Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id
Fakultas Kedokteran Gigi Skripsi Sarjana
2019
Prevalensi Coated Tongue pada Lansia
di Puskesmas Pancur Batu
Oloan, Ray
Universitas Suamtera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14346
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PREVALENSI COATED TONGUE PADA LANSIA
DI PUSKESMAS PANCUR BATU
SKRIPSI
Diajukkan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Ray Oloan
NIM: 140600124
Pembimbing:
Nurdiana, drg., Sp.PM
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2019
Ray Oloan
PREVALENSI COATED TONGUE PADA LANSIA DI PUSKESMAS
PANCUR BATU
xii+ 37 halaman
Populasi lansia di Asia dan Indonesia mengalami peningkatan dimulai dari
tahun 1990. Seiring dengan bertambahnya usia, lansia mengalami penurunan fungsi
organ tubuh yang akan menyebabkan perubahan pada lansia. Perubahan pada lansia
dapat melibatkan perubahan sistemik dan rongga mulut. Perubahan rongga mulut
pada lansia diantaranya kelainan lidah seperti coated tongue yaitu lapisan pada lidah
yang dapat berwarna putih sampai berwarna kecoklatan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional
yang melibatkan 96 lansia di Puskesmas Pancur Batu. Data penelitian diperoleh
dengan melakukan anamnesis untuk mengetahui umur dan xerostomia. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan klinis yaitu pemeriksaan (Oral Hygiene Index Simplified)
OHIS dan coated tongue. Hasil penelitian ini menunjukkan pasien yang mengalami
coated tongue berjumlah 68 orang (70,83%). Prevalensi coated tongue pada lansia
dengan usia 45-59 tahun sebanyak 22 orang (50%), pada usia 60-69 tahun sebanyak
39 orang (86,67%) dan pada usia ≥70 tahun sebanyak 7 orang (100%). Prevalensi
coated tongue pada lansia laki-laki sebanyak 34 orang (59,65%) dan perempuan
sebanyak 34 orang (87,18%). Prevalensi coated tongue pada lansia dengan OHIS baik
sebanyak 6 orang (40%), OHIS sedang sebanyak 39 orang (78%), dan OHIS buruk
sebanyak 23 orang (74,19%). Prevalensi coated tongue pada lansia yang mengalami
xerostomia 31 orang (88,57%) dan tidak mengalami xerostomia sebanyak 37 orang
(60,65%). Kesimpulan penelitian ini prevalensi coated tongue di Puskesmas Pancur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Batu pada lansia sebanyak 68 orang (70,83%), dimana coated tongue lebih banyak
ditemukan pada kelompok usia ≥70 tahun dan lebih banyak pada perempuan. Selain
itu, coated tongue lebih banyak pada OHIS sedang dan lansia yang mengalami
xerostomia.
Daftar rujukan: 47 (1988-2018)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 20 Februari 2019
TIM PENGUJI
KETUA : Nurdiana, drg., Sp.PM
ANGGOTA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih
karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul
“Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu” ini merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada
kedua orangtua terkasih, ayah Samin Gurusinga dan ibu Berliana Silalahi, serta
abang/kakak Tinton Bastanta dan Iva Herlianta atas segala doa, motivasi, perhatian,
dan harapan selama penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih
kepada Nurdiana, drg., Sp.PM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan
sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan
motivasi, arahan, dan saran yang sangat berharga yang telah diberikan untuk
membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit
Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara serta tim penguji skripsi
yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada
penulis;
3. Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc selaku tim penguji skripsi yang telah
meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada penulis;
4. Nevi Yanti, drg., M.Kes, Sp.KG selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama
menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara, khususnya staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut;
6. Kepala Puskesmas Pancur Batu dr. Tety yang telah memberikan izin dan
bantuan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian;
7. Teman-teman Sitepu Residence yang telah memberikan motivasi dan
bantuan dalam pelaksanaan penelitian;
8. Kelompok kecil “Faith Integrity dan Efaproditus”, Faber, Admen,
Baginda, David yang telah menjadi keluarga bagi penulis;
9. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Marshall, Alfath, Elsa, Paul, All, Yuli,
Elisabeth, Sary, Desy J, Desy S serta seluruh teman-teman stambuk 2014 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu;
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat. Tiada lagi
yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur, semoga kasih karunia Tuhan Yang
Maha Esa selalu menyertai kita semua.
Medan, 20 Februari 2019
Penulis
(Ray Oloan)
NIM: 140600124
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
DAFTAR ISI…………….................................................................................. viii
DAFTAR TABEL……….................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah…………........................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian……………..................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Teoritis........................................................................ 4
1.4.2 Manfaat Praktis………………................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Coated Tongue............................................................................ 5
2.1.1 Defenisi.................................................................................... 5
2.1.2 Epidemiologi............................................................................ 5
2.1.3 Etiologi..................................................................................... 5
2.1.4 Gambaran Klinis...................................................................... 6
2.1.5 Diagnosis................................................................................. 7
2.1.7 Diagnosa Banding.................................................................... 7
2.1.8 Penatalaksanaan....................................................................... 8
2.2 Lansia.......................................................................................... 8
2.2.1 Defenisi.................................................................................... 8
2.2.2 Epidemiologi............................................................................ 9
2.2.3 Klasifikasi................................................................................ 9
2.2.4 Ciri-Ciri.................................................................................... 10
2.2.5 Teori Proses Penuaan pada Lansia.......................................... 11
2.2.5.1 Teori Kerusakan Oksidatif.................................................... 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
2.2.5.2 Teori Kontrol Abnormal Mitosis Sel.................................... 11
2.2.5.3 Teori Modifikasi Protein....................................................... 12
2.2.5.4 Teori Wear dan Tear............................................................. 12
2.2.5.5 Teori Penuaan dan Evolusi................................................... 12
2.3 Coated Tongue pada Lansia........................................................ 12
2.4 Kerangka Teori........................................................................... 14
2.5 Kerangka Konsep........................................................................ 15
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian............................................................................ 16
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 16
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................... 16
3.3.1 Kriteria Inklusi.......................................................................... 17
3.3.2 Kriteria Eklusi........................................................................... 17
3.4 Variabel dan Defenisi Operasional.............................................. 17
3.4.1 Variabel Bebas.......................................................................... 17
3.4.2 Variabel Terikat........................................................................ 18
3.4.3 Defenisi Operasional................................................................. 18
3.5 Alat dan Bahan Penelitian............................................................ 19
3.5.1 Alat............................................................................................ 19
3.5.2 Bahan......................................................................................... 20
3.6 Metode Pengumpulan Data.......................................................... 20
3.7 Pengolahan dan Analisa Data....................................................... 21
3.8 Etika Penelitian............................................................................. 21
BAB 4 HASIL PENELITIAN……….….……....…………........................ 23
4.1 Data Demografi........................................................................... 23
4.2 Prevalensi coated tongue pada lansia.......................................... 24
BAB 5 PEMBAHASAN…………….….……....…………........................ 27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN….……....…………........................ 31
6.1 Kesimpulan.................................................................................. 31
6.2 Saran…………………………....…............................................ 31
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 33
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi operasional………………………………………..................... 18
2. Data demografi berdasarkan usia…………………………..................... 23
3. Data demografi berdasarkan jenis kelamin…………………………....... 23
4. Prevalensi coated tongue pada lansia………………………………….... 24
5. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan usia………………… 24
6. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan jenis kelamin………. 25
7. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan OHIS………………. 25
8. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan xerostomia…………. 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. A. Lidah normal; B. Coated tongue………………………………..................... 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian.
