20
KULTUR Chaetoceros sp. PADA MEDIUM LIMBAH LINDI DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER PUPUK UREA DAN PUPUK DIATOM KELOMPOK 6 Asisten : Ahmad Yusuf A

Presentasi Protista Chaetoceros Sp

Embed Size (px)

Citation preview

Slide 1

KULTUR Chaetoceros sp. PADA MEDIUM LIMBAH LINDI DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER PUPUK UREA DAN PUPUK DIATOM

KELOMPOK 6Asisten : Ahmad Yusuf A

Anggota Kelompok :Amelia Setya N(24020112140051)Dewi Nur Halimah(24020112130068) Fitra AdiP(24020112130110)Imroatul Khasanah(24020112120023)Noor Muhtaroh(24020112140125)Novita Ismi Faizah(24020112130032)

Chaetoceros spChaetoceros merupakan jenis mikroalga yang paling umum dijumpai di perairan lepas pantai Indonesia, sering disebut golden-brown algae karena kandungan pigmen kuning lebih banyak dari pigmen hijau sehingga bila padat populasinya, perairan akan terlihat coklat muda). Arad et all (1988) menyatakan bahwa sel secara individu dari Chaetoceros berbentuk kotak, mempunyai dimensi lebar 12 sampai 14 mikron, dan panjang 15 sampai 17 mikron, dengan jarum di ujungnya. Sel ini bisa membentuk rantai sekitar 10 sampai 20 sel, ketika dikultur dengan aerasi kuat.

Menurut Arad et al. (1988), klasifikasi Chaetoceros sp. Adalah:

Kingdom: ChromistaFilum : Bacillariophyta Kelas : MediophyceaeOrde : ChaetocerotalesFamili : ChaetocerotaceaeGenus : ChaetocerosSpesies : Chaetoceros sp.

Medium kultur berupa limbah lindi Tchobanoglous (1993) menyatakan bahwa lindi (leachate) adalah cairan yang meresap melalui sampah yang mengandung unsur - unsur terlarut dan tersuspensi atau cairan yang melewati landfill dan bercampur serta tersuspensi dengan zat-zat atau materi yang ada dalam tempat penimbunan (landfill) tersebut. Cairan dalam landfill merupakan hasil dari dekomposisi sampah dan cairan yang masuk ke tempat pembuangan seperti aliran atau drainase permukaan, air hujan dan air tanah. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Kultur MikroalgaPertama-tama semua peralatan disterilisasi dengan direndam chlorin, kemudian dikeringkan. Hal ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme lain yang tidak diharapkan ada dalam kultur tersebut (menghindari kontaminasi). Setelah itu dibuat kultur dengan konsentrasi mikroalga 5 % dengan rumus :V1N1=V2N2V1= Volume air laut yang dicari(ml) V2= Volume air laut yang dipergunakan untuk kultur(ml)N1= Salinitas air laut awal (0/00)N2= Slinitas air laut untuk kultur (0/00)

Sehingga dikultur cairan limbah lindi sebanyak 475 ml dan kultur mikroalga (Chaetoceros sp.) sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke botol yang sudah disterilisasi (2 buah).

Setelah itu, pupuk urea sebanyak 0,5 ml dan pupuk diatom sebanyak 0,5 ml ditambahkan ke dalam masing-masing botol yang berbeda.

Botol yang sudah berisi kultur diberi selang aerator. Pencahayaan lampu juga selalu dijaga. Mikroalga diamati setiap hari selama 14 hari. Indikator yang diamati adalah pH (dihari pertama dan kedua), salinitas dan jumlah atau kepadatan mikroalga.

Tabel Pertumbuhan Chaetoceros sp.

Kepadatan Chaetocheros sp. dari hari ke-1 sampai ke-7 selalu meningkat jumlahnya (baik perlakuan pupuk urea maupun pupuk diatom). Peningkatan ini terlihat signifikan. Pada hari ke-8 sampai hari ke-11, kepadatan Chaetocheros mengalami penurunan hingga akhirnya mati. Pengamatan hari ke-12, mulai tampak adanya pertumbuhan kembali. Kondisi salinitas juga mengalami peningkatan dan penurunan. Pada hari pengamatan ke-4 tingkat salinitas pada kedua perlakuan (pupuk urea dan pupuk diatom) mengalami peningkatan yang signifikan mencapai lebih dari angka 1,6. Hari ke-7 salinitas turun dan pada hari ke-8, salinitas mulai mengalami peningkatan yang tidak stabil sampai hari ke-12, hingga pada akhirnya turun kembali sampa hari pengamatan berakhir.Faktor perubahanFaktor lingkungan yang dimaksud ialah kondisi kultur yang mudah terkontaminasi. Botol kultur tidak menggunakan tutup selama masa kultur sehingga kondisinya kurang terjaga dengan baik. Fotobioreaktor yang sederhana terbuat dari botol kaca, sumber aerasi, dan lampu, memungkinkan pertumbuhan Chaetoceros atau mikroalga lain tidak maksimal. Sumber aerasi yang tidak stabil membuat perputaran oksigen dan karbondioksida dalam botol kultur tidak merata. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan siklus hidup dan cara reproduksi spesies ini. Reproduksi Chaetoceros sp berlangsung secara seksual dengan pembentukan auxospora dan aseksual melalui pembelahan sel.

Menurut Vonshak (1988), pembelahan sel pada diatom ini sama seperti pembelahan sel diatom pada umumnya, dimana satu sel induk yang membelah akan menghasilkan dua sel anak. Satu sel anak mendapatkan tutup kotak (epiteka) akan berkembang menyerupai ukuran sel induknya, sedangkan sel anak yang mendapatkan dasar kotak akan tumbuh lebih kecil dari sel induk. Reproduksi aseksual Chaetoceros dengan cara ini secara terus menerus akan menyebabkan ukuran sel semakin kecil hingga sampai pada batas ukuran tertentu, pembelahan ini berhenti dan memasuki fase seksualnya yaitu pembentukan auxosporaPertumbuhan Chaetoceros lebih tinggi terjadi pada kultur dengan tambahan pupuk urea. Hal ini dikarenakan kandungan pupuk urea berupa nitrogen yang mencapai 46 % dalam pupuk urea. Menurut Tcobanoglous (1991), faktor lingkungan yang paling menentukan dalam kultivasi mikroalga atau diatom, yaitu nutrien, suhu dan cahaya, salinitas, dan Ph. Mengapa Limbah Lindi ??

Limbah lindi merupakan permasalahan limbah cair paling umum yang kita alami saat ini

Bagaimana peran Chaetoceros sp. ??Chaetoceros sp. mampu bertahan hidup dalam medium kultur limbah lindi karena kemampuannya mengurai CO2 cair sehingga Chaetocheros sp memilki potensi sebagai bioremediasi.

TERIMA KASIH