 17020111068
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
2019
Tanggal Lulus : Telah diuji pada tanggal : 14 November 2019 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : 1 Dr. Asyiah Manjorang, S.Kep., Ns, M.Kes Anggota : 2 Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes 3 Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H 4 Dr. Anto, SKM., M.Kes., MM., M.Kes
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI
Sebagai civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan
Helvetia Medan, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : Poppy Indah Tristiyana NIM : 1702011068 Minat Studi : Manajemen Rumah Sakit Fakultas : Kesehatan Masyarakat Jenis karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada fakultas kesehatan masyarakat Hak Bebas Royalty Non Ekslusif atau ( Non Exclusive Royalty Free Right ) atau tesis saya yang berjudul :
“Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Polonia
Medan Tahun 2019”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalty Non Ekslusif Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan berhak menyimpan, Mengalih media format, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian persyaratan ini saya buat dengan sebenarnya.
Di buat di : Medan Pada Tanggal, Oktober 2019
Yang Menyatakan
Poppy Indah Tristiyana
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang
berjudul “Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru Dalam
Mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Polonia Medan Tahun
2019”.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) pada Program Studi
S2 Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak,
baik dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Penasehat Yayasan
Helvetia.
2. Iman Muhammad, S.E., S.Kom.,M.M., M.Kes., selaku ketua Yayasan
Helvetia.
3. Dr. H. Ismail Effendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia.
4. Dr. dr. Hj. Arifah Devi Fitriani, M.Kes, selaku Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Institut Kesehatan Helvetia.
5. Teguh Suharto, S.E., M.Kes., selaku wakil Rektor II Institut Kesehatan
Helvetia
6. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia, sekaligus pembimbing II yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
7. Dr. Anto, SKM., M.Kes., MM, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia, sekaligus Penguji II
yang telah meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam
membimbing penulis selama penyusunan tesis ini.
8. Dr. Asyiah Simanjorang, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Pembimbing I yang
telah meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing
penulis selama penyusunan tesis ini.
9. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H. selaku Penguji I yang telah meluangkan
waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulisan selama
penyusunan tesis ini.
10. Seluruh Dosen Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat yang telah
mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
11. Teristimewa Ayahanda Sutrisno, S.Pd.I. M.Pd dan Ibunda Suprapti, SKM,
M.Kes yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil serta
mendoakan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
kerena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Sekian
dan Terima Kasih.
Medan, Oktober 2019
Penulis,
Poppy Indah Tristiyana
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS Nama : Poppy Indah Tristiyana
Tempat/Tanggal Lahir : Lampung tanggal 27 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak Ke : Anak ke- 2 (dua) dari dua bersaudara
Alamat : Jl. Karya Kasih (Villa Karya Kasi ) No 1D Medan.
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Sutrisno, S.Pd.I. M.Pd
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Suprapti, SKM
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Purworejo RT 005, RW 002, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
III. RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 2003-2004 : TK Pertiwi Kotagajah Lampung Tengah Tahun 2004-2009 : SD 02 Kotagajah Lampung Tengah Tahun 2009-2011 : SMP Negeri 02 Kotagajah Lampung Tengah, Tahun 2011-2013 : SMA Negeri 01 Kotagajah Tahun 2013-2017 : S1 Kedokteran Universitas Islam Sumatera
Utara Tahun 2017- 2019 : Institut Kesehatan Helvetia Medan S2 Kesehatan Masyarak
ABSTRAK
Poppy Indah T. Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 (dibimbing oleh Asyiah Simanjorang dan Asriwati)
Tuberkulosis Paru (TB) merupakan masalah kesehatan, Kepatuhan pemakaian obat tuberculosis (OAT) sangatlah penting karena akan menimbulkan resistensi terhadap OAT atau yang disebut dengan Multi Drugs Resistence (MDR). Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis factor yang memengaruhi perilaku penderita TB Paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
Jenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan. Populasi penelitian adalah pasien Tuberkulosis Paru kategori I yang berkunjung di Puskesmas Polonia Medan dari bulan Oktober - November tahun 2019, sampel diperoleh dengan total sampling sebanyak 48 orang. Data dianalisis dengan Chi Square dan Regresi Logistik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 36-45 tahun yaitu sebanyak 24 (50,00%), berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 (64,58%), tamatan SMA yaitu sebanyak 21 (43,75%) responden. Berdasarkan hasil analisa bivariat didapatkan bahwa nilai p-value
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ................................................ ix Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... xi ABSTRACT ..................................................................................................... xii ABSTRAK ..................................................................................................... xiii DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar belakang ............................................................................. 1 1.2. Rumusan masalah ........................................................................... 5 1.3. Tujuan penelitian ............................................................................ 5
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................... 5 1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6 1.4.1 Manfaat Teoretis ..................................................................... 6 1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................ 9 2.2. Telaah Teori .................................................................................... 9
2.2.1 Kepatuhan ........................................................................... 9 2.2.1.1 Pengertian Kepatuhan .............................................. 9 2.2.1.2 Ketidakpatuhan ......................................................... 11
2.2.2 Tuberkulosis ......................................................................... 13 2.2.2.1 Pengertian Tuberkulosis ............................................ 13 2.2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Paru ............................... 14 2.2.2.3 Patogenesis Tuberkulosis Paru ................................... 15 2.2.2.4 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru ................................ 16 2.2.2.5 Cara Mendiagnosis Tuberkulosis Paru ..................... 17 2.2.2.6 Pengobatan Tuberkulosis Paru ................................... 19 2.2.2.7 Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis Paru ....... 21 2.2.2.8 Komplikasi ................................................................. 25
2.2.3 Perilaku Kesehatan .............................................................. 25 2.2.3.1 Pengertian Perilaku Kesehatan ................................... 25 2.2.3.2 Respon Perilaku ......................................................... 26 2.2.3.3 Macam-Macam Perilaku ............................................ 26 2.2.3.4 Perilaku Precede-preceed Green ................................ 27
2.2.3.5 Fakto-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat ............................................................... 31
2.2.3.6 Kerangka Teori........................................................... 34 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 35 2.4 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 37 3.1 Jenis penelitian ................................................................................ 37 3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ............................................................. 37
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 37 3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................... 37
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 37 3.3.1 Populasi .................................................................................. 37 3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................. 38
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 38 3.4.1 Jenis Data ............................................................................... 38 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 38 3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................. 39
3.5 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran ................................. 40 3.5.1 Definisi Operasional ................................................................ 40 3.5.2 Aspek Pengukuran .................................................................. 41
3.6 Metode Pengolahan Data .................................................................. 41 3.7 Analisis Data ..................................................................................... 41
BAB IV HASIL ANALISIS ........................................................................... 50 4.1 Gambaran Umum Puskesmas Polonia Medan .................................. 50
4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas ..................................................... 50 4.1.2 Fasilitas Gedung Permanen di Puskesmas Polonia ................. 51
4.2 Analisis Data Univariat .................................................................... 51 4.2.1 Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Polonia
Medan tahun 2019 .................................................................. 52 4.2.1.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019.......................... 52
4.2.1.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ......................... 53
4.2.1.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ............................................ 55
4.2.1.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ............................................
