12
POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI BAHAN BAKAR TERBARUKAN Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo ( ) Potential Development of Wood Pellets As Renewable Fuel, Case Study of Wonosobo District Sylviani ¹ & Elvida Yosefi Suryandari ² ¹ ² Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No 5, Bogor 16118. Telp (0251) 8633944, Fax: (0251) 8634924 Email: iterima 22 April 2013, direvisi 12 Juni 2013, disetujui 16 September 2013 Industri pelet kayu di Kabupaten Wonosobo adalah Industri Penanaman Modal Asing dari Korea untuk tujuan ekspor. Bahan baku dari kayu pelet seperti serbuk gergaji memiliki potensi suplai di Kabupaten Wonosobo. Di sisi lain, serbuk gergaji adalah bahan bakar utama untuk industri makanan dan minuman seperti tahu dan tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan industri pelet kayu dengan bahan baku limbah kayu. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Metode deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengetahui fenomena industri kayu menggunakan kerangka pendekatan yang komprehensif dengan menganalisis setiap sub sistem industri kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri pelet kayu memiliki peluang potensi yang tinggi. Potensi limbah kayu gergajian sebagai bahan bakar biomassa terbarukan yang cukup untuk memasok bahan baku pelet kayu. Permintaan pelet kayu industri tahu dan tempe dalam satu tahun sebesar 40. 422 ton. Limbah serbuk gergajian yang dapat dihasilkan oleh industri pengolahan kayu yang ada saat ini sebesar 151.524 m dapat menghasilkan pelet kayu sebesar 7.576 ton/tahun. Kekurangan bahan baku serbuk gergaji dapat ditutupi melalui investasi penanaman terutama jenis albasia, oleh karena itu terdapat peluang untuk pengembangan industri pelet kayu. Disamping itu perluasan penanaman pohon pada hutan rakyat merupakan potensi untuk penyediaan bahan baku pelet. Luas kawasan hutan yang dibutuhkan untuk penanaman pohon adalah 1.247,3 ha. Studi menunjukkan bahwa pelet kayu perlu disosialisasikan sebagai bahan bakar biomass terbarukan. Dalam hal ini, para pemangku kepentingan terkait diharapkan menyebarluaskan promosi produk biomasaa terbarukan. Kata kunci: Hutan rakyat, pelet kayu, limbah industri kayu, bahan baku terbarukan ´ [email protected] D ABSTRACT The existing wood pellet factory in Wonosobo regency is a Foreign Investment Industry (FI) of Korea for export purpose. Raw material of wood pellet such as sawdust potentially exist in large amount supply in Wonosobo regency. Sawdust currently is used for primary fuel for food and beverages industry such as tofu and tempe. This study aims to determine the potential of the development of wood pellet industry with raw material from wood waste. The study was conducted in Wonosobo regency, Central Java province. Method of qualitative descriptive was used to study the phenomenon timber industry using a comprehensive approach framework by analyzing sub- system of the industry. The results showed that wood pellet industry is potential to be developed. Wood industry waste is potentially sufficient to supply the raw material demand of wood pellets industry. Wood pellets demand of tofu and tempe industry currently amounted to 40, 422 tonnes annuallis. Mean while the existing wood pellet can be fulfilled by 7,576 tons/year. If the sawdust developed to be wood pellets, the wood pellet industry development still potential through investment of albasia planting. Development of the area cultivated with tree of private forestry is a potential for the supply of wood pellets raw material. Forest area required for tree planting is 1.247.3 ha. The study showed that wood pellets need to be socialiced as a renewable biomass fuel. The related stakeholders were expected to disseminate the products of renewable biomass. Keywords: Private forest, wood pellets, wood waste industry, renewable fuel ABSTRAK 3 235 Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari ..... ( )

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYUSEBAGAI BAHAN BAKAR TERBARUKAN

Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo(

)Potential Development of Wood Pellets As Renewable Fuel, Case

Study of Wonosobo District

Sylviani ¹ & Elvida Yosefi Suryandari ²¹ ² Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Jl. Gunung Batu No 5, Bogor 16118. Telp (0251) 8633944, Fax: (0251) 8634924Email:

iterima 22 April 2013, direvisi 12 Juni 2013, disetujui 16 September 2013

Industri pelet kayu di Kabupaten Wonosobo adalah Industri Penanaman Modal Asing dari Korea untuktujuan ekspor. Bahan baku dari kayu pelet seperti serbuk gergaji memiliki potensi suplai di Kabupaten Wonosobo.Di sisi lain, serbuk gergaji adalah bahan bakar utama untuk industri makanan dan minuman seperti tahu dan tempe.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan industri pelet kayu dengan bahan baku limbahkayu. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Metode deskriptif kualitatif dilakukan untukmengetahui fenomena industri kayu menggunakan kerangka pendekatan yang komprehensif dengan menganalisissetiap sub sistem industri kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri pelet kayu memilikipeluang potensi yang tinggi. Potensi limbah kayu gergajian sebagai bahan bakar biomassa terbarukan yang cukupuntuk memasok bahan baku pelet kayu. Permintaan pelet kayu industri tahu dan tempe dalam satu tahun sebesar 40.422 ton. Limbah serbuk gergajian yang dapat dihasilkan oleh industri pengolahan kayu yang ada saat ini sebesar151.524 m dapat menghasilkan pelet kayu sebesar 7.576 ton/tahun. Kekurangan bahan baku serbuk gergaji dapatditutupi melalui investasi penanaman terutama jenis albasia, oleh karena itu terdapat peluang untuk pengembanganindustri pelet kayu. Disamping itu perluasan penanaman pohon pada hutan rakyat merupakan potensi untukpenyediaan bahan baku pelet. Luas kawasan hutan yang dibutuhkan untuk penanaman pohon adalah 1.247,3 ha.Studi menunjukkan bahwa pelet kayu perlu disosialisasikan sebagai bahan bakar biomass terbarukan. Dalam hal ini,para pemangku kepentingan terkait diharapkan menyebarluaskan promosi produk biomasaa terbarukan.

