Upload
siti-khairunnisa
View
215
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tanin
Citation preview
Laporan praktikum ke-8 Hari/tanggal : Senin, 22 April 2013Integrasi Proses Nutrisi Tempat Praktikum : Lab Biokimia, Fisiologi
dan Mikrobiologi NutrisiNama Asisten :
1. Yan Parta Nadapdap (D14090020)2. Aryani M (D24090068)3. Winda Trisha N (D14090011)4. Monica Cenadianti (D14090090)
TANIN
Siti KhairunnisaD24110053
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI TEKNOLOGI PAKANFAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak membutuhkan pakan untuk terus hidup dan bereproduksi. Terdapat banyak
pakan ternak baik yang ada di padang pangonan (pasture) maupun yang ditanam
sendiri. Di dalam pakan ternak tersebut terdapat berbagai zat nutisi yang dibutuhkan
oleh ternak, selain zat nutrisi ternyata terdapat beberapa zat antinutrisi yang biasanya
beracun bagi ternak jika terdapat dan termakan oleh ternak dalam konsentrasi yang
tinggi. Salah satu zat anti nutrisi itu adalah tanin. Tanin ini merupakan salah satu zat
polifenol yang umumnya ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam tumbuhan yang
mengandung protein tinggi, seperti pada leguminosa pohon (kaliandra, lamtoro,
gamal, turi, dll). Tanin pada tanaman yang berprotein tinggi digunakan sebagai
tameng dari serangan hama ataupun predator yang dalam hal ini adalah ternak
memakan daunnya secara berlebihan.
Pada konsentrasi yang rendah, tanin memberikan perlindungan kepada
protein terhadap degradasi oleh mikroba rumen sehingga mengakibatkan bypassing
protein dan meningkatkan ketersediaan protein di organ pasca rumen, selain itu tanin
juga dapat mencegah bloat. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, tanin memiliki
kemampuan mengikat protein atau karbohidrat membentuk suatu ikatan yang sulit
dicerna atau dipecah sehingga dapat menyebabkan zat makanan terutama protein
menjadi tidak tersedia bagi ternak. Oleh sebab itu, uji terhadap kandungan dan
konsentrasi tanin sangat penting untuk dapat menggambarkan mekanisme dan
pengaruhnya pada ternak. Dalam praktikum ini akan dipelajari cara mendeteksi
adanya tanin dalam hijauan pakan ternak secara kualitatif, dan mengetahui berbagai
senyawa yang mampu berikatan dengan tanin.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mendeteksi keberadaan tanin di dalam hijauan
pakan ternak dan mengetahui senyawa yang mampu berikatan dengan tanin.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanin
Istilah tanin berasal dari bahasa Celtic untuk tanaman penghasil tanin
pembuat kulit (penyamak kulit). Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam
tanaman, seperti daun, buah yang belum matang, batang, dan kulit kayu.
Tanin adalah senyawa polifenol dari tanaman dengan rasa pahit (sepat) yang
larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-3000, tanin bisa mengendapkan
protein dari larutan. Secara kimia tanin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam
dua grup, yaitu hidrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin
mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legum
tropika seperti Acacia sp. Condensed tannin paling banyak menyebar di tanaman dan
dianggap sebagai tanin tanaman. Sebagian besar biji legum mengandung condensed
tannin terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan
tanin makin tinggi. Beberapa bahan makanan yang digunakan dalam ransum unggas
mengandung sejumlah condensed tannin seperti biji sorgum dan beberapa biji yang
mengandung minyak (Despal dkk, 2007).
Sebagai senyawa polifenol, tanin merupakan senyawa yang mengandung
cukup hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk
kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lain sehingga menganggu
aktivitas enzim-enzim pencernaan (Anonim, 2009). Tanin mengendapkan protein
dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi
oleh enzim proteolitik (Nadjeeb, 2009). Akibatnya akan menurunkan
bioavaialabilitas zat gizi dan akan menghambat pertumbuhan. Tanin juga mengikat
mineral sehingga dapat menurunkan ketersediaan mineral bagi tubuh. Tanin bersifat
stabil terhadap pemanasan, tetapi sangat larut dalam air, sehingga dapat dihilangkan
dengan cara pencucian (Anonim, 2009). Tanin juga dapat mempengaruhi penyerapan
zat besi dari makanan terutama yang masuk kategori heme non-iron, misalnya padi-
padian, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan (Rimba, 2001). Dalam air tanin
membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat, mengendapkan larutan
gelatin dan larutan alkaloid, serta tidak dapat mengkristal. Zat tanin merupakan
penghambat produksi hemoglobin.
