Upload
nurul-inayah-anwar
View
168
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Paper
Ilmu kebidanan dan kemajiran
POSTPARTUM ANESTRUS
OLEH:
NURUL INAYAH ANWAR
O111 10 281
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDN
2013
POSTPARTUM ANESTRUS
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menujukan
gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut
dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktivitas ovaria yang
tidak teramati. Anestrus sering merupakan penyebab infertilitas pada sapi. Gangguan
reproduksi ini umumnya terjadi pada sapi sesudah partus atau inseminasi tanpa terjadi
konsepsi (Arthur, 2001).
A. Faktor penyebab anestrus postpartum
1. Nutrisi
Ransum pakan kualitas dan kuantitas rendah seperti kekurangan lemak dan
karbohidrat dapat mempengaruhi aktivitas ovarium sehingga menekan
perrtumbuhan folikel dan mendorong timbulnya anestrus, kekurangan protein
mendorong terjadinya hipofungsi ovarium disertai anestrus.
Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor nutrisi. Jika
tubuh kekurangan nutrisi, terutama untuk jangka waktu yang lama, maka akan
mempengaruhi sistem reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah, dan
akhirnya produktivitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi
hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah karena
tidak cukupnya ATP, akibatnya ovarium mengalami hipofungsi.
Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi,
pembelahan sel, perkembangan embrio, dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi
pada masa pubertas hingga partus pertama akan mengakibatkan birahi tenang,
kelainan ovulasi, gagal konsepsi, serta kematian embrio dan fetus.
Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi di antaranya
protein, vitamin A, dan mineral (P, Cu, Co, manganese, iodine, selenium). Selain
nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus
dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan abortus, yaitu racun
daun cemara, nitrat, ergotamin, napthalen, khlor, dan arsenik. Pada ovarium, feed
intake rendah yang menunda pubertas adalah disertai penurunan perkembangan
folikel ovarium, pada sapi betina adalah folikel dominan lebih kecil. Hal ini terjadi
meski sekresi gonadotropin tercukupi
2. Umur
Anestrus pada hewan betina yang masih muda disebabkan poros
hypothalamus, hipofisa anterior belum berfungsi secara baik, kelenjar hipofisa
anterior belum cukup mampu menghasilkan hormon gonadothropin sehingga
ovarium juga belum mampu menghasilkan hormon estrogen sebagai akibat belum
terjadi pertumbuhan folikel yang sempurna. Anestrus pada hewan betina yang telah
berumur tua, hipofisi anterior telah mengalami perubahan dan penurunan fungsi
sehingga mendorong berkurangnya sekresi hormon gonadothropin disertai dengan
penurunan respon ovarium terhadap hormon tersebut.
3. Kebuntingan
Hewan yang sedang bunting, pada ovariumnya terdapat korpus luteum yang
mampu menghasilkan hormon progesteron yang berperan menjaga kebuntingan
dalam jumlah besar. Hormon progesteron menghambat kerja kelenjar hipofisa
naterior karena adanya mekanisme umpan balik negatif dan disertai sekresi hormon
gonadothropin yang menurun sehingga tidak mendorong pertumbuhan folikel baru
pada ovarium (karena tidak ada hormon estrogen yang dapat disekresi). Keadaan ini
yang menyebabkan birahi tidak timbul dan selalu dalam keadaan anestrus (Arthur,
2001)
4. Laktasi
Kadar hormon LTH atau prolaktin yang tinggi dalam darah pada hewan
yang sedang laktasi dapat mendorong terbentuknya korpus luteum persisten
(kelanjutan dari korpus luteum gravidatum yang ada pada waktu kebuntingan). Hal
ini berkaitan dengan kadar progesteron dalam darah meningkat tajam sebagai
mekanisme umpan balik negatif pada kelenjar hipofisa anterior dan menghambat
sekresi hormon gonadothropin. Keadaan ini menyebabkan folikel baru tidak
tumbuh dan tidak ada sekresi estrogen sehingga terjadi anestrus (Frandson, 1992).
5. Hipofungsi Ovarium
Hipofungsi ovarium adalah suatu keadaan dimana ovarium mengalami
penurunan fungsinya dari normal, dapat muncul pada saat yang beragam, sering
terjadi pada sapi dara menjelang pubertas dan sapi dewasa partus atau setelah
inseminasi tapi tidak terjadi konsepsi. Ovarium yang mengalami hipofungsi
berbentuk agak bulat, rata, licin dan agak kecil dibandingkan dengan normal.
