Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PANJA PTSL KOMISI II DPR RI
KE PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
TANGGAL 2 JULI 2019
I. PENDAHULUAN
A. DASAR KUNJUNGAN KERJA
Kunjungan Komisi II DPR RI ini adalah dalam rangka melaksanakan salah satu tugas dan fungsi Dewan, yaitu fungsi Pengawasan. Secara khusus Kunjungan Komisi II DPR RI ke Kalimantan Tengah ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan Program Prioritas Nasional berupa Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana bunyi TAP MPR-RI No. IX/MPR/2001.
Pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) diatur
dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. PTSL atau sertifikasi tanah ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat. Selain itu, sertifikat tanah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Tim Kunjungan Spesifik Komisi II DPR RI ke Kalimantan Tengah ini berjumlah 11 orang anggota yang dipimpin oleh Yth. Bapak Dr. Ir. H. E, Herman Khaeron, M. Si /Fraksi Demokrat dan 6 (enam) anggota Tim. Tim Kunjungan Spesifik Komisi II DPR RI ini juga didampingi oleh Sekretariat Komisi II DPR RI, Tenaga Ahli Komisi II DPR RI dan TV Parlemen.
B. WAKTU KUNJUNGAN SPESIFIK
Kunjungan Kerja ini dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2019. Pertemuan diselenggarakan di Kantor Pertanahan BPN Kalimantan Tengah.
C. HASIL KUNJUNGAN
I. Sambutan Kepala Kantor Wilayah Pertanahan BPN Kalimantan Tengah,
Bpk Pelopor
1. Yth bapak ketua Tim sekaligus wakil ketua Komisi II DPR RI beserta
anggota komsi II DPR RI yang saya hormati, kegiatan PTSL yang telah
kami kerjakan sejak tahun 2017. Tentu saja dinamikanya sangat berbeda
antara kegiatan-kegiatan yang ada di setiap daerah. Karena setiap daerah
dalam penguasaan dan pemilikan tanah punya kekhasan tersendiri. Di
Kalimantan Tengah Kami laporkan kepada Bapak Ibu Anggota Dewan yang
terhormat bahwa tantangannya adalah luas wilayah Kalimantan Tengah yang
satu setengah kali pulau Jawa dengan jumlah penduduk hanya 2,6 juta ini
banyak pemilik tanah yang tidak bertempat tinggal di wilayah tanahnya
berada.
2. Tantangan lainnya adalah masyarakat yang belum terpapar informasi secara
benar terkait dengan manfaat sertifikat. Sehingga persepsinya adalah
dengan bersertifikat otomatis terdaftar dan bisa menjadi wajib pajak.
Sehingga ini bisa menjadi beban. Padahal pemerintah daerah sudah
menyiapkan berbagai insentif pajak.
3. Sekali lagi kami mengucapkan selamat datang kepada Bapak dan Ibu dari
Komisi II DPR RI di Provinsi Kalimantan Tengah. Segala kekurangan kami
mohon dimaafkan jika sejak dari mendarat sampai dengan rangkaian acara-
acara hingga saat ini ada hal-hal yang kurang berkenan sesungguhnya itu di
luar dari kekuasaan kami. Dengan hati yang sangat terbuka kami
mengharapkan dapat melaksanakan harapan dan arahan dari bapak-
ibu anggota komisi II DPR RI.
II. Sambutan Ketua Tim Panja PTSL Komisi II DPR RI, Bapak Dr. Ir. E.
Herman Khaeron, MSi
1. Terima kasih atas sambutan dan penerimaan yang sangat baik dari Kakanwil
BPN Kalteng.
2. Saya mendapat laporan bahwa Forum Komunikasi Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah- yang juga melibatkan Kepolisian, merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam menyelesaikan sengketa pertanahan. Fasilitas yang
dilaporkan oleh Pemprov Kalteng ini sangat kami apresiasi.
3. Pertemuan pada hari ini dihadiri oleh 14 Kepala kantor Pertanahan yang ada di
Provinsi Kalimantan Tengah,
4. Perlu saya sampaikan bahwa tanah yang negara miliki tentu sudah diatur. Dalam
beberapa pengaturannya telah diatur dalam konstitusi kita bahwa
i. bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
ii. Kedua, cabang-cabang produksi yang penting termasuk tanah itu harus
dikeluarkan oleh institusi negara, dan
iii. ketiga Undang-Undang Pertanahan Nomor 5 tahun 1960 telah mengatur
bahwa tanah harus menjadi milik Warga Negara Indonesia tentang
pentingnya tanah itu di beberapa negara.
