Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PROFIL KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
YUSFRIANA N121 09 554
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
2
PROFIL KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM
PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
SKRIPSI untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
YUSFRIANA N121 09 554
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
3
PERSETUJUAN
PROFIL KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Oleh
YUSFRIANA N121 00 554
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pertama, Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt NIP. 19570326 198512 2 001 NIP. 140249721
dr. Fitriani Mangarengi, Sp.PK (K)
Pada tanggal 19 Agustus 2013
iii
4
PENGESAHAN PROFIL KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM
PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
OLEH
YUSFRIANA
N 121 09 554
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Pada Tanggal 19 Agustus 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Usmar, S.Si., M.Si., Apt (……………………)
2. Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt (……………………)
3. Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt (……………………)
4. dr. Fitriani Mangarengi, Sp. Pk (K) (……………………)
5. Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si, Apt (……………………)
Mengetahui
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
NIP. 19560114 198601 2 001
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt
iv
5
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,
maka skripsi ini dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Agustus 2013
Penyusun,
Yusfriana
v
6
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian analisis kadar ureum dan kreatinin serum pada pasien sindrom nefrotik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran kadar ureum dan kreatinin serum pada pasien sindrom nefrotik. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel serum yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Sampel serum diperiksa dengan metode spektrofotometri menggunakan alat ABX Pentra 400. Jumlah sampel sebanyak 30 yang seluruhnya merupakan pasien sindrom nefrotik. Hasil penelitian menunjukkan gambaran bahwa kadar ureum yang tinggi yaitu 60,0% diikuti dengan kadar kreatinin tinggi yaitu 53,3%. Begitupun dengan kadar ureum normal yaitu 40,0% juga diikuti dengan kadar kreatinin normal yaitu 46,7%. Dimana untuk pasien sindrom nefrotik ini lebih banyak dialami oleh laki-laki (73,3%) daripada perempuan (26,7%) dengan usia <18 tahun (73,4%).
vi
7
ABSTRACT
A research analysis of serum urea and creatinine levels in patients with nephrotic syndrome in Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Hospital. The purpose of this study is to see the picture of serum urea and creatinine levels in patients with nephrotic syndrome. This study is an observational study with cross sectional approach using serum samples taken from patients who have met the criteria of the study sample. Serum samples were examined by using a spectrophotometric method ABX Pentra 400. The total sample of 30 which was entirely the nephrotic syndrome patients. The results showed that the description of high urea levels ie 60.0% followed by a high creatinine level is 53.3%. Likewise with normal urea levels ie 40.0% was followed by a normal creatinine level is 46.7%. Where to nephrotic syndrome patients is mostly experienced by men (73.3%) than females (26.7%) with age <18 years (73.4%).
vi
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Segenap puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah yang senantiasa memberikan
kekuatan, kesehatan dan telah mempercayakan penulis untuk
mengerjakan studi dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh
karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setingi-tingginya kepada:
1. Ayahanda tersayang Thamrin L. dan Ibunda tercinta Rosmawaty
Rahim, terima kasih atas semua kasih sayang, jerih payah yang telah
diberikan serta kebesaran hati dalam memberikan doa, motivasi serta
semangat selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Unhas.
Dan tidak lupa adik-adikku Ririn Haryati, Fildha Sari Iswara, Laila Dhiza
Amalia, dan Revan Isnain Athaya yang selalu memberikan dukungan
kepada saya.
2. Pembimbing utama Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes.,Apt dan pembimbing
pertama dr. Fitriani Mangarengi, Sp.PK (K) yang telah meluangkan
waktu dan kesempatannya dalam memberikan bimbingan.
3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA, Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr.Gemini Alam, M.Si, Apt,
vii
9
Wakil Dekan II Prof. Dr.rer.nat Marianti A. Manggau, Apt,dan Wakil
Dekan III Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si, Apt .
4. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan
Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, M.Pharm. Sc, Ph.D, Apt
beserta seluruh staf atas segala fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
5. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt selaku Penasihat Akademik,
terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama
menjalani perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
secara khusus Ibu Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt, terima kasih atas
perhatian, dan dorongan serta semangat yang diberikan.
7. Untuk sahabat lolipopku tercinta, bunda Fauzyah Anugerah, S.Si;
Fatimah Muchtar, S.Si; Novianty Tempo, S.Si; Madelvien Sairlela, S.Si;
dan Jeany Olivia Michella, S.Si terima kasih atas kebersamaan,
semangat serta masukannya selama ini.
