Upload
nafi-ikhwan
View
41
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Presentasi Kasus
PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA WANITA 25 TAHUN
DENGAN PEB, FETAL COMPROMISED PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL
POSTDATE BELUM DALAM PERSALINAN
Disusun Oleh :
Yoga PrimadiG9911112145
Pembimbing:dr. H. Marthunus Judin, SpAn.KAP
KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ANESTHESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan........................................................................................... 1
Bab II. Tinjauan Pustaka................................................................................... 2
Bab III. Laporan Kasus..................................................................................... 13
Bab IV. Pembahasan......................................................................................... 18
Bab V. Penutup................................................................................................ 21
Daftar Pustaka................................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
Seorang dokter memiliki peran yang penting bukan hanya sekedar
memberikan obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit yang dikeluhkan
pasien, tetapi lebih jauh lagi, dokter berperan penting dalam mempertahankan hidup
dan mengurangi penderitaan pasiennya. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan
keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar,
pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri
menahun. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran yang memegang
peranan penting dalam mewujudkan peran dokter untuk mempertahankan hidup
pasien dan mengurangi penderitaan pasien tersebut.
Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal
pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid
dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan
kokain secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit,
mungkin akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah
satunya adalah tindakan pada bedah obstetri dan ginekologi.
Dalam persalinan membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat
mungkin terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena
kontraksi uterus, dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi
cunam, vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar juga menimbulkan nyeri
sehingga membutuhkan anestesi.2,3
Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP
(hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal,
gagal ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan
hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal. Pada kasus ini akan dibahas tentang
penatalaksanaan klinis dari pre eklampsia berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan
tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):1
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka
mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .1
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain :1
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : midazolam
4. Memberikan analgesia, misal : pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat
lebih cenderung berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi
abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini
memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya
sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain, atau
tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit
jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang
meninggi.
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah lumbal
bawah dan segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus
/ Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk
thoraks bawah, lumbal dan sakral.
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk
daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih
tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan
berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi
obat anestesi lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil
lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah
untuk pungsi. Asisten harus membantu memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka
kanan kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai
sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan
jarum lumbal no. 22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada bidang median
dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah kranial
pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal
akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir
ditembus adalah duramater subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya
disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Cabut jarum, tutup luka dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi
hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000
ml NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.
3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih
kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk
anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin
1:200.000, derajat relaksasinya terhadap otot tergantung terhadap
kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi
zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui
kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya
metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam. Untuk kehamilan, sama
dengan mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5
mg/ml. Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit
melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah
1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS
disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik.
Anestesi lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang
diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan dekstrosa.
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain (decain)
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
b. Fentanyl
Fentanil adalah obat dengan masa kerja pendek namun mula kerja
cepat, sekitar 2 menit. Efek fentanyl dapat mengakibatkan amnesia,
hipnosis dan analgesi yang memuaskan. Curah jantung semenit menurun
dan resistensi pembuluh darah sistemik meningkat pada permulaan yang
akan kembali normal bila anestesi diteruskan.
Apneu dapat terjadi karena depresi SSP, namun dapat diatasi dengan
mengontrol dan memimpin pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul mual
muntah dan menggigil pasca bedah, juga dapat timbul gejala
ekstrapiramidal.
c. Ondansentron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat
menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan
radiasi. Ondansetron mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan
pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang
sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansentron dieliminasi dengan cepat
dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan
konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati. Ondansentron
digunakan pada kondisi mual muntah karena kemoterapi, radioterapi
ataupun pasca operasi. Efek sampingnya berupa nyeri kepala, obstipasi,
rasa panas di muka dan perut bagian atas, jarang sekali gangguan
ekstrapiramidal dan reaksi hipersensitivitas. Dosis untuk pengobatan atau
pencegahan mual muntah pre/pasca operasi yaitu 4-8 mg/IM sebagai dosis
tunggal atau IV perlahan-lahan.
