10

PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit
Page 2: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

582

PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI

KONSERVASI LAHAN MARGINAL IKLIM KERING DI NTB

Ahmad Suriadi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Walaupun topografi lahan marginal yang berbukit sampai bergunung dan

didominasi batuan dipermukaannya, namun petani masih memanfaatkan wilayah

tersebut dengan menanam jagung hibrida. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit pada lahan marginal dengan

sifat hujan yang eratik. Penelitian ditata dengan rancangan acak kelompok yang

melibatkan 10 petani sebagai kooperator yang menanam kedua jenis jagung

tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi lahan lokasi pengkajian

merupakan lahan marginal yang ditandai oleh topografi yang bergunung sampai

berbukit dan permukaan tanah didominasi oleh batu dan sifat hujan yang eratik dan

curah hujan yang rendah. Produktivitas jagung komposit verietas Srikandi Kuning

lebih tinggi 10% dibandingkan dengan jagung hibrida Bisi 2. Keragaan agronomi

yang lain juga menunjukkan bahwa biomasa basah dan kering dan tinggi tanaman

untuk jagung komposit lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida. Dengan

demikian disaran agar petani lebih baik menanam jagung komposit pada kondisi

lahan yang demikian.

Kata kunci: Produktivitas, jagung hibrida dan komposit, lahan marginal,

lahan kering.

ABSTRACT

Although the topography of marginal lands is hilly to mountainous and dominated

by rocks on the surface, farmers still use the land to cultivate hybrids maize. The

purpose of this study was to determine the productivity of maize hybrid and

composite on marginal land with eratik rainfall properties. The study was laidout

with a randomized block design involving 10 farmers as cooperators by planting

both types of hybrid and composite maizes. The results showed that the condition of

study site was marginal land, was characterized by mountainous to hilly

topography, and was dominated by rock in the surface soil with eratik and low

rainfall. Productivity of maize composite of Srikandi Kuning was 10% higher than

hybrids maize of Bisi 2. Other agronomic parameters also showed that wet and dry

biomass and plant height for maize composite was higher than hybrid maize. Thus,

it has suggested that farmers may cultivate composite maize of Srikandi Kuning

than hybrid miaze on such land conditions.

Keywords: Productivity, hybrid and composite maize, marginal land, dryland

Page 3: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Erawati BTR., et al., Y., Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Bersari Bebas di Lahan Kering Iklim Kering dengan

Pengairan Sprinkler

583

PENDAHULUAN

Lahan kering (upland) adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa

penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau

air irigasi (Utomo, 2002; Sivakumar dan Valentine, 1997). Definisi yang diberikan oleh Soil

Survey Staff (1998), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau

digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan kering dapat

dijumpai dari dataran rendah (0-700 meter di atas permukaan laut) hingga dataran tinggi (>700

meter di atas permukaan laut).

Lahan kering di NTB mencapai 600.000 ha (BPS, 2010) dan sebagian besar masyarakat

miskin di NTB tinggal dipedesaan yang sumber kehidupannya bergantung pada pertanian pada

lahan kering. Ketersediaan air, tingkat kesuburan tanah yang rendah terutama kandungan bahan

organik yang rendah, erosi tinggi pada lahan berlereng menjadi kendala utama dalam

meningkatkan produktivas lahan kering (Jensen et al., 2003). Pertanian lahan kering sangat

bergantung pada ketersediaan hujan yang memang sudah terbatas sehingga sangat rentan

terhadap gagal panen. Disamping itu, cara budidaya yang tidak sesuai dengan teknologi sistem

budidaya lahan kering juga berkontribusi dalam menurunkan produktivitas lahan.

Mempertahankan kesuburan tanah dalam kondisi curah hujan yang terbatas dan eratik

merupakan masalah tersendiri pada pertanian lahan kering, dimana pada masa bero lahan

terbuka dalam jangka waktu lama menyebabkan lapisan permukaan tanah hilang terbawa hujan

sehingga akumulasi erosi permukaan karena hujan merupakan permasalahan tersendiri pada

pertanian lahan kering. Selain itu terbawanya nutrisi tanah yang terangkut bersama hasil panen

juga berkontribusi terhadap penurunan kesuburan tanah (Abdurachman et al., 2008; Mulyani

dan Hidayat, 2009).