4.2.1.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga
Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ......................... 60
4.2.1.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengawasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 62
4.2.1.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Anti Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 65
4.3 Analisis Data Bivariat ....................................................................... 66 4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat
Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ........................................................................................ 66
4.3.2 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ........................................................................................ 66
4.3.3 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ........................................................................................ 67
4.3.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ........................................................................................ 68
4.3.5 Pengaruh Penagwasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................................................................ 69
4.4 Analisis Multivariat .......................................................................... 70
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 72 5.1 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................. 72 5.2 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................. 76 5.3 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat Anti
Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ................. 79 5.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Pasien Dalam Mengonsumsi Obat
Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 ......... 82 5.5 Pengaruh Penagwasan Minum Obat Pasien Dalam Mengonsumsi
Obat Anti Tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan Tahun 2019 86
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 89 6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 89 6.2 Saran ................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Efek Samping Obat Tuberkulosis ................................................................. 21
3.1 Hasil Uji Validitas Pengetahuan ................................................................... 42
3.2 Hasil Uji Validitas Sikap ............................................................................... 43
3.3 Hasil Uji Validitas Persepsi ......................................................................... 43
3.4 Hasil Uji Validitas Dukungan Keluarga ....................................................... 44
3.5 Hasil Uji Validitas Pengawas Minum Obat .................................................. 44
3.6 Hasil Uji Rehabilitas ..................................................................................... 45
3.7 Aspek Pengukuran ........................................................................................ 46
4.1 Distribusi Karakteristik Responden .............................................................. 52
4.2 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ................... 54
4.3 Distribusi Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB .............................. 54
4.4 Distribusi Persepsi Pasien DalamMengonsumsi Obat TB .......................... 55
4.5 Distribusi Dukungan Keluarga Dalam Mengonsumsi Obat TB .................. 55
4.6 Distribusi Pengawas Minum Obat Dalam Mengonsumsi Obat TB ............. 56
4.7 Distribusi Kepatuhan Mengonsumsi obat TB .............................................. 56
4.8 Pengaruh Pengetahuan Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB .................... 57
4.9 Pengaruh Sikap Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ............................... 58
4.10 Pengaruh Persepsi Pasien Dalam Mengonsumsi Obat TB ......................... 59
4.11 Pengaruh Dukungan Keluarga Dalam Mengonsumsi Obat TB ................. 59
4.12 Pengaruh Pengawasan Minum Obat Dalam Mengosumsi Obat TB ........... 60
4.13 Seleksi Variabel yang Menjadi Kandidat Model dalan Uji Regresi Logistik Berdasrkan Analisa Bivariat ............................................................................... 61
4.14 Hasil Tahapan Pertama Analisis Regresi Logistik ...................................... 62
4.15 Hasil Tahapan Akhir Analisis Regresi Logistik.......................................... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 3.1 Kerangka Teori .......................................................................................... 33 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Koesioner Penelitian .................................................................................. 93
2. Master Tabel Penelitian.............................................................................. 100
3. Output Spss ................................................................................................ 102
4. Surat Ijin Survey Awal .............................................................................. 125
5. Surat Permohonan Uji Validitas ................................................................ 126
6. Surat Balasan Uji Validitas ........................................................................ 127
7. Surat Ijin Penelitian .................................................................................... 128
8. Surat Balasan Penelitian Dinas Kota Medan ............................................. 129
9. Surat Balasan Selesai Penelitian ................................................................ 130
10. Lembar Revisi ............................................................................................ 131
11. Lembar Konsultasi Pembimbing I ............................................................. 132
12. Lembar Konsultasi Pembimbing II ............................................................ 133
13. Foto-Foto Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis Paru (TB) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan saluran pernafasan dan merupakan penyakit nomor satu
terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
Tuberkulosisi adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
mycrobacterium tuberkulosis yang dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA),
yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak
diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian (1).
Berdasarkan Global Truberculosisi Report WHO tahun 2017, secara
global kasus baru tuberkulosis sebanyak 10,4 juta kasus, setara dengan 120 kasus
per 100.000 penduduk. 5 negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India,
Indonesia, China, Philipina, Pakistan. Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab
kematian tertinggi di dunia dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan
1,3 juta pasien (2).
Berdasarkan Global Truberculosisi Report WHO tahun 2017, angka
insidensi tuberkulosisi di Indonesia pada tahun 2017 mengalami peningkatan
sebanyak 420.994 kasus dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2016
sebanyak 360.565 kasus dan 2015 330.910 kasus. Menurut jenis kelamin, jumlah
kasus pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan
pada perempuan pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia. Dari hasil
survey prevalensi tuberkulosis didapatkan bahwa laki-laki memiliki resiko tertular
3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan, hal initerjadi karena laki-laki
lebih banyak terpapar pada faktor risiko TBC misalnya merokok dan
ketidakpatuhan minum obat (3).
Berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun 2015 provinsi yang
tertinggi menderita TBC per 100.000 penduduk yaitu Sulawesi Utara (238), Papua
Barat (235), DKI jakarta (222), dan Provinsi yang terendah menderita TBC per
100.000 penduduk yaitu, Bali (70), Yogyakarta (73), Riau (92). Sedangkan
Sumatera Utara menempati urutan ke enam nasional dengan jumlah TB Paru 165
kasus per 100.000 penduduk di Indonesia (4).
Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosisi di Indonesia dari
tahun 2008 sampai dengan tahun 2017 cenderung mengalami penurunan. Pada
tahun 2008 sebanyak 89,5%, pada tahun 2009 sebanyak 89,2%, pada tahun 2010
sebanyak 88,1%, 2011 sebanyak 88,0%, 2012 sebanyak 84,9%, 2013 sebanyak
87,0%, 2014 sebanyak 85,1%, 2015 sebanyak 85,8%, 2016 sebanyak 85,0%, dan
pada tahun 2017 sebanyak 85,7% (5).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Medan tahun 2016
ditemukan jumlah kasus baru BTA + sebanyak 2.829 kasus, bila dibandingkan
dengan kasus baru BTA + yang ditemukan pada tahun 2015 sebanyak 3.111 kasus
dan tahun 2014 sebanyak 3.047 kasus, jumlah kasus Tersebut mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya pelayanan kesehatan TB
yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan juga melalui program
lintas sektor yang perduli terhadap kejadian TB di Kota Medan (6).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Medan tahun 2017,
TB berjumlah 5.386 jiwa, TB Paru BTA Positif sebanyak 2.966 kasus, adapun
BTA positif yang diobati sebanyak 2.966 kasus. Tahun 2012 TB berjumlah 5.936
jiwa, TB Paru BTA Positif sebanyak 2.286 jiwa, adapun BTA Positif yang diobati
sebanyak 2.286 jiwa (6).
Berdasarkan banyaknya kasus tuberkulosis maka pemerintah
mengeluarkan kebijakan dalam penanggulangan tuberkulosis melalui pengadaan
obat anti tuberkulosis (OAT) dalam strategi (Direcly Obsrved Treatment
Shoutcourse) DOTS. DOTS memiliki lima komponen yaitu komitmen pemerintah
untuk mempertahankan kontrol terhadap TB paru, deteksi kasus TB paru dari
orang-orang yang memiliki gejala melalui pemeriksaan dahak, pengobatan teratur
selama 6 sampai 8 bulan yang di awasi, persediaan obat TB paru yang rutin dan
tidak terputus, dan sisitem laporan untuk evaluasi perkembangan pengobatan dan
program (7).