Tentu pihak lain tidak boleh menguasai. Apalagi kalau tanah itu dalam sistem
pemerintahan monarki absolut seperti kerajaan-kerajaan itu. Pada sistem
monarki absolut mereka tidak membuka ruang proses demokrasinya. Tentu itu
sangat mutlak bahkan di negara-negara yang komunis tanah menjadi milik
negara. Di negara demokrasi seperti Indonesia tentu juga diatur oleh konstitusi
hakikatnya tanah itu dikuasai negara. Oleh karena itu Saya kira negara harus
hadir di dalam sistem Pertanahan Nasional Kami sedang menyusun Undang-
Undang Pertanahan yang merupakan lex specialis karena kami menganggap
Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria sebagai Lex
Generalis. Kenapa kemudian hari ini kami mengangkat tema Evaluasi Program
PTSL dan korelasinya dengan penyelesaian konflik Pertanahan, karena ini dua
aspek yang tidak dapat dipisahkan .Andaikan saja tanah Negara Republik
Indonesia ini seluruhnya sudah disertifikatkan dengan grade sertifikatnya seperti
sertifikat hak milik, sertifikat hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak
pakai. Hal ini sebetulnya Salah satu syarat untuk kita dapat menyelesaikan
konflik Pertanahan. Jadi ini sangat berkorelasi antara Pertanahan dan PTSL
5. Sehingga PTSL ditinjau dalam program strategis nasional dengan pencapaian
yang begitu tinggi targetnya. Juga pencapaiannya harus tinggi. Kalau tidak itu
bagian dari indikatornya kinerja dari masing-masing pejabat di semua tingkatan.
Semua ini semata-mata untuk menuju kepada Pertanahan yang berkeadilan dan
sesuai dengan arah tujuan konstitusi kita. Untuk dapat mencapai target 7 juta
tahun lalu, kemudian 9 juta tahun ini, serta 10 juta tahun depan bukan hal yang
mudah dan sederhana. Dorongan dan dukungan dari pemerintah daerah
biasanya itu juga yang membuat program ini menuju kepada target dan sasaran
sesuai perencanaan nya.
6. Di Panja kami menginginkan bahwa tanah di seluruh negeri ini juga memberikan
kepastian hukum. Baik kepada milik yang itu dipergunakan untuk dirinya dalam
fasilitas dirinya maupun tanah untuk hal-hal yang bersifat lainnya seperti untuk
berinvestasi dan sebagainya. Oleh karena itu kenapa juga berbagai pihak hadir
dari berbagai unsur pemerintahan dalam rangka penyelesaian persoalan
pertanahan dan PTSL sangat terkait
7. Saya mengkritisi betul terkait dengan kemampuan sumber dana dan sumber
daya terkait target PTSL yang begitu tinggi. Dorongan dan dukungan pemprov
dapat membantu mencapai target yang ditetapkan
8. Pertanyaan sudah dikirimkan secara tertulis, mohon dapat di jabarkan oleh
kepala Kanwil. Kami juga tidak ingin menutup ruang demokrasi di sini. Silakan
kalau ada hal yang ingin sampaikan baik dari seluruh Kepala kantor maupun dari
pihak lain yang hadir seperti dari kepolisian dan pemerintah daerah. Jika ingin
memberikan saran masukan dan tanggapan terkait dengan forum hari ini dan
bentuk penyelesaian konflik.
9. Kawasan hutan kita masukkan ke dalam sistem pendaftaran tanah dalam RUU
Pertanahan ini justru karena kawasan ini tidak ada yang secara jelas Siapa yang
menjadi penguasanya. Jadi, ada peluang abu-abu yang gampang dimasuki oleh
berbagai pihak yang aktivitasnya ini kalau kita memotret Indonesia itu dibedakan
atas dua kawasan pengelolaan, yaitu kawasan hutan dan kawasan non hutan.
Kawasan kehutanan itu di atur oleh UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Diatur termasuk pemanfaatannya seperti pinjam pakai. Sedangkan di luar
kawasan hutan dikelola dikelola BPN melalui UU No. 5 Tahun 1960.