2. Informed consent.
3. Lembar pemeriksaan subjek penelitian.
4. Persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian (Ethical Clearance).
5. Surat selesai melaksanakan penelitian dari Puskesmas Pancur Batu.
6. Rincian biaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasien lansia yang memerlukan pelayanan kesehatan meningkat sejalan
dengan peningkatan populasi lansia.1 Situasi global pada saat ini menunjukkan
setengah jumlah populasi lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia.2
Permasalahan kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kualitas hidup lansia.1
Bersamaan dengan bertambahnya usia terjadi pula penurunan fungsi tubuh.3
Salah
satu perubahan pada lansia adalah perubahan rongga mulut. Kondisi rongga mulut
pada lansia dapat mengalami perubahan pada mukosa, gigi, jaringan pendukung, dan
kelainan lidah.4
Kelainan lidah yang dapat ditemukan pada lansia, seperti coated
tongue, fissured tongue, dan geographic tongue.3
Coated tongue adalah lapisan pada dorsum lidah terlihat berwarna putih
sampai berwarna kecoklatan. Coated tongue merupakan tumpukan dari debris, sisa-
sisa makanan dan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.3
Coated tongue berkaitan erat dengan kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut,
usia, jenis kelamin, penyakit sistemik, dan merokok.5 Keadaan kebersihan rongga
mulut (Oral Hygiene Index Simplified/OHIS) dari lansia mengakibatkan bakteri pada
plak dan kalkulus yang ada di permukaan gigi juga menyebar pada dorsal lidah
sehingga terjadi coated tongue.6 Selain itu, coated tongue berhubungan dengan
bertambahnya usia dan mikroorganisme pada dorsum lidah.5,7
Lansia cenderung
mengalami keterbatasan kemampuan untuk membersihkan lidahnya. Disamping itu
terjadi pula menurunnya sekresi saliva menyebabkan kebersihan rongga mulut yang
buruk sehingga kebersihan rongga mulut buruk ini kemudian menjadi penyebab
coated tongue.8,9
Prevalensi coated tongue yang tinggi pada lansia memerlukan edukasi dan
perawatan dari dokter gigi maupun tenaga medis lainnya.10
Penelitian Patil et al. pada
tahun 2013 mengenai prevalensi kelainan lidah di India melaporkan dari 595 subjek,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
terdapat 167 orang yang mengalami coated tongue dengan tingkat prevalensi 28%.
Hal ini menempatkan coated tongue sebagai kelainan lidah yang tertinggi di India.11
Penelitian Shinde et al. pada tahun 2017 mengenai prevalensi kelainan lidah di India
Barat menunjukkan dari 128 subjek yang mengalami kelainan lidah, terdapat coated
tongue sebesar 14,3% dan merupakan kelainan lidah tertinggi yang kedua.12
Penelitian Darwazeh et al. pada tahun 2011 mengenai prevalensi kelainan lidah di
Yordania menunjukkan prevalensi coated tongue dilaporkan menjadi kelainan lidah
tertinggi yang kedua yaitu 8,2%.13
Penelitian Patil, Shinde dan Darwazeh juga
dilakukan pada kelompok dengan rentang usia muda.11,12,13
Kelompok subjek lansia menunjukkan prevalensi coated tongue yang berbeda
dengan kelompok usia lain. Penelitian Nogalcheva et al. pada tahun 2017 mengenai
penatalaksanaan coated tongue menemukan subjek berusia ≤60 tahun menunjukkan
tingkat coated tongue yang rendah yaitu 20,5%, sedangkan subjek berusia di atas 60
tahun memiliki tingkat coated tongue yang tinggi yaitu 79,5%.14
Penelitian yang
dilakukan Nur’aeny dkk pada tahun 2016 mengenai profil lesi mulut pada kelompok
lansia di Panti Sosial Tresna Wreda Senjarawi Bandung mengungkapkan hasil
pemeriksaan pada 20 sampel, menunjukkan kelainan pada lidah yang terbanyak
adalah coated tongue sebesar 11 orang (55%).4 Omor et al. tahun 2015 meneliti
tentang prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan coated tongue di Yordania,
pada 353 subjek ditemukan sebanyak 129 orang (36,5%) menderita coated tongue
dengan usia subjek >45 tahun.5 Penelitian Kurniawan dkk pada tahun 2010 mengenai
profil kesehatan mulut dan saliva pada pasien geriatri di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo pada 117 subjek ditemukan 56 orang (47,8%) mengalami coated
tongue.1 Penelitian yang dilakukan Asih dkk pada tahun 2014 di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru mendapatkan prevalensi coated tongue 48,21%,
penelitian ini dilakukan pada sampel sebanyak 56 lansia.3
Penelitian mengenai prevalensi coated tongue pada lansia masih sedikit
dilakukan sehingga mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Penelitian prevalensi coated tongue pada lansia belum pernah dilakukan di
Puskesmas Pancur Batu. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
ini untuk melihat besarnya prevalensi coated tongue di Puskesmas Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Berapakah prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu?
2. Berapakah prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan usia menurut
DEPKES di Puskesmas Pancur Batu?
3. Berapakah prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Pancur Batu?
4. Berapakah prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan OHIS di Puskesmas
Pancur Batu?
5. Berapakah prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan xerostomia di
Puskesmas Pancur Batu?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui besarnya prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu.
2. Untuk mengetahui prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan usia menurut
DEPKES di Puskesmas Pancur Batu.
3. Untuk mengetahui prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan jenis
kelamin di Puskesmas Pancur Batu.
4. Untuk mengetahui prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan OHIS di
Puskesmas Pancur Batu.
5. Untuk mengetahui prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan xerostomia
pada lansia di Puskesmas Pancur Batu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi dokter,
dokter gigi, dan tenaga medis lainnya pada program kesehatan untuk mengatasi
kelainan lidah yaitu coated tongue khususnya pada lansia.
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG), sebagai sumber
informasi untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan coated tongue pada lansia
dengan usia, jenis kelamin, OHIS dan xerostomia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi dokter, dokter gigi,
dan tenaga medis lainnya untuk dapat melakukan edukasi pada masyarakat tentang
pentingnya lansia untuk memperhatikan rongga mulutnya khususnya coated tongue.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat
tentang prevalensi coated tongue pada lansia, sehingga lansia dapat memperhatikan
keadaan rongga mulutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Coated Tongue
2.1.1. Definisi
Coated tongue adalah lapisan pada lidah yang terdiri dari epitel, sisa makanan,
serta mikroorganisme seperti candida albicans dan streptokokus.7,15
Coated tongue
salah satu kelainan lidah disebabkan pemanjangan papilla filiformis yang memiliki
variasi warna dan ketebalan lapisan.16,17
2.1.2 Epidemiologi
Coated tongue biasanya dijumpai pada lansia baik pria maupun wanita.18
Penelitian Shinde et al. menemukan distribusi kelainan lidah salah satunya coated
tongue, penelitian ini dilakukan dari 896 subjek, terdiri dari 490 pria (54,7%), dan
406 wanita (45,31%).12
Coated tongue merupakan masalah yang umum pada orang
dewasa.7 Frekuensi coated tongue meningkat bersama dengan bertambahnya usia.