Toelihere (1981), menyatakan bahwa berbagai gangguan post-partum
seperti retensio sekumdinae, distokia, paresis purpuralis, ketosis, mastitis dan
kelahiran kembar dapat menyebabkan penundaan berahi. Anestrus karena
hipofungsi disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk dari sapi yang bersangkutan.
Pada sapi – sapi yang demikian pengobatan umumnya kurang bermanfaat sebelum
gizinya diperbaiki.
Aktivitas ovarium secara tidak langsung tertekan oleh penyakit – penyakit
yang menimbulkan kelemahan kronis dan keadaan yang demikian sering kali
penyebabnya tidak terlihat terutama pada kasus – kasus yang sporadis. Faktor yang
diduga kuat sebagai penyebab sistik ovari adalah kegagalan hipofisa untuk
melepaskan LH yang cukup untuk ovulasi dan perkembangan corpus luteum,
meskipun mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti. Dugaan adanya
defisiensi LH itu timbul karena pemberian LH penderita sistik ovari memberikan
efek kuratif yang baik.
6. Lingkungan
Lingkungan yang kurang cocok, kandang sempit, kurang ventilasi dapat
menimbulkan stress yang memicu kondisi anestrus.
B. Gejala Klinis
Gejala yang terlihat pada sai yang terkena postpartum anestrus, diantaranya:
1. Calving interval menjadi lama atau jauh di atas normal sehingga menyebabkan
kerugian ekonomis
2. Sapi tidak menunjukkan gejala estrus
3. Sekresi hormon reproduksi sedikit sehingga mengalami kegagalan saat
dilakukan inseminasi buatan atau dikawinkan secara alami
4. Pada palpasi per rectal, organ reproduksinya mengalami gangguan atau tidak
berkembang maksimal
5. BCS yang sangat rendah sehingga nutrisi tidak dapat mendukung pertumbuhan
yang maksimal
6. Anestrus musiman photoperiod, stress suhu tinggi. Suhu tinggi dapat
menyebabkan calving interval pada sapi menjadi lebih lama.
C. Mekanisme
Kegagalan estrus atau anestrus pada ternak sapi merupakan gejala utama dari
banyak faktor lain yang mempengaruhi siklus birahi. Menurut Hafez (2000) bahwa
anestrus akibat hipofungsi ovarium sering berhubungan dengan gagalnya sel-sel
folikel menanggapai rangsangan hormonal, adanya perubahan kuantitas maupun
kualitas sekresi hormonal, menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan fungsi
hipotalamus-pituitaria-ovarium yang akan menyebabkan menurunnya sekresi
gonadotropin sehingga tidak ada aktivitas ovarium setelah melahirkan.
GnRH berfungsi menginduksi pelepasan FSH dan LH di hipofisa anterior
sehingga menyebabkan perkembangan folikel dan terjadinya estrus (Hafez, 2000).
Sehingga apabila terjadinya penurunan GnRH maka pelepasan LH dan FSH pun akan
terhambat, maka terjadilah anestrus.
D. Pencegahan Dan Pengobatan
1. Pencegahan
Manajemen Pakan
Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan factor pakan/nutrisi.
Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka waktu yang lama maka akan
mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan
akhirnya produktivitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi
hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresihormone FSH dan LH rendah
(karene tidak cukupnya ATP), akibatnya ovarium tidak berkembang
(hipofungsi).Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi,
pembelahan sel, perkembangan embrio dan fetus.
Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak
pertama maka kemungkinannya adalah: birahi tenang, defek ovulatory (kelainan
ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi yang sangat menunjang
untuk saluran reproduksi diantaranya: protein, vitamin A, mineral/vitamin (P,
kopper, kobalt, manganese, lodine, selenium). Selain nutrisi tersebut diatas, yang
perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa
kebuntingan karena dapat menyebabkan obortus (keguguran), diantaranya: racun
daun cemara, nitrat, ergotamine, napthalen, khlor, dan arsenik.
Hal ini dapat dicegah dengan:
a. Pemberian kebutuhan kasaar 10% dari berat tubuh, dengan kandungan protein
12%.
b. Pemberian konsentrat 1-2% dari berat badan.
c. Pemberian bahan kering pakan 2-4% berat badan.
Managemen peternakan
a. Penyuluhan yang baik kepada peternak dan petugas pemelihara ternak tentang
cara pengamatan birahi pada ternaknya
b. Pengamatan yang lebih sering dan teliti dapat mengurangi anestrus.
c. Untuk Silent heat dan subestrus pada hewan jantan dapat dipasangi Chin Ball
Mating Device (Toilehere. 1981)
d. Pencatatan yang baik waktu birahi
e. Pemeriksaan rektal berulang (Hardjopranjoto, 1995).