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada
pasien dengan perut penuh
5) Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat
blok sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan
untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada
ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 0
Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari
10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali
darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:10
a. Air : 30 – 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 – 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
Kebutuhan kalori rata – rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh
faktor trauma atau stress :11
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar
menjadi batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan pembedahan.
Untuk regional anestesi digunakan skor Bromage.
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
F. ANESTESI OBSTETRI
Semua pasien yang masuk dalam obstetri sangat besar kemungkinan
membutuhkan anestesi yang baik yang direncanakan atau emergensi, oleh karena
itu seorang ahli anestesi seharusnya menyadari riwayat penyakit sekarang dan
dahulu yang berhubungan dengan pasien obstetri. Pasien yang membutuhkan
pelayanan anestesi untuk persalinan atau SC seharusnya mendapat evaluasi pre
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
anestesi yang detail. Semua wanita dalam persalinan harus dijaga nutrisi per oral
dan diberi cairan IV biasanya menggunakan cairan RL dalam dextrosa untuk
mencegah dehidrasi. Berbagai macam indikasi untuk sectio caesaria antara lain:
1. Kehamilan beresiko tinggi pada maternal dan fetal:
a. Peningkatan resiko ruptur uteri:
1) Riwayat kelahiran dengan seksio caesaria
2) Riwayat miomektomi ekstensif atau rekonstruksi uterin
a. Peningkatan resiko perdarahan maternal
1) Sentral atau parsial plasenta previa.
2) Solutio plasenta
3) Riwayat rekonstruksi vagina
2. Distokia
a. Hubungan Fetopelvik yang abnormal
1) Disproporsi kepala panggul.
2) Presentasi fetal yang abnormal : letal transvers atau obliq, presbo.
b. Aktivitas disfungsional uterin.
3. Keadaan-keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.
a. Fetal distress
b. Prolaps umbilikus
c. Perdarahan maternal
d. Amnionitis
e. Herpes genital dengan disertai ruptur membran
f. Kematian impending maternal.4
G. SCTP-EMERGENCY
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman
daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik
operasi yang lebih sempurna dan anestesia yang lebih baik.
Pembedahan yang dewasa ini paling banyak dilakukan ialah seksio sesaria
transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan
pembedahan ini adalah : perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya
peritonitis tidak besar, luka dapat sembuh lebih sempurna.9
H. HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
Hipertensi pada kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas pada
ibu bersalin. Angka mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan di
Indonesia juga masih terbilang tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi yang
belum diketahui secara pasti, juga penanganan oleh tenaga non medis yang masih
sering dijumpai. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan adalah:
1. Hipertensi kronik
Adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu
dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia dan eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang muncul setelah umur kehamilan 20
minggu yang disertai proteinuria. Eklampsia adalah keadaan preeklamsia yang
disertai dengan kejang ataupun koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Adalah hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi
kronis dengan adanya proteinuria.
4. Hipertensi gestasional
Adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan
tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah ≥140/ 90 mm Hg dan
pengukuran dilakukan sedikitnya 2 kali selang 4 jam. Proteinuria adalah adanya ≥
300 mg dalam urin selama 24 jam atau ≥ +1 dipstick pada atau setelah kehamilan
20 minggu.
Preeklampsia
Sampai saat ini patofisiologi preeklampsia belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai
penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum
dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.2
Penanganan pada preeklampsia berat adalah dengan pemberian obat
antikejang MgSO4 4gram (40% dalam 10cc) selama 15 menit secara IM agar
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serabut saraf
dengan menghambat transmisi neuromuscular. Pada transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga pada pemberian magnesium sulfat,
magnesium akan menggeser kalsium, dan menyebabkan aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Dan
dilakukan terminasi kehamilan, karena pada kasus ini umur kehamilan pasien
sudah ≥ 37 minggu.
I. GAWAT JANIN (FETAL COMPROMISED)
Istilah gawat janin telah dipergunakan secara luas. Istilah ini biasanya
menandakan kekhawatiran obstetris tentang keadaan janin yang kemudian
berakhir dengan seksio sesaria atau persalinan buatan lainnya.
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium dalam cairan amnion.