8. Teman-teman spir09raph Riska, Nikma, Yanti, Fenti, Nisa, Ulla, Ikki,
Sari, Itenk, BPA, kak Susi, kak Yayok dan teman- teman yang lain,
harus selalu semangat. Jalan yang kita tempuh untuk mencapai titik
tertinggi nantinya masih memerlukan perjuangan yang sangat besar.
9. Kakak-kakak TLK Spoit ’07 terkhusus kepada kanda Ulfiah Alimin, S.Si;
Thaslifa, S.Si dan Mutmainnah Abbas, S.Si
viii
10
10. Untuk keluarga yang lain tante Kina, tante Marni, tante Nur, tante Nu
tante Mida, om Mahmudin, om Nadi, om Hasan, om Sultan, Pandi,
Pipi, Uci, tante Ani, tante Neni, terima kasih selalu memberikan
dukungan dan hangatnya rasa kekeluargaan, terkhusus kepada om
Usman Yusuf terimakasih telah banyak memberikan dukungan moril
dan materi.
11. Seluruh staf RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, terima kasih
atas segala bantuannya.
Terima kasih yang sama Penulis ucapkan kepada semua pihak
yang tidak dapat disebutkan, semoga Allah selalu mengingat kebaikan
kita semua. Akhirnya semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Makassar, Agustus 2013
Yusfriana
x
11
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................ . iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... . iv
HALAMAN PERNYATAAN........................................................... .. v
ABSTRAK ..................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
I.1. Latar Belakang ........................................................ 1
I.2. Rumusan Masalah .................................................... 2
I.3. Tujuan Penelitian ...................................................... 3
I.4. Manfaat Penelitian .................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4
II.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal ..................................... 4
II.1.1 Anatomi Ginjal ....................................................... 4
II.1.2 Pembuluh Darah pada Ginjal ............................... 5
II.1.3 Nefron Ginjal ......................................................... 6
II.1.4 Laju Filtrasi Glomerulus ……………………………. 7
xi
12
II.1.5 Fisiologi Ginjal ………………………………………. 9
II.2 Sindrom Nefrotik …. ................................................. 9
II.2.1 Definisi ……………………………………………….. 9
II.2.2 Epidemologi ..……………………………………….. 10
II.2.3 Etiologi ….……………………………………………. 11
II.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi …………………….. 12
II.2.5 Diagnosis …………………………………………….. 14
II.2.6 Penatalaksanaan …………………………………… 15
II.2.7 Prognosis ……………………………………………. 15
II.2.8 Manifestasi Klinis …………………………………… 16
II.3 Ureum dan Kreatinin ................................................. 17
II.3.1 Tinjauan Umum Ureum……………………………… 17
II.3.2 Tinjauan Klinis Ureum ……..………………………... 18
II.3.3 Metabolisme Ureum …………………………………. 18
II.3.4 Kreatinin ……………………………………………… 19
II.3.5 Kreatinin Serum ……………………………………… 20
II.3.6 Pertimbangan Klinis…………………………………. 21
II.3.7 Patofisiologi ………………………………………….. 21
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................... 23
III.1 Desain Penelitian .................................................... 23
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 23
III.3 Populasi Penelitian ................................................. 23
III.4 Jumlah Sampel ........................................................ 23
xi
13
III.5 Kriteria Sampel Penelitian ....................................... 24
III.5.1 Krireria Inklusi ………………………………………. 24
III.5.2 Kriteria Eksklusi ………………………………….. .. 25
III.6 Definisi Operasional................................................. 25
III.7 Prosedur Kerja ......................................................... 26
III.7.1 Alat dan Bahan ……………………………………... 26
III.7.2 Sampling Darah Vena ……………………………… 26
III.7.3 Pemeriksaan Kadar ureum dan Kreatinin Serum dengan Alat Chemical Autoanalyzer…………….. 27
III.8 Cara Kerja ……………………………………………. . 27
III.8.1 Persiapan Sampel ………………………………….. 27
III.8.2 Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin ………………. 27
III.9 Analisis Data ……………………………………….. 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 29
IV.1 Hasil Penelitian ...................................................... 29
IV.2 Pembahasan .......................................................... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 35
V.1 Kesimpulan ............................................................. 35
V.2 Saran ....................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 36
DAFTAR TABE
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................. 39
xiii
14
DAFTAR TABEL Tabel halaman
1. Data dasar jumlah subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia ………………………………………………………………. 29
2. Hasil analisa data untuk pemeriksaan ureum ........................ ….. 29