3
Pakan yang mengandung tanin tinggi bila digunakan pada ternak akan
memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efensiensi
ransum pada broiler, menurunkan produksi telur pada layer, dan meningkatnya
kejadian leg abnormalitas. Cara mengatasi pengaruh dari tanin dalam ransum yaitu
dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tanin, yaitu
gelatin, dan PVP yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tanin. Selain
itu kandungan tanin pada bahan makanan dapat diturunkan dengan berbagai cara
seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji (Despal
dkk, 2007). Tanin mempunyai afinitas tinggi dengan protein, karbohidrat, dan
mineral. Contoh tanin yang dapat terhidrolisis adalah asam tanat, hidrolisis terjadi
secara enzimatis menjadi glukosa dan asam galat. Tanin hasil kondensasi adalah
polimer flavonoid yang terdiri dari unit-unit leukosantin yang saling berikatan
dengan ikatan karbon. Tanin golongan ini pada keadaan fisiologis sukar sekali
diuraikan. Tanin dapat mengahambat absorpsi besi non hem dengan membentuk
kompleks zat besi-tanat yang bersifat tidak larut dalam cairan pencernaan (Murthy,
1985).
Tanin dapat menyebabkan keracunan pada ternak, terutama berlaku bagi
herbivora. Menurut Hagerman dan Robbins (1993), mamalia yang mengkonsumsi
pakan dengan kandungan tanin cukup tinggi akan menurunkan tingkat kecernaan
bahan kering dan protein, kenaikan berat badan, dan mengakibatkan terhambatnya
pematangan sel reproduksi. Hal tersebut disebabkan sifat tanin yang dapat berikatan
dengan membentuk protein-tanin yang tidak larut dalam air, menyebabkan
kekeruhan pengendapan dan menghambat aktivitas enzim.
Kuinon
Senyawa kuinon merupakan gugus dari tanin. Sebagai produk akhir proses
oksidasi mono dan polisiklik dengan struktur akhir 1,4 kuinon. Atom karbon
bersumber dari asetat dan mevalonat atau jalur shikimat asam amino aromatik
Bersifat nukleofil, terbentuk dalam jumlah besar dari mikroorganisme tanah atau
oksidasi turunan pirogalol.
4
Hijauan Makanan Ternak
Kaliandra
Komposisi kimiawi kaliandra mengandung protein berkisar 20%, terdapat
tanin 8-11%, saponin, flavonoid dan glikosida dalam jumlah kecil yang tidak
membahayakan ternak. Kaliandra dapat digunakan sebagai pakan sumber protein
pengganti lamtoro. Proteinnya cukup tinggi terutama daunnya yaitu sekitar 24%,
sedangkan serat kasarnya sekitar 27%. Umumnya tidak mengandung racun, kecuali
adanya tanin yang cukup tinggi yang bisa mencapai 11% (Jayadi, 1991). Tingginya
kandungan protein dalam daun kaliandra tidak dapat dimanfaatkan secara
keseluruhan oleh ternak karena adanya kandungan tanin atau senyawa polifenol yang
secara alami berikatan dengan protein atau polimer lain seperti selulosa,
hemiselulosa, dan pectin untuk membentuk suatu ikatan yang stabil, sehingga daun
kaliandra segar memiliki nilai kecernaan yang rendah. Turunnya kecernaan protein
sebesar 50% lebih drastis dibandingkan dengan kecernaan bahan kering yaitu sebesar
19%, karena kandungan tanin dalam daun kaliandra akan mengikat protein lebih kuat
bila kaliandra dikeringkan dari pada dalam bentuk segar. Ikatan protein tanin sangat
kuat sehingga tidak mudah dipecah dalam rumen maupun disaluran pencernaan
sehingga protein tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak dan akan dikeluarkan bersama
feses.
Gamal
Gliricidia sepium (gamal) merupakan leguminosa pohon yang dapat tumbuh
di daerah dengan ketinggian 300 meter di atas permukaan laut pada tanah yang subur
(Arif, 1992) atau pada ketinggian di bawah 500 meter di atas permukaan laut (Arif,
1992). Kandungan protein sekitar 18,8% dimana kandungan protein ini akan
menurun dengan bertambahnya umur. Gamal juga mengandung anti nutrisi berupa
flavano 1-35%, total phenol sekitar 3-5% berdasarkan BK, dan kaumarin (suatu zat
yang menyebabkan bau khas). Zat anti nutrisi ini sangat mengganggu pemanfaatan
amonia oleh mikroba dalam rumen. Kecernaan protein kasar ransum gamal lebih
tinggi (69,28%) dibandingkan kecernaan protein ransum angsana (56,45%)
disebabkan sifat protein gamal mudah larut sehingga mudah didegradasi dalam
rumen (Jayadi, 1991).