Produksi rendah dan terus menurun, dan hanya dapat satu kali panen setiap tahun dan

sering gagal panen merupakan karakter pertanian lahan kering yang potensial memarginalkan

kehidupan masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidup pada pertanian lahan kering.

Teknologi dan manajemen praktis untuk mengelola pertanian lahan kering merupakan suatu

kebutuhan sehingga lahan tetap dapat berproduksi setiap tahun melalui kemampuan tanaman

beradaptasi pada kondisi cukup air terbatas untuk dapat mempertahankan kehidupan masyarakat

pedesaan yang bergantung pada pertanian lahan kering (Ma’shum, 1997; Benzinger et al.,

2006).

Pada pertanian lahan kering dibutuhkan cara bercocok tanam yang baik dengan

memanfaatkan sumber air tersedia secara optimal untuk mendukung pertumbuhan optimal

tanaman dalam kondisi air yang terbatas. Perlu dilakukan penanaman tanaman yang dapat

menyuburkan tanah dan daur ulang sehingga nutrisi yang hilang bersama hasil panen dapat

dikembalikan ke lahan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan lahan (Nursyamsi

et al., 2005).

Kenyataan dilapangan, petani menanam jagung pada musim hujan di lahan yang

sesungguhnya tidak direkomendasikan untuk ditanam yaitu pada lahan dengan kemiringan lebih

Page 4: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

584

dari 40% dan kondisi permukaan yang berbatu (lebih dari 40%) (Tuan et al., 2014). Disamping

itu petani masih terus menanam jagung hibirda yang kemungkinan besar produksinya rendah

karena tidak didukung oleh kondisi lahan dan air yang ideal untuk pertumbuhannya. Umumnya

jagung hibrida akan tumbuh dan berproduksi tinggi pada kondisi lingkungan (kesuburan tanah

dan ketersediaan air) yang optimal. Sejauh ini belum ada kajian yang mendalam tingkat

produktivitas jagung hibrida maupun komposit yang ditanam pada kondisi lahan marginal dan

iklim kering. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana produktivitas jagung

komposit dan hibrida sebagai konservasi lahan pada iklim kering dan marginal.

MATERI DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di lahan kering beriklim kering di desa Jeringo, kecamatan

Suela, kabupaten Lombok timur pada musim hujan 2012/2013. Lokasi merupakan daerah

transmigrasi dengan topografi berbukit sampai bergunung. Kegiatan dilaksanakan dilahan

petani yang melibatkan sebanyak 10 petani sebagai kooperator. Setiap petani kooperator

menanam 2 varietas jagung yaitu jagung komposit verietas Srikandi Kuning dan hibrida Bisi 2

pada lahan mereka.

Jagung ditanam dengan jarak tanam jagung 75 cm x 40 cm dengan 2 biji per lubang,

kemudian ditutup dengan pupuk kandang. Dosis pupuk yang digunakan adalah 200 kg Urea/ha

+ 75 kg ZA + 250 kg NPK Phonska + 3 ton pupuk kandang. Pupuk pertama diberikan pada

umur 7 hari setelah tanam (hst) dengan dosis 250 kg NPK Phonska + 75 kg ZA, dengan cara

ditugal pada jarak 5 cm dari rumpun tanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 35 hst

dengan dosis 200 kg Urea dengan ditugal pada jarak 10 cm dari tanaman dan ditutup kembali

dengan tanah.

Data yang diamati meliputi biomas basah dan kering, tinggi tanaman dan hasil (kg/ha).

Data dianalisis dengan sidik ragam dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test dan secara

deskriptif. Data iklim terutama curah hujan harian diperolah dari stasiun iklim yang ada di

wilayah Sandubaya, sekitar 5 km dari lokasi pengkajian. Jarak tersebut masih mewakili lokasi

pengkajian untuk data iklim. Disamping itu, Ombrometer (penangkar curah hujan) juga

dipasang dilokasi pengkajian untuk mengetahui curah hujan real selama percobaan dilakukan.

