Upload
ahmad-muzamil
View
244
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 1/28
1
PROPOSAL TESIS
POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL(Kajian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010)
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahtera rumah tangga seseorang yang
digalang dengan ikatan perkawinan tidak selalu dapat mengarungi samudera
kehidupan dengan mulus, tetapi kadang-kadang tertimpa dan tergulung oleh
gelombang cobaan yang menggoyang keutuhan bahtera rumah tangga tersebut.
Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telah
melaksanakan ijab kabul tentu saja menginginkan segera diberikan momongan
oleh Allah Swt. Akan tetapi, kadang-kadang muncul persoalan ketika sang istri
tidak dapat melahirkan anak, sementara sang suami sangat mendambakannya.Pada saat yang sama, suami begitu menyayangi istrinya dan tidak ingin
menceraikannya.
Adapula keadaan ketika seorang istri menderita sakit parah sehingga
menyebabkan ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai ibu dan istri,
sedangkan sang suami sangat menyayanginya. Ia tetap ingin merawat istrinya
dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi, di sisi lain ia membutuhkan
perempuan lain yang dapat melayani kebutuhan-kebutuhannya termasuk
kebutuhann biologis.
Adapula kemungkinan lain bahwa di dunia ini ada sebagian lelaki
yang tidak cukup hanya dengan satu istri saja, karena ia memiliki syahwat yang
lebih besar dibandingkan dengan lelaki lain pada umumnya. Jika ia hanya
mengawini satu orang perempuan justru akan dapat menyakiti atau
menyebabkan kesulitan bagi sang istri untuk melayaninya. Beberapa keadaan
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 2/28
2
inilah yang lumrah menjadi alasan seorang suami untuk kawin lagi atau
poligami.
Persoalan poligami benar-benar telah menyedot perhatian banyak
orang sejak dulu hingga sekarang, karena pandangan mereka yang berbeda-
beda tentang hukum kebolehan poligami tersebut.
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani yaitu poly atau polus yang
berarti banyak dan gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawinan.
Jadi secara bahasa poligami berarti suatu perkawinan yang banyak atau suatu
perkawinan yang lebih dari seorang, baik laki-laki maupun perempuan.
Poligami dibagi atas poliandri dan poligini. Poliandri adalah perkawinan
seorang perempuan dengan lebih dari seorang laki-laki. Sedangkan poligini
adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan.
Poligini semenjak dulu telah dilakukan secara luas dengan tidak ada
pembatasan jumlah perempuan yang boleh diperisteri oleh seorang laki-laki.
Seorang laki-laki boleh mengawini setiap perempuan yang dikehendakinya. Ini
dilakukan baik oleh kalangan orang-orang Hindu, bangsa Persia, bangsa Arab
Jahiliyah, bangsa Romawi maupun bangsa-bangsa yang mendiami berbagai
daerah Eropa dan Asia Barat (misalnya bangsa Thracia dan bangsa Lidia).
Sebagai salah satu sistem perkawinan, poligini1
membawa nasib yang
menyedihkan bagi kaum perempuan, derajat kaum perempuan dianggap lebih
rendah dari derajat kaum laki-laki (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2002:
107).
Ketetapan hukum mengenai kebolehan poligami sampai hari ini masih
terjadi silang pendapat, pro dan kontra. Teks al-Qur‟an yang dijadikan sebagai
dasar legitimasi kebolehan poligami adalah QS. an-Nisa : 3
1Kata poligini untuk selanjutnya tidak digunakan dalam karya tulis ini dan yang digunakan adalah
kata poligami karena sudah umum digunakan untuk menunjukkan perkawinan seorang laki-laki
dengan lebih dari seorang perempuan (penulis).
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 3/28
3
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau
hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat
agar kamu tidak berbuat zalim”.
Di samping itu, Nabi Muhammad sebagai uswah hasanah juga melakukannya,
meskipun poligami yang dilakukan oleh beliau memiliki misi dakwah dan
bukan karena untuk memuaskan hasrat seksual semata seperti yang
dipraktekkan oleh kebanyakan orang. Poligami yang dilakukan oleh beliau
memiliki tujuan-tujuan yang agung. Kalau tujuannya adalah untuk pemuasan
nafsu seksual, bagaimana mungkin beliau mengawini Saudah binti Zam‟ah
seorang janda tua dari perkawinannya yang keenam, bagaimana mungkin
beliau mengawini Sayyidah binti Zaenab binti Khuzaimah seorang janda
berumur enam puluh tahun setelah ditinggal mati syahid suaminya „Ubaidah
bin al-Haris bin Abdul Muthalib dalam perang Badar, bagaimana mungkin
Nabi mengawini Ummu Salamah yang sudah lanjut usia setelah ditinggal mati
syahid suaminya dalam perang Uhud dan menjadi tulang punggung
keluarganya. Kalau itu tujuannya pasti beliau akan memilih gadis-gadis yang
tercantik dari kaumnya (Ath-Thahhan, Musthafa, 2008: 24-25).