19
Penelitian Avcu et al. dengan membagi enam kelompok usia, menemukan coated
tongue mengalami kenaikan dengan bertambahnya usia.16
Bhattacharya et al. pada tahun 2015 mendapatkan prevalensi coated tongue
merupakan kelainan lidah yang tertinggi, yaitu 30,6%, coated tongue tersebut
dikaitkan dengan usia, jenis kelamin, penyakit sistemik, dan kebiasaan menjaga oral
hygiene.20
Campisi et al. menyatakan prevalensi coated tongue adalah 47,45%. Hal
ini dihubungkan dengan kondisi rongga mulut yang buruk serta kurangnya menjaga
kebersihan rongga mulut khususnya membersihkan lidah.21
2.1.3 Etiologi
Etiologi coated tongue tidak diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa
faktor predisposisi. Faktor predisposisi coated tongue diantaranya adalah kebersihan
rongga mulut yang buruk, xerostomia, dan konsumsi makanan lunak.22
Lidah juga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
dapat mengalami coated tongue pada perokok berat, pasien dengan gangguan
sistemik seperti gangguan saluran pencernaan, dan pasien xerostomia.21
Lansia
mengalami perubahan pola makan, perubahan fisiologis rongga mulut dan
menurunnya kemampuan fisik untuk menjaga oral hygiene sehingga menyebabkan
terjadinya coated tongue.23
Coated tongue merupakan kelainan lidah yang umum,
pada lansia akibat kehilangan gigi, mengonsumsi makanan yang lunak, dan
kebersihan mulut yang buruk.21
Faktor predisposisi coated tongue juga berkaitan erat
dengan tingkat lapisan sel mati sebagai pelindung yang disebut keratin, peningkatan
jumlah keratin pada lidah menyebabkan penumpukan di papila filiformis sehingga
menyebabkan coated tongue.24
2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis coated tongue dapat bervariasi dalam hal warna, ketebalan
dan distribusi, tergantung pada individu yang mengalami coated tongue.25
Lapisan
coated tongue dapat berwarna putih sampai berwarna coklat. (Cit Danser et al,
2003).26
Lapisan coated tongue dapat hilang pada pengerokan tanpa meninggalkan
daerah eritema. Coated tongue dapat muncul dan hilang dalam waktu yang singkat.25
Gambar 1. A. Lidah normal; B. Coated tongue.
A B
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis coated tongue dapat dilakukan dengan pemeriksaan visual dilihat
dari warna, ketebalan dan distribusinya.25
Diagnosis lidah paling baik dilakukan di
siang hari atau pemeriksaan harus dilakukan dengan cahaya buatan. Salah satu tujuan
pemeriksaan coated tongue untuk membedakan antara warna lidah yang normal
dengan lidah yang mengalami perubahan warna yang disebabkan oleh makanan
tertentu, obat-obatan, atau pengaruh mekanis.19
Warna dan ketebalan coated tongue
dipengaruhi oleh diet makanan, kebersihan mulut, dan komposisi bakteri yang
menumpuk pada permukaan dorsal lidah.20
Pengukuran coated tongue juga dapat dilakukan berdasarkan keparahan
coated tongue dengan menggunakan indeks Winkel dan Miyazaki.25
Indeks Winkel
(Cit. Campisi et al.) membagi dorsum lidah menjadi enam area, yaitu tiga di posterior
dan tiga di bagian anterior lidah. Coated tongue di masing-masing sektan dinilai
sebagai 0, tidak ada lapisan; 1, lapisan sedikit dan 2, lapisan yang parah.21
Miyazaki
(Cit. Danser et al.) menggolongkan coated tongue berdasarkan distribusi daerah
yang dilapisi, meliputi skor 0, tidak terlihat; 1, kurang dari 1/3 permukaan dorsum
lidah; 2, kurang dari 2/3 permukaan dorsum lidah; 3, lebih dari 2/3 permukaan dorsal
lidah.26
Gambaran klinis coated tongue biasanya cukup khas, oleh karena itu tidak
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang misalnya dengan biopsi.25
2.1.6 Diagnosis banding
Diagnosis banding coated tongue ada beberapa diantaranya kandidiasis
pseudomembran dan hairy tongue.15
Kandidiasis pseudomembran merupakan bentuk
akut dari kandidiasis oral. Kandidiasis pseudomembran merupakan jenis kandidiasis
primer dan merupakan jenis kandidiasis yang paling sering muncul. Pada jenis
kandidiasis ini terlihat pseudomembran berwarna putih yang dapat dikerok dan akan
meninggalkan daerah eritema bahkan dapat berdarah. Gejala yang ditimbulkan pada
infeksi ini dapat berupa perubahan rasa ataupun rasa terbakar.27
Diagnosa banding
lain adalah hairy tongue yaitu permukaan dorsal lidah seperti berambut yang
merupakan pemanjangan abnormal papila filiformis. Hairy tongue didiagnosis ketika
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
pemanjangan papila filiformis lebih dari 3 mm. Lidah yang normal memiliki papila
filiformis <1 mm.16
Jumlah keratin pada coated tongue dengan tingkat rendah yang
membedakannya dengan hairy tongue.18
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan coated tongue diawali dengan mengidentifikasi kemungkinan
faktor predisposisi, seperti keadaan sistemik, kebersihan rongga mulut yang buruk,
xerostomia, konsumsi makanan lunak, dan penggunaan obat-obatan.19
Penatalaksanaan coated tongue tidak memerlukan obat-obatan. Menyikat lidah dan
menjaga kebersihan mulut dengan benar harus dilakukan secara rutin. Penting untuk
menekankan kepada pasien bahwa proses ini sepenuhnya dapat diatasi.26
Umumnya penatalaksanaan yang paling efektif untuk coated tongue adalah
penggunaan pembersih lidah setiap hari. Pembersih lidah ini bertujuan untuk
menghilangkan sel keratin yang mati di permukaan dorsal lidah.24
Selain pembersih
lidah, memberikan intruksi pada pasien untuk mengurangi kebiasaan seperti merokok,
mengonsumsi makanan lunak, serta menjaga oral hygiene juga dapat membantu
mengurangi coated tongue.26
2.2 Lansia
2.2.1 Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 45 tahun ke atas. Lanjut
usia (Lansia) merupakan kelompok usia yang rentan akan perubahan kondisi dan
situasi yang disebabkan adanya perubahan kondisi fisik, sosial dan psikologis.28
Perubahan fisik yang dapat diamati pada seseorang adalah rambut memutih, kulit
keriput, tipis, kering dan longgar, mata berkurang penglihatan oleh kelainan refraksi
ataupun katarak, daya penciuman menurun, daya pengecap kurang peka terhadap rasa
manis dan asin, pendengaran berkurang, serta persendian kaku dan sakit. Perubahan
sosial yang paling menonjol pada lansia adalah ketidakmampuan merawat diri sendiri
dalam hal kegiatan hidup sehari-hari. Perubahan psikologis yang dialami karena
perasaan kehilangan terutama pasangan hidup maupun sanak-keluarga atau teman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
dekat (bereavement), sering menyendiri, perasaan ketersendirian sampai menjadi lupa
(demensia).2
2.2.2 Epidemiologi
Bila dilihat dari struktur kependudukan dunia, peningkatan populasi lansia
secara global dimulai dari tahun 1950. Populasi lansia di Asia dan Indonesia
mengalami peningkatan dimulai dari tahun 1990 dan 2000.29
Situasi global pada saat
ini setengah jumlah populasi lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia.2 Pada
tahun 2040 di dunia, Asia dan Indonesia diprediksi jumlah penduduk lansia lebih
besar dari jumlah penduduk <15 tahun. Indonesia termasuk negara yang mengalami
peningkatan populasi lansia yang tinggi.29
Hal ini dapat dilihat dari persentase
penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari
keseluruhan penduduk.30
Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih
tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan dunia setelah tahun 2050.29
Pertumbuhan lansia diprediksi akan meningkat cepat di masa yang akan
datang.30
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami
ledakan jumlah penduduk lansia, kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49 berdasarkan
proyeksi 2010-2035 menurun, sedangkan kelompok umur lansia (50-64 tahun dan
≥65) berdasarkan proyeksi 2010-2035 terus meningkat.29
Seiring meningkatnya
derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan
usia harapan hidup di Indonesia.30
Di Sumatera Utara persentase lansia adalah 5,9%.
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk lansia yang paling banyak adalah perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa umur harapan hidup lebih tinggi pada perempuan.29
2.2.3 Klasifikasi
Batasan lansia terbagi atas:28
1. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
Usia lanjut (elderly) adalah usia 60-74 tahun.
Usia tua (old) adalah usia 75-90 tahun.
Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
2. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
Usia lanjut presenilis yaitu usia 45-59 tahun
Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
Usia lanjut berisiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
2.2.4 Ciri-Ciri
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
1. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia
misalnya lansia yang memiliki motivasi rendah dalam melakukan kegiatan maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi lansia yang memiliki motivasi
tinggi maka kemunduran fisik akan lebih lama terjadi.28
Pada umumnya banyak lansia
yang memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk, hal ini disebabkan kemampuan
fisik yang menurun. Lansia yang memiliki kesehatan mulut yang buruk ditandai oleh
xerostomia, hiposalivasi, dan coated tongue. Adanya gangguan pengecapan pada
lansia dikaitkan dengan banyak faktor, salah satunya adalah coated tongue.31
Coated
tongue pada lansia terjadi karena fungsi motorik rongga mulut dan sekresi air liur
menurun pada lansia. Hal ini memiliki beberapa dampak kesehatan pada lansia,
seperti bau mulut, gangguan pengecapan, bahkan radang paru-paru.32
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang
lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.28
Berdiskusi serta bertukar pikiran
dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial.2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas
dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.28
Pada saat ini rasio
ketergantungan lansia terhadap usia muda semakin berkurang.2
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk pula, misalnya lansia yang tinggal bersama keluarga sering
tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan.28
2.2.5 Teori Proses Penuaan
Teori penuaan telah banyak ditemukan oleh ahli. Penelitian eksperimental
dibidang gerontologi dasar selama 20 tahun terakhir ini berhasil memunculkan teori
baru mengenai proses menua.33
Beberapa teori tentang penuaan yang dapat diterima
saat ini antara lain:
1. Teori Kerusakan Oksidatif
Unsur oksigen reaktif gagal dibersihkan oleh pertahanan antioksidan dan
merusak molekul utama, termasuk DNA. Kerusakan meningkat hingga proses
metabolisme terganggu dan sel-sel mati.33
Radikal bebas diyakini sebagai salah satu
unsur yang mempercepat proses penuaan sehingga berdasarkan teori ini maka
terbentuknya radikal bebas yang berlebihan harus dihindari. (Cit Pangkahila 2007).34
2. Teori Kontrol Abnormal Mitosis Sel
Pembelahan sel dapat terjadi secara terbatas yang disebut dengan "Batas
Hayflick", tetapi pada sel yang abnormal pembelahan sel dapat terus terjadi secara
tidak terkontrol.33
Kontrol genetik mengatur manusia sesuai dengan apa yang telah
diatur di dalam DNA. Kemajuan ilmu kedokteran telah mulai menjajaki pemutusan
rantai dari DNA untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki DNA.34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
3. Teori Modifikasi Protein
Molekul glikosilasi kompleks adalah hasil akhir interaksi gula-protein, yang
menghasilkan molekul protein yang disebut hormon.33
Ketidakmampuan produksi
hormon mengimbangi fungsinya yang berlebihan menyebabkan tubuh akan
mengalami kekurangan hormon secara menyeluruh sehingga terjadi proses penuaan
akibat kekurangan hormon tersebut. Mekanisme umpan balik mulai dari hipotalamus,
hipofisis dan organ sasaran masih bekerja tetapi berhubung kerjanya berlebih poros
hipotalamus-hipofisis dan organ sasaran tetap tidak mampu mengimbanginya dan
akhirnya proses penuaan akan terjadi.34
4. Teori Wear and Tear
Teori ini menyatakan bahwa organ akan mengalami kerusakan apabila dipakai
secara berlebihan dan makin sering dipakai berlebihan akan makin banyak yang rusak
sehingga tubuh tidak mampu memperbaiki.34
Tidak diragukan lagi bahwa kerusakan
fisik berperan dalam proses penuaan. Kerusakan yang terjadi mulai dari kulit, tulang,
dan gigi, tetapi teori ini masih menjadi perdebatan tentang penjelasan penuaan.33
5. Teori Penuaan dan Evolusi
Teori yang konsisten dengan pandangan bahwa penuaan merupakan dampak
seleksi genetik adalah teori penuaan dan evolusi. Teori sebab akibat menjelaskan
bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan
pada pembentukan kode genetik.34
Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu
proses secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu mengubah sel
atau struktur jaringan.33
2.3. Coated Tongue pada Lansia
Prevalensi coated tongue yang tinggi dihubungkan dengan bertambahnya
usia.4
Penelitian Omor et al. menemukan ada hubungan yang kuat antara coated
tongue dengan bertambahnya usia. Omor et al. mendapatkan prevalensi coated
tongue pada usia ≥45 tahun adalah 36,5%.5
Asih dkk mendapatkan hasil penelitian
coated tongue pada kelompok lansia dengan jumlah sampel 47 orang didapatkan 27
orang mengalami coated tongue.3 Penelitian Toum et al. mendapatkan prevalensi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
coated tongue pada lansia 23,1 %, hal ini berbeda dengan usia 30-60 tahun yang
memiliki prevalensi 21,6 %, dan untuk usia ≤30 tahun 9,7%.35
Kurniawan dkk
mendapatkan prevalensi coated tongue 47,8 %, penelitian ini dilakukan pada lansia
dengan rentang usia 60-86 tahun. Hal ini dikaitkan dengan rendahnya laju aliran
saliva.1
Penelitian Andrade et al. mendapatkan prevalensi coated tongue untuk lansia
dengan usia 60-78 tahun adalah 6,3%.36
Penelitian Avcu et al. mendapatkan
prevalensi coated tongue pada subjek penelitian wanita dengan usia <20 tahun adalah
4,9%, 20-29 tahun adalah 11,9%, 30-39 tahun adalah 21,9%, 40-49 tahun adalah
35,8%, 50-59 tahun adalah 39,8% dan usia ≥60 tahun adalah 39,8%.16
Solemdal et al.
mendapatkan prevalensi coated tongue pada lansia adalah (25,1%), penelitian ini
dikaitkan dengan kesehatan rongga mulut dan nutrisi pada lansia.37
Coated tongue dipengaruhi oleh proses degeneratif pada lansia.4 Pada proses
penuaan terjadi penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan fisik lainnya,
salah satu perubahan yang terjadi pada lansia menurunnya aliran saliva.3 Patogenesis
coated tongue dikaitkan dengan beberapa faktor misalnya, kebersihan rongga mulut,
usia, status periodontal, merokok, dan laju aliran saliva.6 Menurut Ralph, lansia
mengalami coated tongue dikaitkan dengan kebiasaan pola makan yang cenderung
memilih makanan yang lunak karena telah mengalami kehilangan gigi serta
berkurangnya kemampuan membersihkan rongga mulut dan menurunnya laju aliran
saliva.22
Menurut Koshimune et al. (Cit Campisi et al, 2001) laju aliran saliva
menjadi faktor penyebab coated tongue, laju aliran saliva yang rendah (<0,1
ml/menit) dapat menyebabkan coated tongue.21
Berkurangnya kemampuan untuk
membersihkan rongga mulut menyebabkan menumpuknya sisa-sisa makanan dan
mikroorganisme.22
Lansia kurang memiliki motivasi dalam membersihkan rongga
mulutnya sehingga menyebabkan kebersihan rongga mulut menjadi buruk dan terjadi
penumpukkan sisa-sisa makanan serta mikroorganisme.36
Selain itu, coated tongue
terbentuk melalui perlekatan leukosit dan aliran saliva yang sedikit pada lansia yang
mengalami kerusakan jaringan periodontal.6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
2.3 Kerangka Teori
Lansia
Perubahan
Fisik Sosial Psikologis
Rongga Mulut Sistemik
Lidah
Geographic
Tongue
Coated
Tongue
Fissured
Tongue
Gingivitis
dan
Periodontitis
Anatomis Fisiologis Patologis
Mukosa
Tipis dan
Kering
Penebalan
lamina propia
Berkurangnya
Keratinisasi
Jaringan Lunak Jaringan Keras
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.4 Kerangka Konsep
Lansia
-Berdasarkan:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. OHIS
4. Xerostomia
Prevalensi Coated Tongue
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan prevalensi
coated tongue pada lansia. Variabel bebas (lansia) dan variabel terikat (coated
tongue) diteliti dalam waktu bersamaan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pancur Batu. Lokasi ini dipilih
karena di poli PTM (Penyakit Tidak Menular) Puskesmas Pancur Batu berdasarkan
survei pendahuluan memiliki jumlah lansia yang banyak. Penelitian ini dilakukan
pada Oktober-November 2018.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien dengan usia ≥45 tahun yang datang ke
Puskesmas Pancur Batu.