3. Hasil analisa data untuk pemeriksaan kreatinin .......................... 30 4. Hasil analisis data untuk pemeriksaan ureum dan kreatinin secara umum ............................................................................. 30 5. Data lengkap hasil penelitian ……………………………………… 41 6. Hasil analisa statistik menggunakan program SPSS versi 20 …. 42
xiii
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Anatomi ginjal ........................................................................ 4
2. Pembuluh darah ginjal ........................................................... 6
3. Nefron ................................................................................... 7
4. Laju Filtrasi Glomerulus ......................................................... 8
5. Gambar Hasil penelitian ........................................................... 40
xiv
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Skema Kerja Penelitian ........................................................ 39
2. Gambar Hasil Penelitian ………………………………………. 40
3. Data Lengkap Hasil Penelitian ............................................. 41
4. Hasil Analisis Statistik .......................................................... 39
5. Komposisi Reagen ................................................................. 41
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan
adanya proteinuria masif (> 3,5 g/hari atau biasanya 5-30 g/24 jam),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Proteinuria disebabkan oleh
permeabilitas glomerulus berlebihan atau disebut juga cedera glomerulus
yang berat. Dalam keadaan normal, hanya protein dengan berat molekul
kecil yang tersaring lewat glomerulus dan sebagian besar diantaranya
akan terserap kembali seluruhnya oleh sel-sel tubulus (1,2,3).
Saat ini penyakit sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang
paling banyak terjadi pada anak. Angka kejadian sindrom nefrotik di
Amerika dan Inggris berkisar antara 2 sampai 7 per 100.000 anak berusia
dibawah 16 tahun pertahun, di Hongkong dilaporkan 2 sampai 4 kasus per
100.000 anak pertahun. Di negara berkembang, angka kejadiannya lebih
tinggi. Di Indonesia angka kejadian sindrom nefrotik pada anak tidak
diketahui pasti, namun diperkirakan 2 sampai 7 kasus pertahun pada
setiap 100.000 anak, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan
yaitu 2 : 1. Pada orang dewasa berkisar 3 kasus per 1.000.000 orang tiap
tahun (3,4).
Berdasarkan International Study Kidney Disease In Children
(ISKDC) melaporkan 76% sindrom nefrotik pada anak adalah kelainan
minimal. Apabila penyakit sindrom nefrotik ini timbul sebagai bagian dari
penyakit sistemik dan berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut
2
sindroma nefrotik sekunder. Frekuensi relatif penyebab beberapa sindrom
nefrotik bervariasi berdasarkan umur. Pada anak-anak di bawah usia 18
tahun sebagai contoh, sindrom nefrotik hampir selalu disebabkan oleh lesi
primer terhadap ginjal, sedangkan pada orang dewasa sering disertai
dengan penyakit sistemik (1,5,6).
Sindrom nefrotik disertai beberapa penyakit glomerulus (idiopatik)
primer, atau berkaitan dengan berbagai gangguan pada ginjal yang
terserang secara sekunder. Gangguan pada ginjal akan menyebabkan
penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya
irreversible ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin serum yang tinggi.
Kreatinin sangat berguna untuk menilai fungsi ginjal dan kadar plasma
kreatinin lebih baik dibandingkan dengan kadar plasma ureum. Kenaikan
kreatinin 1 - 2 mg/dl dari normal menandakan penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) ± 50%. Asupan protein yang tinggi diketahui dapat
meningkatkan aliran darah ginjal dan LFG. Ureum berasal dari penguraian
protein terutama protein yang berasal dari makanan, oleh karena itu
ureum dipengaruhi oleh jumlah protein dalam makanan (7,8).
Berdasarkan uraian yang di atas didapatkan rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran kadar ureum dan
kreatinin serum pada pasien sindrom nefrotik di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
3
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kadar ureum dan
kreatinin serum pada pasien sindrom nefrotik di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan agar dapat mengetahui dan
menambah informasi tentang bagaimana gambaran kadar ureum dan
kreatinin serum pada pasien sindrom nefrotik di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
II.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah,
terletak retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi kosta 12,
sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal
terdiri dari 1.000.000 nefron. Nefron terdiri atas glomerulus dengan
sebuah kapiler yang berfungsi sebagai filter. Penyaringan terjadi di dalam
sel-sel epitelial yang menghubungkan setiap glomerulus (9,10,11).