5
Lamtoro
Lamtoro (Leucena leucocephala) mempunyai kandungan protein kasar
berkisar antara 14-19% dan umumnya defisien asam amino yang mengandung sulfur.
Kandungan vitamin A dan C sangat tinggi. Lamtoro mengandung racun asam
mimosin yang mempunyai efek anti mimotik dan depilatory pada ternak. Sehingga
tidak aman diberikan pada ternak non-ruminansia pada level diatas 5% (Jayadi,
1991).
Teh
Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin. Pada daun teh
segar, kadar katekin bisa mencapai 30% dari berat kering. Teh hijau dan teh putih
mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit
katekin karena katekin hilang dalam proses oksidasi. Teh juga mengandung kafein
(sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin, dan teobromin
dalam jumlah sedikit. Katekin jika mengalami pamanasan lama atau pemasakan
dengan larutan bersifat basa karena kondensasi sendiri akan berubah menjadi asam
katekutannat (catechutannic acid). Tanin yang terdapat pada teh berupa asam
katekutannat. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan
kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Daun teh Camellia
sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan setelah
dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi
pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin (wikipedia.com). Rasa sepet pada teh
ini muncul karena pengaruh zat tanin di dalam teh yang bereaksi dengan protein
mukosa di mulut. Bersama thearubigin, tanin juga memberi sifat warna yang sangat
kuat pada seduhan teh. Bila terkena baju sangat sulit dihilangkan (Muchtadi, 2009).
Jambu biji
Guava (Psidium guajava) adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil.
Jambu biji tersebar ke Indonesia melalui Thailand. Jambu biji memiliki buah yang
hijau dengan daging buah putih ataupun merah. Jambu biji terutama jambu biji
merah mengandung vitamin A yang tinggi, juga vitamin B1 (tiamina), vitamin B2
(riboflavin). (Juliantina, 2009)
Buah, daun dan kulit batang jambu biji mengandung tanin, namun pada bunga
tidak terdapat banyak tanin. Daun, akar dan kulit batang dapat digunakan sebagai
6
disinfektan dan antiseptik karena mengandung tanin yang merupakan senyawa
fenolik yang bersifat antimikrobia (Sukardi, 2007)
Sirih
Sirih (Piper betle Linn) adalah salah satu jenis tumbuhan terna memanjat
yang termasuk famili Piperaceae. Asal usul tumbuhan ini tidak diketahui dengan
pasti. Tanaman sirih tumbuh subur di sepanjang Asia tropis hingga Afrika Timur,
menyebar hampir di seluruh Wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand, Sri Lanka,
India, Inggris hingga Madagaskar.
Dalam daun sirih merah terdapat senyawa fito-kimia yang mengandung
alkaloid, tannin, saponin dan flavonoid. Khasiat daun sirih merah yang lainya adalah
untuk megobati berbagai jenis penyakit seperti diabetes militus, batu ginjal, hepatitis,
mencegah stroke, asam urat, radang lier, kanker, hipertensi, keputihan, maag , nyeri
sendi dan untuk peraatan kulit. Banyaknya khasiat dan fungsi dari sirih merah ini
didukung oleh senyawa aktif yang dimiliki oleh sirih merah sebagai salah satu herbal
multi manfaat, seperti alkaloid, saponin dan flavonoid. (Ghosal, 1996)
Putih Telur
Putih telur memiliki komponen penyusun utama berupa air dan protein
(Powrie, 1973). Protein putih telur yang utama adalah ovalbumin, conalbumin,
ovomucoid dan ovoglobulin sedangkan protein lainnya adalah ovomucin dan avidin.
Kandungan protein terbesar berasal dari albumin yang berjumlah sekitar 63 % dari
total protein putih telur (Linewaver dan Klose, 1995).
Ovomucin merupakan glikoprotein yang memiliki struktur seperti gel pada
putih telur. Protein ini tidak larut dalam air kecuali dalam larutan garam dengan pH 7
atau lebih (Powrie, 1973). Ovomucin mempengaruhi terbentuknya jala-jala yang
dapat mengikat air membentuk struktur gel putih telur (Sirait, 1986).
Penambahan atau keberadaan alami dari garam-garaman mampu
mengakibatkan koagulasi pada putih telur. Garam NaCl merupakan salah satu
terbentuknya koagulasi. Kekuatan gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh aktivitas
anion dan ion-ion garam (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Albumin telur sebagai sumber protein yang murah yang dapat digunakan
sebagai pengikat senyawa tanin yang dapat menyebabkan pencoklatan pada ekstrak
7
secang. Rayner (2002) memaparkan bahwa albumin telur biasa digunakan untuk
mengurangi rasa sepat pada anggur merah (ride wines) dengan mengurangi kadar
tanin.