3.3.2 Sampel
Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan proporsi prevalensi berdasarkan populasi pasien di Puskesmas
Pancur Batu pada bulan Agustus 2018. Peneliti menggunakan prevalensi penelitian
Kurniawan dkk yaitu sebesar 47,8%.1 Besar sampel diperoleh dengan menggunakan
rumus estimasi proporsi:38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Keterangan:
N = besar sampel
Z1-α/2 = nilai baku distribusi normal pada α tertentu (1,96%)
P = Prevalensi coated tongue pada lansia =47,8% (0,478)
D = presisi (10%)
N = 95,85 (96 orang)
Sampel yang dibutuhkan sebagai subjek penelitian ini adalah sebanyak 96
orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik pengambilan
sampel non probability purposive sampling yaitu subjek dalam populasi tidak
mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat terpilih. Pemilihan subjek didasari
oleh kriteria yang ditentukan oleh peneliti.
3.3.3 Kriteria Inklusi
1. Lansia yang ada di Puskesmas Pancur Batu.
2. Lansia tanpa atau dengan penyakit sistemik yang tidak memiliki hubungan
dengan coated tongue.
3. Lansia yang dapat membuka rongga mulut dengan baik.
4. Lansia yang bersedia menjadi subjek penelitian.
3.3.4 Kriteria Eksklusi
1. Lansia yang tidak kooperatif.
2. Lansia yang mengundurkan diri.
3.4. Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lansia yang dilihat berdasarkan
jenis kelamin, OHIS, dan xerostomia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah coated tongue.
3.4.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Skala
Ukur
(Variabel Bebas)
Lansia
1. Jenis Kelamin
2. OHIS
Lansia adalah
seseorang yang
memiliki usia 45
tahun ke atas.28
Perbedaan
biologis antara
perempuan dan
laki-laki.39
OHIS adalah
keadaan
kebersihan mulut
dari subjek
penelitian yang
dinilai dari
adanya plak dan
kalkulus (karang
gigi) pada
permukaan gigi.6
Menggunakan
rekam medis di
Poli PTM
Puskesmas
Pancur Batu.
Ciri-ciri fisik
yang melekat
pada setiap
individu.39
Menggunakan
indeks Oral
Hygiene Index
Simplified yang
merupakan
jumlah indeks
debris dan indeks
kalkulus.6
Alat ukur:28
1. Usia
lanjut
presenilis
(45-59
Tahun)
2. Usia
lanjut
(60-69
Tahun)
3. Usia
lanjut
berisiko
(≥70
Tahun)
Alat ukur:39
Laki-laki /
Perempuan
Skor OHIS:6
Baik: 0,0–1,2
Sedang: 1,3–
3,0
Buruk: 3,1–
6,0
Ordinal
Nominal
Ordinal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
3. Xerostomia
Xerostomia
adalah suatu
gejala subjektif
dengan atau tanpa
berkurangnya
sekresi saliva.40
Menggunakan
kuesioner Fox et
al.:
1. Apakah anda
merasa air
liur anda
terlalu
sedikit,
terlalu banyak
atau anda
tidak tahu
saliva anda
sedikit atau
banyak?
2. Apakah anda
mempunyai
masalah
dalam
mengunyah?
3. Apakah mulut
anda terasa
kering saat
makan?
4. Apakah anda
lebih memilih
makanan
yang berkuah
dari pada
makanan
kering?
Sampel yang
menjawab
“ya” pada
semua
pertanyaan
kuesioner
dapat
dikatakan
menderita
xerostomia.
Nominal
(Variabel
Terikat)
Coated Tongue
Lapisan pada
dorsal lidah yang
dapat berwarna
putih sampai
kecoklatan dan
jika dikerok tidak
meninggalkan
daerah
eritema.25,26
Pemeriksaan
klinis.26
Ya/Tidak Nominal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat
Alat yang dipakai:
1. Lembaran pemeriksaan
2. Alat tulis
3. Alat diagnostik (kaca mulut, pinset, sonde)
4. Alat scraping (tongue scraper)
3.5.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang dipakai:
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Desinfektan
3.6 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat hasil pemeriksaan klinis pada
lembar pemeriksaan. Lansia yang sesuai dengan kriteria inklusi diberitahu prosedur
pemeriksaan dan tujuan penelitian. Setelah itu, lansia diminta untuk menandatangani
informed consent. Lansia kemudian di anamnesis untuk mengetahui xerostomia
dengan pertanyaan Fox. Lansia yang menjawab “ya” pada semua pertanyaan
kuesioner dapat dikatakan menderita xerostomia. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan
klinis yaitu pemeriksaan OHIS dan coated tongue. Pemeriksaan OHIS untuk melihat
plak dan kalkulus dengan menggunakan alat diagnostik. Tiap permukaan dibagi
menjadi tiga bagian yaitu 1/3 ginggiva, 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian insisal.
Untuk pemeriksaan plak dan kalkulus digunakan sonde yang diletakkan pada 1/3
insisal dan digerakkan ke 1/3 ginggiva. Hasil pemeriksaan langsung dicatat pada
lembaran pemeriksaan.
Pemeriksaan coated tongue dilakukan dengan mengerok dorsum. Lansia
duduk berhadapan dengan pemeriksa, dilanjutkan melihat coated tongue dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
menggunakan alat diagnostik dan dilakukan scraping dengan menggunakan alat
scraping. Hasil pemeriksaan langsung dicatat pada lembaran pemeriksaan.
3.7 Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan cara manual. Analisis
univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.38
Data univariat disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi:
1. Data demografi berdasarkan usia.
2. Data demografi berdasarkan jenis kelamin.
3. Prevalensi coated tongue pada lansia.
4. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan usia.
5. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan jenis kelamin.
6. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan OHIS.
7. Prevalensi coated tongue pada lansia berdasarkan xerostomia.
3.8 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:
1. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik
Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional. Ethical Clearance ini diperlukan untuk memenuhi aspek legal tatacara
penelitian yang telah disepakati.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada subjek kemudian
menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta
menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
penelitian. Bagi subjek yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed consent) agar dapat berpartisipasi dalam penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
3. Kerahasiaan
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti. Data yang ditampilkan dalam penelitian ini merupakan data kelompok dan
bukan data pribadi subjek penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Demografi
Tabel 1 menunjukkan data demografi lansia berdasarkan usia di Puskesmas
Pancur Batu. Jumlah lansia pada rentang usia 45-59 adalah 45 orang, lansia dengan
usia 60-69 tahun adalah 44 orang, dan lansia dengan usia ≥70 tahun adalah 7 orang.
Tabel 1. Data demografi berdasarkan usia.
Usia (Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
45-59 45 46,87
60-69 44 45,83
≥70 7 7,29
Total 96 100
Tabel 2 menunjukkan data demografi lansia berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Pancur Batu. Jumlah lansia laki-laki sebanyak 57 orang dan lansia
perempuan sebanyak 39 orang.
Tabel 2. Data demografi berdasarkan jenis kelamin.
