Upload
fadhila-el-husna
View
212
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
POPULASI DAN SAMPEL
A. Pengertian Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan totalitas semua nilai-nilai yang mungkin daripada
karakteristik tertentu sejumlah objek yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Bailey
(1978) menyatakan populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit
analisis. Spiegel (1961) menyatakan populasi adalah keseluruhan unit (yang
telah ditetapkan) mengenai dan darimana informasi yang diinginkan. Sax
(1978) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan manusia yang terdapat
dalam area yang telah ditetapkan. Tuckman mengemukakan bahwa populasi
atau target populasi adalah kelompok darimana peneliti mengumpulkan
informasi dan kepada siapa kesimpulan akan digambarkan.
Populasi merupakan kelompok tertentu dari sesuatu (orang, benda,
peristiwa, dan sebagainya) yang dipilih oleh peneliti yang hasil studinya atau
penelitiannya dapat digeneralisasikan terhadap kelompok tersebut. Menurut
Arikunto (1992:102), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Subjek
penelitian adalah tempat variabel melekat. Variabel penelitian adalah objek
penelitian. Contohnya penelitian terhadap prestasi belajar siswa. Subjek
penelitiannya adalah siswa krena siswa adalah tempat melekatnya variabel, dan
yang menjadi variabel penelitian atau objek penelitian adalah prestasi belajar.
Siswa sebagai sumber data.
Secara umum, beberapa karakteristik populasi adalah:
a. Merupakan keseluruhan dari unit analisis sesuai dengan informasi yang akan
diinginkan.
b. Dapat berupa manusia/individu, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda,
atau objek maupun kejadian-kejadian yang terdapat dalam suatu area/daerah
tertentu yang telah ditetapkan.
1
c. Merupakan batas-batas yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang
memungkinkan peneliti menarik kesimpulan dari keadaan itu.
d. Memberi pedoman kepada apa atau siapa hasil penelitian itu dapat
digeneralisasikan.
Populasi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu:
a. Populasi dengan jumlah terhingga (terbatas), artinya jumlah anggotanya
tertentu atau dapat dihitung, seperti jumlah, siswa, jumlah mahasiswa, luas
sawah, dan sebaginya. Contoh: semua mahasiswa yang terdaftar mengambil
suatu mata kuliah tertentu.
b. Populasi dengan jumlah tak hingga (tak terbatas), artinya jumlah anggotanya
sukar sekali ditentukan batasannya atau sulit dihitung jumlahny seperti tinta,
air, pasir di pantai, padi di sawah, atau beras di gudang. Populasi tak terbatas
dapat diubah menjadi populasi terbatas dengan mengubah unit satuannya.
Berdasarkan wilayah sumber data, penelitian dapat dikelompokkan atas
tiga, yaitu:
1) Penelitian populasi
Penelitian populasi biasanya dilakukan bila populasinya terhingga dan
subjeknya tidak terlalu banyak. Penelitian populasi dilakukan apabila
peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada di dalam populasi. Oleh
karena subjeknya meliputi semua yang terdapat di dalam populasi, maka
juga disebut sensus.
2) Penelitian sampel
Jika kita hanya ingin meneliti sebagian dari populasi maka penelitian itu
disebut penelitian sampel. Penelitian sampel dilakukan jika subjeknya terlalu
banyak. Penelitian sampel baru boleh dilaksanakan apabila keadaan subjek
di dalam populasi benar-benar homogen. Apabila subjek populasi tidak
homogen, maka kesimpulannya tidak boleh diberlakukan bagi seluruh
populasi (hasilnya tidak boleh digeneralisasikan).
2
3) Penelitian kasus
Penelitian kasus dilakukan jika penelitian bertujuan untuk mengkaji secara
mendalam terhada suatu individu, suatu unit, atau suatu kasus.
2. Sampel
Sax (1979:181) mengemukakan bahwa sampel adalah suatu jumlah yang
terbatas dari unsur-unsur yang terpilih dari suatu populasi. Unsur-unsur tersebut
hendaklah mewakili populasi. Warwick (1975:69) mengemukakan bahwa
sampel adalah sebagian dari suatu hal yang luas yang khusus dipilih untuk
mewakili keseluruhan. Leedy (1980:111) mengemukakan bahwa sampel dipilih
dengan hati-hati sehingga dengan cara demikian peneliti akan dapat melihat
karakteristik total populasi.
Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang diteliti. Walaupun
yang diteliti adalah sampel, hasil penelitian atau kesimpulan penelitian berlaku
umtuk populasi atau kesimpulan penelitian digeneralisasikan terhadap populasi.
Menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian dari sampel
sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi. Oleh karena itu sampel haruslah
reppresentatif atau dapat mewakili populasi. Menurut Arikunto (1992), kita
boleh mengadakan penelitian sampel bila subjek di dalam populasi benar-benar
homogen. Apabila subjek penelitian tidak homogen maka kesimpulannya tidak
boleh diberlakukan bagi populasi.
Ciri-ciri sampel yang baik:
a. Sampel dipilih dengan cara hati-hati, dengan menggunakan cara tertentu
dengan benar
b. Sampel harus mewakili populasi sehingga gambaran yang diberikan
mewakili keseluruhan karakteristik yang terdapat pada populasi.
c. Besarnya ukuran sampel hendaklah mempertimbangkan tingkat kesalahan
sampel yang dapat ditolerir dan tingkat kepercayaan yang dapat diterima
secara statistik.
3
Beberapa keuntungan penggunaan sampel:
1) Biaya menjadi berkurang
Dengan jumlah yang terbatas berarti biaya yang digunakan untuk
penyelidikan menjadi berkurang dibandingkan apabila data hrus
dikumpulkan dari populasi.
2) Lebih cepat dalam pengumpulan dan pengolahan data
Dengan responden yang lebih sedikit berarti waktu yang digunakan untuk
mengumpulkan data lebih cepat. Selanjutnya jumlah data yang terbatas akan
mempercepat dalam pengolahan data penelitian. Dengan demikian secara
keseluruhan penggunaan sampel akan memperpendek waktu penelitian dan
mempercepat dalam pengolahan data.
3) Lebih akurat
Dengan menggunakan sampel, jumlah personil yang digunakan lebih sedikit,
peneliti dapat menggunakan tenaga yang lebih tinggi kualitasnya,dan latihan
para petugas dapat diberikan lebih intensif sebelum kegiatan pengumpulan
data dimulai, sehingga memberikan hasil yang lebih baik dan akurat, baik
pada waktu pengumpulan data maupun dalam pengolahan data.
4) Lebih luas ruang cakupan penelitian
Penelitian yang menggunakan sensus (populasi) akan menyebabkan ruang
cakupannya lebih terbatas karena jumlah respondennya lebih banyak,
sebaliknya apabila peneliti menggunakan sampel, jumlah responden lebih
sedikit dan ruang cakupan dapat bertambah luas.
5) Karena subjeknya pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan populasi,
maka kerepotannya tentu berkurang.
6) Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang terlewati
7) Ada kalanya dengan penelitian populasi berarti desktruktif(merusak).
8) Ada kalanya memang tidak dimungkinkan melakukan penelitian populasi.
4
Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
memutuskan perlu tidaknya menggunakan sampel adalah:
a. Banyaknya populasi
Apabila populasi yang diambil cukup besar maka penarikan sampel semakin
diperlukan.
b. Biaya yang tersedia
Apabila dana yang tersedia kurang memadai untuk menjangkau populasi,
sampel sangat diperlukan.
c. Kemudahan apabila sarana dan prasarana, transportasi untuk menjangkau
responden sulit dilakukan atau keadaan responden sendiri, maka sampel
diperlukan.
d. Waktu dan tenaga.
Selain dari keadaan tersebut di atas juga perlu diperhatikan waktunya
maupun tenaga yang tersedia untuk mendapatkan data.
Selain itu perlu pula diperhatikan resiko atau dampak negatif akibat suatu
kejadian, objek, atau peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang lebih baik meneliti
dengan menggunakan sampel daripada populasi.