Gambar 1. Sistem Ekskresi. (sumber: Cutler, R, E. Biology Kidney of the Urinary Tract. Kidney. United State of America. 2006)
4
5
II.1.2 Pembuluh Darah Pada Ginjal
Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar
1 liter per menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar
600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di glomerulus dengan
GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di
tubular ginjal dengan lebih dari 99% yang terserap kembali meninggalkan
pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari. Arteri renalis membawa
darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang-cabangnya
beranting banyak di dalam ginjal dan menjadi arteriol aferen, dan masing-
masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler yang disebut glomerulus.
Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriol eferen yang becabang-
cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-
kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis, yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Maka darah yang
beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan
agar darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus uriniferus, karena
fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut (9,10,12).
Penelitian pada lansia yang telah dilakukan, memperlihatkan
bahwa setelah usia 20 tahun terjadi penurunan aliran darah ginjal kira-kira
10% per dekade, sehingga aliran darah ginjal pada usia 80 tahun hanya
menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari aliran darah ginjal
terutama berasal dari korteks. Pengurangan aliran darah ginjal mungkin
sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah jantung dan perubahan
6
dari hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang berhubungan
dengan usia (11,13).
Gambar 2. Pembuluh darah ginjal (Sumber : National Kidney & Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC). A service of the National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). National Institutes of Health (NIH). United State of America. 2010)
II.1.3 Nefron Ginjal
Nefron merupakan unit dasar struktural dan fungsional ginjal,
diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai
sebagai berkas kapiler yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar
pada uriniferus atau nefron. Nefron merupakan unit utama fungsi ginjal,
terdiri atas glomerulus, tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis
dan duktus kolektikus. Glomerulus menyaring darah dan filtrat mengalir ke
tubulus. Hampir semua air dari filtrat direabsorpsi, dan hanya 1-2 ml/menit
saja yang menjadi urin. Sementara itu terjadi pula sekresi dan reabsorpsi
di sepanjang tubuli proksimalis dan distalis (9,11).
7
Gambar 3. Nefron (Sumber : sumber: Cutler, R, E. Biology Kidney of the Urinary Tract. Kidney. United State of America. 2006)
II.1.4 Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerulus (GFR) menunjukkan seberapa efisien ginjal
seseorang mengeliminasi zat-zat hasil metabolisme yang tidak dibutuhkan
lagi oleh tubuh (14).
Kira-kira 25% volume semenit jantung, yaitu 1,2 — 1,5 liter darah
permenit, mengalir ke ginjal. Sepuluh persen dari jumlah tersebut difiltrasi
di glomerulus. Kecepatan filtrasi pada orang dewasa normal adalah
sebesar kira-kira 125 ml/menit, dan disebut sebagai laju filtrasi atau GFR
(Glomerular Filtration Rate) (11).
8
Gambar 4. Laju filtrasi glomerulus (Sumber : Ganong, W, F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Pemerjemah Pendit, B, U. Jakarta. 2003)
Laju filtrasi glomerulus merupakan jumlah cairan yang difiltrasi ke
dalam kapsula bowman per satuan waktu, rata-rata LFG 125 ml/menit.
Adapun LFG dipengaruhi oleh : (9).
a. Tekanan filtrasi yang dipengaruhi oleh tekanan dan aliran darah
ginjal
b. Koefisien filtrasi yang dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler
glomerulus yang dapat filtrasi dan permeabilitas membrane kapiler-
kapsula bowman.
Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju
filtrasi glomerulus (GFR). Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini
dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari
ukuran dan jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang
menggunakan bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR
tetap stabil setelah usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian
menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73 m2/dekade (9).
9
II.1.5 Fisiologi Ginjal
Ginjal dapat melakukan berbagai fungsi dalam melangsungkan
hidup. Fungsi tersebut antara lain menyaring limbah dan cairan ekstra dari
darah, menjaga keseimbangan mineral seperti natrium, fosfor, kalsium,
dan kalium dalam darah, membantu mempertahankan tekanan darah
yang sehat, memproduksi hormon, dan kesehatan tulang (14,27).