10. Saya ingin memberikan satu penekanan karena ini adalah daerah
pertambangan. Anehnya itu muncul undang-undang yang mengatur sendiri
bahwa setiap kawasan tambang maka itu menjadi otoritas sistem pertambangan
yang dikelola oleh Kementerian ESDM. Status tanah pertambangan terus
kemudian begitu selesai IUP nya kemudian menjadi kawasan yang terlantar. Hal
ini terjadi karena tidak pernah jelas pertambangan untuk yang oleh undang-
undang Minerba di bawah Kementerian ESDM. Pemberian hak atas tanah untuk
pertambangan wilayah kehutanan biasanya dengan menggunakan pinjam pakai
Kawasan. Setelah jadi pimpinan Komisi 4 DPR RI, saya mengetahui bahwa
kalau sudah menjadi kawasan pinjam pakai, kawasan hutan itu rasanya bisa
dianalogikan pemerintah meminjamkan motor kembalinya knalpot. Karena
alamnya rusak. Sudah tidak ada lagi yang bisa digali dari lokasi tersebut dan
tentu pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
11. Situasi ini jauh lebih rumit dibandingkan mungkin konflik tumpang tindih
Pertanahan antara kawasan masyarakat dengan perkebunan dengan kawasan
hutan. Ke depan harus dipastikan bahwa kawasan pertambangan harus jadi
bagian dari sistem pendaftaran Pertanahan Nasional. Kita akan menerapkan
single administration system. Jadi kalau kawasan hutan terlalu lebar terlalu luas
dan sudah di kelola dengan sifatnya oke kita berikan kepada Kementerian
Kehutanan.
12. Tetapi di luar kawasan hutan harus ada penetapan dulu terhadap hak
pengelolaannya. Kalau hutan bisa dikelola di atasnya HGU Apakah bisa jadi
jelas begitu kemudian hak atas tanah di atasnya berakhir, maka hak pengelolaan
kembali pada pihak yang ditunjuk oleh pemerintah. Apakah harus peraturan
pemerintah, peraturan menteri atau peraturan presiden kepala pemerintahan dan
kepala negara, kami ingin mendapatkan masukan dan pendapat yang tegas dari
pemerintah daerah.
13. Menurut saya, Mengapa sistem administrasi Pertanahan di luar kehutanan yang
lebih Absolut menuju kepada hal-hal positif dan status yang lebih jelas. Karena
hal ini juga akan memberikan kepastian investasi 30 + 20 + 20 itu diberikan
kepada siapa, kalau begitu berakhir otomatis akan menjadi tanah negara.
14. Saat ini Kawasan hutan diklaim oleh pemerintah daerah Palangkaraya, diklaim
juga oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Akhirnya menjadi konflik
yang turun temurun dan sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah itu.
15. Kami juga ingin memastikan, jika ada Kawasan yang sudah jadi perkampungan,
di enclave saja supaya bisa dimanfaatkan jadi TORA di masa depan
16. Terkait dengan Hak Ulayat, nanti kita akan melihat tanah sepadan sungai, yang
ingin disertipikatkan menjadi tanah masyarakat adat. tidak mudah status tanah
negara menjadi hak milik. Tetapi kalau kemudian itu dijadikan hak komunal
melalui hak ulayat atau hak tanah adat ini juga sedang kami susun dalam
rancangan undang-undang untuk bisa memberikan kepastian hukum bahwa
pada tanah tanah sengketa tertentu menjadi hak komunal, maka pemerintah
daerah dapat mengusulkan sebagai hak ulayat jadi nanti pemerintah dalam
mengusulkan pemerintah pusat menyetujui dan nanti ditetapkan menjadi hak
komunal. Sertifikatnya adalah sertifikat komunal. Ini bisa kita jadikan acuan ke
depan. Rancangan Undang-Undang ini belum selesai. Masih dalam
pembahasan panjang. Sudah separuh substansi selesai tinggal kedepannya kita
akan menyelesaikan. Maka cita-cita kami supaya urusan pertanahan ini selesai
dari hulu Ke hilir institusinya terkait dengan tata ruang. Tentu ini juga terkait
dengan berbagai instrumen yang kita tinjau satu persatu dari hulu ke hilir dan ini
kita bisa selesaikan melalui Rancangan Undang-Undang ini secara umum. Saya
kira itu yang ingin kamu sampaikan, saya akan memandu rapat pada hari ini.
Terima kasih.
III. Paparan Kepala Kantor Wilayah Pertanahan BPN Kalimantan Tengah
1. Profil Kanwil BPN, seperti yang disajikan pada gambar 1, luas tanah kantor
wilayah BPN di Kalimantan Tengah adalah 12.875 M2 ini tetapi pegawainya di
sini bapak dan ibu sekalian total hanya 224 orang. Kalau aset sudah terlanjur
ada, bagaimana pemeliharaannya?