Susu Sapi Murni
Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa
senyawa terlarut. Agar lemak dan air dalam susu tidak mudah terpisah, maka protein
susu bertindak sebagai emulsifier (zat pengemulsi). Kandungan air di dalam susu
sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5% dengan kandungan gulas susu (laktosa) sekitar 5%,
protein sekitar 3,9% dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan sumber kalsium,
fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Mutu protein susu sepadan nilainya dengan
protein daging dan telur, dan terutama sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam
amino essensial yang sangat dibutuhkan tubuh (Widodo 2002).
Komposisi susu yang terpenting adalah lemak dan protein. Lemak susu terdiri
atas trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam
lemak melalui ikatan-ikatan ester. Asam lemak susu berasal dari aktivitas mikroba
dalam rumen atau dari sintesis dalam sel sekretori. Asam lemak disusun atas rantai
hidrokarbon dan golongan karboksil. Salah satu contoh dari asa lemak susu adalah
asam utirat berbentuk asam lemak rantai pendek yang akan menyebabkan aroma
tengik (Ikawati 2011).
Protein susu tersusun atas kasein dan albumin, protein dalam susu akan
mengikat dan menetralisir antioksidan dalam teh. Kasein merupakan komponen
protein yang terbesar dalam susu dan sisanyaberupa albumin. Kadar protein dari
kasein susu mencapai 80% dari total protein. Kasein terdiri atas beberapa fraksi
seperti alpha-cassein, betha-cassein, dan kappa-cassein. Kasein merupakan salah satu
komponen organik yang berlimpahdalam susu bersama dengan lemak dan laktosa
(Shiddieqy, 2007).
Sukrosa
Sukrosa merupakan kelompok oligosakarida yang bukan termasuk ke dalam
kelompok gula pereduksi karena tidak mempunyai gugus OH (hidroksi) yang
reaktif. Jenis gula ini mudah di dapatkan, sehingga sering digunakan dalam
8
pengolahan bahan pangan (DeMan, 1992). Sukrosa dapat berfungsi sebagai
pembentuk flavor dan meningkatkan kelarutan (Winarno, 1997).
Sukrosa merupakan senyawa kimia disakarida yang tergolong ke dalam
karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Bahan yang mengandung
sukrosa antara lain adalah tebu dan bit (Winarno, 1997). Sukrosa memiliki sifat
mudah larut dalam air dan kelarutannya akan meningkat dengan adanya pemanasan.
Titik leleh sukrosa adalah pada suhu 160 0C dengan membentuk cairan yang jernih,
namun pada pemanasan selanjutnya akan berwarna coklat atau dikenal proses
browning (Buckle et al., 1987).
Fruktosa
Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya
terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya
monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis. Fruktosa mempeunyai rasa
lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa
(Poedjiadi, 1994).
Glukosa
Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai
sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Proses respirasi memerlukan glukosa,
sedangkan fotosintesis menghasilkan glukosa. Glukosa berwujud padatan berwarna
putih dan meleleh pada suhu 146oC.
Metabolisme karbohidrat berfungsi sebagai bahan bakar dan penyediaan
energi untuk proses metabolisme lainnya. Karbohidrat digunakan oleh sel dalam
bentuk glukosa. Glukosa tidak dapat berdifusi melalui membran sel karena berat
molekul membran sel adalah 100, sedangkan berat molekul glukosa adalah 180.
(Guyton, 1987)
Pati
Pati merupakan polisakarida, polisakarida terdiri dari pati dan selulosa bedanya
pati dengan selulosa, pati merupakan polimer dari alfa-D-glukosa, sedangkan
selulosa unit 2-beta-glukosa. Hal ini menujukan bahwa pati lebih mudah dicerna
dibandingkan dengan selulosa (McDonald, 1995). Pati merupakan homopolimer
glukosa yang tersusun oleh paling sedikit tiga komponen utama yaitu amilosa,
amilopektin, dan bahan antara seperti lipid dan protein. Umumnya pati mengandung
9
15-30 % amilosa, 70-85 % amilopektin, dan 5-10 % bahan antara. Pati juga
merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting dan tersebar luas di alam. Pati
disimpan sebagai cadangan ranmakanan bagi tumbuh-tumbuhan, antara lain dalam
biji buah (padi, jagung, gandum), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong,
kentang) dan pada batang (aren dan sagu) (Fennema, 1996).
CMC
Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan
berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam
larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH
2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam
air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Karboksimetil selulosa
berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa
dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa senyawa alkali. Karboksimetil
selulosa juga merupakan senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti
kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan. Selain sifat-sifat itu, viskositas dan
derajat substitusi merupakan dua faktor terpenting dari karboksimetil selulosa.