Ginjal membantu mempertahankan tekanan darah dalam keadaan
normal dengan mengatur seberapa banyak cairan yang mengalir melalui
aliran darah dan memproduksi hormon yang disebut renin yang
bekerjasama dengan hormon lain agar pembuluh darah dapat mengalami
vasodilatasi (14).
II.2 Sindrom Nefrotik
II.2.1 Definisi
Sindrom Nefrotik adalah salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif ≥ 3,5
g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria.
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh Glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung
(connective tissue desease), akibat obat atau toksin dan akibat penyakit
sistemik. Walaupun banyak pasien glomerulonefritis juga menderita
proteinuria persisten asimptomatik selama perjalanan penyakitnya, tetapi
hanya sekitar 50% di antaranya yang kemudian akan berkembang
menjadi sindrom nefrotik (1,2,15).
10
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom
nefrotik idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara
histologis yaitu sindrom nefrotik kelainan minimal, golmerulonefritis
proliferatif, dan glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini
dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa,
dengan kata lain ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu
penyakit tunggal (3).
II.2.2 Epidemologi
Sindrom nefrotik ini bisa terjadi pada semua usia. Sindrom nefrotik
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan kebanyakan
terjadi antara umur 2 sampai 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda
pada umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. Sindrom nefrotik
kejadian minimal terjadi pada 85-90% pasien dibawah umur 6 tahun (1).
Di klinik (75%-80%) kasus sindrom nefrotik merupakan sindrom
nefrotik primer (idiopatik). Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering
ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5
tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih
banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati
membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan
laki-laki dan wanita 2:1. Kejadian Sindrom Nefrotik Idiopatik 2-3 kasus
pada 100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1.000.000/tahun.
Sindrom Nefrotik Sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan
oleh diabetes mellitus (3).
11
II.2.3 Etiologi
Sindrom nefrotik disertai beberapa penyakit glomerulus (idiopatik)
primer, atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik
dengan ginjal yang terserng secara sekunder. Contoh penyakit ginjal
primer yang disebabkan oleh sindrom nefrotik adalah glomerulonefritis
perubahan minimal, glomerulonefritis membanosa, glomesklerosis fokal,
glomerulonefritis poliperatif mesangsial dan glomerulonefritis
membranoploriferatif. Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan
penyebab sindrom nefrotik yang paling sering dan merupakan kelainan
histopatologik yang sering ditemukan, contoh penyakit dan zat-zat yang
berhubungan dengan sindrom nefrotik adalah diabetes glomerulus-
sklerosis, amiloidosis, obat-obatan, penyakit kompleks imun lain yang
disebabkan oleh infeksi kronis. Anak-anak dan dewasa berbeda dalam
prevalensi etiologi sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik pada anak-anak
lebih sering disebabkan oleh penyakit glomerulus primer sedangkan pada
orang dewasa paling sering disebabkan oleh gangguan sistemik. Sindrom
nefrotik yang berhubungan dengan infeksi HIV (Human Immunideficiency
Virus) paling banyak terjadi pada orang kulit hitam yang menderita infeksi
ini, sindrom nefrotik berkembang menjadi gagal ginjal total dalam waktu 3-
4 bulan (3,1).
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya
pada glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus
Hepatitis B, akibat obat misalnya obat anti-inflamasi non-steroid dan
12
akibat penyakit sistemik misalnya pada lupus eritematosus sistemik dan
diabetes mellitus (17).
II.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan
merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien
sindrom nefrotik. Reaksi antigen - antibodi menyebabkan permeabilitas
membrane basalis glomeruus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah
protein (1).
a) Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar sindrom nefrotik. Proteinuria
sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus dan hanya sebagian
kecil dari sekresi tubulus. Perubahan integritas membrana basalis
glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah
bentuk albumin (3).
b) Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin
dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein dihati
biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan
albumin dalam urin), tetapi mungkin akan normal atau menurun (3).
c) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom
nefrotik. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserida
13
bervariasi dan normal sampai agak sedikit meninggi. Mekanisme
hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubunghan dengan peningkatan
sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme (17).
d) Edema
Dahulu diduga edema disebabkan karena penurunan tekanan
onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill).