Poligami yang dalam literatur fiqih dikenal dengan ta„ addud az-zaujât
adalah diperbolehkan oleh Allah, tetapi dibatasi hanya dengan empat orangisteri dan harus adil pada mereka dalam hal pangan, sandang dan papan. Jika
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 4/28
4
seorang laki-laki takut tidak mampu berbuat adil, maka haram hukumnya
melakukan poligami (Sâbiq, as-Sayyid, tt: Jilid II, 98).
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang pada prinsipnya menganut asas monogami juga masih
memberikan peluang kepada suami untuk melakukan poligami dengan syarat-
syarat yang ketat sebagaimana disebutkan dalam pasal 3, pasal 4 dan pasal 5.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan:
(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri dan seorangwanita hanya boleh memiliki seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih
dari seorang, apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam pasal 4 disebutkan:
(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana
tersebut dalam pasal 3 ayat (2), maka ia wajib mengajukan permohonan ke
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) tersebut hanya memberi
izin kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan
ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang
ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 5/28
5
Dengan demikian, pengaturan tentang kebolehan poligami dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini tidak bertentangan dengan teks
al-Qur‟an, bahkan lebih ketat dan rinci.
Adapun mengenai pengaturan poligami khusus untuk Pegawai Negeri
Sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang
merubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1983.
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil dalam tulisan ini adalah
sama dengan Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.2
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri
Sipil untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dijatuhi hukuman disiplin.3
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS
Pusat dan PNS Daerah.4
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan,
atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar
larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar
2Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan, diangkat oleh Pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Lihat Bab I pasal 1 Undang-Undang Nomor 43
Tahun1999).
3
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (1).4 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (2).
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 6/28
6
jam kerja.5
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS
karena melanggar peraturan disiplin PNS.6
Dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang
berisi tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983
Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dinyatakan
bahwa Peraturan Pemerintah ini merubah beberapa pasal dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
bagi Pegawai Negeri Sipil.
Adapun perubahan dimaksud yang ada kaitannya dengan penelitian ini
terdapat pada pasal 4, pasal 5 dan pasal 15.
Perubahan dalam pasal 4 berbunyi :
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat;
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/
ketiga/keempat;
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara
tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus
dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk
beristri lebih dari seorang.”
Perubahan dalam pasal 5 ayat (2) berbunyi:
Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih
dari seorang wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada
pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.
5 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (3).
6 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (4).
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 7/28
7
Ketentuan pasal 15 dirubah dan dijadikan pasal l4 yang berbunyi:
“Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan
isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami tanpa ikatan
perkawinan yang sah.“
Selanjutnya dalam pasal 15 ayat (1) disebutkan:
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/
ketentuan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), pasal 3 ayat (1), pasal 4 ayat (1) dan
pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-
lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak
melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut
dilangsungkan, maka dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun l980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010, karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan keadaan.
Pada dasarnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak
melarang PNS untuk melakukan poligami, hanya saja Peraturan Pemerintah
tersebut mengatur agar poligami itu sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Namun pada kenyataannya banyak PNS yang
melakukan praktek poligami tanpa melalui prosedur sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yakni poligami itu dilakukan tanpa
memperoleh izin terlebih dulu dari pejabat di atasnya dan bahkan dilakukan
secara sembunyi-sembunyi (sirri).
Peraturan Pemerintah yang sesungguhnya memiliki daya paksa untuk
menekan agar PNS tidak mudah melakukan poligami itu ternyata tidak ditaati,
padahal sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat PNS
dalam melaksanakan tugas-tugasnya diharapkan tidak terganggu oleh urusan
kehidupan rumah tangga/keluarganya.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 8/28
8
Poligami yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia termasuk
PNS secara sembunyi-sembunyi disamakan kedudukannya oleh Anshary, HM.,
MK (2010: 27-28) dengan perkawinan di bawah tangan. Menurutnya,
perkawinan di bawah tangan pada prinsipnya adalah perkawinan yang
menyalahi hukum, yakni perkawinan yang dilakukan di luar ketentuan hukum
perkawinan yang berlaku secara positif di Indonesia. Sesuai dengan pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang telah
memenuhi syarat dan rukun sebagaimana yang diatur dalam hukum Islam,
maka perkawinan itu sah. Namun dalam ayat (2) dinyatakan bahwa tiap-tiap
perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka perkawinan di bawah tangan secara yuridis tidak diakui
Pemerintah, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum, karenanya perkawinan
tersebut tidak dilindungi hukum dan bahkan dianggap tidak pernah ada.