Survei kondisi biofisik lahan juga dilakukan untuk mendapatkan karakteritik lahan yang akan

dilakukan percobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Iklim dan Wilayah

Lokasi pengkajian merupakan wilayah lahan kering iklim kering. Hal ini ditunjukkan

oleh tidak ada sumber air untuk budidaya pertanian selain dari air hujan. Disamping itu total

curah hujan tahunan dilokasi pengkaijan selama 11 tahun adalah 640 mm/tahun, dimana total

curah hujan tahunan lokasi pengkajian tersebut kurang dari 1500 mm. Rata-rata keragaan curah

hujan bulanan selama 13 tahun (2000 – 2012) wilayah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Bulan basah (bulan yang curah hujannya > 100 mm) di wilayah pengkajian hanya 3 bulan yaitu

Page 5: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Erawati BTR., et al., Y., Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Bersari Bebas di Lahan Kering Iklim Kering dengan

Pengairan Sprinkler

585

dari Desember – Februari dan selebihnya merupakan bulan kering (Maret-Nopember) (Oldemen

et el., 1980).

Awal musim tanam untuk tanaman jagung di lokasi pengkajian jatuh pada Desember

dasarian I-II. Namun beberapa petani juga mulai tanam pada akhir Nopember, namun tidak

jarang mengalami gagal tumbuh sehingga mereka menugal ulang. Panen jagung biasanya jatuh

sekitar bulan April yang berlangsung selama satu bulan. Setelah panen jagung, lahan petani

biasanya tidak ditanami karena terbatasnya air. Beberapa petani mencoba menanam kacang

hijau setelah jagung, namun produktivitasnya sangat rendah dan sebagian besar biomasnya

dapat digunakan untuk pakan sapi pada bulan Mei/Juni.

Gambar 1. Variasi rata-rata curah hujan bulanan selama 13 tahun (2000-2012) di wilayah

pengkajian.

Data yang lebih detail tentang distribusi curah hujan dalam bentuk persepuluh harian

dapat dilihat pada Table 1. Terlihat jelas bahwa curah hujan pada Nopember dan Desember

tidak cukup unrtuk mendukung petumbuhan jagung. Untuk pertumbuhan jagung yang optimal

dibutuhkan curah hujan minimal 50 mm berturut-turut selama 3 kali dasarian atau paling tidak

dibutuhkan curah hujan 150 mm selama satu bulan untuk bisa menanam jagung sehingga dapat

tumbuh dengan baik (Las et al., 1995). Berdasarkan sebaran curah hujan pada Desember dan

Januari, maka waktu tanam yang sangat baik dapat dilakukan pada dasaran ketiga Desember

sampai dasaran pertama Januari. Kegiatan penanaman jagung di lokasi percobaan telah

dilakukan pada 1-5 Januari 2013.

Tabel 1. Curah hujan per sepuluh harian (dasarian) selama pertumbuhan tanaman jagung di

lokasi percobaan.

Dasarian Nop Des Jan Feb Mar Apr

I 9 37 102.5 165 0 66

II 14.5 45.5 148 0 240 50

III 9.5 14 93 3 24 26

Total 33 96.5 343.5 168 264 142

Page 6: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

586

Karakteristik fisik lokasi pengkajian juga sangat bervariasi (Tabel 2). Sebagian besar

bentuk wilayahnya bergunung (36 %) dan berbukit (34 %) dan hanya 30 % bergelombang

sedangkan wilayah yang datar tidak terdapat dilokasi pengkajian. Kondisi tersebut

menyebabkan drainase wilayah pengkajian cukup baik, namun sangat peka terhadap erosi

apabila tidak ditangani dengan baik. Demikian juga tekstur wilayah pengkajian didominasi oleh

liat bahkan pada bagian subsoil tanah semuanya bertekstur liat dengan kedalaman solum lebih

dari 100 cm dan pH berkisar netral. Namun demikian, permukaan tanah didominasi oleh batuan

(Gambar 2). Walaupun kondisi permukaan tanah bebatuan dan sebagian besar (70%) lahan

mempunyai kemiriangan lereng lebih dari 40%, lahan tersebut masih digunakan untuk ditanami

jagung oleh petani.

Tabel 2. Karakterisasi fisik wilayah pengkajian

NO.

SPT Klasifikasi tanah

Bentuk wilayah

(lereng %) Drainase

Tekstur

atas bawah

1 Typic Haplustalfs Bergelombang (8-15) baik

liat berpasir

halus liat

2 Typic Argiustolls Bergelombang (8-15) baik liat berdebu liat

3 Typic Haplustepts Berbukit (15 - 30) baik liat berdebu liat

4 Typic Haplustepts Bergunung (>30) baik liat berdebu liat

No

SPT

pH Kedalaman

solum (cm)

Kedalaman air

tanah (m)

Batu di

permukaan Luas (ha)