Hipovolemi meningkatkan peningkatan renin, aldosteron, hormone
antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic
peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume
plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional
natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang (3).
e) Gangguan fungsi ginjal
Pasien sindrom nefrotik mempunyai potensi untuk terkena gagal
ginjal akut melalui berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma sering
menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang
diperkirkan menjadi penyebab gagal ginjal akut yaitu terjadinya edema
intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal. Proteinuria
merupakan salah satu faktor resiko penentu terhadap progresifitas sindron
nefrotik (17).
f) Komplikasi lain pada Sindrom Nefrotik
Protein kalori malnutrisi dapat terjadi pada sindrom nefrotik dewasa
terutama apabila disertai dengan proteinuria masif, asupan oral yang
kurang dan proses katabolisme yang tinggi. Kemungkinan efek toksik obat
14
yang terikat protein akan meningkat karena hipoalbuminemia
menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma lebih tinggi. Hipertensi
juga tidak jarang ditemukan sebagai komplikasi sindrom nefrotik terutama
dikaitkan dengan retensi sodium dan air (17).
II.2.5 Diagnosis
Diagnosis sindrom nefrotik dibuat berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria masif (> 3,5 g/hari atau
biasanya 5-30 g/24 jam), hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), edema
hiperlipidemia lipiduria dan hiperkoagulabilitas (3).
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan proteinuria masif, yaitu
lebih dari 40 mg/m²/jam, atau rasio protein dan kreatinin lebih dari 2 mg
per mg urin sewaktu, atau dengan dipstik lebih dari 2+. 25% penderita
sindrom nefrotik menunjukkan hematuria mikroskopik sementara/ transien.
Sedangkan hematuria gros sangat jarang ditemukan. Pada pemeriksaan
urin dapat juga ditemukan lipiduria. Pada pemeriksaan plasma ditemukan
hipoalbuminemia (lebih rendah daripada 2,5 mg/dL), dengan rasio albumin
dan globulin normal. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal,
meskipun hampir sepertiga kasus menunjukkan peningkatan kreatinin
plasma yang bersifat sementara (18).
Pada fase non-nefritis, tes fungsi ginjal seperti Glomerulus Filtrate
Range (GFR), renal plasma flow tetap normal atau meninggi, sedangan
maksimal konsentrating ability dan acidification urin normal. Kemudian
15
timbul fungsi ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang progressif
pada glomerulus (18).
II.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk
kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab, mengurangi atau
menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia serta
mencegah dan mengatasi penyebab lain. Diet protein yang baik pada
sindrom nefrotik telah diteliti oleh Giordano dkk, dengan evidence based
level-III. Ternyata dengan memberikan diet protein 0,6 gram /kgBB
ditambah dengan jumlah gram protein sesuai jumlah gram proteinuria
ternyata dapat menurunkan angka proteinuri serta menaikkan kadar
albumin darah dan cadangan albumin disertai dengan pengukuran kadar
fibrinogen darah dan cadangan fibrinogen intravascular (19).
II.2.7 Prognosis
Prognosis sindrom nefrotik bervariasi tergantung berdasarkan
penyebab, usia pasien dan jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari
pemeriksaan mikroskopik biopsy. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika
penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati, misalnya infeksi atau
obat-obatan. Prognosis biasanya akan lebih baik jika penyebabnya
memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid (18).
Anak - anak yang lahir dengan gejala sindrom nefrotik, jarang yang
mampu bertahan hidup sampai 1 tahun. Beberapa diantaranya mampu
16
bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal. Prognosis
yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat
glomerulonefritis yang ringan, dimana 90% pasien anak-anak dan dewasa
memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Sindrom nefrotik
akibat glomerulonefritis membranosa terutama terjadi pada orang dewasa
dan pada 50% penderita diatas usia 15 tahun, penyakit ini secara
perlahan akan berkembang menjadi gagal ginjal dan 50% lainnya bisa
mengalami penyembuhan atau dengan memiliki keadaan proteinuria yang
tetap tetapi fungsi ginjal menurun (18).