Kata kunci: Hutan rakyat, pelet kayu, limbah industri kayu, bahan baku terbarukan

´

[email protected]

D

ABSTRACT

The existing wood pellet factory in Wonosobo regency is a Foreign Investment Industry (FI) of Korea for export purpose. Rawmaterial of wood pellet such as sawdust potentially exist in large amount supply in Wonosobo regency. Sawdust currently is used forprimary fuel for food and beverages industry such as tofu and tempe. This study aims to determine the potential of the development of woodpellet industry with raw material from wood waste. The study was conducted in Wonosobo regency, Central Java province. Method ofqualitative descriptive was used to study the phenomenon timber industry using a comprehensive approach framework by analyzing sub-system of the industry. The results showed that wood pellet industry is potential to be developed. Wood industry waste is potentiallysufficient to supply the raw material demand of wood pellets industry. Wood pellets demand of tofu and tempe industry currently amountedto 40, 422 tonnes annuallis. Mean while the existing wood pellet can be fulfilled by 7,576 tons/year. If the sawdust developed to be woodpellets, the wood pellet industry development still potential through investment of albasia planting. Development of the area cultivatedwith tree of private forestry is a potential for the supply of wood pellets raw material. Forest area required for tree planting is 1.247.3 ha.The study showed that wood pellets need to be socialiced as a renewable biomass fuel. The related stakeholders were expected to disseminatethe products of renewable biomass.

Keywords: Private forest, wood pellets, wood waste industry, renewable fuel

ABSTRAK

3

235Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari..... ( )

Page 2: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

236JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 235 - 246

kayu dijual dalam kemasan 20 kg hingga 900 kg. DiKorea digunakan untuk bahan bakar tungkupemanas ruangan, bahan bakar PLTU bekerjasamadengan perusahaan Samsung dan LG.

Sebagai bahan bakar yang terbarukan pelet kayusudah saatnya diperkenalkan sebagai bahan bakarsubstitusi terutama untuk industri-industri kecilmenengah yang saat ini menggunakan bahan bakarlimbah kayu. Di Kabupaten Wonosobo hampirsemua industri makanan dan minuman (± 1700unit) khususnya industri tahu dan tempemenggunakan bahan bakar serbuk gergajian dansebetan kayu. Pengembangan pelet kayumerupakan suatu tantangan bagi industri kayukhususnya industri penggergajian yang banyakdijumpai di Kabupaten Wonosobo sebagai bentukperluasan usaha melalui penganekaragaman ataudiversifikasi produk. Tulisan ini menyajikan hasilpenelitian mengenai : (1) potensi hutan negara danhutan rakyat sebagai bahan baku pelet kayu, (2)potensi limbah kayu pada industri penggergajiandan (3) peran para pihak yang mempengaruhidalam pengembangan produk pelet kayu. Hasilpenelitian ini memberi informasi dan rekomendasitentang kemungkinan pengembangan produk danindustri pelet kayu di Indonesia

Penelitian dilaksanakan di KabupatenWonosobo, Propinsi Jawa Tengah, denganpertimbangan bahwa terdapat pabrik pelet kayuskala eksport yang menggunakan bahan bakulimbah industri kayu dan potensi pengembanganhutan rakyat cukup luas . Di samping itu, kayualbasia sebagai bahan baku pelet sangat dominan dikawasan hutan rakyat .

Data dikumpulkan dengan metode wawancara,pencatatan dan pengamatan langsung di lapangandengan obyek penelitian : industri, hutan rakyatdan berbagai pihak terkait. Metode penelitian yangdigunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

B. Pengumpulan Data

I. PENDAHULUAN

Kelangkaan yang berakibat pada semakintingginya harga minyak bumi di pasar duniamendorong pencarian sumber-sumber energialternatif yang terbarukan. Kayu merupakan salahsatu sumber energi yang diharapkan dapatmenggantikan sumber bahan bakar minyak, namunapabila kayu langsung dijadikan sebagai bahanbakar mempunyai sifat-sifat yang kurangmenguntungkan, antara lain kadar air yang tinggi,bulki, mengeluarkan asap, banyak abu, dan nilaikalornya rendah (Zam , 2011). Bahan bakar darikayu yang umum digunakan secara langsung adalahsebetan dan serbuk gergaji. Serbuk gergaji melaluiproses lanjutan berupa pengeringan danpengepresan yang dapat dijadikan bahan bakardinamakan pelet kayu. Jenis bahan bakar inimerupakan bahan bakar kayu alternatif yangdipandang memiliki keunggulan. Penggunaan peletkayu sebagai bahan bakar dapat dilakukan denganmenggunakan tungku untuk pemanas ruangan atautungku memasak.

Pelet kayu menjadi perhatian utama saat inikarena faktor kemudahan dalam bahan baku danmemiliki karakteristik yang ramah lingkungan. Peletkayu menghasilkan emisi (NOx, SOx dan HCL)yang lebih rendah dibanding limbah pertanianseperti jerami atau sekam padi (Passalacqua danZaetta, 2004). Keuntungan lain pelet kayudibanding bahan bakar kayu lain seperti chip kayu(wood chip) antara lain : memiliki kalori lebih tinggi(pelet kayu 4,3 juta kal/ton; chip kayu 3,4 jutakal/ton); namun harga pelet kayu lebih tinggi;dimana pelet kayu (334 US$/ton) dan chip kayu(171US$/ton) (Choi dan Kim, 2010). Bahan bakupelet kayu dapat berasal dari limbah eksploitasiseperti sisa penebangan, cabang dan ranting, limbahindustri perkayuan seperti sisa potongan, chip,serbuk gergaji dan kulit kayu (Sanusi, 2010).