Atas Bawah

1 6,6 6,7 > 100 > 100 sedikit 70

2 6,5 6,6 > 100 > 100 banyak 61

3 6,6 6,6 > 100 > 100 banyak 147

4 6,6 6,5 > 100 > 100 banyak 155

Luas total 433

Gambar 2. Lokasi pengkajian dengan kondisi lahan yang berbatu dan topografi bergunung

Page 7: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Erawati BTR., et al., Y., Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Bersari Bebas di Lahan Kering Iklim Kering dengan

Pengairan Sprinkler

587

Keragaan Agronomis Jagung Komposit dan Hibrida

Keragaan agronomis dan produktivitas jagung hibrida dan komposit yang ditanam di

lahan marginal dapat dilihat pada Tabel 3. Luas lahan yang digunakan untuk pengkajian ini

bervariasi pada setiap petani baik yang digunakan untuk menanam jagung komposit maupun

hibrida. Hasil real yang diperoleh petani dari luas lahan yang digunakan untuk tanaman jagung

dikoversikan ke dalam ton per ha.

Hasil yang diperoleh petani juga bervariasi baik pada jagung komposit maupun pada

jagung hibrida. Namun secara umum variasi tersebut tidak terlalu besar yang ditunjukkan oleh

nilai coefisien variation (cv%) tidak begitu besar. Demikian juga untuk parameter yang lain

seperti biomassa basah dan kering dan tinggi tanaman. Dengan demikian data yang diperoleh

mempunyai tingkat homogenitas yang cukup tinggi.

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum keragaan agronomi jagung komposit lebih

tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida untuk setiap parameter yang diamati. Rata-rata

tinggi tanaman jagung komposit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida.

Demikian juga biomas basah dan kering, lebih tinggi jagung komposit dibandingkan dengan

jagung hibrida (Hipi, 2009). Hal ini kemungkinan berkaitan dengan sifat genitas jagung

komposit (Zubactirodin et al., 2004). Dari table tersebut dapat dilihat bahwa produksi biomas

jagung komposit srikandi kuning lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida Bisi 2.

Demikian juga prodiktivitas jagung komposit vareitas Srikandi kuning lebih tinggi

dibandingkan dengan jagung hibrida Bisi 2. Produktivitas jagung sesungguhnya sangat

ditentukan juga oleh kondisi lingkungan tumbuhnya. Umumnya jagung hibrida akan

berproduksi maksimum pada kondisi lingkungan tumbuh yang optimum seperti tidak adanya

pembatas kesuburan dan pengairan yang terjamin. Sesungguhnya kedua pembatas tersebut telah

ada pada lahan kering marginal dan iklim kering (Gambar 1 dan 2; Tabel 1 dan 2). Kondisi

tanah yang sebagian permukaannya di dominasi oleh batu menyebabkan daerah perakaran

tanaman menjadi terbatas dan dangkal. Kondisi tersebut justru diperburuk oleh curah hujan

yang sangat sedikit dan bersifat eratik.

Jagung ditanam pada awal Januari 2013 dan kedua jenis jagung tersebut tumbuh dengan

baik, bahkan vigoritas jagung hibrida lebih baik dibandingkan dengan jagung komposit. Namun

setelah mencapai fase vegetatif maksimum (umur 45 hst) dan saat petani akan melakukan

pemupukan yang kedua kalinya, ternyata hujan menghilang selama 30 hari mulai dasarian (per

sepuluh harian) kedua Februari sampai dasarian pertama Maret (Tabel 1). Pada kondisi curah

hujan yang tidak ada, petani tidak berani memupuk tanaman jagung sampai pada dasarian kedua

Maret. Namun waktu untuk mempupuk sudah tidak optimum lagi karena tanaman sudah

mencapai umur 60-65 hari setelah tanam (hst) walaupun petani juga melakukan pemupukan,

dimana pada umur tersebut sudah memasuki pengisian kelobot (generatif) (Hipi dan Erawati,

2006). Nielsen et al. (2010) melaporkan bahwa penurunan hasil jagung bisa mencapai 50%

apabila terjadi kekurangan kelembaban tanah selama 6-8 hari selama periode pembungaan.