Jenis kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 57 59,37
Perempuan 39 40,63
Total 96 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
4.2 Prevalensi Coated Tongue pada Lansia
Tabel 3 menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu. Hasil penelitian ini didapatkan prevalensi lansia yang mengalami coated
tongue adalah 70,83% (68 orang).
Tabel 3. Prevalensi Coated Tongue pada Lansia.
Coated Tongue Jumlah (n) Frekuensi (%)
Ya 68 70,83
Tidak 28 29,17
Total 96 100
Tabel 4 menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu berdasarkan usia. Prevalensi coated tongue pada lansia dengan rentang
usia 45-59 tahun adalah 50% (22 orang). Prevalensi coated tongue pada lansia dengan
usia 60-69 tahun adalah 86,67% (39 orang). Prevalensi coated tongue pada lansia
dengan usia ≥70 tahun adalah 100% (7 orang).
Tabel 4. Prevalensi Coated Tongue pada Lansia berdasarkan Usia.
Usia
(Tahun) N
Coated Tongue
Ya Tidak
n % n %
45-59 44 22 50 22 50
60-69 45 39 86,67 6 13,33
≥70 7 7 100 0 0
Tabel 5 menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu berdasarkan jenis kelamin. Prevalensi coated tongue pada lansia dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
jenis kelamin pria adalah 59,65% (34 orang). Prevalensi coated tongue pada lansia
dengan jenis kelamin wanita adalah 87,18% (34 orang).
Tabel 5. Prevalensi Coated Tongue pada Lansia berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis
kelamin N
Coated Tongue
Ya Tidak
n % n %
Laki-laki 57 34 59,65 23 40,35
Perempuan 39 34 87,18 5 12,82
Tabel 6 menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu berdasarkan OHIS. Prevalensi coated tongue pada lansia dengan OHIS
baik adalah 40% (6 orang). Prevalensi coated tongue pada lansia dengan OHIS
sedang adalah 78% (39 orang). Prevalensi coated tongue pada lansia dengan OHIS
buruk adalah 74,19% (23 orang).
Tabel 6. Prevalensi Coated Tongue pada Lansia berdasarkan OHIS.
OHIS N
Coated Tongue
Ya Tidak
n % n %
Baik 15 6 40 9 60
Sedang 50 39 78 11 22
Buruk 31 23 74,19 8 25,81
Tabel 7 menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu berdasarkan xerostomia. Prevalensi coated tongue pada lansia dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
xerostomia adalah 88,57% (31 orang). Prevalensi coated tongue pada lansia tanpa
xerostomia adalah 60,65% (37 orang).
Tabel 7. Prevalensi Coated Tongue pada Lansia berdasarkan Xerostomia.
Xerostomia N
Coated Tongue
Ya Tidak
n % n %
Ya 35 31 88,57 4 11,43
Tidak 61 37 60,65 24 39,35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
BAB 5
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Pancur Batu, kelompok lansia berusia ≥70 tahun merupakan kelompok yang memiliki
jumlah subjek penelitian yang paling sedikit (Tabel 1). Penelitian Budiman tahun
2010 di Puskesmas Tanjungsari tentang pelayanan Jamkesmas di Kabupaten Bogor
mendapatkan subjek penelitian dengan jumlah paling sedikit adalah kelompok lansia
berusia ≥70 tahun yaitu sebanyak 8 orang.41
Jumlah lansia berisiko (≥70 tahun) yang
berobat ke puskesmas berjumlah sedikit dikarenakan adanya pelayanan home care
sehingga lansia yang berobat ke puskesmas menjadi lebih sedikit.42
Disamping itu,
adanya posyandu lansia yaitu suatu pos pelayanan kesehatan bersumber daya
masyarakat yang melayani penduduk lansia dimana pelaksanaannya dilakukan oleh
lintas sektor pemerintah menjadikan lansia berisiko (≥70 tahun) lebih memilih
pelayanan ke posyandu dibandingkan ke puskesmas.29
Pelayanan posyandu lansia
yang memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan kepada lansia, memberikan
keringanan bagi lansia yang tak mampu sehingga lansia berisiko berobat ke
puskesmas menjadi berkurang.42
Kecamatan Pancur Batu memiliki beberapa
posyandu lansia yang dapat dijangkau lansia, khususnya yang jauh dari Puskesmas
Pancur Batu sehingga jumlah lansia berusia ≥70 tahun yang datang berobat ke
Puskesmas Pancur Batu menjadi lebih sedikit.
Data demografi lansia berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Pancur Batu
menunjukkan jumlah lansia laki-laki lebih banyak (Tabel 2). Beberapa penyakit pada
lansia laki-laki disebabkan oleh faktor merokok misalnya hipertensi, stroke, dan
pneumonia sehingga banyak lansia laki-laki berobat jalan dengan mendatangi tempat-
tempat pelayanan kesehatan termasuk puskesmas.29
Laki-laki cenderung kurang
memperhatikan kesehatannya pada usia muda sehingga umumnya memiliki keluhan
kesehatan pada saat memasuki usia lanjut. Keluhan pada lansia merupakan efek dari
penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, dan diabetes melitus.43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Permasalahan kesehatan ini mendorong lansia laki-laki banyak ke puskesmas untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengambilan rujukkan.42
Penelitian ini menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di
Puskesmas Pancur Batu adalah 70,83% (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan
Nur’aeny pada tahun 2016 mengenai profil lesi mulut pada kelompok lansia di Panti
Sosial Tresna Wreda Senjarawi Bandung menunjukkan prevalensi coated tongue
sebanyak 55%.4 Pada umumnya banyak lansia memiliki kesehatan rongga mulut yang
buruk, hal ini disebabkan kemampuan fisik yang menurun.31
Prevalensi coated
tongue pada lansia banyak terjadi karena kemampuan fisik yang menurun
menyebabkan lansia sulit untuk membersihkan lidahnya sehingga mengakibatkan
akumulasi sisa-sisa makanan dan bakteri pada dorsal lidah yang menyebabkan
terbentuk coated tongue. Selain itu, sekresi saliva yang sedikit pada lansia
menyebabkan menurunnya pertahanan terhadap bakteri sehingga bakteri menumpuk
pada dorsal lidah dan terjadi coated tongue.26
Lansia juga mengalami perubahan pola
diet dimana makanan lunak yang dikonsumsi lansia menyebabkan keratin tidak dapat
terangsang untuk mengelupas sehingga terbentuk coated tongue.18,24
Penelitian ini menunjukkan prevalensi coated tongue berdasarkan usia. Pada
lansia di Puskesmas Pancur Batu dengan rentang usia ≥70 tahun merupakan
kelompok yang paling tinggi (Tabel 4). Prevalensi coated tongue yang tinggi
dihubungkan dengan bertambahnya usia.4
Meningkatnya usia menyebabkan papila
fungiformis mengecil dan pemanjangan papila filiformis.18
Pemanjangan papilla
filiformis terjadi karena pada lansia umumnya kehilangan gigi menyebabkan lansia
lebih memilih makanan lunak sehingga keratin tidak dapat mengelupas. Keratin yang
tidak mengelupas menyebabkan papila filiformis mengalami pemanjangan hal ini
mengakibatkan retensi sisa-sisa makanan dan bakteri pada dorsal lidah sehingga
prevalensi coated tongue pada lansia menjadi semakin tinggi.26
Penelitian Omor et al.
pada tahun 2015 di Rumah Sakit Yordania tentang prevalensi dan faktor yang
berhubungan dengan coated tongue menemukan ada hubungan yang kuat antara
coated tongue dengan bertambahnya usia.5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Penelitian ini menunjukkan subjek penelitian coated tongue pada lansia
dengan jenis kelamin perempuan memiliki prevalensi coated tongue yang lebih tinggi
(Tabel 5). Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormonal pada perempuan yang terjadi
pada masa menopause. Salah satu perubahan fisik yang dapat terjadi selama
menopause adalah perubahan pada rongga mulut seperti xerostomia.44
Lidah dapat
mengalami coated tongue pada pasien dengan keadaan xerostomia. Xerostomia dapat
terjadi dengan atau tanpa berkurangnya sekresi saliva sehingga ketika aliran saliva
berkurang maka terjadi penurunan produksi antimikroba yang mengakibatkan
mikroorganisme meningkat pada dorsal lidah dan menyebabkan coated tongue.45
Hal
ini menyebabkan prevalensi coated tongue yang tinggi pada lansia perempuan.