Industri pelet yang terdapat di KabupatenWonosobo saat ini adalah industri PMA milikperusahaan Korea yang menggunakan bahanbaku serbuk gergajian, sebetan dan bebetan kayusengon, serta memiliki 3 (tiga) mesin pelet dan 1(satu) mesin rotary. Produksi per bulan berkisarantara 20 sampai 30 kontainer @ masing-masing18 ton/kontainer yang diekspor ke Korea. Pelet

et al

Page 3: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

237

Terlihat bahwa untuk memenuhi kebutuhan peletkayu sebagai bahan bakar biomasa yang terbarukandalam rangka pengembangan jenis bahan bakaruntuk industri pangan, perlu diketahui besarnyapotensi limbah kayu sebagai bahan baku pelet kayu.Limbah yang berasal dari industri kayu sangatditentukan oleh potensi industri perkayuan danpotensi luas hutan yang ada.

C. Kerangka Analisis

Analisis potensi luas hutan, potensi produksikayu dan pemanfaatannya untuk produk pelet kayu,serta peran dan fungsi para pihak dalampemanfaatan kawasan hutan negara dan hutanrakyat dan dalam industri pengolahan kayu,dilakukan melalui alur pikir seperti Gambar 1.

Table 1. Metode pengumpulan data dan sumber data.Table 1. Data collecting method and the sources.

No Metode (Method) Sumber data (Source) Jenis data (Kinds of data)

1 Pencatatan Dinas Kehutanan Propinsi danKabupaten, Dinas Perindustrian danPerdagangan Propinsi Dan Kabupaten,Kantor Statistik

Luas hutan negara dan hutan rakyat

Sebaran hutan rakyat

Produksi kayu rakyat

Pengguna kayu rakyat

Harga kayu rakyat2 Wawancara Dinas Kehutanan Propinsi dan

Kabupaten, Dinas Perindustrian danPerdagangan Propinsi Dan Kabupaten,Industri Penggerga jian, Industri PeletKayu, Petani Hutan Rakyat

Persepsi tentang pengembangan hutanrakyat

Penggunaan limbah kayu rakyat

Potensi limbah kayu rakyat

Persepsi tentang pemanfaatan limbahkayu untuk pelet kayu

Persepsi tentang keberadaan industripelet kayu

3 Pengamatan Lapangan Industri Pengg ergajian, Industri PeletKayu, Petani Hutan Rakyat

Proses pembuatan pelet kayu

Kondisi tegakan albasia

Jenis limbah industri penggergajian.

Penyimpanan dan pemanfaatan limbah

Gambar 1. Kerangka analisis penelitianFigure 1. Framework of research analysis

Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari..... ( )

Page 4: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

238

b.

c.

d.

Sub sistem pengolahan yaitu kebutuhan bahanbaku, tenaga kerja yang mempunyai keahlianSub sistem pemasaran antara lain sistempemasaran dan persaingan hargaSub sistem kelembagaan meliputi, lembagasosial dan ekonomi

1. Potensi Penggunaan Pelet Kayu untuk IndustriPanganBahan baku pelet kayu terdiri dari bebetan

(limbah dari pabrik veneer), sebetan (limbah peng-gergajian), serbuk gergajian (limbah penggergaji-an) dan dengan diameter kurang dari 10 cm(limbah veneer). Rendemen pelet kayu dari serbukgergajian 80%, sedangkan bila bahan bakunya chipatau bebetan maka 1 m bahan baku bisa menjadi1,5 m serbuk gergajian dengan kadar air maksimal10%.

Data statistik Kabupaten Wonosobo (2011)menunjukkan bahwa banyak terdapat industripangan terutama Industri Kecil Menengah (IKM)yang memproduksi makanan dan minuman(mamin) tradisional dan produk non-tradisional.IKM makanan tahu dan tempe merupakan produknon tradisional yang cukup berpotensi untukdikembangkan, dimana terdapat 106 unit industritahu dan 1602 unit industri tempe menengah dankecil di Kabupaten Wonosobo khususnya di DesaBumiroso yang merupakan sentra industri tahu dantempe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampirsemua industri tahu menggunakan bahan bakarserbuk gergajian dimana untuk merebus gilingankedelai sebanyak 50 kg membutuhkan waktuselama 1 (satu) jam dan membutuhkan bahan bakar

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Pengembangan Produk Pelet kayu

barcore

3

3

D. Analisis Data

Data yang terkumpul diolah dan dianalisismelalui tabulasi sederhana untuk selanjutnyadibahas secara deskriptif, yaitu (1) Untukmengetahui potensi hutan negara dan hutan rakyatdengan mengidentifikasi luas kawasan hutan dantutupan lahan serta penggunaan lahan. (2) Untukmengetahui potensi kebutuhan bahan baku kayu diKabupaten Wonosobo yaitu dengan meng-identifikasi jumlah industri pengolahan kayu yangada dan (3) Untuk mengetahui jumlah limbah yangtersedia yaitu dengan menghitung rendemenindustri pengolahan kayu. Berdasarkan informasiDinas Kehutanan Kabupaten Wonosobo industripenggergajian kayu dapat menghasilkan limbahyang berupa serbuk gergaji sebesar 10,6%, sebetan25,9% dan potongan 14,3% sedangkan rendemenpelet kayu adalah 80% dari serbuk gergajian.