Beberapa pertanyaan yang dapat membantu peneliti dalam mengambil
keputusan apakah ia akan menggunakan sampel atau populasi adalah:
Apakah tujuan penelitian yang dilakukan?
Bagaimanakah resiko yang mungkin timbul pada peneliti dan bagi
masyarakat?
Pendekatan dan jenis penelitian apakah yang akan digunakan?
Bagaimanakah karakteristik populasinya? Berapa jumlah populasinya?
Berapa luas ruang cakupannya?
Berapa lamakah waktu yang tersedia?
Berapa banyakkah biaya yang tersedia dan atau mungkin diadakan?
Teknik analisis data apakah yang akan digunakan dalam mengolah data yang
telah dikumpulkan?
5
Jawaban-jawaban pertanyaan tersebut akan menggiring peneliti apakah
akan menggunakan populasi ataukah akan memilih sampel. Suatu hal yang
perlu digarisbawahi, penggunaan sampel bukan dimaksudkan untuk
mengurangi ketepatan dan ketelitian penelitian. Selagi sampel itu diambil
dengan cara yang baik dan benar, baik dilihat dari ukuran sampel maupun
prosedur penarikan sampel, maka hasil penelitian tetap akan benar.
B. Kriteria Sampel Representatif
Sampel yang representatif adalah sampel yang benar-benar dapat mewakili
dari seluruh populasi. Jika populasi bersifat homogen, maka sampel bisa diambil
dari populasi yang mana saja, namun jika populasi bersifat heterogen, maka
sampel harus mewakili dari setiap bagian yang heterogen dari populasi tersebut
sehingga hasil penelitian dari sampel dapat terpenuhi terhadap setiap anggota
populasi.
Hasan Mustafa mengungakapkan bahwa kriteria sampel representatif adalah:
1. Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam
sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam
sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau
kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic
variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang
disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang
menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai
contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang
dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil
atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada
sampel yang diambil secara sistematis.
6
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest
(sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936.
(Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan
tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari
calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam
buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936
prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden
(Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah
Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi
presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan
dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil
adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang
sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili,
padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut.
Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan
prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya
jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi,
sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin,
1976).
2. Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel
50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan
50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara
laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang
dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat
7
perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin
tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi
sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat
keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi
diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara
simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari
populasi, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat
presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel,
karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah
( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-
rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang
ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
(home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING)
Kriteria sampel yang representatif:
a. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi
b. Dapat menentukan tingkat presisi (perbedaan hasil yang diperoleh dari sampel
dengan hasil yang diperoleh dari sensus) hasil penelitian dengan jalan
menentukan simpangan baku (standar deviasi) dari taksiran-taksiran yang
diperoleh.
c. Sederhana sehingga mudah dilaksanakan
d. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-
rendahnya
e. Penghematan
(http://catatankuliahdigital.blogspot.com/2009/12/populasi-dan-sampel.html/)
Syarat-syarat di dalam pemilihan sampel agar sampel tersebut adalah sampel
yang representatif:
1. Sampel harus menjadi cermin dari populasinya
8
2. Sampel harus mewakili populasinya
3. Sampel harus merupakan populasi dalam bentuk kecil (miniature)
Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka kesimpulan yang
digeneralisasikan pada populasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kesimpulannya akan menyimpang atau bias.
Dalam penelitian terhadap sampel, ciri representativeness samel itu tidak
pernah dapat dibuktikan, melainkan hanya dapat didekati secara metodologis
melalui parameter-parameter yang diketahui dan diakui baik secara teoritis
maupun secara eksperimental. Ada empat parameter yang bisa dianggap
menentukan representativeness suatu sampel, yaitu:
a. Variabilitas populasi
Variabilitas populasi merupakan hal yang sudah given, artinya peneliti harus
menerima sebagaimana adanya, dan tidak dapat mengatur atau
memanipulasikannya. Sedangkan ketiga parameter lainnya, peneliti dapat
mengatur atau memanipulasikannya untuk meningkatkan taraf
representativeness sampel.
