Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGUJIAN ULTRASONIK TERHADAP BEAM FILTER
RADIAL BEAMPORT DAN TANGENSIAL BEAMPORT
REAKTOR KARTINI
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh:
VERONICA HANA EKA RESTININGSIH
NIM : 025214116
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ULTRASONIC TESTING ON BEAM FILTER
RADIAL BEAMPORT AND TANGENSIAL BEAMPORT
OF KARTINI REACTOR
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
by
VERONICA HANA EKA RESTININGSIH
Student Number : 025214116
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 14 Desember 2006
Penulis
Veronica Hana Eka Restiningsih
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah melakukan pengujian tak merusak dengan
metode ultrasonik terhadap beam filter reaktor Kartini. Hal yang diamati pada
penelitian ini adalah cacat dan inklusi yang terdapat pada beam filter, untuk
memperoleh suatu data yang menyatakan bahwa beam filter tersebut bebas cacat
dan inklusi. Bahan yang dipakai sebagai bahan dasar pembuat beam filter adalah
timah hitam (Pb) dengan kadar kemurnian 99%. Beam filter berfungsi untuk
menghilangkan radiasi gamma yang tidak diinginkan. Untuk itu diperlukan beam
filter yang benar-benar padat (bebas cacat dan inklusi), untuk menghindari
lolosnya sinar gamma.
Pengujian tak merusak metode ultrasonik straight-beam gelombang
longitudinal scan ketebalan, dipilih oleh penulis sebagai salah satu cara yang
digunakan untuk mendeteksi cacat dan inklusi. Pengujian dilakukan terhadap dua
buah beam filter berbentuk silinder pejal, dengan ukuran : diameter 15 cm x tinggi
6 cm dan diameter 17 cm x tebal 6,5 cm.
Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh data yang menyatakan
bahwa beam filter tersebut bebas dari cacat dan inklusi, sehingga layak digunakan
sebagai beam filter pada radial dan tangensial beamport reaktor Kartini.
KATAPENGANTAR
Penulis bersyukur Dalam Nama Tuhan Yang Maha Esa, atas bimbingan
dan rahmat tiada henti, pada proses penyelesaian Tugas Akhir dengan judul
Pengujian Ultrasonik Terhadap Beam Filter Reaktor Kartini. Adapun penyusunan
Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana Teknik
Mesin Program Studi Teknik Mesin di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., dekan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Budi Setyahandana, S.T, M.T, dosen pembimbing I Tugas Akhir
Bahan Teknik Manufaktur.
4. Bapak Drs. Widarto, dosen pembimbing II Tugas Akhir di BATAN.
5. Bapak Ir. Y. Sardjono, APU, Pembimbing Tugas Akhir di BATAN.
6. Dosen-dosen pengajar Jurusan Teknik MesinUniversitas Sanata Dharma
yang telah membimbing serta memberikan bekal ilmu.
7. Segenap karyawan Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang
telah membantu dalam hal fasilitas dan administrasi.
8. Teman-teman laboran yang selalu siap membantu kami.
9. Kedua orang tua penulis, Bapak Wahana dan Ibu MI. Tusiyah atas semua
dukungan baik jasmani maupun rohani.
10. Keluarga Besar Dalem Wahanan : adik-adikku Ventri, Nutri, Warti, dan
Tari, atas dukungan semangat penuh cinta.
11. Keluarga Besar Dalem Mbirahan, tempatku tumbuh dan berkembang
selama empat tahun terakhir.
12. Teman dan sahabatku Ayuk, Made, Yuli, dan Willy, yang sangat
membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini.
13. Teman-teman semua angkatan, khususnya angkatan 2002, yang telah
menjadi warna tersendiri di hati penulis, saat melakukan studi.
14. Semua sahabat dan pihak terkait, yang membantu terselesaikannya Tugas
Akhir ini.
Karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, penulis menyadari
bahwa tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran bersifat membangun, guna menyempurnakan tugas ini. Akhir
kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Yogyakarta, 10 desember 2006
Penyusun
MOTTO
Hidup seperti permainan kartu.
Dalam permainan kartu, yang disebut hidup ini
orang main dengan kartu yang ada ditangannya
sekuat daya kemampuannya.
Mereka yang hanya mau main
dengan kartu yang tidak ada di tangannya,
melainkan dengan kartu, yang seharusnya
diberikan kepadanya – mereka ini
gagal dalam hidup.
Kita tidak ditanya apa kita mau main.
Itu bukan pilihan. Kita harus main.
Pilihannya itu adalah caranya.
Anthony de Mello, SJ.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………….………...………………………... i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN............................. iv
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ v
INTISARI........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
MOTTO…………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian....................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah......................................................................... 3
BAB II PENGUJIAN ULTRASONIK...................................................... 4
2.1 Teori dan Prinsip Dasar Gelombang Suara............................... 4
2.2 Properti Gelombang Suara…………………............................. 6
2.2.1 Kecepatan………………………………………………. 6
2.2.2 Panjang Gelombang……………………….…………… 8
2.2.3 Refleksi………………………………………………… 9
2.2.4 Couplant……………………………………………… 10
2.2.5 Refraksi……………………………………………….... 11
2.2.6. Karakteristik Beam……………………………………. 13
2.2.7.1 Efek Interferensi dan Difraksi…………………. 13
2.2.7.2 Absorpsi..………………………………………. 17
2.2.7.3 Scatter……….…………………………………. 17
2.2.7.4 Beam Spread……………………………………. 18
2.3 Peralatan untuk Ultrasonik........................................................ 21
2.3.1 Peralatan Digital…………………………………………. 23
2.3.1.1 Pengatur dan Fungsinya………………………….. 24
2.3.1.2 Gate………………………………………………. 26
2.3.1.3 Storage Memory………………………………….. 28
2.3.1.4 Display……………………………………………. 28
2.3.1.5 Transduser………………………………………… 31
2.4 Teknik…………........................................................................ 46
2.4.1 Teknik Kalibrasi…........................................................ 46
2.4.1.1 Karakteristik Transduser... ............................... 46
2.4.2 Sistem Cek dan Kalibrasi ............................................. 55
2.4.2.1 Time Base Kalibrasi – Gelombang Compression
.......................................................................... 55
2.4.2.2 Time Base Kalibrasi – Transduser Gelombang
Geser.................................................................... 58
2.4.2.3 Kalibrasi Amplifier (Test Sensitivitas)............... 59
2.4.2.4 Blok Amplitudo Jarak dan Area ........................ 60
2.4.2.5 Distance Amplitude Corrections......................... 61
2.4.2.6 Transfers Corrections ........................................ 62
2.4.2.7 Distance, Gain, Size (DGS) Technique.............. 63
2.4.2.8 System Checks……………………...………… 64
2.4.3 Teknik Inspeksi............................................................ 66
2.4.3.1 Teknik Pulse-Echo............................................... 66
2.4.3.2 Teknik ROD and PIPE…………………………. 74
2.4.3.3 Teknik Tip Difraction………………………….. 78
BAB III METODE PENGUJIAN…......................................................... 80
3.1 Bagan Tahap pengujian........................................................... 80
3.2 Kalibrasi dengan Ultrascan 5 Ultrasonik............................... 81
3.3 Pengujian/pemetaan ketebalan dengan Ultrascan 5
Ultrasonik……………………………………………........... 91
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS..................................... 92
4.1 Hasil Pengujian........................................................................ 92
4.2 Analisis.................................................................................... 96
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP............................................... 99
5.1 Kesimpulan.............................................................................. 99
5.2 Saran….................................................................................... 100
5.3 Penutup..................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 102
LAMPIRAN.................................................................................................... 103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gelombang suara yang melewati interface
Gambar 2.2. Sudut refraksi
Gambar 2.5. Finite source dengan point source di ujung dan di tengah
Gambar 2.6. Singgungan gelombang suara
Gambar 2.7. Pergantian letak/posisi titik “P”
Gambar 2.8. Destruktive interferences
Gambar 2.9. Bentuk beam
Gambar 2.10. Perjalanan di sepanjang pusat beam
Gambar 2.11. Siklus pengujian ultrasonik
Gambar 2.12. Gate
Gambar 2.13. C-scan
Gambar 2.14. Penunjukan A-scan
Gambar 2.15. Penunjukan display A-scan
Gambar 2.16.(a). Alat uji ultrasonik
(b). Penunjukan display B-scan
Gambar 2.17. Bentuk deformasi elemen
(a). Gelombang longitudinal
(b). Gelombang transversal
Gambar 2.18. Piezocomposite Transducers
Gambar 2.19. EMAT (Electromagnetic Acoustic transduser)
Gambar 2.20. Bandwidth
Gambar 2.21. Dual transducer
Gambar 2.22. Energi yang dideteksi receiver
Gambar 2.23. Focused Transducer
Gambar 2.24. Phased Array Transducer
Gambar 2.25. Unit bubblers
Gambar 2.26. Squirters
Gambar 2.27. Trace
Gambar 2.28. Shear wave angle beam transducer pada posisi 45˚
Gambar 2.29. Angle beam transducer discankan terhadap lobang
Gambar 2.30. Plot card
Gambar 2.31. Plot card yang akan digunakan sebagai diagram beam spread
Gambar 2.32. Gerakan probe sepanjang permukaan scaning
Gambar 2.33. Busur – busur beam pusat
Gambar 2.33. Busur – busur beam pusat
Gambar 2.35. Dua sinyal yang benar-benar lurus dengan graticule
Gambar 2.36. Blok V1 untuk range beam 100mm
Gambar 2.37. Blok DIN 54 122 (V2) untuk 25 mm dan 50 mm
Gambar 2.38. (a). Single transducer untuk mengukur ketebalan logam
(b). Ultrasonik A-scan trace
Gambar 2.39.(a). Elemen dual transducer untuk mengukur ketebalan logam
(b). Ultrasonik A-scan trace
Gambar 2.40.(a). Single transducer untuk mendeteksi retak dalam plat besi
(b). Ultrasonik A-scan trace
Gambar 2.41.(a) Retak miring pada material
(b). Retak vertikal mengikuti suara
Gambar 2.42.(a). Posisi 1 dan 2 saat pengujian terhadap plat tipis
(b). A-scan trace pada posisi 1
(c). A-scan trace pada posisi 2
Gambar 2.43. Angle beam ditempatkan disekeliling batang logam
Gambar 2.44.(a). Probe ditempatkan pada pipa
(b). Lubang antara ID dan OD menyediakan titik refleksi
Gambar 2.45. Pusat beam pada diding pipa yang sangat tebal
Gambar 2.46. Beam suara mengenai ujung reflektor
Gambar 2.47. Gelombang lateral dan beam difraksi dari ujung reflector
Gambar 2.48. Transduser TOFD yang diatur pada komponen dengan retakan
vertikal
Gambar 2.49. Trace unrectified untuk 4 sinyal
Gambar 3.1 Bagan Tahapan Pengujian
Gambar 3.2. Spektrum pada layar
Gambar 3.3. Tanda merah pada spektrum 1
Gambar 3.4. Tanda merah pada spektrum 2
Gambar 3.5. Gate 1 pada spektrum 1
Gambar 3.6. Gate 2 yang diletakkan pada spektrum 2
Gambar 3.7. Hasil akhir kalibrasi
Gambar 4.1.(a).Hasil pengujian ultrasonik pada timbal dengan diameter 15 cm
Gambar 4.1.(b).Hasil pengujian ultrasonik pada timbal dengan diameter 17 cm
Gambar 4.2.(a) Grafik pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter
15 cm dan tinggi 6 cm
Gambar 4.2.(a) Grafik pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter
17 cm dan tinggi 6,5 cm
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Ketebalan maksimum dinding
Tabel 4.1(a).Tabel data hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan
diameter 15 cm dan tinggi 6 cm
Tabel 4.1(b).Tabel data hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan
diameter 17 cm dan tinggi 6,5 cm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai pengujian termasuk pengujian tak merusak dilakukan
dalam proses produksi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan produk dengan
cacat seminimal mungkin, sehingga menjadi mungkin mempunyai produk
yang bebas cacat. Untuk itu perlu dikembangkan cara pengujian tak
merusak, untuk mengetahui cacat tersebut. Pengujian tak merusak pada
produk akhir dilakukan untuk memberikan jaminan kualitas, mutu dan juga
jaminan tidak adanya cacat yang membahayakan penggunaan.
Salah satu bentuk pengujian tak merusak adalah Pengujian
Ultrasonik. Pengujian ultrasonik dikembangkan berdasarkan sifat-sifat bunyi
yang merambat dengan kecepatan berbeda pada media yang berbeda. Media
yang digunakan oleh penulis pada pengujian ultrasonik adalah timbal.
Timbal tersebut dibuat dan dibentuk menjadi dua buah silinder pejal serta
satu silinder berlubang, untuk digunakan sebagai salah satu perangkat
pelengkap yaitu beam filter dari colimator wall pada reaktor Kartini. Pada
reaktor Kartini, beam filter berfungsi untuk menghilangkan radiasi gamma
yang tidak diinginkan. Radiasi sinar gamma tersebut dapat dihilangkan
menggunakan logam Timbal. Logam Timbal merupakan logam berat yang
mempunyai sifat sangat baik, yaitu : densitasnya baik, nomor atom tinggi,
tingkat stabilitas tinggi, mudah dibuat, dan timbal murni tidak bisa menjadi
radioaktif. Sehingga diperlukan beam filter yang benar-benar padat, untuk
menghindari lolosnya sinar gamma. Untuk itu diperlukan suatu metode
pengujian yang mampu mendeteksi cacat dalam material uji tanpa merusak
material uji.
Ada beberapa jenis pengujian tak merusak seperti :
1. Pengujian pewarnaan dengan menggunakan cairan fluoresen/cairan
pewarna untuk mendeteksi cacat dengan penembusan zat pada celah
cacat di permukaan.
2. Pengujian dengan bubuk magnet
3. Pengujian Arus Eddy
4. Pengujian penyinaran
5. Pengujian Ultrasonik.
Pengujian tak merusak yang dilakukan oleh penulis adalah pengujian
ultrasonik, metode straight beam gelombang longitudinal. Gelombang
ultrasonik 1-5 MHz merambat dalam bahan dan memantul di tempat yang
cacat, dari deteksi gelombang campuran dan deteksi gelombang pantulan
dapat diketahui adanya cacat. Untuk memancarkan dan menerima
gelombang ultrasonik digunakan kristal yang mempunyai sifat piezoelectric.
Gelombang ultrasonik memantul 100 % dari celah dan retakan, oleh karena
itu, kepekaan pengamatan sangat tinggi.
1.2 Tujuan Penelitian
Mengetahui keberadaan cacat yang terdapat di dalam beam filter
pada sistem kolimator pada radial beamport dan tangensial beamport
reaktor Kartini dengan menggunakan metode ultrasonik.
1.3 Batasan Masalah
1. Beam Filter terbuat dari Timbal.
2. Metode ultrasonik yang digunakan adalah metode ultrasonic pulse -
echo straight - beam gelombang longitudinal scan ketebalan.
BAB II
PENGUJIAN ULTRASONIK
2.1 Teori dan Prinsip Dasar Gelombang Suara
Gelombang suara merambat dengan mudah pada zat padat, cair, dan
gas. Sebagai salah satu bentuk dari energi, gelombang suara merupakan
contoh gelombang mekanik karena gelombang suara membutuhkan zat
perantara untuk merambat, gelombang suara tidak terdapat dalam ruang
hampa udara.
Pendengaran adalah indera perasa pada manusia yang mampu
mendeteksi gelombang suara, indera perasa tersebut terbatas pada jangkauan
frekuensi gelombang yang relatif sempit, yang disebut “jangkauan audible”.
Satuan frekuensi adalah Hertz, disingkat Hz, didefinisikan sebagai
“satu putaran gelombang tiap detik”. Suara dengan frekuensi 16 Hz adalah
frekuensi terendah yang mampu didengar oleh manusia disebut “gelombang
subsonik” dan suara dengan frekuensi 20.000 Hz adalah frekuensi tertinggi
yang mampu didengar manusia disebut “gelombang ultrasonik”. Di antara
gelombang ultrasonik dan gelombang subsonik (masih dalam jangkauan
audible) biasa disebut “pitch” menggantikan frekuensi. Suara dengan pitch
tinggi berarti suara dengan frekuensi audible tinggi dan suara dengan pitch
rendah berarti suara dengan frekuensi audible rendah.
Singkatan yang biasa digunakan untuk frekuensi tinggi 1000 Hz
disingkat 1 kHz (satu kilo Hertz), 1.000.000 Hz disingkat 1 MHz (satu Mega
Hertz), dan 1.000.000.000 Hz disingkat menjadi 1 GHz (satu Giga Hertz).
Gelombang ultrasonik yang biasa digunakan untuk mendeteksi retak pada
logam diletakkan pada jangkauan MHz (0,5 MHz
d
s
25 MHz).
Beruntung ada alat disebut “transduser” yang mampu mengubah
gelombang suara menjadi energi listrik dan ditunjukkan sebagai sinyal-
sinyal visual pada layar CRT (Cathode Ray Tube) dan LCD (Liquid Crystal
Display). Transduser mampu mengubah satu bentuk energi menjadi bentuk
energi yang lain.
Suara audible adalah contoh model gelombang, yang disebut
“gelombang compression”. Penyebaran dari gelombang compression bisa
melalui benda padat, cair, dan gas. Ketiga media ini mempunyai gaya yang
mengikat partikel-partikel untuk melawan tekanan. Pada benda padat,
tekanan ini ditunjukkan oleh modulus elastisitasnya, yang dikenal “Modulus
Young’s”. Tidak seperti zat cair dan gas, zat padat memiliki regidity yang
mampu menahan gaya geser. Ketahanan zat padat terhadap gaya geser
disebut “Modulus Regidity”. Mode penyebaran ini dikenal sebagai
“gelombang geser”. Jika gelombang geser diatur sehingga hanya mampu
melewati permukaan zat padat, maka mode penyebarannya berubah, sesuai
dengan konturnya mengikuti gerak partikel. Gelombang yang mengikuti
kontur ini disebut “gelombang permukaan” ditandai dengan gerakan partikel
yang berbentuk ellips.
“Gelombang Lamb” hampir sama dengan gelombang permukaan
yaitu penyebarannya paralel terhadap permukaan dan gerakan partikelnya
ellips. Gelombang Lamb dan gelombang permukaan terjadi saat ketebalan
material lebih kecil dari pada panjang gelombangnya, dan saat permukaan
logam mempunyai ketebalan yang uniform. Dengan kata lain, gelombang
Lamb dan gelombang permukaan ada dengan baik pada benda berbentuk
plat, pipa, dan kawat.
Jadi ada 4 model utama penyebaran gelombang suara, yaitu
gelombang compression, gelombang permukaan, gelombang geser, dan
gelombang Lamb. Masing-masing gelombang ini mempunyai nama lain
yang juga sering digunakan, nama-nama lain tersebut adalah:
1. Gelombang compression disebut juga gelombang longitudinal.
2. Gelombang geser disebut juga gelombang tranversal.
3. Gelombang permukaan disebut juga gelombang Rayleigh.
4. Gelombang Lamb disebut juga gelombang plat.
2.2 Properti Gelombang Suara
2.2.1 Kecepatan
Bunyi merambat dengan kecepatan yang berbeda pada material yang
berbeda pula. Masing-masing material mempunyai kecepatan merambat
bunyi tertentu, disebut cepat rambat bunyi pada material tersebut. Ada dua
faktor utama yang mempengaruhi kecepatan rambat bunyi pada material
yaitu massa jenis dan elastisitas material tersebut.
Meskipun massa jenis dan elastisitas material merupakan faktor utama
yang mempengaruhi cepat rambat bunyi, masih ada faktor lain yang
mempunyai sedikit pengaruh terhadap cepat rambat bunyi, yaitu “Bilangan
Poisson’s”.
Kecepatan gelombang compression (gelombang longitudinal) dari
suatu material dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
))((
E
V
c
211
1
Dengan: V
c
= cepat rambat gelombang longitudinal
E = Modulus Young’s
= massa jenis
= Bilangan Poisson’s
Gelombang geser terdapat pada zat padat dan kecepatan merambat
gelombang geser tidak sama dengan kecepatan rambat gelombang
compression. Hal ini terjadi karena adanya modulus regidity yang lebih baik
dari modulus Young’s, dalam mempengaruhi kecepatan rambatnya. Artinya
cepat rambat gelombang geser selalu lebih rendah dari pada cepat rambat
gelombang compression, biasanya cepat rambat gelombang geser bernilai
setengah dari cepat rambat gelombang compression.
Cepat rambat gelombang geser dapat dihitung menggunakan persamaan:
)(
E
V
s
12
1
atau
G
V
s
Dengan: V
s
= cepat rambat gelombang geser
G = Modulus regidity
= massa jenis
= Bilangan Poisson’s
Gelombang permukaan (gelombang Rayleigh) juga mempunyai cepat
rambat sendiri, yaitu kira-kira 90% dari cepat rambat gelombang geser.
2.2.2 Panjang Gelombang
Panjang gelombang diberi simbol
(lamda), untuk jenis material
tertentu dan frekuensi suara tertentu pula, panjang gelombang ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut:
f
V
Dengan:
= panjang gelombang
V = kecepatan
f = frekuensi
2.2.3 Refleksi
Batas antara satu medium dengan medium lain disebut “interface”.
Di interface ini, penyebaran suara bisa ditransmisikan ke medium
selanjutnya, dan sisanya direfleksikan kembali ke medium pertama. Sebagai
contoh: jika besi diletakkan di bawah air, akan ada interface dari air ke besi,
sehingga 88% energi direfleksikan dan 12% ditransmisikan ke dalam air.
Banyaknya energi yang direfleksikan atau ditransmisikan tergantung pada
jenis material yang ada di interface.
Dua perbedaan mendasar antara udara dan besi adalah massa jenis
dan elastisitasnya, kedua faktor inilah yang menentukan seberapa banyak
energi yang direfleksikan dan seberapa banyak energi yang ditransmisikan
pada interface. Tiap material mempunyai faktor-faktor sendiri yang
digunakan untuk menghitung refleksifitas pada interface. Faktor ini disebut
“akustik impedans” yang diberi simbol Z.
Akustik impedans dihasilkan oleh massa jenis dan kecepatan rambat
tiap material. Persamaan matematisnya adalah:
VZ
Dengan: Z = akustik impedans
= massa jenis
V = cepat rambat bunyi dari material
Untuk menghitung persentasi energi yang direfleksikan pada
interface antara dua material dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
%
ZZ
ZZ
kandirefleksienergiyang
100
21
21
Dengan Z
1
dan Z
2
adalah akustik impedans dari material di antara interface.
2.2.4 Couplant
Melalui suatu logam menuju udara, dihasilkan refleksi 100%
mengakibatkan suara langsung dikembalikan ke transduser tanpa
ditransmisikan dahulu ke logam. Untuk mengatasi masalah ini, digunakan
beberapa cara, yaitu dengan menggunakan medium yang bisa menyesuaikan
akustik impedans dari transduser ke logam. Karena medium harus bisa
mengikuti transduser agar semua logam bisa di-scan. Medium tersebut bisa
berbentuk cair, minyak atau pasta. Medium ini disebut “Couplant”.
Medium yang biasa digunakan sebagai Couplant adalah:
a. air
b. kerosene
c. oli
d. minyak
e. pasta
f. glyserin
g. gel khusus untuk tujuan tertentu
2.2.5 Refraksi
Sejauh ini hanya suara yang masuk ke logam secara tegak lurus pada
permukaan saja yang dibahas. Saat suara masuk ke logam dengan sudut
tertentu pada permukaan disebut “sudut insidence”, ada banyak hal terjadi.
Gambar 2.1 menunjukkan gelombang suara yang melewati interface
dengan sudut insidence i
o
terhadap garis lurus yang biasa disebut “normal”.
Gambar 2.1. Gelombang suara yang melewati interface
Cepat rambat suara pada medium 1 adalah V
1
, dan pada medium 2,
di sebelah interface, cepat rambat suaranya adalah V
2
.
Asumsikan contoh ini bahwa V
1
lebih lambat dari
V
2,
seperti yang
terjadi medium 1 adalah air dan medium 2 adalah besi. Saat suara melewati
interface, suara merambat dengan kecepatan sama sampai suara tersebut
melewati ujung kiri interface. Pada waktu ujung gelombang suara suara
mencapai medium 2, kecepatannya mulai bertambah. Tetapi suara masih
dalam medium 1 bertahan pada kecepatan yang lama. Setelah semua suara
melewati permukaan depan interface, kecepatan bertambah sampai ujung
kanannya melewati interface dan semua gelombang suara melewati medium
2 dengan kecepatan yang baru.
Selama transisi, gelombang suara memutar menghasilkan sudut baru
di medium 2 disebut “Sudut Refraksi”. Hukum Snell’s menyatakan bahwa
sudut baru (sudut refraksi) bisa dihitung jika kedua kecepatan dan sudut
insidence (sudut masuk) dibagi kecepatan pada medium 1 sama dengan
sinus sudut refraksi dibagi kecepatan pada medium 2, secara matematis
dapat dituliskan:
21
V
Rsin
V
isin
oo
Dengan: sin i
o
= sin sudut insidence (sudut masuk)
sin R
o
= sin sudut refraksi
V
1
= kecepatan pada medium 1
V
2
= kecepatan pada medium 2
Dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Sudut refraksi
2.2.6 Karakteristik Beam
Sejauh ini, gelombang suara diilustrasikan sebagai sinar tunggal,
tetapi pada kenyataannya suara berkembang sebagai beam (balok). Untuk
memudahkannya, beam dibagi menjadi dua zona khusus yang disebut “near
field” dan “far field”. Kata yang digunakan untuk mendeskripsikan
efektifitasnya, yaitu hilangnya energi suara secara perlahan adalah
“atenuasi”.
Atenuasi adalah efek kombinasi dari beberapa parameter yaitu:
1. efek interferensi dan difraksi
2. interferensi absorpsi (geseran dan panas)
3. interferensi Scatter
4. interferensi Beam Spread
2.2.6.1 Efek Interferensi dan Difraksi
Menurut Huygens, titik pusat gelombang suara itu hampir sama
dengan pada saat kita menjatuhkan batu ke dalam kaleng. Suara bergerak
keluar sebagai lingkaran-lingkaran meluas pada kaleng, tetapi dari pusat
suara, lingkaran membentuk bola-bola yang meluas.
Gambar 2.3. Titik pusat gelombang yang dikelilingi lingkaran terpusat
titik pusat
gelombang suara
Gerakan
gelombang suara
Pada gambar 2.3 menunjukkan titik pusat yang dikelilingi oleh
lingkaran terpusat, gambar ditunjukkan sesaat setelah suara
dibunyikan.Ruangan yang terletak di antara lingkaran mewakili bagian
terjernih dari tiap lingkaran suara. Jika suara dihentikan dalam waktu yang
lebih singkat lagi yang terjadi adalah lingkaran terluar mempunyai
diameter lebih besar. Ruang di antara tiap lingkaran mewakili satu panjang
gelombang dari suara dalam material. Tetapi ultrasonik tranduser bukanlah
sebuah lingkaran terpusat, ultrasonik tranduser mempunyai diameter dan
area permukaan yang semuanya aktif, disebut “finite source”.
Gambar 2.4. Finite source dengan beberapa titik infinite source
Gambar 2.4 menunjukkan finite source, dimana diambil beberapa
titik infinite source sesaat setelah getaran dimulai. Terlihat bahwa
gelombang di depan point source menyatu, menghasilkan kesatuan
gelombang seperti balok (beam). Tapi jika diperhatikan ada sedikit suara
yang hilang di ujung lingkaran, ini disebut “difraksi”, merupakan salah
satu bentuk energi yang hilang.
Gambar 2.5.
Finite source dengan point source di ujung dan di tengah
Finite source
infinite
source
Finite
source
point
source
Gambar 2.5 menunjukkan finite source lagi. Tapi kali ini hanya
point source di pusat dan di tiap-tiap ujung saja yang ditunjukkan, untuk
mempermudah. Di depan point source ada titik “P”, menunggu suara
yang datang.
Gambar 2.6. Singgungan gelombang suara
Gambar 2.6 menunjukkan keadaan yang terjadi beberapa saat
kemudian, ketika gelombang pressure yang pertama datang dari ujung
source ke titik “P”. Akibatnya, ada dua singgungan di tiap-tiap sisinya.
Gambar 2.7. Pergantian letak/posisi titik “P”
Gelombang
pressure
Point
Source
Gelombang
pressure
Point
Source
Gambar 2.7 menunjukkan jika ada perubahan frekuensi atau
pergantian letak/posisi titik “P” bisa mengakibatkan suara yang datang ke
titik P dari pusat atau dari ujung berada di luar phasenya. Pada gambar ini,
gelombang pressure datang pertama kali dari ujung kemudian tiba di titik
P dan datang lagi sebagai penjernih dari pusat. Dua gaya tersebut saling
tekan dan tarik di tititk P. ini disebut “destructive interferences”, dan
energi suara mulai mengalami reduksi lokal. Lengkapnya, frekuensi bersih
yang diikuti gelombang suara bisa merupakan destruktif yang total,
dengan kata lain tidak ada suara lagi di titik P.
Jadi “destruktive interfernces” adalah perbedaan panjang celah
kecil dari titik P ke pusat source dan juga ke ujung dibandingkan dengan
panjang gelombang. Atau bisa juga jarak untuk titik P di depan source saat
perbedaan panjangnya lebih kecil dari panjang gelombangnya (dapat
dilihat pada Gambar 2.8). Jarak inilah yang disebut “near field”.
Gambar 2.8. Destruktive interfernces
λ
Near Field
Near field dihitung dari:
4
2
D
NF
Alternatif lain jika panjang gelombangnya tidak diketahui:
V
fD
NF
4
2
Dengan: D = diameter tranduser
f = frekuensi
V = kecepatan
2.2.6.2 Absorpsi (Penyerapan)
Suara menyebar melalui partikel-partikel zat padat, cair, atau gas,
dan penyebaran suara tersebut mengakibatkan partikel-partikel bergetar
sehingga beberapa energi bergeser dan terserap. Ukuran terhadap seberapa
energi yang terserap didasarkan pada jenis material yang dilalui oleh suara
dan frekuensi suara itu sendiri. Secara umum, semakin tinggi
frekuensinya, semakin besar absorpsinya.
2.2.6.3 Scatter
Gelombang suara akan dipantulkan dari permukaan dalam material
yang diuji, dan dari batas butir dalam permukaan logam yang mungkin
sembarangan berpedoman pada beam. Hal ini menyebabkan suara
dipantulkan dalam susunan acak atau “scatter”.
Material dengan batas butir yang halus mengakibatkan scatter yang
dihasilkan kecil, tetapi material dengan batas butir yang kasar
mengakibatkan scatter yang lebih besar. Energi scatter yang tidak
mencapai tranduser penerima merupakan energi yang hilang.
2.2.6.4 Beam Spread
Di near field, beam adalah silinder dengan diameter yang sama
sebagai kristal tranduser. Di samping near field, ada yang disebut far field,
dimana beam melebar menjadi seperti kerucut. Sudut dari kerucut,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.9, dapat dihitung sebagai
berikut:
D
,
sin
221
2
Dengan:
2
= setengah kali sudut penyebaran beam
= panjang gelombang
D = diameter kristal tranduser
Gambar 2.9. Bentuk beam
Dari persamaan di atas terdapat konstanta 1,22. Konstanta ini
dihitung saat beam melebar menuju batas mutlak beam yaitu saat
keberadaan suara berakhir. Konstanta ini bukanlah batas akhir untuk tiap
pengujian ultrasonik, karena jika suara berubah, konstanta bisa dideteksi
atau diukur. Pada kenyataannya, konstanta yang biasa digunakan 1,22 bisa
juga 0,56 atau 1,08. Harga 0,56 digunakan saat intensitas suara pada pusat
beam diturunkan 1,5 kalinya. Harga 1,08 digunakan saat suara pada pusat
beam diturunkan
10
1
kalinya.
Sudut penyebaran
beam
Catatan:
Konstanta di atas (0,56; 1,08; dan 1,22) biasa digunakan untuk
perhitungan pada bentuk beam secara teoritis. Jika bentuk beam diubah
untuk tujuan tertentu, yang harus dilakukan adalah menggambarkan
bentuk beam menggunakan buku kalibrasi khusus, baru kemudian
menghitung penyebaran beamnya. Gambar 2.9 menunjukkan bentuk beam
yang bulat panjang, termasuk porsi near field-nya.
Gambar 2.10. Perjalanan di sepanjang pusat beam saat amplitudonya diubah
Gambar 2.10 menunjukkan perjalanan di sepanjang pusat beam saat
amplitudonya diubah. Di near field ada frekuensi amplitudo karena efek
interferensi. Titik maksimum amplitudo adalah titik akhir near field dan
merupakan awal dari far field.
2.3 Peralatan untuk Ultrasonik
Untuk memahami bagaimana cara kerja metode pengujian ultrasonik,
kita harus mengetahui terlebih dahulu satu siklus pengujian yaitu sebagai
berikut:
1. Clock memberikan sinyal pada pulser untuk kemudian menghasilkan
tegangan tinggi yang dialirkan ke tranduser seraya memacu suplay
tegangan ke pengatur time-base trigger.
2. Time-base trigger menghidupkan titik-titik di CRT memulai perjalannya
melewati layar.
3. Tegangan mencapai tranduser dan kemudian tegangan diubah menjadi
getaran mekanik seraya memasuki benda uji.
4. Energi dalam benda uji ini kemudian direfleksikan melewati interfase
kembali ke tranduser, di dalam tranduser inilah energi (getaran mekanik)
diubah dalam bentuk tegangan.
5. Tegangan kemudian diterima dan diluaskan oleh receiver/amplifier.
6. Tegangan yang sudah diluaskan tersebut kemudian dikirim ke “plat
vertikal (sumbu Y)” (atas dan bawah) di CRT. Pada saat itulah plat di
atas sumbu Y menarik titik ke atas. Pergerakan ini menghasilkan sinyal
pada layar yang berarti pada waktu itu energi telah melakukan satu
siklus perjalanan sepanjang benda uji, yaitu dari saat energi
meninggalkan tranduser sampai energi diterima oleh tranduser. Titik-
titik tersebut diatur sehingga bisa memulai perjalanannya saat energi
masuk ke dalam benda uji. Pengaturan ini diatur secara manual
menggunakan delay atau zero control.
Keterangan gambar:
A = Clock and Pulser
B = Timebase Trigger
C = Receiver/Amplifier
D = Transduser
E = Test Piece
Gambar 2.11. Siklus pengujian ultrasonik
2.3.1 Peralatan Digital
2.3.1.1 Pengatur dan Fungsinya
Instrumen ini bervariasi sesuai kebutuhan, tetapi ada tiga pengatur
yang biasa digunakan pada alat pendeteksi retak ultrasonik yaitu:
sweep(range), delay, dan gain.
a. Sweep (Range)
Pengaturan ini biasa digunakan pada instrumen analog. Dalam unit
digital, pengaturan ini biasanya digabung menjadi satu, didesain sebagai
“range”. Fungsi pengatur ini adalah untuk mengatur kecepatan titik-titik
pada screen (untuk menyesuaikan display dari path suara yang berbeda-
beda). Titik-titik akan bergerak lebih lambat saat screen menggambarkan
suara dengan path panjang, sebagai contoh: menggambarkan time-base
untuk poros besi panajng. Sebaliknya, titik-titik akan bergerak cepat pada
screen saat menggambarkan besi yang pendek.
b. Delay (Zero)
Pengaturan ini menghentikan titik dari saat titik memulai
perjalanan melewati screen, sebagai contoh: saat menggunakan dual
tranduser atau tranduser dengan baji Plexiglass, waktu start titik harus
dihentikan sesaat agar mengikuti suara melewati baji Plexiglass sebelum
memasuki benda uji. Yang dibutuhkan oleh display hanya menggambakan
area, dari atas benda uji. Menggambarkan suara yang melewati baji pada
screen tidak dibutuhkan dan juga membingungkan.
c. Gain (Attenuator)
Jika diterima atau ditolaknya suatu keputusan didasarkan pada
amplitudo sinyal, pertimbangan terhadap sinyal yang jenuh terhadap
screen adalah tidak mungkin. Karena sinyal yang jenuh terhadap screen ini
melampaui 100% FSH (Full Screen Height). Karena sinyal tersebut tidak
terlihat di layar/screen, jadi tidak mungkin untuk membuat perbandingan
tanpa menyesuaikan tinggi sinyal.
Instrumen gain dibutuhkan untuk membuat sinyal lebih rendah
sampai sinyal tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan sinyal
referensinya. Tinggi sinyal referensi aktual mungkin dikurangi terlalu
banyak sehingga tidak terukur, atau pada kasus terburuk, mungkin
amplitudonya terlalu rendah sehingga tidak terlihat lagi, dan amplitudo
sinyalnya menjadi tidak bisa dibandingkan.
Solusi dari masalah ini adalah menggunakan pengaturan volume,
hampir sama dengan yang kita temui pada sistem stereo. Maksudnya sama
dengan yang kita ketahui sebagai “calibrated gain control” atau
“attenuator”. Perbedaan antara kedua alat ini adalah pada penggunaannya,
yaitu sebagai berikut:
1. Saat menunggu attenuator, penambahan attenuasi berdasarkan
pengurangan tinggi sinyal.
2. Saat menunggu calibrated gain control, penambahan tingkatan gain
berdasarkan peningkatan tinggi sinyal.
Persamaaan antara keduanya adalah keduanya dioperasikan dengan
menggunakan sirkuit yang sama.
d. Single and Dual Tranduser Selection
Switch ini mengisolasi sisi transmiter sirkuit dari amplifier. Dengan
single tranduser, tegangan mencapai amplifier dari pulser atau tranduser
(atau kombinasi keduanya), menghasilkan sinyal di sisi kanan layar yang
selalu dikembalikan sebagai “initial pulse” atau “mainbang”. Secara
nyata, initial pulse menutup display untuk area di bawah tranduser
(permukaan depan) benda uji.
Menggunakan dual tranduser mampu menghilangkan sinyal initial
pulse dari sisi kanan layar, ini meningkatkan waktu pengujian yang
tersedia mendekati permukaan depan (atas) benda uji.
e. Frequency Selection
Tranduser dioperasikan pada frekuensi tertentu berdasarkan
ketebalannya. Tranduser berosilasi pada frekuensi resonansinya, tapi juga
menghasilkan frekuensi yang lain, kadang lebih tinggi dan kadang lebih
rendah dari pada frekuensi utamanya. Sehingga dibutuhkan sesuatu untuk
menyaring frekuensi yang tidak dibutuhkan tersebut karena bisa
menimbulkan noise tingkat rendah. Untuk mengatasinya, beberapa
instrumen ultrasonik didesain sehingga bisa menerima range frekuensi
tertentu yaitu dengan menambahkan “narrow band receiver” atau “broad
band receiver”, efek dari penambahan instrumen ini adalah bahwa
receiver hanya memproses frekuensi yang diinginkan seraya
menyesuaikan “bandwidth”, contoh selektor 5 MHz mungkin hanya
menerima energi antara 4 MHz sampai dengan 6 MHz, didasarkan pada
spesifikasi. Nama lain untuk circuit jenis ini adalah “band pass filter” .
Band pass filter ada 2 jenis, yaitu :
1. high-pass filter, untuk menyaring frekuensi yang lebih tinggi dari pada
frekuensi aslinya.
2. Low-pass filter, untuk menyaring frekuensi yang lebih rendah dari
pada frekuensi aslinya.
2.3.1.2 Gate
Elektronik gate digunakan untuk menghasilkan aksi berdasarkan
sinyal yang terjadi dalam gate. Gate adalah gaya yang dimasukkan
kedalam time base pada lokasi user-selected sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 3.2. Gate biasanya terlihat sebagai garis elektronik tambahan
pada time-base. “Positive Gate” akan memungkinkan masuknya sinyal
kedalam gate sehingga menyebabkan tegangan terkirim ke alat tertentu,
sebagai contoh : alarm audible atau visible. Kebalikannya jika digunakan
pada daerah negatif, maka keberadaan sinyal dalam gate dapat
menyebabkan aksi serupa terjadi.
Gambar 2.12. Gate
Gate dapat digunakan untuk menghasilkan display numeris dari
sinyal pada posisi horizontal atau untuk menghasilkan prosentase
amplitudo pada layar. Ambang pintu gate biasa diatur sesuai dengan
fungsinya saat menyesuaikan amplitude sinyal. Penggunaan yang
didasarkan pada aplikasinya juga menentukan posisi dan luas gate.
Instrument modern menggunakan sinyal gate untuk menggunakan
informasi yang bisa digunakan untuk menghitung dan mengukur
kedalaman retak, atau dalam kasus angle beam transduser, sinyal gate bisa
digunakan untuk menghitung jarak lokasi retak ke depan trasduser dengan
program trigonometri. Sinyal gate juga bisa digunakan untuk
menghasilkan gambar “C-scan” (lihat Gambar 2.13)
Gambar 2.13. Sinyal gate untuk menghasilkan gambar C-scan
2.3.1.3 Storage Memory
Adalah instrument digital yang menyediakan fasilitas untuk
menyimpan kalibrasi atau bentuk gelombang. Kalibrasi dalam jumlah
banyak dapat disimpan dan dapat diperoleh kembali kapan saja. Bentuk
gelombang juga disimpan dan dapat dimuat kembali ke komputer untuk
kemudian di print.
2.3.1.4 Display
Ada sedikit perbedaan cara untuk menunjukkan informasi
ultrasonik. Penunjukan A-scan diperlihatkan oleh alat pendeteksi
cacat/retak ultrasonik secara konvensional. Gambar 2.14 menunjukkan
hasil tes dimana terdapat dua retak, menurut penunjukan “A-scan”.
Display A-scan bisa berupa “rectified” atau “unrectified” sebagaimana
ditunjukan oleh Gambar 2.15.
Gambar 2.14. Hasil tes penunjukan A-scan
Gambar 2.15. Penunjukan display A-scan
Display “B-scan” ditunjukkan sebagai “potongan” terhadap bagian
benda uji. Sinyal ditunjukkan sebagai titik terang atau garis pada layar.
Pada display yang ditunjukkan oleh Gambar 2.16, bahwa titik terang
serentak terjadi saat unit pencari digerakkan sepanjang benda uji (dengan
kecepatan yang sama dengan unit pencari).
Gambar 2.16. Penunjukan display B-scan
“C-scan” mempunyai tipe display seperti peta. Rekaman C-scan
pertama dihasilkan oleh rekaman eksternal yang diaktifkan oleh sinyal
yang memasuki elektronik gate yang terjadi cacat atau retak. Sebuah pena
akan menuliskan area dimana sinyal pada gate diaktifkan di kertas
perekam. Dengan kecanggihan teknologi saat ini rekaman gambar
dilakukan secara digital dan display ditunjukkan dengan warna yang
berbeda-beda pada monitor.
2.3.1.5 Transducers
Istilah lain yang digunakan untuk mendeskripsikan transduser
adalah “probe”, “seach unit”, dan “test head”. Kata “transduser” berasal
dari bahasa latin “transducere” yang berarti pengantar atau transfer.
Fungsi tansduser adalah untuk mentransfer energi listrik menjadi energi
mekanik dan kebalikannya.
Tahun 1880, Curie bersaudara, Pierre dan Jacques-Paul,
menemukan bahwa jika material kristal tertentu dibagi-bagi menjadi
bentuk plat-plat yang spesifik, bisa menghasilkan tegangan saat digeser-
geser, ini disebut “piezoelectricity” yaitu elektrisitas karena tekanan.
Quartz kristal adalah contoh utama jenis kristal. Adapun material
piezoelectric lain yang tersedia di alam, adalah tournaline dan garam
Rochelle. Kristal ini digunakan pada awal-awal pengujian ultrasonik
sampai material keramik polycrystalline ditemukan, yang kemudian
dikembangkan untuk meningkatkan fungsinya. Material polycrystalline
yang biasa digunakan dalam transduser adalah lead zirconate titanate
(PZT) dan lead metaniobate (PMN). Kedua material tersebut dicampur
dalam bentuk bubur dituang dalam cetakan, dikeringkan dalam cetakan,
kemudian diiris-iris dengan ketebalan sesuai dengan yang diinginkan.
Material tersebut meresonansikan bunyi sesuai dengan formulasi dan
ketebalannya. Sebagai contoh : Transduser 5 MHz elemen dari PZT akan
mempunyai ketebalan yang berbeda jika elemen tersebut terbuat dari
PMN. Potongan-potongan tersebut kemudian ditempatkan pada meja-meja
berongga. Langkah selanjutnya adalah menutup material dengan material
konduktif yang sangat tipis, biasanya silver (perak). Pada saat ini, elemen
belum bisa aktif sehingga harus dipolarisasi agar bisa digunakan untuk
tujuan menghasilkan atau menerima energi ultrasonik. Ini dikenal dengan
proses ”poling”. Elektroda ditempelkan pada permukaan dan elemen
dicelupkan kedalam oli. Oli ini dipanaskan pada temperatur yang disebut
temperatur Curie sesuai dengan jenis materialnya (juga disesuaikan
dengan temperatur kritisnya).
Elemen bisa mempunyai polaritas positif (+) dan negative (-).
Untuk gelombang longitudinal, elemen terpolarisasi, deformasi elemen
ditunjukkan pada Gambar 2.17a. Untuk gelombang geser (gelombang
transversal) bisa terbentuk saat element terpolarisasi dan berdeformasi
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17b.
Gambar 2.17. Bentuk deformasi elemen
Keuntungan keramik polycrystalline transduser adalah efisiensinya
yang bisa mencapai 60 sampai dengan 70 kali lebih baik dari pada material
lain. Elemen terpolarisasi seperti ditunjukkan oleh gambar 2.17a akan
mempunyai fungsi yang sama dengan gerakan piston. Elemen tumbuh
menjadi lebih pendek dan lebih gemuk gerakan ini akan terus terjadi
sampai alat ultrasonik berhenti berbunyi. Mungkin karena jika gerakan ini
tidak diredam, maka sinyal retak dari benda uji yang tertutup akan
kelihatan pada layar sebagai satu gabungan sinyal.
Untuk meredam gerakan tersebut maka ditambahkan material
“damping” atau “backing” dibelakang elemen, tetapi ikatan antara
material backing dan elemen juga penting, yaitu harus ada kesesuaian
akustik impedans antara elemen dan material backing. Idealnya tranduser
harus mempunyai panjang pulse pendek dan energi output tinggi. Tetapi
dua fitur ini berlawanan satu sama lainnya. Untuk itu peredam harus
dilengkapi dengan substant yang dilengkapi impedance akustik sesuai
dengan material akustik, dan juga mempunyai struktur padat. Biasanya
digunakan campuran tungsten dan epoxy.
Seiring dengan perkembangan teknologi, dikembangkan transduser
dimana pemilihan elemennya didasarkan pada impedance akustik sesuai
dengan aplikasi, sebagai contoh: transduser yang digunakan sebagai
“wedge drivers” mempunyai permukaan yang biasanya terbuat dari epoxy
(mempunyai impedansi yang baik) dipadukan dengan Plexiglas.
Transduser yang diaplikasikan untuk kontak secara langsung seperti unit
convensional zero degree, mempunyai permukaan depan yang terbuat dari
material yang mempunyai impedance akustik sesuai dengan benda uji,
biasanya aluminium atau besi. Material yang biasa digunakan untuk
aplikasi ini biasanya aluminium oxide.
a) Piezocomposite Transducers
Biasanya digunakan dalam lingkungan medis. Ide piezocompisite
transduser ditemukan pertama kali pada pertengahan tahun 1970. Keramik
dipotong-potong berbentuk persegi. Ruang kecil antar persegi-persegi
tersebut diisi dengan epoxy dan transduser disesuaikan ketebalannya,
ditutup silver (perak), dan dipolarisasi dengan cara yang sama pada
element transduser pada umumnya. Perbedaannya adalah pada
penunjukannya. Karena material peredam (epoxy) yang mengelilingi
keramik persegi pada transducer mempertunjukkan bandwidth yang besar
juga resolution yang besar. Sehingga hanya sedikit bahkan tidak
membutuhkan lagi penambahan backing material; menghasilkan efisiensi
yang besar daripada keramik peredam transduser konvensional.
Gambar 2.18. Piezocomposite Transducers
b) PVPF (Polyvinylidene Fluoride)
Keramik bukanlah satu-satunya material yang bisa menghasilkan
efek piezoelectric. Pada saat-saat tertentu, sensor polimer piezoelectric
digunakan dalam industri pengujian ultrasonik.
Keuntungan material PVDF adalah :
1. PVDF mempunyai akustik impedance
2. PVDF mempunyai range frekuensi yang besar, dan begitu juga
bandwidth yang luas karena itu PVDF menunjukkan pengurangan
ruang dan resolusi dekat permukaan yang sangat mendukung,
dibandingkan dengan material elemen piezoelectric konvensional.
3. Material PVDF fleksibel dan dapat dibentuk untuk memfokuskan
beam , sehingga ideal untuk penerapan dengan resolusi tinggi.
Kerugian :
1. PVDF mempunyai kekuatan lebih rendah dibandingkan dengan
tranduser piezoelectric konvensional.
2. PVDF tidak bisa digunakan untuk aplikasi kontak langsung
c) Non-contact Methods
Teknologi EMAT (Electromagnetic Acoustic transduser) lihat
Gambar 2.19. adalah cara lain untuk menghasilkan dan menerima energi
ultrasonik. EMAT mirip transduser yang terbuat dari koil yang
ditempatkan didekat benda uji. Koil membutuhkan daerah magnetik yang
berinteraksi dengan logam, menghasilkan deformasi dipermukaan
material. Deformasi ini menghasilkan energi gelombang ultrasonik.
Gambar 2.19.
EMAT (Electromagnetic Acoustic transduser)
Keuntungan :
1. Tidak membutuhkan couplant, karena transduser EMAT tidak
kontak secara langsung.
2. dapat diaplikasikan pada komponen dengan temperatur tinggi.
Karena transduser jenis ini tergantung pada daerah induksi,
sehingga transduser bisa bekerja pada daerah yang dekat dengan
permukaan. Kekuatan daerah magnetis berkurang jika jarak antara
transduser dan komponen bertambah jauh.
Kerugian :
1. Effisiensinya lebih rendah dari pada piezoelectric transducer.
2. Ukuran transduser relatif besar
3. Menghasilkan energi ultrasonik pada material nonkonduktif hanya
mungkin jika pelapis konduktif ditempatkan dipermukaan material
nondestructive tersebut.
d) Laser-Generated Ultrasound
Laser-generated ultrasound menggunakan dua laser. Laser yang
pertama untuk mengablatipkan permukaan dan menghasilkan gelombang,
sedangkan laser yang kedua (laser interferometer) untuk mendeteksi
gerakan pada permukaan karena gangguan dari gelombang reflektif.
Teknologi ini digunakan untuk inspeksi pada material komposit dalam
industri pesawat terbang.
Keuntungan :
1. Tidak membutuhkan couplant saat penerimaannya menggunakan
laser interferometry.
2. Laser dapat ditempatkan jauh dari permukaan benda uji.
e) Bandwidth
Transduser bandwidth dalam ultrasonik dideskripsikan sebagai
spektrum atau range frekuensi yang terjadi saat menggunakan transduser.
Untuk membuat bandwidth lebih berarti untuk tujuan perbandingan, maka
bandwidth diukur dengan menambahkan range amplitude. Biasanya range
amplitudo yang digunakan antara –3 db sampai dengan –6 db dari
maksimum amplitudo (lihat Gambar 2.20).
Gambar 2.20. Bandwidth
Standard yang digunakan sebagai pembanding pada transduser
adalah “quality factor” atau “Q” yang berfariasi karena ditempatkannya
peredam mekanik pada elemen. Jika Q lebih tinggi maka sensitifitasnya
akan semakin besar, semakin rendah Q maka resolusi karakteristiknya
makin besar.
f) Dual transducer
Transduser yang menyatukan fungsi elemen yaitu untuk transmisi
dan menerima energi ultrasonik disebut sebagai “dual transducer”
(ditunjukkan oleh Gambar 2.21). Seperti terlihat pada gambar, elemen
ditempatkan pada garis pembagi, elemen terbuat dari material non-
transmitting yaitu gabus. Elemen receiver tidak bisa menerima energi
secara langsung dari elemen transmitter.
Keterangan Gambar:
A = Insulator
B = Plexiglas stand off
C = Elemen
D = Damping
E = Case
Gambar 2.21. Dual transducer
Tujuan utama transduser tipe ini adalah untuk menambah
kemampuan resolusi near-surface dari sistem ultrasonik. Dual transducer
dapat di desain untuk memisahkan reflektor yang sangat dekat dengan
permukaan scanning, karena itulah transduser di desain dengan “roof
angle” atau “squint angle” yang sesuai. Hal ini bisa menghasilkan energi
pada benda uji yang direfraksikan secara langsung pada sisi receiver
transduser. Pada kenyataannya, semakin besar roof angle, maka resolusi
terhadap permukaan scanning menjadi semakin baik.
Dual transducer dapat digunakan pada aplikasi angle beam. Pada
kasus ini ditunjukkan beberapa keuntungan yang sama, yaitu : daerah
intersection (perpotongan) energi suara dapat diatur untuk menambah area
spesifik pada benda uji atau komponen uji. Tidak benar jika transduser
jenis ini disebut sebagai transduser yang difokuskan, tetapi teknik ini tidak
terbatas pada penerimaan energi yang direfleksikan pada daerah dimana
beam pada transmitter memotong daerah hypothetical dari beam penerima.
Catatan : bahwa tidak ada energi dari receiver, tetapi karena sudut datang
sama dengan sudut refleksi, dan karena receiver ditujukan pada daerah
transmitted beam, maka refleksi planar pada beam akan merefleksikan
energi terhadap receiver. Energi yang mampu dideteksi oleh receiver
ditunjukkan oleh daerah intersection pada transmitter. (lihat Gambar 2.22).
Gambar 2.22. Energi yang dideteksi receiver
g) Focused Transducer
Focused Transducer menggunakan prinsip lensa diterapkan pada
suara. Yaitu memfokuskan cahaya yang diterima dengan menggunakan
lensa. Demikian juga saat meneruskan energi suara, dilakukan dengan cara
yang sama. (lihat Gambar 2.23).
Gambar 2.23. Focused Transducer
Tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk melakukan pengujian dengan focusing beam adalah :
1. membuat elemen transduser.
2. menambahkan lensa konkaf pada permukaan transduser
3. menambahkan lensa bikonveks pada “path” energi suara (sama dengan
memfokuskan cahaya dari matahari menggunakan lensa suryakanta).
Energi suara bisa difokuskan, sehingga energi berkumpul di
kedalaman atau area tertentu pada benda uji.
h) Phased Array Transducer
Transduser ini menyatukan elemen-elemen yang disusun dengan
pola tertentu untuk tujuan memfokuskan atau mengatur energi. Akibat
penggunaan elemen-elemen kombinasi yang disusun berjejer dan
penggunaan timing pulse untuk merangsang elemen-elemen tersebut,
dihasilkan beam yang fokusnya mempunyai kedalaman yang berbeda-beda
pada benda uji (lihat Gambar 2.24). Bermacam-macam gelombang
didepan elemen dikombinasikan untuk membentuk beam. Susunan elemen
bisa berbentuk lingkaran atau persegi empat, tergantung pada bentuk beam
dan bentuk penyebaran energi yang diinginkan. Penyusunan elemen secara
linier lebih banyak digunakan dalam dunia kesehatan dari pada sektor
industri.
Gambar 2.24. Fokus beam pada Phased Array Transducer
i) Bubblers and squirters
Pengujian celup tidak hanya terbatas pada penempatan benda uji
atau komponen kedalam tangki air. Pengujian immersion (celup) bisa
dipermudah dengan menggunakan alat disebut “bubblers” atau
“squirters”.
Bubblers adalah alat dimana transduser ditempatkan didalam
housing yang didalamnya terdapat reservoir fluida. Fluida tersebut
dipompakan secara terus menerus kedalam housing. Transduser yang lebih
ringan ditempatkan satu tingkat diatas pemegang. Saat unit bubblers
ditempatkan pada permukaan benda uji, permukaan benda uji ditempatkan
Elemen
kombinasi
diatas unit, housing diisi dengan fluida, dan menyediakan film couplant
didepan transduser. (lihat Gambar 2.25).
Gambar 2.25. Unit bubblers
Squirters (lihat Gambar 2.26) memasukkan nozzle kedalam holder
(pemegang). Transduser ditempatkan didalam squirters ini dan semburan
air pelan yang ada dalam nozzle membawa energi suara ke permukaan
benda uji. Alat ini biasanya disatukan dalam sistim pengujian otomatis
seperti pada penggunaan untuk pengujian produk-produk pipa, atau
pengujian komponen-komponen pesawat, dimana komponen-komponen
tersebut tidak mungkin dicelup.
Gambar 2.26. Squirters
j) Wheel transducers
Pengujian immersion/celup ditemukan dalam berbagai bentuk/cara.
Wheel transducer adalah cara lainnya. Transduser ditempatkan pada
holder (pemegang) dengan wheel yang diisi dengan fluida. Fluida tersebut
bisa air, oli ringan atau material lainyang sesuai. Transduser dapat
ditempatkan pada sudut yang strategis dengan wheel sehingga bisa
menyediakan sudut refraksi yang sesuai. Alat ini sangat berguna untuk
menguji komponen-komponen yang bergerak, dimana permukaan couplant
terbatas. Alat ini biasa digunakan pada industri rel kereta api.
k) Permasalahan dalam Transduser
Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, pengujian ultrasonik
dimulai dengan transduser. Sehingga yang terpenting adalah cara kerja
transduser saat digunakan. Masalah dengan transduser harus dideteksi
terlebih dahulu. Sebaiknya selalu mencatat cara kerja setiap transduser saat
digunakan, sehingga cara kerja transduser bisa terpantau selama
digunakan. Item-item seperti pulse width, amplitudo, dan sudut (jika
digunakan) harus diketahui banyaknya. Photografi spektrum dan bentuk
gelombang harus ada. Parameter-parameter ini harus dicek secara teratur
dan cara kerjanya (performance) harus diperhatikan. Sebaiknya
memperhatikan parameter-parameter pada sistem yang sama setiap kali
digunakan. Variable-variabel seperti pulse, receiver, dan kabel, dapat
mengakibatkan perubahan yang mungkin bisa mengakibatkan error pada
transduser itu sendiri.
Perubahan cara kerja (performance) yang mungkin terjadi adalah sebagai
berikut :
1. Pulse length, bisa meningkat (+) karena alasan-alasan dibawah ini;
- material backing atau dumping (peredam) terlepas dari transduser
- wear face terlepas dari transduser
- elemen atau wear face retak/patah
- coil tuning terlepas
2.sensitivitas rendah, bisa terjadi karena beberapa alasan seperti :
- material elemen transduser menjadi semakin buruk atau rusak
- permukaan transduser terlepas
- coil tuning terlepas
3. beam miring, karena bagian permukaan transduser lepas
4. salah sambung. Kabel pada housing transduser rusak atau lepas.
5. pada angle beam transducers, pemasangan Plexiglas terlalu ke bawah
bisa menyebabkan sudut refraksi berubah.
2.4 Teknik
Teknik pengujian ultrasonik dibagi menjadi 2 kategori utama, yaitu
“pulse echo” dan “trought-transmission”. Setiap teknik harus menggunakan
kalibrasi yang sesuai sehingga time base mempunyai arti pada tiap ketebalan
material.
2.4.1 Teknik Kalibrasi
Proses kalibrasi dibutuhkan sebagai pendisiplin seperti teknik inspeksi.
Tetapi pada kenyataannya semua inspeksi membantu proses kalibrasi. Beberapa
teknik kalibrasi di bawah ini terdiri dari pengukuran dan pencatatan karakteristik
dari tiap transduser dan flaw detector.
2.4.1.1 Karakteristik Transduser
a. Compressions Wave Transducers
a.1. Resolusi
Pulse ultrasonic terdiri dari sedikit siklus energi suara pada
frekuensi pengujian. Karena itulah, pulse menempati ruang pada
material dengan waktu atau jarak tertentu. Puncak yang ditempati oleh
pulse itu disebut “pulse width”.
Secara matematis pulse width ditulis sbb :
W = n x
dimana :
n = jumlah putaran pulse
= panjang gelombang
Pulse width penting, karena satu pulse diproses, hal-hal lain
yang mengikuti pulse tidak bisa diproses secara langsung. Ini berarti,
bahwa dua reflektor yang hanya mempunyai jarak pemisah kecil, akan
terlihat sebagai suatu sinyal pengotor. Karena dua sinyal tersebut
overlap, maka perbedaan waktu antara keduanya tidak terukur.
Kemampuan sistem ultrasonik untuk membedakan antara 2 reflektor
yang terjadi hampir bersamaan disebut “resolusi”.
Resolusi yang bisa digunakan pada transdusers adalah sebagai berikut :
1. Dengan menghitung pulse width dan menggunakannya pada saat
mengukur jarak yang ditempati dalam benda uji. Sebagai contoh :
panjang gelombang compression wave 5 MHz pada baja 0,047”
(1,192 mm). Jika transduser yang ditanyakan mempunyai jumlah
putaran pulse 2,5 maka pulse width pada transduser adalah 0,047”
x 2,5 didapatkan 0,117” (2,98 mm). Sinyal dari permukaan yang
masuk bersama-sama akan mulai tercampur.
2. Dengan mengukur pulse width pada jejak-jejak kalibrasi. Jika time
base dikalibrasikan untuk pengujian material, maka posisi sinyal
dapat digunakan untuk mengukur pulse width.
3. Dengan mengecek resolusinya pada blok kalibrasi yang sesuai.
Jika tranduser mampu meresolusi jarak, maka tiga sinyal berbeda
akan ditunjukkan pada trace ( lihat Gambar 2.27). Blok telah
didesain sehingga jarak antara permukaan refleksi pertama dan
kedua adalah 1sec pada kecepatan besi.
Gambar 2.27. Tiga sinyal berbeda pada trace
a.2. Dead Zone – Initial Pulse ( Main Bang )
Saat menggunakan single crystal transducer, initial pulse dan
suara dari kristal akan disambungkan dengan sirkuit receiver dan
ditunjukkan pada time base. Sinyal ini menempati bagian awal trace,
dan mengindikasikan “dead zone” pada material. Saat kristal
mentransmisikan sinyal, trace tidak menunjukkan sinyal yang diterima
dengan jelas pada daerah tersebut. Karena alasan itulah, maka biasa
digunakan “dual crystal transducers” untuk komponen yang tebalnya
lebih kecil dari 0,5” (12,5 mm).
Dead zone dapat diukur pada time base pengkalibrasi, dengan
menghilangkan titik dimana initial pulse hilang
b. Angle Beam Shear Wave Transducers
b.1. Probe Index (Exit Point)
Jika menggunakan angle transduser untuk scanning yang
bersentuhan langsung maka kristal ditempatkan diatas Plexiglas agar
mampu menghasilkan sudut refraksi yang diinginkan pada komponen.
Pusat beam suara timbul dari baji (wedge) pada posisinya disebut
“probe index” atau “beam exit point”. Posisi terukur pada sisi baji
(wedge) transduser dan posisi diukur dari jarak horizontal, HD
(Horizontal Distance). Karena sering digunakan, baji (wedge) bisa
menjadi usang dan exit point bisa berubah, sehingga probe index baru
harus diukur dan ditandai, jika menginginkan keakuratannya tetap
terpelihara. Gambar 2.28 menunjukkan shear wave angle beam
transducer yang diposisikan 45˚ pada blok IIW - VI sehingga pusat
beam ditunjukkan pada radius 100 mm. Perpotongan antara slot sempit
dengan permukaan scanning merupakan titik pusat dari radius 100
mm. Saat transduser digerakkan kedepan atau kebelakang slot, maka
echo dari radius 100 mm akan terlihat naik atau turun. Saat transduser
mencapai amplitudo maksimum, maka pusat beam akan lurus terhadap
pusat radius, dan menjadi berpotongan terhadap nilai tangensial radius.
Slot kemudian menandai pusat radius yang sekarang lurus dengan
probe index sesungguhnya. Jika probe indek berubah terhadap index
yang telah ditandai, maka probe index baru harus dibuat melalui
pengukuran yang berbeda dan disimpan sehingga dapat digunakan
kembali selama operasi berlangsung.
Gambar 2.28.
Shear wave angle beam transducer pada posisi 45˚
b.2. Beam Angle
Sudut beam pada beam angle transducer bisa diukur pada VI
blok satu dimana probe index telah ditetapkan. Pada blok VI
ditambahkan lobang Plexiglas-filled besar sebagai target untuk
mengukur sudut beam. Dari pusat lubang tersebut, sudut telah
diproyeksikan terhadap ujung blok dan perpotongan diukur sebagai
sudut, tiap 5 dari 35 sampai dengan 70.
Saat angle beam transducer discankan terhadap lobang, seperti
ditunjukkan oleh Gambar 2.29, maka sinyal mencapai maksimal ketika
beam ditunjukkan lurus pada pusat lubang. Seperti yang terjadi pada
gambar, probe index diluruskan dengan titik sudut beam sesungguhnya
harus selalu diperiksa lagi terhadap sudut nominalnya; variasi yang
terjadi harus dicatat dan sudut sesungguhnya dapat digunakan saat
menggunakan teknik pengukuran dan ploting discontinuity.
Gambar 2.29.
Angle beam transducer yang discankan terhadap lobang
b.3. Beam Spread Diagram
Beberapa teknik pengukuran discontinuity menggunakan
diagram beam spread untuk menetapkan ujung discontinuity. Oleh
karena itulah, maka diagram beam spread harus digambar agar probe
index bisa digunakan. Untuk memilih diagram beam spread yang
akurat, harus diperhatikan informasi dibawah ini :
1. Probe sudut beam masih ditanyakan.
2. Batas beam yang digunakan (-6 dB atau –20 dB).
3. Perhitungan probe index (exit point) untuk probe masih ditanyakan
desainnya. Sirkuit ini akan menyaring frekuensi di luar bandwidth.
Sudut beam dan probe indek ditetapkan dengan teknik kalibrasi
di atas. Pada titik 20 dB atau 6 dB akan ditentukan oleh kode inspeksi
yang relevan dan standar. Jika informasi-informasi diatas sudah
dipilih, langkah selanjutnya adalah menyiapkan plotting bantuan,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.30.
Plot card yang ditunjukkan pada Gambar 2.30 mempunyai
skala horizontal yang mewakili jarak horizontal sepanjang permukaan
scanning, yaitu dari probe indek sampai dengan titik referensi. Skala
vertikal mewakili ketebalan komponen. Dari perpotongan antara kedua
skala tersebut, maka skala beam path digambar pada pengukuran sudut
beam untuk probe (bukan merupakan titik sudut nominal pada probe)
Panjang permukaan scaning
Gambar 2.30. Plot card
Langkah selanjutnya adalah mengukur beam spread pada
kedalaman yang berbeda sehingga diagram beam spread dapat dibuat.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan blok kalibrasi beam seperti
blok IOW (lihat kalibrasi blok). Blok ini berisi satu seri sisi yang
dilubangi oleh bor yang berdiameter 1/16 inchi (1,55 mm), dan tiap
permukaan blok mempunyai kedalaman yang berbeda. Pada plot card
yang ditunjukkan pada Gambar 2.31, ada garis-garis yang
digambarkan paralel terhadap skala horizontal, pada kedalaman lubang
yang akan digunakan sebagai diagram beam spread. Hal tersebut
hanya dibutuhkan untuk mengeplot beam spread bila menggunakan
time base dengan range maksimum.
Gambar 2.31.
Plot card yang akan digunakan sebagai diagram beam spread
Sebagai contoh, komponen yang diuji mempunyai ketebalan 25
mm, sehingga garis parallel yang tergambar pada block hole depth
IOW adalah, 13, 19, 25, 32, 42, 48, dan 56, seperti ditunjukkan pada
diagram. Setiap lubang telah discan dari permukaan yang telah
disediakan. Echo dari lubang-lubang itu dimaksimalkan oleh gerakan
probe sepanjang permukaan scaning seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 2.32. saat sinyal mencapai amplitude maksimum, pusat beam
dipusatkan pada pusat lubang. Berat sinyal kemudian disesuaikan
hingga diperoleh nilai yang terbaik, biasanya 80 % dari satu layar
penuh.
Kedalaman
lubang yang
akan digunakan
sebagai diagram
beam spread
Gambar 2.32.
Gerakan probe sepanjang permukaan scaning
Berat sinyal yang baru dicatat, dan pada layar ditandai dengan
pensil lilin sebelum sinyal dikembalikan pada berat sinyal
sesungguhnya (80%). Panjang beam path diambil dari time base, dan
disimpan dalam tabel untuk tiap kedalaman lubang dan posisi pusat
beam.
Transduser kemudian discan kembali sampai amplitudo sinyal
berkurang terhadap garis pensil lilin. Range time base dicatat kembali
dan disimpan sebagai posisi back-edge beam.
Langkah akhir adalah menggerakkan transduser kembali ke
lokasi amplitudo maksimum dan kemudian menscan kembali hingga
sinyal kembali mencapai garis pensil lilin. Catat range time base ini
dan disimpan sebagai front-edge beam.
Ketiga simpangan range time base tersebut kemudian
dipindahkan ke plotting card yang menggambarkan busur-busur yang
dipusatkan pada card zero. Busur-busur tersebut memotong garis
paralel untuk kedalaman lubang yang ditanyakan dan busur beam pusat
juga memotong skala beam path. Busur-busur tersebut ditunjukkan
pada Gambar 2.31. langkah-langkah diatas diulang lagi untuk setiap
tujuh lubang, yang kemudian digunakan dalam diagram beam spread.
Jika semua busur-busur tersebut telah diplot, ujung-ujung beam dapat
digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.33, dan diagram
beam spread telah sempurna.
Gambar 2.33. Ujung-ujung beam pada diagram beam spread
2.4.2 Sistem Cek dan Kalibrasi
2.4.2.1 Time Base Calibration – Compression Waves
Kalibrasi time base didapatkan dengan menetapkan kedalaman
yang diketahui sebagai skala, yang melintang terhadap trace untuk
material yang akan diuji. Blok 11 W V1 adalah blok kalibrasi untuk besi.
Blok 11 W V1 mempunyai pemuliaan refleksi dimana kalibrasi time base
yang diizinkan adalah 25 mm, 50 mm, 100 mm, dan 200mm.
Kenyataan untuk kalibrasi time base adalah bahwa “zero” pada
trace mewakili permukaan scanning dan “full scale” mewakili kedalaman
yang diketahui atau ketebalan. Antara zero dan full scale, ada graticule
yang mewakili perubahan linier dari kedalaman. Masalah utama yang
dihadapi oleh penguji adalah karena titik pada trace yang mewakili
masuknya beam ke dalam permukaan tidaklah nyata. Dalam kasus single
crystal transducer, suara awal merupakan pengguna pulse tegangan yang
dilepaskan. Karena itulah sehingga titik awal adalah, suatu tempat dalam
“initial pulse” dimana sinyal dijenuhkan.
Saat bentuk multiple echo dilihat sebagai suara yang memantul ke
atas dan ke bawah di dalam material, maka satu kenyataan yang terjadi
adalah bahwa antara satu dinding refleksi dan dinding refleksi selanjutnya
tersebutlah, suara berjalan melewati ketebalan spesimen. Kesimpulannya,
ruang antara refleksi pertama kali dimulai hingga refleksi kedua kali
dimulai secara langsung sesuai ketebalan dinding tersebut “start point”.
Gambar 2.34 menunjukkan single crystal transducer ditempatkan pada
blok V1 untuk range 25mm. Pada sebelah kiri trace (time base) adalah
initial pulse, dan sebelah kanan adalah refleksi balik juga multiple signals
pertama. Kedua sinyal ditempatkan sebagai bagian dari satu pengujian di
dalam blok.
Keterangan Gambar:
A: Single crystal transducer
B: Test Piece
C: Initial pulse
D: Refleksi balik
E: Multiple signal pertama
Gambar 2.34.
Single crystal transducer serta blok V1 untuk range 25mm
Untuk mengetahui jaraknya, ujung kiri refleksi balik pertama
digerakkan menggunakan control “delay” sampai ujung kiri refleksi balik
pertama tersebut segaris/bertemu dengan “zero” pada graticule.
Kemudian, dengan menggunakan kontrol “depth” atau “range” ujung kiri
sinyal multiple refleksi balik pertama, digerakkan hingga menjadi
segaris/bertemu dengan “10” pada graticule. Posisi sinyal refleksi balik
pertaman diperiksa dan disesuaikan lagi menggunakan kontrol “delay” jika
dibutuhkan, dan sinyal multiple refleksi balik pertama juga diperiksa dan
disesuaikan lagi menggunakan kontrol “depth”
Penyesuaian ini dibuat sampai ujung kiri dari kedua sinyal tersebut benar-
benar lurus dengan graticule, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.35.
Gambar 2.35. Dua sinyal yang benar-benar lurus dengan graticule
Pada tahap ini, time base dikalibrasikan untuk jarak 25 mm, tapi
zero adalah 25 mm dan “10” adalah 50 mm. Sehingga zero berarti
permukaan scanning ( 0 mm). Akan tetapi, semuanya tidak dihilangkan!
Kunci control depth, kemudian gunakan delay untuk menempatkan echo
refleksi balik pertama pada “10”, dan pekerjaan dilakukan! Sekarang zero
adalah 0 mm dan “10” adalah 25 mm.
Teknik diatas, yang menggunakan kontrol “delay” dan “depth”
untuk menyesuaikan refleksi balik dan multiple echo pertama dengan
graticule, juga dapat digunakan untuk beberapa range lain pada blok IV.
Karena di sini, delay didasarkan pada ruang Plexiglass dan karena
transmitter terpisah dari receiver, sehingga tak ada cara untuk menentukan
yang manakah titik masuk beam dengan menggunakan dual crystal
transducer. Tetapi, prosedur di atas hanya digunakan untuk mengkalibrasi
saja.
2.4.2.2 Time Base Calibration – Shear Wave Transducers
Kalibrasi biasa dilakukan pada blok V1 untuk range beam 100mm,
dan pada blok DIN 54 122 (V2) untuk 25 mm dan 50 mm. Prosedurnya
sama dengan penjelasan di atas (lihat Gambar 2.36 dan 2.37).
Gambar 2.36. Blok V1 untuk range beam 100mm
Gambar 2.37.
Blok DIN 54 122 (V2) untuk 25 mm dan 50 mm
Slot sempit yang menandai pusat radius/ jari-jari 100mm juga
mempunyai tujuan lain. Yaitu membuat sudut reflektor pada permukaan
scanning sehingga memungkinkan bagi echo balik pertama untuk
merefleksikannya lagi ke radius untuk menghasilkan bentuk echo multiple.
Kalibrasi time base kemudian dapat di set dari echo balik pertama hingga
echo balik kedua. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan kontrol
delay untuk membawa echo balik pertama ke titik echo balik kedua ke titik
“10” pada time base. Time base sekarang mewakili 100mm pada material,
tapi diset dari 100-200mm. Untuk membenarkan pengaturan/pengesahan
sehingga terbaca 0-100mm, maka digunakan kontrol delay untuk
menggeser echo balik pertama pada titik “10”.
2.4.2.3 Calibrasi Amplifier (Tes Sensitivity)
Sangat penting untuk mengkalibrasi time base agar mendapatkan
posisi reflektor yang benar, juga sangat penting untuk mengkalibrasi
amplifer untuk mengetahui banyaknya gain. Kalibrasi amplifier ini
penting untuk meyakinkan bahwa ada cukup gain yang bisa digunakan
untuk mendeteksi “critical discontinuities”, yaitu gain tidak terlalu tinggi
sehingga memperlihatkan indikasi palsu, dan untuk menjamin kemampuan
mengulan-ulang antara inspeksi.
Bentuk paling sederhana dari setting gain adalah memilih target
yang diketahui dalam blok kalibrasi, dan menggunakan gain untuk
mengatur amplitudo echo dari target hingga mencapai tinggi yang
seharusnya. Target bisa berupa dinding pemantul (back wall), sisi
berlubang (slide-drilled hole), lobang atas yang tipis (flat-bottomed
hole/FBH), dalam blok kalibrasi atau berupa jalan kunci (keyway) atau
jalan minyak (oilway) dalam komponen itu sendiri.
2.4.2.4 Blok Amplitudo Jarak dan Area.
Karena amplitudo echo dapat berfungsi sebagai reflektor area dan
kedalaman, maka area dan kedalaman yang diketahui dari target dapat
digunakan untuk mengeset pengujian sensitivitas. Ini adalah blok kalibrasi
yang didesain untuk menunjukkan fungsinya. Sebaliknya, lobang atas
yang tipis (flat-bottomed hole/FBH) digunakan sebagai target. Range
ukurannya adalah dari diameter 1/64” (0,4mm) sampai 8/64” (3,2mm)
dalam 1/64” langkah. Pengaturan blok ke dalam ukuran ini, berada dalam
range kedalaman scanning.
Sensitivitas diatur dengan cara memilih ukuran FBH dan
kedalaman scanning, yang tersedia dalam blok, dari material yang sama
sebagai komponen yang akan diuji. Transduser ditempatkan pada blok dan
discankan hingga mencapai amplitudo echo maximum dari FBH. Gain
disesuaikan untuk membawa echo ini hingga tinggi yang ditetapkan. Ini
disebut sebagai “referensi sensitivitas” atau “referensi gain”.
2.4.2.5 Distance Amplitude Correction (DAC).
Saat jarak antara transduser dan reflektor meningkat, banyaknya
energi yang sampai dan kembali dari reflektor ke transduser menjadi
berkurang. Prinsip ini ditemukan melalui pengamatan terhadap amplitudo
sinyal yang direfleksikan oleh reflektor yang ditempatkan pada jarak
berbeda-beda dari transduser. Banyaknya reduksi/pengurangan sinyal
tergantung pada beberapa faktor, seperti attenuasi material, frekuensi
transduser, dan ukuran transduser.
Sistem ultrasonik dapat berupa lingkungan/ daerah dimana
kemampuan elektroniknya meningkatkan gain sesuai jarak reflektor,
didasarkan pada pertimbangan terhadap banyaknya attenuasi dalam benda
uji dan faktor-faktor lain seperti disebutkan di atas. Ini disebut juga “swept
gain”. Swept gain, secara efektif mengontrol peningkatan dalam gain di
sepanjang time base. Sebagai contoh: sinyal dari reflektor tipis
berdiameter ¼” yang ditempatkan pada kedalaman 1 inchi, dengan
amplitudo sinyal diatur 80%. Bisa secara elektronik bertahan pada
amplitudo yang sama di time base meskipun reflektor mungkin 2,4,5,10
inchi lebih lanjut dari transduser. Jenis ini dibutuhkan saat faktor efek
attenuasi terjadi pada sistem tes otomatis. Variabel material dikurangi atau
dihilangkan dengan cara ini.
2.4.2.6 Transfer Corrections.
Saat referensi amplitudo ditetapkan menggunakan kalibrasi atau
blok referensi, dimungkinkan ada perbedaan antara blok kalibrasi dan
komponen, yang berpengaruh terhadap sensitivitasnya. Hal ini terjadi
karena perbedaan kondisi permukaan, ketebalan material, atau
attenuasinya. Proses ini dikenal sebagai “transfer correction” (transfer dari
blok kalibrasi ke komponen).
Contoh di bawah ini untuk angle beam transducer, tetapi beberapa
prosesnya diterapkan di straight beam transducers.
Teknik Transfer Correction dengan cara menempatkan transduser di blok
kalibrasi dan di penerima sinyal pada jarak satu skip penuh
dimaksimalkan. Amplitudo sinyal diatur pada 80% FSH (full screen
height). Catat panjang beam path di sepanjang time base, dengan pensil
lilin. Transduser digerakkan untuk meletakkan echo pada full skip kedua.
Amplitudo sinyal dan panjang beam path pada lokasi time base kemudian
juga dicatat.
Dengan membedakan dB berdasarkan perbedaan panjang beam
path, energi yang hilang bisa dihitung dalam dB per unit jarak (inchi
atau mm). Nilai ini biasa dicatat. Transduser di tempatkan pada bagian
lain dan prosedur di atas diulang lagi.
2.4.2.7 Distance, Gain, Size (DGS) Technique.
Prinsip ini didasarkan pada karakteristik beam dari tiap transduser.
Bagimana cara reflektor tertentu dalam merespon beam dapat
diprediksikan. Kurva DGS tersedia untuk 2 jenis reflektor. Yang pertama
adalah total beam reflektor, mengefektifkan reflector back wall saat
kedalamannya meningkat. Di dalam kurva back wall ada tipe yang kedua,
yaitu satu seri kurva untuk reflektor yang lebih kecil dari beamnya.
Reflektor ini adalah target FBH, tiap kurva mewakili satu diameter FBH
saat kedalamannya meningkat.
Kurva ini dihitung dan dibuat untuk tiap jenis transduser, tersedia
dalam bentuk kertas data dan aksesoris transparan untuk dijepitkan di
depan screen. Prosedur kalibrasi menggunakan echo dari full back wall
sampai target setting up. Target setting up diatur menggunakan kontrol
gain untuk ketinggian tertentu pada CRT (sebagai contoh 40% FSH).
Langkah selanjutnya didasarkan pada ukuran kurva untuk diameter FBH
tertentu. Baca ke bawah garis jarak hingga jarak yang sama pada ketebalan
komponen dan catat perbedaan dB antara kurva back wall dan kurva
ukuran pada jarak tersebut. Kembali ke detector flaw, dan tingkatkan gain
sesuai perbedaan dB. Pada pengaturan gain yang baru, berdasarkan
reflektor FBH pada kedalaman back wall, bias diberi sinyal 40% FSH.
Pada kedalaman yang berbeda, maka sinyal dari referensi FBH akan
mengikuti ukuran kurva untuk kedalaman yang dikenai.
Saat diaplikasikan pada angle beam gelombang transversal, tidak
seperti pada echo back wall, kecuali saat digunakan echo dari radius
100mm pada blok IIW V1. Karena echo dari radius 100mm pada blok II
W V1 bukan merupakan echo back wall dari komponen, sehingga transfer
koreksinya harus dinuat. Hal ini mengakibatkan pengukuran intensitas
suara ynag melewati blok V1 dan yang melewati komponen, dimunculkan
sebagai perbedaan dB.
2.4.2.8 System Checks
Berbagai cek dan kalibrasi tersedia untuk menguji semua sistem,
seperti transduser, kabel, dan flaw detektor. Yang paling sederhana adalah
cek untuk sistem overall gain, mengguanakan Plexiglass yang dimasukkan
dalam blok V1. Transduser diletakkan pada Plexiglass dan gain
ditingkatkan sampai terlihat noise (grass) sepanjang 2mm atau dicapai
gain penuh. Jumlah echo back wall yang terlihat pada layar ditetapkan
sebagai sistem gain yang diukur untuk transduser, frekuensi, dan flaw
detector.
Cek yang lain harus dlakukan terus-menerus untuk menyakinkan
bahwa cara kerja sistem tidak memburuk,. Sistem kerja tersebut meliputi
garis linear amplifier (garis vertikal) dan garis liniar time base (garis
horizontal).
a) Garis Vertikal
Sinyal amplitudo yang telah ditetapkan mempunyai beberapa arti
dan sinyal amplitudo bisa diperbandingkan dalam pengukuran dB. Saat
membandingkan data amplitudo, dibutuhkan alat ukur atau pembanding;
pada kasus ini sinyal amplitudo diukur secara akurat tanpa diberi toleransi.
Karena itulah, di sini ada konfirmasi bahwa sinyal amplitudo terukur yang
ditunjukkan pada layar, mempunyai arti untuk tujuan tertentu.
Prosedur dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Dua sinyal dari satu atau dua reflektor ditetapkan pada FSH 80% atau
40%.
2. Gain berkurang sampai sinyal 80% diposisikan pada FSH 70%. Pada
titik ini, sinyal yang lebih rendah harus mempunyai amplitudo 35%.
3. Prosedur ini diulang-ulang sampai pada langkah-langkah dimana
pengurangan sinyal amplitudonya lebih tinggi dari 10%. Sinyal
amplitudo yang rendah harus tinggal 50% dari sinyal amplitudo lebih
tinggi sepanjang range vertikal.
b) Garis Kontrol Amplitudo
Verivikasi bahwa kontrol gain segaris dengan respect pada sinyal
yang tercatat pada layar mirip pernyataan yang sesuai. Prosedurnya
disebut sebagai “amplitude control linearity verification”, yaitu sebagai
berikut:
1. Sinyal dari reflektor diatur pada amplitudo FSH 80%. Gain diturunkan
sampai -6dB. Sinyal sekarang mempunyai amplitudo FSH 40%.
2. Jika sinyal amplitudo diatur pada 10% FSH dan gain 20dB
dimasukkan, maka amplitudonya menjadi FSH 100%.
3. Nilai lain yang memenuhi range dipilih dan diubah-ubah.
c) Garis Horizontal.
Dengan instrumen ultrasonik, kemampuan untuk mengkalibrasi
sistem pada display bisa berupa inchi, mili meter, bahkan mikro pun bisa.
Instrumen display pada layar mirip kombinasi dari kecepatan suara dalam
material uji dan jarak yang dilalui oleh suara. Untuk melakukannya dari
kecepatan suara dalam material uji dan jarak yang dilalui oleh suara.
Untuk melakukannya dibutuhkan “standar kalibrasi”. Standar kalibrasi
dijunjukkan sebagai “garis horizontal”. Intrumen dikalibrasi dan
dibedakan dengan menggunakan standar sesuai ketebalan yang diketahui.
Bila transduser diletakkan pada standar tersebut, maka kontrol instrumen
(sweep dan delay) diatur pada display sinyal sesuai tingkat ketebalan, yang
segaris dengan tiap penambahan yang sesuai pilihan pada layar. Jika sinyal
bias dianggap mempunyai garis horizontal yang bisa diterima.
2.4.3 Teknik Inspeksi
2.4.3.1 Teknik Pulse-Echo
a) Kontak scanning menggunakan gelombang kompresi.
Teknik pulse-echo gelombang kompresi biasa dipakai, keduanya
single maupun dual crystal transducer menunjukkan energi ultrasonik
yang tegak lurus atau hampir tegak lurus terhadap permukaan scanning.
Teknik ini dikenal sebagai “teknik pengujian straight beam”.
Pada satandar teknik gelombang kompresi, refleksi dari back wall
dan retak, digunakan untuk menetapkan kelayakan komponen. Agar
refleksi tersebut terpenuhi, maka penting untuk mengorientasikan reflektor
sehingga bagian permukaan, pararlel terhadap permukaan alat scanning,
dengan kata lain normal terhadap beam. Retak laminar atau retak
volumetrik, seperti lubang gas atau inklusi benda-benda nonmetallik
merupakan orientasi yang sesuai. Retak yang menyudut, terhadap
permukaan scanning mungkin tidak direfleksikan atau akan merefleksikan
suara keluar dari transduser.
Gambar 2.38a menunjukkan single transducer dengan gelombang
kompresi digunakan untuk mengukur ketebalan logam, dan Gambar 2.38b
menunjukkan hubungan antara ultrasonik A-scan trace dimana time base
dikalibrasikan untuk skala penuh 25 mm. Pulse awal terlihat pada zero di
sebelah kiri trace dan sinyal refleksi balik terlihat ¾ panjangnya pada time
base, mengindikasikan ketebalannya adalah 18,75 mm. Pengukuran
ketebalan adalah satu contoh paling sederhada dari pengujian
menggunakan gelombang kompresi. Memperhatikan bahwa pulse awal
menduduki hampir ¼ time base sehingga 6 mm dari metal path
disembunyikan. Daerah tersembunyi ini disebut sebagai “dead zone”.
Gambar 2.39a menunjukkan elemen dual transducer yang diatur untuk
mengukur ketebalan pada contoh dengan tebal 4 mm. Gambar 2.39b
menunjukkan trace untuk contoh dengan time base kembali dikalibrasikan
untuk 25 mm. Perhatikan bahwa memilih pengoperasian “dual” dimana
flaw detector megisolasi transmiter dari sirkuit penerima, sehingga disana
tak ada pulse awal dan akibatnya, tidak ada dead zone. Sinyal refleksi
balik pertama (juga disebut sebagai “back wall echo” atau “BWE”)
ditunjukkan 4mm pada time base. Perhatikan juga bahwa multiple BWE
terlihat 8,12,16,20, dan 24 mm pada time base.
Gambar 2.38.
(a). Single transducer untuk mengukur ketebalan logam
Gambar 2.38.
(b). Ultrasonik A-scan trace untuk kalibrasi time base single transducer
skala 25 mm
Gambar 2.39.
(a). Elemen dual transducer untuk mengukur ketebalan logam
Gambar 2.39.
(b). A-scan trace untuk kalibrasi time base dual transducer skala 25 mm
Satu cara dimana keakuratan pembacaan dapat ditingkatkan adalah
dengan menerima pembacaan dari multiple dan membagi-bagi hasilnya
menurut banyaknya celah penghubung pada multiple. Ambil contoh;
pembacaan pada 24mm (dimana ada 6 sinyal). Membagi 24 dengan 6 dan
hasilnya adalah 4mm. Meskipun, ketebalan sesungguhnya kira-kira 4,15
mm. Itu akan menjadi susah jika membaca keakuratannya pada sinyal
refleksi balik pertama, tapi keenam sinyal bisa diperkirakan 24,9. Jumlah
ini dibagi 6 menjadi sama dengan 4,15 mm. Pada kenyataanya, pemilihan
keakuratan hanya bisa digunakan pada contoh dengan permukaan
scanning sangat rata/licin, dan pada contoh permukaan back wall. Untuk
mengukur ketebalan pada permukaan berkarat, error bisa mencapai kurang
lebih 0,5mm.
Gambar 2.40a menunjukkan elemen single transducer yang diatur
untuk mendeteksi retak dalam plat besi dengan tebal 20mm. Retak ternyata
lebih kecil dari pada beam. Gambar 2.40b menunjukkan bahwa posisi echo
retak terjadi pada layar di 11mm di bawah permukaan scanning dan echo
refleksi balik menunjukkan ketebalan 20mm. Echo refleksi balik
berkurang amplitudonya karena sebagian beam direfleksikan oleh retak.
Jiaka retaknya lebih besar dari pada beam, maka di sana tidak ada echo
refleksi balik. Atau jika kebalikannya, retak lebih kecil maka sinyal dari
retak akan mempunyai amplitudo yang lebih kecil, dan echo refleksi baik
menjadi lebih besar. Sehingga mungkin perlu meningkatkan equipment
gain untuk melihat retak secara keseluruhan. Pada kasus yang lebih
ekstrim, retak mungkin sangat kecil, sehingga tidak bisa dideteksi pada
frekwensi pengujian tersebut atau pada gain yang digunakan. Jadi,
mendeteksi retak yang sesuai harus didasarkan pada ukuran retak,
frekwensi pengujian dan pengguanaan gain.
Gambar 2.40.
(a). Single transducer untuk mendeteksi retak dalam plat besi
(b). Posisi echo retak pada trace
Harus diingat bahwa attenuasi dari beam ultrasonik juga
mempunyai efek saat mendeteksi. Seperti energi yang masuk lebih dalam
ke dalam material, maka energi menjadi melemah. Mungkin beam terlalu
lemah untuk mengikuti echo kecil kembali mencapai receiver. Frekuensi
pengujian yang lebih tinggi, attenuasi yang lebih besar, dan penetrasi yang
lebih sedikit, bisa menyelesaikannya. Jenis material dan struktur
butirannya juga mempengaruhi attenuasi.
Praktikan harus menyeimbangakan bentrokan-bentrokan keperluan
dari ukuran retak yang akan dideteksi, jenis material, dan jenis beam
ultrasonik, saat memilih transduser dan frekuensi pengujian.
Gambar 2.41a dan b menunjukkan 2 retak yang tidak baik yang
diorientasikan pada beam suara. Retak miring pada Gambar 2.41a
merefleksikan energi dari transduser, juga menutupi back wall. Akibatnya
tidak ada sinyal yang terlihat pada display, melainkan menjadikan reduksi
pada refleksi balik. Pada Gambar 2.41b, retak vertikal mengikuti suara,
melewati sisi-sisi yang lain tanpa merefleksikannya, tetapi memberikan
echo back wall normal. Orientasi yang memungkinkan untuk jenis retak
ini juga harus diperhatikan saat melakukan prosedur pengujian.
Gambar 2.41.
(a). Retak miring pada material
(b). Retak vertikal mengikuti suara
Akhirnya, teknik pengujian untuk mendeteksi retak pada plat tipis
diperlihatkan pada Gambar 2.42a, b, dan c. Teknik ini disebut sebagai
“multiple echo” dimana hasil yang dicapai ditunjukkan pada Gambar
2.42b dan c. Time base dikalibrasikan untuk 50mm, untuk contoh yang
tebal 3mm. Dengan transduser pada posisi 1, maka bentuk multiple echo
membentang pada 30mm (14 sinyal) seperti ditunjukkan oleh Gambar
2.42b. Dengan transduser pada posisi 2, yang melewati retak, maka
multiple echo hanya membentang sampai 15mm, sebagaimana dicatat pada
Gambar 2.42c.
Gambar 2.42
(a). posisi 1 dan 2 saat pengujian terhadap plat tipis
(b). A-scan trace pada posisi 1
(c). A-scan trace pada posisi 2
b) Kontak Scanning Menggunakan Angle Beam Waves.
Jika orientasi dari beberapa retak yang terjadi dipertimbangkan
karena beam tidak tegak lurus terhadap permukaan scanning, maka butuh
untuk memiringkan beam agar tersedia sudut yang bias menjamin bahwa
beam mengenai retak setegak lurus mungkin. Untuk sudut yang kecil
(kira-kira 10 dalam material uji), bisa digunakan gelombang kompresi,
Tetapi untuk sudut yang lebih besar, mode konversi energi gelombang
geser membuat penggunaan gelombang kompresi itu sendiri tidak
mungkin. Sehingga perlu meningkatkan sudut incident (sudut masuk) di
luar sudut kritis pertama, jadi yang tertinggal hanya gelombang geser.
Sudut terendah untuk pengujian dengan gelombang geser adalah
kira-kira 35° . Hal ini bukan berarti bahwa pengujian pada sudut di antara
10° dan 35° adalah tidak mungkin. Meskipun, jika sudut pada range ini
harus digunakan, maka praktikan harus mempertimbangkan dengan cermat
geometri dari benda uji. Putusan selanjutnya adalah apakah akan
menggunakan gelombang kompresi atau serentak menggunakan
gelombang geser, didasarkan pada apa yang terjadi terhadap mode yang
tak diinginkan. Biasanya, transduser itu sendiri baik dengan gelombang
kompresi atau gelombang geser akan mengenai beam bila sudut transduser
35° sampai dengan 70° .
Biasanya sudut yang tersedia dalam ultrasonik dengan pengujian
menggunakan gelombang geser adalah 45° ,60° ,dan 70° , meskipun
sudut lain bisa dibuat sesuai kebutuhan.
2.4.3.2 Teknik ROD and PIPE
Gambar 2.43 menunjukkan angle beam yang ditempatkan
disekeliling batang logam, untuk mendeteksi retak longitudinal
disepanjang diameter luar (OD). Beam path panjang dari mana echo
berasal, seperti retak, akan terlihat pada time base, dapat dihitung dari:
Beam path = OD x cos
Dimana: = sudut probe
Jika time base dikalibrasikan pada range yang sesuai, maka semua
keliling bisa diuji dengan menscan dari A sampai dengan B seperti
Gambar 2.43.
Gambar 2.43.
Angle beam yang ditempatkan disekeliling batang logam
Pengaturan yang sama ditunjukkan oleh Gambar 2.44a, tapi pada
waktu itu probe ditempatkan pada pipa. Sudut dimana beam mengenai
lubang pada pipa, tergantung pada sudut transduser dan radio diameter
dalam (ID) terhadap OD. Panjang path AB terhadap ID dapat dihitung
dari:
cos
t
BeamPath
dimana:
t = tebal dinding pipa
= sudut probe
Gambar 2.44 (a). Probe ditempatkan pada pipa tipis
Gambar 2.44 (b). Angle beam pada pipa yang berdinding tebal
Saat memeriksa retak pada permulaan pipa untuk CD dan ID, akan
lebih mudah jika kalibrasi time base menggunakan blok referensi yang
sama seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.44b: lubang antara ID dan
OD akan menyediakan titik refleksi. Jika dinding pipa sangat tebal, pusat
beam tidak akan mencapai lubang pipa, seperti ditunjukkan oleh gambar
2.45.
Gambar 2.45.
Pusat beam pada diding pipa yang sangat tebal
Untuk beberapa nilai sudut, maka ketebalan maksimum dinding yang
diberikan pipa OD dapat dihitung dari persamaan:
2
)sin1(
OD
t
Dimana:
t = tebal maksimum dinding pipa
= sudut probe
Dari persamaan ini diperoleh persamaan lain untuk menghitung
sudut probe optimum untuk meguji lubang tertentu pada pipa. Persamaan
tersebut menjadi:
OD
t21
sin
Sebagai panduan. Tabel 2.1 memberikan ketebalan maximum dinding
yang bisa digunakan dengan sudut probe yang sudah distandarkan untuk
range diameter pipa tertentu.
Tabel 2.1 Ketebalan maksimum dinding
2.4.3.3 Teknik Tip Difraction
Teknik tip difraksi mengikuti dari “last maximum” pada teknik
Amplitudo maksimum. Jika retak yang ekstrim bisa diplot secara akurat,
maka retak bisa diukur.
Ada dua pendekatan dasar yang bisa digunakan untuk mengukur
difraksi di ujung:
1. Menggunakan angle beam tranduser standar untuk menyelesaikan
scan tambahan, khususnya untuk mengukur retak yang telah
dideteksi.
2. Menggunakan teknik time of flight diffraction (TOFD) dimana dua
angka compression wave tranduser bisa digunakan untuk
mendeteksi dan mengukur dalam satu langkah.
2.4.3.3.a Menggunakan Transduser Angle Beam Standarts
Saat beam suara mengenai ujung reflektor, energi yang
direfleksikan kemudian didifraksikan pada ujung untuk membentuk
gelombang berbentuk bola-bola seperti ditunjukkan pada Gambar 2.46.
gelombang berbentuk bola-bola tersebut mungkin bisa mencapai
sebagian besar permukaan komponen. Ini berarti bahwa, energi
difraksi bisa dideteksi pada daerah yang lebih besar daripada beam
utamanya. Energi difraksi yang paling besar sebagai pusat beam
bertemu di ujung. Energi difraksi terbesar tersebut bisa dicapai
besarnya pada 30 dB, lebih kecil dari pada sudut reflektor pada
kedalaman yang sama.
Gambar 2.46.
Beam suara mengenai ujung reflektor
Hal ini berarti bahwa ujung sinar difraksinya lemah dan
mungkin hanya ada 2 atau 3 kali tingkatan noise (dimana perbandingan
sinyal terhadap noise biasanya sekitar 2:1 s/d 3:1). Sinyal 6yang kecil,
menjadi sulit untuk diidentifikasikan pada layar.
Prosedurnya hampir sama dengan Metode Amplitudo
maksimum. Setelah retak dalam komponen bisa diidentifikasi dan
diketahui posisinya, maka transduser diatur sehingga bisa mencapai
sudut refleksi yang kedalamannnya sesuai dengan kedalaman retak.
Sinyal dari sudut reflektor disesuaikan dengan tinggi referensinya
(FSH 30%). Gain kemudian ditingkatkan sampai 30 dB (+30 dB) dan
kemudian transduser digerakkan menuju ke daerah retak. Saat
transduser mengenai retakan, layar kemudian mempelajari sinyal yang
meningkat terhadap level referensinya sebagai penurunan sinyal echo
utama. Setelah sinyal tersebut mencapai tingkat maksimum, koordinat
kemudian dicatat dan posisi ujung dipotong seprti sebelumnya.
Biasanya akan lebih baik jika layar unrectified (RF) untuk
menyelasaikan pengujian menggunakan teknik Tip Difraction. Karena
pada teknik Tip Difraction ini, terdapat fase pembalikan antara sinyal
difraksi yang dihasilkan pada ujung atas dan sinyal difraksi yang
dihasilkan di ujung bawah retak. Jika retaknya kecil, maka bisa
mengidentifikasi ujung atas dan ujung bawah retak pada waktu yang
sama.
2.4.3.3.b Teknik Time of Flight Diffraction (TOFD)
Teknik TOFD, menggunakan ujung difraksi untuk
mengidentifikasikan atas, bawah, dan akhir retak dalam satu langkah.
Teknik TOFD ini lebih suka menggunakan Angled Compression Wave
dari pada gelombang geser, dikarenakan oleh 2 alasan. Satu, karena
ujung sinar difraksinya lebih kuat dari pada sinyal difraksi gelombang
geser, dan kedua, karena gelombang lateral yang dihasilkan gelombang
kompresi kemudian dapat digunakan untuk mengukur jarak horizontal
antar transmiter dan receiver.
Sinyal ujung difraksi yang dihasilkan pada ujung retak
menghasilkan point source. Sesuai dengan hukum Huygens, bahwa
point source menghasilkan beam berbentuk bola-bola. Gambar 2.47
menunjukkan gelombang lateral dan beam difraksi dari ujung reflektor.
Gambar 2.47
Gelombang lateral dan beam difraksi dari ujung reflektor
Gambar. 2.48 menunjukkan transduser TOFD yang secara
khusus diatur pada komponen dengan retakan vertikal. Ada empat path
suara dari transmiter ke receiver. Path “A” adalah path gelombng
lateral yang berjalan hanya melewati permukaan saja. Path “B” adalah
path ujung difraksi dari atas (puncak) retakan. Path “C” adalah path
ujung difraksi dari bawah retakan dan path “D” adalah path dinding
echo balik.
Gambar 2.48. Transduser TOFD yang diatur pada komponen dengan retakan
vertikal
Gambar 2.49 menunjukkan trace unrectified untuk 4 sinyal.
Dari catatan diketahui bahwa hubungan fase A dan C merupakan
kebalikan fase B dan D. perbedaan terpenting yang dicatat adalah
bahwa antara B dan C atas dan bawah sinyal difraksi merupakan phase
kebalikan. Asumsikan bahwa ujung difraksi dipusatkan antara dua
transduser, maka dalamnya ujung di bawah permukaan dapat dihitung
dari:
22
22
HDBPL
Kedalaman
Dimana :
BPL = panjang beam path untuk sinyal yang ditanyakan.
HD = panjang beam path untuk gelombang lateral
Gambar 2.49.
Trace unrectified untuk 4 sinyal
Jarak yang diukur, diambil dari trace ultarasonik harus dibuat
dari bagian yang sama dari tiap bentuk gelombang. Sebagai contoh
adalah trace yang ditunjukkan oleh gambar 2.49. untuk sinyal A dan
C, adalah negatif, dan untuk sinyal B, positif. Keuntungan
menggunakan teknologi komputer adalah menjadi mungkin untuk
menyelesaikan semua perhitungan dan mengeplot secara otomatis serta
disimpan untuk evaluasi lebih lanjut. Cara ini dipilih untuk
menunjukkan data TOFD sebagai informasi khusus “B-scan”.
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Bagan Tahapan Pengujian
Gambar 3.1 Bagan Tahapan Pengujian
Merangkai alat UltraScan 5
Persiapan Couplant dan Probe
Hasil Kalibrasi
Kalibrasi
Pengujian Ultrasonik
Hasil Pengujian
Persiapan Material Uji
Laporan
Perencanaan Pengujian
Bahan Coran Timbal
Analisis
3.2 Kalibrasi dengan Ultrascan 5 Ultrasonic
1. Sistem pengkabelan komputer “Ultrascan 5” dirangkai, kemudian cek
sambungan. Setelah semua sambungan telah benar, hubungkan ke power
supply.
2. Tombol On ditekan untuk menghidupkan komputer dan tunggu beberapa
saat hingga muncul menu-menu pada layar komputer.
3. Menu thickness di klik dua kali, hingga muncul gambar dan kolom isian
pada layar komputer. Menu thickness ini mempunyai tujuan untuk
pengukuran ketebalan.
4. Bahan plat standar dan minyak couplant (misal baby oi)l yang akan
digunakan untuk kalibrasi dipersiapkan.
5. Minyak couplant dioleskan pada plat yang akan dikalibrasi, kemudian
transduser diletakkan pada plat dan digeser-geser hingga muncul nilai
kecepatan suara pada kolom kecepatan suara atau “Velocity” yang sesuai
dengan bahan plat yang akan digunakan untuk kalibrasi.
6. Kalibrasi sistem pengukuran material (menu thickness) dengan material
uji. buka Calibration.
7. Pastikan pada layar komputer tertampil spektrum dari bahan yang diuji
(dua buah spektrum atau lebih) dengan cara mengatur gain lihat Gambar
3.2.
Gambar 3.2. Spektrum pada layar
8. Tanda merah sebelah kiri pada layar screen digeser dan diletakkan pada
puncak spektrum 1 lihat Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Tanda merah pada spektrum 1
9. Tanda merah sebelah kanan pada layar digeser kemudian diletakkan
pada puncak spektrum 2, seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Tanda merah pada spektrum 2
10. Lihat dan sesuaikan penunjukan DISTANCE pada layar, kemudian
nilainya ketebalan timbal disamakan.
11. Gate 1 dibuat, kemudian diletakkan pada spektrum 1 dengan cara ± 50%
dari ketinggian spektrum 1, seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.5.
Gambar 3.5.Gate 1 pada spektrum 1
12. Gate 2 dibuat, kemudian diletakkan pada spektrum 2 dengan cara ± 50%
dari ketinggian spektrum 2 lihat Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Gate 2 yang diletakkan pada spektrum 2
13. Hasil akhir dari kalibrasi timbal adalah seperti gambar spektrum
dibawah, seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Hasil akhir kalibrasi
3.3 Pengujian/pemetaan ketebalan dengan Ultrascan 5 Ultrasonic
1. Buka setting menu
Pilih Display dan Gird dan isikan nilai X axsis unit, Y axis unit dan Depth
Yaitu X: 2.00 Y: 2.00 Depth: 1.00
2. Transducer setting
Isikan Transduser ID : 5 MHz
Description : Pb
Material Velocity : otomatis
3. Pilih Scanner settings
Scan speed : 5.0 mm/s
Manual : 5.0 mm/s
4. Lakukan test scan, dengan catatan motor scanner sudah terisi data
mapping untuk arah X, Y dan Resolution
Yaitu:
X : 30 mm
Y : 35 mm
Res : 1mm – 5mm
5. Isikan File Discription
Misal nama file : Uji Pb
6. RECORD dan YES
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS
4.1 HASIL PENGUJIAN
Hasil pengujian ultrasonik terhadap dua buah timbal berbentuk
silinder pejal dengan ukuran : diameter 15 cm x tinggi 6 cm dan diameter
17 cm x tinggi 6,5 cm, ditunjukkan oleh gambar 4.1.(a) dan (b). Perbedaan
warna yang terlihat pada gambar, menunjukkan adanya perbedaan
ketinggian (ketebalan).
Gambar 4.1.(a)
Hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter 15 cm
Gambar .4.1.(b)
Hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter 17 cm.
Hasil pengujian dalam bentuk warna tersebut diubah ke dalam
bentuk data teks. Data teks tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk
tabel, seperti ditunjukkan oleh tabel. 4.1.(a) dan (b).Hal ini dilakukan
dengan tujuan ; agar bisa mengetahui letak perbedaan ketebalannya.
Tabel 4.1(a).Tabel data hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan
diameter 15 cm dan tinggi 6 cm.
Tabel 4.1(b).Tabel data hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan
diameter 17 cm dan tinggi 6,5 cm.
Untuk memudahkan proses analisis terhadap hasil pengujian, data teks
tersebut diubah ke dalam bentuk grafik. Melalui gambar grafik 3 dimensi ini bisa
diketahui bentuk permukaan benda uji, secara abstrak. Gambar 4.2 (a) dan (b),
merupakan gambar grafik yang dibuat berdasarkan data – data pada tabel 4.1. (a)
dan (b).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Lebar Permukaan Yang Diuji
(mm)
Panjang Permukaan Yang Diuji (mm)
Grafik Hasil Pengujian Ultrasonik
Gambar 4.2 (a) Grafik pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter
15 cm dan tinggi 6 cm.
1
3
5
7
9
11
13
15
58
59
60
61
62
63
64
65
66
Lebar permukaan yang diuji (mm)
Panjang permukaan yang diuji (mm)
Gambar 4.2 (b) Grafik pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter
17 cm dan tinggi 6,5 cm.
4.2 ANALISIS
Dari data pengujian ultrasonik, dapat dianalisa bahwa benda coran yang
dihasilkan baik, hal ini didasarkan pada kriteria: tidak ada perbedaan nilai
ketinggian yang signifikan, antara data hasil pengujian ultrasonik, dengan data
pengukuran menggunakan jangka sorong, maupun nilai ketinggian yang
diinginkan. Nilai toleransi yang digunakan, bisa dihitung dengan menggunakan
metode analisa – statistik data eksperimen. Hal pertama yang dilakukan untuk
menghitung standar signifikan adalah mencari nilai purata atau pukul rata (mean)
dari seluruh bacaan (data). Jika setiap bacaan (data) ditandai dengan X
i
dan ada n
bacaan, maka purata dirumuskan :
X
m
=
n
i
i
X
n
1
1
Dengan :
X
m
= nilai purata (mean)
Jika sudah diperoleh nilai purata, kita bisa menghitung deviasi standar (standart
deviation) atau deviasi akar purata kuadrat, didefinisikan sebagai :
SD =
n
i
mi
XX
n
1
2
)(
1
Dengan :
SD = Standar Deviasi
n = banyak data
X
i
= nilai setiap bacaan
X
m
= nilai purata (mean)
Bila data dari Tabel.4.1. (a) dan (b) diterapkan pada rumus – rumus di atas, akan
diperoleh nilai – nilai sebagai berikut :
a. untuk data hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter
15 cm dan tinggi 6 cm :
purata = Xm = 60,52881 cm
deviasi standar = SD = 0,3285 cm
b. untuk data hasil pengujian ultrasonik terhadap timbal dengan diameter
17 cm dan tinggi 6,5 cm :
purata = Xm = 64,869 cm
deviasi standar = SD = 0,2072 cm
Dengan memperoleh nilai standar deviasi di atas, dapat dianalisa kembali bahwa
data – data pada tabel mempunyai perbedaan ketebalan yang tidak signifikan,
karena perbedaan ketebalan yang terjadi tidak melebihi nilai standar deviasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Melalui pengujian ultrasonik metode pulse – echo straight – beam
gelombang longitudinal scan ketebalan, diketahui bahwa di dalam beam
filter tidak terdapat cacat.
2. Dari data hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa timbal hasil coran
tersebut layak digunakan sebagai beam filter pada colimator wall reaktor
Kartini ditandai dengan beberapa data teknis sebagai berikut :
a. Timbal pada kolimator I :
Bentuk : Silinder Pejal
Diameter : 15 cm
Berat bersih : 15 kg
Tinggi (tebal) : 6 cm 0,3285 mm
b. Timbal pada kolimator II :
Bentuk : Silinder Pejal
Diameter : 17 cm
Berat bersih : 18 kg
Tinggi (tebal) : 6,5 cm 0,2072 mm
5.2. Saran
Untuk mendapatkan hasil pengujian ultrasonik yang tepat, maka
perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :
1. Menggunakan mesin bubut yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi,
untuk pengerjaan finishing pada material uji, sehingga didapatkan
permukaan yang rata.
2. Menggunakan jangka sorong digital untuk mengukur ketinggian material
uji pada saat produksi, sehingga diperoleh nilai ketinggian yang lebih
akurat dari pada jangka sorong biasa. Hal ini diperlukan karena
gelombang suara mempunyai tingkat kepekaan (sensitivitas) yang tinggi.
3. Meletakkan material uji pada tempat yang rata agar tidak mudah tergores.
Hal ini diperlukan mengingat timbal murni mempunyai sifat lunak.
4. Sebelum menscan, oleskan minyak couplant yang cukup pada permukaan
material yang akan diuji, supaya gelombang suara dapat ditransfer dengan
baik dan didapatkan data yang akurat.