Industri Perkayuan merupakan suatu sistem,sehingga perlu diketahui bagaimana bentukstruktur sistemnya. Untuk memahami fenomenausaha Industri Perkayuan diperlukan suatukerangka pendekatan yang sederhana dankomprehensif. Hubungan sub sistem dalam sistemusaha industri kayu terkait secara simultan dandinamis. Perubahan pada salah satu sub sistem akanmempengaruhi sub sistem yang lain, baik secarainternal (di dalam sistem) maupun perubahaneksternal (di luar sistem). Hasil penelitian danpengamatan Dinas Kehutanan KabupatenWonosobo (2010), menyebutkan bahwa sistemusaha kayu rakyat terdiri dari empat sub sistem yaitusub sistem produksi, pengolahan, pemasaran dankelembagaan, dimana keempat sub sistem tersebutberpengaruh terhadap potensi pengembanganindustri pelet kayu. Secara garis besar penjabaran keempat sub sistem tersebut adalah:

Sub sistem produksi yaitu potensi industripengolahan kayu dan pengembangan teknologi

a.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 235 - 246

Tabel 2. Kebutuhan serbuk gergajian untuk industri tahu dan tempe.Table 2. Demand of sawdust for tofu and tempe industry

NoProduk(Product)

Industri(Industry)

Kebutuhan serbuk(Sawdust demand)

m3/thn (year)

Kebutuhan setara peletkayu (Wood pellet productionequivalent) ton/thn (year)

1 Tahu 106 unit 184.800 11.5502 Tempe 1604 unit 461.952 28.872

Jumlah 646.752 40.422Potensi pelet 151.524 7.576Kekurangan 495.228 32.846

Page 5: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

239

khususnya para IKM. Sementara itu daripelet kayu adalah dari sisi harga harus bersaingdengan bahan bakar yang tidak terbarukan.

2. Potensi limbah kayu untuk bahan baku peletKebutuhan kayu yang terus meningkat dan

potensi hutan yang terus berkurang menuntutpenggunaan kayu secara efisien dan bijaksana,antara lain dengan memanfaatkan limbah berupaserbuk kayu gergajian menjadi produk yangbermanfaat seperti briket arang, arang aktif,komposit kayu plastik, pot organik sebagaipengganti polybag, sebagai media tanam jamur danpellet kayu Penggunaan bahan bakar biomassamemiliki resiko yang kecil atau bahkan tidak adaterhadap ketersediaan bahan bakar biomassa,karena bahan bakunya berasal dari limbah kayugergajian maupun limbah veneer kayu yangsenantiasa tersedia. Penggunaan limbah industripengolahan kayu sebagai bahan bakardikategorikan sebagai rendah emisi atau karbonnetral. Berkaitan hal tersebut, jumlah industripengolahan kayu merupakan faktor penentu dalampenyediaan bahan baku pembuatan pelet kayu.Kabupaten Wonosobo (2010) memiliki industripengolahan kayu sejumlah 33 unit yang sudahmemiliki ijin (IUPHHK). Berdasarkan persentasemasing-masing limbah yang dapat dihasilkan dariindustri perkayuan, maka secara rinci potensilimbah industri pengolahan kayu di Wonosoboselama 4 tahun dapat dilihat pada Tabel 3.

Dengan asumsi bahwa rendemen limbah serbukgergajian 10,6 %, sebetan 25,9% dan limbahpotongan sebesar 14,3%, maka perkiraan jumlahlimbah yang dapat dihasilkan dari IPHHK yang adadi Wonosobo pada tahun 2009 adalah 108.567,5m /tahun (Tabel 3). Setiap 1 m sebetan danpotongan dapat menghasilkan 1,5 m serbukgergajian (Anonim,), Jumlah potensi serbukgergajian yang dapat dihasilkan pada tahun 2009menjadi 151.524,20 m3. Potensi limbah yangtersedia di Wonosobo ini belum mencukupi untukkebutuhan bahan bakar industri tempe dan tahusebesar 646.752 m atau kekurangan sebesar 76,5%. Selama ini untuk memenuhi kebutuhanindustri tahu dan tempe bahan baku serbukgergajian diperoleh dari luar Wonosobo.

Berdasarkan keterangan dari petugas PT SolarPark, dengan menggunakan angka asumsirendemen pelet kayu 80% dari serbuk gergajianmaka dapat dihitung jumlah pelet yang dapat

ancaman

.

3 3

3

3

limbah kayu/serbuk gergajian sebanyak ± 0,83 m .Dengan jumlah industri tahu sebanyak 106 unit,maka dapat diperkirakan jumlah bahan bakarserbuk gergajian yang dibutuhkan sebesar ± 88 m .Kebutuhan serbuk gergajian untuk 1 (satu) tahun(dengan asumsi 300 hari produksi) adalah 26.400m /satu kali masak. Apabila dalam satu hari 7(tujuh) kali masak maka kebutuhan bahan bakarserbuk gergajian adalah 184.800 m . IKM maminlainnya yang menggunakan bahan bakar serbukgergajian adalah industri tempe. Jumlah industritempe yang ada di kabupaten Wonosobo (2011)adalah 1.604 unit. Berdasarkan hasil uji coba diCianjur (2012) bahwa kebutuhan pelet kayu untukmerebus kedelai sebanyak 50 kg dibutuhkan 20 kgpelet (setara 0,32 m serbuk gergajian) (Anonim,2012). Volume serbuk gergajian yang dibutuhkanuntuk merebus tempe selama 1 tahun untuk 1604unit IKM tempe (satu hari 3 kali masak) adalah461.952 m . Dengan adanya jenis bahan bakar yangterbarukan berupa pelet kayu, maka potensikebutuhan pelet untuk industri tahu dan tempe diKabupaten Wonosobo sangat tinggi. Lebih jelaskebutuhan serbuk gergajian dan pelet kayu untukkedua industri mamin tersebut dapat dilihat padaTabel 2.