Gambar 1.Profil Kanwil BPN Kalimantan Tengah
2. Kami punya 5 aset di wilayah Palangkaraya ini. Namun biaya pemeliharaan
tidak mencukupi. Sebagai contoh, Kantor Pertanahan di Pulang Pisau hanya
300 m2, dan kondisinya rusak sedang. Informasi selengkapnya mengenai
asset dan kondisinya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Data Kondisi Aset Kanwil BPN Kalimantan Tengah
3. Sampai dengan tahun 2017 Provinsi Kalimantan Tengah luas kawasan yang
sudah terdaftar 57%, dan yang belum terdaftar 43%. Data lengkap mengenai
bidang tanah yang sudah dan belum terdaftar dapat dilihat pada gambar 3
berikut.
Gambar 3. Data Jumlah Bidang Tanah yang Sudah dan Belum Terdaftar di Kalimantan
Tengah
4. Langkah percepatan PTSL kami lakukan mulai dari pelatihan petugas operator satgas fisik, yuridis dan tata usaha BPN hingga melakukan sisoalisai di media cetak maupun elektronik, serta mobilisasi SDM seperti yang disajikan pada gambar 4. Berikut.
Gambar 4. Strategi Percepatan Pelaksanaan Program PTSL di Kalimantan Tengah
5. Sedangkan Gambar 5. menjelaskan kondisi keuangan dan realisasi fisik
PSN PTSL di Provinsi Kalimantan Tengah.
Gambar 5. Data Realisasi Fisik dan Keuangan PTSL Tahun 2017-2019 di Kalimantan
Tengah
6. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program ini, diantaranya adalah pemilik yang tidak tinggal pada lokasi bidang tanah yang dimilikinya. Informasi lengkap mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam melaksanakan Program PTSL di Kapimantan Tengah dapat dilihat pada Gambar 6. Berikut.
Gambar 6. Kendala dan Permasalahan Pelaksanaan Program PTSL di Kalimantan
Tengah
7. Adapun strategi solusi yang kami lakukan dalam menghadapi
permasalahan dan kendala tersebut, legkapnya dapat dilihat pada gambar 7. Berikut
Gambar 7. Solusi dalam Mengatasi Kendala dan Permasalahan
Pelaksanaan Program PTSL di Kalimantan Tengah
8. Keunikan dari pelaksanaan program PTSL di Kalimantan Tengah adalah
sebagian besar tanah berada di dalam Kawasan hutan. Gambar 8 dan Gambar 9
menunjukkan perubahan luasan Kawasan Hutan di provinsi ini.
Gambar 8. Perkembangan Luasan Wilayah Hutan di Kalimantan Tengah
Gambar 9. Prosentase Perkembangan Luasan Wilayah Hutan di Kalimantan Tengah
9. Luasan hutan yang berubah-ubah menyulitkan dalam program PTSL. Karena
ada tanah warga yang sudah disertipikatkan, namun beberapa tahun kemudian
dinyatakan berada dalam Kawasan hutan.
10. Adapun kemajuan pelaksanaan kegiatan Program PTSL pada tahun 2018 dan
tahun 2019, berturut-turut disajikan pada gambar 10 dan gambar 11. Berikut
Gambar 10. Data Realisasi Program PTSL tahun 2018 di Kalimantan Tengah
Gambar 11. Data Realisasi Program PTSL sampai dengan 1 Juli tahun 2019 di
Kalimantan Tengah
11. Sedangkan data SDM untuk program PTSL di Kalimantan Tengah dapat
dilihat pada gambar 12 berikut.
Gambar 12. Data Jumlah SDM Juru Ukur ASN dan Surveyor Kadaster Berlisensi
di Kalimantan Tengah
12. Adapun output dari kegiatan PTSL berupa Desa Lengkap, disajikan
sampelnya pad agambar 13 berikut.
Gambar 13. Sampel Output PTSL berupa
di Kalimantan Tengah
13. Sedangkan penanganan konflik pertanahan di Kalimantan Tengah disajikan pada
gambar 14. Berikut.
Gambar 13. Penanganan Sengketa Tanah tahun 2018-2019
di Kalimantan Tengah
IV. Pendalaman Materi
1. Bpk Herman Khaeron, FDemokrat: yang sudah terdaftar, harusnya mutlak K1, kalau K2,
K3, K4, belum dapat dinyatakan terdaftar. Namun hanya merupakan tahapan proses
pendaftaran
2. Bpk Firman S, Fraksi Partai Golkar:
a. PTSL menjadi harapan masyarakat, namun tentunya saya juga
menggarisbawahi apa yang menjadi temuan Ombusdman di beberapa daerah.