Persoalan inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan
penelitian lebih mendalam dalam sebuah karya tulis yang berupa tesis. Sebagai
data awal, penulis telah menemukan beberapa praktek poligami yang dilakukan
oleh beberapa PNS di Kabupaten Demak secara sembunyi-sembunyi tanpa
melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yakni tanpa izin
tertulis pejabat atasannya, tanpa persetujuan dari isteri pertamanya dan tidak
melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Agama, seperti poligami sirri
yang dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah Dasar dengan seorang janda yang
dulu pernah menjadi selingkuhannya, poligami sirri yang dilakukan olehseorang guru dengan mantan pembantunya yang kemudian dirumahkan di
daerah lain, poligami sirri yang dilakukan oleh salah satu pejabat di Kantor
Kementerian Agama, poligami sirri yang dilakukan oleh pegawai di Kantor
Kementerian Agama dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan-
permasalahan sebagai berikut:
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 9/28
9
1. Mengapa PNS melakukan praktek poligami secara sembunyi-sembunyi dan
bagaimana implikasi normatif dari praktek poligami yang demikian itu?
2. Mengapa izin tertulis dari pejabat harus menjadi syarat poligami PNS dan
sejauh mana ketentuan izin itu dapat dibenarkan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebab-sebab dan
alasan PNS yang lebih memilih melakukan praktek poligami secara sembunyi-
sembunyi daripada menempuh jalan legal, berikut implikasinya terhadap
karirnya sebagai PNS.
Di samping itu penulis juga akan menganalisis sebagian dari pasal-
pasal Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 khusus tentang izin tertulis
dari pejabat yang harus menjadi syarat poligami PNS dan sejauh mana
ketentuan izin itu dapat dibenarkan untuk menjadi dasar hukum dalam
menetapkan permohonan poligami seorang PNS.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian dan penelitian tentang poligami PNS secara khusus belum
banyak dilakukan orang. Kebanyakan kajian-kajian tentang poligami dibahas
secara umum. Demikian juga kajian-kajian tentang PNS pun belum ada yang
mengaitkan dengan praktek poligami termasuk tulisan/penelitian berupa tesis.
Di antara karya tesis yang membahas tentang poligami secara umum
adalah tesis saudara M. Mushonef Yahya (2006) yang berjudul “Poligami dan
Misi Kemanusiaan (Analisis Feminisme terhadap Pemikiran Muhammad
Syahrur mengenai Syarat-syarat Poligami)”. Saudara M. Mushonef Yahya
mengawali penelitiannya dengan memaparkan kajian tentang poligami oleh
beberapa penulis, baik klasik maupun kontemporer. Pada bab akhir ia
menyimpulkan bahwa menurut Syahrur poligami tidak hanya diperbolehkan,
tetapi bahkan dianjurkan dengan dua syarat:
1. Isteri kedua, ketiga dan keempat harus janda yang memiliki anak yatim,
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 10/28
10
2. Terdapat kekhawatiran tidak dapat berbuat adil terhadap anak yatim
tersebut, jika tidak mengawini ibunya. Ini berbeda dengan mainstream
ulama yang membolehkan bahkan mensunnahkan poligami. Pendapat
Syahrur juga berbeda dengan kebanyakan feminis Islam yang menganggap
poligami bertentangan dengan semangat awal ajaran Islam (yang ingin
membebaskan perempuan), karena poligami merupakan bentuk dari
pelegalan penindasan terhadap perempuan.
Sementara itu, saudara Saifuddin (2008) dalam tesisnya yang berjudul
“Fenomena Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama ( Studi Kasus di Wilayah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Pedurungan Kota Semarang Tahun 1994-
2007)” juga tidak terkait secara khusus dengan PNS. Ia menyimpulkan bahwa
praktek poligami masyarakat Pedurungan yang dilakukan tanpa izin dari
Pengadilan Agama dan tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama memiliki
implikasi yang cukup kompleks dalam kehidupan berkeluarga maupun
bermasyarakat, baik sosiologis, ekonomis maupun psikologis.
Adapun karya tulis yang membahas tentang PNS juga belum ada
yang mengaitkan secara khusus dengan praktek poligami. Saudara Mursid
misalnya (2005), dalam tesisnya yang berjudul “Perceraian Pegawai Negeri
Sipil (Kajian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Kaitannya
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)” hanya mengkaji praktek
perceraian PNS di Kabupaten Blora. Karya saudara Mursid ini hanya meneliti
putusan hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Blora yang dalam menentukan
nafkah untuk bekas isteri seorang PNS memenangkan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1990 daripada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang
berarti hakim tidak menerima adanya sistem hierarkhis dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia karena tentunya Undang-undang lebih tinggi
tingkatannya dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah.
