Upload
cenaxh-cenixh-nicmah
View
53
Download
1
Embed Size (px)
PROPOSAL GROUP PROJECT FISIOLOGI TUMBUHAN
PENGARUH PEMBERIAN ABU VULKANIK SEBAGAI
MEDIA TANAM TERHADAP PERKECAMBAHAN TANAMAN
JAGUNG (Zea mays)
Disusun oleh:
KELOMPOK 3
PENDIDIKAN BIOLOGI KELAS C
Gahar Ajeng Prawesthi (13304241064)
Aditya Rizka Puspita (13304241066)
Uhti Intan Rahma K (13304241068)
Nurhayatun Nikmah (13304244007)
Arif Muhammad AF (13304244033)
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENDIDIKAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah yang dikelilingi oleh pegunungan berapi paling aktif di dunia,
yang tersebar di berbagai pulau. Meletusnya gunung berapi di Indonesia seperti gunung Merapi
dan gunung Kelud di wilayah Jawa menimbulkan kerusakan disekitarnya. Hal ini disebabkan
pada saat gunung berapi meletus mengeluarkan bahan material vulkanik yang salah satunya
adalah abu vulkanik. Ada beberapa pendapat mengenai abu vulkanik , ada yang mengatakan
kalau abu vulkanik bersifat asam ada juga pendapat yang menyatakan kalau abu vulkanik dapat
meningkatkan pH tanah. Tetapi jika merujuk pada kenyataan bahwa tanah-tanah disekitar
gunung merapi sangat subur sepertinya pendapat yang menyatakan abu vulkanik dapat
mengasamkan tanah mungkin tidak benar. Jadi untuk jangka panjang abu vulkanik sangat
menguntungkan petani karena dapat menyuburkan tanah.
Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara
pada saat terjadi letusan. Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa.
Abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman dengan komposisi
total unsur tertinggiyaitu Ca, Na, K dan Mg, unsur makro lain berupa P dan S, sedangkan unsur
mikro terdiri dari Fe, Mn, Zn, Cu . Mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan
mineral tanah, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat
digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah -tanah yang miskin hara atau tanah yang
sudah mengalami pelapukan lanjut.
Penambahan abu vulkanik pada media tanam dengan komposisi abu vulkanik yang berbeda
memberikan pengaruh pertumbuhan yang berbeda. Untuk mengetahui pengaruh abu vulkanik
terhadap pertumbuhan tanaman maka dilakukan penelitian ini. Dalam penelitian ini kelompok
kami memilih tanaman jagung sebagai objek penelitian. Tanaman jenis ini dipilih sebagai objek
penelitian karena berdasarkan observasi penulis,tanaman jagung merupakan tanaman alternatif
yang sering ditanam oleh petani. Selain itu, jagung juga merupakan tanaman holtikultura yang
cukup penting dan banyak ditanam di pulau Jawa.
I.2. Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh pemberian abu vulkanik sebagai media tanam terhadap
perkecambahan tanaman jagung (Zea mays)?
2. Bagaimana pengaruh pemberian abu vulkanik sebagai campuran media tanam
terhadap perkecambahan tumbuhan jagung (Zea mays) ?
I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian abu vulkanik sebagai media tanam
terhadap perkecambahan tanaman jagung (Zea mays).
2. Mengetahui efek yang timbul akibat pemberian abu vulaknik sebagai campuran media
tanam terhadap perkecambahan tanaman jagung (Zea mays).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tinjauan Pustaka
Perkecambahan, Pertumbuhan, danPerkembangan
Secara harfiah, pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversibel
(tidak dapat balik), dan terjadi karena adanya pertambahan jumlah sel dan pembesaran dari tiap-
tiap sel. Pada proses pertumbuhan biasa disertai dengan terjadinya perubahan bentuk.
Pertumbuhan dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif.Sedangkan perkembangan adalah
proses menuju dewasa. Proses perkembangan berjalan sejajar dengan pertumbuhan. Berbeda
dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan proses yang tidak dapat diukur. Dengan kata
lain, perkembangan bersifat kualitatif, tidak dapat dinyatakan dengan angka.
