Upload
buitram
View
240
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
i
POTENSI EKSTRAK UMBI DAN DAUN UBI JALAR UNGU
SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
DIAH DARU ASIH PAMUNGKAS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i
i
ABSTRAK
DIAH DARU ASIH PAMUNGKAS. Potensi Ekstrak Umbi dan Daun Ubi Jalar
Ungu sebagai Inhibitor α-Glukosidase. Dibimbing oleh IRMANIDA
BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Ubi jalar ungu dilaporkan dapat membantu diet harian bagi penderita
diabetes melitus tipe 2 karena memiliki kadar glikemik yang rendah. Salah satu
mekanisme menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes adalah dengan
menghambat enzim α-glukosidase. Pada penelitian ini, potensi ekstrak alkaloid
dari daun dan ekstrak antosianin dari umbi ubi jalar ungu dievaluasi sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase. Penelitian menggunakan ubi jalar ungu dari
Ciampea, Bogor. Ekstrak alkaloid 2000 ppm ditunjukkan aktif menghambat kerja
enzim sebesar 61.88%, sedangkan ekstrak antosianin tidak aktif (hanya
menghambat 0.25%). Ekstrak alkaloid selanjutnya difraksionasi menggunakan
kromatografi kolom dengan fase diam silika gel dan kloroform sebagai eluen.
Fraksi yang mengandung alkaloid dengan semprotan Dragendorf, yakni F10,
kemudian dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi lapis tipis preparatif.
Fraksi F10.15 positif mengandung alkaloid dan dapat menghambat enzim
-glukosidase sebesar 18.07% pada konsentrasi 1250 ppm. Spektrum inframerah
transformasi Fourier fraksi ini memperlihatkan gugus fungsi –NH−, –OH, dan –
CH2– dan diduga mengandung alkaloid polihidroksi alisiklik dengan kerangka
mirip gula.
ABSTRACT
DIAH DARU ASIH PAMUNGKAS. Potency of Leaves and Tuberous Extract of
Purple Sweet Potatoes as α-Glucosidase Inhibitor. Supervised by IRMANIDA
BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Purple sweet potato has been reported as a component of daily diet for
type 2 diabetes mellitus patient because of its low glycemic index. A mechanism
for decreasing blood’s sugar content in diabetic patients is by inhibiting α-
glucosidase enzyme. In this study, the potencies of alkaloid extract from leaves
and anthocyanin extract from tuberous of purple sweet potato were investigated as
an inhibitor of α-glucosidase. The sample used was purple sweet potato from
Ciampea, Bogor. The 2000 ppm alkaloid extract could inhibit α-glucosidase
activity (61.88%), whereas anthocyanin extract was inactive (only inhibited
0.25%). The alkaloid extract was then fractionated by column chromatography
with silica gel stationary phase and chloroform as eluent. Fraction containing
alkaloid with Dragendorf spraying was F10, which was further separated by
preparative thin layers chromatography. F10.15 fraction contained alkaloid and
had inhibition activity of 18.07% at 1250 ppm. Fourier transform infrared
spectrum of this fraction showed –NH−, –OH, and –CH2– functional groups and
was predicted as containing alicyclic polyhydroxy alkaloid with sugar-resembled
skeleton.
ii
ii
POTENSI EKSTRAK UMBI DAN DAUN UBI JALAR UNGU
SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
DIAH DARU ASIH PAMUNGKAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
iii
iii
Judul Skripsi : Potensi Ekstrak Umbi dan Daun Ubi Jalar Ungu sebagai
Inhibitor α-Glukosidase
Nama : Diah Daru Asih Pamungkas
NIM : G44096020
Diketahui
Ketua Departemen Kimia
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 195012271976032002
Tanggal Lulus:
Diketahui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr Irmanida Batubara, SSi MSi
NIP 19750807 200501 2 001
Dr dr Irma H Suparto, MS
NIP 19581123 198603 2 002
iv
iv
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi
Ekstrak Umbi dan Daun Ubi Jalar Ungu sebagai Inhibitor α-Glukosidase”.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai bulan April 2012
di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (PSB IPB). Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat kelulusan Program Sarjana Alih Jenis di Departemen Kimia FMIPA
IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, SSi, MSi
selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma H Suparto, MS sebagai pembimbing
kedua yang selalu memberikan motivasi, kritik, dan saran untuk kelancaran
penelitian dan penulisan. Apresiasi kepada Bapak Eman, Ibu Nunung, Bapak
Engkos, dan Bapak Dede yang telah menyediakan alat dan bahan selama
penelitian serta staf PSB IPB (mba Salina, Ibu Nunuk, mas Endi, mas Nio, mas
Jaim, dan mba Wiwi) yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
Penghargaan yang setingi-tingginya juga dihaturkan untuk Bapak, Mamah,
Mba Dian, dan Mas Marten yang selalu memberikan dukungan dan kasih
sayangnya. Ucapan terima kasih kepada Fitriyani, Meysianna, Irma, Pita, Wina,
Zurida, Niati, Ichsan, Debby, dan Cahya serta rekan-rekan Program S1 Alih Jenis
Angkatan 3 yang selalu memberikan semangat selama penelitian. Terima kasih
juga diucapkan kepada Lina, Intan, dan kostan Pondok Ratna (Lilis, Fina, Resty,
Age, Aisyah, Sarah, Idah, Suhe, dan Yunika). Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2012
Diah Daru Asih Pamungkas
v
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 28 Oktober 1988 dari pasangan
Muhammad Suwardi dan Ngatirah. Penulis merupakan anak keempat dari empat
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri
1 Ciamis tahun 2006, lalu melanjutkan di Program Diploma 3 Analisis Kimia IPB
tahun 2006−2009 dan di Program Sarjana Alih Jenis Departemen Kimia IPB
tahun 2009−2012.