Tesis saudara M. Mushonef Yahya membahas dan menganalisis
pemikiran Muhammad Syahrur mengenai syarat-syarat poligami, tesis saudara
Saifuddin meneliti fenomena poligami tanpa izin Pengadilan Agama khusus
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 11/28
11
yang terjadi di wilayah Kecamatan Pedurungan Kota Semarang dan tesis
saudara Mursid yang meneliti tentang PNS khusus mengenai perceraian, itupun
dengan mengambil sampel putusan hakim di Pengadilan Agama Kabupaten
Blora. Jadi, ketiga tesis yang dipaparkan di atas tidak ada satu pun yang sama
kajiannya dengan penelitian penulis yang mendeskripsikan dan menganalisis
sebagian isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 dan beberapa
praktek poligami yang dilakukan oleh PNS di Kabupaten Demak tanpa
memperoleh izin tertulis pejabat atasannya, tanpa persetujuan dari isteri
pertamanya dan tidak melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Agama
E. Metode Penelitian
Kerja penelitian, tak terkecuali penelitian hukum, pada prinsipnya
memiliki pretensi memburu kebenaran ilmiah yang diyakini terdapat pada
setiap gejala dan peristiwa. Secara lebih operasional, aktivitas penelitian
bertujuan membentuk, mengembangkan atau sekurang-kurangnya meng-update
ilmu pengetahuan. Dengan tujuan penelitian yang demikian, maka mata rantai
ilmu pengetahuan menjadi tidak putus lantaran terus diperbaharui sesuai
konteks kebutuhan masyarakat yang memiliki watak changeable, yaitu dapat
berubah mengikuti irama perubahan tempat dan waktu (Yasid, Abu, 2010: 1).
Sama dengan kerja penelitian lainnya, penelitian hukum yang akan
penulis lakukan ini pun memiliki pretensi memburu kebenaran ilmiah yang
terdapat pada setiap gejala dan peristiwa dalam masyarakat yang memerlukan
ketentuan dan panduan hukum. Paling tidak penelitian ini akan meng-update pengetahuan selama ini tentang aturan hukum poligami khususnya bagi PNS.
Sebuah penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui.
Metode pada setiap kegiatan penelitian didasarkan pada cakupan ilmu
pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Adapun metode penelitian
yang akan penulis gunakan adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 12/28
12
Menurut jenisnya penelitian ini termasuk jenis penelitian socio legal dengan
pendekatan normatif empiris atau lebih tepatnya penelitian ini merupakan
kombinasi antara penelitian hukum formal dan praktek hukum masyarakat,
penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.
a. Penelitian Lapangan (Field Research) dengan metode kualitatif, yakni
jenis penelitian yang dalam penyajian data empirik dan analisisnya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, namun
analisisnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif dapat digunakan untuk
mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun
belum diketahui atau baru sedikit diketahui dan dapat memberi rincian
yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkap oleh metode
kuantitatif (Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003: 4-5). Dengan kata
lain, kesimpulan yang dituangkan adalah dalam bentuk pernyataan dan
tulisan.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan ini adalah bahan-
bahan normatif yang mencakup perundang-undangan yang menjadi
sumber hukum yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Pewrkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun l980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil yang kemudian diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang mendukung.
2. Metode Pengumpulan Data
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penelitian ini adalah kombinasi
antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Sebagai Penelitian
kepustakaan (library research), maka data-data akan dihimpun dari sumber-sumber
kepustakaan yang dianggap mewakili (representatif ) dan terkait (relevant ) yakni
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang poligami PNS dan peraturan
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 13/28
13
tentang disiplin PNS. Kemudian sebagai penelitian lapangan, pengumpulan
datanya akan digunakan metode:
a. Wawancara (Interview)
Menurut Sugiyono (2009: 72) yang mengutip dari Esterberg (2002)
bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Penulis menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan data
untuk studi pendahuluan, yakni untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti dan untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam.
Adapun jenis wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara semi terstruktur, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Sugiyono (2009 : 73-74) bahwa wawancara semi terstruktur
(semistructure interview), adalah jenis wawancara yang termasuk dalam
kategori in dept interview yang pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuannya adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang
diajak wawancara dimintai pendapat dan ide-ide, kemudian peneliti
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh
informan tersebut.
b. Observasi (pengamatan)
Menurut Arikunto, Suharsimi (2002: 205) bahwa mengamati adalah
menatap kejadian, gerak atau proses.
Mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah karena manusia banyak
dipengaruhi oleh minat dan kecenderungan-kecenderungan yang ada
padanya, maka pengamatan harus obyektif, apalagi pengamatan penulis
ini terkait dengan persoalan-persoalan pribadi dan rahasia, maka
observasi yang penulis lakukan dengan menggunakan cara terang-
terangan (langsung) dan tersamar (tidak langsung) agar semua data
yang penulis perlukan termasuk data yang dirahasiakan dapat diperoleh.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 14/28
14
3. Metode Analisis Data
Data yang terkumpul baik dari hasil penelitian lapangan maupun penelitian
kepustakaan akan penulis analisis dengan menggunakan metode deskriptif
analitis serta dengan menggunakan pola pikir deduktif dan induktif.
Proses analisis yang demikian ini meniscayakan pergulatan peneliti dengan
data, mensintesiskan, menemukan pola-pola, mencari pokok-pokok
persoalan yang penting untuk kemudian disajikan dalam tulisan.