Kepatuhan pemakaian obat TB sangatlah penting karena bila pengobatan
tidak dilakukan secara teratur, tidak sesuai dengan waktu pengobatan, dan
penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) tidak adekuat akan menimbulkan
resistensi terhadap OAT atau yang disebut dengan Multi Drugs Resistence
(MDR), Penderita tuberkulosis tersebut akan menjadi sumber penularan kuman
yang resisten di masyarakat. Resistensi kuman terhadap OAT harus ditanggulangi
agar tidak menimbulkan situasi yang lebih parah, sehingga dibutuhkan
pengobatan yang efektif dan rasional agar penderita tuberkulosis paru sembuh dan
insidens tuberkulosis dapat diturunkan (8).
Banyak faktor yang diduga mempengaruhi ketidakpatuhan untuk berobat
secara teratur yaitu faktor, ekonomi, kultural, personal ( pengetahuan, keyakinan,
dan motivasi minum obat yang rendah.), pendidikan, dan, dukungan keluarga.
Berbagai penelitian membuktikan hanya dengan mengatasi faktor-faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap kepatuhan berobat. Ketidakpatuhan terhadap strategi
pengobatan sering terjadi dan menjadi penyebab tersering gagalnya terapi inisial
dan kasus kambuh (7).
Untuk mendapat kesembuhan penderita TB harus memiliki keyakinan diri
tentang seberapa serius kondisi dan gejala penyakit yang diderita dan dampak
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga penderita TB mampu menjalankan
pengobatan dalam jangka waktu yang lama dan penderita TB memiliki keyakinan
untuk sembuh dari penyakit tersebut.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas
Polonia Medan terhadap 10 orang pasien yang menderita tuberkulosis paru
dengan melakukan wawancara, diketahui bahwa sebanyak 8 orang yang
menyataan bahwa tidak perlu minum obat berkali-kali, karena dengan minum 1
kali saja sudah sembuh. Pernyataan penderita tuberkulosis terkait ketidakpatuhan
minum obat bahwa masih kurangnya pengetahuan dan buruknya persepsi pasien
mengenai penyakit yang dideritanya dan juga mengenai tatalaksana pengobatan
penyakit tuberkulosis paru dan kurangnya dukungan dari keluarga dalam
memotivasi minum obat tuberkulosis paru sehingga penderita tuberkulosis tidak
tuntas dalam pengobatannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul penelitian “Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Penderita TB Paru dalam Mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan tahun 2019”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: faktor apa sajakah yang memengaruhi perilaku penderita TB Paru dalam
mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019?
1.3 TujuanPenelitian
1.3.1 TujuanUmum
Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi perilaku penderita TB Paru
dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun
2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat
anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
2. Untuk menganalisis pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti
tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
3. Untuk menganalisis pengaruh persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti
tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
4. Untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga dalam mengonsumsi obat
anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
5. Untuk menganalisis pengaruh pengawasan minum obat pasien dalam
mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
6. Untuk menganalisis variabel yang paling berpengaruh dalam mengonsumsi
obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Mahasiswa di Institut Kesehatan Helvetia
Untuk menerapkan teori-teori dan pengetahuan tentang kesiapsiagaan Dinas
Kesehatan terhadap penanggulangan bencana banjir dan perlu untuk diteliti
lebih dalam.
2. Bagi Akademik
Dapat dijadikan sebagai referensi dan perbandingan bagi peneliti lain, yang
berminat mengembangkan topik bahasan ini, yaitu tentang kesiapsiagaan
Dinas Kesehatan terhadap penanggulangan bencana banjir
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penderita
Memberikan pengetahuan, motivasi dan dukungan kepada penderita tuberkulosis
Paru dalam rangka kesembuhan terhadap pengobatan tuberkulosis paru .
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Polonia Medan dalam
melaksanakan program penanggulangan tuberkulosis paru dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita tuberkulosis
paru.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan bagi
peneliti lain, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempegaruhi prilaku
penderita tuberkulosisi dalam menkonsumsi obat pada penderita
tuberkulosis paru dan diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
4. Bagi Peneliti Sendiri
Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan serta pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai perilaku
penderita TB Paru dalam menkonsumsi OAT pada pasien tuberkulosis
paru serta dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian di masa yang
akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sufatmi (2014) yang dilakukan di Balai Kesehatan Tanjung Balai
menyimpulkan bahwa Dari hasil analisis chi-square antara pengetahuan dengan
ketidakpatuhan minum obat diperoleh nilai p = 0,002 dan OR = 5,833. Karena
nilai p (0,002) < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dengan ketidakpatuhan minum obat (9).
Nurayati (2014) di Puskesmas Glugur darat menyimpulkan bahwa dari hasil
uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan
ada pengaruh yang signifikan antara sikap mendukung pengawas menelan obat
terhadap kepatuhan minum obat). Kemudian hasil analisis diperoleh pula nilai 0R
2,138 (95% CI = 1,439-3,176), artinya penderita tuberkulosis paru yang
memperoleh sikap mendukung dari pengawas menelan obat saat komunikasi
interpersonal 2,1 kali untuk patuh minum obat dibandingkan penderita
tuberkulosis paru yang tidak mendapatkan sikap mendukung dari pengawas
menelan obat (10).
Silaswati (2014) yang berjudul“Faktor Kunci Ketidakpatuhan Pengobatan
Tuberkulosis Paru Di Puskesmas WilayahKecamatan Bekasi Timur”,
menyimpulkan bahwa pada hasil penelitiannya beberapa faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan seperti usia (p value 1,000), jenis kelamin (p value
0,948), pendidikan (p value 0,047), pengetahuan (p value 0,016), pekerjaan(p
value 1,000) dan motivasi (p value 0,037). Dengan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa ketidakpatuhan memiliki hubungan yang signifikan dengan
pendidikan, pengetahuan dan motivasi, namun tidak berhubungan dengan usia,
jenis kelamin dan pekerjaan (11).
Bertin (2009), yang berjudul ”Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pengobatan pada pasien TB di wilayah Jawa Tengah”, meyimpulakn
bahwa pada hasil penelitainnya terdapat pengaruh yang kuat antara jarak tempat
tinggal pasien hingga tempat pengobatan dengan nilai p=0,097, status gizi p=1,00
dengan keteraturan berobat p=0,00, r=0,75 terhadap keberhasilan pengobatan (12).
Novitasari (2017), pada penderita TB di Puskesmas Patrang Kabupaten
Jember pada tahun 2017 didapatkan hasil adanya hubungan antara efikasi
(keyakinan diri) dengan kepatuhan mengkonsumsi obat TB (13).
2.2 Telaah Teori
2.2.1 Kepatuhan
2.2.1.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan (Compliance) adalah tingkat pasien melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh yang lain.
Konsep kepatuhan (Compliance) dalam konteks medis, sebagai tingkatan yang
menunjukkan perilaku pasien dalam mentaati atau mengikuti prosedur atau saran
ahli medis. Safitri mendefinisikan kepatuhan (Compliance) yang juga dikenal
dengan ketaatan (Adherence) adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran
klinis dari dokter yang mengobatinya (14).
Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien
dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas
kesehatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang menyeselaikan
pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6
bulan sampai dengan 9 bulan (15).
Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2
bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih dari 2 bulan
berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan
.Pengobatan memerlukan jangka waktu yang panjang akan memberikan
pengaruh-pengaruh pada penderita seperti: (15)
1. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita tanpa
keluhan atau gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan harus
menjalani pengobatan sekian lama.
2. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah
menjalani pengobatan 1-2 bulan atau lebih lama keluhan akan segera
berkurang atau hilang sama sekali penderita akan merasa sembuh
dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali.
3. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga
menurunkan motivasi yang akan semakin menurun dengan lamanya
waktu pengobatan.
4. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang
harus dikeluarkan.
5. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa
tidak enak terhadap penderita.
6. Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat
selama jangka waktu yang ditentukan.
Karena jangka waktu pengobatan yang ditetapkan lama maka terdapat
beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu penderita berobat
teratur dan memakai obat secara teratur, penderita tidak berobat secara teratur
(defaulting), penderita sama sekali tidak patuh dalam pengobatan yaitu putus
berobat (droup out), kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi: (15)
1. Kepatuhan penuh (Total compliance) Pada keadaan ini penderita tidak
hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan
melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.
2. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance) yaitu
penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama
sekali.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka kepatuhan didefinisikan
sebagai kecenderungan perilaku pasien untuk melaksanakan perintah yang
disarankan oleh orang yang berwenang, disini adalah dokter, perawat, dan petugas
kesehatan lainnya (14.
2.2.1.2 Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan adalah jika pasien tidak melakukan apa yang diperintahkan
dokter. Sementara itu ketidakpatuhan berobat pada pasien tuberculosis adalah
apabila pasien tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
Faktor-faktor yang menyebabkan pasien tuberkulosis tidak patuh antara
lain sebagai berikut:
Faktor internal;
a. Pengetahuan,
b. Pertimbangan kerugian biayadan waktu,
c. Pertimbangan keuntungan dan keefektifan
d. Ciri-ciri individual,
e. Sikap
f. Demografi
Faktor eksternal :
a. Komunikasi pasiendan dokter
b. Dukungan sosial
c. Dukungan petugas kesehatan
d. Regimen obat, bentuk-bentukketidakpatuhan minum obat.
Bentuk-bentuk ketidakpatuhan minum obat adalah sebagai berikut : minum
obat lebih sedikit dari dosis, minum obat lebih banyak dari dosis, tidak mengamati
interval dosis yang benar, tidak mengamati waktu pengobatan yang benar,
meminum obat tambahan diluar dari resep dokter.
Menurut Pohan ketidakpatuhan adalah gagal minum obat sesuai anjuran,
tidak mengikuti aturan, berhenti melakukan latihan rehabilitasi terhadap diet dan
perubahan pola hidup yang dianjurkan praktisi kesehatan, menghilangkan
beberapa dosis, mengunakan obat untuk alasan yang salah, minum obat dengan
jumlah yang salah dan waktu yang salah, tidak melanjutkan minum obat sampai
batas waktu yang ditentukan (16).
2.2.2 Tuberkulosis
2.2.2.1 Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang banyak menginfeksi
manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini banyak
menginfeksi paru dan jika di obati dengan baik penyakit ini dapat sembuh.
Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang
dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi tuberculosis (17).
2.2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis.Kuman Mycobacterium
Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Jika dipanaskan pada suhu 60ºC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini
sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet, selnya terdiri
dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat
(Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom serta menahan
pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan asam) (18).
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tb ini terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.Droplet yang terhirup sangat
kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus,
dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi
dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran
limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru,
dan ini disebut sebagai kompleks primer (18).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Faktor- faktor yang
meningkatkan risiko terinfeksi tuberkulosis adalah (19):
1. Faktor Sosial Ekonomi
Berhubungan erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan tuberkulosis.Pendapatan keluarga sangat erat juga
dengan penularan tuberkulosis, karena pendapatan yang kecil membuat orang
tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan
lainlain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk tuberkulosis paru.
3. Umur
Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif (15–50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut
lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru.
4. Jenis Kelamin
Penyakit tuberkulosis paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun
ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat tuberkulosis paru, dapat
disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang
disebabkan oleh tuberkulosis paru dibandingkan dengan akibat proses
kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih
tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan
agen penyebab tuberkulosis paru (19).
2.2.2.3 Patogenesis Tuberkulosis Paru
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Setiap kali penderita tuberkulosis paru batuk maka akan
dikeluarkan 3000 droplet yang efektif (memiliki kemampuan menginfeksi).
Droplet yang mengandung kuman tuberkulosis akan bertahan di udara pada suhu
kamar selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi dan
kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap bakteri dapat bertahan berhari-hari
bahkan berbulan-bulan. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernapasan dan menempel pada jalan nafas atau paru-paru.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
cabang trachea-bronkhial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Namun bila
tidak semuanya keluar, bakteri yang tinggal justru menempel dan berkembang
biak pada makrofag dan akan menginfeksi paru (20).
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus ghon. Dari sarang primer
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini memakan waktu 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
Berkomplikasi dan menyebar (19).
2.2.2.4 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru
Gejala utama pasientuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat juga dijumpai pada
penyakit paru selain tuberkulosis, seperti bronkiektasi, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
dengan gejala tersebut, dianggap sebagai tersangka (suspek) pasien tuberkulosis
paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskospis langsung (21).
2.2.2.5 Cara Mendiagnosis Tuberkulosis Paru
Semua suspek tuberkulosis diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis tuberkulosis paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman Tuberkulosis (BTA). Pada
program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama (Kemenkes RI, 2011). Pemeriksaan
sputum merupakan hal yang penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah bisa ditegakkan. Dikatakan BTA (+) jika ditemukan
dua atau lebih dahak BTA (+) atau 1 BTA (+) disertai dengan hasil radiologi yang
menunjukkan tuberkulosis aktif (22).
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis paru hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
tuberkulosis paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan
radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit (21).
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan
penunjang lainnya.Pada pemeriksaan fisik, kelainan paru pada umumnya terletak
di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah
apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara
nafas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma, dan mediastinum.
Gambar 2.1 Alur diganosis tuberkulosis Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (21)
2.2.2.6 Pengobatan Tuberkulosis Paru
1. Pengobatan dari kedokteran
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk:
a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Mengurangi penularan.
e. Mencegah terjadinya resistensi obat
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan (22).
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Short -Course) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan.
a. Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (21).
Panduan obat tuberkulosis paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu :
1. Kategori I:
Kasus: tuberkulosis paru BTA +, BTA -, lesi luas
Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3.
2. Kategori II:
Kasus: Kambuh
Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/
1RHZE/5RHE
Kasus: Gagal pengobatan
Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin,
etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: tuberkulosis paru
putus berobat Pengobatan: 2RHZES/RHZE/ 5R3H3E3
3. Kategori III:
Kasus: tuberkulosis paru BTA – lesi minimal
Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3 53
4. Kategori IV:
Kasus: Kronik
Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) +
obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).
Kasus: MDR tuberkulosis
Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup.
Tabel 2.1 Efek Samping Obat Tuberkulosis
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Tidak ada nafsu makan Rifampicin Semua OAT diminum malam
sebelum tidur Nyeri sendi Pyrazinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6 ( piridoxin ) 100 mg per hari
Warna kemerahan pada seni ( urine )
Rifampicin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi penjelasan pada pasien
Gatal dan kemerahan Kulit Semua Jenis OAT Ikuti petujuk pelaksanaan dibawah
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan Gangguan Keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
Etambutol Ikterus tanpa penyebab Hampir Semua
OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah (permulaan ikterus karena obat)
Hampir Semua OAT
Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati.