b. Besar sampel
Makin besar sampel yang diambil akan semakin tinggi taraf representativeness
sampelnya. Ketentuan ini berlaku selama populasinya tidak homogen secara
sempurna. Jika poulasinya homogen secara sempurna, besar sampel tidak
mempengaruhi taraf representatif sampelnya. Untuk populasi yang demikian,
sampel cukup yang kecil saja.
c. Teknik penentuan sampel
Makin tinggi tingkat rambang dalam penentuan sampel, akan mekin tinggilah
tingkat representatif sampelnya. Ketentuan ini juga hanya berlaku selama
populasinya tidak homogen secara sempurna. Jika populasinya homogen secara
sempurna, rambang sama sekali tidak diperlukan.
d. Kecermatan memasukkan ciri-ciri populasi dalam sampel
9
Makin lengkap ciri-ciri populasi yang dimasukkan ke dalam sampel, akan
semakin tinggi tingkat representatif sampelnya.
Dengan mempertimbangkan parameter-parameter tersebut di atas, penelitian
diharapkan dapat menentuan sampel yang paling tinggi tingkat representatifnya
yang mungkin dicapai.
C. Teknik Penentuan Sampel
Generalisasi dari sampel ke populasi mengandung resiko bahwa akan
terdapat kekeliruan atau ketidaktepatan karena sampel tidak akan mencerminkan
secara tepat keadaan populasi. Makin tidak sama sampel dengan populasinya maka
makin besarlah kemungkinan kekeliruan dalam generalisasi itu. Oleh karena itu
teknik penentuan sampel menjadi sangat penting peranannya dalam penelitian.
Berbagai teknik penentuan sampel pada hakikatnya adalah cara-cara untuk
memperkecil kekeliruan generalisasi dari sampel ke populasi. Hal ini dapat dicapai
kalau diperoleh sampel yang representatif, yaitu sampel yang benar-benar
mencerminkan populasinya.
Berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan peneliti terlebih dahulu
sebelum menentukan teknik penentuan sampel yang akan digunakan dalam
menentukan sampel penelitian adalah:
a. Apakah yang diharapkan dari hasil penelitian itu?
b. Apakah hanya sebatas mendeskripsikan keadaan, ataukah akan menerangkan
dan menguji sesuatu ataukah mau melakukan prediksi untuk masa datang
c. Apakah studi kasus atau studi pengembangan ataukah untuk menemukan
berbagai indikator yang akan digunakan untuk perencanaan? Andaikata studi
kasus, cukup dipilih salah satu cara dari non probability sampling karena hasil
yang didapat hany untuk mengungkapkan kasus tersebut secara mendalam,
tetapi bukan untuk membuat generalisasi terhadap populasi. Seandainya peneliti
10
ingin melakukan prediksi maka peneliti tersebut hendaklah memilih satu teknik
dari probability sampling.
d. Karakteristik populasi secara mendalam. Andaikata populasi homogen, ambil
saja salah satu teknik yang tidak berstrata dan bukan pula cluster. Namun kalau
populasi yang akan diteliti berlapis atau kluster maka diperlukan pengkajian
yang lebih mendalam tentang bagaimana karakteristik populasi itu. Kepastian
batas wilayah populasi dengan sifat-sifat yang terdapat dalam masing-masing
wilayah akan menentukan pula teknik mana yang tepat untuk digunakan.
e. Fakor-faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah jumlah dana yang
tersedia, waktu yang mungkin digunakan, serta tenaga yang mungkin
dimanfaatkan dalam pelaksanaan penelitian sehingga tidak mengurangi
ketepatan penelitian.
Secara garis besar, ada dua macam teknik pengambilan sampel, yaitu:
1. Probability sampling, yaitu yang memberi kemungkinan yang sama bagi setiap
unsur populasi untuk dipilih
2. Non-probability sampling, yaitu yang tidak memberi kemungkinan yang sama
bagi setiap unsur populasi untuk dipilih
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah pengambilan sampel yang memberi
kemungkinan yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih
Yang termasuk probability sampling adalah sebagai berikut.
a. Simple Random Sampling (Sampling Random)
Sampling random yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak.
