15
Kasus Topik: Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya Dispepsia Tanggal (kasus): 21 Oktober 2012 Persenter: dr. Ni Putu Andina Kluniari, S.Ked Tangal presentasi: 13 Januari 2013 Pendamping: dr. Putu Kusumawati Tempat presentasi: RS Tk IV Singaraja Obyektif presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi: Laki-laki 21 tahun datang dengan keluhan nyeri pada uluhati sejak 2 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali. Nafsu makan menurun. Tujuan: mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadnya dispepsia Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit 1

Portofolio Dispepsia Andin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Portofolio Dispepsia Andin

Kasus

Topik: Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya Dispepsia

Tanggal (kasus): 21 Oktober 2012 Persenter: dr. Ni Putu Andina Kluniari, S.Ked

Tangal presentasi: 13 Januari 2013 Pendamping: dr. Putu Kusumawati

Tempat presentasi: RS Tk IV Singaraja

Obyektif presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Laki-laki 21 tahun datang dengan keluhan nyeri pada uluhati sejak 2 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali. Nafsu makan menurun.

Tujuan: mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadnya dispepsia

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

1

Page 2: Portofolio Dispepsia Andin

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: WD Nomor Registrasi: 903218

Nama klinik: Telp:- Terdaftar sejak: 14 januari 2012

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Pasien mengeluh nyeri pada uluhati sejak 2 hari yang lalu. Pasien merasa mual dan muntah sebanyak 3 x sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan menurun, kepala dikatakan agak pusing.

Status present TD : 100/70, N : 80 x/ mnt, tax : 27 0 C

Status General : Thoraks : Cor Pulmo dalam batas normalAbdomen : Dist (+), BU (+) normal, Nyeri tekan (+) regio epigastrium

2. Riwayat pengobatan: Pasien sebelumnya sempat berobat ke dokter umum, namun tidak membaik.

3. Riwayat Penyakit sebelumnya: Pasien pernah mengalami keluhan yang sama, namun tidak sampai dirawat di RS. Riwayat penyakit jantung, asma disangkal.

4. Riwayat penyakit dalam keluarga: Dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit DM, jantung, asma pada keluarga disangkal.

2

Page 3: Portofolio Dispepsia Andin

5. Riwayat pekerjaan :mahasiswa

6. Faktor risiko pada dispepsia : faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya dyspepsia yaitu, kebiasaan Merokok, konsumsi minuman Beralkohol , aktivitas fisik , kebiasaan makan , obat-obatan yang memicu terjadinya gangguan lambung , stress, faktor herediter dan golongan darah, lingkungan (Sosial-Ekonomi).

Daftar Pustaka:

1. Almatsier S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2006.

2. Byrd-Bredbenner CB, Moe G, Beshgetor D, dan Berning J. 2009. Wardlaw’s perspektif in nutrition. New York : McGgraw-Hill

3. Djojoningrat D. 2001. Dispepsia Fungsional. Di Dalam : Sudoyo AW, setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006. profil kesehatan RI tahun 2005.

Hasil pembelajaran:

1. Dispepsia diartikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas. Ketidaknyamanan tersebut dapat berkaitan dengan masalah organik pada saluran cerna bagian atas

2.

Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya dyspepsia yaitu, kebiasaan Merokok, konsumsi minuman Beralkohol , aktivitas fisik , kebiasaan makan , obat-obatan yang memicu terjadinya gangguan lambung , stress, faktor herediter dan golongan darah, lingkungan (Sosial-Ekonomi).

3

Page 4: Portofolio Dispepsia Andin

3.Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk

peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylor

4. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum

5.Olahraga atau aktifitas fisik dikatakan dapat mempengaruhi risiko gastritis dan tukak peptik melalui beberapa mekanisme, yaitu: meningkatkan sistem imun sehingga menetralisisr efek H. pylori, meningkatkan kemampuan seseorang untuk bertahan terhadap stres, dan mereduksi rangsangan sekresi asam lambung

6.Faktor yang berperan pada kejadian gastritis dan tukak lambung dengan gejala khas dispepsia diantaranya adalah pola makan atau kebiasaan makan dan sekresi asam lambung

7. Gastritis dan tukak peptik dapat disebabkan karena memakan obat-obat tertentu

8. Pada penyakit tukak peptik, gastritis, dan kanker lambung, faktor lingkungan berkaitan erat dengan infeksi bakteri H. pylori.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