Sering dianggap abnormalnya DJJ, terutama bila ditemukan mekonium,
menandakan adanya hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut tidak selalu
benar. Misalnya, takikardi pada janin dapat disebabkan bukan hanya karena
hipoksia dan asidosis, tapi juga karena hipertermia, sekunder dari infeksi intra
uterin.
Dengan demikian, pemantauan dasar janin termasuk auskultasi DJJ yang
teratur selama persalinan hendaknya dilakukan tiap 15 menit pada kala I dan
setelah setiap kontraksi pada kala II. Bila didapatkan tanda-tanda gawat janin,
maka penderita dimiringkan ke kiri, diberi oksigen dengan menggunakan masker,
hentikan pemberian oksitosin, dan beri tokolitik bila terjadi hiperstimulasi.
Tindakan ini disebut resusitasi intrauterin. Biasanya dilakukan selama 20 menit
yang kemudian dinilai keberhasilan tindakan tersebut.
Simpulan Pengelolaan
Pantau DJJ
o Kasus risiko rendah: auskultasi DJJ tiap 15 menit (pada kala I) dan setiap
selesai kontraksi (pada kala II). Perhitungan DJJ dilakukan selama 1 menit
bila his sudah selesai.
o Kasus risiko tinggi: auskultasi DJJ hendaknya dilakukan secara elektronis
bila memungkinkan dan hendaknya sarana perhitungan pH janin
dipersiapkan.
Interpretasi dan pengeolaan
o Miringkan ibu ke sebelah iri untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
o Hentikan infus oksitosin bila sedang diberikan
o Kecepatan infus sebaiknya dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah
o Beri Oksigen 6-8 lpm
o Perlu kehadiran dokter spesialis anak
o Resusitasi di atas dilakukan selama kurang lebih 20 menit
Tergantung pada terpenuhinya syarat-syarat melahirkan dapat per vaginam
atau perabdominal
J. BELUM DALAM PERSALINAN
Ditegakkan melalui:
Anamnesis:
Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan
Air kawah keluar (-)
Lendir darah (-)
Pemeriksaan fisik:
His (-)
Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul6
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 01-16-21-05
Diagnosis pre operatif : PEB, Fetal Compromise pada primigravida hamil post date
belum dalam persalinan
Macam Operasi : SCTP Emergency
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal Masuk : 18 November 2012 jam 18.15
Tanggal Operasi : 18 November 2012 jam 21.45
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Ingin melahirkan, kencang-kencang
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang G1P0A0, 25 tahun, kiriman dari RSUD Karang Anyar dengan
keterangan tensi tinggi. Pasien merasa hamil 9 bulan lebih, kenceng-kenceng
teratur dirasakan, gerakan janin masih dirasakan, air kawah dan lendir darah
belum dirasakan keluar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma (–)
Riwayat alergi (–)
Riwayat hipertensi atau penyakit jantung (–)
Riwayat DM (–)
Riwayat gigi goyah (–)
Riwayat gigi palsu (-)
Riwayat operasi sebelumnya (-)
d. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (–)
Riwayat minum alkohol (–)
15
Makan terakhir : jam 12.00, 18 November 2012
Minum terakhir : jam 12.00, 18 November 2012
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6
b. Vital sign : T : 160/110 mmHg
N : 90 x/menit
Rr : 20 x/menit
t : 36,60C
BB : 72 kg
TB : 160 cm
c. Status Generalis :
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Mulut : malampati I
Jalan nafas: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan sendi
rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : BJ I – II intensitas normal, reguler bising (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler : kanan/kiri = +/+
Suara tambahan whezing kanan/kiri = -/-
RBK kanan/kiri = -/-
RBH kanan/kiri = -/-
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Oedem akral dingin
d. Status Obstetri
Abdomen
1) Inspeksi :tampak membuncit, dinding perut lebih tinggi dari dinding dada,
striae alba (+), linea fuscha (+)
2) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin,
memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, kepala masuk
panggul < 1/3 bagian, TFU : 30 cm ~ TBJ : 3000 gram, his (+)
3) Auskultasi: DJJ 12 – 14 – 13/14 – 14 – 15/13 – 13 – 14/reguler
16
Genital VT : vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
lunak, mendatar, kepala di Hodge I, kulit ketuban dan penunjuk sulit dinilai, air
ketuban (-), STLD (-)
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Hct
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
Gol darah
PT
APTT
Ewit
:
:
:
:
:
:
:
:
:
11,4 g/dl
31 %
4,25.106 ul
10,4.103 ul
278.103 ul
0
15,0 detik
44,2 detik
+++
GDS
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Clorida
HbsAg
:
:
:
:
:
:
:
:
85 mg/dl
8 mg/dl
0,6 mg/dl
2,9 g/dl
140 mmol/L
3,9 mmol/L
110 mmol/L
Non reaktif
b. USG :
1) Janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, DJJ ( + ) reguler
2) Fetal biometri : BPD : 93; AC : 210; FL : 70; EFBW : 3000 gr
3) Plasenta berinsersi di corpus kanan, grade II-III, air ketuban kesan kurang,
tidak tampak jelas kelainan kelainan congenital mayor. Kesan janin saat ini
dalam keadaan fetal compromised.
3. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : ( – )
Kegawatan : ( + )
Status fisik ASA : II E
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (+)
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 20 tetes /menit
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi : intradural spinal anestesi
17
4. Premedikasi : ondansentron 4 mg
5. Analgesi spinal : bupivakain 10 mg, fentanyl 25 μg
6. Maintenance : O2 3 lt/menit
7. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan.
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Lama puasa > 6 jam.
d. Cek obat-obat dan alat anestesi.
e. Infus RL 40 tetes/menit.
f. Posisi terlentang.
g. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.
2. Di ruang operasi
a. Jam 22.25 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi telentang,
dilakukan pemasangan, manset, monitor, infus RL 500 cc.
b. Jam 22.35 : Pasien duduk ditopang oleh seorang asisten, diberikan suntikan
bupivakain 10 mg dan fentanyl 25 μg secara intra dural.
c. Jam 22.45 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin laki-laki, berat badan
3000 gram, panjang badan 49 cm, APGAR 7-8-9, anus (+). Diberikan methergin
200 μg IV, oxytosin 10 IU per drip.
d. Jam 22.50 : plasenta dilahirkan per abdominal lengkap dengan insersio
parasentral.
e. Jam 22.55 : infus RL 500 cc
f. Jam 23.20 : Infus RL 500 cc
18
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi Sa02
22.25 140/80 96 10022.30 140/75 90 10022.35 140/85 90 10022.40 143/86 98 10022.45 128/70 85 10022.50 145/82 95 10022.55 130/70 82 10023.00 125/75 85 10023.05 127/70 84 10023.10 118//65 82 10023.15 120/70 80 10023.20 120/70 82 100
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 23.25 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan sadar, posisi
terlentang, diberikan O2 3 liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring tiap 5
menit.
b. Jam 23.50 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1.
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan23.25 120/70 82 20 O2 3 L/menit, monitoring tanda vital23.30 120/70 84 2023.35 120/70 88 2023.40 120/80 88 2023.45 120/80 84 20 Bromage score < 223.50 120/80 84 20 Pasien dipindah ke Bangsal
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol tanda vital. Bila
tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan loading kristaloid 250 cc / efedrin 5-
10 mg. Bila muntah berikan injeksi ondansetron 4 mg IV. Bila kesakitan
berikan injeksi Ketorolac 30 mg IV.
b. Lain-lain
- Antibiotik sesuai bagian Obsgyn
- Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+)
- Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan Hb> 10 g/dl.
- Monitor tanda vital, kontrol balance cairan
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam tindakan anestesi terutama pada pasien yang hamil, diperlukan perhatian yang
lebih, karena dalam melakukan tindakan anestesi harus memperhatikan keselamatan ibu,
bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat
melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-
perubahan fisiologis wanita hamil serta efek masing-masing obat anestesi.
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu:
1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.
2. Relaksasi otot yang lebih baik.
3. Analgesi yang cukup kuat.
A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
1. Emergensi
2. Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit proses persalinan
dan mengancam jiwa janin dan ibu.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
3. Resiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan.
4. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena pengosongan
uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada pervaginam, untuk meminimalkan
bahaya perdarahan pasca persalinan
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik
anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan darah untuk
mengatasi perdarahan.