Selama kuliah, penulis pernah magang di Fakultas Teknik Kimia
Universitas Indonesia pada tahun 2008. Penulis juga melakukan praktik kerja
lapangan di PT Kalbe Morinaga Indonesia di Cikampek dengan judul laporan
“Analisis Proksimat dan Kadar Logam Susu Bubuk Bayi Chil KidTM
” pada tahun
2009. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia Analitik Dasar tahun
ajaran 2009/2010, asisten Pemeliharaan dan Pengoperasian Alat tahun ajaran
2011/2012 di Program Diploma IPB dan asisten Kimia Analitik Layanan
Biokimia di Departemen Kimia IPB pada tahun ajaran 2011/2012. Selain itu,
penulis pernah menjadi pemakalah poster pada Seminar Nasional Tanaman Obat
“Pokjanas TOI XLII” di Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) di Bandung
dengan judul poster “Potensi Ekstrak Umbi dan Daun Ubi Jalar Ungu sebagai
Inhibitor Enzim α-Glukosidase” pada tahun 2012.
vi
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
METODE .............................................................................................................. 1
Alat dan Bahan ............................................................................................ 1 Lingkup Kerja .............................................................................................. 1
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 3
Kadar Air dan Abu ....................................................................................... 3 Ekstrak ......................................................................................................... 4 Kandungan Fitokimia .................................................................................. 4 Aktivitas Inhibisi α-Glukosidase Ekstrak .................................................... 4 Eluen Terbaik KLT ...................................................................................... 5 Hasil Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (KK) ................................ 5 Hasil Fraksionasi dengan KLT Preparatif (KLTP) ...................................... 6 Identitas Senyawa ........................................................................................ 6
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 7
Simpulan ...................................................................................................... 7 Saran ............................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 7
LAMPIRAN .......................................................................................................... 9
vii
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kadar abu ubi jalar ungu berdasarkan bobot basah dan kering ........................ 4
2 Rendemen ekstrak ubi jalar ungu ..................................................................... 4
3 Fitokimia ekstrak kasar .................................................................................... 4
4 Absorpsi inframerah fraksi 10.15 ..................................................................... 6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Foto umbi dan daun ubi jalar ungu ................................................................... 1
2 Kromatogram ekstrak alkaloid dengan eluen metanol, aseton, kloroform, .........
n-heksana dan etil asetat pada UV 366 nm ...................................................... 5
3 Kromatogram ekstrak alkaloid dengan eluen kloroform-aseton 1:1, 2:1, 1:2, .....
3:1, dan 1:3 pada UV 366 nm ........................................................................... 5
4 Kromatogram ekstrak alkaloid, F1−F12, dan ekstrak alkaloid pada UV .............
366 nm . ............................................................................................................. 6
5 Kromatogram ekstrak alkaloid, F1−F9, F10 (positif alkaloid), F11, F12, dan ..
ekstrak alkaloid yang disemprot pereaksi Dragendorf ..................................... 6
6 Struktur kalistegin A3, B2 , dan B1 .................................................................... 7
viii
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ................................................................................... 10
2 Kadar air daun ubi jalar ungu ......................................................................... 11
3 Kadar abu daun ubi jalar ungu ....................................................................... 12
4 Rendemen ekstrak alkaloid ............................................................................ 13
5 Aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak alkaloid ........................ 14
6 Fraksi hasil kromatografi kolom (F1−F12) .................................................... 15
7 Fraksi F10.15 dan F10.16 hasil KLTP fraksi F10 .......................................... 15
8 Spektrum FTIR F10.15 ................................................................................... 16
1
1
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) tipe 2 dapat diobati
dengan cara menghambat kerja enzim
α-glukosidase. Enzim ini berada di permukaan
membran sel usus dan merupakan enzim
kunci dalam metabolisme karbohidrat.
Inhibitor α-glukosidase akan menghalangi
aktivitas enzim tersebut sehingga membatasi
perubahan oligosakarida dan disakarida
menjadi monosakarida, terutama untuk
serapan gastrointestinal (Malathi et al. 2010).
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas) memiliki
kadar glikemik yang rendah, yakni 40 per 100
g saji (Foster et al. 2002) sehingga digunakan
sebagai diet harian bagi penderita DM tipe 2.
Secara empiris, potensi antidiabetes ubi jalar
belum banyak diketahui, namun Ludvic et al.
(2004) melaporkan kemanjuran diet I. batatas
(Caiapo) dalam mengontrol DM tipe 2. Selain
itu, Royhan et al. (2009) menyatakan bahwa
ubi jalar kulit putih (I. batatas L.) memiliki
aktivitas menurunkan kadar gula darah dengan
cara meregenerasi sel beta pankreas dan
meningkatkan sensitivitas insulin. Ubi jalar
ungu yang digunakan pada penelitian ini
(Gambar 1) merupakan varietas I. batatas
yang memiliki kandungan antosianin (turunan
flavonoid) tertinggi. Ubi jalar ungu telah
dilaporkan memiliki aktivitas
antihiperglisemik (Suda et al. 2003).
Kandungan antosianin pada umbi ubi jalar
antara lain telah dilaporkan oleh Fan et al.
(2007).
(a) (b)
Gambar 1 Foto umbi (a) dan daun (b) ubi
jalar ungu.
Menurut Lien et al. (2010), fraksi ekstrak
etil asetat daun ubi jalar dapat mempercepat
aktivitas heksokinase, merangsang sekresi
insulin, dan menghambat glukoneogenesis
sehingga dapat memberikan efek
hipoglisemia. Pochapski et al. (2011)
menyatakan bahwa ekstrak kasar daun ubi
jalar mengandung senyawa alkaloid. Ekstrak
alkaloid 1% (b/v) dari buah mahkota dewa
dapat menghambat α-glukosidase sebesar
36.80% (Samson 2010), demikian pula
ekstrak flavonoidnya memiliki daya inhibisi
enzim α-glukosidase (Hartika 2009). Menurut
Takikawa et al. (2010), pemberian asupan
ekstrak kasar antosianin dari buah bilberry
pada tikus juga dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan meningkatkan sensitivitas
insulin. Oleh karena itu, diharapkan pada
penelitian ini dapat diperoleh ekstrak alkaloid
daun dan ekstrak antosianin umbi ubi jalar
ungu sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
Bagian daun dan umbi diteliti karena bagian
ini lazim dikonsumsi oleh masyarakat.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan ialah peralatan kaca,
penguap putar, neraca analitik, oven,
mikropipet, mortar agate, cawan aluminium,
cawan porselen, hot plate, inkubator,
spektrofotometer ultraviolet-tampak
(UV−Vis) Shimadzu Pharmaspec 1700 berkas
ganda (microplate reader), dan
spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR) Brucker. Bahan yang
digunakan adalah daun dan umbi ubi jalar
ungu dari daerah Ciampea (Bogor), metanol,
etanol, etil asetat, aseton, amil alkohol,
kloroform, n-heksana, dimetil sulfoksida
(DMSO), serbuk Mg, HCl, dietil eter, H2SO4,
NH4OH, KBr, pereaksi Wagner, Dragendorf,
KCl, natrium asetat, bufer fosfat 100 mM,
pelat silika gel G60F254-Merck, albumin serum
sapi (BSA) Sigma-Aldrich, p-nitrofenil α-D-
glukopiranosa (pNG) Sigma-Aldrich, Na2CO3,
enzim α-glukosidase Sigma-Aldrich, dan
tablet akarbosa (GlucobayTM
).