Lebih lanjut, mereka melaporkan bahwa kehilangan hasil akan semakin nyata apabila tanaman

jagung mengalami stress air pada periode pembentukan klobot sampai pengisian biji. Apabila

Page 8: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

588

tanaman jagung menderita stress air pada periode pembentukan dan pengisian klobot maka akan

mengurangi kelangsungan hidup (viability) serbuk sari (pollen) dan ukuran kernel jagung

menjadi kecil (Waldren, 1983; Hall, 2001; Westgate, 1994; Nielsen et al., 2009). Pada kondisi

lahan yang marginal dan curah hujan yang serba terbatas tersebut, sepertinya jagung komposit

masih lebih bertahan untuk berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida

sebanyak 10,4%.

Tabel 3. Keragaan agronomis dan produktifitas jagung komposit dan hibrida pada lahan petani

kooperator.

Perlakuan Nama petani

(ulangan)

Luas lahan

(ha)

Hasil

(t/ha)

Biomass

basah (kg/ha)

Biomass

kering

(kg/ha)

Tinggi

tan.

Komposit

(srikandi

kuning)

A. Adi 0,75 7,2 23108,4 16354,2 239,8

A. Sahar 0,3 7,1 23930,1 16012,1 281,0

A. Amirin 0,75 7,3 24730,1 16518,1 272,4

A Safar 0,25 7,7 21422,1 16229,6 264,0

A. Yuliana 0,5 7,4 21478,7 16254,9 257,2

A. Solihin 0,2 7,5 20837,4 15687,3 266,6

A. Faris 0,2 8,0 26128,7 16670,5 269,0

A. Rohili 0,2 7,5 20898,7 15894,9 261,2

A. Zaeanal 0,35 7,1 22960,1 15872,1 253,2

A. Nan 0,2 7,5 21982,4 15787,3 261,4

Hibrida

(bisi 2)

A. Adi 0,75 7,1 19302,4 14235,2 201,3

A. Sahar 0,5 7,4 18910,1 15029,1 211,2

A. Amirin 0,75 7,1 18733,9 14988,1 197,3

A Safar 0,7 7,1 17422,1 13989,6 198,3

A. Yuliana 0,5 6,0 20478,7 15032,9 231,1

A. Solihin 0,5 6,4 18274,4 14127,3 204,0

A. Faris 0,5 7,1 17342,7 13970,5 210,0

A. Rohili 0,3 6,5 16398,7 13291,9 230,0

A. Zaeanal 0,6 6,3 16030,1 12972,1 193,0

A. Nan 0,25 6,4 17212,4 13952,3 189,0

Mean

Komposit

7,4b 22747,7b 16128.1b 262,6b

Hibrida

6,7a 18010,5a 14158.9a 206,5a

cv%

5,2 7,6 2,9 5,3

Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada uji lanjut dengan Duncan multiple range test α5%.

Berdasarkan hasil pengkajian ini maka sebaiknya petani menanam jagung komposit

dibandingkan jagung hibrida pada lahan marginal dan iklim kering. Tentunya hal ini harus

diikuti oleh penyediaan benih dan sistem perbenihan yang mantap sehingga petani mendapatkan

benih pada saat mereka membutuhkannya. Hal ini terutama pada masa kritis penanaman yang

berlangsung cukup pendek karena waktu tanam sangat tergantung pada curah hujan.

Page 9: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Erawati BTR., et al., Y., Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Bersari Bebas di Lahan Kering Iklim Kering dengan

Pengairan Sprinkler

589

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kondisi lahan lokasi pengkajian merupakan lahan marginal yang ditandai oleh topografi

yang bergunung sampai berbukit dan permukaan tanah didominasi oleh batu dan sifat hujan

yang eratik dan curah hujan yang rendah. Produktivitas jagung komposit di lahan kering

marginal iklim kering lebih tinggi 10% dibandingkan dengan produktifitas jagung hibrida Bisi

2. Parameter agronomi yang seperti biomasa basah maupun kering dan tinggi tanaman lebih

tinggi pada jagung komposit Srikandi Kuning dibandingkan dengan jagung hibrida Bisi 2.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan agar petani lebih baik menanam benih

jagung komposit daripada jagung hibrida. Hal ini disamping harga benih jagung hirbida lebih

mahal daripada jagung komposit, juga produktivitasnya lebih rendah pada lahan tersebut.