(Dwiastuti, 2010). Karboksimetil selulosa memiliki beberapa nama lain, yaitu
crosscarmellose sodium; Ac-di-sol; Aquaplast; Carmethose; gum selulosa; sodium
karboksimetil selulosa; asam glikolik selulosa, Daice; Fine Gum HES; Lovosa;
NACM, dan garam selulosa.
KCl
Kalium klorida senyawa kimia (KCl) adalah garam logam halida terdiri dari
kalium dan klor. Dalam keadaan murni itu tidak berbau. Memiliki vitreous kristal
putih atau berwarna, dengan struktur kristal yang memotong mudah dalam tiga arah.
Kalium klorida kristal adalah kubik berpusat muka. Kalium klorida kadang-kadang
disebut sebagai "muriate dari potasium," terutama ketika digunakan sebagai pupuk
yang. Potash bervariasi dalam warna dari merah muda atau merah menjadi putih
tergantung pada proses pertambangan dan pemulihan digunakan. Potas Putih,
kadang-kadang disebut sebagai potas larut, biasanya lebih tinggi pada analisis dan
digunakan terutama untuk membuat pupuk starter cair. KCl yang digunakan dalam
kedokteran, aplikasi ilmiah, pengolahan makanan dan dalam pelaksanaan peradilan
10
melalui suntikan mematikan. Hal ini terjadi secara alami sebagai silvit pertambangan
mineral dan dalam kombinasi dengan natrium klorida sylvinite. (Gunadi, 2009)
CuSO4
Tembaga(II) sulfat, juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah senyawa
kimia dengan rumus molekul Cu SO 4. Senyawa garam ini eksis di bumi dengan
kederajatan hidrasi yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk bubuk hijau
pucat atau abu-abu putih, sedangkan bentuk pentahidratnya (CuSO4·5H2O), berwarna
biru terang. Tembaga sulfat juga digunakan dalam sintesis organik. Tembaga sulfat
anhidrat ini akan mengkatalis transasetilasi pada sintesis organik. Tembaga sulfat
terhidrasi yang direaksikan dengan kalium permanganat akan menjadi oksidan untuk
mengkonversi alkohol primer. (Maron, 1974)
11
MATERI DAN METODE
Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum tanin adalah tabung reaksi, mortar, corong,
kapas, gelas piala, kompor, pipet tetes, spoit 1 ml, dan alat-alat lain yang dibutuhkan.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain daun kaliandra, daun lamtoro, daun
sirih, daun gamal, daun jambu biji, telur; susu, teh, serta berbagai larutan: FeCl 3,
NaOH 1 N, glukosa, sukrosa, fruktosa, pati, CMC, CuSO4 1%, dan KCl 1%.
Metode
Sebelum memulai percobaan, dilakukan terlebih dahulu persiapan sampel
daun. Daun digerus atau digiling dengan menggunakan pestel dan mortar. Dua gram
sampel gerusan dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian ditambahkan 100 ml air
panas. Dididihkan selama lima menit lalu didinginkan dalam suhu ruang. Kemudian
disaring dengan corong dan kapas, filtratnya diambil dan ampas dibuang.
Praktikum tanin terdiri dari tiga percobaan. Pada percobaan pertama yakni uji
tanin, sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 1 ml larutan FeCl3. Timbulnya warna kehijauan diamati sebagai tanda
keberadaan tanin. Prosedur yang sama dilakukan untuk sampel hijauan lainnya.
Pada percobaan uji kuinon, sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian diteteskan larutan NaOH 1 N. Warna merah yang terbentuk
diamati sebagai tanda adanya senyawa kuinon. Prosedur yang sama dilakukan untuk
sampel lainnya.
Percobaan mengenai uji pengikatan atau pengendapan dilakukan terhadap
tiga komponen, yaitu protein, karbohidrat, dan mineral. Pada komponen pengikatan
terhadap protein, dilakukan pengujian antara ikatan tanin dengan protein telur dan
susu. Sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan sampel protein kuning telur. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat
hasilnya. Prosedur yang sama dilakukan untuk semua filtrat dari sampel hijauan dan
sumber protein dari susu skim dan sari kedelai. Diamati perbedaan antar tanin hijauan
dan sumber protein.
Pada uji pengikatan tanin dengan karbohidrat, sebanyak 5 ml filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml larutan glukosa.
12
Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. Prosedur yang sama dilakukan
untuk semua filtrat dari sampel hijauan dan sumber karbohidrat lainnya. Diamati
perbedaan antar tanin hijauan dan sumber karbohidrat. Dibandingkan hasil percobaan
ikatan tanin dengan karbohidrat dengan ikatan tanin dengan protein.