II.7.8 Manifestasi Klinis
Penderita sindrom nefrotik paling sering dengan keluhan utama
edema didaerah periorbital pada pagi hari dan edema disekitar
pergelangan kaki pada sore hari. Perut membengkak karena terjadi
penimbunan cairan dan sesak nafas bisa timbul akibat adanya cairan di
rongga sekitar paru-paru. Edema dapat berlanjut menjadi asitesis, edema
diskrotum atau vulva, efusi pleura, dan edema anasrka. Tekanan darah
pada umumnya normal atau rendah, namun dapat meningkat pada 21%
penderita. Tekanan darah yang meningkat terutama terdapat pada
penderita sindrom nefrotik yang mengalami hipovolimea sebagai akibat
dari sekresi rennin, aldosteron, dan hormone vasoaktif lain yang
berlebihan. Penderita sindrom nefrotik mempunyai resiko besar untuk
mengalami hipovolimea sehingga pemantulan volume sirkulasi sangat
17
penting. Nyeri abdomen pada sindrom nefrotik dapat merupakan gejala
hipovolimea dan peritonitis (18).
II.3 Ureum dan Kreatinin
II.3.1 Tinjuan Umum Ureum
Ureum merupakan zat sisa hasil metabolisme protein dan bersifat
racun didalam tubuh dengan rumus molekul CO (NH2)2. Apabila fungsi
ginjal terganggu dalam hal ini fungsi absorbsi, maka ureum akan
terakumulasi dan meningkat didalam darah yang disebut azotemia.
Peningkatan ini akan akan meracuni sel-sel serta organ vital tubuh seperti
jantung, otak, sistem saraf, dan hati. Keadaan tersebut disebut uremia dan
dapat beresiko terhadap kematian. Oleh karena itu, deteksi dini dari
gangguan ginjal menjadi sangat penting dan memungkinkan pengobatan
yang sesuai dan tepat sebelum terjadi kerusakan ginjal atau bertambah
parahnya kerusakan ginjal akibat komplikasi yang lain (12).
Ureum diekskresikan rata-rata 30 gram/hari, dimana kadar ureum
normal yaitu 10 – 50 mg/dl. Tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal
protein yang dikonsumsi dan fungsi hati terhadap pembentukan ureum.
Ureum akan lebih banyak lagi diabsorbsi pada keadaan dehidrasi. Dalam
keadaan normal, protein senantisa disintesis dan dipecah dalam keadaan
berimbang sehingga kadar ureum dalam darah bisa dipertahankan dalam
batas normal (12, 20).
Ureum merupakan produk sisa metabolisme (pembakaran) protein
yang menandakan fungsi ginjal masih normal, sedangkan urea adalah
18
suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen
dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea juga dikenal
dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa.
Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea,
carbonyl diamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa
organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik,
yang akhirnya meruntuhkan konsep vitalisme. Urea biasa digunakan
sebagai unsur utama pada pupuk tanaman (20).
II.3.2 Tinjauan Klinis Ureum
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama protein yang
berasal dari makanan. Pada orang sehat yang makananannya banyak
mengandung protein ureum biasanya berada diatas batas normal. Kadar
rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerinkan rendahnya
protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila
kadarnya sangat rendah, bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar
urea dapat bertambah seiring dengan bertambahnya usia meskipun
tanpa gangguan fungsi ginjal (2, 20).
II.3.3 Metabolisme Ureum
Ureum merupakan suatu molekul kecil yang mudah mendisfusi
kedalam cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan
diekskresi. Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan siap diekskresi,
sekitar 24 mg per hari, ureum merupakan produk akhir dari metabolisme
19
nitrogen didalam tubuh yang disintesis dari ammonia, karbondioksida dan
nitrogen amida aspatat. (20).
Gugusan amino dilepas dari asam amino bila didaur ulang menjadi
sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh.
Aminotransferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan
mengkatalis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang
ikut serta dalam reaksi-reaksi sintesis. Deaminasi oksidatif memisahkan
gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan amino yang dilepaskan
tersebut diubah menjadi amonia. Hampir seluruh urea dibentuk didalam
hati dari katabolisme asam amino dan merupakan produk ekskresi
metabolisme protein. Konsentrasi urea dalam plasma menggambarkan
keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta
ekskresi urea oleh ginjal (2).
II.3.4 Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin dengan rumus
molekul C4H9N3O2. Kreatin sebagian besar dijumpai di otot rangka, tempat
zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai kreatin fosfat (CP).
Dalam sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat diubah menjadi kreatin
dengan katalisasi enzim kreatin kinase (CK) (12).