Artinya, setiap anggota populasi atau unit dalam populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih. Secara sederhana dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem undian, menggunakan tabel bilangan random.
11
Supaya perolehan sampel lebih akurat, diperlukan rumus-rumus penentuan
besarnya sampel, antara lain:
1. Dengan rumus Jacob Cohen:
N= L
f 2+u+1
Dengan:
N = Ukuran sampel
f 2=¿ Effect size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L=¿ Fungsi power dari u, diperoleh dari tabel, t.s. 1 %.
2. Dengan rumus berdasarkan proporsi, ada dua rumus.
a. dikemukaan oleh issac dan michael:
S=❑2 NP(1−P)
d2 ( N−1 )+❑2 P(1−P)
dimana : S = ukuran sampel
N = ukuran populasi
P = proporsi dalam populasi
❑2 = harga tabel chi-kuadrar untuk ¿ tertentu
b. dikemukakan oleh Paul Leedy:
N=¿
Dimana : N = ukuran sampel
Z = standard score untuk ¿ yang dipilih
e = sampling error
P = proporsi harus dalam populasi
Untuk mempermudah dalam mengikuti uraian, maka akan diambil
misal, kita mempunyai populasi sebanyak 1000 orang dan sampelnya kita
tentukan 200 orang. Setelah seluruh subjek diberi nomor, yaitu nimor 1
12
sampai dengan 1000, maka sampel random kita lakukan dengan salah satu
cara demikian:
a. Undian (untung-untungan)
Pada kertas kecil-kecil kita tulis nomor subjek, satu nomor untuk setiap
kertas. Kemidian kertas ini kita gulung. Dengan tanpa prasangka kita
mengambil 200 gulungan kertas, sehingga nomor-nomor yang tertera
pada gulungan yang terambil itulah yang merupakan nomor subjek
sampel penelitian kita.
b. Ordinal (tingkatan sama)
Setelah 1000 orang subjek kita beri nomor, kita membuat 5 gulungan
kertas dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5. Kita ambil satu, misalnya setelah
dibuka tertera angka 3. Oleh karena sampel 200 padahal populasi 1000
maka besarnya sampel seperlima dari populasi. Demikianlah maka kita
ambil nomor dengan melompat setiap 5 subjek, mulai dari nomor 3, lalu
8, 13, 18, 23 dan seterusnya dan kalau sudah sampai nomor terbawah
padahal belum diperoleh 200 subjek, kita kembali ke atas lagi.
Nomor-nomor yang terambil itulah nomor subjek sampel penelitian.
c. Menggunakan tabel bilangan random
Didalam buku-buku statistik bagian belakang, biasanya terdapat halaman
yang memuat angka-angka yang disusun secara acak. Angka-angka
tersebut dapat dicari letaknya menurut baris dan kolom. Agar
pengambilam sampel terlepas dari perasaan subjektif, maka sebaiknya
peneliti menuliskan langkah-langkah yang akan diambil, misalnya:
1. Menjatuhkan ujung pensil, menemukan nomor baris,
2. Menjatuhkan ujung pensil kedua, menemukan nomor kolom.
Pertemuan antara baris dan kolom inilah nomor subjek ke-1;
3. Bergerak dari nomor 2 langkah ke kanan, menemukan nomor subjek
ke-2;
4. Bergerak ke bawah 5 langkah menemukan nomor subjek, ke-3;
13
5. Bergerak ke kiri 2 langkah menemukan nomor subjek ke-4 dan
seterusnya sampai diperoleh jumlah subjek yang dihendaki.