Pada uji pengikatan tanin dengan mineral, sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan
ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2 tetes larutan CuSO4 1%. Perubahan
yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. Prosedur yang sama dilakukan
menggunakan semua filtrat dari sampel hijauan dan larutan KCl 1%. Dibandingkan
hasil percobaan ikatan tanin dengan mineral dengan ikatan tanin dengan karbohidrat
dan ikatan tanin dengan protein.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengujian Keberadaan tanin dalam Sampel (+FeCl3)
No Sampel Warna awal Warna akhir Ket.1 Teh Merah bata Hijau kecoklatan ++2 Daun Gamal Hijau bening Hiaju tua _3 Daun Kaliandra Hijau bening Hijau tua +4 Daun Lamtoro Hijau kekuningan Hitam ++++5 Daun Jambu Biji Hijau kecoklatan Hitam +++6 Daun Sirih Merah kecoklatan Coklat tua ++
Tabel 2. Pengujian Keberadaan Kuinon dalam Sampel (+NaOH 1N)
No Sampel Warna awal Warna akhir Ket.1 Teh Merah bata Coklat bening ++++2 Daun Gamal Hijau bening Hijau bening -3 Daun Kaliandra Hijau bening Coklat keruh ++4 Daun Lamtoro Hijau kekuningan Kuning kecoklatan +5 Daun Jambu Biji Hijau kecoklatan Jingga kecoklatan +++6 Daun Sirih Merah kecoklatan Hijau lumut ++
Keterangan kepekatan warna :
- : Jernih+ : Keruh++ : Agak pekat+++ : Pekat++++ : Sangat pekatTabel 3. Pengujian Pengikatan atau Pengendapan Senyawa Protein Oleh Tanin
No SampelEndapan yang terbentukSusu Putih telur
1 Teh ++++ +++2 Daun Gamal + _3 Daun Kaliandra + _4 Daun Lamtoro ++ +5 Daun Jambu Biji ++ ++6 Daun Sirih +++ ++++
Keterangan banyaknya endapan :
- : Tidak ada+ : Sedikit++ : Agak banyak+++ : Banyak++++ : Sangat banyak
14
Tabel 4. Pengujian Pengikatan Senyawa Karbohidrat oleh Tanin.
No SampelUrutan Kelarutan
Glukosa Fruktosa Sukrosa CMC Pati Urutan1 Teh - - - - + 62 Daun Gamal - - - - + 2
3Daun
Kaliandra- - - - +
4
4 Daun Lamtoro - - - - + 5
5Daun Jambu
Biji- - - - +
1
6 Daun Sirih - - - - - 3
Tabel 5. Pengujian Pengikatan Senyawa Mineral oleh Tanin.
No SampelUrutan Kelarutan
CuSO4 KCl1 Teh 3 32 Daun Gamal 2 23 Daun Kaliandra 4 44 Daun Lamtoro 1 15 Daun Jambu Biji 5 56 Daun Sirih 6 6
Keterangan :
Kelarutan dinilai secara kualitatif dengan range nilai 1-6 (larut-tidak larut)
Pembahasan
Tanin umumnya ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam tumbuhan yang
mengandung protein tinggi. Pada konsentrasi tinggi ini, tannin dapat mengikat
protein atau karbohidrat membentuk suatu ikatan yang sulit dicerna atau dipecah
sehingga menyebabkan protein menjadi tidak tersedia. Sedangkan pada konsentrasi
yang rendah, tanin memberikan perlindungan kepada protein terhadap degradasi oleh
mikroba rumen sehingga mengakibatkan bypassing protein dan meningkatkan
ketersediaan protein di organ pasca rumen. Tanin memiliki beberapa sifat, yaitu
mempunyai afinitas tinggi dengan protein, karbohidrat, dan mineral, memiliki rasa
pahit (sepat) yang larut dalam air, bisa mengendapkan protein dari larutan, mengikat
mineral sehingga dapat menurunkan ketersediaan mineral bagi tubuh sehingga dapat
menghambat produksi hemoglobin. (Nadjeeb, 2009)
15
Praktikum yang dilakukan terhadap pengujian adanya tanin dari berbagai
sampel didapatkan hasil bahawa daun lamtoro memiliki kadar tanin dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya, hal ini
ditunjukkan dengan warna akhir larutan menjadi hitam dari yang semula berwarna
hijau kekuningan setelah adanya penambahan FeCl3. Hal ini sedikit berbeda dengan
pernyataan Jayadi (1991) bahwa kaliandra memiliki konsentrasi tanin yang lebih
tinggi terutama pada daunnya, yaitu sekitar 11%, karena daun kaliandra memiliki
kadar protein yang tinggi yaitu sekitar 24%, konsentrasi tanin yang tinggi dalam
kaliandra ini bertujuan untuk melindungi protein yang tinggi pada daun, sehingga
agar daun tidak terlalu banyak dimakan oleh ternak. Sedangkan lamtoro hanya
memiliki kandungan protein kasar 14%, yang berarti bahwa konsentrasi tanin
didalam lamtoro tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kaliandra. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar protein dalam tanaman maka semakin
tinggi kadar taninnya.