Pada tanaman, pertumbuhan dimulai dari proses perkecambahan biji. Perkecambahan dapat
terjadi apabila kandungan air dalam biji semakin tinggi karena masuknya air ke dalam biji
melalui proses imbibisi. Apabila proses imbibisi sudah optimal, dimulailah perkecambahan.
Struktur yang pertama muncul, yang menyobek selaput biji adalah radikula yang
merupakan calon akar primer. Radikula adalah bagian dari hipokotil. Pada bagian ujung sebelah
atas terdapat epikotil (calon batang). Berdasar letak kotiledonnya, ada dua jenis perkecambahan
yaitu tipe epigeal, dan tipe hipogeal.
Gambar 1.Perkecambahan tipe hipogeal
Gambar 2.Perkecambahan tipe epigeal
Pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder
Biji yang sudah berkecambah akan segera diikuti oleh pertumbuhan primer karena pada
pucuk dan ujung akar terdapat jaringan yang bersifat meristematik (selalu membelah).
Pemanjangan ujung akar dan ujung batang tersebut disebut pertumbuhan primer. Pada
tumbuhan dikotil terdapat jaringan kambium yang merupakan meristem sekunder akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan sekunder (membesar). Kambium akan membelah ke
arah luar membentuk kulit kayu (floem), dan membelah ke arah dalam membentuk kayu (xilem).
Pada monokotil tidak terdapat kambium sehingga hanya mengalami pertumbuhan primer saja.
Pertumbuhan primer dan sekunder berlangsung terus menerus selama tumbuhan tersebut hidup.
Pertumbuhan pada tumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
a. Faktor luar
Faktor luar adalah materi atau hal-hal yang terdapat diluar tanaman yang berdampak pada
tanaman itu, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Termasuk ke dalam faktor luar adalah
cahaya, temperatur, air, garam-garam mineral, iklim, gravitasi bumi, dan lain-lain.
1. Nutrisi
Tumbuhan memerlukan unsur mineral dengan jumlah tertentu. Unsur yang diperlukan
dalam jumlah banyak disebut unsur makro, sedangkan unsur yang diperlukan dalam jumlah
sedikit disebut unsur mikro.
2. Cahaya
Cahaya mutlak diperlukan oleh semua tumbuhan hijau untuk melakukan fotosintesis, tetapi
pengaruhnya terhadap pertumbuhan perkecambahan tumbuhan adalah menghambat, karena
cahaya dapat menyebabkan terurainya auxin sehingga dapat menghambat pertumbuhan. Hal ini
dapat dibuktikan apabila kita meletakkan dua kecambah, yang satu di tempat gelap dan yang lain
di tempat terang. Dalam jangka waktu yang sama, kecambah di tempat gelap tumbuh lebih cepat
tetapi tidak normal. Pertumbuhan yang amat cepat di dalam gelap ini disebut etiolasi.
Pada tumbuhan terdapat pigmen yang disebut fitokrom, yang berfungsi mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan kloroplas, sintesis klorofil, pembentukan hormon tumbuhan
(misalnya giberelin), dan pengaturan posisi daun terhadap sinar matahari. Selain itu, fitokrom
berpengaruh juga terhadap fotoperiodisme, yaitu pengaruh lamanya pengaruh pencahayaan
terhadap pertumbuhan dan pembentukan bunga.
3. Suhu
Secara umum, suhu akan berpengaruh terhadap kerja enzim. Bila suhu terlalu tinggi, enzim
akan rusak, dan bila suhu terlalu rendah enzim menjadi tidak aktif.
4. Kelembaban atau kadar air
Sampai pada batas-batas tertentu, makin tinggi kadar air, pertumbuhan akan makin cepat.