Lingkup Kerja
Penelitian terdiri atas beberapa tahap.
Pertama dilakukan preparasi daun dan umbi
ubi jalar ungu, kemudian alkaloid diekstraksi
dari daun dan antosianin dari umbi. Ekstrak
yang diperoleh diuji fitokimia dan inhibisi
α-glukosidase, lalu ekstrak aktif difraksionasi
dengan kromatografi kolom dilanjutkan
dengan kromatografi lapis tipis (KLT)
preparatif. Fraksi teraktif diidentifikasi dengan
spektrofotometer FTIR. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Preparasi Daun dan Umbi Ubi Jalar Ungu
Daun dan umbi dipotong kecil,
dikeringkan dalam oven pada suhu 50 oC
selama 30 jam, dan ditentukan kadar airnya
(±10%). Daun kering diblender tanpa air
2
2
sampai menjadi serbuk dan potongan kecil
umbi dihaluskan dengan mesin penggiling.
Penetapan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan aluminium dikeringkan pada suhu
105 oC selama 30 menit lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g
sampel daun dan umbi dimasukkan masing-
masing dalam cawan dan dipanaskan pada
suhu 105 oC selama 5 jam hingga diperoleh
bobot konstan. Setelah didinginkan dalam
desikator, cawan berisi sampel ditimbang.
Kadar air ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:
Kadar air (%) = A−B
× 100% A
Keterangan:
A adalah bobot sampel (g)
B adalah bobot sampel setelah dikeringkan (g)
Penetapan Kadar Abu (AOAC 2006)
Cawan porselen dipanaskan pada suhu
600 oC selama 30 menit lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g
sampel daun dan umbi ubi jalar dimasukkan
dalam cawan dan dipanaskan pada suhu
600 oC selama 2 jam hingga diperoleh bobot
konstan. Cawan dengan abu yang didapat
kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
Kadar abu (%) = A
× 100% B
Keterangan:
A adalah bobot abu (g)
B adalah bobot sampel (g)
Ekstraksi Alkaloid (Berkov et al. 2007)
Serbuk daun (29 g) diekstraksi dengan
cara maserasi dengan etanol 95% (1:10)
sampai filtrat tidak berwarna. Residu dibuang,
ekstrak etanol diuapkan pelarutnya di bawah
kondisi vakum. Ekstrak pekat etanol
dilarutkan kembali dalam H2SO4 2%
kemudian ditambahkan Et2O untuk
menghilangkan lemak. Fraksi Et2O dibuang,
fraksi asam (air) dibasakan dengan NH4OH
25% sampai pH 9−10 dan alkaloid diekstraksi
dengan kloroform sampai tidak berwarna.
Ekstrak alkaloid kasar dipekatkan dan
rendemen dihitung:
Rendemen (%) = A
× 100% B
Keterangan:
A adalah bobot ekstrak alkaloid (g)
B adalah bobot sampel (g)
Ekstraksi Antosianin (Fan et al. 2007)
Serbuk umbi dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer kemudian ditambahkan campuran
pelarut etanol-asam (HCl 1.5 M) dengan
nisbah 1:32. Suspensi dipanaskan dalam
penangas air dengan suhu 80 oC selama 1 jam,
kemudian disentrifugasi selama 50 menit
dengan kecepatan 2500 g. Supernatan
dikumpulkan, dipindahkan ke wadah lain, dan
dihitung rendemen antosianinnya:
Rendemen (%) = A
× 100% B
Keterangan:
A adalah bobot ekstrak antosianin (g)
B adalah bobot sampel (g)
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Alkaloid. Satu gram ekstrak dilarutkan
dengan 10 mL kloroform dan beberapa tetes
NH4OH kemudian disaring ke tabung reaksi
tertutup. Filtrat dikocok dengan penambahan
10 tetes H2SO4 2 M, lapisan asamnya
dipindahkan ke tabung reaksi lain. Lapisan
asam ini diteteskan pada pelat tetes dan
ditambahkan pereaksi Wagner dan Dragendorf
yang berturut-turut akan menimbulkan
endapan cokelat dan merah jingga jika ekstrak
positif mengandung alkaloid.
Fraksi dan ekstrak alkaloid dielusi pada
KLT dengan eluen terbaik (kloroform).
Setelah noda kering, pelat disemprot dengan
pereaksi Dragendorf yang akan menyebabkan
noda berwarna cokelat jingga bila
mengandung alkaloid.
Uji Flavonoid. Satu gram ekstrak
ditambahkan 10 mL air panas kemudian
dididihkan selama 5 menit dan disaring.
Sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan 0.05 g
serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil
alkohol. Campuran dikocok kuat, dan hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan
amil alkohol.
Uji Antosianin/Antosianidin. Sebanyak
0.5 g ekstrak antosianin ditambahkan 10 mL
metanol-HCl 1 N (1:1) kemudian dipanaskan
95 oC selama 1 jam. Setelah didinginkan,
larutan disaring dan filtrat dipartisi dengan etil
asetat. Fase asam diekstraksi dengan amil
alkohol. Sebanyak 1 mL ekstrak amil alkohol
ditambahkan 3 tetes CH3COONa 1 M, 3 tetes
FeCl3 1 M dan 3 tetes Na2CO3 1 M pada
tabung reaksi berbeda. Uji positif berturut-
turut ditandai dengan warna merah/ungu, biru
dan ungu, biru/hijau.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Dua gram
ekstrak dilarutkan dengan 5 mL etanol panas
3
3
selama 1 jam. Campuran disaring dan residu
ditambahkan eter. Ekstrak eter ditambahkan
3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes asam sulfat
pekat secara berurutan. Larutan dikocok
perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji
positif ditandai dengan terbentuknya warna
merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau
atau biru untuk steroid.
Uji Saponin. Satu gram ekstrak
ditambahkan 10 mL air panas dan dididihkan
selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 10 mL
filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup
selama 10 menit. Adanya saponin ditandai
dengan terbentuknya buih stabil.