Gangguan Penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan rejatan(Syok) Rifampicin Hentikan Rifampisin (21)
2.2.2.7 Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis
Pencegahan tuberkulosis paru dibagi 2 yaitu :
1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu tuberkulosis
b. Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya
tuberkolosis, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a. Menggunakan isoniazid (INH)
b. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
c. Bila ada gejala-gejala tuberkolosis segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit,
agar dapat diketahui secara dini (21).
3. Edukasi
Menurut Depkes RI dalam pelatihan tatalaksana tuberkulosis bagi
pengelola program tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat hal-hal
penting mengenai informasi dan edukasi yang perlu diperhatikan tentang
tuberculosis. Sebelum memberikan informasi kepada pasien tentang tuberkulosis,
ajukan terlebih dahulu pertanyaan untuk menjajaki pengetahuan mereka saat ini
tentang tuberkulosis. Lalu gunakan alat bantu yang tersedia seperti lembar balik
untuk pasien dalam menyampaikan informasi tentang tuberkulosis. Pesan-pesan
yang perlu dikomunikasikan: (15).
a. Penyakit tuberkulosis
Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai suspek
untuk memperkuat informasi tersebut.
b. Tuberkulosis dapat disembuhkan
Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit tuberkulosis dapat disembuhkan
secara tuntas bila ia menjalankan pengobatan dengan teratur dan tidak putus
berobat di tengah jalan.
c. Kesediaan pasien menjalankan pengobatan
Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan bahwa pengobatan tidak
boleh terputus. Putus berobat akan menyebabkan kuman yang masih tersisa
dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia dan
pengobatan tersebut mahal harganya. Obat yang saat ini diberikan sangat
berkualitas dan disediakan oleh pemerintah. Untuk itu sebaiknya diperlukan
kesungguhan pasien dalam menjalankan pengobatan tuberkulosis.
d. Perlunya pengawasan minum obat
Petugas kesehatan menjelaskan pentingnya pengawasaan menelan obat bagi
pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh obat dengan diawasi oleh
seorang Pengawas Minum Obat (PMO), untuk memastikan bahwa pasien
menelan seluruh obat secara benar, teratur dan sesuai waktu yang ditentukan.
e. Penjelasan tentang paduan obat meliputi :
a) Lama waktu pengobatan
b) Jenis obat dan cara pemberiannya
c) Kualitas obat
d) Frekuensi kunjungan mengambil obat
e) Kemana pergi untuk mengambil obat
Jelaskan pada pasien untuk melihat kemajuan pengobatan dan memastikan
pasien dapat melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu
diperiksa kembali. Pasien perlu tahu secara jelas apa yang mungkin terjadi selama
pengobatan tuberkulosis, dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
f. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada pasien tuberkulosis
Perlu disampaikan bahwa pasien sebaiknya menjaga kesehatan dengan hidup
bersih dan sehat, misalnya :
a) Menjemur alat tidur
b) Membuka jendela dan pintu agar udara dan sinar matahari masuk. Aliran
udara dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar
matahari langsung dapat mematikan kuman.
c) Makan makanan bergizi
d) Tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol
e) Olahraga teratur bila memungkinkan
Setelah pertemuan awal dengan pasien tuberkulosis, lanjutkan memberikan
informasi yang tepat tentang tuberkulosis pada setiap kunjungan. Selama masa
pengobatan, informasi yang perlu dikomunikasikan adalah :
a. Efek samping obat.
b. Jenis, warna kemasan, jumlah dan frekuensi obat.
c. Pentingnya kepatuhan pasien.
d. Pasien harus menelan seluruh obat yang dianjurkan pada waktu yang telah
ditentukan agar bisa sembuh.
e. Apabila pasien merasa lebih baik, harus tetap melanjutkan pengobatan
sampai selesai.
f. Apabila pasien pindah atau berpergian harus menginformasikan kepada
petugas kesehatan atau PMO, sehingga kelangsungan pengobatan dapat
diatur lagi.
g. Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan (21).
2.2.2.8 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.
1. Komplikasi dini: Batuk darah, efusi pleura, empiema, laringitis
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas yaitu SOPT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom
gagal napas dewasa, sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan
dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi
ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya (23)
2.2.3 Perilaku Kesehatan
2.2.3.1 Pengertian Perilaku Kesehatan
Secara umum pengertian perilaku adalah segala sesuatau perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup. Faktor yang dapat mempengarui
proses pembentukan dan perubahan prilaku adalah faktor yang berasal dari diri,
antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Prilaku
sangat dipengaruhi oleh SSP (Susunan Saraf Pusat) karena perpindahan
rangsangan ke respon yang dihasilkan dilaukan oleh unit dasar dari SSP yaitu
neuron, neuron juga memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan
yang terjadi dalam perilaku seseorang dapat dilihat melalui persepsi. Persepsi ini
adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan
sebagainya (24).
2.2.3.2 Perilaku Precede-Proceed Green
Teori atau model yang digunakan dalam penelitian untuk mengungkap
determinan perilaku individu, khususnya perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan dan proses terjadinya perubahan perilaku adalah precede-proceed
(Predisposing, Reinforcing, Enabling Causes) dengan alasan di dalamnya
terdapat pengkajian, perencanaan intervensi dan evaluasi yang menjadi satu
kerangka kerja. Dan teori yang lain untuk menjelaskan penyebab perilaku
secara individu adalah Theory of Planned Behavior (TPB) dan Health Belief
Model (HBM) precede – proceed model (26)
Precede (Predisposing, Reinforcing, Enabling Causes), pendekatan ini
direkomendasikan untuk evaluasi keefektifan intervensi dan memfokuskan target
utama dalam intervensi. Kerangka dalam model precede, terdapat 8 (enam)
tahapan, yaitu diagnosis sosial, diagnosis epidemiologi, identifikasi faktor non
perilaku, identifikasi faktor predisposing, reinforcing dan enabling yang
berhubungan dengan perilaku kesehatan, rencana intervensi dan diagnosis
administratif dan lainnya untuk pengembangan dan pelaksanaan program
intervensi (8). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sumber : Green, Lawrence, dan Marshall W, Kreuter
Gambar 2.10 Perilaku Teori Precede procede
a. Fase satu: diagnosis sosial merupakan penekanan pada identifikasi
masalah sosial yang berdampak pada masyarakat. Diagnosis ini juga
sebagai proses penentuan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau
terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Indikator yang digunakan terkait masalah sosial adalah
indiaktor sosial yang penilaiannya didasarkan data sensus ataupun statistik
vital yang ada maupun dengan melakukan pengumpulan data secara
langsung dari masyarakat.
b. Fase dua: diagnosis epidemiologi yaitu melakukan identifikasi terkait
dengan aspek kesehatan yang berpengaruh terhadap kualitas hidup. Pada
fase ini dicari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup yang
dapat digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada baik berasal
dari data lokal, regional maupun nasional. Pada fase ini diidentifikasi
siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis
kelamin, lokasi, suku dan lainnya), bagaimana pengaruh atau akibat
dari masalah kesehatan tersebut (kematian, kesakitan, ketidakmampuan,
dan tanda gejala yang ditimbulkannya) dan bagaimana cara untuk
menanggulangi masalah kesehatan (imunisasi, perawatan/ pengobatan,
perubahan lingkungan dan perubahan perilaku). Informasi ini sangat
dibutuhkan untuk menetapkan prioritas masalah yang biasanya
didasarkan atas pertimbangan besarnyamasalah dan akibat yang
timbulkannya serta kemungkinan untuk diubah.
