21
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Marcella Arista 102013113 Fakultas Kedokteran UKRIDA e-mail : [email protected] Pendahuluan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi. PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia. World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of

ppok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

b18

Citation preview

Page 1: ppok

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Marcella Arista102013113

Fakultas Kedokteran UKRIDAe-mail : [email protected]

Pendahuluan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru

yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat

progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi

abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis

kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang

berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan

definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema

merupakan diagnosis patologi.

PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia. World Health

Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12

menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab

kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease Study memperkirakan PPOK

akan menjadi peringkat empat penyebab kematian pada tahun 2030. Terkait dengan hal

tersebut, makalah ini akan membahas kasus yang diberikan yaitu Penyakit Paru Obstruktif

Kronik.

Scenario

Seorang laki – laki 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus –

menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk berdahak

warna putih tanpa disertai demam. Keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali

timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutapa jika

Page 2: ppok

beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Pasien memiliki

riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari

Anamnesis1

Anamnesis dilakukan sebelum dimulai pemeriksaan fisik. Anamnesis memegang peranan

penting dalam menegakkan diagnosis. Yang ditanyakan pada anamnesis adalah keluhan

utama, riwayat penyakit baik pribadi maupun keluarga, serta kebiasaan penderita. Pada

kasus pernapasan, maka yang penting untuk ditanyakan adalah onset dan munculnya sesak,

kemampuan berjalan, batuk disertai sputum/tidak, bersuara saat nafas, nyeri dada, riwayat

penyakit paru dan jantung, riwayat dirawat di RS, kebersihan, ventilasi, pekerjaan, rokok

dan alergi

Hasil anamnesis yang didapat pada scenario adalah sesak nafas yang memberat dan terus –

menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk berdahak

warna putih tanpa disertai demam. Keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali

timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutapa jika

beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Pasien memiliki

riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari

Pemeriksaan fisik2-4

Diagnosis penyakit dari hasil anamnesa dapat ditegakkan berdasarkan dari gejala yang

muncul dan tampak pada pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara fisik maupun

penunjang seperti hasil lab. Suatu penyakit yang memiliki ciri yang khas biasanya dapat

langsung didiagnosa dari pemeriksaan fisik.

Secara umum pada pemeriksaan fisik penderita PPOK dapat ditemukan barrel chest,

pelebaran sela iga, cara bernapasnya purse lips breathing, hipertrofi otot bantu napas,

hipersonor, fremitus lemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi

memanjang, dan mengi. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena

jugularis dan edema tungkai

Page 3: ppok

Disesuaikan dengan kasus, kesadaran pasien CM, sakit sedang, TD 120/70, nadi 100, suhu

36C, RR 30x, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mulut sianosis -, pelebaran KGB -,

JVP 5-2cm H2O, tidak teraba pembesaran tiroid, pulmo simetris statis dinamis, retraksi ICS

+, vocal fremitus simetris, perkusi sonor, auskultasi SN vesikuler, wheezing +/+, ronki

basah kasar minimal +/+, Cor BJ 1-11 murni reguler, murmur -, gallop -, abdomen perut

datar, nyeri tekan -, BU + normal, jari sianosis ringan, clubbing finger -, akral hangat,

perfusi <3s, edema -.

Pemeriksaan penunjang4,5

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah tes faal paru dengan

spirometri, COPD Assessment Test (CAT), pemeriksaan radiologis, pemeriksaan darah dan

mikrobiologi sputum.

Pemeriksaan spirometri dilakukan dengan menghitung Forced Expiratory Volume (FEV1)

dan Forced Vital Capacity (FVC). FEV1 adalah volume ekspirasi maksimal yang dapat

dihembuskan dalam detik pertama. FVC adalah tarikan napas maksimal yang dapat dihirup

dalam satu kali tarikan napas yang dalam. Perhitungan normalnya adalah 70% FVC keluar

pada detik pertama sehingga rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka 70%. Pada pasien

PPOK rasio akan menurun dibawah 70%.

CAT dilakukan dengan meminta pasien mengisi daftar pertanyaan yang berhubungan

dengan PPOK seperti sifat batuk, sputum, dyspnea, sesak dada, dll. Jawaban pasien dinilai

berdasarkan skor yang telah ditentukan (0-40) dan semakin tinggi skor maka tingkat

keparahan penyakit akan semakin tinggi.

