18
Referat Posisi Operasi dan Komplikasinya Pembimbing: dr. Shirly, SpAn Disusun oleh: Tommy Suryadi 07120090041 Cynthia Chandra 07120090029 Cindy Prayogo 07120090073 Irene S 07120090052

Posisi Operasi dan RIsikonya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Anestesiologi

Citation preview

Page 1: Posisi Operasi dan RIsikonya

Referat

Posisi Operasi dan Komplikasinya

Pembimbing:

dr. Shirly, SpAn

Disusun oleh:

Tommy Suryadi 07120090041

Cynthia Chandra 07120090029

Cindy Prayogo 07120090073

Irene S 07120090052

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran AnestesiUniversitas Pelita Harapan

Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Raden Said SukantoPeriode 25 Maret 2013 – 20 April 2013

Page 2: Posisi Operasi dan RIsikonya

Posisi Operasi dan Komplikasi

Tim anesthesia ikut memiliki tanggung jawab untuk menentukan posisi pasien yang

tepat selama ia dioperasi. Posisi pasien selama operasi kerap menghasilkan perubahan

fisiologis yang tidak diinginkan, seperti gangguan venous return ke jantung atau desaturasi

oksigen akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Posisi yang tepat membutuhkan

kooperasi baik dari dokter anesthesia, dokter bedah, maupun perawat untuk memastikan

keamanan dan kenyaman pasien selama dilakukan proses operasi. Selama operasi, pasien

harus diposisikan dalam keadaan yang dapat ditoleransi saat mereka sadar nantinya. Ahli

bedah berharap untuk melakukan eksposur yang optimal untuk prosedur yang mereka

lakukan dan pasien tetap berada di posisi yang sama untuk waktu yang lama, sehingga

pencegahan komplikasi yang berhubungan dengan posisi tersebut tentunya membutuhkan

penilaian yang tepat. Durasi suatu posisi yang ekstrem, jika memang dibutuhkan, harus

dilakukan seminimal mungkin.

Beberapa macam posisi selama operasi

1. Supine

Posisi yang paling sering dipilih untuk melaksanakan suatu operasi adalah posisi

supine atau dorsal decubitus, karena seluruh tubuh mendekati level jantung, sehingga

kestabilan hemodinamik pasien diharapkan dapat dijaga seoptimal mungkin. Namun

demikian, karena mekanisme kompensasi tubuh dilumpuhkan oleh anestesi, walaupun

terjadi penurunan posisi kepala beberapa derajat (trendeleburg) ataupun kenaikan

posisi kepala (reverse trendelenburg) akan dapat mengakibatkan orubahan

kardiovaskular yang signifikan.

Posisi Tangan

Pada pasien supine, satu atau kedua tangan diabduksi di sepanjang

tubuh. Direkomendasikan abduksi ekstremitas atas kurang dari 900 untuk

meminimalisir luka pada pleksus brakial akibat tekanan kaudal di aksila dari

kepala humerus. Tangan dan lengan dapat diposisikan secara supine maupun

dalam posisi netral dengan telapak tangan diarahkan ke tubuh untuk

mengurangi tekanan eksternal pada saraf ulnar. Ketika tangan diaduksi,

biasanya mereka diletakkan di samping tubuh. Siku tangan maupun semua

objek yang ‘menonjol’, seperti intravenous fluid lines diberikan alas.

Variasi Posisi Supine

Page 3: Posisi Operasi dan RIsikonya

Beberapa variasi posisi supine biasa digunakan:

Lawn-chair position (Gambar 1.D)

Pinggul dan lutut difleksikan sedikit, hal ini untuk mengurangi stress

pada punggung, pinggul, dan lutut. Ditambah lagi posisi kaki yang berada

sedikit di atas level jantung memfasilitasi venous return. Jarak antara

xiphoid ke pubis pun berkurang sehingga mengurangi ketegangan pada

otot-otot di abdominal ventral dan mempermudah saat menutup insisi

laparotomi.

Frog-leg position

Posisi di mana pinggul dan lutut difleksikan dan pinggul di rotasi

secara eksternal dengan telapak kaki saling berhadapan. Sehingga

memberikan akses ke perineum, paha medial, genitalia, dan rectum.

Tentunya kita harus memperhatikan agar stress yang diberikan dan rasa

sakit post operasi di pinggul minimal, serta mencegah dislokasi dengan

menopang lutut.