c. Fase tiga: merupakan kegiatan identifikasi/diagnosis terhadap faktor-
faktor perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan masalah-
masalah kesehatan yang ditunjukkan pada fase sebelumnya. Identifikasi
dilakukan terhadap faktor risiko yang secara spesifik terkait masalah-
masalah kesehatan yang terkait dengan perilaku. Demikian juga
dilakukan identifikasi terhadap faktor lingkungan sebagai faktor dari
luar yang berhubungan dengan masalah-masalah kesehatan dan kualitas
hidup. Faktor lingkungan dapat dikontrol dan dimodifikasi sedemikian
rupa untuk dapat menanggulangi masalah kesehatan dan kualitas hidup.
d. Fase empat: di dalam fase ini melakukan diagnosis terhadap faktor-faktor
secara spesifik dan potensial mempengaruhi perilaku kesehatan lingkungan.
Perubahan perilaku kesehatan dan lingkungan sebagai tujuan promosi
kesehatan yang memperhatikan 3 aspek yaitu: faktor predisposisi
(meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan persepsi), faktor
pendukung (meliputi sumber daya) dan faktor-faktor pendorong (meliputi
tokoh masyarakat, petugas kesehatan atau pihak yang sudah terlebih
dahulu berubah perilakunya). Fase ini menilai faktor-faktor yang secara
langsung berdampak terhadap perilaku dan lingkungan untuk kepentingan
membantu perencana dalam melaksanakan intervensi dengan sumber
daya yang ada. Upaya intervensi, selanjutnya dilakukan penentuan
prioritas berdasarkan seleksi terhadap faktor-faktor yang ada.
e. Fase kelima: adalah merupakan tahapan penilaian terhadap organisasi/
kebijakan dan kemampuan administrasi serta sumber daya untuk
mengembangkan program
f. Fase keenam: berhubungan dengan pengembangan dan pelaksanaan
program intervensi seperti program kampanye (cetak dan audiovisual,
modifikasi perilaku, pemodelan, pengembangan masyarakat dan lain
sebagainya.
g. Fase ketujuh: fokus pada evaluasi yang diarahkan pada evaluasi proses,
dampak
h. Fase kedelapan: evaluasi yang dilakukan terhadap hasil intervensi pada fase
sebelumnya (26).
2.2.3.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat
Faktor-faktor yang mendasari minat yaitu faktor dorongan dari dalam, faktor
dorongan yang bersifat sosial dan faktor yang berhubungan dengan emosional.
Faktor dari dalam dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan
kejiwaan. Timbulnya minat dari diri seseorang juga dapat didorong oleh adanya
motivasi sosial yaitu mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari lingkungan
masyarakat dimana seseorang berada sedangkan faktor emosional memperlihatkan
ukuran intensitas seseorang dalam menanam perhatian terhadap suatu kegiatan
atau obyek tertentu.
Oleh karena itu minat merupakan aspek psikis yang dimiliki seseorang yang
menimbulkan rasa suka atau tertarik terhadap sesuatu dan mampu mempengaruhi
tindakan orang tersebut. Minat mempunyai hubungan yang erat dengan dorongan
dalam diri individu yang kemudian menimbulkan keinginan untuk berpartisipasi
atau terlibat pada suatu yang diminatinya. Seseorang yang berminat pada suatu
obyek maka akan cenderung merasa senang bila berkecimpung di dalam obyek
tersebut sehingga cenderung akan memperhatikan perhatian yang besar terhadap
obyek. Perhatian yang diberikan tersebut dapat diwujudkan dengan rasa ingin tahu
dan mempelajari obyek tersebut.
Menurut HsuanLi, 2016 mengemukakan bahwa pengalaman terhadap
kualitas pelayanan kesehatan pertama yang dirasakan akan berpengaruh terhadap
minat kunjungan ulang, sehingga dengan memberikan pelayanan dengan kualitas
baik serta terus meningkatkan kualitasnya akan menarik pelanggan untuk terus
berkunjung ke pelayanan kesehatan tersebut (27).
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat
tuberkulosis (OAT) yaitu :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)adalah faktor sebelum terjadinya
suatu prilaku, faktor ini terdiri dari pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sikap.
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
b. Keyakinan
Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau
nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk
mengungkapkan atau mensyaratkan keyakinan agar terjadi perubahan
perilaku.
1. Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam.
2. Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisiitu dalam
bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilanganwaktu untuk bekerja,
dan kesulitan ekonomi.
3. Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan harus
yakin bahwa menfaat yang berasal dariperilaku sehat melebihi
pengeluaran yang harus dibayarkandan sangat mungkin dilaksanan serta
berada dalamkapasitas jangkauannya.
4. Harus ada “isyarat kunci yang bertindak” atau sesuatukekuatan pencetus
yang membuat orang itu merasa perlumengambil keputusan tindakan.
c. Nilai
Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat dipisahkan dari
pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang menyangkut kesehatan
merupakan satu dari dilema dan tantangan penting bagi para penyelenggara
pendidikan kesehatan.
d. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi
merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu
terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat,
gagasan atau situasi, atau kelompok.
2. Faktor-Faktor Pendukung (enabling factors)
Merupakan faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk
di dalamnya adalah :
a. Sarana
Segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi
sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga dalam
rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.
b. Prasarana
Penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam
pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua
kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan
sesuai dengan rencana.
1. Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapat digunakan untuk
menyatakan nilai ekonomi dan karena dana atau uang dapat dengan
segera dalam bentuk barang dan jasa.
2. Transprotasi
Trasportasi adalah Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang
dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Semakin jauh jarak antara rumah pasien dengan
pelayanan kesehatan dan sulitnya trasportasi akan berpengaruh terhadap
keteraturan pasien tersebut dalam berobat. Kurangnya ketersediaan sarana
transportasi menjadi kendala dalam mencapai tempat pelyanan kesehatan.
3. Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan
memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan.
3. Faktor-faktor Pendorong (reinforcing factors)
Merupakan faktor perilaku yang memberikan domain bagi menetapnya suatu
perilaku, Yang termsuk faktor pendorong adalah:
a. Dukungan keluarga
Menurut Johnson’s Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai
hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus
menerus, yang tinggal dala satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan
mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.Keluarga dapat
menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan keputusan
individu dalam pengobatan yang akan diperoleh.
b. Tokoh masyarakat
Orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap masyarakat. Sehingga segala tindaktanduknya merupakan pola aturan
patut diteladani oleh masyarakat.
c. Tokoh agama
Panutan yang mempresentasikan kegalauan umatnya dan persoalan yang sudah
dianggap oleh para tokoh agama menjadi perhatian untuk diselesaikan dan
dicarikan jalan keluarnya.
d. Petugas kesehatan
Merupakaan tenaga profesional, seyogyanya selaku menerapkan etika dalam
sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma
perilaku atau bisa disebut dengan azaz moral, sebaiknya selalu dijunjung
dalam kehidupan bermasyarakat kelompok manusia.