Senyawa kuinon merupakan gugus dari tanin, sebagai produk akhir oksidasi
mono dan polisiklik. Pada pengujian keberadaan kuinon dalam sampel didapatkan
bahwa teh memiliki kadar kuinon tertinggi dibanding sampel lainnya, hal ini ditandai
dengan perubahan warna akhir sampel teh menjadi coklat bening dengan warna yang
sangat pekat dari warna awal merah bata setelah adanya penambahan NaOH 1N. Hal
ini membuktikan bahwa teh mengandung kadar tanin yang tinggi. Hasil praktikum
yang didapat sesuai dengan pernyataan Muchtadi (2009) bahwa tanin yang terdapat
pada teh berupa asam katekutannat. Asam katekutanat berasal dari katekin yang
mengalami pamanasan lama atau pemasakan dengan larutan bersifat basa karena
kondensasi sendiri. Sedangkan kandungan katekin dalam teh adalah 30% dari bahan
kering, sehingga kandungan taninnya juga tinggi. Selain itu rasa sepet yang ada pada
teh muncul karena pengaruh tanin yang ada pada teh bereaksi dengan protein mukosa
di mulut. Bersama thearubigin, tanin juga memberi sifat warna yang sangat kuat pada
seduhan teh.
Pada uji pengikatan atau pengendapan senyawa protein oleh tanin, terlihat
bahwa susu mengendap lebih banyak jika ditambahkan teh. Telah diketahui bahwa
teh memiliki senyawa kuinon yang merupakan salah satu gugus dari tanin,
sedangkan rotein susu tersusun atas kasein dan albumin, sifat protein susu akan
16
mengikat dan menetralisir antioksidan dalam teh yakni kuinon yang merupakan
gugus dari tanin. (Shiddieqy, 2007). Sedangkan endapan putih telur terbanyak jika
ditambahi sampel daun sirih, hal ini dikarenakan daun sirih juga memiliki kadar tanin
yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Helmi (2007) bahwa senyawa
polifenol pada tanin mempunyai sifat yang reaktif dengan senyawa asam-asam
amino yang berasal dari protein. Reaksi antara polifenol (tanin) pada teh dengan
asam amino dari protein akan membentuk kompleks yang sangat sukar dipisahkan.
Kompleks ini dikenal dengan nama kompleks kelat. Pada dasarnya tanin merupakan
senyawa yang berbentuk larutan berwarna dan mampu berikatan dengan albumen
telur. Ada perbedaan pengikatan antar protein telur dengan protein susu dalam
pengikatan tanin. Hal tersebut karena adanya perbedaan komposisi asam amino yang
terdapat pada protein telur dengan susu dan dapat menunjukkan bahwa komposisi
kandungan asam amino pada telur lebih baik dan kompleks dibandingkan susu dilihat
dari banyaknya pengikatan yang terjadi pada protein telur. Ikatan antara tannin
dengan protein dipengaruhi oleh dua hal, komposisi protein dan karakteristik tannin.
Pada uji pengikatan tanin dengan karbohidrat, tidak terdapat pengikatan sama
sekali pada sampel glukosa, fruktosa, sukrosa, maupun CMC, tetapi pada pati
terdapat pengikatan oleh tanin. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanin tidak dapat
berikatan pada semua jenis karbohidrat, hanya jenis karbohidrat yang ada selulosa
dan hemiselulosanyalah yang bisa diikat oleh tannin.
Pada uji pengikatan tanin dengan mineral, daun sirih dapat mengikat mineral
larutan CuSO4 dan KCl. Hal ini dikarenakan, sebenarnya tanin dapat mengikat
karbohidrat dan mineral. Akan tetapi ikatannya tidak sekompleks dibandingkan
dengan protein.
Tanin bersifat stabil terhadap pemanasan, tetapi sangat larut dalam air,
sehingga dapat dihilangkan dengan cara pencucian. Cara mengatasi pengaruh dari
tanin dalam ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi
agen pengikat tanin, yaitu gelatin, dan PVP yang mempunyai kemampuan mengikat
dan merusak tanin. Selain itu kandungan tanin pada bahan makanan dapat diturunkan
dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan
kulit luar biji. (Despal dkk, 2007).