Kreatinin merupakan suatu senyawa endogen dan inulin
merupakan suatu polisakarida eksogen yang tidak terikat pada protein
plasma dan tidak mengalami sekresi maupun reabsorpsi. Dikatakan
bahwa jumlah yang terfiltrasi, seluruhnya berada dalam urin sehingga nilai
20
klirens ginjal ini dapat digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan
filtrasi glomerulus (11).
Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi sehingga
dihasilkan CP. Dalam prosesnya sejumlah kecil kreatin diubah secara
ireversibel menjadi kreatinin, yang dikeluarkan oleh sirkulasi oleh ginjal.
Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh seseorang setara dengan massa
otot rangka yang dimilikinya (12).
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap dengan
pengecualian pada cedera fisik berat atau penyakit degeneratif yang
menyebabkan kerusakan masif pada otot. Ginjal mengekskresikan
kreatinin secara sangat efisien. Pengaruh tingkat aliran darah dan
produksi urin pada ekskresi kreatinin jauh lebih kecil dibandingkan pada
ekskresi urea karena perubahan temporer dalam aliran darah dan aktivitas
glomerulus dikompensasi oleh peningkatan sekresi kreatinin oleh tubulus
ke dalam urin. Konsentrasi kreatinin darah dan ekskresinya melalui urin
per hari tidak banyak berfluktuasi. Dengan demikian, pengukuran serial
ekskresi kreatinin bermanfaat untuk menentukan apakah spesimen urin
24-jam untuk analisis lain (misal, steroid) telah seluruhnya dikumpulkan
dengan akurat (12).
II.3.5 Kreatinin Serum
Pada praktek klinis sehari-hari komponen ekskresi dari fungsi ginal
biasanya dinilai dengan menggunakan kadar kreatinin serum. Kreatinin
serum sering juga digunakan untuk menilai laju filtrasi glomerulus. Berasal
21
dari metabolisme kreatin dalam otot rangka dan makanan dari asupan
daging, kreatinin dilepaskan ke sirkulasi pada tingkat yang relatif konstan.
Kreatinin dapat secara bebas disaring tetapi tidak dimetabolisme atau
diserap kembali dalam tubulus (22,23,24).
Karena kemudahan endogen, produksi dan efektivitas biaya
pengukuran, kreatinin adalah penanda paling banyak digunakan dalam tes
penyaringan praktek klinis saat ini (23).
II.3.6 Pertimbangan Klinis
Kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal menurun. Apabila
penurunan fungsi ginjal yang berlangsung secara lambat terjadi
bersamaan dengan penurunan massa otot, konsentrasi kreatinin dalam
serum mungkin stabil, tetapi angka ekskresi (atau bersihan) 24-jam akan
lebih rendah daripada normal. Pola ini dapat terjadi pada pasien yang
mengalami penuaan. Dengan demikian, indeks fungsi ginjal yang lebih
baik adalah bersihan kreatinin, yang memperhitungkan kreatinin serum
dalam jumlah yang diekskresikan per hari (25,26, 12).
II.3.7 Patofisiologi
Ginjal normal memiliki batas keamanan yang lebar. Ginjal dapat
kehilangan banyak nefron tanpa kehilangan kemampuannya
mengekskresikan zat-zat sisa nitrogenosa. Seiring dengan penurunan
bersihan kreatinin, kadar kreatinin plasma meningkat sangat kecil sampai
sekitar separuh dari nefron fungsional rusak. Apabila kerusakan
22
berlangsung lambat, nefron yang tersisa mengalami hipertrofi untuk
mengimbangi yang rusak, dan ginjal dapat kehilangan sampai sebanyak
dua-pertiga dari jumlah nefron semula sebelum kreatinin plasma mulai
meningkat tajam. Kadar kreatinin meningkat lebih cepat pada gangguan
akut aliran darah ginjal atau aktivasi glomerulus (10).
Apabila fungsi glomerulus semula normal atau hampir normal,
peningkatan sejati kreatinin plasma sebesar 0,5 mg/dL mencerminkan
terjadinya perubahan laju filtrasi glomerulus sampai 40%. Kadar kreatinin
plasma normal rendah, angka bervariasi sesuai laboratorium dan metode
yang digunakan, tetapi tidak pernah lebih tinggi dari 1,5 mg/dL (10,12).