Uji Tanin. Satu gram ekstrak
ditambahkan 10 mL air panas dan dididihkan
selama 5 menit lalu disaring. Filtrat
ditambahkan 10 mL FeCl3 1%. Hasil positif
ditandai dengan munculnya warna hijau
kehitaman/biru tua.
Pencarian Eluen Terbaik pada KLT
Pelat KLT yang digunakan adalah pelat
aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck.
Eluen awal yang digunakan adalah metanol,
aseton, etil asetat, kloroform, dan n-heksana.
Variasi komposisi diujikan apabila pemisahan
belum baik (tidak menghasilkan noda yang
banyak dan terpisah). Noda hasil elusi ekstrak
pekat alkaloid diamati di bawah lampu UV
pada panjang gelombang 254 dan 366 nm.
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
Sebanyak 0.5 g ekstrak pekat aktif
dilarutkan dalam eluen terbaik kemudian
dipisahkan komponen-komponennya dalam
kolom dengan elusi gradien di antara kedua
komponen eluen terbaik. Eluat ditampung
setiap 3 mL dalam tabung reaksi. Eluat
dengan warna dan pola KLT yang sama
digabungkan menjadi satu fraksi dan diuji
aktivitas α-glukosidase hingga diperoleh
fraksi teraktif.
Uji Inhibisi α-Glukosidase (Sugiwati et al.
2009)
Sebanyak 1.0 mg α-glukosidase dilarutkan
dalam 10 mL bufer fosfat 100 mM (pH 7.0)
kemudian ditambahkan 200 mg BSA yang
juga telah dilarutkan dalam bufer fosfat.
Sebelum digunakan, 10 mL larutan enzim
tersebut diencerkan 25 kali dengan bufer
fosfat. Campuran reaksi terdiri atas 25 μL
pNG 20 mM sebagai substrat, 50 μL bufer
fosfat, dan 50 μL larutan sampel dengan
konsentrasi 2000 ppm dalam DMSO.
Campuran diinkubasi selama 5 menit pada
suhu 37 ºC, ditambahkan 25 μL larutan
α-glukosidase, kemudian diinkubasi kembali
selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan
dengan penambahan 100 μL Na2CO3 200 mM.
Hasil reaksi adalah senyawa p-nitrofenol yang
kemudian dibaca absorbansnya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 400 nm.
Larutan blangko (tanpa sampel) dibuat
dengan perlakuan sama seperti sampel. Tablet
akarbosa (Glucobay) dilarutkan dalam bufer
fosfat dan HCl 2 N (1:1) dengan konsentrasi
1% (b/v) digunakan sebagai kontrol positif
(larutan stok). Pengenceran dilakukan bila
diperlukan. Endapan dikumpulkan dengan
sentrifus dan supernatan sebanyak 50 μL
dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti
pada sampel. Hasil reaksi diukur dengan
spektrofotometer UV pada panjang
gelombang 400 nm. Data kontrol positif
(akarbosa) digunakan sebagai pembanding
sampel yang diuji.
Inhibisi (%) = K−S
× 100% K
Keterangan:
K : absorbans blangko (enzim+substrat)
S : absorbans sampel
(sampel+substrat+enzim)
Identifikasi Senyawa dengan FTIR
Sebanyak 0.8 mg sampel (fraksi teraktif
yang telah dikeringkan) dihaluskan bersama
0.2004 g KBr dalam mortar agate. Setelah
halus dan bercampur, dimasukkan ke dalam
alat pencetak pelat KBr dan ditekan hingga
diperoleh lempeng transparan. Lempeng
dimasukkan ke dalam spektrofotometer FTIR,
dan spektrum digambarkan dalam bentuk
kurva transmitans pada bilangan gelombang
4000−400 cm-1
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Abu
Kadar air rerata untuk daun dan umbi ubi
jalar ungu Ciampea, Bogor masing-masing
sebesar 10.95±0.28% dan 12.86±0.87% (b/b).
Hasil ini menyatakan terdapat 10.95 g air
dalam 100 g daun dan 12.86 g air dalam 100 g
umbi ubi jalar ungu. Kadar air adalah
karakteristik yang lazim dimiliki oleh material
hidrogel seperti tumbuhan yang biasanya
mengandung banyak air. Air yang terkandung
dalam kedua sampel (serbuk daun dan umbi)
digunakan untuk menentukan kadar bahan
berdasarkan bobot basah dan keringnya serta
4
4
menjaga kondisi sampel dari pertumbuhan
mikrob. Harjadi (1986) menyatakan bahwa
kadar air dapat menentukan ketahanan bahan
pangan dalam penyimpanan. Kadar air
minimum agar bakteri tidak tumbuh adalah
kurang dari 10%. Pada kadar air ini bahan
dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama dan risiko terkena jamur kecil (Winarno
1992). Contoh perhitungan kadar air dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Kadar abu rerata sampel (Tabel 1)
menunjukkan bahwa mineral lebih banyak
terkumpul pada daun daripada umbi. Hal ini
dimungkinkan karena fotosintesis pada daun
berlangsung dengan bantuan mineral sebagai
kofaktor. Selain itu, mineral penyusun klorofil
adalah Mg (Harborne 1987). Mineral yang
terkandung dalam daun ubi jalar menurut
Antia et al. (2006) ialah Ca, Mg, Fe, Zn, Na
K, P dan Mn. Contoh perhitungan kadar abu
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 1 Kadar abu ubi jalar ungu berdasarkan
bobot basah dan kering
Bagian Tanaman
Kadar Abu (% b/b)
Bobot
Basah
Bobot
Kering
Daun 5.95±0.01 6.68±0.01
Umbi 2.33±0.05 2.68±0.07
Ekstrak
Ekstrak alkaloid diperoleh dari hasil
maserasi yang digabungkan dengan partisi,
sedangkan ekstrak antosianin diperoleh dari
maserasi saja. Rendemen antosianin diperoleh
lebih besar daripada alkaloid (Tabel 2).
Tabel 2 Rendemen ekstrak ubi jalar ungu
Ekstrak Rendemen (%b/b)
Basah Kering
Alkaloid (*) 0.15±0.03 0.16±0.03
Antosianin (**) 48.19±2.59 55.30±2.97 Ket : * = ekstraksi daun
** = ekstraksi umbi
Ekstraksi diawali dengan pelarut etanol,
lalu dilanjutkan dengan tahap pemisahan yang
berbeda sesuai dengan komponen yang akan
diambil, yakni alkaloid dan antosianin. Warna
ekstrak alkaloid hijau kecokelatan dengan bau
seperti teh. Warna ekstrak antosianin merah
kehitaman dengan aroma menyengat yang
berasal dari pelarut HCl. Contoh perhitungan
rendemen ekstrak diberikan pada Lampiran 4.