Karena lebih banyak kadar air yang diserap dan lebih sedikit yang diuapkan, akan menyebabkan
pembentangan sel-sel, dengan demikian sel-sel lebih cepat mencapai ukuran maksimalnya.
b. Faktor dalam
Selain faktor genetik, yang termasuk faktor-faktor dalam adalah hormon-hormon yang
terlibat dalam pertumbuhan tanaman. Hormon merupakan substansi yang dihasilkan oleh
tumbuhan, biasanya dalam jumlah yang sangat sedikit yang berfungsi secara fisiologis
mengendalikan arah dan kecepatan tumbuh bagian-bagian dari tumbuhan.
Berikut ini adalah macam-macam hormon pada tumbuhan beserta fungsinya:
Auksin : Auksin dibentuk oleh ujung batang dan ujung akar. Auksin yang dihasilkan oleh
ujung batang akan mendominasi pertumbuhan batang utama, sehingga pertumbuhan cabang
relatif sedikit. Keadaan ini dikenal dengan istilah dominansi apikal (apical dominance). Dengan
memotong ujung batang, dominansi apikal akan hilang, sehingga pertumbuhan cabang-cabang
batang berjalan dengan baik. Auksin dapat terurai bila terkena cahaya. Bila suatu koleoptil
dikenai cahaya dari samping, maka bagian koleoptil yang terkena cahaya auksinnya akan terurai
sehingga pertumbuhannya lebih lambat daripada bagian koleoptil yang tidak terkena cahaya.
Akibatnya koleoptil akan tumbuh membelok ke arah datangnya sinar.
Giberelin : Hormon ini berfungsi mengatur pemanjangan batang (ruas batang), juga
pertumbuhan pucuk dan pembentukan buah. Secara umum fungsi giberelin adalah untuk
merangsang pertumbuhan meraksasa dan terbentuknya buah tanpa biji (partenokarpi).
Sitokinin : Hormon tumbuhan ini mempengaruhi pertumbuhan, pengaturan pembelahan
sel, dan pemanjangan sel. Konsentrasi sitokinin dan auksin yang seimbang merupakan hal yang
sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Sitokinin sendiri tampaknya mempunyai peranan
dalam memperpanjang usia jaringan.
Asam Absisat (= dormin) : Asam absisat ditemukan pada umbi-umbian dan biji-biji yang
dorman, beberapa jenis buah-buahan, daun, dan jaringan tumbuhan lain. Secara fungsi asam
absisat adalah mempercepat penuaan daun, merangsang pengguguran daun, dan memperpanjang
masa dormansi (menghambat perkecambahan biji).
Gas etilen : Buah yang sudah tua menghasilkan gas etilen yang dianggap sebagai hormon
yang dapat mempercepat pemasakan buah yang masih mentah. Gas etilen meningkatkan respirasi
sehingga buah yang asalnya keras dan masam, menjadi empuk dan berasa manis.
Kalin: Kalin adalah hormon yang merangsang pembentukan organ tubuh. Berdasarkan
organ yang dibentuknya, kalin dibedakan atas:
Kaulokalin : merangsang pembentukan batang
Rhyzokalin : merangsang pembentukan akar. Sekarang telah diketahui bahwa rhyzokalin
identik dengan vitamin B1 (thiamin)
Filokalin : merangsang pembentukan daun
Antokalin : merangsang pembentukan bunga
Asam traumalin : Batang atau akar tumbuhan dapat mengalami luka. Tumbuhan memiliki
kemampuan untuk memperbaiki bagian yang luka, disebut daya restitusi atau regenerasi.
Peristiwa ini terjadi dengan bantuan hormon luka atau kambium luka atau asam traumalin. Luka
yang terjadi dapat tertutup kembali dengan membentuk jaringan kalus dan jaringan yang rusak
dapat diganti dengan yang baru.
Abu Vulkanik
Endapan material akibat letusan gunung berapi mulai dari Merapi pada tahun 2010 hingga
Kelud pada tahun 2014 telah menyebabkan lapisan permukaan lahan-lahan pertanian di
sekitarnya menjadi tertutup oleh tebalnya material panas dari gunung tersebut, terutama oleh abu
vulkanik. Dampak yang ditimbulkan menyebabkan lahan untuk produksi pertanian menjadi tidak
subur lagi.Hasil penelitian sebelumnya (Nurlaenydkk.,2012) menunjukkan bahwa pada
kombinasi mediatanamtanahyang mengandung persentase abu vulkanik Merapi dalam jumlah
besar ternyata memberikan nilai bobot kering pupus tanaman yang sanga trendah.Hal ini
membuktikan bahwa keberadaan material vulkanik yang masih merupakan bahan baru (recent
material) dalam suatu media tanam belum dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara
optimal, terutama dalam mendukung ketersediaan air dan unsure hara bagi tanaman.Sifat fisika
abu vulkanik Merapi yang khas adalah apabila jatuh kepermukaan tanah menyebabkan abu akan
cepat mengeras dan sulit ditembus air, baik dari atas ataupun dari bawah permukaan tanah,
Namun, di samping sisi negative adanya abu vulkanik, ada sisi positif dari adanya abu
vulkanik, material dari letusan gunung berapi merupakan bahan yang kaya akan unsure hara
sehingga berpotensi meningkatkan kesuburan tanah pertanian di kemudian hari dan dapat
memperbaharui sumber daya tanah (Munir, 1996). Komponen material yang dikandung
diantaranya kuarsa (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besioksida (Fe2O3) dalam jumlah sangat
tinggi, selain juga terkandung unsure Ca, Mg, Na serta material lainnya (Hartosuwarno, 2010).
Hasil pelapukan lanjut dari abu vulkanik ini mengakibatkan terjadinya penambahan kation-
kation hara (Ca, Mg,K dan Na) di dalam tanah sebanyak hampir 50% dari keadaan sebelumnya
(Fiantis, 2006).
Seiring dengan berjalannya waktu, residu yang tersimpan di dalam kombinasi media tanam
berasal dari pelapukan campuran abu vulkanik Merapi yang tertinggal didalam media tanam.
Setelah melalui proses pelapukan yang cukup lama, abu vulkanik yang terdeposisi di atas
permukaan tanah akan mengalami pelapukan secara fisik maupun kimiawi dengan bantuan air
dan asam-asam organik yang ada di dalam tanah. Proses pelapukan secara alami ini ternyata
memerlukan waktu yang sangat lama bahkan dapat mencapai ribuan sampai jutaan tahun
(Fiantis, 2006).
Pelapukans ecara fisik dapat terjadi karena factor kelembaban, fluktuasi suhu dan juga
pertumbuhan tanaman. Fluktuasi suhu yang terja diantara siang dan malam menyebabkan
pengembangan dan kontraksi antar bagian permukaan dandalam batuan atau mineral, sehingga
menghasilkan cekaman (stress), pengelupasan (splitting), retakan (fissuring) dan perombakan
(decay) (Sutanto, 2005). Akibat perubahan suhu yang drastic dan hantaman air hujan secara fisik
maka abu vulkanik hasil erupsi yang menutupi lapisan tanah lambat laun akan mengalami
pelapukan (Hanafiah, 2010).
Secara kimiawi, proses pelapukan berlangsung dengan adanya bantuan dari larutan tanah
dan asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik tanah (Hardjowigeno, 2007; Syukur
dan Harsono, 2008). Adanya residu bahan organik yang bersumber dari sisa-sisa pupuk kandang
sapi serta gulma yang dibenamkan dan akar tanaman jagung di dalam kombinasi media tanam
akan meningkatkan kadar air serta kapasitas pegang air di dalam media tanam tersebut, sehingga
proses pelapukan abu vulkanik dapat dipercepat dan melepaskan unsur-unsur hara.
Jagung
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenisrumputan/graminae yang
mempunyai batang tunggal, meski terdapatkemungkinan munculnya cabang anakan pada
beberapa genotipe danlingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun
jagungtumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletakpada bagian
terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukansilang. Jagung merupakan
tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukanpada saat inisiasi bunga jantan, dan
dikendalikan oleh genotipe, lamapenyinaran, dan suhu (Subektidkk, 2010).