Penelitian ini menunjukkan lansia yang mengalami coated tongue pada OHIS
sedang memiliki prevalensi coated tongue paling tinggi yaitu 78% (Tabel 6).
Kebersihan mulut lansia dinilai dari adanya sisa makanan yang menempel di gigi atau
debris dan kalkulus pada permukaan gigi dengan menggunakan Oral Hygiene Index
Simplified.6
Coated tongue terjadi karena menumpuknya mikroorganisme seperti
candida albicans dan streptokokus.15
Plak dan kalkulus yang terbentuk pada gigi
bermanfaat bagi mikroorganisme dengan membentuk kolonisasi di rongga mulut. Hal
ini menyebabkan berbagai mikroorganisme juga terdapat pada dorsal lidah yang
membentuk coated tongue sehingga semakin buruk OHIS, prevalensi coated tongue
juga semakin tinggi.7,46
Penelitian ini menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia dengan
keadaan xerostomia. Kelompok lansia yang mengalami xerostomia memiliki
prevalensi coated tongue yang paling tinggi (Tabel 7). Xerostomia merupakan
persepsi subjektif dari mulut kering.40
Souza pada tahun 2011 mendapatkan
prevalensi coated tongue yang tinggi disebabkan karena penurunan laju aliran dan
peningkatan kekentalan saliva yang menyebabkan penurunan kemampuan self
cleansing dan penurunan antimikroba pada saliva.47
Penurunan kemampuan self
cleansing menyebabkan penumpukan sisa-sisa makanan pada permukaan lidah
sehingga mengakibatkan coated tongue. Penurunan antimikroba pada saliva
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
menyebabkan terjadinya akumulasi mikroorganisme pada dorsal lidah sehingga
menyebabkan coated tongue.15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian prevalensi coated tongue pada lansia di
Puskesmas Pancur Batu dapat disimpulkan:
1. Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu sebanyak
70,83% (68 orang).
2. Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu
berdasarkan usia menunjukkan coated tongue lebih banyak pada lansia dengan usia
≥70 tahun.
3. Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu
berdasarkan jenis kelamin menunjukkan coated tongue lebih banyak pada lansia
perempuan.
4. Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu
berdasarkan OHIS menunjukkan coated tongue lebih banyak pada lansia yang
memiliki OHIS sedang.
5. Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu
berdasarkan xerostomia menunjukkan coated tongue lebih banyak pada lansia yang
mengalami xerostomia.
6.2 Saran
Penelitian ini dilakukan pada lansia dengan pengamatan berdasarkan usia,
jenis kelamin, OHIS, dan xerostomia. Penelitian ini merupakan prevalensi coated
tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu. Penelitian selanjutnya diharapkan
peneliti melakukan penelitian tentang hubungan antara coated tongue dengan jenis
kelamin, OHIS dan xerostomia pada lansia. Disamping itu, diperlukan edukasi
kesehatan rongga mulut khususnya tentang lidah kepada lansia tersebut. Hal ini akan
membuat lansia memahami tentang pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
khususnya lidah. Selain itu, diperlukan kerjasama antara dokter, dokter gigi, dan
tenaga medis lainnya untuk melakukan promotif, preventif, dan kuratif dalam
mengatasi coated tongue pada lansia. Masyarakat juga perlu mengetahui pentingnya
menjaga kesehatan rongga mulut untuk meningkatkan kualitas hidup pada lansia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Kurniawan A, Wimardhani Y, Rahmayanti F. Oral health and salivary profiles of
geriatric outpatients in Cipto Mangunkusumo general hospital. Ina J Dent Res
2010; 17: 53-7.
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Abikusno N. Kelanjutusiaan
sehat menuju masyarakat sehat segala usia, 2013: 1-2.
3. Asih A, Apriasari M, Kaidah S. Gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut
pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Dent J Ked
Gigi 2014; 2 : 7.
4. Nur’aeny N, Sari K. Profil lesi mulut pada kelompok lanjut usia di Panti Sosial
Tresna Wreda Senjarawi Bandung. Maj Ked Gi Ind 2016; 2: 74-6.
5. Omor R, Arabeyat M, Hiasat A, Ajarmeh M. Prevalence and factors related to
tongue coating among a sample of Jordanian royal medical services dental
outpatients. J Royal Med Services 2015; 22(1): 35-9.
6. Notohartojo I, Andayasari L. Nilai kebersihan gigi dan mulut pada karyawan
industri pulo gadung di Jakarta. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik, Kementerian Kesehatan, 2013: 168-74.
7. Hamid H, Aulia R, Samad R. Efektivitas penggunaan tongue scraper terhadap
penurunan indeks tongue coating dan jumlah koloni bakteri anaerob lidah. J Ked
Gigi 2011; 10: 1.
8. Kikutani T, Tamura F, Nishiwaki K, et al. The degree of tongue-coating reflects
lingual motor function in the elderly. J Comp gerodontology Assoc 2008; 26 : 291-
6.
9. Langlais R, Miller C, Gehrig J. Lesi mulut yang sering ditemukan. Jakarta: EGC,
1992: 104.
10. Tachibana M, Yoshida A, Ansai T, et al. Prevalence of periodontopathic bacteria
on the tongue dorsum of elderly people. Tokyo: The Gerodontology Assoc and
Blackwell Munksgaard, 2006: 123–6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
11. Patil S, Kaswan S, Rahman F, et al. Prevalence of tongue lesions in the Indian
population. J Clin Exp Dent 2013; 5(3): 128-32.
12. Shinde S, Sheikh N, Ashwinirani S, et al. Prevalence of tongue lesions in western
population of Maharashtra. Int J Applied Dent Sci 2017; 3(3): 104-8.
13. Darwazeh A, Almelaih A. Tongue lesions in a Jordanian population. Prevalence,
symptoms, subject’s knowledge and treatment provided. J Oral Med Pathology
2011; 6: 745-9.
14. Nogalcheva A, Konstantinova D, Nogalchev K. A modified tongue coating indeks.
Scripta Scientifica Medicinae Dent 2017; 3: 32-5.
15. Scully C. Handbook of oral desease. The Livery House, 2005: 365-6.
16. Avcu N, Kanli A. The prevalence of tongue lesions in 5150 Turkish dental
outpatients. J Hacettepe Faculty Dent 2003; 9: 188-95.
17. Anant S, Sandeep G. Tongue hygiene and its significance in the control of
halitosis. Journal of Orofacial Research 2013; 3: 256-62.
18. American Academy of Oral and Maxillofacial Pathology. Diagnosis, treatment
education & research. http://www.aaomp.org/public/docs/hairy-tounge.pdf (17 Juli
2018).
19. Cherel F. Rate of reformation of tongue coating in young adults. Int J Dent
Hygiene 2008; 6: 371-5.
20. Bhattacharya P, Sinha R, Pal S. Prevalence and subjective knowledge of tongue
lesions in an Indian population. J Bio and Craniofacial Res 2015; 207 : 5.
21. Campisi G, Margiotta V. Oral mucosal lesions and risk habits among men in an
Italian study population. J Oral Pathol Med 2001; 30: 22–8.