Kandungan Fitokimia
Ekstrak alkaloid daun mengandung
alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid
(Tabel 3). Pochapski et al. (2011) menyatakan
bahwa fraksi alkaloid daun ubi jalar dalam
kloroform memberikan warna positif alkaloid
dengan pereaksi Dragendorf, yang
menunjukkan keberadaan alkaloid pada
sampel. Flavonoid juga telah dilaporkan
terdapat pada ekstrak daun ubi jalar ungu
(Ghasemzadeh 2012).
Ekstrak antosianin umbi mengandung
alkaloid, flavonoid, saponin, dan antosianidin
(Tabel 3). Uji antosianidin tidak dilakukan
pada ekstrak alkaloid karena tidak
memperlihatkan warna antosianin, yakni
merah, ungu, dan biru. Antosianidin adalah
aglikon antosianin yang terbentuk jika
antosianin dihidrolisis dengan asam (Harborne
1987) dan antosianidin merupakan pemberi
warna antosianin.
Tabel 3 Fitokimia ekstrak kasar
Senyawa Ekstrak
alkaloid
Ekstrak
antosianin
Alkaloid +++ +++
Flavonoid +++ ++++
Saponin ++++ +++
Terpenoid − −
Steroid ++++ −
Tanin − −
Antosianidin Tidak
diujikan ++
Keterangan :
++++ = intensitas warna tinggi
+++ = intensitas warna cukup tinggi
++ = intensitas warna sedang
+ = intensitas warna rendah
− = tidak ada warna
Menurut Fan et al. (2007), umbi ubi jalar
ungu mengandung flavonoid paling tinggi di
antara umbi lain. Hal ini juga dapat dikaitkan
dengan keberadaan antosianin yang termasuk
golongan flavonoid. Hal ini diperjelas oleh
Chen et al. (2012) bahwa pada umbi ubi jalar
ungu terkandung antosianin.
Adanya saponin dan flavonoid pada kedua
ekstrak diduga karena masing-masing pelarut
pengekstraksi mengandung air, yakni dari HCl
1.5 M dalam ekstraksi antosianin dan dari
H2SO4 2% (partisi) pada ekstraksi alkaloid.
Senyawa flavonoid terdapat pada daun dan
umbi ubi jalar ungu, dan antosianidin
merupakan kandungan flavonoid pada umbi
(USDA 2007).
Aktivitas Inhibisi α-Glukosidase Ekstrak
Ekstrak alkaloid mampu menginhibisi
aktivitas enzim -glukosidase sebesar 61.88%
pada konsentrasi 2000 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak alkaloid aktif
sebagai inhibitor -glukosidase. Di sisi lain
5
5
ekstrak antosianin pada konsentrasi yang sama
hanya menghambat 0.25% (tidak aktif). Oleh
karena itu, untuk tahap selanjutnya digunakan
ekstrak alkaloid. Contoh perhitungan persen
inhibisi ditunjukkan pada Lampiran 5.
Eluen Terbaik KLT
Pelat silika gel G60F254 dikeringkan pada
suhu 105 oC sebelum digunakan. Hal ini
bertujuan menghilangkan air yang terikat pada
silika yang dapat mengaburkan pemisahan
noda. Eluen pengembang yang digunakan
ialah metanol, aseton, etil asetat, kloroform,
dan n-heksana (polar ke nonpolar).
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2,
eluen metanol menghasilkan 5 noda berekor
mencapai dekat garis finis (F) yang
menunjukkan sampel kurang bersifat polar.
Aseton menghasilkan 4 noda bulat dan mulai
terpisah, namun masih muncul pada akhir
elusi, maka sampel juga kurang polar untuk
aseton. Etil asetat menghasilkan 2 noda agak
bulat dengan keterpisahan sedikit lebih baik
dibandingkan dengan metanol, namun jumlah
dan keterpisahan noda belum sebaik aseton.
Kloroform menghasilkan 11 noda dan terpisah
baik. Adanya noda di awal dan akhir elusi
menunjukkan bahwa sampel bersifat
semipolar dan cocok terelusi oleh eluen
kloroform. Hasil ini lebih baik dibandingkan
eluen metanol, aseton, dan etil asetat.
n-Heksana tidak menghasilkan noda, artinya
sampel tidak bersifat nonpolar. Partisi sampel
(ekstrak alkaloid) dengan kloroform diduga
menyebabkan sampel bersifat semipolar
sehingga terelusi paling baik dengan
kloroform.
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 2 Kromatogram ekstrak alkaloid
dengan eluen metanol (a), aseton
(b), kloroform (c), n-heksana (d),
dan etil asetat (e) pada UV 366
nm.
Elusi selanjutnya dilakukan dengan eluen
campuran untuk melihat keterpisahan yang
mungkin lebih baik daripada eluen tunggal.
Aseton dan kloroform dipilih sebagai
komponen eluen campuran karena noda yang
dihasilkan lebih banyak dan terpisah.
Komposisi eluen ini berbeda dengan eluen
terbaik yang diperoleh oleh Minarti et al.
(2002), yakni kloroform-metanol.
Noda yang dihasilkan pada semua nisbah
eluen kloroform-aseton kurang terpisah dan
lebih membentuk noda berekor panjang,
(Gambar 3). Oleh karena itu, eluen terbaik
yang digunakan selanjutnya adalah kloroform.
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 3 Kromatogram ekstrak alkaloid
dengan eluen kloroform-aseton
1:1 (a), 2:1 (b), 12 (c), 3:1 (d),
dan 1:3 (e) pada UV 366 nm.
Noda akan bergerak sesuai dengan
polaritas eluen pembawa. Jika noda memiliki
kepolaran mirip dengan silika (fase diam),
maka noda lebih tertahan dan akan bergerak
lebih lambat atau tidak bergerak sama sekali.
Hal ini terlihat pada elusi dengan n-heksana.
Pemisahan noda yang sangat baik pada elusi
dengan kloroform menunjukkan bahwa
ekstrak alkaloid bersifat semipolar. Noda pada
penyinaran dengan UV 366 nm akan
berfluoresens menjadi lebih gelap atau lebih
terang dibandingkan dengan warna lempeng
KLT yang akan berwarna ungu terang.