2.6Menurut Konsep Model Keyakinan (Health Belief Model)
Health belief model adalah model yang menspeifisikasikan bagaimana
incividu secara kgnitif menunjukan prilaku sehat maupun usaha untuk mencapai
sehat atau sembuh dari suatu penyakit, model ini didasari oleh keyakinan atau
kepercayaan individu tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang
bisa membuta diri individu tersebut sehat ataupun sembuh. Health belief model
terdiri dari enam dimensi diantarnya adalah:
a. Perceived Susceptibility
Perceived Susceptibility adalah Kerentanan yang dirasakan individu atau
sebagai presepsi yang subjective seseorang tentang peluang mengalami resiko
atau mendapatkan suatu penyakit, sehingga memunculkan keyakinan
mendapatkan suatu penyakit.
b. Perceivedseverity
Perceived severity adalah persepsi atau kepercyaan tentang seberapa serius
kondisi dan gejala tehadap suatu penyakit yang dimiliki individu dan dampak
yang ditimbulkan dalam kehidupan sehari-hari
c. Perceived benefits
Perceived benefits adalah Keyakinan individu terhadap manfaat dari tindakan
yang disarankan untuk mengurangi risikoatau keseriusan dampak. Tetapkan
tindakan yang akan diambil: bagaimana,di mana kapan,mengklarifikasiefek
positif yang diharapkan.
d. Perceived Barries
Perceived Barries adalah suatu hambatan yang dirasakan individu untuk
melakukan tindakan kesehatan yang disarankan, individu tersebut
mempertimbangkan keefektifan tindakan terhdap persepsi bahwa biayayang
dikeluarkan mahal, berbahaya, tidak menyenangkan, menyita waktu, atau
merepotkan.
e. Cues To Action
Cues To Action adalah suatu strategi yang digunakan untuk mengaktifkan
kesiapan individu untuk menerima dan menjalani tindakan medis yang
direkomendasikan.
f. Self-efficacy
Keyakinan pada kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan. Berikan
pelatihan dan bimbingan dalam melakukan tindakan yang direkomendasikan
2.2.2.6 Kerangka Teori
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini yaitu :
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi
Green (26) dan Glanz et al (25).
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Adapun Kerangka Konsep dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Teori HBM
Model Keyakinan
Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Keyakinan - Nilai - Sikap
Variabel Dependen Variabel Independen
Kepatuhan dalam Mengonsumsi Obat
1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Persepsi 4. Dukungan keluarga 5. Pengawasan Minum Obat
Faktor Pendukung : Dukungan keluarga Tokoh masyarakat Tokoh agama Petugas Kesehatan
Faktor – Faktor Pemungkin (Enabling Factor) - Sarana - Prasarana
Kepatuhan Mengkonsumsi
Obat TB
Perilaku Kesehatan
Green
Perceived Susceptibility
Perceived severity Perceived benefits Perceived Barries
2.4 Hipotesis Penelitian
7. Ada pengaruh pengetahuan pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan tahun 2019.
8. Ada pengaruh sikap pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia
Medan tahun 2019.
9. Ada pengaruh persepsi pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan tahun 2019.
10. Ada pengaruh dukungan keluarga dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas
Polonia Medan tahun 2019.
11. Ada pengaruh pengawasan minum obat pasien dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
12. Ada variabel yang paling berpengaruh dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di
Puskesmas Polonia Medan tahun 2019.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. JenisPenelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan
rancangan cross sectional study yang bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi
perilaku penderita TB Paru dalam mengonsumsi obat anti tuberculosis di Puskesmas Polonia
Medan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Polonia Medan. Alasan dilakukan
penelitian adalah karena belum pernah dilakukan penelitian sejenis serta berdasarkan hasil survei
awal terlihat bahwa masih terdapat ketidakpatuhan penderita tuberkulosis Paru dalam
mengonsumsi Obat Anti Tuberculosis.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2019.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien Tuberkulosis Paru kategori I yang berkunjung
di Puskesmas Polonia Medan dari bulan Oktober- November tahun 2019 dengan rata-rata pasien
sebanyak 48 orang .
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus total sampling, dengan
alasan bahwa jumlah populasi kurang dari 100. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu
seluruh pasien Tuberkulosis Paru kategori I yang berkunjung di Puskesmas Polonia Medan dari
bulan Oktober- November tahun 2019 berjumlah 48 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis Data
1) Data primer yang akan dilakukan diperoleh dari hasil observasi dengan cara pengamatan
dan pencatatan secara langsung mengenai subjek yang diteliti
2) Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Polonia Medan
3) Data tersier yang diperoleh dari catatan atau dokumen-dokumen dan dari berbagai
referensi yang benar-benar valid yang berhubungan dengan penelitian seperti jurnal.
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian yaitu :
1. Data primer diperoleh dari hasil observasi dengan cara pengamatan dan pencatatan
secara langsung mengenai dampak akreditasi serta melakukan perbandingan data dengan
menggunakan instrumen penelitian (kuesioner) yang dibuat oleh peneliti yang
berdasarkan konsep teoritisnya dengan terlebih dahulu memberikan penjelasan singkat
tentang tujuan dari penelitian serta acara pengisian kuesioner dan dinyatakan pada
responden apabila ada hal-hal yang tidak dimengerti.
2. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi berupa data deskriptif yaitu data yang
tersedia di Puskesmas Polonia Medan.
3. Data tersier diperoleh melalui studi kepustakaan, seperti jurnal, buku –buku teks.
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum instrument penelitian diberikan pada responden yang akan diteliti, maka
instrument diuji terlebih dahulu dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas
Untuk penelitian ini validitas merupakan suatu ukuran yang dilakukan untuk menentukan
derajat ketepatan dari instrumen penelitian berbentuk kuesioner. Untuk mengetahui apakah
kuesioner dapat mengukur apa yang hendak diukur (valid). Uji Validitas bertujuan untuk
mengetahui suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu
alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dan item. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes
tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah tehnik
korelasi product moment. Besarnya r hitung pada r tabel dengan batas signifikan 5%.
Pada penelitian ini instrument penelitian yang digunakan sebanyak 50 butir soal, dan uji
validitas akan dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru. Kuesioner yang telah disusun terlebih
dahulu akan dilakukan ujicoba untuk mengetahui validitas dan reabilitas alat ukur.
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Pengetahuan
No Pertanyaan Correct Item Total
Correlation
Taraf significant (r
tabel)
Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,444 0,471 Valid 2 Pertanyaan 2 0,444 0,832 Valid 3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid 4 Pertanyaan 4 0,444 0,881 Valid 5 Pertanyaan 5 0,444 0,971 Valid 6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid 7 Pertanyaan 7 0,444 0,971 Valid 8 Pertanyaan 8 0,444 0,971 Valid 9 Pertanyaan 9 0,444 0,971 Valid 10 Pertanyaan 10 0,444 0,971 Valid
Berdasarkan tabel 3.2 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal
variabel pengetahuan dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total Correlation
lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Sikap
No Pertanyaan Correct Item Total
Correlation
Taraf significant (r
tabel)
Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,444 0,571 Valid 2 Pertanyaan 2 0,444 0,523 Valid 3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid 4 Pertanyaan 4 0,444 0,822 Valid 5 Pertanyaan 5 0,444 0,566 Valid 6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid 7 Pertanyaan 7 0,444 0,972 Valid 8 Pertanyaan 8 0,444 0,973 Valid 9 Pertanyaan 9 0,444 0,861 Valid 10 Pertanyaan 10 0,444 0,771 Valid
Berdasarkan tabel 3.3 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal
variabel sikap dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total Correlation lebih
besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444.