Berdasarkan konsensus Roma tahun 1999, dispepsia diartikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas. Ketidaknyamanan tersebut dapat berkaitan dengan masalah organik pada saluran cerna bagian atas, seperti gastroesophageal reflux disease (GERD), gastritis, tukak peptik, gangguan kandung empedu (kolesistitis), atau patologi teridentifikasi lainnya. Dispepsia fungsional atau dispepsia nonulkus (nonulcer dyspepsia) merupakan ketidaknyamanan perut bagian atas, yang menetap atau kambuhan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya secara organik atau tidak disertai dengan gangguan pada organ pencernaan atas. Mekanisme dasar pada dispepsia nonulkus mungkin berhubungan dengan hipersensitivitas visceral terhadap asam atau dilatasi lambung, gangguan

4

Page 5: Portofolio Dispepsia Andin

akomodasi lambung, gangguan pada bagian otak yang berkaitan dengan pencernaan, dan motilitas atau pengosongan lambung yang abnormal.

Prevalensi dispepsia secara global bervariasi antara 7-45%. Prevalensi dispepsia di Amerika Serikat 23,0-25,8%, di India 30,4%, Hongkong 18,4%, Australia 24,4-38,2%, dan China sebesar 23,3%. Penelitian mengenai dispepsia di Indonesia lebih banyak dilakukan di rumah sakit (hospital based). Depkes (2006) menunjukkan bahwa dispepsia menempati urutan ke-15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak. Gejala dispepsia meliputi rasa nyeri pada epigastrum (ulu hati), panas seperti terbakar di dada, kembung, perut penuh atau cepat kenyang, mual, muntah, dan sering bersendawa. Menurut konsensus Roma tahun 1999, klasifikasi klinis praktis dispepsia didasarkan pada keluhan yang dominan. Pada kriteria tersebut, dinyatakan bahwa dispepsia ditandai dengan satu atau lebih gejala yang diperkirakan berasal dari daerah gastroduodenal. Salah satu subtipe dispepsia adalah dispepsia dengan gejala-gejala menyerupai ulkus atau tukak peptik. Keluhan yang menonjol pada subtipe tersebut antara lain nyeri epigastrum episodik yang terlokalisasi, nyeri tersebut hilang setelah pemberian antasida. Gangguan lambung berupa gastritis dan tukak peptik menimbulkan gejala-gejala dispepsia yang mengganggu penderitanya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya dyspepsia yaitu, kebiasaan Merokok, konsumsi minuman Beralkohol , aktivitas fisik , kebiasaan makan , obat-obatan yang memicu terjadinya gangguan lambung , stress, faktor herediter dan golongan darah, lingkungan (Sosial-Ekonomi).

Kebiasaan Merokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, n-nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan.

Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi

5

Page 6: Portofolio Dispepsia Andin

kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses ulcerogenesis (timbulnya tukak). Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik.

Konsumsi Minuman Beralkohol

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal.

Aktivitas Fisik

Olahraga yang teratur membantu menguatkan jantung, meningkatkan peristaltik saluran gastrointestinal, menurunkan stres, dan mengontrol berat badan . Olahraga dapat membantu melancarkan pergerakan makanan pada saliran gastrointestinal dan mneingkatkan rasa nyaman pada pencernaan. Olahraga secara efektif dapat membantu proses pengaturan berat badan. Rajin olahraga akan membantu memanajemen stres dan akan menurunkan risiko terjadinya dispepsia. Manajemen stres akan membantu mengontrol produksi asam lambung. Olahraga atau aktifitas fisik dikatakan dapat mempengaruhi risiko gastritis dan tukak peptik melalui beberapa mekanisme, yaitu: meningkatkan sistem imun sehingga menetralisisr efek H. pylori, meningkatkan kemampuan seseorang untuk bertahan terhadap stres, dan mereduksi rangsangan sekresi asam lambung. Beberapa fakta menyatakan bahwa olahraga secara signifikan dapat mengurangi risiko tukak duodenum dan perdarahan gastrointestinal pada penderita gastritis atau tukak duodenum

6

Page 7: Portofolio Dispepsia Andin

Kebiasaan Makan

Faktor yang berperan pada kejadian gastritis dan tukak lambung dengan gejala khas dispepsia diantaranya adalah pola makan atau kebiasaan makan dan sekresi asam lambung . Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidakteraturan makan seperti kebiasaan makan buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia.

Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Asam lambung berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam lambung dengan jadwal yang teratur. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar. Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung

Jenis-jenis makanan tertentu juga berperan dalam timbulnya sindrom dispepsia. Terlalu sering mengkonsumsi makanan yang berminyak dan berlemak membuat makanan tinggal di lambung lebih lama. Makanan tersebut lambat dicerna dan menimbulkan peningkatan tekanan di lambung yang pada akhirnya membuat katup antara lambung dengan kerongkongan ( lower esophageal sphincter/LES) melemah sehingga asam lambung dan gas akan naik ke kerongkongan. Lamanya pengosongan lambung berhubungan dengan tukak lambung. Sebaliknya, konsumsi lemak dalam jumlah yang cukup dapat menekan sekresi asam lambung dengan cara memperlambat pengosongan lambung dan menstimulasi aliran getah pankreas serta empedu. Dengan demikian lemak turut memfasilitasi proses pencernaan agar berlangsung lebih optimal.

Minum kopi, teh, atau minuman lain yang mengandung kafein juga dapat mengendurkan LES. Teh mengandung tanin yang mudah teroksidasi menjadi asam tanat. Asam tanat memiliki efek negatif pada mukosa lambung sehingga menyebabkan masalah pada lambung misalnya tukak lambung. Minum teh dalam kondisi perut kosong dapat menimbulkan tekanan berlebih pada lambung. Diet tinggi garam dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan proliferasi epitel lambung sehingga menyebabkan gastritis. Konsumsi NaCl dalam jumlah

7

Page 8: Portofolio Dispepsia Andin

berlebihan akan meningkatkan kolonisasi Helicobacter pylori. Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum dapat meningkatkan kadar gastrin sehingga meningkatkan sekresi asam lambung dan menyebabkan tukak lambung.

Makanan pedas dan berbumbu tajam dapat merangsang sekresi asam lambung berlebih sehingga muncul gejala-gejala sindrom dispepsia. Makanan yang terasa asam, sayuran dan buah-buahan bergas seperti kol, sawi, durian, nangka, dan lainnya dapat menimbulkan gejala sindrom dispepsia. Kebanyakan agen yang merangsang sekresi asam lambung juga akan meningkatkan sekresi pepsinogen. Peningkatan sekresi asam lambung yang melalmpaui batas akan mengiritasi mukosa lambung sehingga timbul gastritis dan tukak.

Karotenoid (bahan pembentuk vitamin A) berinteraksi dengan vitamin C, vitamin E, dan Selenium sebagai zat anti oksidan yang melawan efek radikal bebas. Karoten berperan dalam meningkatkan sistem immunitas tubuh melalui efek anti oksidan. Vitamin A dikenal sebagai zat gizi esensial yang berperan penting dalam penglihatan. Di luar perannya dalam penglihatan, vitamin A juga berperan dalam berbagai fungsi sistemik, meliputi peran dalam diferensiasi sel dan fungsi membran sel (cell recognition), pertumbuhan dan perkembangan, fungsi kekebalan, dan reproduksi (Mahan & Escott-Stump 2000). Diferensiasi sel terjadi apabila sel tubuh mengalami perubahan dalam sifat atau fungsi awalnya. Sel-sel yang paling nyata mengalami diferensiasi adalah sel-sel epitel khusus, terutama sel goblet, yaitu sel kelenjar yang mensintesis dan mengeluarkan mukus atau lendir. Jaringan epitel yang melapisi organ dalam tubuh dinamakan membran mukosa. Mukus melindungi sel-sel epitel dari mikroorganisme dan partikel lain yang berbahaya. Mukosa lambung juga melindungi sel epitel lambung dari sifat korosif asam lambung dan pepsin. Kekurangan vitamin A menghambat fungsi sel-sel goblet mengeluarkan mucus.

Obat-obatan yang Memicu Terjadinya Gangguan Lambung

Gastritis dan tukak peptik dapat disebabkan karena memakan obat-obat tertentu. Obat anti nyeri (aspirin, neuralgin, piroxicam, parasetamol), obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotik, kortikosteroid (hormon), tablet besi, suplemen kalium, dan obat kemoterapi adalah beberapa jenis obat yang memiliki efek menyebabkan gastritis. Selain itu, menelan racun atau zat kimia tertentu pun berpotensi menyebabkan gastritis, seperti menelan asam korosif, alkohol, benda asing seperti klip, stapler, dan lainnya.