Hasil Fraksionasi dengan Kromatografi
Kolom (KK)
Fraksionasi dilakukan menggunakan elusi
gradien dengan fase gerak berturut-turut
kloroform 100%; (kloroform:metanol) 9:1;
8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6; 3:7; 2:8; 1:9; dan
metanol 100%. Hal ini dikarenakan saat
dielusi dengan kloroform, tidak ada noda yang
keluar dari kolom. Noda ini akan dielusi
dengan metanol yang cenderung membawa
seluruh noda. Eluat diperoleh sebanyak 227
6
6
tabung kemudian dikelompokkan berdasarkan
pola KLT kesamaan warna, bentuk, jumlah
dan nilai Rf menjadi fraksi-fraksi. Diperoleh
12 fraksi (F1−F12) yang selanjutnya dielusi
dengan eluen terbaik kloroform untuk melihat
pola pemisahannya (Gambar 4).
E F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 E
Gambar 4 Kromatogram (kiri ke kanan)
ekstrak alkaloid, F1−F12, dan
ekstrak alkaloid pada UV 366
nm.
Pewarnaan fraksi alkaloid (F1−F12)
dengan pereaksi Dragendorf memperlihatkan
noda yang positif mengandung alkaloid pada
F10 dan F1−F4. Terbentuk endapan cokelat
jingga berlatar belakang kuning atau bercak
cokelat jingga (Gambar 5). Sampel F10 yang
digunakan untuk uji lanjut karena noda
alkaloidnya secara kualitatif lebih tebal
sehingga rendemen alkaloid diperkirakan
lebih banyak. Perhitungan rendemen F1−F12
dapat dilihat pada Lampiran 6.
E F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 E
Gambar 5 Kromatogram (kiri ke kanan)
ekstrak alkaloid, F1−F9, F10
(positif alkaloid), F11, F12, dan
ekstrak alkaloid yang disemprot
pereaksi Dragendorf.
Hasil Fraksionasi dengan KLT Preparatif
(KLTP)
Fraksionasi preparatif F10 (fraksi positif
alkaloid) menghasilkan 2 noda yang memiliki
bentuk berbeda dan diberi nama F10.16 (noda
teratas) dan F10.15 (noda di bawahnya)
(Lampiran 7). Rendemen masing-masing
sebesar 14.24% dan 7.75%.
Aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase F10
dengan konsentrasi 1250 ppm sebesar
48.64%. Fraksi F10.16 memberikan hasil
negatif (tidak aktif), sedangkan fraksi F10.15
memiliki aktivitas inhibisi 18.07%. Aktivitas
F10 yang lebih besar daripada F10.16 dan
F10.15 diduga karena kandungan senyawa
selain alkaloid pada F10.
Kemampuan inhibisi sampel sebelum dan
setelah preparatif masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan akarbosa yang dengan
konsentrasi 0.0383 ppm sudah mampu
menghambat 50% populasi (IC50). Akarbosa
digunakan sebagai kontrol positif inhibitor
enzim α-glukosidase. Fraksi yang memberikan
potensi inhibisi positif (F10.15) selanjutnya
diidentifikasi dengan FTIR.
Identitas Senyawa
Spektrum FTIR fraksi F10.15
(Lampiran 8) menunjukkan gugus –NH2−,
–OH−, dan −CH2− berdasarkan perbandingan
dengan rujukan (Tabel 4). Karena itu, F10.15
dapat diduga mengandung alkaloid.
Tabel 4 Absorpsi inframerah fraksi 10.15
Bilangan
gelombang
(cm−1
)
Literatur *
Gugus fungsi
3433.44 3500−3200 –NH−
3700−3000 –OH−
2924.16 3000−2800 –CH2– Sumber: Pavia et al. (2001)
Alkaloid secara umum mengandung
sedikitnya 1 atom N yang bersifat basa dan
merupakan bagian dari cincin heterosiklik
(Harborne 1987). F10.15 diduga mengandung
gugus amina (–NH−) yang memberikan
serapan bertumpang tindih dengan gugus –OH
pada bilangan gelombang 3433.44 cm-1
.
Intensitas puncak yang kurang tajam
diduga menggambarkan kandungan alkaloid
yang sedikit pada fraksi F10.15. Cincin
heterosiklik diduga ditunjukkan oleh serapan
ulur kuat –CH2− pada 2924.16 cm-1
, meskipun
terdapat dugaan –CH2− alifatik. Tidak adanya
serapan aromatik –CH− pada 3100−3000 cm-1
dan C=C pada 1650−1430 cm-1
menunjukkan
bahwa F10.15 bukan jenis alkaloid aromatik,
melainkan alkaloid alisiklik seperti cincin
pirolidina (C4H9N), piperidina (C5H11N), dan
pirolizidina (C7H13N). Alkaloid alisiklik
polihidroksi Convolvuceae (famili I. batatas)
seperti kalistegin telah dilaporkan dapat
Noda
alkaloid
Positif
alkaloid
7
7
digunakan sebagai inhibitor α-glukosidase
(Molyneux et al. 1993) (Gambar 6).
N
OH
OH
OH
N
OH
OH
OHHO
(a) (b)
N
OH
OH
OH
HO (c)
Gambar 6 Struktur kalistegin A3 (a), B2 (b),
dan B1(c).
Struktur alkaloid polihidroksi yang mirip
dengan gula membuat mekanisme inhibisi
yang terjadi adalah kompetitif. Fraksi alkaloid
(F10.15) yang berwarna kuning pucat dapat
berlomba dengan substrat (pNG) untuk
berikatan dengan tapak aktif enzim
α-glukosidase, namun setelah terikat F10.15
tidak dapat diubah oleh enzim tersebut untuk
membentuk produk. Daerah sidik jari tidak
dianalisis karena sulit dinterpretasikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak alkaloid dapat menginhibisi enzim
α-glukosidase sebesar 61.88%, sedangkan
ekstrak antosianin hanya sebesar 0.25% pada
konsentrasi 2000 ppm. Fraksionasi ekstrak
alkaloid menghasilkan 12 fraksi (F1−F12)
dengan fraksi F10 mengandung alkaloid. Nilai
aktivitas inhibisi fraksi F10 dan F10.15 hasil
fraksionasi F10 masing-masing sebesar
48.64% dan 18.07% pada konsentrasi 1250
ppm. Fraksi F10.15 diduga mengandung
alkaloid mirip senyawaan gula dan berpotensi
sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
Saran
Fraksionasi ekstrak dilakukan dengan
kisaran eluen nonpolar, semipolar, dan polar
agar pemisahan lebih baik. Penelitian lanjutan
mengenai penentuan struktur senyawa
alkaloid yang aktif sebagai inhibitor
α-glukosidase perlu dilakukan. Uji metabolit
sekunder dan primer dilakukan pada F1−F12
agar dapat menduga kandungan kimiawi pada
fraksi lebih kuat. Sisa partisi ekstrak alkaloid,
yaitu fase selain kloroform, perlu diuji
fitokimia dan inhibisi untuk membandingkan
aktivitasnya dengan fase kloroform.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 2006. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Ed ke-18.