Dari hasil perhitungan pada Tabel 2 terlihatbahwa kebutuhan pelet kayu untuk industri mamintahu dan tempe sebesar 40.422 ton/tahun.Sementara itu produksi pelet yang dihasilkan PTSolar Park sebesar 5400 ton/tahun, jumlah inihanya untuk kebutuhan ekspor. Dengan demikiandapat dikatakan bahwa perusahaan ini belum dapatmemenuhi kebutuhan pelet untuk industri maminkhususnya di Kabupaten Wonosobo. Kebutuhanuntuk industri mamin diharapkan dapat dipenuhidengan pengadaan industri pelet melalui perluasanindustri yang sudah ada, atau melalui pembangunanindustri pelet yang diintegrasikan dengan industripengolahan kayu lainnya. Ditinjau dari

permintaan bahan bakar peletkayu untuk industri mamin cukup tinggi danmerupakan energi alternatif terbarukan.Keunggulan produk pelet kayu lainnya adalahmudah dalam pengepakan dan pengangkutan.

permintaan pelet kayu ini dimungkinkankarena bahan bakar yang tidak terbarukan (minyaktanah,gas) saat ini harganya terus meningkat danterkadang sulit didapat di pasar. dari peletkayu adalah belum dikenal oleh masyarakat

3

3

3

3

3

3

sub sistempemasaran, besarnya

Peluang

Kelemahan

Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari..... ( )

Page 6: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

240

Tahun( ear)Y

Produksikayu bulat

(Logproduction )

m3

Limbah serbukgergajian(Waste of

sawntimber )m3/thn

Limbahsebetan(Waste ofsawmill)

(m3/thn)

Limbahbebetan(Waste of

veneer)(m3/thn)

TotalLimbah(Total ofWaste )

(m3/thn)

2006 32.964,30 3.494,2 8.537,8 4.713,9 16.745,9

2007 124.607,78 13.208,4 32.273,4 17.818,9 63.300,7

2008 67.794,36 7.186,2 17.558,7 9.694,6 34.439,5

2009 213.715,47 22.653,8 55.352,3 30.561,3 108.567,4

Tabel 3. Potensi limbah industri pengolahan kayu di Kabupaten WonosoboTable 3. Waste of wood processing industry potential in Wonososbo District

Keterangan ( ) : Data sekunder diolah ( )remarks secondary data processed

kebutuhan bahan bakunya. Permintaan tersebutdiiringi pula dengan tumbuhnya industripenggergajian kayu skala kecil yang mengirimkanbahan baku olahan. Sampai tahun 2010 terdapatsekitar 134 buah industri kayu yang ada diKabupaten Wonosobo. Lokasi industri kayutersebut merata di 12 kecamatan yang ada diKabupaten Wonosobo.

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan danPerkebunan Kabupaten Wonosobo, hasil hutankayu Kabupaten Wonosobo berupa kayu gergajiandari tahun 2006 hing ga 2009 mengalamipeningkatan, rata-rata pertumbuhannya adalah27,36%. Sejak tahun 2006 hasil kayu gergajian diWonosobo mengalami peningkatan terus menerusyakni 16.482,15 m , 62.301,00 m , tahun 83.897,18m dan pada tahun 2009 kembali mengalamipeningkatan menjadi 106.857,737 m . Konsumsikayu olahan seperti danuntuk pasar dalam dan luar negeri cukup besar.Hasil kayu olahan mengalami penurunan padatahun 2007 sebesar 50 %, namun pada tahun 2009meningkat kembali hampir 50 % dengan rata-ratapertumbuhan 18,27 %. Perkembangan produksiindustri kayu diKabupatenWonosobodapat dilihatpada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa dengan adanya peningkatan hasil hutan kayu terutama kayugergajian menunjukkan mempunyai terutama dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk industri biomassa, karenabahan baku utama biomassa adalah limbah kayuyang berasal dari industri penggergajian. Kondisiini mempunyai untuk pengembanganindustri pellet kayu, namun adalahbiaya teknologi yang masih tinggi serta persaingan

3 3

3

3

moulding laminating board

-

sub sistem produksi -kekuatan -

peluangkelemahannya

dihasilkan dari kedua jenis limbah tersebut adalahsebesar 121.219,36 m pelet kayu (setara 7.576,2ton),sehingga untuk memenuhi kebutuhan untukindustri mamin tahu dan tempe dibutuhkan bahanbakar pelet kayu sebesar 517 401 m (setara 40.422ton). Ditinjau dariproses produksi pelet kayu tidak melalui banyaktahapan atau proses produksinya sederhana.pengolahan pelet kayu cukup besar karenaketersediaan bahan baku dari jenis yang potensialyaitu sengon. adalah dibutuhkantenaga yang mempunyai keahlian karena prosespengolahan pelet membutuhkan teknologi tinggi.

Sumber bahan baku pelet kayu dapat berasal darihutan negara maupun hutan rakyat. Di KabupatenWonosobo keberadaan hutan negara dan hutanrakyat yang cukup luas sangat berpotensimenghasilkan kayu albasia atau sengon berkualitasyang cukup menjanjikan bagi petani. Dari hutanrakyat seluas 18.981,58 hektar, sedikitnya mampumenghasilkan kayu albasia 750.000 m per tahun,sedangkan hutan negara seluas 19.692,36 ha dandikelola oleh KPH Kedu Utara dan KPH KeduSelatan (Dishut Wonosobo, 2010). Kondisi hutantersebut merupakan potensi bagi pengembanganpellet kayu khususnya dari limbah pengolahan kayusengon.