Pola pikir yang deduktif ditempuh untuk menjelaskan data-data dari
peraturan perundang-undangan. Sedangkan pola pikir induktif ditempuh
untuk menganalisis data yang diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya
dikembangkan menjadi hipotesis. Dari hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan data tersebut selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-
ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis itu diterima atau ditolak
berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat
dikumpulkan secara berulang-ulang ternyata hipotesis diterima, maka
hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika merupakan uraian tentang kronologi berpikir dalam
pencarian kebenaran suatu penelitian, maka untuk mempermudah dalam
memahami kronologi pemikiran penulis, maka perlu disampaikan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I sebagai pendahuluan merupakan garis besar dari kerangka
berpikir penulis. Dalam bab pendahuluan ini diuraikan latar belakang masalah
yang di dalamnya tertuang alasan pemilihan judul dan bagaimana pokok
permasalahannya. Setelah dirumuskan pokok permasalahannya, maka
dikemukakan tujuan dengan mengacu pada perumusan masalah tersebut,
sehingga diketahui seberapa jauh signifikansi penelitian ini. Kemudian
dikemukakan juga tinjauan pustaka dan metode yang digunakan dalam
penelitian ini.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 15/28
15
Dalam bab II akan diuraikan beberapa teori hukum kaitannya dengan
kesadaran dan ketaatan hukum warga negara.
Bab III berisi uraian dan analisis terhadap beberapa praktek poligami
PNS yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dalam hal ini penulis akan
menyampaikan hasil wawancara dan observasi kasus yang terjadi di Kabupaten
Demak, sehingga dapat diketahui sebab-sebab dan alasan mengapa PNS lebih
memilih melakukan praktek poligami secara sembunyi-sembunyi daripada
menempuh jalan legal berikut implikasinya terhadap karirnya sebagai PegawaiNegeri Sipil.
Dalam bab IV penulis akan menganalisis sebagian dari pasal-pasal
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 khusus tentang izin tertulis dari
pejabat yang harus menjadi syarat poligami PNS, sejauh mana ketentuan izin
itu dapat dibenarkan untuk menjadi dasar hukum dalam menetapkan
permohonan poligami PNS kaitannya dengan ketaatan terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Bab V sebagai bab terakhir akan disampaikan kesimpulan dari hasil
penelitian, saran-saran yang bermanfaat dan penutup.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 16/28
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim, Khalil, 2003, Al-Judzûr at-Târikhiyyah li asy- syarî‟ah al -
Islâmiyyah, terj. Kamran As‟at, Syari‟ah, Sejarah, Perkelahian,
Pemaknaan, Yogyakarta: LKiS
Anshary, H.M. MK., 2010, Hukum Perkawina di Indonesia, Masala-masalah
Krusial, Yogyakarta: Pustaka Pelaja.
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ,
Jakarta: Rineka Cipta.
Ath-Thahan, Musthafa, 2008, Ummahat al- Mu‟minin fi Madrasah an-Nubuwwah
terj. Mastiah,SS , Isteri-Isteri Pilihan, Yogyakarta: Pustaka Fahima.
Danim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif , Bandung: Pustaka Setia.
Departemen Agama RI, 2007, Al-Qur‟an d an Terjemahnya.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2002, Ensiklopedi Islam 4, cet.10, Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve.
Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Kansil, C.S.T., 1986, Pengantar ILmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Mertokusumo, Sudikno: 2010, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta,
Liberty.
Mulia, Siti Musdah, 2007, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Ijin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 17/28
17
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Ijin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Sugiyono, 2009, Memahami Penelitian Kualitatif , Bandung: Alfabeta.
Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003, Basics of Qualitative Research, alih
bahasa Muhammad shodiq & Imam Muttaqin, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Yasid, Abu, 2010, Aspek-aspek Penelitian Hukum, Hukum Islam – Hukum Barat ,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 18/28
18
OUTLINE TESIS
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Permasalahan
C. Tujuan Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II : HASRAT MANUSIA AKAN PERKAWINAN DAN
PENGATURANNYA
A. Hasrat Manusia akan Perkawinan
B. Prinsip-prinsip Perkawinan dalam al-Qur‟an, al-Hadis dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
C. Ketentuan Poligami dalam al-Qur‟an, al-Hadis dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974D. Pencatatan Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974
BAB III : POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL ANTARA CITA
DAN REALITA
A. Prosedur Poligami Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
B. Beberapa contoh praktek poligami secara sembunyi-
sembunyi yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil di
Kabupaten Demak dan Faktor-faktor penyebabnya
C. Poligami dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
BAB IV : KAJIAN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 45 TAHUN 1990 KAITANNYA DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 19/28
19
A. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
B. Praktek poligami Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan implikasinya
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
C. Penutup
Ibn al-Atsir (Jâmi‟ al-Ushûl, juz XII
PP nomor 10 tahun 1983 jo PP no 45 tahun 1990 dan surat Edaran kepala BAKN
nomor 08/SE/1983 jo Surat Edaran kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 ttg izin
perkawinan dan perceraian bagi PNS
Setidaknya ada empat kasus yang dapat penulis temukan untuk
menjadi social situation dalam penelitian ini. Kasus yang pertama, dilakukan
oleh seorang Kepala Sekolah di sebuah Sekolah Dasar Negeri yang berada di
wilayah Kecamatan Wonosalam, sebut saja namanya Salim. Kisah pak Salim
dengan isteri keduanya Zaenab (nama samaran) merupakan kisah lama. Dulu,
keduanya adalah tetangga satu desa yang saling menaksir, meskipun masing-
masing sudah memiliki keluarga. Zaenab adalah seorang penyanyi panggung
yang bersuamikan kru panggung juga. Kehidupan di atas panggung yang
gemerlap ternyata tidak membuat gemerlap kehidupan rumah tangganya,
bahkan kehidupan rumah tangga Zaenab dapat dikatakan broken home.