Washington DC: AOAC International.
[USDA] United States Department of
Agriculture. 2007. USDA Database for
The Flavonoid Content of Selected Foods.
Release 2.1. Beltsville: USDA.
Antia BS, Akpan EJ, Okon PA, Umoren IU.
2006. Nutritive and anti-nutritive
evaluation of sweet potatoes (Ipomoea
batatas) leaves. Pakistan J Nutr 5(2):166-
168.
Berkov S, Chilpa R, Codina C, Viladomat F,
Bastida J. 2007. Revised NMR data for
incartine: an alkaloid from Galanthus
elwesii. Molecules 12:1430-1435.
Chen SY, Wai SY, Wilson TLY. 2012.
Comparison of anthocyanin and phenolic
contents between tuber and callus of
Ipomoea batatas L. [komunikasi singkat].
Pertanika J Trop Agric Sci 35(1):9-14.
Fan G, Han Y, Gu Z, Chen D. 2007.
Optimizing conditions for anthocyanins
extraction from purple sweet potato using
response surface methodology (RSM).
Swiss Soc Food Sci Technol 41:155-160.
Foster K, Powell, Holt SHA, Brand JC,
Miller. 2002. Revised International Table
of Glycemic Index (GI) and Glycemic
Load (GL) Values-2002. Am J Clin Nutr
7:5-56.
Ghasemzadeh A. 2012. Polyphenolic content
and their antioxidant activity in leaf extract
of sweet potato (Ipomoea batatas). J Med
Plants Res 6(15):2971-2976.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Ed ke-
2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;
Niksolihin S, editor. Bandung: ITB.
Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
8
8
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gramedia.
Hartika R. 2009. Aktivitas inhibisi
α-glukosidase ekstrak senyawa golongan
flavonoid buah mahkota dewa [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Lien DN, Phuc DV, Lien PQ, Trang NT, Kien
TT, Lien TTP, Tien KD. 2010. Effect of
sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam)
leaf extract on hypoglycemia, blood
insulin secretion, and key carbohydrate
metabolic enzymes in experimentaly obese
and STZ−inuced diabetic mice. VNU J Sci,
Nat Sci Technol 27:118-124.
Ludvic B, Neuffer B, Pacini G. 2004. Efficacy
of Ipomoea batatas (Caiapo) on diabetes
control in type 2 diabetic subjects treated
with diet. Emerging Treatment Technol
Diabetes Care 27(2):436-440.
Malathi V, Devi SS, Revathi K. 2010. Anti
diabetic activity by the in vitro alpha
amylase and alpha-glucosydase inhibitory
activity of Catharanthus roseus. Int
Quarterly J Life Sci The Bioscan 5(4):655-
659.
Minarti, Dewi P, Kardono LBS, Wahyudi B.
2002. Penapisan kimia senyawa alkaloid
dalam ekstrak daun johar (Cassia siamea
Lamk). Di dalam: Prosiding Seminar
Tantangan Penelitian Kimia. Cassia
siamea, Alkaloids. Serpong: Pusat
Penelitian Kimia LIPI. hlm 199-205.
Molyneux RJ, Pan YT, Goldmann A, Tepfer
DA, Elbein AD. 1993. Calystegins,
a novel class of alkaloid glycosidase
inhibitors. Arch Biochem Biophys
304(1):81-88.
Pavia, DL, Lampman GM, Kris GS, Vyvyan
JR. 2001. Introduction to Spectroscopy: A
Guide for Student of Organic Chemistry.
Ed ke-3. Philadelphia: Saunders Coll.
Pochapski MT, Fosquiera EC, Esmerino LA,
dos Santos EB, Farago PV, Santos FA,
Groppo FC. 2011. Phytochemical
screening, antioxidant, and antimicrobial
activities of the crude leaves extract from
Ipomoea batatas (L.) Lam.
Pharmacognosy Magazine 26:165-190.
Royhan A, Susilwati R, Sunarti. 2009. Effects
of white-skinned sweet potato (Ipomoea
batatas L.) on pancreatic beta cells and
insulin expression in streptozocin induced
diabetic rats. Maj Kesehatan Pharma
Medikan 1(2):45-49.
Samson ZM. 2010. Senyawa golongan
alkaloid ekstrak buah mahkota dewa
sebagai inhibitor α-glukosidase [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Suda I, Oki T, Masuda M, Kobayashi M,
Nishiba Y, Furuta S. 2003. Physiological
functionality of purple-fleshed sweet
potatoes containing anthocyanins and their
utilization in foods [ulas balik]. Japan
Agric Res Quarterly 37(3):167-173.
Sugiwati S, Setiasih S, Afifah E. 2009.
Antihyperglycemic activity of the mahkota
dewa [Phaleria macrocarpa (scheff.)
Boerl.] leaf extracts as an
alpha-glucosidase inhibitor. Makara
Kesehatan 13:74-78.
Takikawa M, Inoue S, Horio F, Tsuda T.
2010. Dietary anthocyanin-rich bilberry
extract ameliorates hyperglycemia and
insulin sensitivity via activation of
AMP-activated protein kinase in diabetic
mice. J Nutr Dis 140:527-533.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia.