Industri pengolahan kayu yang berdiri pertamakali yang ada di Kabupaten Wonosobo adalah PT.Surya Sindoro Sumbing Wood Industry (SSWI)yang dibangun pada tahun 1990. Dibangunnyaindustri tersebut mengakibatkan banyaknyapermintaan terhadap kayu albasia untuk memenuhi

3

3

3

sub sistem pengolahan, kekuatan

Peluang

Kelemahannya

B. Potensi Industri Pengolahan kayu

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 235 - 246

Page 7: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

241

dengan bahan bakar yang tidak terbarukan.Lebih rinci potensi pengembangan industri pelet

berdasarkan sub sistem dengan kondisi dan strategiinternal (kekuatan dan kelemahan) serta strategieksternal (peluang dan ancaman) dapat dilihat padaTabel 5.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa masing-masing subsistem mempunyai kondisi dan strategi yangberbeda, dimana untuk mengembangkan industripellet kayu kedepan masih terbuka peluang ataudimungkinkan terutama untuk memenuhipermintaan pasar domestik. Dengan ketersediaanbahan baku berupa serbuk gergaji, bebetan dansebetan, maka potensi pengembangan industri peletdapat dilakukan melalui integrasi dengan industripenggergajian yang telah ada yang merupakaninvestasi modal dalam negeri. Berdasarkan

berupa dukungan dari pihakperbankan, berupa ketersediaan lahan

sub systemkelembagaan, kekuatan

peluangnya

terutama pada lahan kritis untuk pengembangantanaman jenis yang sesuai dengan bahan baku peletkayu. Sebagaimana diketahui bahwa di KabupatenWonosobo terdapat lahan cukup kritis hinggasangat kritis seluas 26.891 ha (BPS Wonosobo,2010). Sementara itu adalah belumada mitra usaha dan perlu dukungan dari sektorlain, sedangkan adalah lemahnyakoordinasi para pihak.

Wilayah hutan di Kabupaten Wonosobo terdiridari kawasan hutan negara seluas 16.837 ha danhutan rakyat seluas 18.981,58 ha. Hutan negaraadalah hutan yang kepemilikan dan pengelolaann-ya dilakukan oleh negara/pemerintah dalam hal iniPerum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Penutupanhutan di Kabupaten Wonosobo cukup luas, sudah

kelemahannya

ancaman

C. Potensi Hutan Negara dan Hutan Rakyatdi Wonosobo

Tabel 4. Hasil hutan kayu di Kabupaten Wonosobo dari tahun 2006 sampai 2009Table 4. Forest products in Wonosobo District from 2006 until 2009

No URAIAN

Tahun/year ( m3 ) Rata-ratapertumbuhan/Average growth

(%)2006 2007 2008 2009

1 Kayu Bulat 32.964,30 124.607,78 167.794,36 213.715,47 27,372 Kayu Gergajian 16.482,15 62.301,00 83.897,18 106.857,74 27,363 Kayu Olahan 147.095,34 73.547,67 117.456,08 138.915,06 18,27

Sumber data( ): Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten WonosoboSource (Forest and Plantation Office, 2009)

Tabel 5. Potensi pengembangan industri pelet kayuTable 5.Potential development of wood pellet industry

Sub system(Sub system)

Kekuatan(Strength)

Peluang(Opportunity)

Kelemahan(Weakness)

Ancaman(Threath)

Produksi Penyimpanan bahanbaku tidak membutuh-kan ruang besar

Pengembangan jumlahindustri pellet kayu

Biaya teknologiyang masih tinggi

Persaingan denganbahan bakar tidakterbarukan

Pengolahan Proses produksi yangsederhana

Ketersediaan bahanbaku dan jenis kayu,lokasi bahan bakuterjangkau

Tenaga kerja yangterampil, mesinberteknologi tinggi

Tidak ada ancaman

Pemasaran Merupakan energialternatif terbarukan,pengangkutan mudahdilakukan

Produksi skala ekspor,nilai bakar bakar yangtidak terbarukansemakin meningkatdan ketersediaannyasemakin sulit

Belum dikenal olehmasyarkat khususnyapelaku IKM

Harga bersaingdengan bahan bakartidak terbarukan

Kelembagaan Ada investor dandukungan dariperbankan

Ada dukungan daripemerintah,ketersediaan kawasan

Belum ada mitrausaha, perlu dukungandari sektor lain

Lemahnya koordinasipara pihak

Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari..... ( )

Page 8: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

242

sesuai dengan aturan perundang-undangan yangberlaku yaitu lebih dari 30 %, yang terdiri dari luashutan negara 15,3% dan luas hutan rakyat 17,2%.Luas hutan rakyat di Wonosobo pada tahun 2009mencapai 10% dari luas hutan rakyat di seluruhJawa Tengah (Dishut Wonosobo, 2010).Berdasarkan data BPS Kabupaten Wonosobo(2010) penggunaan lahan terluas adalah untuktegalan atau kebun masyarakat yaitu seluas 42.080ha (38,2%) dari luas wilayah yaitu 109.941 ha.Selanjutnya adalah penggunaan lahan untuk sawahseluas 17 150 ha (15,5%), penggunaan lahan diKabupaten Wonosobo secara keseluruhan dapatdilihat pada Gambar 2.

Keberadaan hutan rakyat di Wonosobo sangatberpotensi menghasilkan kayu albasia atau sengonberkualitas yang cukup menjanjikan bagi petani.Dari luas hutan rakyat 18.981,58 hektar, sedikitnyamampu menghasilkan kayu albasia hingga 750.000m ³ per tahun. Hutan rakyat atau kebun campurmerupakan budaya pertanian turun temurun didesa-desa di Wonosobo, yang dikenal dengansebutan atau alas. Kata “ ” itu sendiri dalamwono wono

khazanah kebudayaan pertanian di Jawa tidakhanya berarti hutan sebagaimana yang kita kenal.

dalam pemahaman mereka berarti sumberdaya ( ) yang bisa berguna bagi pertanian,peternakan, dan kebutuhan hidup lainnya. Itusebabnya dalam konteks pertanian mereka tidakdikenal sistem tanaman monokultur atau tanamansatu lapis. Tanaman dalam hutan rakyat dibuatbelapis-lapis ( ) dengan banyak jenis yangdalamnya terdapat pohon kayu, tanaman buah-buahan, tanaman semusim, pakan ternak, dan lainsebagainya. Pola tanam ini ini dikenal sebagaiagroforestry. Luas hutan rakyat selama 5 tahunterakhir dapat dilihat pada Gambar 3.