22. Ralph W. Hygiene of the tongue. J Dent Australian 1988; 3: 169-70.
23. Kurniasari Y. Hubungan antara nilai oral hygiene indeks dengan coated tongue
indeks pada penduduk lanjut usia di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
(Skripsi): Yogyakarta: (Universitas Gajah Mada), 2017: 12.
24. Seerangaiyan K, Juch F, Winkel G. Tongue coating: its characteristics and role in
intra-oral halitosis and general healt. J of Breath Research 2017; 1: 4-6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
25. Tornout M, Dadamio J, Coucke W, et al. Tongue coating: related factors. J
Catholic University Leuven 2012; 33: 3-5.
26. Danser M, Mantilla S, Van G. Tongue coating and tongue brushing. Int J Dent
Hygiene 2003; 1: 151-8.
27. Greenberg, MS., M.Glick. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and Treatment. 11th
Ed. London: BC Decker Inc. 2008. 79-81.
28. Kholifah S. Keperawatan gerontik. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan, 2016: 3-9.
29. Kementerian Sosial RI Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Direktorat
Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Modul pendampingan pelayanan sosial lanjut usia.
Publikasi Departemen Kesehatan RI, 2014: 10-9.
30. Mustari A, Agustina R. Rachmawati Y, Dewi K, Nugroho S. Statistik penduduk
lanjut usia. Badan Pusat Statistik, 2013: 1-3.
31. Agustina D. Oral hygiene and number of oral mucosal lesion correlate with oral
health-related quality of life in elderly communities. J Dent 2014; 47(1): 57-61.
32. Takeshita T et al. Microfloral characterization of the tongue coating and associated
risk for pneumonia-related health problems in institutionalizedolder adults. J
American Geriatrics Society 2010; 58: 1050-57.
33. Durso S et al. Geriatric medicine. Oxford University, 2010: 3-4.
34. Pangkahila J. Pengaturan pola hidup dan aktivitas fisik meningkatkan umur
harapan hidup. J Sport and Fitness 2013; 1: 1-7.
35. Toum S, Cassia A, Bouchi N, et al. Prevalence and distribution of oral mucosal
lesions by sex and age categories. Int J Dent 2018; 6: 2-5.
36. Andrade R, Guimaraes F, Vieira C et al. Oral mucosa alterations in a
socioeconomically deprived region: prevalence and associated factors. J Braz Oral
Res 2011; 5: 393-400.
37. Solemdal K. The impact of health on taste ability in acutely hospitalized elderly. J
P One. 2013; 7: 1-5.
38. Surahman, Rachmat M, Supardi S. Metodelogi penelitian. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan, 2016: 86-7.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
39. Tangkudung J. Proses adaptasi menurut jenis kelamin dalam menunjang studi
mahasiswa Fisip Universitas Sam Ratulangi. J Acta Diurna 2014; 3: 1-9.
40. Singh M, Tonk R. Xerostomia: etiology, diagnosis and management. ADA CERP
2012: 1-4.
41. Budiman, Suhat, Herlina N. Hubungan status demografi dengan kepuasan
masyarakat tentang pelayanan jamkesmas di wilayah Puskesmas Tanjungsari
Kabupaten Bogor. Kesehatan Kartika, 2010: 1-17.
42. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan. Situasi dan analisis lanjut usia.
Publikasi Departemen Kesehatan RI, 2014: 1-8.
43. Bestari B, Wati D. Penyakit kronis lebih dari satu menimbulkan peningkatan
perasaan cemas pada lansia di Kecamatan Cibinong. Jurnal Keperawatan
Indonesia 2016; 19(1): 49-54.
44. Raudah, Apriasari M, Kaidah S. Gambaran klinis pada wanita menopause di
Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura. J Ked Gigi 2014; 2: 184-7.
45. Hadiati S. Burning mouth syndrome pada wanita menopause dengan hiposalivasi,
coated tongue dan gangguan pengecapan. Maj Ked Gi 2012; 19(1): 82-5.
46. Idham, Samad R. Penggunaan tongue scraper dan kebersihan gigi dan mulut
setelah penyuluhan. J Dentofasial 2013; 12:19-23.
47. Souza A, Rosa A, Spin K, Oehlmeyer P, Maria E, Regina P. Diabetes mellitus and
oral mucosa alteration: Prevalence and risk factors. Diabetes Research and Clinical
Practice Journal 2011; 92: 100-5.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi
Nama saya Ray Oloan, saya mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan
dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan
melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir saya yang berjudul
“Prevalensi Coated Tongue pada Lansia di Puskesmas Pancur Batu”
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak
yang mengalami coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur Batu. Manfaat
dilakukannya penelitian ini bagi tenaga kesehatan adalah untuk menambah informasi
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai prevalensi coated tongue di Puskesmas
Pancur Batu serta memberi edukasi kepada masyarakat khususnya lansia agar
menjaga kebersihan rongga mulutnya.
Dalam penelitian ini, saya meminta kesediaan bapak/ibu untuk diperiksa
keadaan rongga mulut setelah dilakukan wawancara terlebih dahulu. Pemeriksaan
rongga mulut, dimulai pemeriksaan pada gigi untuk melihat karang gigi kemudian
dilanjutkan lapisan pada lidah. Pada saat pemeriksaan, bapak/ibu akan diperiksa
dengan bantuan alat seperti, kaca mulut. Pemeriksaan ini tidak akan menimbulkan
rasa sakit karena pemeriksaan hanya dilakukan pada permukaan gigi, permukaan
dorsal lidah dan pemeriksaan dilakukan selama 10 menit.
Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan akan
mendapatkan sikat gigi atas partisipasinya sebagai subjek penelitian. Apabila selama
penelitian berlangsung ada keluhan berupa muntah bapak/ibu akan dihentikan untuk
dilakukan penelitian. Apabila ada keluhan selain muntah, bapak/ibu silahkan hubungi
saya (Ray, 082275311569). Pada penelitian ini identitas saudara/i akan disamarkan.
Hanya peneliti dan anggota komisi etik yang dapat melihat data penelitian ini.
Kerahasiaan data saudara/i akan dijamin sepenuhnya.
Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu
bapak/ibu, saya ucapkan terima kasih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peneliti
( Ray Oloan)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 2
LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bernama tersebut di bawah ini:
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Alamat :
Usia :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, saya
menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian yang
berjudul:
“Prevalensi Coated Tongue pada Lansia di Puskesmas Pancur Batu”
Maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek pada penelitian ini
secara sadar dan tanpa paksaan.
Mahasiswa Peneliti Pancur Batu,...............2018
Subjek Penelitian
(Ray Oloan) (.............................................)
Saksi
(.....................................)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 3
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nomor :
Tanggal :
DATA DEMOGRAFI
A. Nama :
B. Umur : Tahun
C. Jenis Kelamin : a. Laki-laki
b. Perempuan
PEMERIKSAAN XEROSTOMIA (Fox, dkk.)
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan benar.
1. Apakah anda merasa air liur anda terlalu sedikit, terlalu banyak atau
tidak menyadari sedikit atau banyak?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda mempunyai masalah dalam mengunyah?
1. Ya
2. Tidak
3. Apakah mulut anda sering terasa kering saat makan?
a. Ya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Tidak
4. Apakah anda lebih memilih makanan yang berkuah dari pada makanan kering?
a. Ya
b. Tidak
PEMERIKSAAN KLINIS COATED TONGUE
Klinis : ………………….
Coated Tongue : Ya/Tidak
PEMERIKSAAN OHI-S
Tabel penilaian debris Tabel penilaian kalkulus
Bukal 16 Labial 11 Bukal 26 Bukal 16 Labial 11 Bukal 26
Lingual 46 Labial 31 Lingual 36 Lingual 46 Labial 31 Lingual 36
Tabel penilaian kalkulus
Indeks debris= = ..........
Indeks kalkulus= = ..........
Indeks OHI-S= Indeks debris + Indeks kalkulus = ............... + ............... = ...............
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA