Upload
doandang
View
224
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PENGALAMAN
DENGAN
“Untuk Memenuhi
PROGRAM STUDI S
i
NGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN PADA
DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG IGD
RSUD KARANGANYAR
SKRIPSI
emenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Gregorius Christian Wibisono
NIM S1 1017
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PADA ANAK
RUANG IGD
encapai Gelar Sarjana Keperawatan”
1 KEPERAWATAN
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Gregorius Christian wibisono
NIM : S11017
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik ( sarjana ), baik di STIkes Kusuma Husada Surakarta
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan
masukan Tim Penguji.
3. Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya
dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 12 Agustus 2015
Yang membuat pernyataan,
Gregorius Christian Wibisono
NIM. S11017
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya. Pada akhirnya penulis mampu
menyelesaikan Skripi dengan judul “ Pengalaman Perawat Dalam Penanganan
Pada Anak Kejang Demam Di Ruang IGD RSUD Karanganyar ”. Penelitian ini
disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh mata ajar skripsi di
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam
penulisan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan, dan
masukan yang sangat membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
a. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
b. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns, M.Kep, selaku ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
c. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku pembimbing utama yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi.
d. Ibu Rufaida Nur Fitriana, S.Kep.,Ns, selaku pembimbing pendamping yang
telah meberikan bimbingan, masukan dan saran dalam proses penyusunan
skripsi.
e. Direktur Rumah Sakit RSUD Karanganyar yang telah bersedia memberi ijin
agar institusinya dijadikan tempat studi pendahulan.
v
f. Perawat IGD yang telah membantu peneliti dan bersedia menjadi informan
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti sehingga
terselesaikannya penelitian ini dengan baik.
g. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
h. Ayah Alm. Inf Suharno dan Ibu Anastasia Kristanti tercinta, terima kasih atas
do’a dan dukungan yang senantiasa engkau berikan untuk keberhasilanku,
serta segala kesabaranmu dalam mendidik dan membesarkanku selama ini,
aku sadar tugas itu sangatlah berat bagimu, tapi dengan segala rasa kasih
sayang dan kesabaranmu, engkau mengantarkanku pada kelulusan ini.
i. Semua keluarga besar saya, Kekasih saya Ambarwati dan adikku tersayang
Agatha Christin Apriyani, S.Farm yang selalu mendukung saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
j. Sahabat – sahabatku Nandung, Didik, Ahmat Mujiono, Dwi Pras, Syahrul,
Doni Rudianto, dan Febrian Dwi Cahyo serta teman seperjuangan yang telah
banyak memberikan bantuan, dorongan dan semangat kepadaku.
k. Teman – teman Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Angkatan 2011 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku.
l. Semua pihak, yang tenpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat disebutkan
per satu.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal ibadah yang akan
mandapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis bersyukur pada Tuhan
vi
YME semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Surakarta, 12 Agustus 2015
Penulis
(Gregorius Christian Wibisono)
NIM. S11017
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN............................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
a. Rumusan Masalah ................................................................. 4
b. Tujuan Penelitian ................................................................... 4
c. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tinjauan Teori ....................................................................... 7
i. Pengalaman .............................................................. 7
ii. Pengetahuan ................................................................ 8
1. Pengertian Pengetahuan ....................................... 8
2. Tingkat Pengetahuan ........................................... 8
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ........... 11
iii. Perawat ....................................................................... 13
i. Pengertian Perawat .............................................. 13
ii. Pengertian Keperawatan ...................................... 13
iii. Pengertian Pengalaman ........................................ 14
iv. Kejang Demam ........................................................... 15
1. Pengertian ......................................................................... 15
2. Klasifikasi ............................................................. 15
3. Penyebab Kejang Demam..................................... 16
4. Tanda dan Gejala Kejang Demam ........................ 16
viii
5. Faktor yang Mempengaruhi Kejang Demam ...... 17
6. Dampak Kejang Demam....................................... 17
7. Penatalaksanaan primery survey dan secandary ... 18
8. Penatalaksanaan umum keperawatan ................... 19
v. Kerangka Teori........................................................... 20
vi. Fokus Penelitian ......................................................... 21
vii. Keaslian Penelitian ..................................................... 22
BAB III METODOLOGI
1. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................. 23
2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 23
3.2.1 Tempat ......................................................................... 23
3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................... 23
3. Populasi dan Sampel ........................................................... 24
4. Instrumen dan Pengumpulan Data.......................................... 25
3.4.1 Instrumen Inti .............................................................. 25
3.4.2 Instrumen Penunjang ................................................... 25
3.4.3 Prosedur Pengumpulan Data ........................................ 27
5. Analisa Data ........................................................................... 29
6. Keabsahan Data ...................................................................... 31
7. Etika Penelitian ...................................................................... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian .................................................... 35
4.2 Gambaran Karakteristik Informan ........................................... 36
4.3 Hasil Penelitian ........................................................................ 38
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Perawat Melakukan Primery Survey ..................................... 50
5.2 Menjelaskan Pengetahuan Perawat Pada Anak Kejang
Demam ................................................................................... 54
5.3 Menjelaskan Penanganan Kejang Demam ............................. 57
5.4 Menjelaskan Kesulitan Perawat Dalam Melakukan
Tindakan Kegawatdaruratan ................................................... 58
ix
5.5 Menjelaskan Cara Mengatasi Kesulitan Perawat Dalam
Penanganan Kejang Demam ................................................... 59
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 61
6.2 Saran ......................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
a. Keaslian Penelitian 22
4.1 Karakteristik Informan 38
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Keterangan Halaman
2.1 Gambar Kerangka Teori 20
2.2 Gambar Fokus Penelitian 21
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1. Surat Izin Studi Pendahuluan
2. Surat Balasan Izin Pendahuluan KESBANGPOL
3. Surat Balasan Izin Pendahuluan BAPPEDA
4. Surat Balasan Izin Pendahuluan DIKLAT
5. Surat Izin Penelitian Penelitian
6. Surat Balasan Izin Penelitian KESBANGPOL
7. Surat Balasan Izin Penelitian BAPPEDA
8. Surat Balasan Izin Penelitian DIKLAT
9. Lembar Penjelas Penelitian
10. Lembar Persetujuan Partisipan
11. Pedoman Wawancara
12. Lembar Konsultasi
13. Informan 1
14. Informan 2
15. Informan 3
16. Informan 4
17. Lembar Analisa Tematik
18. Jadwal Penelitian
xiii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
2015
Gregorius Christian Wibisono
Pengalaman Perawat Dalam Penanganan Pada Anak Dengan Kejang
Demam di Ruang IGD RSUD Karanganyar
ABSTRAK
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38oC per rektal atau 37,8
oC per axila yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman
perawat dalam penanganan gawat darurat pada anak kejang demam di Ruang IGD
RSUD Karanganyar.
Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Sampel
penelitian ini berjumlah 4 partisipan perawat di IGD RSUD Karanganyar dengan
teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan dengan metode in-depth
interview menggunakan analisa colaizzi.
Hasil penelitian ini didapatkan beberapa tema 1). primery survey; a)
penanganan dengan posisi; b) upaya penanganan bantuan pernafasan bantuan
oksigenasi; c) penanganan sirkulasi; d) pemberian obat. 2) pengetahuan perawat
pada anak kejang demam; a) tanda gejala kejang demam; b) dampak lanjut kejang
demam. 3) penanganan kejang demam; a) penanganan kejang demam. 4) kesulitan
perawatdalam melakukan tindakan gawat darurat pada anak kejang demam; a)
hambatan penanganan. 5) cara mengatasi kesulitan; a) solusi tindakan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak rumah
sakit khususnya pelayanan IGD untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan
yang menyeluruh terhadap pasien kejang demam. Perawat harus meningkatkan
keterampilan dalam penanganan kejang demam.
Kata kunci : kejang demam, penanganan, anak
Daftar pustaka : 50 (2002-2014)
xiv
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Gregorius Christian Wibisono
Nurse’s Experiences in Handling the Children with Fever Seizure at the
Emergency Installation of Local General Hospital of Karanganyar
ABSTRACT
Fever Seizure is a convulsion which happens when the body temperature
is more than 38oC/rectal or 37.8
oC/axilla which is caused by extra-cranium
process. The research objective is to investigate the nurses’ experiences in
handling the children with fever seizure at the Emergency Installation of Local
General Hospital of Karanganyar.
This research used the phenomenological method. The samples of research
were consisted of 4 nurses at the Emergency Installation of Local General
Hospital of Karanganyar and were taken by using the purposive sampling
technique. The data of research were collected through in-depth interview and
analyzed by using the Colaizzi’s method.
The result of this research shows that there were five themes, namely: (1)
primary survey i.e. (a) position treatment, (b) respiratory treatment with
oxygenation assistance, (c) circulation treatment, and (d) giving medicine; (2)
nurse’s knowledge of the children with fever seizure i.e. (a) indication of fever
seizure, and (b) further effect fever seizure; (3) treatment for fever seizure i.e. (a)
treatment for fever seizure; (4) the nurses’ difficulties in giving emergency
treatment to the children with fever seizure i.e. (a) obstacle in giving treatment;
and (5) how to resolve the difficulties i.e. (a) solution.
Thus, the hospital especially the Emergency Installation to thoroughly
improve the nursing care to the children with fever seizure and the nurses should
improve their skills to handle the fever seizure.
Keywords: fever seizure, treatment, children
References: 50 (2002-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Kejang demam atau febrile convulsion merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh lebih dari 38oC per rektal atau 37,8
oC
per axila yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada anak golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun (Sadleir 2007).
Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam (Ngastiyah 2005).
Kejang demam dibagi menjadi dua jenis, yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks (Sadleir, 2007). Kejang demam
sederhana adalah kejang demam yang berlangsung kurang dari 10 menit dan
tidak berulang dalam waktu 24jam. Kejang demam komplek adalah kejang
demam yang berlangsung lebih dari 10 menit dan kejang terjadi lebih dari 2
kali dalam waktu 24 jam (Mewasingh, 2010).
Penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti. Genetik dan
lingkungan merupakan yang berkontribusi terhadap patogenesis. Keluarga
dengan riwayat kejang demam merupakan faktor resiko terjadinya kejang
demam (Sadleir 2007). Anak yang pernah mengalami kejang demam, 9% –
20% saudara kandungnya juga akan mengalami kejang demam. Hal ini
2
terjadi karena sejumlah 50% dari anak-anak yang mengalami kejang
demam tidak diketahui penyebabnya (Mewasing 2010).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2% – 4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat, sedangkan di Asia dilaporkan lebih
tinggi,yaitu 20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Sebesar
6% - 9% kejadian di Jepang, 5% - 10% di India dan 2% -5% di Amerika
Serikat dan Eropa Barat. Prevalensi tertinggi 14%, tercatat pada anak-anak
dari Guam (Paul et al, 2011). Menurut BPNA (British Paediatric
Association Neurology) kejang demam yang umumnya terjadi 3% -4% pada
anak. Usia puncak kejang demam adalah 18 bulan dan hampir 50% dari
anak-anak berusia 12- 30 bulan (Sadleir, 2007). Menurut IDAI, (2009)
mencatat kejadian kejang demam di Indonesia pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun mencapai 2% - 5%, dan pada usia 6 bulan sampai 5 tahun
anak kejang demam di Jawa Tengah 2% - 3% dari tahun 2009 (Nurwahyuni
, 2009). Angka kejadian kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar
pada tahun 2013 adalah sejumlah 61 anak yang menderita kejang demam
dan pada bulan Juli – September 2014 sebanyak 20 anak penderita kejang
demam.
Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah mencegah
atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan nafas, memberikan informasi kepada keluarga
tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya (Wong
2008). Manajemen kejang demam dilakukan dengan 4 faktor yang perlu
3
dikerjakan yaitu memberantas kejang secepat mungkin, memberikan
pengobatan penunjang, memberikan pengobatan rumat, serta mencari dan
memngobati penyebab kejang demam (Ngastiyah 2005)
Hasil penelitian yang dilakukan Herman et al (2014) tentang
hubungan pengetahuan perawat dengan penanganan kejang demam,
menunjukkan hasil ada hubungan yang kuat kearah positif antara
pengetahuan perawat tentang kejang demam dengan penanganan kejang
demam pada anak di Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) dan ruang
perawatan intensif (RPI) IRINA E RSUP PROF. DR. R. Kandao Manado.
Hasil penelitian yang dilakukan American Academic of Pediatrics
(2008) tentang kejang demam pedoman praktek klinis untuk manajemen
jangka panjang anak kejang demam sederhana, menunjukkan hasil bahwa
meskipun ada bukti kejang demam berulang, terapi antiepilepsi dengan
fenobarbital, primidone, atau asam valproik dan terapi intermiten dengan
diazepam lisan efektif dalam mengurangi risiko kekambuhan, yang
toksisitas potensial yang terkait dengan obat antiepilepsi lebih besar dari
pada risiko yang relatif kecil terkait dengan kejang demam sederhana.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 5
Desember 2014, di Ruang IGD RSUD Karanganyar dengan melakukan
wawancara dengan 5 perawat Ruang IGD RSUD Karanganyar, 2 perawat
mengatakan anak yang kejang demam diberikan penanganan dengan cara
membuka pakaian,ikat pinggang pasien serta membaringkan pasien dengan
memposisikan kepala miring kanan atau kiri, 2 perawat lainnya hanya
4
membaringkan pasien ditempat yang rata, dan 1 perawat diantaranya hanya
melakukan kompres hangat pada pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik pada kasus
pengalaman perawat dalam penanganan anak kejang demam di Ruang IGD
RSUD Karanganyar.
b. Rumusan Masalah
Kejang demam atau febrile convulsion merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh lebih dari 380C per rektal atau 37,8
0C
per axila yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Berdasarkan
wawancara pada saat melakukan studi pendahuluan didapatkan bahwa
perawat IGD RSUD Karanganyar pernah melakukan penanganan pada anak
kejang demam. Sehingga penulis mengambil penelitian bagaimana
pengalaman perawat dalam penanganan pada anak kejang demam di Ruang
IGD RSUD Karanganyar.
a. Tujuan Penelitian
i. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengalaman perawat dalam penanganan gawat darurat pada anak
kejang demam di Ruang IGD RSUD Karanganyar.
5
ii. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
1. Menjelaskan pengalaman perawat melakukan primery survey
pada anak kejang demam di ruang IGD RSUD Karanganyar.
2. Menjelaskan pengetahuan perawat pada anak kejang demam
sesuai pengalaman perawat di ruang IGD RSUD Karanganyar.
3. Menjelaskan penanganan kejang demam pada anak di ruang
IGD Karanganyar
4. Menjelaskan kesulitan perawat dalam melakukan tindakan
gawat darurat pada anak kejang demam di ruang IGD
Karanganyar.
5. Menjelaskan cara mengatasi kesulitan perawat dalam menangani
kejang demam pada anak di ruang IGD RSUD Karanganyar.
b. Manfaat Penelitian
i. Manfaat bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan
manajemen keperawatan berupa pelatihan perawat gawat darurat
untuk perawat ruang IGD RSUD Karanganyar sehingga dapat
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan benar dalam
menangani pasien kejang demam.
6
ii. Manfaat bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar acuan dalam
keperawatan anak dengan kejang demam sehingga dapat diterapkan
dalam program praktik klinik.
iii. Manfaat bagi peneliti lain
Diharapkan hasil penelitian ini lebih aplikatif, untuk penelitian
berikutnya dapat dilakukan penelitian dengan topik penanganan
kejang demam.
iv. Manfaat bagi peneliti
Menjadi pengalaman berharga bagi peneliti dalam komunikasi,
dengan perawat sehingga dapat menggali lebih dalam tentang cara
penanganan kejang demam oleh perawat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Tinjauan Teori
i. Pengalaman
Pengalaman kata dasarnya alami yang artinya mengalami,
melakoni, menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi,
menanggung, mendapat, menyelami, mengenyam, menikmati dan
merasakan (Endarmoko, 2006).
Pengalaman adalah peristiwa yang benar-benar pernah dialami.
Pengungkapan pengalaman secara narasi berarti mengemukakan atau
memaparkan suatu peristiwa atau pengalaman yang pernah dialami
berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa. Mengungkapkan
pengalaman bisa dilakukan baik secara tertulis maupun lesan, jadi
membuat narasi pun dapat dilakukan secara lisan pula, contohnya adalah
tradisi sastra lisan yang disampaikan dari mulut ke telinga. Penyampaian
narasi secara lisan biasanya untuk menyampaikan cerita yang berupa
mitos, legenda dan dongeng (KBBI, 2005).
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasai, ditanggung) ( KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan
juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan
menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan
tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Syah, 2003).
8
Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sehari – harinya. Pengalaman juga sangat berharga
bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa
saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia.
Pengalaman perawat dalam penanganan pada anak kejang demam.
Sehingga perawat dapat mempunyai pengalaman memberikan primery
survey pada anak kejang demam
ii. Perawat
1. Pengertian perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat
adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan,
tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan
keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Perawat
adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomiyang
didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi
profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan
pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat
untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya.
Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung
elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan
perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo, 2007)
9
2. Pengertian keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional
berupapemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu
yang sehat maupun sakit yang mengalamí gangguan fisik, psikis, dan
sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk
pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan
yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan
rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu
(Nursalam, 2008). Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
bio – psiko – sosial spriritual yang komprehensif, ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. (Kusnanto, 2003)
3. Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasai, ditanggung). Pengalaman dapat diartikan juga
sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan
menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu
dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi
(KBBI,2005). Pengalaman merupakan suatu sumber pengetahuan atau
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
10
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
yang lalu. Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal
biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam
proses pengembangan misalnya sering mengikuti organisasi
(Notoatmodjo, 2007).
iii. Kejang Demam
A. Pengertian
Kejang demam adalah atau febrile convulsion merupakan
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh lebih dari
38oC per rektal atau 37,8
oC per axila yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis
yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada anak
golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun (Sadleir 2007). Hampir 3%
dari anak penderita kejang demam yang berumur dibawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam (Ngastiyah 2005).
Setiap anak memiliki ambang kejang demam yang berbeda-
beda. Anak pada ambang kejang rendah, terjadi pada suhu 380C,
sedangkan pada anak yang memiliki ambang yang tinggi, kejang
baru tercapai pada suhu 400C atau lebih. Kejang demam sering
terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah
(Sodikin 2012).
11
B. Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua jenis, yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam
sederhana adalah kejang demam yang berlangsung kurang dari 10
menit dan tidak berulang dalam waktu 24jam. Kejang demam
komplek adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 10
menit dan kejang terjadi lebih dari 2 kali dalam waktu 24 jam
(Sadleir, 2007; Mewasingh, 2010).
C. Penyebab kejang demam
Penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti dan
dianggap multifaktorial, genetik dan lingkungan merupakan yang
berkontribusi terhadap patogenesis (Sadleir 2007). Keluarga
dengan riwayat kejang demam merupakan faktor resiko terjadinya
kejang demam, kejang demam sederhana maupun komplek yang
disebabkan oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius
bagian atas dan otitis media akut (Ngastiyah 2005).
D. Tanda dan gejala kejang demam
Tanda gejala kejang demam yaitu bola mata naik keatas,
demam tinggi lebih dari 38oC, kesulitan bernafas, tubuh bergetar
khususnya lengan tangan dan tungkai kaki, tidak bisa mengontrol
buang air besar dan buang air kecil (Saubers 2011). Kejang demam
sederhana yaitu usia dibawah 5 tahun, anak tidak sadar, lendir
keluar dari mulut, pasca kejang demam anak tampak diam,
12
mengantuk, tertidur yang berlangsung beberapa detik atau menit
kemudian pulih seperti biasa, tidak ditemukan kelainan fungsi saraf
sebelum maupun sesudah kejang, kejang tidak berulang dalam 24
jam, kejang tidak berulang lebih dari 4 kali dalam setahun. Kejang
demam kompleks yaitu kejang tidak umum tetapi hanya mengenai
sebagian tubuh misalnya bagian tangan saja, kejang berlangsung
lebih dari 15 menit, kejang berulang dalam 24 jam dan kejang
berulang lebih 4 kali dalam setahun (Ngastiyah, 2005).
E. Faktor yang mempengaruhi kejang demam
Seorang anak yang memiliki resiko kejang demam
dipengaruhi beberapa faktor, faktor resiko demam dengan kejadian
kejang demam, faktor resiko karakteristik usia dengan kejadian
kejang demam, faktor resiko riwayat keluarga dengan kejadian
kejang demam, faktor resiko trauma kelainan persalinan dengan
kejadian kejang demam, dan faktor resiko berat badan lahir rendah
dengan kejadian kejang demam (Kiki Amalia, 2013). Beberapa
faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek
toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun
yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan
elektrolit (Dewanto, 2009).
13
F. Dampak kejang demam
Kejang demam sifatnya tidak berbahaya, hampir 95%
anak – anak dengan kejang demam tidak mengalami epilepsi dan
gangguan neurologi (Wong 2009). Serangan kejang demam yang
berkelanjutan dapat menyebabkan sedikit resiko seperti defisit
neurologik, epilepsi, retradasi mental atau perubahan perilaku pada
anak. Sembilan puluh persen anak – anak dengan kejang demam
tidak akan mengalami epilepsi atau retradasi mental
(Ngastiyah 2005).
G. Penatalaksanaan
5.1. Penatalaksaan primery survey (Kartikawati, 2013).
6 Airway : perawat mengkaji apakah ada muntah, pendarahan,
benda asing dalam mulut seperti lendir dan dengarkan bunyi
nafas.
7 Breathing : perawat mengkaji kemampuan bernafas, jika ada
gangguan pernafasan segera bebaskan jalan nafas (misalnya
melonggarkan pakaian, ikat pinggang, gurita dan lain
sebagainya).
8 Circulation : menilai denyut nadi, tanda - tanda syok, dan
akral.
9 Disability : mengukur nilai kesadaran dengan skala AVPU
yaitu Alert (Sadar), Voice (memberikan reaksi pada suara),
14
Pain (memberikan reaksi pada rasa sakit), Unconscious
(tidak sadar).
10 Exprosure : mengukur perubahan suhu
5.2. Penatalaksanaan secandary (Kartikawati, 2013)
1. Full set of vital signs : mengukur tekanan darah, nadi, suhu,
respiratory rate.
2. Give comport measure : memberikan rasa nyaman dengan
meletakkan anak kejang demam ditempat yang datar dan
menjauhkan dari benda – benda yang bisa membahayakan.
3. History (head to toe) : Subyektif (keluhan), alergi (alergi obat,
debu, makanan), madikasi (makanan yang terakhir dimakan),
penyakit (riwayat penyakit pasien, dan keluarga), riwayat
masuk sekarang (kejang demam).
H. Penatalaksanaan umum keperawatan
1. Baringkan pasien ditempat rata, serta bebaskan area jalan nafas
misalnya ikat pinggang, kancing pakaian, gurita dan lain
sebagainya.
2. Menjauhkan dari benda – benda yang dapat membahayakan pasien.
3. Menghisap lendir dengan suction secara teratur.
4. Jika anak kejang demam mengalami sesak nafas berikan oksigen
sesuai kebutuhan.
15
5. Jika kejang demam masih berlanjut berikan obat diazepam jika
telah terpasang infus melalui intra vena, jika tidak terpasang infus
melalui intra muscular, atau rektal.
16
iv. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber ( Kartikawati, 2013 )
Penyebab kejang demam
a. Lingkungan
b. Multifaktoral
c. Genetik
d. infeksi respiratorius bagian
atas
Tanda gejala kejang demam
1. bola mata naik keatas,
2. demam tinggi lebih dari
38oC
3. kesulitan bernafas
4. tubuh bergetar khususnya
lengan tangan dan tungkai
kaki
5. tidak bisa mengontrol
buang air besar dan buang
air kecil
Pengetahuan Tentang
Kejang Demam
Pengalaman Perawat
Penatalaksanaan primery survey
6 Airway : perawat mengkaji apakah ada
muntah, pendarahan, benda asing dalam
mulut seperti lendir dan dengarkan bunyi
nafas.
7 Breathing : perawat mengkaji kemampuan
bernafas, jika ada gangguan pernafasan
segera bebaskan jalan nafas (misalnya
melonggarkan pakaian, ikat pinggang, gurita
dan lain sebagainya).
8 Circulation : menilai denyut nadi, tanda -
tanda syok, dan akral.
9 Disability : mengukur nilai kesadaran
dengan skala AVPU yaitu Alert (Sadar),
Voice (memberikan reaksi pada suara), Pain
(memberikan reaksi pada rasa sakit),
Unconscious (tidak sadar).
10 Exprosure : mengukur perubahan suhu
Akibat
a. Epilepsi
b. Kematian
Penatalaksanaan secondary
a. Full set of vital signs :
mengukur tekanan darah, nadi,
suhu, respiratory rate
b. Give comport measure :
memberikan rasa nyaman
dengan meletakkan anak kejang
demam ditempat yang datar dan
menjauhkan dari benda – benda
yang bisa membahayakan.
c. History (head to toe) : Subyektif
(keluhan), alergi (alergi obat,
debu, makanan), medikasi
(makanan yang terakhir
dimakan), penyakit (riwayat
penyakit pasien, dan keluarga),
riwayat masuk sekarang
(kejang demam).
17
v. Fokus Penelitian
Gambar 2.2 Fokus Penelitian
Kesulitan perawat
Pengalaman Perawat Pertolongan pertama
kejang demam
Cara Mengatasi
kesulitan
Penyebab
Kejang demam
18
vi. Keaslian penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama
Peneliti Judul Metode Hasil
1. Herman
Rama
Putra,
Mulyadi,
Amatus
Yudi
Ismanto
2014
Hubungan
pengetahuan perawat
tentang kejang
demam penanganan
kejang demam pada
anak di instalasi
rawat darurat anak
(IRDA) dan ruang
perawatan intensif
(RPI) irina e RSUP
Prof.DR.R.D.
Kandou Manado.
Desain penelitian yang
digunakan adalah
restrospektif dimana
peneliti telah meneliti
kembali pengetahuan
perawat tentang kejang
demam yang telah
mereka dapatkan dan
penanganan perawat
pada pasien anak
dengan kejang demam,
metode pengambilan
sampel menggunakan
teknik purposive
sampling.
Hubungan pengetahuan
perawat dengan kejang demam
tersebut bermakna secara
statistik yakni sebagian besar
perawat yang memiliki
pengetahuan baik pula
penanganan kejang demam
yang dilakukan, menggunaka
uji statistik spearman di
dapatkan nilai p = 0,002 < α =
0,05 dengan nilai koefisien
korelasi 0.513.
2. American
Academy
of
Pediatrics
(2008)
Febrile Seizures:
Clinical Practice
Guideline for the
Long-term
Management of the
Child With Simple
Febrile Seizures
Desain penelitian yang
dilakukan dengan
kuantitatif, restrospektif
Subkomite telah menetapkan
bahwa kejang demam
sederhana adalah kejang yang
sederhana dan sering terjadi
pada anak antara usia 6 dan 60
bulan.
3. Kiki
Amalia,
Fatimah,
Hj.Martini
Bennu
(2013)
Faktor Risiko
Kejadian Kejang
Demam Pada Anak
Balita Diruang
Perawatan Anak
Rumah Sakit Umum
Daerah Daya Kota
Makasar
Desain penelitian yang
digunakan dengan
penelitian
observasional dengan
rangcangan kontrol
(Case Kontrol )
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 74 pasien yang
terdiri dari 37 anak yang
menderita kejang demam
sebagai kelompok kasus dan
37 anak yang
mengalami demam tanpa
disertai kejang
sebagai kelompok kontrol.
Hasil
menunjukkan bahwa rata-rata
bangkitan
kejang demam terjadi pada
suhu > 37,80C
sebanyak 36 anak (97,3%)
dengan Odds
Rasio 42,3 kali dengan
demikian bahwa
demam merupakan faktor
risiko kejadian
kejang demam pada balita.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang pada
umumnya menjelaskan dan memberikan pemahaman dan interpretasi
tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu) dalam
berbagai bentuk (Afiyanti, 2014). Fenomenologi merupakan pendekatan
yang dipakai oleh peneliti. Polit & Beck (2006), menyatakan bahwa studi
fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang essensial terkait dengan
pengalaman alamiah manusia sepanjang hidupnya dan memberikan
gambaran suatu fenomena yang diteliti melalui hasil daya titik yang
mendalam dari peneliti, diperoleh dari data - data hasil wawancara, tulisan
serta pengamatan suatu fenomena yang diteliti.
Pendekatan fenomenologi dinilai dapat menjelaskan fokus
permasalahan dan realitas yang diteliti secara jelas dan lengkap karena
peneliti akan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya
terhadap orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu (Sutopo, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman perawat dalam
penanganan pada anak kejang demam di ruang IGD RSUD Karanganyar.
b. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang IGD RSUD Karanganyar
pada bulan juli 2015.
20
c. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Setiadi, 2013). Semua perawat di ruang IGD RSUD
Karanganyar.
Sampel dalam penelitian yaitu sebagaian dari keseluruhan obyek
yang diteliti dan dianggap mewaliki seluruh populasi (Setiadi, 2013).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 4 responden, peneliti
melakukan wawancara satu per satu pada partisipan hingga tercapai saturasi
yang sama benar (Afiyanti, 2014). Teknik pengambilan sampel dilakukan
menggunakan metode purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yaitu
sampel yang dipilih berorientasi pada tujuan penelitian individu diseleksi
atau dipilih secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan
fenomena yang diteliti sampel ini menetapkan terlebih dahulu kriteria –
kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
a. Perawat Ruang IGD RSUD Karanganyar yang telah mengikuti
pelatihan gawat darurat.
b. Perawat yang bersedia menjadi partisipan.
c. Perawat yang memiliki pengalaman dalam penanganan kejang demam.
d. Sebanyak 4 perawat yang dipakai menjadi sampel penelitian.
21
d. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
i. Instrumen inti
Dalam penelitian, yang menjadi instrumen inti atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen juga
harus divalidasi seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian
dalam melakukan wawancara. Validasi terhadap peneliti sebagai
instrumen meliputi validasi tentang pemahaman wawancara,
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti
untuk memasuki objek penelitian, yang melakukan validasi adalah
peneliti itu sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman
terhadap menggali pengalaman melalui wawancara, dengan berusaha
responsive dan luwes dalam berkomunikasi. Ketrampilan wawancara
kemudian terus diperbaiki seiring dengan seringnya melakukan
wawancara pada partisipan berikutnya ( Sugiyono 2009 ).
ii. Intrumen penunjang
a. Data demografi atau biodata
Data ini digunakan sebagai data primer yang meliputi
kode, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, agama,
pengalaman kerja di RSUD, pengalaman memberikan
pertolongan pertama, pelatihan yang diikuti.
b. Alat perekam
Alat perekam digunakan untuk mendapatkan data primer
menggunakan alat perekam atau smartphone yang dilengkapi
22
program voice recorder yang mempermudah peneliti membuat
transkip wawancara. Program tersebut telah dilakukan uji coba
sebelumnya dan mampu merekam suara 60 menit. Hasil
rekaman dapat disimpan dalam bentuk file MP3. Alat perekam
diisi daya penuh sebelum di gunakan dan menggunakan flight
mode on agar tidak terganggu pada saat proses wawancara.
c. Alat tulis
Alat tulis digunakan untuk mendapatkan data sekunder
dalam penelitian misalnya data statistic menggunakan buku
tulis, note book, bolpoin.
d. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara terstruktur yang terdiri dari 11
pertanyaan mengenai pengalaman perawat dalam penanganan
pada anak kejang demam sehingga memudahkan peneliti dalam
melakukan wawancara dengan partisipan.
e. Kamera
Mendokumentasikan dalam pengambilan gambar
menggunakan kamera pada saat wawancara dilakukan peneliti
pada partisipan sebagai bukti nyata dalam pengumpulan data
( Sugiyono, 2009)
f. Peneliti juga melakukan pencatatan sebagai media observasi non
verbal saat pengumpulan data dengan menggunakan lembar
catatan lapangan dan lembar observasi.
23
iii. Prosedur pengumpulan data
Data merupakan faktor penting dalam penelitian, untuk itu
diperlukan teknik tertentu dalam pengumpulan data.
a. Fase pra interaksi
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan
ujian proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data
dilapangan. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data yang
dikeluarkan oleh Program Studi S1 Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta kepada Direktur Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik. Pengurusan surat ijin kebagian Dinas Kesehatan
Karanganyar untuk mendapatkan ijin penelitian dilakukan pada
tanggal 3 Desember 2014 selama 2 minggu ijin yang diberikan
oleh Kesbangpol selanjutnya dipergunakan peneliti sebagai entery
point pengambilan data melalui pengalaman perawat di ruang
IGD RSUD Karanganyar.
Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi kemudian
diberikan penjelasan dan memberikan inform consent untuk
menjadi responden penelitian terkait.
b. Fase pelaksanaan
a. Pra Wawancara
Peneliti melakukan orientasi di rumah sakit RSUD
Karanganyar selanjutnya melakukan kontrak waktu dengan
responden yang terdiri dari memberitahukan pedoman
24
wawancara dan melakukan percobaan wawancara selama 30
menit sampai 60 menit (Kvale, 2011).
b. Wawancara mendalam
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai
narasumber atau informan. Informasi dari sumber data ini
dikumpulkan dengan teknik wawancara, dalam penelitian
kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk yang disebut
wawancara mendalam (in-depth interviewing) yaitu
wawancara yang dilakukan untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka di mana informan yang diwawancara
diminta pendapat dan ide-idenya, peneliti mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2009). Pedoman
wawancara mendalam dengan setiap partisipan pengalaman
perawat dengan 11 pertanyaan selama 30 menit sampai 60
menit di RSUD Karanganyar. Wawancara akan dihentikan
oleh peneliti ketika semua jawaban dari partisipan dianggap
saturasinya benar sama atau jenuh dengan cara
mempertanyakan kembali hasil wawancara yang didapat
kepada partisipan dan mengkonsulkan pada dosen pembimbing
(Sutopo, 2006).
25
c. Dokumen
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
dengan mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data.
Dokumen tertulis merupakan sumber data yang memiliki
posisi penting dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2006).
Sumber data dan dokumen pada penelitian ini diperoleh dari
buku dan jurnal yang membahas peran perawat dan penyakit
kejang demam pada anak. Data dari sumber rekam medis yaitu
: nama pasien, umur, alamat, status kesehatan pasien,
penyebab, suhu, diagnosa, nomer rekam medis tersebut
kemudian dianalisis sehingga dapat memperkuat hasil
penelitian peneliti.
d. Fase terminasi
Tahap terakhir dalam pengumpulan data dilakukan
terminasi dengan melakukan validasi terhadap data yang
ditemukan kepada partisipan. Setelah semua data divalidasi
dan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh partisipan, maka
dilakukan terminasi dengan pemberian reward sebagai ucapan
terima kasih karena telah bersedia berpartisipasi dalam
penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah
selesai.
26
e. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode
fenomenologis deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Back 2006),
metode Colaizzi dinilai efektif digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan
dengan metode Colaizzi fenomena – fenomena dapat terungkap dengan jelas
sesuai dengan makna – makna yang didapat. Adapun langkah – langkah
analisa data adalah sebagai berikut :
1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman perawat sebagai
partisipan yang diteliti yaitu pertolongan pertama dalam penanganan
pada anak kejang demam.
2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena yang pernah terjadi pada
partisipan berupa pengalaman perawat dalam penanganan pada anak
kejang demam.
3. Peneliti membaca semua protocol atau transkrip untuk mendapatkan
perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi
pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara
berulang – ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan –
pernyataan.
4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan kedalam tema.
1. Merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan protokol asli untuk
memvalidasi.
27
2. Memperhatikan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok
yang lain dan menghindari perbedaan diantara kelompok tema
tersebut.
3. Peneliti menginteprestasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari
fenomena yang diteliti.
4. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai
pernyataan tegas dan didentifikasi kembali.
5. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir / verifikasi
tema – tema dan peneliti tidak mendapatkan data tambahan baru selama
verifikasi.
f. Keabsahan Data
Tahapan penelitian peneliti mempersiapkan lembar persetujuan
menjadi responden, lembar pedoman wawancara, penelti memilih responden
sesuai dengan kriteria inklusi dan melakukan tahapan informconsen
melakukan kontrak waktu untuk melakukan wawancara mendalam setelah
peneliti mendapat informasi dari partisipan peneliti kembali untuk
menstranskip hasil penelitiannya dan melakukan penelitian sampai pada 4
partisipan dan membuat tema, sub tema dan kategori setelah itu peneliti
memvalidkan data kembali kepartisipan dan kedosen pembimbing. Menurut
(Sugiyono, 2009) keabsahan data dapat dibagi menjadi beberapa hal sebagai
berikut:
28
1. Kredibility (validitas internal)
Merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh
dengan instrumen, yakni apakah instrumen itu sungguh-sungguh
mengukur variabel yang sesungguhnya. Bila ternyata instrumen tidak
mengukur apa yang seharusnya diukur maka data yang diperoleh tidak
sesuai dengan kebenaran, sehingga hasil penelitiannya juga tidak dapat
dipercaya, atau dengan kata lain tidak memenuhi syarat validitas.
2. Transferability (validitas eksternal)
Berkenaan dengan masalah generalisasi, yakni sampai
dimanakah generalisasi yang dirumuskan juga berlaku bagi kasus-kasus
lain diluar penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak dapat
menjamin keberlakuan hasil penelitian pada subyek lain. Hal ini
disebabkan karena penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk
menggeneralisir, karena dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan
sampling acak, atau senantiasa bersifat purposive sampling.
3. Dependebility (dependabilitas)
Merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila
dilakukan ulang terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang
29
sama. Untuk dapat mencapai tingkat reliabilitas dalam penelitian ini,
maka dilakukan dengan tekhnik ulang atau check recheck.
4. Confirmability (konfirmabilitas)
Peneliti harus berusaha sedapat mungkin memperkecil faktor
subyektifitas. Penelitian akan dikatakan obyektif bila dibenarkan atau di
”confirm” oleh peneliti lain. Maka obyektifitas diidentikkan dengan
istilah ”confirmability”.
g. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatau sistem nilai normal yang harus
dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan
responden, meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari adanya
eksploitasi keuntungan dari peneliti tersebut, dan resiko yang didapatkan
(Polit & Hugler 2006).
Etika dalam penelitian ini antara lain :
1. Meminta ijin kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar sekaligus memberikan penjelasan maksud dan tujuan
penelitian.
2. Menempatkan partisipan bukan sebagai objek melainkan sama
derajatnya dengan peneliti.
3. Menghargai, menghormati dan patuh terhadap semua norma, peraturan
dan nilai dari partisipan.
30
4. Memegang segala rahasia terhadap informasi yang diberikan
partisipan.
5. Informasi tentang partisipan tidak dipublikasikan jika partisipan tidak
menghendaki, termasuk nama partisipan tidak akan dicantumkan dalam
penelitian.
Peneliti meyakini bahwa partisipan harus dilindungi dengan memperhatikan
aspek – aspek : Self Determiation, Privacy, Anonymity, informed Consent,
Protection of Discomfod (Polit & Hungler 2006).
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden
dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Tujuannya
agar responden mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak
yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden setuju, maka
diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Namun peneliti
harus tetap menghormati hak responden bila tidak bersedia.
2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama
responden pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang hanya
dimengerti oleh peneliti.
3. Self Determiation
Partisipan diberikan kebebasan untuk menentukan apakah
bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela.
31
Peneliti memberikan penjelasan kepada partisipan mengenai tujuan dan
manfaat terhadap penelitian yang dilakukan.
4. Privacy
Selama dan sesudah penelitian privacy responden dijaga dengan
benar, semua partisipan diperlakukan sama, peneliti akan menjaga
kerahasiaan partisipan atas informasi yang diberikan dan hanya
digunakan dalam penelitian dan tidak dipublikasikan tanpa seijin
partisipan.
5. Protection of Discomfort
Selama pengambilan data penelitian, peneliti memberi
kenyamanan pada semua partisipan dengan mengambil tempat
wawancara sesuai dengan keinginan partisipan. Sehingga parisipan
dapat leluasa dalam mengungkapkan tanpa ada pengaruh lingkungan
dalam msalah yang dialami. Penelitian ini menggunakan teknik in-
depth interview dan pada pelaksanaannya peneliti menjalin hubungan
saling percaya kepada semua partisipan dengan menggunakan
komunikasi terapeutik yang diterapkan dalam suasana yang santai dan
rileks.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang pengalaman
perawat dalam penanganan pada anak dengan kejang demam di Ruang IGD
RSUD Karang Anyar kemudian akan dibahas berdasarkan literatur. Hasil
penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama menjelaskan
karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian secara singkat, bagian yang
kedua menguraikan hasil tematik tentang pengalaman perawat.
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah sakit ini pada hakekatnya berawal dari sebuah Rumah Bersalin
(RB) bernama RB “Kartini” yang didirikan pada tanggal 21 April 1960. Pada
tanggal 6 juni 1965 RB pindah di Rumah Sakit yang telah dibangun, Rumah
Sakit ini bernama Rumah Sakit Bersalin Kartini. Seiring berjalannya waktu
peningkatan kebutuhan masyarakat akan kuantitas dan kualitas pelayanan
menyebabkan Pemerintah Daerah Karanganyar merencanakan pemindahan
RSUD ke lokasi yang lebih luas, maka pada tanggal 11 Maret 1995 RSUD
pindah di jalan Yos Sudarso, Jengglong, Bejen, Karanganyar.
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar memenuhi syarat menjadi
RSUD kelas C berdasarkan analisis organisasi, fasilitas dan kemampuan, dan
dikukuhkan dengan keputusan Menkes Republik Indonesia Nomor 009-
1/1993, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Karanganyar,
33
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSU Karanganyar. Sejak
tanggal 2 Maret 2009 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar
diteteapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan status
BLUD penuh.
Ruang Instalasi Gawat Darurat yang ada di RSUD Karanganyar
mempunyai Jumlah perawat yaitu sebanyak 18 Perawat yang bekerja di ruang
IGD tersebut, IGD tersebut terdapat 8 ruangan, 4 ruangan tindakan
berdasarkan triage, 1 ruangan isolasi, 1 ruangan administrasi, 1 ruangan
perawat dan 1 kamar mandi pasien.
4.2 Gambaran Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini yaitu perawat di ruang IGD RSUD
Karanganyar. Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Maret, 18 Maret, 21
Maret dan 23 maret 2015. Peneliti mengambil 4 partisipan 2 perawat laki-laki
dan 2 perawat perempuan dan berkisar antara umur 35-45 tahun dan masing-
masing telah mempunyai pengalaman dalam bekerja dan setiap tahunnya
perawat di IGD mengikuti kegiatan yang berupa seminar untuk pembaharuan
ilmu - ilmu baru tentang Kegawat Daruratan IGD.
34
4.2.1 Partisipan 1
Ny. T berjenis kelamin perempuan dan berumur 35 tahun,
pendidikan terakhir Ny. T yaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Ny. T
sudah selama 5 tahun bekerja di ruang IGD. Ny.T sudah menjadi pegawai
tetap di IGD RSUD Karanganyar. Ny. T sudah pernah mengikuti pelatihan
Kegawatdaruratan. Ny. T sudah pernah melakukan penanganan pada anak
kejang demam terakhir pada tanggal 10 Juli 2015.
4.2.2 Partisipan 2
Ny. D berjenis kelamin perempuan dan berumur 37 tahun,
pendidikan terakhir Ny. D yaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Ny. D
sudah 14 tahun bekerja di ruang IGD. Ny. D sudah menjadi pegawai teteap
di IGD RSUD Karanganyar. Ny. D sudah pernah mengikuti pelatihan
Kegawatdaruratan. Ny. D sudah pernah melakukan penanganan pada anak
kejang demam terakhir pada tanggal 15 Juli 2015.
4.2.3 Partisipan 3
Tn.A berjenis kelamin laki – laki dan berumur 45 tahun,
pendidikan terakhir Tn. A yaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Tn. A
sudah 17 tahun bekerja di ruang IGD. Tn. A sudah menjadi pegawai tetap
di IGD RSUD Karanganyar. Tn. A sudah pernah mengikuti pelatihan
Kegawatdaruratan. Tn. A sudah pernah melakukan penanganan pada anak
kejang demam terakhir pada tanggal 18 Juli 2015.
35
4.2.3 Partisipan 4
Tn.R berjenis kelamin laki – laki dan berumur 40 tahun,
pendidikan terakhir Tn. R yaitu S1 Keperawatan. Pengalaman kerja Tn. R
sudah 15 tahun bekerja di ruang IGD. Tn. A sudah menjadi pegawai tetap
di IGD RSUD Karanganyar. Tn. A sudah pernah mengikuti pelatihan
Kegawatdaruratan. Tn. R sudah pernah melakukan penanganan pada anak
kejang demam terakhir pada tanggal 20 Juli 2015.
Tabel 4.1
Karakteristik Informan di Ruang IGD RSUD Karanganyar
No. Nomor
Kode
Pendidikan
Terakhir
Nama
Partisipan
Usia
Partisipan
Sertifikat
Pelatihan
Masa
Kerja
1. Partisipan
1
S1
keperawatan
NY.T 35 tahun PPGD 5 tahun
2. Partisipan
2
S1
keperawatan
NY.D 37 tahun PPGD 14 tahun
3. Partisipan
3
S1
keperawatan
Tn.A 45 tahun PPGD 17 tahun
4. Partisipan
4
S1
keperawatan
Tn.R 40 tahun PPGD 15 tahun
Tabel 4.1 menjelaskan tentang karakteristik Partisipan dalam penelitian ini
yaitu perawat yang memiliki sertifikat PPGD di Ruang IGD RSUD Karanganyar.
Partisipan berjumlah 4 orang. Karakteristik Partisipan terdiri atas nomor, kode
Partisipan, pendidikan terakhir, nama, usia, sertifikat, masa kerja.
4.3 Hasil Penelitian
Hasil wawancara dengan 4 partisipan didapatkan 9 tema yaitu 1)
Penanganan posisi 2) Upaya penanganan gangguan pernafasan 3)
36
Penanganan sirkulasi 4) Pemberian obat 5) Tanda gejala kejang demam 6)
Dampak lanjut kejang demam 7) Penanganan kejang demam 8) Hambatan
penanganan kejang demam 9) Solusi tindakan.
Tema tersebut disusun dari kata kunci dan kategori pendukung.
Berikut ini hasil dari peneliti
4.3.1 Pengalaman : primery survey.
Tema – tema yang dihasilkan dari pengalaman: 1) penanganan
dengan posisi, 2) upaya penanganan gangguan pernafasan, 3) penanganan
sirkulasi, 4) pemberian obat. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap
kategori - kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan.
Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:
1. Penanganan dengan posisi
Penanganan dalam kejang demam merupakan tindakan yang harus
dilakukan, salah satunya penanganan posisi pada pasien kejang demam.
Penanganan dengan posisi meliputi : 1) pemberian posisi ekstensi, 2)
pemberian posisi supinasi.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian posisi ekstensi :
“...memposisikan anak dengan dibaringkan dengan posisi
ekstensi.. (P1)”
“... anak dibaringkan dengan posisi ekstensi...(P4)”
Partisipan 1 dan 4 mengungkapkan bahwa penanganan dengan posisi
diberikan posisi ekstensi dalam tindakan yang harus dilakukan.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian posisi supinasi :
37
“...posisi datar tidak harus ditinggikan tidak harus direndahkan...
(P3)”
Berbeda dengan partisipan 3 yang mengungkapkan pemberian posisi itu
diberikan posisi datar.
2. Upaya penanganan gangguan pernafasan
Gangguan pernafasan meliputi : 1) bantuan pemberian tindakan
pernafasan, 2) pemberian oksigen.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian bantuan pemberian
tindakan pernafasan :
“... kita kasih pemasangan dengan tongspatel... kita baru suction...
(P1)”
“... anak kejang demam itu kan keluar lendirnya ya kita suction
tapi kita pasang tongspatel dulu biar mudah mensuction...(P4)”
Partisipan 1 dan 4 mengungkapkan bahwa pemberian bantuan pernafasan
diberikan dengan pemasangan tongspatel untuk melakukan tindakan
sucsion.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian pemberian
oksigenasi :
“... penanganan pertama pada pasien anak kejang demam...
kemudian kita kasih oksigen...(P1)”
“... kita berikan bantuan nafas dulu dengan... oksigen kemudian
setelah itu kita tangani kejangnya... (P2)”
“... penanganan utama itu oksigenasinya yang utama.. (P3)”
“... kemudian kita kasih oksigen...(P4)”
38
Keempat partisipan mengungkapkan upaya penanganan gangguan
pernafasan dapat dilakukan dengan pemberian oksigen.
3. Penanganan sirkulasi
Penanganan sirkulasi merupakan tindakan yang harus dipenuhi
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Penanganan sirkulasi meliputi : 1)
pemberian infus, 2) pemeriksaan tanda vital.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian cairan infus :
“... mungkin cairan harus masuk... (P2)”
“… kalau kebutuhan cairan kurang ya kita infus...(P3)”
“... jika terjadi adanya tanda – tanda syok ya kita pasang infus
terus digrojok...(P4)”
Partisipan 2, 3 dan 4 mengungkapkan bahwa penanganan sirkulasi
diberikan dengan memberikan cairan infus.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemeriksaan tanda vital :
“… kita kan melihat pasien otomatis mengukur pernafasan,
nadinya…(P2)”
Berbeda dengan partisipan 2 yang mengungkapkan bahwa penanganan
sirkulasi diberikan dengan tindakan mengukur tanda – tanda vital.
4. Pemberian obat
Pemberian obat merupakan penanganan kolaborasi dengan dokter
sebagai terapi. Pemberian obat meliputi : pemberian terapi penurun kejang.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian terapi penurun
kejang :
39
“… kita tangani kejangnya itu dengan stesolit...(P2)”
“...ya kita kasih obat stesolit...(P4)”
“… kalau injeksinya membutuhkan waktu lama kita ambil yang
cepetnya kita kasih diazepam rectal sesuai dengan umur… (P2)”
“ hilangin kejang itu bisa dikasih diazepam yang dari dubur…
(P3)”
Partisipan 2 dan 4 mengungkapkan bahwa pemberian terapi penurun
kejang demam dapat diberikan obat stesolit.
Berbeda dengan partisipan 2 dan 3 yang mengungkapkan bahwa
pemberian terapi penurun kejang demam dapat diberikan dengan terapi
diazepam.
4.3.2 Pengetahuan perawat
Tema – tema yang dihasilkan dari pengetahuan : 1) tanda gejala
kejang demam, 2) dampak kejang demam. Tema ini didapatkan dari
analisa terhadap kategori - kategori yang didapat dari ungkapan
keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa tema
tersebut:
1. Tanda gejala kejang demam
Tanda gejala kejang demam merupakan tanda gejala yang terjadi
pada pasien kejang demam. Tanda gejala kejang demam meliputi : 1)
peningkatan suhu, 2) kekurangan cairan, 3) kekakuan otot.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai peningkatan suhu :
40
“... kalau anak kejang demam itu mungkin suhunya terlalu
tinggi...(P1)”
“... kebetulan kalau kejang demam tapi kan namanya saja kejang
demam otomatis kan anaknya panas.. itu karena demam murni...
(P2)”
“…kalau sampai kejang dari panas tubuh itu biasanya panas
tubuh yang tidak segera diturun kan…(P3)”
“…sesuai pengalaman anak kejang demam itu mengalami
peningkatan suhu tubuh mencapai lebih dari 380c…(P4)”
Keempat partisipan mengungkapkan bahwa tanda gejala kejang demam
dapat dilihat dari peningkatan suhu tubuh.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kekurangan cairan.
“…karena dehidrasi itu bisa mengakibatkan demam kemudian
mengakibatkan kejang… (P2)”
Berbeda dengan partisipan 2 yang mengungkapkan bahwa tanda gejala
kejang demam disebabkan dengan kekurangan cairan.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai mengenai kekakuan otot.
“…kemudian menggigil lama – lama kan terus.. anu kejang kaku –
kaku semua…(P1)”
“…anak datang ke igd kondisinya sudah kejang tidak mungkin
dari awal panas dulu enggak tapi dia sudah mengalami kejang
dari rumah maupun sekali duakali gitu…(P3)”
“…biasanya anak itu sudah kejang – kejang badannya panas
kadang bibirnya itu geget – geget… (P4)”
Partisipan 1, 3 dan 4 mengungkapkan bahwa tanda gejala kejang demam
dapat terjadi kekakuan otot.
2. Dampak lanjut kejang demam
41
Dampak merupakan kejadian dimana terjadi setelah dilakukan
penanganan.penanganan merupakan tindakan yang harus dilakukan pada
pasien kejang demam. Dampak lanjut kejang demam meliputi : 1)
penurunan kesadaran, 2) gangguan pada otak, 3) kerusakan syaraf, 4)
kematian.
Berikut ungkapan dari parisipan mengenai penurunan kesadaran.
“...biasanya anak mengalami penurunan kesadaran..(P1)”
Partisipan 1 mengungkapkan bahwa dampak lanjut kejang demam pada
anak dapat mengakibatkan penurunan kesadaran.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai gangguan pada otak.
“… kalau penanganannya terlambat ya mungkin bisa itu kan
mempengaruhi oksigen dalam otak...(P2)”
Partisipan 2 mengungkapkan bahwa dampak lanjut kejang demam pada
anak dapat mengakibatkan gangguan pada otak.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kerusakan syaraf.
“… yang agak itu dapat kerusakan pada syaraf…(P3)”
Berbeda dengan partisipan 3 mengungkapkan bahwa dampak lanjut kejang
demam pada anak bisa mengenai kerusakan pada syaraf.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kematian.
“… kalau gak segera ditangani kan bisa mengakibatkan kematian
…(P1)”
“…meninggal itu paling fatal…(P3)”
42
“…kalau yang paling fatal ya bisa mengakibatkan
kematian…(P4)”
partisipan 1, 3 dan 4 mengungkapkan bahwa dampak lanjut kejang demam
pada anak yang paling fatal dapat mengakibatkan kematian.
4.3.3 Penanganan kejang demam
Tema – tema yang dihasilkan dari pengetahuan : 1) penanganan
kejang demam. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori -
kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut
penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:
1. Penanganan kejang demam
penanganan merupakan tindakan yang harus dilakukan pada pasien
kejang demam. Penanganan meliputi : 1) tindakan berdasarkan teori, 2)
tindakan berdasarkan pengalaman, 3) pengalaman diri sendiri.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan berdasarkan teori :
“…iya termasuk teori dalam melakukan tindakan saat penanganan
kejang demam di igd..” (P1)
“…kalau disini kebanyakan iya digabung dari teori kan kita
terbatas waktu jadi iya teori… dikolaborasi biar penanganannya
itu bisa cepat tepat kan kalau di igd pasien enggak cuman itu
aja…” (P4)
Partisipan 1 dan 4 mengungkapkan bahwa tindakan penanganan kejang
demam dilakukan tindakan berdasarkan dengan teori.
43
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan berdasarkan
pengalaman
“…pengalaman tiap hari mungkin kalau belom pernah menangani
atau ppgd itu saat temennya melakukan itu bisa inspeksi atau
melihat nanti kalau ada pasien kejang otomatis semua perawat
terlibat semua…(P2)”
Berbeda dengan partisipan 2 yang mengungkapkan bahwa penanganan
kejang demam dapat dilakukan berdasarkan pengalaman.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan berdasarkan
pengalaman diri sendiri :
“…pengalaman yang didapat dari ppgd… (P4)
Berbeda dengan partisipan 4 yang mengungkapkan bahwa penanganan
kejang demam dapat dilakukan berdasarkan pengalaman diri sendiri
pelatihan ppgd.
4.3.4 Kesulitan tindakan
Tema – tema yang dihasilkan dari kesulitan tindakan : 1) hambatan
penanganan kejang demam. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap
kategori - kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan.
Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:
1. Hambatan penanganan
44
Hambatan merupakan halangan yang didapat pada saat tindakan
pada kejang demam. Hambatan meliputi : 1) tindakan suction, 2)
pemberian infus, 3) posisi, 4) respon keluarga.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan sucsion :
“... waktu itu pakai suction namun selang ukuran anak nggak
ada..(P1)”
Partisipan 1 mengungkapkan bahwa hambatan dalam penanganan kejang
demam dapat terjadi saat melakukan tindakan sucsion.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan pemberian infus :
“…pasang infusnya itu pun tidak hanya sekali saja tapi bisa
sampai berkali – kali…(P3)”
“…sama waktu memasang infus kita juga mengalami kesulitan
karena anak kejang kan bergerak terus tubuhnya..(P4)”
Partisipan 3 dan 4 mengungkapkan bahwa hambatan penanganan kejang
demam pada saat tindakan pemberian infus.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai posisi :
“…anak kejang terus menerus waktu memposisikan anak ditempat
datar…(P4)”
Berbeda dengan partisipan 4 mengungkapkan bahwa hambatan
penanganan kejang demam pada saat melakukan tindakan pemberian
posisi.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai respon keluarga :
45
“… biasanya kalau dari keluarga kan panik jadi kita tidak bisa
leluasa...(P1)”
“… kalau dari keluarga ya ada..(P3)”
“… keluarga itu biasanya kan gelisah kayak banyak tanya...(P4)”
Partisipan 1, 3 dan 4 mengungkapkan bahwa hambatan penanganan kejang
demam dapat terjadi pada respon keluarga.
4.3.5 Cara mengatasi kesulitan
Tema – tema yang dihasilkan dari cara mengatasi kesulitan : 1)
solusi tindakan. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori -
kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut
penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:
1. Solusi tindakan
Solusi merupakan pemecahan masalah pada tindakan yang
terhalang pada saat melakukan tindakan. Solusi tindakan meliputi : 1)
alat, 2) person.
Berikut ungkapan dari partisipan mengenai alat :
“… kita kasih tongspatel dlu.. biasanya kan anak geget giginya
baru kita suction (P1)”
“... ya kita pintar modifikasi tongspatelnya biar bisa digunakan...
(P1)”
“… kita usahakan harus bisa dan kita usahakan cari vena paling
besar…(P3)”
46
Partisipan 1 dan 3 mengungkapkan bahwa solusi tindakan penanganan
kejang demam mengenai alat dapat dilakukan dengan memodifikasi
tongspatel dan mencari vena yang paling besar.
Berikut ungkapan dari partisapan mengenai person :
“… satpam e suruh bantu menangani keluarganya...(P1)”
“...kita komunikasi dengan keluarga dengan menjelasan keadaan
pada anak ini jadi kita dapat melakukan tindakan enak...(P3)”
“…kita kasih informasi pada keluarga tentang sakit yang diderita
anaknya dan harap tidak mengganggu jalannya tindakan
penanganan perawat...(P4)”
Partisipan 1, 3 dan 4 mengungkapkan bahwa solusi tindakan mengenai
person dapat dilakukan dengan cara memberikan penkes pada orang tua.
47
BAB V
PEMBAHASAN
1. Perawat melakukan primery survey
5.1.1 Penanganan dengan posisi
Hasil wawancara dari partisipan 1 dan 4 mengungkapkan
penanganan kejang demam dilakukan dengan memposisikan anak dengan
ekstensi. Sedangkan hasil wawancara dari partisipan 3 mengatakan posisi
datar tidak harus ditinggikan tidak harus direndahkan. Berdasarkan
penelitian pengalaman perawat pada anak kejang demam pemberian posisi
untuk mempertahankan suplai oksigen pada anak kejang supaya tidak
berdampak fatal seperti kematian.
Airway adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji
kelancaran nafas. Kebersihan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi ventilasi pertukaran gas antara atmosfer dngan paru – paru,
jalan nafas sering kali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan
tulang akibat fraktur wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah
dibelakang (Nur, 2012).
Penanganan airway juga harus dipikirkan adanya dugaan trauma
pada vetebra servikal. Usaha membebaskan airway harus melindungi
vetebra servikal. Vetebra servikal harus sangat hati – hati dijaga setiap saat
dan jangan terlalu hiperekstensi, hiperfleksi atau rotasi yang dapat
mengganggu jalan nafas (Nur, 2012).
48
Kejang demam pada anak dilakukan perawatan ade kuat, anak
diposisikan ekstensi atau dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah
atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka lega, tujuannya
adalah agar suplai oksigen tetap terjamin (lumbantobing, 2007).
5.1.2 Upaya penanganan dengan gangguan pernafasan breathing
Dari hasil wawancara partisipan 1 dan 4 dapat disimpulkan bahwa
bantuan tindakan pernafasan dilakukan menggunakan tongspatel dan
sucsion. Sedangkan hasil wawancara dari keempat parsipan disimpulkan
bahwa bantuan pernafasan diberikan dengan pemberian oksigenasi.
Menurut Kartikawati (2013) menunjukkan bahwa perawat mengkaji
apakah ada muntah, pendarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir
dan dengarkan bunyi nafas, menghisap lendir dengan suction secara
teratur.
Menurut Friedman (2011) Emergency Management Of The
Pediatric Patient With General Convulsion Status Epilepticus
menyebutkan bahwa penanganan pertama pada anak yang mengalami
kejang dapat dilakukan seperti pantau jalan napas, usahakan agar jalan
nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bimbing pergerakan klien
untuk mencegah injuri.