17
KESIMPULAN
Sampel yang memiliki kandungan tanin tertinggi adalah teh. Pada semua
sampel yang diujikan terbukti mengandung senyawa tanin dan senyawa kuinon.
Ikatan tanin pada protein lebih kompleks jika dibandingkan dengan ikatan tanin-
karbohidrat atau tannin dengan mineral.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://en.wikipedia.org/tanin//. (27 April 2013)
Arif, Chusnul. 1992. Suplementasi Analog Hidroksi Metionin pada Beberapa Leguminosa Pohon untuk Pakan Anak Sapi Perah Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Despal, Dewi Apri Astuti, dkk. 2007. Modul Kuliah Pengantar Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dwiastuti, Rini. 2010. Pengaruh penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose) sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel susnscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (Camellia Sinensis L). Jurnal Penelitian (13)2 : 227-240.
Ghosal S, Prasad BN, and Lakshmi. 1996. Antiamoebic Activity of Piper longum Fruits Against Entamoeba histolytica in vitro and in vivo. J. Ethnopharmacol 50(3), 167-70.
Hagerman, A.E dan C.T. Robbins. 1993. Specificity of Tannin-binding Saliva Proteins Relative to Diet Selection by Mammals. Canadain Journal of Zoology 71:628
Helmi, Wahyuni Mulia. 2007. http://wahyumuliahelmi.wordpress.com/Ada Apa Di Balik Khasiat Minuman Teh//. (27 April 2013)
Jayadi, S. 1991. Tumbuhan Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Juliantina R, Farida, Dewa Ayu Citra, Bunga Nirwani, Titia Nurmasitoh, Endarwati Tri Bowo. 2009. “Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram positif dan Gram Negatif”. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. 2 nd. Ed. Marcel Dekker Inc, New York.
Maron, S.H. and J.B. Lando.1974. Fundamentals of Physical Chemistry.Macmillan Publishing. USA.
McDonald, P., R. A. Edwards, and J. F. D. Greenhalgh. 1995. Animal Nutrition. 5th Ed, Longman. Scientific and technical John willey and Sons. Inc, New York.
Muchtadi, Deddy. 2009. http://healthyguidenews.com/Analisa Kandungan Kadar Tanin Pada Beberapa Teh//. (27 April 2013)
Murthy, N. K. S. Annnapurani, P. Premjoti J. rajah, dan K. Subha. 1985. Bioavailability of iron by invitro method from selected foods and effect of fortification, promotors an inhibitors. Idndion journal of Nutrition Dietary 22:68-72.
Nadjeeb. 2009. Tanin. [terhubung berkala]. http://nadjeeb.wordpress.com. (27 April 2013)
19
Rimba, Meri. 2001. http://mail-archive.com. Hb rendah & Zat Tanin pada teh. [terhubung berkala]. (27 April 2013)
Sukardi, A.R, Mulyanto dan W.Safera. 2007. Optimasi waktu ekstrasi terhadap kandungan tanin pada bubuk ekstrak daun jambu biji serta biaya produksinya. Jurnal Teknologi Pertanian. (8)2 : 88-94.
Anonim. 2009. Pembuatan Tepung Tanin. USU Repository. Medan
Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M, 1987. Ilmu Pangan.UI Press, Jakarta
DeMan, J.M. 1992. Kimia Makanan. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Guyton, A.C. 1987. Human Physiology and Machanisms of Disease. EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Ikawati, Anita et al. 2011. Analisis kandungan protein dan laemak susu hasil pemerahan pagi dan sore pada peternakan sapi perah di Wonocolo Surabaya. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya.
Lineweaver,H dan A.A. Klose.1955.Poultry Product-handbook of Agriculture. Reinhold Publishing.Co., New york.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia.Penerbit Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta.
Powrie, W. D. 1981. Eggs: Characteristics and Stability of Frozen Egg Products. In: The Freezing Preservation of Foods. D. K. Tressler, W. B. A. Arsdel dan M. J. Copley (ed.). The Avi Publishing Co., Westport, Conn.
Rayner T. 2002. Fining and Clarifying Agent. www.wikipedia.com (27 April 2013)
Shiddieqy. 2007. Memetik Manfaat Susu Sapi. (terhubung berkala). http://www.milk-productions.com/library/articles/feedeffisiency.htm [27 April 2013].
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Bogor.
Stadelman, W.J. and O.J.Cotterill.1997.Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co.Inc.,Connecticut.
Widodo, Wahyu. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan Bioteknologi. Universitas Muhammadiah Malang.
Wikipedia. 2005. Glucose. http://en.wikipedia.org [27 April 2013]
Winarno F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
20