Trendelenburg position

Digunakan untuk meningkatkan venous return selama hipotensi, untuk

memaksimalkan eksposur selama operasi abdominal dan laparoskopi, dan

selama pemasangan central line untuk mencegah emboli.

Posisi ini memiliki konsekuensi kardiovaskular dan respiratori yang

signifikan. Gerakan diafragma menjadi terbatas akibat berat visera

abdomen; ini lebih lanjut mengurangi FRC (functional residual capacity)

dan meningkatkan atelektasis. Posisi kepala di bawah meningkatkan

tekanan vena sentral, intracranial, dan intraocular, serta dapat

menyebabkan regurgitasi pasif. Posisi kepala di bawah yang

berkepanjangan juga dapat menyebabkan pembengkakan wajah,

konjungtiva, laring, dan lidah dengan meningkatkan kemungkinan

obstruksi nafas atas pascaoperasi. Gerakan cephalad dari visera abdomen

melawan diafragma juga menurunkan kapasitas fungsional residu dan

compliance paru. Pada pasien dengan ventilasi spontan, kerja pernapasan

meningkat. Sedangkan pada pasien dengan ventilasi mekanik, tekanan

udara harus lebih tinggi untuk memastikan ventilasi yang memadai.

Lambung juga terletak di atas glotis. Oleh karena itu, intubasi endotrakeal

sering dilakukan untuk melindungi jalan napas dari aspirasi paru terhadap

Page 4: Posisi Operasi dan RIsikonya

isi lambung dan untuk mengurangi atelektasis. Karena risiko edema pada

trakea dan mukosa di sekitar jalan pernafasan selama operasi di mana

pasien berada dalam posisi Trendelenburg untuk jangka waktu yang lama,

maka kebocoran udara harus dipastikan di sekitar endotracheal tube atau

laring sebelum ekstubasi.

Reverse posisi Trendelenburg (Gambar 1. E)

Posisi terlentang dengan kepala berada pada level yang lebih tinggi,

sering digunakan untuk memfasilitasi pembedahan perut bagian atas

dengan menggeser isi perut. Posisi ini semakin populer karena jumlah

operasi laparoskopi meningkat. Pemantauan tekanan darah arteri harus

dilakukan dengan ketat untuk mendeteksi hipotensi akibat penurunan

venous return. Selain itu, posisi kepala di atas jantung mengurangi

tekanan perfusi ke otak dan harus dipertimbangkan ketika menentukan

tekanan darah optimal. Dalam semua posisi di mana kepala berada pada

tingkat yang berbeda dari jantung, efek gradien hidrostatik pada tekanan

arteri dan vena serebral harus dipertimbangkan dalam menjaga tekanan

perfusi serebral.

Gamba

r 1

Page 5: Posisi Operasi dan RIsikonya

Komplikasi

Alopecia dapat terjadi karena folikel rambut iskemik akibat imobilisasi

kepala yang lama dan adanya titik berat yang jatuh terbatas di area

tertentu, biasanya oksiput. Hipotermia dan hipotensi selama operasi dapat

meningkatkan komplikasi ini. Menggunakan bantal kepala dapat menjadi

salah satu solusi dan selama operasi berkepanjangan, rotasi periodik

kepala untuk mendistribusikan berat badan dapat dipertimbangkan.

Sakit punggung dapat terjadi dalam posisi terlentang akibat

kelengkungan lordotic lumbal, terutama karena tonus otot paraspinous

hilang selama anestesi umum aakibat relaksasi otot atau blok neuraksial.

Akibatnya, pasien dengan kyphosis luas, scoliosis, atau sebelumnya

riwayat nyeri punggung mungkin memerlukan padding tambahan untuk

tulang belakang atau sedikit fleksi pada pinggul dan lutut. Terakhir,

jaringan di atas semua tonjolan tulang, seperti tumit dan sacrum, harus

dialasi untuk mencegah iskemia jaringan lunak karena tekanan, terutama

selama operasi yang panjang.

Cedera saraf perifer. Cedera ini sering asimtomatik selama beberapa hari

setelah operasi. Ada empat mekanisme patologis yang mendasari cedera

saraf:

o Stretch

o Kompresi

o Iskemia

o gangguan metabolik

Perlu untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko terkena neuropati

(lansia, gangguan neuropati, diabetes, dll) dan kemudian untuk

mengurangi stretch / tekanan pada saraf selama anestesi dengan padding.

