19

Click here to load reader

Prescil 1 - Abses Hepar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

inter

Citation preview

Page 1: Prescil 1 - Abses Hepar

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abes hepar adalah suatu kavitas dalam hepar yang berisi pus/nanah. Kavitas ini dapat

terbentuk karena infeksi yang terjadi karena bakteri, jamur, parasit yang berasal dari

sistem gastrointestinal yang ditandai proses supurasi dan terbentuknya nanah pada

parenkim hari (Peralta, 2010; Nazir, 2010). Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses

hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu

komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah

tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess,

bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, atau bacterial hepatic abscess

(Wenas, 2007).

B. Etiologi

Penyebab abses hepar antara lain:

1. Abses Hepar Amoeba

Penyebab abses hepar amoeba adalah Entamoeba histolytica yang merupakan

protozoa usus kelas Rhizopoda (Sofwanhadi, 2007).

2. Abses Hepar Piogenik

Penyebab abses hepar piogenik adalah enterobacteriaceae, microaerophilic

streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,

fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans,

aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi,

brucella melitensis, dan jamur. Organisme penyebab yang paling sering ditemukan

adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan

spesies dari bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus

aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki penyakit

granuloma yang kronik (Wenas, 2007).

C. Epidemiologi

Abses hati  didapatkan  di seluruh dunia, abses hati piogenik lebih sering ditemukan 

di negara maju  termasuk Amerika Serikat, sedangkan abses hati ameba  di negara sedang

berkembang  yang beriklim tropis dan sub tropis terutama pada daerah dengan kondisi

lingkungan yang kurang baik.

Page 2: Prescil 1 - Abses Hepar

Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica

tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di rumah sakit

seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar

antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan

wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan

umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang

menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita.

Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih

jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah

subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang

buruk.

D. Faktor Risiko

Faktor resiko dari abses hepar adalah (Mandell, 2010) :

1. Inflammatory bowel disease, terutama Crohn disease karena kehilangan pelindung mukosa Liver cirrhosis

2. Transplantasi hepar

3. Emboli arteri hepatica

4. Sistem imun yang rendah

5. Orang tua

6. Malnutrisi, kehamilan, pemakaian steroid dan pemakaian alkohol

E. Patogenesis

1. Abses Hepar Amoeba

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang

dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui

seks oral ataupun anal.

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan penyakit

invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus.

Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh

tripsin dalam usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang

kemudian menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen

dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun

Page 3: Prescil 1 - Abses Hepar

eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.

Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran

darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim

proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus

akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa.

Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik

ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di

lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri

mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari

arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna.

2. Abses Hepar Piogenik

Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari

penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di

dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui

sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena

paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi

sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri

piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-

organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya

penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan

menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi

kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga

akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan

menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat

trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga

terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,

perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi

kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri

ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP

Page 4: Prescil 1 - Abses Hepar

dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan

menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus

kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

F. Tanda dan Gejala

1. Abses Hepar Amebik

Gejala :

a. Demam internitten ( 38-40 oC)

b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar

hingga bahu kanan dan daerah skapula

c. Anoreksia

d. Nausea

e. Vomitus

f. Keringat malam

g. Berat badan menurun

h. Batuk

i. Pembengkakan perut kanan atas

j. Ikterus

k. Buang air besar berdarah

l. Kadang ditemukan riwayat diare

m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

a. Ikterus

b. Temperatur naik

c. Malnutrisi

d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi

e. Nyeri perut kanan atas

f. Fluktuasi

2. Abses hati piogenik

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang

lebih berat dari abses hati amuba. Keluhan :

a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang disertai

menggigil

Page 5: Prescil 1 - Abses Hepar

b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke depan

dan kedua tangan diletakkan di atasnya.

c. Mual dan muntah

d. Berkeringat malam

e. Malaise dan kelelahan

f. Berat badan menurun

g. Berkurangnya nafsu makan

h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

a. Hepatomegali

b. Nyeri tekan perut kanan

c. Ikterus, namun jarang terjadi

d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura

e. Buang air besar berwarna seperti kapur

f. Buang air kecil berwarna gelap

g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

G. Penegakan Diagnosis

1. Abses Hepar Amoeba

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit

amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan

jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri

tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi diser-

tai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG

juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat

menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau krite-

ria Lamont dan Pooler.

a. Kriteria Sherlock (1969)

1) Hepatomegali yang nyeri tekan

2) Respon baik terhadap obat amebisid

3) Leukositosis

4) Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

5) Aspirasi pus

Page 6: Prescil 1 - Abses Hepar

6) Pada USG didapatkan rongga dalam hati

7) Tes hemaglutinasi positif

b. Kriteria Ramachandran (1973)

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1) Hepatomegali yang nyeri

2) Riwayat disentri

3) Leukositosis

4) Kelainan radiologis

5) Respons terhadap terapi amebisid

c. Kriteria Lamont Dan Pooler

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1) Hepatomegali yang nyeri

2) Kelainan hematologis

3) Kelainan radiologis

4) Pus amebic

5) Tes serologi positif

6) Kelainan sidikan hati

7) Respons terhadap terapi amebisid

2. Abses Hepar Piogenik

Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis

sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan

saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang

tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan.

Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada

sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis

berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada

pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan

hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada

pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-

3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L,

SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang

Page 7: Prescil 1 - Abses Hepar

didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,

leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan

ringan sampai sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan

adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal

infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain

hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.

Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus

penderita abses hepar.

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis

dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,

gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase,

peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya

konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang

menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang

memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk

menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada

permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang sering

ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris, Aerobacter

aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman anaerib

Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian

kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma efusi

pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto polos abdomen

tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus, hepatomegali atau

gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang

jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan

CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat

atau oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari

parenkim hati normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian

sonic distal. Gambaran CT scan 85% berupa massa soliter relatif besar,

monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas suram.

Densitas cairan abses berkisar 10-20 HU. Pasca kontras tampak

Page 8: Prescil 1 - Abses Hepar

penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30% kasus.

Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang

didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma

kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada

foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut

kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses merupakan

daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada

subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan

dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat

menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan

atau tindakan bedah. Gambaran CT scan apabila mikroabses berupa lesi

hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim

enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil.

Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak

massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai

masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak

gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya

kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat

hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga

membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding

kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak

area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil

piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses

amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh

kuman Klebsiella.

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan

penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak

tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda

Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.

Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah

sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris)

di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah

tebal.

Page 9: Prescil 1 - Abses Hepar

H. Penatalaksanaan

1. Abses hati amoeba

a. Medikamentosa

Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyem-

buhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang

dianjurkan adalah:

1) Metronidazole

Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis

intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah

sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang

dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari

selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari

terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat

digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5

hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-

5 hari.

2) Dehydroemetine (DHE)

Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan

untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari

atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari.

DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada

otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit

jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak

3) Chloroquin

Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah

2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari

selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2

dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari

selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

4) Aspirasi

Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas

tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman

Page 10: Prescil 1 - Abses Hepar

ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi

seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan den-

gan tuntunan USG.

b. Drainase Perkutan

Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau

diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak

abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada

lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan

komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.

c. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil

mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah

dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga

untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,

disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena

abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk

tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil

Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi

tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

2. Abses hati piogenik

a. Pencegahan

Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati

piogenik yaitu dengan cara:

1) Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun

tumor dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi

2) Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal

b. Terapi definitive

Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan

menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran

cerna. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3

minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang

diberikan terdiri dari:

Page 11: Prescil 1 - Abses Hepar

1) Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa je-

nis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi

ketiga seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV

2) Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob

terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV

3) Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.

4) Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,

aminoglikosida dan siklosporin.

c. Drainase abses

Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka

terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif.

Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan drainase

perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound

atau tomografi komputer.

d. Drainase bedah

Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi

perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang

memerlukan manajemen operasi.

I. Komplikasi

Komplikasi abses hati antara lain :

1. Abses Hati Amebik (AHA)

Komplikasi yang dapat terjadi pada Abses Hati Amebik, yaitu (Fauci, 2008):

a. Infeksi sekunder

Merupakan komplikasi paling sering terjadi pada 10-20 % kasus.

b. Ruptur atau penjalaran langsung

Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya

abses di lobus kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitoneum. Perforasi

paling sering ke pleuropulmonal (10-20 %), kemudian ke rongga

intraperitoneum (6-9 %) selanjutnya perikardium (0,01 %) dan organ-organ

lain seperti kulit dan ginjal.

c. Komplikasi vaskuler

Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis

jarang terjadi.

Page 12: Prescil 1 - Abses Hepar

d. Parasitemia, amebiasis serebral E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik

dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran

klinik dari lesi fokal intrakranial.

2. Abses Hati Piogenik (AHP)

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat,

seperti (Fauci, 2008):

a. Septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85 %, ruptur abses hati disertai peri-

tonitis generalisata dengan mortalitas 6-7 %, kelainan pleuropulmonal,gagal

hati, perdarahan ke dalam rongga abses, empiema, fistula hepatobronkial, rup-

tur kedalam perikard atau retroperitoneum.

Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, ab-

ses rekuren, perdarahan sekunder, gagal hati dan terjadi rekurensi atau reaktifasi

abses.

J. Prognosis

Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada

peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini

disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian

biasanya sepsis atau sindromhepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga

dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses

dan terdapatnya komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi

ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan pericardium (Sofwanhadi, 2007).

Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat dengan

ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob, pemberian antibiotik

perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainasesecara bedah. Faktor utama yang menen-

tukan mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia

polimikrobial dan gangguanfungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia (Sofwan-

hadi, 2007).