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Premedikasi
Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih. Pemberian ondansentron 4 mg
untuk mencegah mual muntah pasien selama dan sesudah operasi.
20
2. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 10 mg, karena mula kerjanya cepat, lebih
kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan aman untuk kehamilan karena paling
minimal melintasi plasenta. Pada kasus ini ditambahkan fentanil 25 μg (golongan
opioid) yang dapat meningkatkan kualitas intraoperatif analgesia, memperpanjang
durasi analgesik, tanpa mempengaruhi status klinis bayi baru lahir.
Tidak ada aksi pada onset blok sensorik atau motor.
3. Maintenance
Dipakai O2 3 liter/menit
4. Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam.
2 cc x 72 x 6 = 864 cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi besar 1 jam
= kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (2 cc x 72 kg x 1 jam) + (6 cc x 72 kg x 1 jam) = 144 cc + 432 cc
= 576 cc
c. Pendarahan yang terjadi = 500 cc
EBV = 85 cc x 72 kg = 6120 cc
Jadi kehilangan darah = 500/6120 x 100% = 8,2 %
Karena kehilangan darah < 10 % jadi diganti dengan cairan kristaloid
3 x 200 = 600 cc
Produksi urine jam I = 25 cc
d. Kebutuhan cairan basal total
Jam I = (1/2 x 864) +576 = 1008 cc
Jam II = (1/4 x 864) + 576 = 792 cc
Jam III = (1/4 x 864) + 576 = 792 cc
Jam IV = 576 cc
e. Cairan yang sudah diberikan :
Pra anestesi : 500 cc
Saat anestesi : 1500 cc
Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi penurunan
tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi.
Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi
terjadi karena :
21
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
2. Penurunan resistensi perifer.
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-gejala
penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari cedera ginjal,
jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan
tetesan infus dan jika perlu diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan
efedrin 10 μg yang telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi
bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot pernafasan,
abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami kesulitan bernafas.
Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang adekuat dan pengawasan
terhadap depresi pernafasan yang mungkin terjadi.
22
BAB V
PENUTUP
Banyak hal harus diperhatikan dalam tindakan anestesi pada pasien hamil yang akan
bersalin agar tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan
anestesi. Anastesi umum dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan
keamanan ibu dan bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting
pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti
memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin
timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan
dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak
mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat mendepresi nafas janin.
Pada laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional dengan
menggunakan teknik anestesi spinal pada preeklampsia berat pada multigravida belum dalam
persalinan dengan ASA II E dengan menggunakan induksi Bupivakain 10 mg dan Fentanyl
25 μg, maintenance O2 3 lt/menit.
Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi, melalui
pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan
masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi dapat diantisipasi ataupun
ditekan seminimal mungkin. Seperti pada kasus ini kemungkinan hipotensi yang dapat terjadi
sudah diantisipasi. Walaupun terjadi hipotensi penanganan segera yang dibutuhkan sudah
tersedia sehingga akibat dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya ditekan seminimal
mungkin.
Penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasus ini terdapat
komplikasi hipotensi tetapi secara umum berjalan lancar karena persiapan operasi baik pre
operasi dan selama operasi sudah baik di bangsal.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Rustam M, (1998). Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta.
3. Cunningham F.G., et al. (1995). Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi H.R., EGC,
Jakarta.
4. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.
5. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large medical
Book
6. Kumpulan protokol, (2008), Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi, Lab/SMF
obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
7. Michael B D., (1994),Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
8. Ery L., (1998), Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.
9. Agus R., (2003), Buku Pelatihan Penaggulangan Penderita Gawat Darurat Bagi
Dokter. FK Univ. Sebelas Maret. Surakarta.
10. Hanifah M., (2005), Buku Saku Internoid. FK Univ. Gajah Mada. Yogyakarta.
11. Sunita A., (2005), Penuntun Diet. Cetakan kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
12. Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kebidanan, edisi ke 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2007.
24