Injuri ocular. Frekuensi cedera mata selama anestesi dan operasi sangat

rendah (<0,1% dari anestesi), tetapi spektrum rentang cedera dari

ketidaknyamanan ringan sampai kerugian permanen visi. Lesi kornea

dilaporkan paling umumnya. Mereka disebabkan oleh trauma langsung

Page 6: Posisi Operasi dan RIsikonya

ke kornea oleh benda asing (masker wajah, tirai bedah, dll) ditambah

dengan penurunan produksi air mata basal sekunder karena anestesi

umum. Cedera ini sebagian besar dapat dicegah dengan tape mata.

Gambar 2

2. Litotomi

Posisi litotomi klasik sering digunakan selama operasi ginekologi, rektal, dan

urologi.

Gambar 3

Page 7: Posisi Operasi dan RIsikonya

Pinggul difleksikan sekitar 800-1000 dari tubuh dan dan kaki diabduksi 300-450 garis

tengah. Lutut tertekuk sampai kaki bawah sejajar dengan tubuh, dan kaki diberikan

penopang. Bagian kaki meja ruang operasi diturunkan. Posisi lengan disarankan jauh

dari bagian engkel dari meja operasi untuk menghindari cedera saat menaikkan meja

operasi di bagian kaki. Saat memulai posisi litotomi dibutuhkan koordinasi dari

posisi ekstremitas bawah oleh dua asisten untuk menghindari torsi tulang belakang

lumbar. Kedua kaki harus diangkat bersama, dengan memfleksikan pinggul dan lutut

secara bersamaan. Ekstremitas yang lebih rendah harus diberi bantalan atau alas untuk

mencegah kompresi. Setelah operasi, pasien juga harus dikembalikan ke posisi

terlentang dengan terkoordinasi. Seperti disebutkan di atas, tangan harus diatur untuk

mencegah risiko terjepit. Kaki harus diangkat dari penopang secara bersamaan, lutut

juga diangkat bersama ke garis tengah, dan kaki perlahan diluruskan dan diturunkan

ke meja operasi. Posisi litotomi juga dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang

signifikan. Ketika kaki ditinggikan, ,maka preload akan meningkat dan menyebabkan

peningkatan curah jantung, vena serebral, dan intrakranial sementara. Selain itu,

posisi litotomi menyebabkan organ perut akan mendesak dan menggantikan tempat

diafragma cephalad, sehingga mengurangi compliance paru-paru dan berpotensi

mengurangi volume tidal. Pada pasien obesitas atau memilik massa perut yang cukup

besar (Tumor, uterus gravid), tekanan perut dapat meningkat cukup signifikan untuk

menghalangi aliran balik vena ke jantung. Terakhir, kelengkungan lordotic normal

lumbar pada tulang belakang hilang dalam posisi litotomi, dan berpotensi

memperparah sakit punggung bawah yang sudah ada sebelumnya

Neuropati motoric pada ekstremitas bawah yang paling sering adalah saraf

peroneal. Sindrom kompartmen pada ekstremitas bawah jarang terjadi, sindrom ini

hanya muncul perfusi ke ekstremitas tidak cukup, sehingga menyebabkan iskemia,

edema, dan rhabdomyolisis dari peningkatan tekanan jaringan di dalam kompartmen

fascial.

Dalam review retrospektif pada 572.498 operasi, kejadian sindrom

kompartemen lebih tinggi pada litotomi (1 dalam 8720) dan lateral dekubitus (1

dalam 9711) dibandingkan dengan posisi telentang dengan (1 di 92.441) posisi. Maka

dari itu, disarankan untuk merendahkan kaki sejajar dengan tubuh secara berkala jika

operasi berlangsung hingga beberapa jam.

Page 8: Posisi Operasi dan RIsikonya

3. Lateral Dekubitus

Posisi lateral dekubitus paling sering digunakan untuk operasi yang

melibatkan thorax, struktur retroperitoneal, atau pinggul. Pasien bersandar pada sisi

nonoperative dan diseimbangkan antara anterior dan posterior dengan penopang,

seperti selimut gulungan, serta kaki yang menempel pada meja operasi difleksikan

sedikit. Lengan biasanya diposisikan di depan pasien. Tangan biasanya diposisikan di

depan pasien. Lengan dependen bertumpu pada alas papan yang tegak lurus dengan

batang tubuh. Lengan yang tidak dipenden sering ditopang pada sandaran tangan atau

busa cradle. Jika memungkinkan, lengan tidak boleh diabduksi lebih dari 90 derajat.