Di Indonesia, obat-obatan banyak yang dijual secara bebas. Obat-obatan daftar G (obat yang perlu resep dokter) dapat dengan mudah dibeli tanpa menggunakan resep. Pemakaian obat-obatan yang luas ini meyebabkan kejadian efek samping obat meningkat. Beberapa obat menimbulkan efek samping yang berhubungan dengan saluran cerna. Sekitar 10-20% pasien yang menggunakan aspirin dan OAINS mengalami dispepsia. Terdapat dua mekanisme kerja obat-obatan ini yang dapat menyebabkan iritasi secara langsung maupun tidak

8

Page 9: Portofolio Dispepsia Andin

langsung pada saluran cerna. Molekul-molekul obat yang bersifat asam akan langsung mengiritasi mukosa lambung dan inhibisi atau hambatan pengeluaran kadar prostaglandin yang bersifat protektif terhadap mukosa lambung. Prostaglandin dihambat karena dianggap bertanggungjawab terhadap munculnya inflamasi dan rasa nyeri.

Stress

Faktor stres erat kaitannya dengan berbagai rangkaian reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Gangguan psikis atau konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan fisiologis dan biokemis seseorang. Perubahan fisiologis ini berkaitan dengan adanya gangguan pada sistem saraf otonom vegetatif, sistem endokrin, dan sistem imun. Ada beberapa mekanisme yang sudah dibuktikan dan beberapa diantaranya terkait dengan sistem hormonal, dimana stres akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem hormon untuk memicu sekresinya. Stres paling banyak memicu sekresi hormon kortisol, dimana hormon ini selanjutnya akan berkerja mengkoordinasi seluruh sistem dalam tubuh termasuk jantung, paru-paru, peredaran darah, metabolisme, dan sistem imunitas tubuh dalam reaksi yang ditimbulkannya. Sekresi hormon ini menjelaskan mengapa ketika menghadapi stres, tekanan darah dan denyut jantung meningkat secara cepat, paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak sehingga meningkatkan juga peredaran darah di seluruh tubuh mulai dari otot hingga otak, peningkatan tersebut bisa berkali-kali lipat melebihi batas normal. Bukan hanya jantung saja yang terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat. Selain hormon kortisol, ada hormon lain yang turut berperan dalam mekanisme ini, diantaranya hormon katekolamin yang terdiri dari zat aktif dopamin, norepinefrin, dan epinefrin yang lebih dikenal dengan adrenalin. Hormon ini akan mengaktifkan suatu sistem ingatan jangka panjang yang akan mengingat stressor yang sama pada peristiwa selanjutnya serta menekan bagian otak yang berperan dalam ingatan jangka pendek. Penekanan ingatan jangka pendek inilah yang dinilai para ahli sebagai faktor utama yang menyebabkan orang tidak lagi berpikir secara rasional ketika mereka dilanda stres. Proses ini juga memicu terjadinya penyakit psikosomatik dengan gejala dispepsia, seperti mual dan muntah, diare, pusing, sakit otot, juga sendi. Berbagai mekanisme hormonal (penurunan serotonin, peningkatan asetilkolin, penurunan katekolamin, dll.) akan menimbulkan hipersimpatotonik sistem gastrointestinal yang akan menimbulkan peningkatan peristaltik dan sekresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas lambung, kolik, vomitus, dan sebagian besar gejala gastritis dan ulkus peptic.

Faktor Herediter dan Golongan Darah

9

Page 10: Portofolio Dispepsia Andin

Hampir semua penyakit yang terjadi pada manusia memiliki unsur genetik. Faktor genetik pada setiap orang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh dalam kondisi normal dan ketika sakit. Setiap penyakit, satu atau lebih faktor genetik menentukan karakter, gejala, dan tingkat keparahan penyakit. Pada penyakit tukak peptik, gastritis, dan kanker lambung, faktor genetik berkontribusi pada kerentanan dan konsekuensi infeksi.