Perlu ditambahkan di sini bahwa apabila jumlah subjeknya tidak
terlalu banyak, maka semua langkah dapat ditulis. Tetapi jika jumlah
subjeknya banyak, kita dapat mengulang langkah yang sudah kita lalui.
a. Apabila suatu ketika kita menemukan angka nomor subjek yang sudah
terambil, maka kita melewati langkah tersebut dan meneruskan ke
langkah berikutnya.
b. Pengambilan nomor tentu saja tidak selalu harus satu angka
Untuk memperoleh subjek dengan nomor lebih besar dari 9, kita gunakan
2 atau 3 angka, ke kanan, ke kiri, ke bawah atau ke atas.
b. Proportionate Stratified Random Sampling (Sampel Bertingkat)
Sampel bertingkat yaitu sampel yang diambil dari populasi yang terbagi atas
tingkat-tingkat atau strata. Misalnya, populasi penelitian adalah siswa SMA
N 2 Padang, berarti populasi mempunyai strata yaitu kelas I, kelas II, dan
kelas III. Sampel diambil dari setiap wakil strata (kelas). Strata dapat
berdasarkan umur, golongan atau pangkat, dan sebagainya. Setelah diketahui
stratanya, baru kemudian ditentukan proporsinya, dan selanjutnya diambil
anggotanya dari setiap strata menurut proporsi secara acak.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproportionate Stratified Random Sampling adalah pengambilan sampel
dari setiap strata tidak menurut proporsi yang sesungguhnya, tetapi
pemilihan angota tetap dilakukan secara random. Pengambilan sampel secara
ini dilakukan karena jumlah strata (subpopulasi tertentu) terlalu sedikit.
Contohnya, populasi terdiri dari subpopulasi: guru besar, lektor kepala,
lektor, lektor muda, dan asisten. Kalau dengan cara Proportionate Stratified
Random Sampling, sampel dapat diambil secara merata yakni unuk masing-
masing subpopulasi 20%. Dengan cara ini besar kemungkinan sampel untuk
14
guru besar terlampau kecil karena jumlahnya sedikit, sedangkan sampel
untuk asisten atau lektor muda terlampau besar karena jumlahnya banyak.
Untuk mengatasi hal di atas, peneliti menentukn sampel atas pertimbangan
proporsi yang dianggap lebih representative, misalnya guru besar 30%,
lektor kepala 20%, lektor 20%, lektor muda 15%, dan asisten 15%. Dengan
sampel yang tak proporsional ini sudah tentu ada strata yang terlampau besar
atau terlampau kecil jumlahnya bila dibandingkan dengan proporsi
subpopulasi yang sesungguhnya. Keuntungan sampling tak proporsional ini
adalah tidak begitu banyak memakan waktu bila dibandingkan dengan secara
proporsional. Peneliti dapat memperbesar proporsi stratayang sangat kecil
jumlahnya agar lebih mungkin dibandingkan dengn strata lainnya.
d. Area Sampling (Sampling Wilayah)
Sampling wilayah, yaitu sampel yang diambil karena ada perbedaan ciri
antara wilaya (daerah geografis) satu dengan wilayah lain. Teknik
pengambilan sampel wilayah ini dilakukan dengan mengambil wakil dari
setiap wilayah. Misalnya kita meneliti minat siswa SMA di seluruh wilayah
Indonesia terhadap profesi guru, maka kita mengambil sampel dari provinsi-
provinsi yang ada di Indonesia, sehingga hasilnya mencerminkan minat
siswa SMA seluruh Indonesia terhadap profesi guru.
e. Cluster Sampling (Sampling Kelompok)
Menurut Arikunto (1990:127), sampling kelompo digunakan oleh peneliti
apabila di dalam populasi terdapt kelompok-kelompok yang mempunyai ciri
sendiri-sendiri. Contoh: populasi adalah siswa kelas 1 SMP. Subpopulasinya
bisa dikelompokkan berdasarkan asal keluarga, misalnya dari keuarga
petani, pedagang, anggota ABRI, dan pegawai negeri. Jadi pekerjaan orang
tua yang disebutkan di atas tidak dikatakan strata, tetapi lebih tepat disebut
kelompok. Dalam menentukan jenis cluster atau kelompok harus
dipertimbangkan dengan masak apa ciri yang ada. Kalau ciri kelompok dari
subpopulasi merupakan tingkatan maka tidak dikatan sampling kelompok,
tetapi sudah termasuk sampling kelompok.