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Persepsi
No Pertanyaan Correct Item Total
Correlation
Taraf significant (r
tabel)
Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,444 0,971 Valid 2 Pertanyaan 2 0,444 0,832 Valid 3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid 4 Pertanyaan 4 0,444 0,881 Valid 5 Pertanyaan 5 0,444 0,567 Valid 6 Pertanyaan 6 0,444 0,921 Valid 7 Pertanyaan 7 0,444 0,999 Valid 8 Pertanyaan 8 0,444 0,971 Valid 9 Pertanyaan 9 0,444 0,903 Valid
10 Pertanyaan 10 0,444 0,777 Valid Berdasarkan tabel 3.4 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal
variabel persepsi dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total Correlation
lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444.
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Pengaruh Dukungan Keluarga
No Pertanyaan Correct Item Total
Correlation
Taraf significant (r
tabel)
Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,444 0,761 Valid 2 Pertanyaan 2 0,444 0,822 Valid 3 Pertanyaan 3 0,444 0,981 Valid 4 Pertanyaan 4 0,444 0,681 Valid 5 Pertanyaan 5 0,444 0,874 Valid 6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid 7 Pertanyaan 7 0,444 0,971 Valid 8 Pertanyaan 8 0,444 0,567 Valid 9 Pertanyaan 9 0,444 0,888 Valid 10 Pertanyaan 10 0,444 0,888 Valid
Berdasarkan tabel 3.5 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal
variabel pengaruh dukungan keluarga dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item
Total Correlation lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai >
0,444.
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Pengaruh Pengawasan Minum Obat
No Pertanyaan Correct Item Total
Correlation
Taraf significant (r
tabel)
Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,444 0,971 Valid 2 Pertanyaan 2 0,444 0,832 Valid 3 Pertanyaan 3 0,444 0,881 Valid 4 Pertanyaan 4 0,444 0,881 Valid 5 Pertanyaan 5 0,444 0,971 Valid 6 Pertanyaan 6 0,444 0,971 Valid 7 Pertanyaan 7 0,444 0,971 Valid 8 Pertanyaan 8 0,444 0,971 Valid
9 Pertanyaan 9 0,444 0,971 Valid 10 Pertanyaan 10 0,444 0,971 Valid
Berdasarkan tabel 3.6 hasil uji validitas menunjukkan bahwa terdapat 10 butir soal
variabel pengawasan minum obat dinyatakan valid karena mempunyai nilai Correct Item Total
Correlation lebih besar dibandingkan r tabel atau semua butir soal mempunyai nilai > 0,444.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas data berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan
mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.
Untuk mengetahui taraf kepercayaan pada kuesioner dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan metode Cronbach α, yaitu metode pengkuran untuk menganalisis reliabilitas
kuesioner dari satu kali pengukuran. Hasil uji reabilitas menggunakan Cronbach α dinyatakan
reliabel jka memiliki nilai > 0,600. Penelitian ini menggunakan butir soal sebanyak 50 butir soal,
sehingga perbandingan r table (30).
Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas
No Variabel Cronbanch’s Alpha
r-tabel Keterangan
1 Pengetahuan 0,943 0,444 Reliabel 2 Sikap 0,961 0,444 Reliabel 3 Persepsi 0,907 0,444 Reliabel 4 Pengaruh dukungan
keluarga 0,740 0,444 Reliabel
5 Pengawasan Minum Obat 0,895 0,444 Reliabel
Berdasarkan tabel 3.8 di atas menunjukkan bahwa seluruh butir soal dinyatakan reliabel.
3.5 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran
3.5.1 Definisi Operasional
1. Pengetahuan yaitu semua kegiatan atau aktivitas pengetahuan penderita TB tentang kepatuhan
Minum Obat.
2. Sikap yaitu pendapat atau penilaian responden terhadap hal terkait dengan kesehatan dalam
mengonsumsi obat
3. Persepsi yaitu hasil tahu seseorang yang berkaitan dengan konsumsi obat
4. Dukungan Keluarga yaitu Kerabat memberi dorngan kepada pasien selama menjalani pengobatan
baik
5. Pemberian Minum Obat yaitu orang yang bertugas mengawasi secara langsung penderita
Tuberkulosisparu pada saat minum obat
3.5.2 Aspek Pengukuran
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran
No Nama Variabel Jumlah
Pernyataan Cara dan alat
ukur Skala
Pengukuran Value Jenis Skala Ukur
Variabel Independen 1. Pengetahuan 10 Kuisioner
(skor min=1, skor max=10)
Skor 6-10 Skor 1-5
a. Baik (2) b. Kurang (1)
Ordinal
2. Sikap
10
Kuisioner (skor min=1, skor max=10)
Skor 6-10 Skor 1-5
a. Positif (2) b. Negatif (1)
Ordinal
3.
Persepsi
10
Kuisioner (skor min=1, skor max=10)
Skor 6-10 Skor 1-5
a. Positif (2) b. Negatif (1)
Ordinal
4
Dukungan Keluarga
10 Kuisioner (skor min=1, skor max=10)
Skor 6-10 Skor 1-5
a. Positif (2) b. Negatif (1)
Ordinal
5. Pengawasan Minum Obat
10
Kuisioner (skor min=1, skor max=10)
Skor 6-10 Skor 1-5
a. Aktif (2) b. Tidak Aktif(1)
Ordinal
Variabel Dependen 1. Kepatuhan
Minum Obat 1 Kuisioner
(skor min=1, skor max=0)
Skor 1 Skor 0
a. Patuh (2) b. Tidak Patuh (1)
Ordinal
3.6 Metode Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali dengan memeriksa semua
lembar checklist apakah jawaban sudah lengkap dan benar. Menurut Iman (28), data yang
terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Collecting
Mengumpulkan data yang berasal dari lembar checklist
2) Checking
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan pengisian lembar checklist dengan tujuan agar
data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang valid dan
realiabel, dan terhindar dari bias.
3) Coding
Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel yang diteliti,
nama responden dirubah menjadi nomor.
4) Entering
Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih dalam bentuk
kode dimasukkan ke dalam program komputer yang digunakan peneliti yaitu SPSS.
5) Data Processing
Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai dengan
kebutuhan. Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah diuraikan di atas, langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis data.
3.7 Analisis Data
Adapun jenis-jenis dalam menganalisis data adalah pada penelitian ini sebagai berikut: (28)
1. Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel bebas
dan variabel terikat, sehingga dapat gambaran variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk melihat pengaruh antara variabel dependen dengan variabel
independen. Uji yang digunakan pada analisis bivariat ini adalah uji chi square dengan
menggunakan derajat kepercayaan 95%. Uji chi square dapat digunakan untuk melihat
pengaruh. Dalam uji ini kemaknaan pengaruh dapat diketahui, pada dasarnya uji chi square
digunakan untuk melihat antara frekuensi yang diamati (observed) dengan frekuensi yang
diharapkan (expected) (28).
3 Analisis Multivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat faktor yang paling berpengaruh. Pada penelitian ini
untuk variabel independen terdapat lim