Percobaan ini perlu direplikasi ditempat lain dengan variasi iklim terutama curah hujan yang

berbeda dan sifat marginal lahan yang lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani, 2008. Strategi dan Teknologi Lahan Kering

Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Penelitian dan Penembangan

Pertanian. 27 (2):43-48

Benzinger, M., P.S. Setimle, D. Hodson. and B. Vivek, 2006. Breeding for improved abiotic

stress. Agri. Water Manage. 80: 212-224

BPS NTB., 2010. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat

Hall, A.E., 2001. Crops Responses to Environment. CRC Press. New York

Hipi Awaludin, dan B. Tri Ratna Erawati, 2006. Kajian Teknologi Budidaya Jagung Di Lahan

Kering Beriklim Kering Di Kabupaten Lombok Timur Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional “Iptek Solusi Kemandirian Bangsa dalam Tahun Indonesia untuk

Ilmu Pengetahuan”. Yogyakarta 2 – 3 Agustus 2006

Hipi Awaludin, 2009. Laporan Akhir Adaptasi Beberapa varietas Jagung Hibrida di NTB.

Competitive Collaborative Research Grants. ACIAR SADI

Jensen, J.R., R.H. Bernhard, H. Hansen, J. McDonagh, J.P. Moberg, N.E. Nielsen and E.

Nordbo, 2003. Produkctivity of maize based cropping systems under varios soil-water-

nurtient management strategies in semi-arid, Alfisols enviroenment in East Africa. Agri.

Water Manage. 59, 217-237

Las, I., M.B.L. De Rozari, A. Bey, J.S. Baharsyah, E. Guhardja. S.N. Darwis, dan A.S. Karama,

1995. Pengunan model iklim dan tanaman untuk pengembangan komoditas pertanian di

Sikka dan Ende, NTT. Agromet Journal XI (I):1-34

Ma’shum, M (1997). Kemangkusan (Efficiency) Pemupukan dilahan kering. Makalah

disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Sub Sektor Tanaman

Pangan di Mataram 12-14 Maret 1997

Mulyani, A. dan Hidayat, 2009. Peningkatan kapasitas produksi tanaman pangan pada lahan

kering. Jurnal Sumberdaya Lahan Pertanian. 3 (2): 73-84

Nielsen, D.C., A.D. Halvorson, and M.F. Vigil, 2010. Critical presipitation period for dryland

maize production. Field Crops Res. 118: 259-263

Page 10: PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DAN KOMPOSIT SEBAGAI …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/pi/13_surprojahibrida.pdf · 2016. 9. 21. · mengetahui produktivitas jagung hibrida dan komposit

Seminar Nasional dan Lokakarya Peran Inovasi Teknologi Pertanian dalam Pengembangan Bioindustri Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan

590

Nielsen, D.C., M.F. Vigil and J.G. Benjamin, 2009. Variable responses of dryland corn grain

yoeld to soil water content at planting. Agri. Water manage. 96: 330-336

Nursyamsi, D., Husnain, A. Kasno dan D. Setiorini, 2005. Tanggapan tanamn jagung terhadap

MOP Rusia pada Inseptisols and Ultisols. Jurnal Tanah dan Iklim. 23: 13-23

Oldeman, L.R., Irsal Las , dan Muladi, 1980. The Agroclimatic Map of Kalimantan, Irian Jaya,

and Bali, West and East Nusa Tenggara. CRIA. Bogor. Indonesia

Sivakumar, M.V.K dan Valentine, C., 1997. Agroecological zones and the assessment crop

production potential. Phil. Tran. R. Soc. B. 352. 907-916

Soil Survey Staff, 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th edition 1998. Nasional Resources

Conservation Service, USDA

Tuan, V.D., T. Hilger, L. MacDonald, G. Clements, E. Shiraishi, T.D. Vien, K. Stahr, and G.

Cadisch, 2014. Mitigation of potential soil conservation in maize cropping on steep

slopes. Field Crop Res. 156: 91-102

Utomo, 2002. Pengelolaan lahan kering untuk pertanian berkelanjutan. Seminar Nasional IV

pengembangan wilayah lahan kering dan pertemuan ilmiah tahunan himpunan ilmu

tanah Indonesia di mataram, 27-28 Mei 2002

Waldren, R.P., 1983. Corn. In: Teare I.D. and Peet M.M. (Eds.). Crop-Water Relations. John

Wiley and Sons. Inc. New York. PP 187-211

Zubactirodin, S. Saenong, Subandi dan A. Hipi, 2004. Budidaya Jagung pada lahan kering

beriklim kering melalui pendekatan pengelolaan sumberdaya dan tanaman terpadu

(PTT) di Lombok Timur. Laporan Hasil Penelitian. Maros Sul-Sel.