Persoalan anggaran PTSL ini, mencukupi atau tidak? Karena temuan kami di
Jateng, bahwa karena anggaran PTSL tidak memadai, maka ada SK kades
untuk melakukan pungutan pada masyarakat.
b. Terkait dengan masalah tata ruang, ssitem TORA menjadi penyelesaian
terhadap masalah dalam Kawasan hutan
c. Semua pelaku usaha jadi tersangka pada saat RTRW belum disyahkan.
d. Mohon kiranya diberikan saran penataan agar dapat berjalan dengan baik .
3. Bpk AUS Hidayat, FPKS
a. Saya ingin bertanya pada Kakan Palangkaraya, sebelum saya hadir, ada
aspirasi dari warga Palangkaraya yang sudah lama mengurus sertipikat
tanahnya, dijanjikan akan diberikan pada saat presiden ke Palangkaraya,
ternyata sampai saat ini belum dibagikan pada 73 warga ini. Pertanyaan saya,
apakah sertipikatnya hanya diberikan pada saat Jokowi berkunjung?
4. Ibu Sarwendah, FPAN
Kita bisa melihat secara komprehensif apa yang menjadi kendala itu. Atau mungkin
kendala dari SDM yang kurang
5. Bpk Hakam Naja, FPAN
Ada tanah K1, K2, K3, K4, kalau ini tidak tuntas, apakah masuk dalam anggaran
berikutnya?
Respon
1. Mengenai penyelesaian dari status K2 sampai K4, akan masuk dalam nomenklatur di
Dirjen Penyelesaian Konlfiik Agraria Pada waktu menyusun anggaran, tidak
direpresentasikan pada K1, K2, K3, K4 sehingga pelaporannya terhadap jumlah
anggaran terserap K1, K2, K3, dan K4
2. Sebagai Pihak Kepolisian, kami memproses secara hukum jika ada dasarnya. Untuk
ketentuan penarikan pajak diserahkan ke Pemda.
3. Modus operandi mafia tanah, banyak mengklaim tanah dengan membuat SKT.
4. Pemprov Kalimantan Tengah sangat mendukung program PTSL ini. Terutama saat
kami meminta data terakhir Perda lama dan perubahannya karena terbitnya surat
Menteri.
5. Di dalam UU, hak Masyarakat Adat meupakan hak komunal yang mutlak diserahkan
pengaturannya pada hukum adat.
6. Sekda Provinsi Kalteng:
a. Luas kota Palangkaraya, APLnya 18%, kami sudah memiliki Perda RTRW, tahun
2019. Di luar APL ada juga Kawasan pemukiman berada di Kawasan hutan
konversi, seluas 15 ribu Ha.
b. Kami juga sedang melaksanakan inventarisasi lahan kehutanan bekerja sama
dgn BPK
c. Untuk Kawasan ibukota Negara, kami cadangkan di Kawasan Rakumpit, sebesar
131.000 Ha.
d. Kita perlu rapat tata ruang di Kalimantan. Di Kalteng, masalahnya cukup banyak.
Terutama dalam hal harmonisasi
Temuan:
1. Panja PTSL Komisi II DPR RI menilai perubahan ketentuan luasan Kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah berpotensi menimbulkan konflik baru, baik konflik diantara Pemerintah Kota dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Vs Masyarakat Adat, serta Korporasi dengan Pemerintah maupun dengan Masyarakat.
2. Perda RTRW Provinsi Kalimantan Tengah yang menyesuaikan Kepmen Kehutanan tentang Kawasan Hutan, perlu segera didukung dengan percepatan kegiatan harmonisasi tata ruang.
3. Percepatan pembahasan RUU Pertanahan yang menegaskan mengenai Single Land Administration System menjadi salah satu solusi yang diperlukan untuk mengatasi konflik akibat penentuan Kawasan hutan dan non hutan.
Penutup Demikian Laporan Kunjungan Spesifik Komisi II DPR RI ke Kalimantan Tengah. Seluruh masukan yang disampaikan kepada Komisi II DPR RI menjadi masukan dan catatan bagi Komisi II DPR RI dan akan disampaikan kepada Kementerian dan Lembaga terkait sesuai kewenangannya, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kepada segenap pihak yang telah membantu terselenggaranya Kunjungan Spesifik ini, kami ucapkan terima kasih.
KOMISI II DPR RI