Untuk beberapa thoracotomi yang letaknya tinggi, lengan nondependent mungkin

perlu untuk ditinggikan di atas bidang bahu untuk eksposur, tetapi harus waspada

untuk mencegah gangguan neurovaskular. Kepala pasien harus tetap dalam posisi

netral untuk mencegah rotasi lateral leher yang berlebihan dan luka stretch pada

pleksus brakialis. Posisi ini mungkin memerlukan tambahan dukungan kepala.

Telinga yang dependen harus diperiksa untuk menghindari tekanan atau lipatan yang

tidak semestinya. Mata harus aman dan diperiksa secara berkala untuk menghindari

kompresi eksternal. Untuk menghindari cedera kompresi pada pleksus brakialis

kompresi pembuluh darah, sebuah "aksila roll" (umumnya botol infus cairan

intravena) sering ditempatkan di kaudal dari ketiak yang menempel ke meja operasi.

"Roll" tidak boleh ditempatkan di ketiak karena tujuannya dalah untuk memastikan

bahwa berat thorax jatuh di dinding dada caudad terhadap ketiak dan menghindari

kompresi dari isi aksila.

Page 9: Posisi Operasi dan RIsikonya

Gambar 4

Denyut arteri harus dimonitor pada lengan yang dependen sebagai deteksi

awal terhadap kompresi struktur neurovaskular pada aksila. Kompresi vaskular dan

pembengkakan vena di lengan dependen dapat mengganggu oembacaan pulse

oksimetri; hasil pembacaan saturasi yang rendah menggambarkan sirkulasi yang

terganggu. Hipotensi yang diukur dari lengan yang dependen dapat terjadi karena

kompresi arteri aksilari, maka dari itu, penting untuk mengukur tekanan darah di

kedua lengan. Ketika ginjal yang sedang beristirahat digunakan, maka ia harus dengan

tepat diposisikan di bawah illiac crest untuk mencegah penekanan terhadap vena cava

inferior. Terakhir, bantal atau alas diletakkan di antara lutut dengan kaki dependen

difleksikan untuk meminimalisasikan tekanan yang berlebihan pada tulang dan juga

mengurangi regangan pada saraf di eksterimitas bawah.

Posisi lateral dekubitus akan mengganggu fungsi paru-paru. Pada pasien

dengan ventilasi mekanik, kombinasi dari berat lateral mediastinnum dan tekanan

cephalad yang tidak proporsional dari isi abdominal pada diafragma yang dependen

akan menurunkan compliance dari paru-paru dependen dan menitikberatkan ventilasi

pada paru-paru yang tidak dependen. Pada saat yang bersamaan, aliran darah paru-

paru mengalir ke bagian paru-paru yang terventilasi, sehingga paru-paru yang

dependen meningkat akibat gravitasi. Konsekuensinya, ventilasi-perfusi matching

semakin parah, dan berpotensi mengganggu ventilasi alveolar dan pertukaran gas.

Page 10: Posisi Operasi dan RIsikonya

Posisi lateral dekubitus lebih disukai pada operasi thoraks dan one-lung ventilation.

Ventilasi per menit dari paru-paru dependen biasanya meningkat, sedangkan paru-

paru yang nondependen colaps. Peningkatan ventilasi per menit dikombinasikan

dengan compliance akibat posisi akan semakin meningkatkan tekanan udara yang

dibutuhkan untuk mencapai ventilasi yang adekuat.

Pasien dapat difleksikanketika berada pada posisi lateral untuk

menyebaratakan tulang rusuk selama thorakotomi atau untuk improve eksposur

terhadap retroperitoneum untuk operasi renal.

4. Prone

Posisi prone atau ventral decubitus digunakan terutama untuk akses operasi ke

fossa posterior dari tengkorak kepala, tulang belakang, bokong, dan area perirectal,

dan ekstremitas bawah. Dan untuk posisi supine, jika kaki berada di bidang yang

sama dengan torso, maka keadaan hemodinamik relative dapat dijaga, tapi jika kaki

direndahkan secara signifikan, venous return, dapat berkurang atau terbendung.