Faktor genetik berkaitan erat dengan herediter atau keturunan. Gen tertentu akan diwariskan pada keturunan. Beberapa studi menunjukkan bahwa kedekatan keluarga, kembar, golongan darah yang sejenis, dan abnormalitas fisiologis (misalnya: level serum pepsinogen berlebih) berkaitan dengan tukak peptik, gastritis, dan kanker lambung. Penyakit tukak peptik (ulkus) terjadi 2-3 kali lebih sering pada keluarga yang terdapat riwayat tukak peptik dibanding populasi normal. Pada keluarga dengan ibu yang memiliki riwayat gangguan lambung, cenderung lebih banyak menurunkan penyakit yang sama pada anaknya. Diduga masa kehamilan dan menyusui turut berpengaruh pada kejadian beberapa penyakit yang dialami oleh anak atau imunitas anak. Diet sehari-hari ibu pada saat hamil dan menyusui menyebabkan ekspresi gen yang berbeda pada anak. Selain faktor genetis, faktor psikososial yang berkaitan dengan ibu juga berpengaruh pada munculnya gangguan lambung. Kebiasaan makan anak dibentuk di keluarga. Ibu adalah pihak yang berperan penting dalam membentuk kebiasaan anak sejak dini. Kebiasaan baik yang ditanamkan oleh ibu sejak masa kanak-kanak biasanya akan terinternalisasi dan terbawa hingga anak beranjak remaja. Kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat akan mempengaruhi status kesehatan seseorang.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa golongan darah berhubungan dengan risiko penyakit. Golongan darah mempengaruhi sistem metabolisme dan daya tahan tubuh serta keadaan mental. Hal ini dikarenakan adanya hubungan secara genetik antara gen pada golongan darah dengan gen lain yang berpengaruh terhadap kesehatan dan sistem metabolisme secara keseluruhan. Pada golongan darah O didapatkan 30-40% lebih sering mengalami tukak peptik dibandingkan golongan darah lainnya (Julius 1992). Golongan darah O memiliki kecenderungan untuk terkena insiden penyakit pencernaan, yaitu gastritis, duodenitis, dan tukak peptik (ulkus) lebih tinggi dibandingkan dengan golongan darah lainnya karena produksi asam lambungnya lebih banyak dibandingkan golongan darah yang lain.

Lingkungan (Sosial-Ekonomi)

10

Page 11: Portofolio Dispepsia Andin

Pada penyakit tukak peptik, gastritis, dan kanker lambung, faktor lingkungan berkaitan erat dengan infeksi bakteri H. pylori. Kondisi geografis, sosial-ekonomi, dan budaya juga berperan sebagai faktor penyebab (multiple causative factors). Bytzer et al. menyebutkan bahwa sosio-ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gejala gangguan saluran cerna bagian atas dan bawah. Hal ini mungkin terkait dengan faktor kebersihan. Faktor kebersihan yang buruk membuat infeksi bakteri H. pylori menjadi lebih sering terjadi. Penyebaran dispepsia, gastritis, dan tukak peptik berkaitan dengan H. pylori umumnya terjadi pada lingkungan yang padat penduduknya, sosio-ekonomi yang rendah, dan lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan di negara maju. Beberapa penelitian menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara rendahnya pendapatan rumah tangga dan besarnya jumlah anggota keluarga dengan peningkatan kejadian penyakit gastrointestinal, termasuk dispepsia yang merupakan predisposisi gastritis dan tukak peptik. Ketidaknyamanan dengan pendapatan finansial berhubungan dengan stres yang juga dapat menimbulkan gastritis dan tukak peptik.

Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus masih kontroversi. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non ulkus menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori positif. Bukti terbaik peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non ulkus adalah gejala perbaikan yang nyata setelah eradikasi kuman Helicobacter pylori tersebut, tetapi ini masih dalam taraf pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala dengan cepat walaupun dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka panjang sedang dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak kambuh.2

Gastritis adalahsuatukeadaan peradangan atau pendarahan mukosa lambung.Gastritis karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada lingkungan dengan pH yang sangat rendah dengan menghasilkan enzim urease yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan mengubah urea dalam lambung menjadi ammonia sehingga bakteri Helicobacter pylori yang diselubungi “awan amoniak” yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian dengan flagella Helicobacter pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami multiplikasi.Bagian yang menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren pedestal. Melalui zat yang disebut adhesin ,Helicobacter pylori dapat berikatan dengan satu jenis gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.

Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase, alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan musinase. Enzim protease dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung. H. Pylori juga mengeluarkan toksin yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.

11

Page 12: Portofolio Dispepsia Andin

12