Luas hutan rakyat meningkat hingga tahun2007, yang kemudian menurun dan stagnan hinggatahun 2010. Apabila kecenderungan luas hutanrakyat menurun maka potensi untuk memenuhikebutuhan bahan baku industri dan bahan bakarbiomasa juga berkurang. Sisi positifnya bahwamasyarakat telah memiliki pengetahuan untukmelakukan di tanah milik, sehingga tidaksulit untuk meningkatkan potensi hutan rakyat di

Wonoresource

multi layers

agroforestry

Gambar 2. Penggunaan lahan di Kabupaten Wonosobo (2010)Figure 2. Land use in Wonosobo District

Gambar 3. Luas hutan rakyat Kabupaten Wonosobo tahun 2005-2010Figure 3. Private forest area in Wonosobo District in 2005 - 2010

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 235 - 246

Page 9: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

243

Wonosobo. Potensi dari sebaran tegakan kayuhutan rakyat terdiri dari berbagai jenis antara lain,albasia, mahoni, suren, jenitri, akasia, jati, danlainnya (Dinas Kehutanan 2009). Lebih jelassebaran tanaman kayu pada masing-masingkecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.

Dari Gambar 4 terlihat bahwa sebaran hutanrakyat meliputi 15 Kecamatan dimana tanamanalbasia yang paling dominan dan tersebar diKecamatan Kepil, kaliwiro, Sukoharjo, Leksonodan Mojotengah. Sedangkan untuk kayu mahoniyang merupakan urutan kedua setelah albasiatersebar di Kecamatan Kepil, Wadaslintang danKaliwiro. Sementara itu untuk jenis jati yang potensitumbuhnya cukup baik tersebar di KecamatanWadaslintang dan Kaliwiro. Untuk jenis lainsebarannya tidak terlalu banyak pada masing-masing kecamatan.

Program pemerintah pusat Gerakan NasionalRehabilitasi Hutan dan Lahan ( ) telahdilakukan di Kabupaten Wonosobo sejak tahun2003 sampai sekarang. Program diarahkan padapembuatan bibit tanaman albasia, jati, suren, durian,dan akasia yang bertujuan selain untuk mengatasilahan kritis dengan penanaman tanaman keras jugauntuk konservasi air dan lahan, serta dalam jangkapan jang d iharapkan ber manfaa t untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat melaluiusaha hutan rakyat. Dari tahun 2003 sampai tahun2008 telah dilaksanakan GNRHL pada 13kecamatan pada hutan rakyat seluas 7.935 ha seperti

GNRHL

terlihat pada Tabel 6.Pada Tabel 6 terlihat bahwa program GNRHL

yang terluas adalah pada tahun 2004 karena padasaat itu sedang digalakkan program sengonisasi,sedangkan tahun 2006 menurun hanya 100 ha halini disebabkan karena keterbatasan lahanmasyarakat.Tanaman albasia pada programGNRHL dari tahun 2003 sampai 2008 telahditanam sebanyak 736.604 batang dengankemungkinan tumbuh 70 % sehingga terdapatsekitar 515.623 pohon albasia yang tumbuh dariprogram GNRHL tersebut. Menurut informasiBPS Wonosobo bahwa secara grafik lahan sangatkritis cenderung menurun sejak tahun 2007 hinggatahun 2010 yaitu seluas 14.641,37 ha menjadi5.694,97 ha. Hal ini menunjukkan bahwapengembangan hutan rakyat sudah memanfaatkanlahan kritis yang ada. Diharapkan dengan program-program yang ada saat ini seperti Kebun BenihRakyat (KBR) atau Kebun Benih Desa (KBD)maka penanaman pohon yang lebih luas dapatdilakukan di lahan hutan rakyat.

Kebijakan melalui penanaman pohon baik dihutan negara maupun hutan milik merupakan salahsatu solusi untuk memenuhi kebutuhan bahanbakar serbuk gergaji. Apabila diasumsikan bahwasengon ditanam dengan jarak 3x 3 m sehinggajumlah pohon adalah 1111 pohon per hektar. Bilasetiap pohon mempunyai panjang batang 130 cmdan diameter 30 cm maka volume kayu setiappohon 0,5 m , sehingga volume kayu yang dapat

3

Gambar 4. Jumlah tegakan tanaman di Kabupaten Wonosobo (jumlah pohon)Figure 4. Standing stock in Wonosobo District (number of trees)

Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari..... ( )

Page 10: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

244

Tabel 6. Luas hutan rakyat penerima Gerhan, 2003 - 2008Table 6. Private forest area of GERHAN, 2003-2008

Luas Hutan Penerima Gerhan/Area of Gerhan( Ha)No Kecamatan/Sub

district 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Kaliwiro 835 - - - - -

2 Mojotengah - 240 475 - 475 75

3 Leksono - 625 - - -

4 Watumalang - 1.000 350 - 75 -

5 Sukoharjo - 875 200 - - -

6 Kalikajar - - - 25 - 125

7 Kejajar - - 25 - 100 -

8 Wadaslintang 250 - - 50 - -9 Wonosobo - 125 - - 50 -

10 Garung - 60 200 - 650 -

11 Kertek - - 200 - 400 200

12 Selomerto - 225 - - - -

13 Kalibawang - - - 25 - -

JUMLAH 1.085 3.150 1.450 100 1.750 400

dihasilkan sebanyak 560 m per hektar. Serbukgergajian yang dapat dihasilkan dari 560 m3 adalah59,36 m³ serbuk gergajian ditambah 337,68 mserbuk gergajian dari bebetan/sebetan kayu,sehingga total serbuk gergajian yang dapatdihasilkan setiap ha tanaman adalah 397,04 m .Dengan demikian untuk memenuhi kekurangankebutuhan serbuk gergajian sebesar 495.228 mdibutuhkan luas lahan sebesar 1 247,3 ha.