5.2 Penutup
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir
dengan judul “Pengujian Ultrasonik Terhadap Beam Filter Reaktor Kartini”.
Dengan penuh kerendahan hati, penulis berharap hasil pengujian ini dapat
bermanfaat bagi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan mampu memperkaya
pengetahuan para pembacanya.Terima Kasih.
Penulis menyadari masih banyak kekurangaan pada Pengujian
ini,untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dimasa depan dapat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hellier, C. J., 2000, Handbook of Nondestructive Evaluation, Chapter 7,
Mc. Graw-Hill, New York.
Kutz, M., Mechanical Engineers’ Handbook, Chapter 27, John Willey &Sons,
New York.
NN, 2005, Ultrasonic Inspection and Analisis System Version 5.43,
usUltratek, Inc.
Holman, J.P., 1985, Metode Pengukuran Teknik, edisi keempat, penerbit
Erlangga, Jakarta.
LAMPIRAN
SPESIFIKASI ALAT
Alat : UltraScan 5 Ultrasonik
Komputer : - 800 MHz Pentinum III or Better
- 64 MB RAM
- 20 GB Hard Disk
- Built – in CD-R Drive
- 1024 x 768 Display
- True Color Display
- Connector for external monitor
- Input : 100/220VAC 50/60 Hz
Maximum C-scan : Thickness Mapping : 4, 175, 000
Data Point : Flaw Mapping : 835, 000 up to 20 flaws per data point
Sampling Rate : 100, 50, 25, 12.5, 6.25 MHz
Data Resolution : 8 bits ± 1 LSB
Total Memory : 256K samples
Scanner Resolution : HS212 dan HS 217
X Axis : 0.00268 inch (0.068 mm)
Y Axis : 0.00403 inch (0.1 mm)
HS100
0.00314 inch (0.08 mm)
MT2xx
X Axis : 0.00068 inch (0.017 mm)
Y Axis : 0.004 inch (0.1 mm)
TOFD
Y Axis : 0.004 inch (0.1 mm)
SPESIFIKASI BENDA UJI
Timbal pada kolimator I :
Bentuk : Silinder Pejal
Diameter : 15 cm
Tinggi : 6 cm
Berat bersih : 15 kg
Timbal pada kolimator II :
Bentuk : Silinder Pejal
Diameter : 17 cm
Tinggi : 6,5 cm
Berat bersih : 18 kg
Tabel kecepatan suara pada material
Material Densitas kg/m
3
Kecepatan m/s
Alumunium 2700 6300
Beryllium 1850 12400
Bismuth 9800 2180
Brass 8100 4370
Bronze 8860 3530
Cadmium 8600 2780
Columbium 8580 4950
Copper 8900 4700
Gold 19300 3240
Hafnium 11300 3860
Inconel 8250 5720
Iron, electrolytic 7900 5960
Iron, cast 7200 3500-5600
Lead 11400 2160
Magnesium 1740 5740
Monel 8830 6020
Nickel 8800 5630
Plastic 1180 2670
Platinum 21450 3960
Fused quartz 2200 5930
Silver 10500 3600
Silver nickel 8750 4620
Stainless steel (347) 7910 5790
Stainless steel (410) 7670 5900
Steel 7700 5900
Tin 7300 3320
Titanium 4540 6240
Tungsten 19100 5460
Uranium 18700 3370
Zinc 7100 4170
zicronium 6490 4310
Gambar. Beamport pada Reaktor Kartini
STANDAR PENGUJIAN
ASTM volume 30.30, Oktober 2004 (Nondestructive Testing)
E114-95 Standar Praktis Untuk Pengujian Ultrasonik Pulse-Echo Straight Beam
Metode Kontak Langsung
1. Bidang
1. Material di uji menggunakan metode pulse-echo straight beam gelombang
longitudinal melalui kontak secara langsung antara transduser dengan
material uji.
2. Praktek ini juga bisa digunakan untuk mengembangkan persetujuan
presedur pengujian berdasarkan catatan penggunaan.
3. Nilai diberikan dalam satuan inchi-pound yang telah disahkan sebagai
standar.
4. Standar ini meliputi material-material tertentu, pengoperasian, dan
peralatannya. Standar ini tidak berarti menentukan semua masalah
keselamatan yang berhubungan dengan penggunaannya. Ini merupakan
pertanggungjawaban bagi siapapun yang menggunakan standar ini untuk
referensi dan menetapkan standar keselamatan, kesehatan serta
menentukan pemberitahuan aturan-aturan batasan penggunaan.
2. Dokumen Yang Digunakan
Standar ASTM E 317, digunakan untuk mengevaluasi karakteristik system
pengujian ultrasonic pulse-echo tanpa menggunakan alat ukur elektronik.
3. Arti dan Kegunaan
1. Satu seri pulse listrik ditenpatkan pada elemen piezoelektrik (Transduser)
yang akan mengubah tegangan menjadi energi mekanik dalam bentuk
gelombang dengan frekwensi tertentu. Transduser tersebut diletakkan di
ujung pemegang, sehingga dapat menghantarkan gelombang ke dalam
material, melalui permukaan yang rata dan couplant yang sesuai.
Gabungan dari transduser, pemegang, dan konektor listrik akan
membentuk satu unit pencari.
2. Gelombang ditransmisikan ke dalam material, berjalan secara normal dari
permukaan kontak, dan direfleksikan kembali ke transduser karena adanya
retak atau pembatas interface yang pararel atau hamper pararel terhadap
permukaan kontak. Gelombag kembali ke transduser, dimana gelombang
tersebut dikonversikan menjadi energi listrik dan kemudian diperluas oleh
receiver. Energi listrik yang diperluas biasanya ditunjukkan dalam display
A-scan pada Cathode Ray Tube (CRT), seperti sejumlah energi listrik yang
berjalan dimana resolusi dari system tersebut bisa mengindikasikan
panjang garis horisontal CRT dengan menghubungkan simpangan vertical
terhadap amplitudo sinyal dari tiap intervace, termasuk juga dari antara
retak. Dengan menyesuaikan kontrol sweep (range), display tersebut bisa
diperluas atau dipusatkan untuk membentuk suatu desain hubungan antara
CRT dan reflektor material dari mana sinyal terbentuk. Skala jarak dari
retak dan sinyal pada display terhadap standar referensi, dan lokasinya
bisa ditentukan kira-kira ukuran retak. Retak yang mempunyai ukuran
lebih besar dari beam suara dapat juga diperhitungkan dengan menentukan
banyaknya gerakan transduser di sepanjang permukaan benda uji dimana
sinyal-sinyal retak terjadi.
3. Jeis informasi yang bisa didapat dari pengujian pulse-echo straight-beam
adalah sebagai berikut:
1. Pembuktian ukuran retak dengan membandingkan amplitudo sinyal dari
benda uji terhadap amplitudo yang diperoleh dari standar referensi.
2. Kedalaman lokasi retak, dengan mengkalibrasi skala horisontal pada layar
CRT.
3. Properti-properti material diindikasikan sesuai dengan atenuasi suara atau
perubahan kecepatan dari item pembanding.
4. liasan bond atau unbond antara dua gelombang ultrasonik yang
dihubungkan ke material, jika geometri dan materialnya sesuai.
4. Alat
1. Instrumentasi
Instrumen ultrasonik harus mampu menghasilkan, menerima, dan
memperluas energi listrik pada frekwesi tinggi yaitu pada tingkatan
frekwensi dan energi yang dibutuhkan untuk menunjukkan maksud
pengujian dan menyediakan pembacaan yang sesuai.
2. Transduser
Transduser harus mampu mentransmisikan dan menerima gelomban
ultrasonik dalam material pada frekuensi yang dikehendaki dan tingkatan
energi yang dibutuhkan untuk mendetksi retak. Tipe ukuran transduser
biasanya dari diameter 3.2 mm sampai dengan 28,6 mm yang digunakan
untuk aplikasi tertentu. Transduser bisa dilengkapi dengan sepatu khusus
pada aplikasi tertentu. Transduser special mempunyai 2 bagian yaitu
transmitter dan receiver, senagai bagian dari elemen piezoelektrik yang
bisa digunakan untuk menyediakan beberapa sudut yang bisa
meningkatkan resolusi terdekat dari permukaan benda uji.
3. Couplant
Couplant biasanya cair atau semi cair, digunakan antara permukaan
transduser dan permukaan benda uji untuk meningkatkan kemempuan
menghantarkan gelombang ultrasonik dari transduser ke dalam material
yang diuji. Jenis-jenis couplant yaitu air, jel selulosa, oli, dan minyak.
Penghambat korosi atau pembasah juga bisa digunakan. Kekurangan
couplant dapat menurunkan efektifitas dan ketebalan couplant yang
melebihi batas akan menurunkan jumlah energi yang ditransfer transduser
ke dalam benda uji. Variasi couplant disesuaikan dengan variasi
sensitifitas benda uji.
3.1 Couplant harus dipilih sehingga viskositasnyatersedia untuk
permukaan material yang akan diuji. Pengujian terhadap permukaan
yang kasar biasanya membutuhkan couplant yang viskositasnya
tinggi. Suhu permukaan material dapat mengubah viskositas
couplant.
3.2 Untuk memperbaiki suhu sebagai jaminan keadaan, pada material
kopling yang tahan panas, bisa digunakan oli silicon, jel atau
minyak. Selanjutnya dengan kontak selang seling atau dengan
bantuan pendingin yang mungkin dibutuhkan untuk mencegah
peribahan suhu yang mempengaruhi karakteristik gelombang
ultrasonik dari transduser.
4. Standar Referensi
Benda hasil hasil produksi itu sendiri mempunyai standar yang cukup, bila
diukur menggunakan tinggi sinyal refleksi balik sebagai referensi. Untuk
mendapatkan informasi yang lebih lengkap, reflector buatan atau tabel
yang menunjukkan hubungan jarak amplitudo dari ukuran reflector yang
diketahui untuk sebagian transduser dan material yang mungkin digunakan
untuk kalibrasi. Reflektor buatan tersebut bisa berbentuk lubang kecil di
bawah plat, lubang samping, atau slot. Permukaan akhir referensi standar
harus sama dengan permukaan akhir dari benda hasil produksi. Material
referensi standard an material hasil produksi harus mempunyai akustik
(kecepatan dan atenuasi). Standar referensi yang akan digunakan bisa
dipilih oleh penguji sebagai dasar saat membandingkan sinyal.
5. Peralatan Kalibrasi
5.1 Perlu diketehui bahwa efek jarak dekat dapat menyebabkan tidak
tepetnya sensitifitas waktu mencari untuk ketidaksamaan lebih kecil
dibandingkan diameter efektif balok. Garis batas unit pencari yang
sesuai atau maksud lain seperti pemeriksaan dari kedua sisi benda uji
yamg mungkin dipertimbangkan dimana penggunaan memerlukan
penelitian yang benar. Saat menunjukkan uji coba jarak jauh, ini
dianjurkan bahwa penggantian dibuat untuk menipiskan akustik pada
penggujian bahan dengan berdasarkan pada referensi standar yang pasti.
Penggantian ini mungkin disempernakan dengan multiple dalam
referensi reflektor, secara elektronik, dengan menipiskan penggambaran
kurva pada permukaan CRT, atau dengan chart untuk hubungan jarak-
amplitudo pada reflektor. Untuk penampilan pengujian yang optimal,
penggantian harus dibuat untuk keduanya jarak dekat dan efek jarak
jauh.
5.2 Kecuali kalau diatur lebih khusus, denyut pertama dan akhirnya satu
pantulan balik akan muncul pada layar CRT pada saat menguji untuk
keadaan yang tidak terus-menerus pada material yang memiliki
permukaan pararel. Angka total pantulan balik berdasarkan pada
peralatan, geometri dan jenis bahan, informasi, atau pilihan operator.
Penurunan pantulan balik selama pembacaan sekilas menunjukaan
peningktan penipisan atau menyediakan sejumlah kecil suara yang
terputus bahwa permukaan depan dan belakang kasar dan persamaan
hasil material kurang lebih sama dengan standar.Untuk permukaan tidak
pararel, pencatatat waktu pada layar CRT harus disesuaikan dengan
standar referensi untuk memasukkan ketebalan maksimal yang akan diuji
pada material hasil.
5.3 Untuk pengujian ikatan atau tidak terikat (peleburan atau kekurangan
peleburan) standar referensi harus digunakan serupa dengan material
hasil diuji mengandung wilayah yang mewakili keduanya, kondisi terikat
(dilebur) dan tidak terikat (kekurangan peleburan), jika geometri dan
bahan mengijinkan.
5.4 Pengujian dengan berdasarkan pada standar referensi harus di cek secara
periode untuk memastikan bahwa pengujian dengan sistem ultrasonik
tidak berubah. Paling sedikit, pengujian harus diperiksa pada saat ada
pergantian operator, pada saat unit pencari berubah, pada saat baterai
baru dimasukkan, pada saat peralatan dioperasikan dari satu sumber
tenaga kesumber tenaga lain, atau saat diketahui ada operasi yang tidak
pantas.
6. Tata Cara
6.1 Pada saat pengujian secara ultrasonik ditampilkan unyuk mendeteksi
atau pengeleman yang tidak terus-menerus atau keduanya. Reflektor
tidak tegak lurus terhadap balok ultrasonik mungkin dapat diketahui
pada saat amplitudo berkurang dengan sampul yang berubah berdasarkan
pada daerah reflektor, apakah ini kurva atau planar, apakah halus atau
kasar, mungkin dengan pemantulan pada permukaan. Karakteristik
reflektor bisa menyebabkan perubahan yang cepat dalam kenyataan
sebagai permulaan unit pencari atau bergerak menjauhdari petunjuk
amplitude yang rendah. Efek lain dari reflektor ini adalah kehilangan
pantulan balik yang terjadi pada saat tidak terus-menerus terletak secara
langsung diantara unit pencari dan permukaan belakang. Reflektor dapat
ditemukan pada setiap fenomena yang terlebih dahulu tidak dapat diukur
seperti sinyal amplitudo tapi membutuhkan pemeriksaan khusus untuk
unit pencari karakteristik yang rusak.
6.2 Permukaan pemeriksaan seharusnya diseragamkan dan bebas dari
kehilangan skala dancat, tidak terus-menerus seperti lubang atau
eksploitasi, percikan patri, kotoran, atau benda asing lain yang bisa
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Cat yang merekat sangat erat sekali,
skala, atau lapisan yang tidak terlalu dibutuhkan untuk dipindahkan
untuk pemeriksaan jika mereka menampilkan seragam karakteristik
penipisan. Permukaan pemeriksaan harus memadai untuk dilewati
pemeriksaan ultrasonik pada sensitivitas khusus. Jika dibutuhkan,
permukaan mungkin di tanah, pasir, sikat kawat, goresan, atau kecuali
disiapkan untuk tujuan pemeriksaan. Permukaan kurva, salah satu
konkaf atau konfex, mungkin diperiksa, bagaimanapun juga system
pengujian harus mengimbangi untuk perubahan yang efektif pada
wilayah transmisi unit pencari antara referensi standard an barang
produksi. Jika dalan prakteknya, standar referensi harus mempunyai
geometri yang sama sebagai barang yang diperiksa.
6.3 Ukuran unit pencari harus dipilih yang sesuai dan frekuensu setelah
pertimbangan karakteristik akustik material yang diperiksa. Geometri
pada material hasil, ukuran terkecil, dan tipe yang tidak terus-menerus ,
yang tertinggi frekuensi, yang tertinggi untuk memisahkan kemampuan
yang merantai dengan menurunkan dalam tenaga yang tajam, sebaliknya
frekuensi rendah yang digunakan, yang terbesar tenaga yang tajam
dengan menurunkan kemampuan memisahkan, faktor yang membatasi
guna frekuensi tinggi adalah peralatan dan bahan yang dimiliki. Batasan
guna frekuensi rendah adalah kehilangan tingkatan sensitifitas untuk
pemeriksaan.
Gambar. Hasil Kalibrasi
Gambar. Scanner
Gambar. Layar komputer sebagai display penunjukan hasil uji
Gambar. Probe
Gambar. Benda uji dan couplant
Gambar. Pada saat pengujian ultrasonik.
Gambar.Probe saat ditempel di benda uji