Gambar 3.Tanaman jagung
Klasifikasi jagung
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L. (plantamor.com)
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung
akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (McWilliamset
al., 1999). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses
imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang
tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang
tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula,asam-asam lemak, dan asam amino yang
dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza
memanjangmenembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah radikelmuncul,
kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktuyang sama atau sesaat kemudian
plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang
mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam
pemunculankecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaantanah,
pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptildan menembus permukaan
tanah.
II.2. Kerangka Berpikir
III.3. Hipotesis Awal
Ho : penambahan abu vulkanik dalam media tanam tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays)
Ha : penambahan abu vulkanik dalam media tanam mempengaruhi pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays).
Tanaman jagung Sawah/ ladang
Erupsi
Gunung berapi
Dampak
Tempat tumbuh
Jenis tanahsubur
Abu vulkanik
Pengamatan
terhadap
perkecambah
an
humus
BAB III
METODOLOGI
III.1. Variabel
Bebas : Banyaknya abu vulkanik
Terikat : pertumbuhan tanaman Jagung (Zea mays)
Kontrol : kadar air, intensitas cahaya, suhu tanam, pH media tanam, biji tanaman
jagung berkualitas sama dengan ukuran yang hampir sama
III.2. Waku dan Tempat
Waktu : 08 November – 20 November 2014
Tempat : Kebun percobaan biologi (green house)
III.3. Alat dan Bahan
Alat :
Polybag 25cm x 25cm x 0.006mm 6 kantong
Timbangan 1 buah
Gelas ukur 1 buah
Penggaris 30cm 1 buah
Ayakan pasir 1 buah
Bahan :
Pasir 5kg
Biji Jagung (Zea mays) 50 biji
Abu vulkanik 5kg
Air
III.4. Langkah Penelitian
1. Praktikan menyiapkan alat dan bahan
2. Memasukkan media tanam yang dipakai (pasir dan abu vulkanik) ke dalam polybag
sesuai dengan perlakuan yang ditentukan
Perlakuan A : 0% bagian abu vulkanik dari keseluruhan media tanam seberat
± 2kg
Perlakuan B : 50% bagian abu vulkanik dari keseluruhan media tanam seberat
± 2kg
Perlakuan C : 100% bagian abu vulkanik dari keseluruhan media tanam seberat
± 2kg
3. Menggemburkan media tanam yang sudah dalam polybag dengan air secukupnya
4. Pada saat yang sama, menyortir biji jagung yang akan digunakan dalam percobaan
dengan memasukkannya ke dalam air
5. Memasukkan 5 keping biji jagung ke dalam tiap polybag yang berisi media tanam
yang telah siap
6. Meletakkan polybag yang telah berisi biji-biji jagung pada ruang dan intensitas
cahaya yang sama
7. Melakukan penyiraman satu kali sehari pada sore hari dengan volume air yang sama
pada setiap polybag
8. Mengamati pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun pada tiap tanaman di setiap
polybag setiap tiga hari sekali dan mencatatnya dalam tabulasi data dengan 5 kali
pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini digunakan sistem rancangan acak lengkap (RAL) karena unit
eksperimen yang diambil datanya benar-benar diupayakan untuk homogen, mulai dari jenis biji
jagung yang dipakai, masa perendaman biji, ukuran biji, media tanam, kecepatan angin di sekitar
lingkungan penanaman, intensitas cahaya yang diterima tanaman sampai pada suhu tanam. Jenis
data yang dieroleh berupa data rasio dari pengukuran tinggi/ panjang tanaman dengan parameter
awal tidak diketahui. Pada percobaan ini pula data yang didapat bukan merupakan data
berpasangan karena data hanya diambil setelah diberi perlakuan, maka guna mencari nilai
korelasi antar perlakuan diujikan analisis korelasi parametrik untuk mncari derajat hubungan
antar variable dengan menggunakan program SPSS dan didapatkan hasil :
Dari hasil analisis yang dilakukan terlihat jumlah data yang diambil tiap perlakuan adalah 30 data mencakup pengulangan dan pengamatan yang dilakukan. Rata-rata data tinggi tanaman yang dihasilkan pada perlakuan tanpa abu (0% abu dari keseluruhan berat media tanam) menunjukkan nilai seebesar 17,9117; sedangkan rata-rata tinggi tanaman untuk perlakuan setengah abu (50% abu dari keseluruhan berat media tanam) menunjukkan nilai 17,7750; dan rata-rata data tinggi tanaman untuk perlakuan full abu (100% abu dari keseluruhan berat media tanam) meunjukkan nilai 10.1867. Hal ini memperlihatkan perlakuan pemberian abu mempengaruhi tinggi tanaman jagung yang dipakai, semakin banyak kadar pemberian abu pada media tanam akan membuat rata-rata tinggi tanaman jagung yang dipakai menurun.