15
2. Non-Probability Sampling
Non-probability sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberi
kemungkinan yang sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih. Non-
probability sampling tidak menggunakan metode random. Oleh karena itu tidak
akan diperoleh generalisasi yang berlaku bagi populasi. Menurut Nasution
(1987:125), sampling ini dilakukan misalnya untuk sekedar mengetes
reliabilitas alat pengukur tertentu. Bisa juga dilakukan untuk memperoleh suatu
kesan umum tentang ciri-ciri manusia yang tinggal di suatu daerah. Teknik
sampling ini digunakan untuk penelitian yang masih bersifat eksploratori.
Teknik sampling ini dapat dilakukan dengan mudah dalam waktu yang singkat,
tetapi hasilnya tentu tidak dapat digeneralisasikan bagi populasi, karena
sebagian besar anggota populasi tidak dilibatkan dalam penelitian ini atau
sampel tidak representatif.
Yang termasuk Non-probability sampling ini adalah:
1) Systemic Sampling
Systemic sampling yaitu memilih sampeldari suatu daftar menurut urutan
tertentu. Caranya adalah: (1) tentukan besar sampel yang diinginkan, (2)
selidiki jumlah populasi, yaitu nama pada daftar itu, (3)tentukan urutan ke
berapa yang menjadi dasar pilihan, dan (4) untuk menarik yang pertama
cabut suatu nomor secara acak. Teknik sampling ini dikatakan sistematis
karena mengikuti sistematika tertentu.
2) Kuota Sampling
Kuota sampling adalah teknik memilih sampel yang mempunyai ciri-ciri
tertentu dalam jumlah atau kuota yang diinginkan, misalnya sejumlah siswa
tingkat V dari beberapa universitas tertentu yang bekerja sambil belajar, atau
sejumlah guru dalam bidang studi tertentu yang pernah mendapat penataran,
misalnya untuk meminta pendapat mereka tentang manfaat penataran bagi
16
peningkatan mutu pengajaran. Peneliti dapat menentukan bidang studinya
serta jumlah guru atau kuot tiap bidang studinya yang diinginkannya,
misalnyaa untuk diwawancarai.
3) Accidental Sampling
Accidental sampling adalah sampel yang diambil dari siapa saja yang
kebetulan ada, misalnya menanyai siapa saja yang dijumpai di tengah jalan
untuk meminta pendapatnya tentang sesuatu. Karena sampel ini sama sekali
tidak representatif, maka tidak mungkin diambil suatu kesimpulan yang
bersifat generalisasi.
4) Purposive Sampling
Purposive sampling adalah sampel yang sengaja dipilih berdasarkan
karakteristik tertentu yang diperlukan dalam penelitian. Teknik ini biasanya
dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya mengambil orang yang
terpilih betul menrut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel. Misalnya
memilih sampel orang yang mempunyai tingkat pendidikan tertentu, jabatan
tertentu, usia tertentu, dan sebagainya.
Dengan teknik ini, peneliti akan berusaha agar dalam sampel terdapat wakil-
wakil dari segala lapisan populasi. Dengan teknik ini diusahakan agar
sampel memiliki ciri-ciri esensial dari populasi sehingga dapat dianggap
cukup representatif. Ciri-ciri yang esensial dan strata yang harus diwakili
bergantung pada penilaian atau pertimbangan peneliti. Misalnya untuk
menilai mutu pendidikan, peneliti dapat memilih sampel dari pegawai kantor
departemen P dan K, guru, orang tua, murid, dan pengusaha sebagai
konsumen produk pendidikan Selanjutnya peneliti memilih siapa yang
dianggap representatif dari tiap golongan.
Tampaknya sampling ini ada persamaannya dengan sampling kuota, namun
dalam purposive sampling, peneliti lebih cermat menentukan syarat-syarat
bagi sampel agar sesuai dengan tujuan penelitian.
5) Snowball Sampling
17
Pada sampling ini, peneliti mulai dengan dengan kelompok kecil yang
diminta untuk menunjukkan kawan masing-masing. Kemudian kawan ini
diminta untuk menunjukkan kawan masing-masing pula dan begitu
seterusnya. Dengan cara begitu kelompok sampel itu senantiasa bertambah
besar. Sampling ini dilakukan bila kita ingin menyelidiki hubungan antara
manusia dalam kelompok yang akrab, atau menyelidiki cara-cara informasi
tersebar di kalangan tertentu.