Pernyataan yang disampaikan partisipan mengenai penanganan
tindakan dengan pemasangan tongspatel, serta melakukan suction dan
pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhan yang disebutkan dalam teori
49
Kartikawati, (2013) dan Friedman, (2011) yaitu penanganan bantuan
pernafasan dapat dilakukan dengan oksigenasi.
5.1.3 Penanganan sirkulasi
Dari hasil wawancara partisipan 2, 3 dan 4 dapat disimpulkan
bahwa penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemberian cairan infus.
Dari hasil wawancara partisipan 2 didapatkan hasil bahwa penanganan
sirkulasi dilakukan juga dengan mengukur tanda vital. Penanganan segera
dengan pemberian larutan Ringer Laktat secara intra vena harus
memberikan respon yang baik menurut Nur (2012). Pemasangan infus
merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk memungsi vena secara
trancutan dengan menggunakan stilet tajam yang kaku dilakukan dengan
teknik steril seperti angeocateter atau jarum yang disambungkan dengan
spuit menurut Eni (2006). Pemasangan infus adalah salah satu cara atau
bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam
tubuh pasien (Darmawan, 2008).
Tujuan utama terapi intravena atau pemasangan infus adalah
mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan
dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan
transfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian obat intravena,
dan membantu pemberian nutrisi parental (Hidayat, 2006).
50
5.1.4 Pemberian obat
Tahap disability adalah untuk melihat tingkat kesadaran pasien,
tahapan ini memiliki hal yang biasa dikenal dengan istilah AVPU.
Mnemonic AVPU meliputi : Alert (sadar), verbal (berespon terhadap
suara), pain (berespon terhadap rangsangan nyeri), unresponsive (tidak
berspon) (Kartikawati, 2011). Dari hasil wawancara keempat partisipan
mengungkapkan bahwa pemberian obat pada pasien kejang demam
diberikan obat stesolit dan diazepam dengan dosis sesuai dengan umur.
Menurut Judarwanto (2009) penanganan kejang demam pada anak bila
dirumah dengan petunjuk dokter bisa saja dilakukan pemberian diazepam
0,4 – 0,6mg/KgBB/dosis melalui dubur atau rektal supposutorial.
Pemberian obat diazepam per oral atau per rektal secara intermiten
(berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan
resiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat. Efek samping yang
dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama
sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif
karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam
diberikan. Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat
menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat
(Moyer, 2005).
Pilihan obat dalam mengatasi kejang demam yang terutama ialah
pemberian obat stesolit secara intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg/bb
51
yang diberikan secara perlahan – lahan dengan kecepatan 1-2 mg/kg/menit
dalam waktu 2 menit (National Institute of Neurogical Disorder, 2012).
2. Menjelaskan pengetahuan perawat pada anak kejang demam
5.2.1 Tanda gejala kejang demam
Dari hasil wawancara keempat partisipan mengungkapkan dapat
disimpulkan bahwa tanda gejala kejang demam dapat dilihat dari
peningkatan suhu tubuh. Dari hasil wawancara partisipan 2 dapat
dihasilkan bahwa tanda gejala kejang demam dapat disebabkan oleh
dehidrasi. Dari hasil wawancara dari parisipan 1,3 dan 4 dapat disimpulkan
bahwa tanda gejala kejang demam dapat disebabkan oleh kekakuan otot.
Pernyataan yang disampaikan partisipan mengenai tanda gejala
kejang demam sesuai teori yaitu demam mengalami peningkatan suhu
tubuh. Demam dimana suhu rektal diatas 380 C, aksilar diatas 37,5
0 C dan
diatas 38,2o C dengan pengukuran membran timpani 5. Demam tinggi bila
suhu tubuh diatas 39,50 C dan hiperpireksia bila suhu > 41,1
0 C
(Karnia,2007).
Pernyataan yang disampaikan partisipan mengenai tanda gejala
kejang demam sesuai teori (Ngastiyah, 2005) yaitu kekurangan cairan
salah satu dari tanda gejala kejang demam. Menurut Kiki, Fatimah,
Martini (2013) menyatakan bahwa penelitian yang berjudul Faktor Resiko
Kejadian Kejang Demam Pada Anak bahwa kejang demam yang tinggi
dapat menyebabkan dehidrasi sehingga menyebabkan gangguan elektrolit
52
yang menyebabkan gangguan permeabilitas membrane sel dan
mempengaruhi eksibilitas neural.
Menurut White (2009) manifestasi klinis kejang demam meliputi
kejadian yang tiba-tiba seperti kekakuan tubuh, kehilangan kesadaran yang
cepat, gerakan - gerakan otot tangan, kaki, dan wajah menyentak, nafas
dapat ireguler, dan tidak ada kemampuan mengunyah. Pernyataan yang
disampaikan partisipan mengenai tanda gejala kejang demam sesuai teori
yaitu kekakuan otot juga merupakan tanda gejala kejang demam.
5.2.2 Dampak lanjut kejang demam
Dari hasil wawancara dengan parisipan 1 didapatkan bahwa
dampak lanjut kejang demam dapat mengakibatkan penurunaan kesadaran.
Dari hasil wawancara dengan partisipan 2 didapatkan dampak lanjut
kejang demam dapat mengakibatkan gangguan pada otak. Dari hasil
wawancara dengan partisipan 3 didapatkan dampak lanjut kejang demam
dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf. Dari hasil wawancara dengan
partisipan 1, 3, dan 4 didapatkan dampak lanjut kejang demam dapat
mengakibatkan kematian.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam waktu 24 jam. Pertama
sewaktu demam berlangsung singkat dengan bangkitan kejang demam
dapat berbentuk tonik klonik, fokal, atau akinetik yang dapat membuat
penurunan kesadaran. Umumnya kejang demam berhenti sendiri, begitu
kejang demam berhenti anak akan terbangun dan sadar tanpa adanya
kelainan syaraf (Fuadi, 2010).
53
Menurut Noorgard (2009) sebagian besar kejang demam tidak
memiliki efek jangka panjang dan dapat sembuh tanpa komplikasi, kejang
demam sederhana tidak menyebabkan kerusakan otak, retardasi mental
atau kesulitan belajar. Komplikasi yang sering terjadi yaitu komplikasi
yang kejang demam diambang lebih rendah suhunya (sepertiga kasus)
jatuh, tersedak, aspirasi cairan keparu apabila saat kejang anak berdiri,
berlari, makan atau minum; resiko berkembang menjadi epilepsi sebesar
1,5% - 2,5% pada anak usia dibawah 12 bulan.
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara
mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh
aktivitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang
sangat berlebihan. Terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malformasi
otak kongenital, faktor genetik atau adanya penyakit seperti meningitis dan
ensafilitis serta dalam yang tinggi atau dapat dikenal dengan istilah kejang
demam, gangguan metabolisme, dan lain sebagainya. Apabila kejang
bersifat kronis dapat dikatakan sebagai epilepsi yang terjadi secara
berulang-ulang dengan sendirinya (Hidayat, 2006).
Menurut Lumbantobing, (2003) dampak kejang demam bila tidak
ditangani akan terjadi kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen
dalam otak, pengeluaran sekret lebih dan risiko kegawatdaruratan untuk
aspirasi jalan napas yang menyebabkan tersumbatnya jalan napas, jika
tidak ditangani dengan baik maka berisiko kematian.
54
3. Menjelaskan penanganan kejang demam
5.3.1. Penanganan kejang demam
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat menunjukkan
penanganan kejang demam dilakukan berdasarkan teori saat tindakan
penanganan dan tindakan yang berdasarkan pengalaman yang sudah
melekat pada pribadi saat melakukan tindakan penanganan kejang demam.
Pernyataan yang disampaikan parisipan 1, 2 dan 4 mengenai
penanganan kejang demam sesuai dengan hasil penelitian Inayatullah
(2013) menyatakan perawat yang berpendidikan tinggi degan rincian
Sarjana Keperawatan ada 5 orang dan Ners ada 3 orang memiliki
penanganan kejang demam yang baik. Pernyataan yang diungkapkan
partisipan 1, 3, 4 menganai hambatan kejang demam sesuai dengan teori
Nursalam (2012) kurangnya pengalaman menghambat penanganan kejang
demam.
Dalam penelitian Herman, (2008) perawat yang memiliki
penanganan kejang demam cukup ada 11 (33,3%) perawat dan baik
ada 22 (66,7%) perawat. Sebagian besar penanganan kejang demam
baik, hal ini juga didukung dengan tingkat pendidikan, pelatihan, teori
dan lama kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Faizin (2008) bahwa ada hubungan tingkat pendidikan, lama kerja
perawat terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Pandan Arang
Kabupaten Boyolali. Nursalam (2012) mengatakan, semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin baik pula kinerja seseorang. Penelitian
55
ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan
penanganan kejang demam. Sebagian besar perawat yang
berpendidikan tinggi memiliki penanganan kejang demam yang baik.
Pernyataan yang disampaikan partisapan 4 menganai penanganan
kejang demam sesuai teori (Wong, 2008) yaitu dalam penatalaksaan
keperawatan penanganan kejang demam diberikan asuhan keperawatan
berdasarkan teori dan pengalaman yang didapat selama bekerja di rumah
sakit.
4. Menjelaskan kesulitan perawat dalam melakukan tindakan
kegawatdaruratan
5.4.1 Hambatan penanganan kejang demam
Dari hasil wawancara pada partisipan 1 dan 3 didapatkan hambatan
penanganan kejang demam saat melakukan pemasangan infus. Dari hasil
wawancara pada partisipan 4 didapatkan hambatan penanganan kejang
demam saat melakukan posisi. Dari hasil wawancara pada partisipan 1, 3
dan 4 hambatan penanganan kejang demam terjadi pada respon keluarga.
Hambatan adalah suatu hal yang bersifat melemahkan atau
menghalangi secara konsepsional (KBBI, 2010). Menurut Nursalam
(2012) mengatakan, pemberian posisi pada anak kejang demam tidak dapat
sebebas saat memberikan posisi pada penyakit lain karena pada anak
kejang demam pergerakan anak dilakukan tanpa sadar serta terjadinya
kekakuan otot pada ekstremitas maka dari itu pemberian posisi pada anak
56
kejang demam hanya dapat dilakukan dengan menjaga pergerakan anak
supaya tidak terjatuh atau dapat ditempatkan ditempat yang datar.