Analisis selanjutya adalah korelasi atau hubungan antara control yang ditetapkan dengan perlakuan yang diberikan pada percobaan. Analisis ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang dibuat sebelum percobaan dilakukan. Nilai pearson correlation(rhitung) pada perlakuan 50% kadar abu dari berat total media tanam menunjukkan angka 0.736 dan untuk perlakuan 100% kadar abu dari berat total media tanam menunjukkan nilai 0.757. Sedangkan nilai r tabel dengan nilai derajat bebas (db) = N-2 = 28 pada taraf kesalahan 1% sebesar 0,463. Dari hasil ini maka diperoleh rhitung = 0,736 > r(0.01,28) = 0,463 untuk pemberian abu dengan kadar 50% dari berat total media tanam. Pada pemberian abu dengan kadar 100% dari berat total media tanam didapatkan hasil rhitung = 0,757 > r(0.01,28) = 0,463. Dari kedua hasil ini maka dapat dinyatakan Ho ditolak dan Ha diterima yang brarti ada pengaruh pemberian abu vulkanik pada media tanam dalam perkecambahan tanaman jagung. Pengaruh yang diberikan telah disampaikan melalui data deskriptif yang telah dijelaskan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fiantis, D. 2006. Laju Pelapukan Kimia Debu Vulkanis G. Talang dan Pengaruhnya terhadap
Proses Pembentukan Mineral Liat Non-Kristalin. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas.
Jurnal. http://repositoryunand.blogdetik.com/2011/03/29/jurnal-tahun-2006/ (diaksestanggal
18 Oktober 2014, pukul 19.54 WIB).
Hanafiah, K.A. 2010.Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta :Rajawali Pers.
Hardjowigeno, S. 2007.Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika Pressindo.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi dan
Pemanfaatannya. Jakarta : Pustaka Jaya.
Nurlaeny, N., Saribun, D.S., & Hudaya, R. 2012. Pengaruh Kombinasi Abu Vulkanik Merapi,
Pupuk Kandang Sapi dan Tanah Mineral terhadap Sifat Fisika-Kimia Media Tanam serta
Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal. Bionatura Vol. 14 (3):186-194
(diakses tanggal 18 Oktober 2014, pukul 20.15 WIB).
McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn Growth and Management Quick
Guide.www.ag.ndsu.edu (diakses tanggal 20 November 2014, pukul 19.09 WIB).
Subekti, Nuning Argo. dkk. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros.
Jurnal.http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/empat.pdf (diakses tanggal
20 November 2014, pukul 20.15 WIB)
Syukur, A. & Harsono E.S. 2008.Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan NPK terhadap
Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan. 8 (2): 138-145 (diakses tanggal 18 Oktober 2014, pukul 20.00 WIB).
http://www.plantamor.com/index.php?plant=1301 (diakses tanggal 20 November 2014, pukul
20.45 WIB)