2. Pengobatan
Terapi hormonal
Rangsangan aktivitas ovarium pada kasus anestrus postpartum (hipofungsi
ovarium), telah banyak dilaporkan seperti penyuntikan hormon gonadotropin pada
sapi (Hafez, 2000). Penyuntikan GnRH pada sapi potong dapat menginduksi
pelepasan FSH dan LH. Penyuntikan GnRH juga pada domba yang mengalami
anestrus dapat menginduksi pelepasan FSH dan LH.
Penggunaan PMSG pada kasus anestrus juga telah banyak dilaporkan
dapat menginduksi timbulnya estrus (Putro, 1991 ; Hafez, 2000). PMSG dapat
mengaktivitas FSH yang tinggi dan sedikit aktivitas LH sehingga mampu memicu
perkembangan folikel dan terjadinya estrus.
Gabungan hormon estrogen dengan progesteron juga pernah dicoba pada
sapi perah yang mengalami anestrus postpartum, namun kurang berhasil
dibandingkan hormon gonadotropin, dan penanganan yang paling efektif pada
kasus hipofungsi ovaria adalah pemberian FSH yang diikuti dengan
pemeberian LH (McDougall and Compton, 2005). Tabel. Rataan (X) ± SD
Timbulnya Berahi (hari) setelah perlakuan Gn-RH dan PMSG.
Estrus paling cepat terjadi pada penyuntikan PMSG yaitu rata-rata yaitu
3,43 ± 0,79 hari (2-4 hari) dan paling lama adalah pada pada penyuntikan Gn-RH
1x yaitu rata-rata 7,17 ± 3,24 hari (5-10 hari) (Pemayun, 2009).
Adanya perbedaan panjang pendeknya hari munculnya estrus antara
perlakuan GnRH dengan PMSG, hal ini disebabkan oleh karena organ sasaran
kedua hormon gonadotropin tersebut berbeda. GnRH adalah hormon hipotalamus
yang menstimulasi pelepasan FSH dan LH di hipofisa anterior yang kemudian
akan merangsang aktivitas ovarium, sedangkan PMSG bekerja langsung ke
ovarium untuk menstimulasi aktivitas ovarium (Hafez, 2000).
Penanganan dan terapi anestrus lainnya:
a. Perbaikan manajemen pakan ternak
b. Pemberian obat-obatan berupa antiobiotik dan anthelmetik pada penyakit
yang disebabkan oleh cacing dan virus.
c. Pada kasus corpus luteum persisten, sista luteum, dan sista corpora luteum
dapat diobati dengan menggunakan PGF2α.
d. Penggunaan estradiol sintetik pada kasus silent heat dan subestrus. Untuk
subestrus dapat dideteksi dengan menggunakan pejantan teaser pda betina
estrus, sehingga saat itu juga dapat di IB.
e. Pemberian LH sintetik pada kasus sista ovari.
f. Pada kasus kematian fetus, dapat dipacu dengan oksitosin untuk memacu
kontraksi myometrium untuk pengeluaran fetus.
g. Pada masa laktasi untuk mengurangi kasus anestrus dapat disuntikkan FSH,
LH, dan GnRH
DAFTAR PUSTAKA
Whittier, Jack C., dkk. 2008. Understanding Postpartum Anestrus and Puberty.
http: //www.apliedreprostrategies.com. diakses pada tanggal 16 april 2013.
Pohan, Amirudin dan C. Talib. 2010. Aplikasi Hormone Progesterone dan Estrogen
Pada Betina Induk Sapi Bali Anestrus Postpartum yang Digembalakan di
Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. http://peternakan.litbang.deptan.go.id.
Diakses pada tanggal 16 april 2013.
A.J, Siswanto. 2010. Kejadian Hipofungsi Ovaria Pada Sapi Brahman Cross Di
Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan. http://bppvlampung.com. Diakses pada tanggal 16 april 2013.
Aliyah, Nur. Kelainan Reproduksi Ternak Sapi Perah Fries Holland di Kabupaten
Sinjai. http://repository.unhas.ac.id. Diakses pada tanggal 15 april 2013.
Anonym. 2012. Anestrus pada sapi. http://heyfifihindhis.blogspot.com/2012/02/blok-
15-up-6-anestrus-pada-sapi.html. Dikses pada tanggal 15 april 2013.