Menurut Nia (2007) Kejang demam pada anak merupakan hal yang
paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang praktek dokter
sampai ke unit gawat darurat (UGD). Orang tua yang memiliki anak
dengan kejang demam merasakan kekhawatiran yang tinggi yang bisa
menjadi penghambat perawat atau dokter saat melakukan tindakan
pertolongan pada anak kejang demam (Yusuf, 2007). Pernyataan yang
diungkapkan partisipan 1, 3, 4 mengenai hambatan penanganan kejang
demam respon keluarga sesuai dengan teori (Nia, 2007) respon wajar yang
dijumpai dari orang tua saat anak mengalami kejang demam.
Memasang infus merupakan salah satu cara pemberian terapi cairan
dengan menggunakan prosedur infasif yang dilaksanakan dengan teknik
aseptik. Pada kasus anak kejang demam kesulitan pemasangan infus ini
terjadi saat pelaksaannya karena pada anak kejang demam mengalami
kekakuan otot dan pergerakan kejang pada ektremitas tubuhnya
(Spandofer, 2005).
5. Menjelaskan cara mengatasi kesulitan perawat dalam penanganan
kejang demam.
5.5.1 Solusi tindakan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengatakan bahwa
solusi tindakan yang dalam penanganannya berupa penggunaan alat bantu
57
dan pemberian informasi terhadap keluarga agar memahami bagaimana
penangan awal kejang demam pada anak.
Solusi tindakan adalah proses pembelajaran di mana kita berusaha
untuk memperbaiki diri dari praktek yang kita lakukan sehari – hari
dengan cara pemecahan atau penyelesaian tanpa tekanan (KBBI, 2010).
Menurut (Hasan & Alatas,2002) dengan penanggulangan kejang demam
yang tepat dan cepat, prognosisnya akan baik, dapat mencegah kecacatan,
dan tidak menyebabkan kematian. Pernyataan yang diungkapkan
partisipan 1, 3 mengenai solusi tindakan sesuai dengan teori Judarwanto
(2009) dalam pemberian bantuan pernafasan kasus anak kejang demam
dapat diberikan tindakan pemasangan tongspatel dan sucsion.
Menurut (Ngastiyah,2005) peran perawat selain melaksanakan
asuhan keperawatan, juga memberikan penyuluhan kepada keluarga agar
keluarga dapat melakukannya secara mandiri di rumah. Penyuluhan
kepada keluarga atau orang tua pasien bisa menghilangkan rasa cemas dan
panik.
58
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dari kata kunci yang telah didapat dalam penelitian ini. Maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Pengalaman primary survey pada anak kejang demam
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini tema – tema
yang dihasilkan adalah penanganan posisi meliputi pemberian posisi
ekstensi dan pemberian posisi supinasi. Tema yang kedua upaya
penanganan gangguan pernafasan meliputi bantuan pemberian tindakan
pernafasan dan oksigen. Tema yang ke tiga penanganan sirkulasi meliputi
pemberian infus dan pemeriksaan tanda vital dan tema yang ke empat
pemberian obat meliputi pemberian obat stesolit dan obat diazepam.
2. Pengetahuan perawat pada anak kejang demam
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini tema – tema
yang dihasilkan adalah tanda geja kejang demam meliputi peningkatan
suhu, kekurangan cairan dan kekakuan otot. Tema yang kedua dampak
lanjut kejang demam meliputi penurunan kesadaran, gangguan pada otak,
kerusakan syaraf dan kematian.
59
3. Penanganan kejang demam
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini tema yang
dihasilkan adalah penanganan kejang meliputi tindakan berdasarkan teori,
tindakan berdasarkan pengalaman dan pengalaman diri sendiri.
4.Kesulitan tindakan penanganan pada anak kejang demam
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini tema – tema
yang dihasilkan adalah hambatan penanganan meliputi tindakan suction,
pemberian infus, posisi dan respon keluarga.
5.Cara mengatasi kesulitan penanganan pada anak kejang demam
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini tema – tema
yang dihasilkan adalah solusi tindakan meliputi alat dan person.
2. SARAN
1. Bagi Institusi Keperawatan / Rumah Sakit
Bagi institusi keperawatan khususnya perawat diperlukan
penanganan tindakan yang komprehensif dalam pemberian pertolongan
pertama pada anak kejang demam dengan cara primery survey : Airway,
Breathing, Circulasi, Disability. Sebaiknya dari pihak rumah sakit perlu
diadakannya pelatihan dalam penanganan kejang demam pada anak.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana tambahan
dalam penanganan kejang demam sehingga dapat diterapkan pada proses
pembelajaran. Mahasiswa saat praktik dapat mengaplikasikan penanganan
60
kejang demam dengan pemberian posisi, bantuan pernafasan, penanganan
sirkulasi, pemberian obat, tanda gejala kejang demam, dampak lanjut
kejang demam, penanganan kejang demam, hambatan penanganan dan
solusi tindakan dalam penanganan kejang demam.
3. Bagi Peneliti Lain
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian tersebut, penulis
memberikan saran kepada peneliti lain untuk melanjutkan dan
mengembangkan penelitian pengkajian pada orang tua menghadapi anak
kejang demam.
4. Bagi Peneliti
Meningkatkan kemampuan cara berkomunikasi peneliti dengan
menggali informasi dari perawat untuk mendapatkan jawaban – jawaban
pengalaman perawat dalam penanganan pada anak kejang demam.
61
DAFTAR PUSTAKA
AAP. (Juni, 2008). Clinical Practice Guideline for the Long-term Management
of the Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics, 121(6), 1281. http://pediatrics.aappublications.org/content/121/6/1281.full.html
Afriyanti, Y. (2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam riset keperawatan.
Jakarta: Alfabeta
British Paediatric Neurology Association (BPNA). Paediatric Epilepsy
Training (PET) Level1 course guide. Available from:
http://www.bpna.org.uk/pet/which-course-pet123D.php [Accessed january
2015].
Dewanto, G. (2009). Diagnosa dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC.
Endarmoko, E. (2006). Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Friedmen, JN. (2011). Emergency Management Of The Paedatric Patient With
General Convulsion Status Epilepticus. Canadian Peadiatric Society
Acute Care Committe Child Health Journal: 16 (2) : 91-7.
Faizin, A. (2008). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja Perawat
Dengan Kinerja Perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali.
Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697,Vol.1 No.3, September
2008 : 137-142
Fuadi. (2010). Faktor Resiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak.
Universitas Diponegoro.Semarang.
Hasan & Alatas. (2002). Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, cetakan
kesepuluh. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas
Indonesia.
Herman, R. P. Mulyadi. Amatus, Y. (2014). Hubungan Pengetahuan Perawat
Tentang Kejang Demam Dengan Penanganan Kejang Demam Pada
Anak di Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) Dan Ruang Perawatan
Intensif (RPI) IRINA E RSUP Prof. Dr. R. D Kandau Manado. Jurnal
Keperawatan, 02(2), 1–8.
Hidayat, A & Aziz, A. (2006). Asuhan Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba
Medika
62
IDAI. (2009). Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015 Oleh Ikatan
Dokter Indonesia.
http://www.idai.or.id/perlindungananak/artikel.asp?q=2009416121921
Inayatullah, L. (2013). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang Asuhan Keperawatan Dengan
Pedoman Nanda Nic dan Noc Di Rumah Sakit Umum Daerah
Ajibarang. Jurnal Keperawatan. [diakses pada tanggal 17 Juli 20015]
Judarwanto. W. (2009). Children fever clinic. Jakarta
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Jakarta: Depdiknas.
Kartikawati, N., Dewi. (2013). Buku ajar dasar - dasar keperawatan
gawat darurat. Jakarta: Salemba Medika
Kiki, A. Fatimah. Martini, B. (2013). Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam
Pada Anak Balita Diruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Daya Kota Makasar. E – Library, 01(6), 2302-1721.
Kusnanto. ( 2003). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: EGC.
Kvale, S. (2011). Doing interviews. Thousand Oaks: Sage Publications.
Lumbantobing, S. M. (2003). Penatalaksanaan Muthakir Kejang Pada Anak.
Jakarta: FKUI
Lumbantobing.(2007). Kejang Demam (febrile convulsions). Jakarta: FKUI
Mewasingh LD. (2010) Febrile seizures. Clin Evid (Online) 24: 0324.
Moyer VA. (2005) Evidence based management of seizure associated with
fever. BMJ;323:1111-4
Mubarak, W. I. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
National Institute of Neurogical Disorder and Stroke. (2012).Febrile Seizure.
[Diunduh Juli 2015]
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta. EGC
63
Norgaard,M. Ehrenstein,V. Mahon BE et all. Febrile Seizures and cognitive
function in young adult life; a prevalence study in Danish conscripts.
J Pediatric.(2009);155(3);404-9.
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metedologi Penelitian Keshatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nur, A. (2012). Modul Medical servis 119. Jakarta
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatanpedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek
Keperawatan Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Paul SP, Nair JV, Hemming J. (2011) Complex Febrile Seizures in Children.
Nurs Times, 107 (40), 15.
Polit, D.F. Beck, C.T. and Hungler, B.P. (2006). Nursing research: Principles
and methods. 7th
edition. Philadelpia. Lippincott William and willkins.
Sadlier LG, Scheffer IE. (2007) Febrile Seizures. BMJ, 334, 307-11.
Saubers, N. (2011). Semua Yang Harus Anda Ketahui p3k. Yogyakarta:
Palmall.
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Setiono, K. (2010). Tindakan kegawat daruratan pada pasien jantung.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Soekidjo Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Spandofer PR, Alessandrini EA, Joffe MD, et al. Oral versus Intravenious
Rehydration of Moderately Dehydrated Childrean: A Randomized
64
Controlled Trial. Pediatrics Vol.115 No. 2 February 2005. American
Academy of Pediatrics
Sudoyo, A. W. SETIYOHADI, B. Alwi, I et al.(2010). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sutopo, H.B. (2006).Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Sumujati, M.E. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang
Lazim Terjadi Pada Anak. PERKANI. Surabaya
Syah, Muhidin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
White SC. Pharoah MJ. Oral Radiology.China: Elsevier. (2009);5;265-276
Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Alih Bahasa Agus.
Jakarta: EGC
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (Edisi 6). Jakarta:
EGC.
Yusuf. (2007). Perilaku Kesehatan. 27 Juli 2015.