9
9
LAMPIRAN
10
10
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Maserasi etanol, H2SO4
2%, eter, NH4OH,
kloroform
Maserasi HCl-etanol
(1:32); 80 ºC; 1 jam
Ekstrak alkaloid Ekstrak antosianin Flavonoid (+)
Antosianidin
(+)
Tidak diteruskan
Alkaloid (+)
Eluen terbaik
(kloroform)
KLT
Inhibisi
α-glukosidase (-)
KK
Inhibisi
α-glukosidase (+)
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12
F10.15
KLTP
Inhibisi α-glukosidase
F10.16
Fraksi teraktif
Gugus fungsi
Identifikasi FTIR
Diblender tanpa air
Serbuk daun Serbuk umbi
Ubi jalar ungu
Umbi Daun
Dipotong kecil
dan dikeringkan
Dipotong kecil
dan dikeringkan
Daun kering Umbi kering
Digiling
11
11
Lampiran 2 Kadar air daun ubi jalar ungu
Ulangan Bobot awal
sampel (g)
Bobot kosong
cawan (g)
Bobot akhir
(g)
Bobot akhir
sampel (g)
Kadar air
(%)
1 2.0045 1.9774 3.7603 1.7829 11.06
2 2.0053 1.9319 3.7241 1.7922 10.63
3 2.0003 1.9316 3.7086 1.7770 11.16
Rerata 10.95±0.28
Contoh perhitungan:
Ulangan 1
Kadar air (%) = Bobot awal sampel (g) – Bobot akhir sampel (g)
× 100% Bobot awal sampel (g)
=
(2.0045 − 1.7829) g × 100%
2.0045 g
= 11.06%
Rerata % = (11.06 + 10.63 + 11.16) %
= 10.95% 3
Standar Deviasi (S)
12
12
Lampiran 3 Kadar abu daun ubi jalar ungu
Ulangan Bobot awal
sampel (g)
Bobot
kosong
cawan (g)
Bobot akhir
(g)
Bobot
akhir
sampel (g)
Kadar
abu
basah (%)
Kadar
abu
kering
(%)
1 2.0045 22.0990 22.2177 0.1187 5.93 6.66
2 2.0053 28.1087 28.2283 0.1196 5.96 6.69
3 2.0003 26.7754 26.8951 0.1197 5.96 6.69
Rerata 5.95±0.01 6.68±0.01
Contoh Perhitungan:
Ulangan 1
Kadar abu basah (%) = Bobot akhir sampel (g)
× 100% Bobot awal sampel (g)
=
0.1187 g × 100%
2.0045 g
= 5.93%
Rerata (%) = (5.93 + 5.96 + 5.96) %
3
= 5.95 %
Standar Deviasi (S)
Kadar abu kering (%) = Bobot akhir sampel (g)
× 100%
Bobot akhir sampel (g) × (1− kadar air)
=
0.1187 g × 100%
2.0045 g × (1− 0.1095)
= 6.66%
Rerata (%) = (6.66 + 6.69+ 6.69) %
3
= 6.68 %
Standar Deviasi (S)
13
13
Lampiran 4 Rendemen ekstrak alkaloid
Ulangan
Bobot
awal
sampel
(g)
Bobot
kosong
vial (g)
Bobot
akhir (g)
Bobot
akhir
sampel
(g)
Rendemen
berdasarkan
bobot basah
(%)
Rendemen
berdasarkan
bobot kering
(%)
1 29.0081 37.8748 37.9131 0.0383 0.13 0.15
2 29.0049 35.3217 35.3597 0.0380 0.13 0.15
3 29.0060 37.1383 37.1898 0.0515 0.18 0.20
Rerata 0.15±0.03 0.16±0.03
Contoh Perhitungan:
Ulangan 1
Rendemen bobot basah (%) = Bobot akhir sampel (g)
× 100% Bobot awal sampel (g)
=
0.0383 g × 100%
29.0081
= 0.13%
Rerata (%) = (0.13 + 0.13 + 0.18) %
3
= 0.15 %
Standar Deviasi (S)
Rendemen bobot kering (%) =
Bobot akhir sampel (g) × 100%
Bobot awal sampel (g) × (1− kadar air)
=
0.0383 g × 100%
29.0081 × (1− 0.1095)
= 0.15%
Rerata (%) = (0.15 + 0.15 + 0.20) %
3
= 0.16 %
Standar Deviasi (S)
14
14
Lampiran 5 Aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak alkaloid
Konsentrasi [ppm] Absorbans Daya
inhibisi
(%) S1 S2 terkoreksi
2000 2.413 1.063 1.350 61.88
1000 3.765 0.414 3.351 5.37
500 3.766 0.358 3.408 3.76
250 3.616 0.188 3.428 3.19
125 3.383 0.149 3.234 8.67
62.5 3.561 0.135 3.426 3.25
31.25 3.616 0.101 3.515 0.73
blangko 3.613 0.072 3.541 0
Keterangan : S1 = Sampel + substrat + enzim
S2 = Sampel + substrat
Contoh perhitungan:
[sampel] 2000 ppm
A terkoreksi = S1 – S2
= 2.413 – 1.063
= 1.350
Daya inhibisi (%) = (A blangko − A sampel) terkoreksi
× 100% A blangko terkoreksi
=
3.541 – 1.350 × 100%
3.541
= 61.88%
15
15
Lampiran 6 Fraksi hasil kromatografi kolom (F1−F12)
Kode Isi Pelarut Warna Bobot
fraksi (g) Rendemen (%)
F1 1−6 K kuning keemasan 0.0295 5.90
F2 7−11 K cokelat kehitaman 0.0597 11.94
F3 12−20 K cokelat kehitaman 0.1178 23.56
F4 21−33 K kuning keemasan 0.0433 8.66
F5 34−37 K kuning kehijauan 0.0335 6.70
F6 48−54 K kuning kehijauan 0.0250 5.00
F7 55−79 K kuning kehijauan 0.0126 2.52
F8 80−84 K:M (9:1) cokelat kehitaman 0.1285 25.7
F9 85−115 K:M (9:1) kuning kehijauan 0.0478 9.56
F10 116−140 K:M (8:2) kuning keemasan 0.0794 15.88
F11 141−190
K:M (7:3)
kuning kehijauan 0.1827 36.54 K:M (6:4)
K:M (5:5)
F12 191−227
K:M (4:6)
kuning 0.0261 5.22 K:M (3:7)
K:M (2:8)
K:M (1:9)
M
Keterangan:
Bobot ekstrak alkaloid = 0.5000 g
K = kloroform
M = metanol
Contoh perhitungan :
F1
Rendemen (%) = Bobot fraksi (g)
×100% Bobot ekstrak alkaloid (g)
=
0.0295 g ×100%
0.5000 g
= 5.90%
Lampiran 7 Fraksi F10.15 dan F10.16 hasil KLTP fraksi F10
F10.15 F10.16
16
16
Lampiran 8 Spektrum FTIR F10.15
F10.16
−CONH
− –NH−
CH2
–OH−
–NH−
–CH2–
–OH−