6) Satruration Sampling
Satruration sampling merupakan teknik pengambilan sampel jenuh (tuntas)
bila seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Disamping sampel jenuh,
dikenal pula sampel padat. Sampel dikatakan padat bila jumlah sampel lebih
dari setengah jumlah anggota populasi. Sampel jenuh dapat dilakukan pada
populasi yang jumlah anggotanya kecil. Bila jumlahnya besar, misalnya
lebih dari 1000 orang, maka saturation samplimg tidak lagi praktis.
Langkah-langkah umum dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1) Jabarkan dengan baik permasalahan yang akan diteliti sehingga menjadi
operasional. Gambarkan dengan jelas dan tegas sumber informasi, batas-batas
wilayah, dan informasi-informasi yang diinginkan. Kondisi yang demikian akan
membantu peneliti dalam menentukan darimana informasi itu dapat
dikumpulkan.
2) Rumuskan karakteristik populasi penelitian dan tentukan batas-batas wilayah
populasinya. Dalam hal ini akan ditemukan beberapa kemungkinan antara lain:
a) Populasi penelitian bersifat homogen
b) Populasi yang ada berisi strata yang berbeda-beda
c) Populasi yang ada merupakan cluster dan pada tiap cluster mungkin pula
terdapat perbedaan-perbedaan
d) Populasi yang ada berbeda-beda
3) Tentukan jumlah populasi penelitian
4) Masukkan semua unsur populasi ke dalam sampel
18
Unsur-unsur dalam populasi hendaklah terwakili dalam sampel. Di samping itu
jumlah tiap kelompok perl diperhatikan.
5) Tentukan besarnya ukuran sampel
Dalam hal ini perlu diperhatikan homogenitas populasi, teknik analisis yang
akan digunakan, waktu penelitian, tenaga dan biaya. Di samping itu, tidak kalah
pentingnya tingkat kepercayaan yang dapat diterima dan tingkat kesalahan yang
mungkin dapat ditolerir. Sehubungn dengan itu pilih cara yang tepat dalam
menentukan besarnya ukuran sampel yang benar. Kesalahan dalam menentukan
besarnya sampel dan cara penentuannya akan membawa dampak pada
ketepatan hasil penelitian dan tingkat kepercayaan para pemakai hasil
penelitian.
6) Pilihlah jenis dan cara penentuan sampel yang tepat sesuai dengan sifat-sifat
populasi dan kemudian tentukan responden penelitian.
Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan
untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Juga tidak ada batasan yang
jelas apa yang dimaksud dengan sampel besar dan sampel kecil. Menurut Nasution
(1987:130-132), sampel yang sesuai sering dikemukakan aturannya adalah 10%
dari jumlah anggota populasi. Aturan ini tidak berlaku untuk anggota populasi
besar dan anggota populasi kecil.
Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya
sampel dalam penenlitian yaitu:
a. Derajat keseragaman (degree of homogenity) dari populasi.
Makin seragam populasi, maki kecil populasi yang dapat diambil. Apabila
populasi seragam sempurna maka satu satuan elemen saja dari seluruh populasi
itu sudah cukup representatif untuk diteliti. Sebaliknya apabila populasi itu
amat tidak sempurna maka hanya elemen lengkaplah yang dapat memberikan
gambaran representatif.
b. Presisi (precision) yang dikehendaki dari peneliti
19
Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, makin besar sampel yang harus
diambil.
c. Rencana analisa
Adakalanya besarnya sampel sudah mencukupi sesuai dengan presisi yang
dikehendaki, tetapi kalau dikaitkan dengan kebutuhan analisa maka jumlah
sampel tersebut kurang mencukupi.
d. Tenaga, biaya, dan waktu.
Kalau mengingat presisi yang tinggi maka jumlah sampel harus besar, tetapi
terbatasnya dana, tenaga, dan waktu, maka tidak mungkin untuk mengambil
sampel yang besar dan ini berarti presisi akan menurun.
20