Fungsi paru lebih baik disbanding pada posisi supine atau lateral decubitus jika tidak

tekanan abdominal yang signifikan.

Gambar 5

Page 11: Posisi Operasi dan RIsikonya

Kaki harus diberi alas dan difleksikan sedikit pada lutut dan pinggul. Kedua

tangan dapat diposisikan di samping pasien dan diletakkan di posisi netral seperti

pada posisi supine, atau diletakkan di samping kepala. Extra padding diperlukan di

bawah siku untuk mencegah kompresi pada saraf ulnar. Lengan tidak boleh diabduksi

lebih dari 900 untuk mencegah regangan berlebihan pada pleksus brachial, terutama

pada pasien dengan kepala yang diputar. Terakhir, stoking elastis diperlukan untuk

ekstremitas bawah agar meminimalisasikan bendungan vena terutama jika ada fleksi

dari tubuh.

Jika direncanakan untuk anestesi umum, maka trakea pertama kali diintubasi

ketika pasien masih keadaan terlentang, semua akses intravascular yang dibutuhkan

juga dilakukan terlebih dahulu. Plester yang dipasang sebaiknya lebih longgar untuk

drainase saliva. Baru setelah itu, pasien diubah posisi menjadi prone, dengan menjaga

leher dan tulang belakang dalam satu garis selama perpindahan. Saat perpindahan,

semua alat seperti manset tekanan darah, akses intravascular harus dikunci terlebih

dahulu sebelum perpindahan.

Keadaan mata yang menempel di bagian meja operasi harus di-eriksa secara

berkala untuk memastikan tidak ada eksternal kompresi. Sebagai tambahan, pasien

dengan artritis pada leher atau penyakit serebrovaskular akan mengganggu aliran

arteri carotid dan vertebra dan drainase vena jugularis. Pasien juga dapat

menggunakan horseshoe di bagian kepala yang hanya menyokong bagian kening dan

malar sehingga akses terhadap jalan nafas tetap baik. Namun alat ini kaku dan

berbahaya jika kepala bergerak. Mayfield rigid pins menopang kepala tanpa adanya

tekanan di wajah, sehingga memberi akses pada airway.

Posisi prone merupakan factor risiko untuk kehilangan penglihatan. Tekanan

eksternal pada abdomen juga dapat meningkatkan tekanan intra abdomen pada pasien

dengan posisi prone.

Bagian genitalia harus bebas dari kompresi apapun. Posisi prone juga berisiko

untuk pasien obesitas yang sudag memiliki gangguan respirasi.

5. Sitting

Posisi ini jarang digunakan karena adanya persepsi risiko terhadapa paralisis

vena dan emboli udara. Namun, sitting position menawarkan keuntungan untuk

operasi posterior cervical spine dan posterior fossa. Keuntungan yang paling utama

untuk operasi adalah eksposur operasi yang baik, mengurangi perdarahan di lapangan

Page 12: Posisi Operasi dan RIsikonya

operasi. Di sisi lain, keuntungan untuk anestesi adalah akses yang sangat baik

terhadap jalan nafas apsien, mengurangi pembengkakan wajah, dan memperbaiki

ventilasi, terutama pada pasien obes. Banyak variasi dalam posisi sitting, posisi

‘beach chair’, banyak digunakan untuk operasi bahu, karena akses operasi didapat

baik dari anterior maupun poster

Gambar 6

Bagian kepala biasanya difiksasi dengan pins untuk operasi saraf atau

dilekatkan di tempat untuk penyokong. Tangan harus ditopang dengan levasi sedikit

dari bahu untuk mencegah traksi dari otot bahu dan regangan di struktur

neurovascular ekstremitas atas. Lutut biasa sedikit difleksikan untuk kesemibangan

dan mencegah regangan di saraf skiatik. Posisi kepala dan leher diasosiasikan dengan

komplikasi selama operasi. Fleksi leher yang terlalu berlebihan dapat mengganggu

aliran darah arteri dan vena sehingga mengakibatkan hipoperfusi atau kongesti bena

di otak. Selain itu, fleksi yang berlebihan dapat menghambat endotracheal tube dan

memberikan tekanan yang signifikan terhadap lidah, menyebabkan makroglossia.

Secara umum, setidaknya diberikan jarak 2 jari antara mandibular dan sternum untuk

pasien dewasa dengan ukuran tubuh normal.