Pemeriksaan radiologi. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih

normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk

menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari

keluhan pasien. Seperti :

Page 4: ppok

a) Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa

bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan

paru yang bertambah.

b) Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran

diafragma yang rendah dan mendatar, penciutan pembuluh darah pulmonal, serta

gambaran jantung tampak lebih kecil (jantung menggantung : Jantung pendulum /

tear drop / eye drop appearance.)

Pemeriksaan darah

a) Rutin. Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).

b) Gas darah. Untuk mendeteksi berkurangnya fungsi saluran pernapasan dan alveoli.

Pada bronkitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi

vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik

merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada

kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja

lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan. Kekurangan

Alpha 1-antitrypsin kemungkinan terjadi pada emfisema.

Mikrobiologi Sputum. Digunakan untuk pemilihan antibiotoka (bila terjadi eksaserbasi).

Dari kasus didapatkan hasil Hb 16, leukosit 6500, trombosit 300.000.

Working diagnosis 2,4

PPOK. Merupakan penyakit paru obstruktif kronik yang ditandai dengan adanya hambatan

aliran udara yang bersifat progresif non-reversible atau reversible parisal. PPOK terdiri atas

bronchitis dan/atau emfisema. Bronchitis adalah kelainan pada saluran napas yang ditandai

dengan batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun dan sekurang – kurangnya 2

tahun. Emfisema adalah kelainan anatomis paru ditandai dengan adanya pelebaran rongga

udara pada daerah distal bronkiolus terminal disertai dengan kerusakan dinding alveloli.

Page 5: ppok

Differential diagnosis 2,6

Bronkiektasis. keadaan dilatasi dinding bronkus yang ireversibel akibat rusaknya otot dan

jaringan sekitar. Pada bronkiektasis yang didapat biasanya terlokalisasi di lapangan bawah

paru, unilateral (lobus kanan lebih sering). Umumnya bronkiektasis terjadi akibat proses

inflamasi kronik yang disebabkan oleh infeksi terutama tuberculosis. Selain itu obstruksi

saluran napas juga dapat mengakibatkan bronkiektasis seperti adanya sumbatan mukus

dalam lumen, perbesaran kelenjar, dan tumor. Gejala klinis yang tampak adalah batuk

kronik dengan sputum yang banyak. Terkadang disertai hemoptisis, demam, dan sesak

napas. Pada pemeriksaan radiologi tampak honey comb appearance.

Asma bronchial. Inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan

hiperresponsivitas pada saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang yang

ditandai dengan sesak napas, bunyi wheezing, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama

pada malam hari atau dini hari. Gejala yang timbul adalah bronkokonstriksi, wheezing saat

ekspirasi, dyspnea, perpanjangan ekspirasi, takikardi, dan takipnea. Pada keadaan yang

berat bunyi wheezing dapat terdengar saat inspirasi ekspirasi dan ditemukan pulsus

paradoksus. Apabila bronkospasme tidak kembali maka keadaan ini dapat berlanjut dan

mengakibatkan bertambah parahnya hipoksemia dan aliran ekspirasi semakin menurun.

CHF. Atau congestive heart failure. Merupakan keladaan dimana terdapat kelainan struktur

atau fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu untuk memompa darah ke seluruh

tubuh. Karena laju darah yang dipompa keluar dari jantung lebih lambat daripada laju darah

yang kembali ke jantung melalui pembuluh vena, menyebabkan terjadinya akumulasi

cairan dalam jaringan. Maka dari itu salah satu dari manifestasi klinis pada pasien CHF

adalah terdapat edema. Gejala lainnya adalah rasa cepat lelah / sesak nafas bila beraktivitas

pada kondisi berat dan dapat muncul saat istirahat. Gejala lain yang muncul akan berbeda

bergantung pada keadaan klinis pasien.

Aspergillosis. Penyakit yang disebabkan oleh jamur aspergillus. Biasanya orang yang

memiliki imun system yang baik akan tidak apa – apa bila terpapar dengan jamur ini. Salah

Page 6: ppok

satu contoh dari penyakit yang disebabkan oleh aspergillus ini adalah pneumonia. Gejala

yang timbul dari aspergillosis seperti batuk dapat berdarah atau sputum coklat, demam,

malaise, mengigil dan penurunan badan. Gejala yang lain dapat timbul bergantung dari

tempat jamur tersebut menyerang. Seperti nyeri tulang, nafas pendek, gangguan

penglihatan, nyeri dada, dan sebagainya.

Epidemiologi 2

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta

pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di cina dengan

angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa, dan Vietnam

sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan

prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok

karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.

Etiologi 4,7

Secara umum penyebab PPOK dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti merokok, faktor

pekerjaan, polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor genetik, penyakit autoimun, dan

eksaserbasi akut.

Merokok. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus

sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik

untuk pertumbuhan bakteri.

Genetik. Karena defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang

ditemukan.ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini. Alfa 1 antitripsin

ini merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, dimana berfungsi dalam

melindungi paru-paru dari kerusakan. Enzim ini juga berfubgsi untuk menetralkan tripsin

yang berasal dari rokok. Defisiensi enzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda,

yaitu pada mereka yang tidak merokok (onsetnya sekitar usia 53 tahun) dan bagi mereka

yang merokok sekitar 40 tahun.

Page 7: ppok

Hipereaktifitas Bronkus. Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor

resiko yang memberi andil timbulnya PPOK. Apabila ditambah dengan faktor merokok

maka akan lebih meningkatkan resiko untuk menderira PPOK disertai dengan penurunan

fungsi dari paru-paru yang drastis. Hipereaktivitas dari bronkus juga dapat terjadi akibat

dari peradangan pada saluran napas atas.

Polusi udara. Polutan adalah bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan

kehidupan manusia. Debu organik dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral

(inorganik) tidak selalu menimbulkan akibat fibrosis jaringan.

Pekerjaan. Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah

terkena PPOK.

Patofisiologi 2,3,8,9

Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ada di dinding

alveolus akan memfagositosis debu tersebut. Akan tetapi kemampuan fagositik makrofag

terbatas, sehingga tidak semua debu dapat difagositosis. Debu yang ada di dalam makrofag

sebagian akan di bawa ke bulu getar yang selanjutnya akan dibatukkan dan sebagian lagi

tetap tertinggal di interstisium bersama debu yang tidak sempat di fagositosis. Reaksi

tersebut dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu

untuk menghadapi rangsangan yang diterima.

Makrofag yang sedang aktif akan mempengaruhi keseimbangan protease-antiprotease

melalui beberapa mekanisme, yaitu meningkatkan jumlah elastase, mengeluarkan faktor

kemotaktik yang dapat menarik neutrofil dan mengeluarkan oksidan yang dapat

menghambat aktivitas AAT.

Fungsi inhibitor protease adalah untuk mengontrol protease yang selalu berperan dalam

berbagai proses biologis. Keenam antiprotease tersebut adalah alfa-1-antitripsin (AAT),

alfa-1-antikimotripsin (A1X), antitrombin III (AT III), CI inaktivator (CI Ina) dan alfa-2-

makroglobulin (A2M). Dari keenam inhibitor protease (IP) tersebut yang berhubungan

Page 8: ppok

langsung dengan jaringan paru adalah AAT dan A2M. Akan tetapi peran AAT lebih besar

daripada A2M. AAT sangat penting sebagai perlindungan terhadap protease yang terbentuk

secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dalam patogenesis

emfisema.

Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag, sewaktu proses fagositosis

berlangsung dan mampu memecahkan elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru.

Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease, yang

menghambat aktivitas protease. Pada orang yang merokok, dapat mengakibatkan respons

peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (protease), sementara

bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat AAT.

Makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-

paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak

berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan

menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang

sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah

diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini

dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.

Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi

mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada

epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis,

proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif

kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease

menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas

recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada

saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten

pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk

PPOK.

Page 9: ppok

Gejala klinis2,7-9

Sesak Napas. Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan

lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak

menandakan adanya eksaserbasi.