Suaminya sering pulang tengah malam sambil mabuk dan membawa
perempuan lain ke rumah. Jenuh melihat suaminya yang semakin tidat waras,
Zaenab ikut-ikutan edan dengan main selingkuh dengan seorang pria
tetangganya yang tak lain adalah pak Salim yang sudah memiliki isteri dan
anak-anak. Dapat ditebak apa yang terjadi selanjutnya, kehidupan rumah
tangga Zaenab pun berakhir dengan perceraian dan dia tetap menjalin
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 20/28
20
hubungan cinta dengan pak Salim. Tentu saja isteri dan anak-anak pak Salim
setelah mendengar perselingkuhan suami dan ayah kebanggaan mereka merasa
kecewa, maka ketegangan dalam rumah tangga pun tak dapat dihindari hingga
akhirnya pak Salim mengaku dan bertobat. Namun rupanya hubungan cinta
terlarang antara dirinya dengan Zaenab yang sudah terpatri sulit untuk
dipisahkan, maka secara sembunyi-sembunyi dia yang merupakan seorang
Pegawai Negeri Sipil mengawini Zaenab yang sudah janda menjadi isteri
keduanya tanpa izin tertulis pejabat atasannya, tanpa persetujuan dari isteri
pertamanya dan tidak melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Agama.
Perkawinan yang dilangsungkan pada tahun 2008 itu rupanya tidak semulus
yang direncanakan. Pak Salim sempat mendapatkan teror dari teman-teman
kerjanya hingga diketahui oleh Diknas Kabupaten Demak dan Diknas pun
kemudian melayangkan surat panggilan. Pak Salim memang pandai
memainkan peran, dia mengelak dan memang tidak ditemukan bukti-bukti.
Karena tidak bisa dibuktikan, maka karirnya pun tidak terhambat dan dia tak
bisa dijatuhi sanksi. Sekarang ini Zaenab masih dikontrakkan di sebuah rumah
yang terletak di wilayah Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan dan
dibelikan sebuah kios di pasar Kecamatan.
Kasus yang kedua adalah kasus perkawinan poligami illegal antara
seorang PNS senior yang pernah menduduki jabatan eselon IV di Kabupaten
Demak. Nasib PNS ini sungguh tragis. Dia sekarang hanya menjadi staf biasa
dan tak lagi menjadi seorang pejabat . Dalam kehidupan rumah tangga,
terutama dalam hal ekonomi dirasakan berat olehnya, karena dia harusmenanggung nafkah dua isteri dan anak-anak. Gajian bulanan yang semestinya
menjadi harapan tidak lagi banyak yang tersisa, karena dia mengambil hutang
dari bank yang pembayarannya dipotongkan dari gajinya tersebut.
Kasus ketiga merupakan kasus poligami seorang guru negeri dengan
pembantunya yang masih ada hubungan saudara jauh dengannya. Tak berbeda
dengan dua kasus sebelumnya, kehidupan rumah tangga pak guru ini
mengalami ketegangan hebat. Meski dengan isteri pertamanya dia tidak
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 21/28
21
bercerai, namun dia tidak lagi serumah. Bahkan setelah dimutasi di sebuah
sekolah yang agak jauh, sekarang dia mengontrak bersama isteri keduanya,
sementara hubungannya dengan isteri pertama dan anak-anaknya sudah tidak
harmonis, karena tatkala dia pulang ke rumah yang dihuni oleh isteri pertama
dan anak-anaknya, mereka tidak lagi mengubris alias membiaarkannya .
Dari ketiga kasus poligami PNS di atas, dapat ditarik kesimpulan
sementara bahwa PNS yang menghendaki kawin lagi hanya cenderung kepada
ketentuan dalam fiqih yang membolehkan poligami dan sebaliknya dia
menghindar dari kaedah hukum yang mengaturnya sebagai PNS, padahal
tindakannya itu merupakan pelanggaran terhadap PP Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin PNS sebagai pengganti dari PP Nomor 30 Tahun 1980.