Para pihak yang terkait dalam penyediaan bahanbakar biomasa ini adalah IPHHK, DinasKehutanan, Dinas Perindustrian, penyuluhmasing-masing Dinas tersebut dan Koperasi TahuTempe. Tugas dan fungsi dari masing-masing parapihak berbeda. Dinas Kehutanan dan Perkebunan(Dishutbun) bertugas untuk mengkoordinasikandalam penyediaan lahan untuk pengembangan jenistanaman baik di hutan negara maupun di hutanrakyat, terutama pada lahan cukup kritis dan kritissesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.Dishutbun juga berfungsi sebagai fasilitator dalammenjamin ketersediaan bahan baku kayu bagiindustri penggergajian dan pellet kayu. Dinas

3

3

3

3

D. Para Pihak dalam Pengembangan PeletKayu di Wonosobo

Perindustrian dan Perdagangan merupakan pihakyang menjadi ujung tombak dalam mendorongpemasaran dan penggunaan pellet kayu sebagaibahan bakar terbarukan khususnya bagi para IKMdan industr i pengolahan la innya yangmenggunakan bahan bakar biomasa. Upaya yangperlu dilakukan saat ini adalah mendorong investasiuntuk pengembangan industri pelet kayu yangdiintegrasikan dengan industri pengolahan kayu,dengan dukungan para pihak terkait. Disampingitu, pihak-pihak pemerintahan ini bertugas untukmengeluarkan kebijakan dan peraturan sesuaidengan fungsinya. Penyuluh bertugas untukmelakukan pembinaan, mediator antara instansipemerintah dan IKM. Sedangkan koperasibertugas dalam penyediaan bahan baku dan bahanbakar serta sebagai pihak pemberi jasa dalampemasaran hasil bagi para IKM.

Sinergitas dan koordinasi yang baik antar parapihak akan mendorong pengembangan danpemanfaatan pellet kayu di Kabupaten Wonosobo.Diharapkan dengan adanya koordinasi antaraPemerintah Daerah, Dishutbun dan masyarakatbaik dalam penyediaan lahan, penyediaan bahanbaku dan bahan bakar sehingga dapat membantudalam kelancaran dan pengembangan industribahan bakar yang terbarukan berupa pellet kayu.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 235 - 246

Page 11: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

245

Gambar 5. Koordinasi antar para pihak dalam pengembangan pelet kayuFigure 5. Stakeholders coordination for wood pellet development

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hutan rakyat di Kabupaten Wonosobo sangatberpotensi untuk jenis tanaman albasia atausengon, dimana dari luas yang ada yaitu18.981,58 ha dapat menghasilkan kayu sebanyak750.000 m . Melalui program GNRHL telahterealisasi penanaman seluas 7 935 ha yangtersebar di 13 kecamatan.

2. Perkembangan produksi hasil hutan berupakayu gergajian di Kabupaten Wonosobo daritahun 2006 hingga tahun 2009 meningkat rata-rata 27,36 %. Hal ini merupakan kekuatan dalammemenuhi kebutuhan industri bahan bakarbiomass karena bahan baku utamanya adalahserbuk gergajian.

3. Berdasarkan jumlah produksi kayu bulat padatahun 2009 sebesardiperkirakan dapat menghasilkan limbah serbukgergajian sebanyak 108.567,5 m /tahun. Apabiladiasumsikan rendemen bagi pelet kayu sebesar80 %, maka dari limbah yang tersedia dapatdihasilkan sebanyak 121.219,36 m pellet kayu.

4. Apabila IKM tahu tempe yang ada di KabupatenWonosobo seluruhnya menggunakan bahanbakar yang terbarukan berupa serbuk gergajianmaka dibutuhkan bahan baku serbuk sebesar646.752 m /thn, sehingga dibutuhkan pasokanbahan baku tambahan sebesar 76,6 % atau

3

213.715,47 m /tahun3

3

3

3

495.228 m .5. Potensi pengembangan industri pellet kayu

dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhanbahan bakar IKM apabila pihak terkaitmelakukan penanaman terutama jenis albasia.Luas kawasan hutan yang dibutuhkan untukpenanaman adalah 1.247,3 ha yang dapatditanami di lahan hutan rakyat.

Perlu dilakukan upaya oleh instansi pemerintahdaerah untuk mendorong investasi pengembanganindustri pelet kayu baik yang mandiri atauberintegrasi dengan industri pengolahan kayu yangtelah ada, disertai dengan sosialisasi kepada parapihak.

Anonim. 2012. Proses Pembuatan Pelet KayuSengon. PT Solar Park. Wonosobo.

BPS. 2010. Wonosobo Dalam Angka Tahun 2010.Wonosobo.

Choi Y dan Js Kim. 2010. The Comparative Studyof Wood Fuels Using Life Cycle Assesment.Kangwon National University in republic ofKorea.

Dinas Kehutanan Jawa Tengah. 2011. Data statistikkehutanan Jawa Tengah. Semarang.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

3

Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu sebagai Bahan Bakar Terbarukan, Studi Kasus di Sylviani & Elvida Yosefi Suryandari..... ( )

Page 12: POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PELET KAYU SEBAGAI

246

Dinas Kehutanan Wonosobo. 2010. Master PlanIndustri Perkayuan kabupaten Wonosobotahun 2010.

Passalacqua, F. dan Zaetta. 2004. Pellets InSouthern Europe. The State Of The Art OfPellets Utilisation In Southern Europe. NewPerspectives Of Pellets From Agri-Residues.2nd World Conference on Biomass for

Energy, Industry and Climate Protection,10-14 May 2004, Rome, Italy.

Sanusi, 2010. Karakteristik Pelet Kayu Sengon.Universitas Hasanudin. Makassar.

Zam HA, Syahidah, dan B. Putranto. (2009)Karakteristik Pellet Kayu Gmelina (

Roxb.) Fakultas KehutananUniversitas Hasanudin Makassar.

Gmelinaarbor ea

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 235 - 246