Tabel. Skala sesak dan Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas7

Skala Arti Skala

Skala 0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

Skala 1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga satu

tingkat

Skala 2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

Skala 3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

Skala 4 Sesak bila mandi atau berpakaian

Batuk Kronis. Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi

hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

Wheezing. Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus

menyebabkan pengurangan kaliper saluran napas dan tuberlensi aliran darah yang

berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat didengar langsung atau dengan

stetoskop.

Gejala bronchitis (Blue Bloater)

- Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk dengan aktivitas ringan

- Batuk berdahak terutama pada pagi hari

- Mengi ketika saat bernafas

- Kelihatan lelah

- Obesitas

Page 10: ppok

Gejala Emfisema (pink puffer)

- Sesak nafas

- Batuk dengan atau tanpa dahak

- Kelelahan

- Penurunan berat badan

- Cachexia

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi

atas 4 derajat :

Derajat I: PPOK ringan. Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).

Keterbatasan aliran udararingan (FEV1 / FVC < 70%; FEV1 > 80% Prediksi). Pada derajat

ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

Derajat II: PPOK sedang. Semakin memburuknya hambatan aliran udara (FEV1 / FVC <

70%; 50% < FEV1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam

tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang

dialaminya.

Derajat III: PPOK berat. Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang

semakin memburuk (FEV1 / FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas

yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang

berdampak pada kualitas hidup pasien.

Derajat IV: PPOK sangat berat. Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (FEV1 /

FVC < 70%; FEV1 < 30% prediksi) atau FEV1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya

gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

Komplikasi2,9

Komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien PPOK bila tidak tidak ditangani secara

lanjut antara lain:

Page 11: ppok

Hipoxemia. Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,

penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

Asidosis respiratorik, Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda

yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

Infeksi pernapasan. Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi

mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya

aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan timbulnya dyspnea.

Gagal jantung. Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali

berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat

mengalami masalah ini.

Cardiac disritmia. Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratory.

Status asmatikus. Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak

berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan

distensi vena leher seringkali terlihat.

Tatalaksana9

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-

farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala,

mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi,

menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan

mengurangi angka kematian.

Page 12: ppok

Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok,

meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki

nutrisi.

Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan

utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan

antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara

tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi

derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak

dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian

obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).

Macam-macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik. Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping

sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).

Golonganβ– 2 agonis. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser

dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan β– 2 agonis. Kombinasi kedua golongan obat ini akan

memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.

Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

Page 13: ppok

eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin

darah.

Prognosis

Prognosis pada PPOK kurang baik karena bersifat progresif dan akan terus memburuk

hingga mengakibatkan kematian. Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis

adalah obstruksi aliran udara yang berat (FEV1 sangat rendah), kapasitas beraktivitas yang

rendah, pendeknya napas, berat badan terlalu rendah ataupun tinggi, komplikasi seperti

gagal paru atau cor pulmonale, kebiasaan merokok yang belum dihentikan, dan eksaserbasi

akut yang sering terjadi.

Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru

yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat

progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Secara umum pada pemeriksaan fisik penderita

PPOK dapat ditemukan barrel chest, pelebaran sela iga, cara bernapasnya purse lips

breathing, hipertrofi otot bantu napas, hipersonor, fremitus lemah, suara napas vesikuler

melemah atau normal, ekspirasi memanjang, dan mengi. PPOK dapat dipicu oleh berbagai

faktor seperti merokok, faktor pekerjaan, polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor

genetik, penyakit autoimun, dan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat ditemukan pada

pasien PPOK bila tidak tidak ditangani secara lanjut antara lain Hipoxemia, Asidosis

respiratorik, Infeksi pernapasan, Gagal jantung, Cardiac disritmia, Status asmatikus

Daftar pustaka

1. Gleadle J. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;2007.

2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of

internal medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing

Division; 2005.

Page 14: ppok

3. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk.

Editor edisi bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis

penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).Penyakit Paru Obstruksif Kronik.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta;2011

5. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a glance sistem respirasi. Jakarta :

Erlangga; 2008.

6. Vyas JM, et al. Aspergillosis. [Internet] 19 may 2013. [cited 7 july 2014] available

at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001326.htm.

7. Djojodibroto RD. Manifestasi Klinis. Dalam : Respirologi. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2009.

8. Danusantoso Halim,. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.Jakarta; 2000.

9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Pulmonologi. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2006.