Seharusnya dia berkewajiban untuk mentaati Peraturan Pemerintah
sebagaimana ditulis oleh Shiddiqi, Nourouzzaman (1997: 170) yang mengutip
pendapat ayahnya Hasbi ash-Shiddieqy bahwa “Negara adalah masalah
duniawi atau siyasah. Dengan demikian ia bisa berubah-ubah menurut dimensi
ruang dan waktu atas dasar kehendak rakyat yang diwakili oleh lembaga ûlî al-
amri atau ahl al-hall wa al-aqd, Lembaga Permusyawaratan Rakyat. Yang
terpokok dalam pembentukan sebuah negara adalah pemerintahan sebagai
pemangku amanah rakyat yang diselenggarakan atas azas musyawarah. Islam
tidak mengenal hak mutlak pada seseorang penguasa. Kewajiban negara adalah
menyelenggarakan kehendak rakyat, mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin
serta menegakkan keadilan dalam setiap aspek kehidupan rakyat. Pemerintah
yang memenuhi persyaratan dan melakanakan tugasnya sesuai dengankemauan rakyat dan tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya
wajib ditaati.
Dalam pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa " Dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 22/28
22
untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil".
Disiplin PNS merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan
untuk mencapai tujuan suatu organisasi pemerintah. Dengan mematuhi dan
mentaati peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, maka dapat
menghasilkan kinerja yang baik dan dari hasil kinerja yang baik akan dicapai
tujuan yang diharapkan. Sebaliknya apabila peraturan tentang disiplin itu
dilanggar, maka dapat mengganggu hasil kinerja yang tentu saja dapat
mengganggu pencapaian tujuan tersebut. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa dalam rangka usaha
mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat
hukum, berperadaban moderen, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
diperlukan PNS yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai
abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata,
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS
yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Pelanggaran
terhadap peraturan disiplin akan dijatuhi sanksi berupa hukuman disiplin.
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena
melanggar peraturan disiplin PNS.7
Disiplin Pegawai Negeri Sipil mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan,
kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti
mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan untuk kepentingan negara dan
masyarakat.
7Lihat PP Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 (3 dan 4).
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 23/28
23
Di sisi lain, persyaratan poligami yang terdapat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tersebut apabila diterapkan akan
bertentangan dengan ketentuan poligami yang terdapat dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, karena dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
cukup mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama di daerah tempat tinggalnya
tanpa harus ada penilaian dan memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat. Padahal
dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarchie, yakni peraturan
perundang-undangan ada yang memiliki tingkatan lebih tinggi dan ada yang
lebih rendah. Perundang-undangan suatu Negara merupakan suatu sistem yang
tidak menghendaki atau membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan
atau konflik di dalamnya. Peraturan perundang-undangan yang tingkatannya
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi yang mengatur
hal yang sama. Kalau sampai terjadi konflik, maka peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah. Ini merupakan azas yang dikenal dengan adagium yang
berbunyi lex superior derogat legi inferiori (Mertokusumo, Sudikno: 2010,
120-121).
4. Jenis Penelitian
Menurut jenisnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan.
c. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan ini adalah bahan-
bahan normatif yang mencakup perundang-undangan yang menjadi
sumber hukum yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Pewrkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
1990 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun l980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 24/28
24
kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010,
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mendukung.
d. Penelitian Lapangan (Field Research) dengan metode kualitatif, yakni
jenis penelitian yang dalam penyajian data empirik dan analisisnya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, namun
analisisnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif dapat digunakan untuk
mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun
belum diketahui atau baru sedikit diketahui dan dapat memberi rincian
yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkap oleh metode
kuantitatif (Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003: 4-5).
5. Situasi Sosial (Social Situation) dan sampel
Dalam hal penelitian lapangan penulis tidak menggunakan istilah populasi
seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi sebagaimana dikemukakan oleh
Spradley yang dikutip Sugiyono (2009 : 49-52) dinamakan "social
situation" atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu place
(tempat), actors (pelaku) dan activity (aktivitas) yang berinteraksi secara
sinergis. Peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan
wawancara kepada orang-orang yang dianggap tahu tentang situasi sosial
tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan
secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.
Hasil penelitian tidak akan digeneralisasikan ke populasi karena sampel
tidak diambil secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif
hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut. Hasil penelitian tersebut
dapat ditransferkan atau dapat diterapkan ke situasi sosial lain, apabila
situasi sosial lain tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi
sosial yang diteliti.
Adapun situasi sosial dalam penelitian ini adalah praktek poligami yang
dilakukan oleh beberapa Pegawai Negeri Sipil secara sembunyi-sembunyi di
Kabupaten Demak.
Adapun ciri utama dari jenis penelitian lapangan ini adalah :
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 25/28
25
a. Memiliki setting alami sebagai sumber data langsung dan peneliti adalah
instrumen utamanya.
b. Bersifat deskriptif, yakni data yang terkumpul berbentuk kata-kata,
gambar bukan angka, kalaupun ada angka-angka hanya sebagai
penunjang.
c. Lebih menekankan proses kerja.
d. Cenderung menggunakan pendekatan induktif.
e. Memberi titik tekan pada makna, yakni fokus penelaahan terpaut
langsung dengan masalah kehidupan manusia (Danim, Sudarwan, 2002:
51).
6. Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa pendekatan:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan Perundang-undangan dianggap penting dalam penelitian ini
karena sejatinya ketentuan hukum itu diproduk tak lain adalah untuk
diterapkan. Dengan mengacu pada sistem perundang-undangan tertentu
maka materi hukum yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan perasaan
keadilan masyarakat. Produk hukum tidak sekedar dibangun untuk ruang
yang kosong, tetapi harus dapat menyelesaikan pesoalan yang muncul.
(Yasid, Abu, 2010: 86).
b. Pendekatan Historis (Historical Approach).
Penggunaan pendekatan ini dimaksudkan untuk memahami filosofi
aturan hukum yang berkembang dalam sejarah, karena hukum pada masa
kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan yang
berhubungan erat, sambung menyambung dan tidak putus, sehingga
sebagaimana dikemukakan Yasid, Abu ( 2010: 73) bahwa kita dapat
memahami hukum pada masa kini dengan mempelajari sejarah.
c. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus dalam penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
penerapan kaedah norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 26/28
26
dalam praktik hukum, sehingga diperoleh gambaran terhadap dampak
dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dan praktik hukum serta
hasil analisisnya dapat digunakan untuk bahan masukan (input) dalam
eksplanasi hokum. (Yasid, Abu, 2010: 75).
A. Metode Penelitian
1. Sumber Data Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library
research), di mana data-data yang dihimpun berasal dari sumber-sumber
kepustakaan yang dianggap mewakili (representatif ) dan terkait (relevant )
dengan metode-metode penentuan arah kiblat. Sumber-sumber
kepustakaan itu berupa sumber primer ( primary sources) dan sumber
sekunder (secondary sources). Sumber data primer yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah buku-buku dan kitab-kitab tentang
metode-metode penentuan arah kiblat. Sumber data sekunder (secondary
sources) yang digunakan yaitu buku-buku teori trigonometri bola, teori
navigasi, teori geodesi, dan buku-buku fiqh tentang menghadap kiblat.
2. Sifat Penelitian
Disertasi ini bersifat analitis – matematis. Analitis matematis
dimaksudkan agar penelitian ini selalu memperhatikan segi matematik
(perhitungan) dari metode-metode penentuan arah kiblat yang ada, dengan
berupaya melakukan perhitungan matematis dengan menerapkan teori-
toeri yang dibandingkan yakni teori trigonometri bola, teori geodesi dan
teori navigasi. Juga melakukan perhitungan metamatis dengan
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 27/28
27
memperhitungkan cakupan sudut akurasi dalam penerapan perhitungan
pada metode-metode penentuan arah kiblat yang ada.
3. Teknik pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan metode pustaka, sehingga teknik
pengumpulan datanya menggunakan teknik membaca buku atau kitab
yang membahas tentang menghadap kiblat, buku-buku tentang teori-teori
yang terkait dengan penentuan arah kiblat yang teori trigonometri, teori
geodesi dan teori navigasi, dan juga tentang metode-metode penentuan
arah kiblat yang ada dalam perpustakaan pribadi, perpustakaan umum dan
juga library digital, kemudian mencatatnya dan mengklasifikasinya
(Nyoman Kutha Ratna, 2010: 200), terutama di perpustakaan prodi Ilmu
Falak di program Pasca Sarjana dan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo
Semarang, perpustakaan Fakultas Astronomi ITB Bandung, Boscha,
perpustakaan pondok pesantren yang mengembangkan ilmu falak, dan
perpustakaan Fakultas Geodesi UNDIP Semarang.
4. Metode Analisis Data
Disertasi ini menggunakan metode analisis komparatif, yakni dengan menggunakan
logika perbandingan atau komparasi. Yakni melakukan perbandingan teori
trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi dalam penerapannya dalam
perhitungan arah kiblat. Dan juga melakukan perbandingan pada perhitungan
akurasi metode-metode penentuan arah kiblat dengan rujukan kiblat pada titik
koordinat Ka‟bah, titik koordinat masjidil haram dan titik koordinat mekah. Dari
komparasi tersebut dapat dibandingkan dan dapat dianalisis bahwa definisi arah
yang dikehendaki oleh fiqh menghadap kiblat adalah relevan dengan teori yang
mana, apakah teori trigonometri, ataukah teori geodesi ataukah teori navigasi.
Dengan komparasi juga dapat dihasilkan perhitungan akurasi dari metode-metode
penentuan arah kiblat dengan rujukan kiblat pada titik koordinat Ka‟bah, titik
5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 28/28
28
koordinat masjidil haram dan titik koordinat mekah. Dengan data komparatif
dapat mengarah ditemukannya keragaman, dan selanjutnya bukan mustahil
menghasilkan modifikasi teori atau menemukan teori baru (Noeng Muhadjir,
123). Dengan menganalisis penerapan teori-teori penentuan arah kiblat tersebut
tidak menutup kemungkinan menghasilkan modifikasi teori atau menemukan
teori baru.