Upload
gandacoalminer
View
478
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PROPOSAL LAPORAN AKHIR
A. JUDUL : Koreksi Fiskal Berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 atas Laporan
Laba/ Rugi pada Jati Karya Furniture Palembang
B. Bidang Ilmu : Perpajakan
C. Pendahuluan
Kemakmuran rakyat dalam suatu negara sangat perlu diperhatikan, karena
kemakmuran rakyat dapat membantu perkembangan kemajuan negara. Untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat, maka penghasilan negara harus ditingkatkan.
Pengahasilan tersebut dapat diperoleh dari dalam negeri yang salah satunya ialah
pungutan pajak. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke
pemerintah, untuk membiayai pengeluaran negara dengan tidak mendapatkan
kontraprestasi langsung yang berguna bagi kepentingan bersama dan untuk
kesejahteraan kehidupan masyarakat.
Pada dasarnya pajak yang telah dibayar oleh rakyat selanjutnya
dikembalikan lagi kepada rakyat sendiri tetapi dalam bentuk yang berbeda dan
bermanfaat bagi kepentingan umum, sehingga dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan kepentingan antara
pembayar pajak yang disebut wajib pajak dengan pihak yang menerima pajak
yaitu pemerintah. Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin
karena dengan membayar pajak maka akan mengurangi kemampuan ekonomis
wajib pajak tersebut. Bagi pemerintah semakin banyak pajak yang diterima maka
akan semakin besar pula penerimaan negara, sehingga mempermudah dalam
pencapaian tujuan pemerintah.
Perbedaan kepentingan ini dimungkinkan jika ada peluang yang dapat
dimanfaatkan baik karena kelemahan peraturan pajak maupun sumber daya
manusia (fiscus), dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan harus dapat
menyediakan informasi mengenai keadaan umum perusahaan. Informasi
akuntansi merupakan data keuangan mengenai transaksi-transaksi yang
digambarkan dalam istilah-istilah keuangan yang berguna bagi pemakainya.
Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk dari informasi yang disajikan
oleh perusahaan mengenai kondisi keuangannya. Suatu perusahaan dapat
menyusun laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) untuk
kepentingan analisa laporan keuangan selama periode akuntansi.
Akan tetapi untuk tujuan perpajakan, laporan keuangan tersebut harus
dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal yang telah diatur dalam undang-undang
perpajakan. Undang-undang perpajakan tidak mengatur secara khusus bentuk dari
laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu baik
dalam pengakuan penghasilan maupun biaya. Perbedaan pengakuan ini
menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal dapat berbeda.
Jati Karya Furniture Palembang didirikan oleh HJ. Mursyida H. Sukarni
sebagai pemilik dan merangkap sebagai pimpinan. Usaha ini kegiatannya dimulai
pada tahun 1981 yang memiliki surat izin usaha perdagangan dengan nomor :
SIUP 060/9/XII/1997. Awal operasinya hingga sekarang berlokasi di jalan Sosial
lr. Keluarga 103 Km 5 Palembang.
Usaha Hj. Mursyida H.Sukarni ini bergerak dalam bidang produksi dan
penjualan meubel (perabotan rumah tangga). Pada mulanya perusahaan ini hanya
memproduksi satu jenis barang dengan bermacam-macam tipe. Akan tetapi
seiring dengan perkembangan zaman maka pimpinan mengeluarkan kebijakan
untuk mengembangkan produk. Hingga pada saat ini produk-produk yang
dihasilkan berupa lemari, kursi tamu, meja makan, dipan, meja hias, dan souvenir.
Dalam melaporkan usahanya tentu diperlukan laporan keuangan yang dapat
mencerminkan kondisi keuangan dan juga tidak terlepas dari standar yang berlaku
umum yaitu SAK, sedangkan untuk keperluan perpajakan, laporan keuangan
tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu dengan peraturan perpajakan yang
berlaku, agar laba atau rugi fiskalnya diketahui sehingga dapat dihitung besarnya
PPh badan yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
Untuk itulah, diperlukan adanya rekonsiliasi fiskal untuk mencari laba
kena pajak sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan badan yang akan
disetorkan kepada pemerintah
Berdasarkan uraian di atas dan mengingat pentingnya penyesuaian laba
rugi fiskal untuk Jati Karya Furniture Palembang, maka dalam laporan akhir ini
penulis mengambil judul “Koreksi Fiskal Berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 atas Laporan Laba/ Rugi pada Jati Karya
Furniture Palembang”.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pengamatan yang penulis peroleh, maka rumusan masalah yang
akan dibahas pada Jati Karya Furniture Palembang, yaitu :
Laba yang tercantum pada laporan keuangan merupakan laba bersih sebelum
pajak, sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal agar dapat diketahui laba kena
pajak berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
Dari permasalahan di atas, maka dirumuskan permasalahan pokok yang
dihadapi adalah “Perlu dilakukan koreksi fiskal agar dapat diketahui laba kena
pajak berdasarkan UU perpajakan nomor 36 tahun 2008 atas laporan laba/ rugi
pada Jati Karya Furniture Palembang”.
E. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Agar penulisan laporan akhir ini lebih terarah dan terfokus pada
permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi pembahasan hanya
pada koreksi fiskal menurut UU perpajakan nomor 36 tahun 2008 atas laporan
laba/ rugi pada Jati Karya Furniture Palembang.
F. TINJAUAN PUSTAKA
F.1 Pengertian Pajak
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban
untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan,
keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan kehidupannya. Untuk kepentingan
rakyat, negara memerlukan dana untuk kepentingan tersebut. Dana yang akan
dikeluarkan ini tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang
disebut pajak.
Pajak merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah dalam
mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan, baik yang bersifat langsung dan
tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan negara. Banyak ahli dalam bidang perpajakan yang
memberikan definisi mengenai pajak yang berbeda-beda, tetapi mempunyai tujuan
yang sama. Menurut Adriani yang dikutip oleh Waluyo (2006:2) pajak ialah
sebagai berikut:
Pajak adalah iuran kepada negara yang bersifat memaksa yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.
Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Waluyo (2006:3) pajak ialah
sebagai berikut :
Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut MJP Smeets yang dikutip oleh Waluyo (2006:2) pajak ialah sebagai
berikut:
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.Dari pengertian-pengertian di atas dapat dikatakan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kotrapretasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgetir, yaitu mengatur.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
F.2 Fungsi Pajak
Menurut Waluyo (2008:8), ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Pendanaan (Budgeter)Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument
pengumpul dana guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Ditujukkan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2. Fungsi Mengatur (Reguler)Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrumen pengatur melalui kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.
Menurut Prof. Rochmat Soemitro , fungsi pajak, yaitu :1. Fungsi penerimaan adalah fungsi utama pajak. Pajak ditarik terutama
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair) ketimbang fungsi mengatur.
2. Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi mengatur. Dalam fungsi ini, pajak mengarahkan perilaku sekelompok warga negara agar bertindak sesuai yang diinginkan. Contoh, agar masyarakat Indonesia mendapatkan minyak goreng yang murah, maka terhadap ekspor CPO akan dikenakan pajak ekspor yang tinggi. Contoh lain, agar masyarakat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, maka terhadap jenis barang seperti ini dikenakan PPnBM yang tinggi. Jenis pajak yang biasanya digunakan sebagai instrumen mengatur ini adalah Pajak Ekspor, Bea Masuk dan PPnBM.
F.3 Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban
pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan dan pembebanannya tidak
dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib
pajak yang bersangkutan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:46.2), pajak penghasilan
adalah pajak yangdihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini
dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
Menurut Prabowo (2002:20) :
Suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup
berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.
Berdasarkan undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 1
menyatakan bahwa “Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak”. Penghasilan
yang dimaksud adalah jumlah uang yang diterima dari suatu usaha yang dilakukan
oleh seorang perorangan, badan dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan
untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan menimbun serta menambah
kekayaan.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat diartikan bahwa pajak
penghasilan adalah iuran yang dipungut dari subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak dengan berdasarkan peraturan
perpajakan yang berlaku, guna memenuhi kepentingan negara.
F.4 Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh wajib pajak dalam tahun pajak dengan berdasarkan peraturan
perpajakan yang berlaku. Subjek pajak penghasilan menurut undang-undang pajak
nomor 36 tahun 2008 pasal 2 ayat (1) adalah :
Yang menjadi subjek pajak adalah:a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b. badanc. bentuk usaha tetap
Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri. Menurut undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 2 ayat (3)
subjek pajak penghasilan dalam negeri adalah sebagai berikut :
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
Menurut undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 2 ayat (4)
subjek pajak penghasilan luar negeri adalah sebagai berikut :
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
F.5 Objek Pajak PenghasilanObjek pajak penghasilan dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak
dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Undang-undang pajak nomor 36
tahun 2008 pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa :
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.c. laba usaha.d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk;
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
2. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
3. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan.
4. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
F.6 Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak ditetapkan oleh pemerintah harus berdasarkan asas keadilan,
sehingga antara wajib pajak dan pemerintah tidak merasa dirugikan. Tarif pajak
digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang (Pajak yang harus dibayar)
oleh wajib pajak.
Menurut Ilyas dan Richard Burton (2008:56) ada empat macam tarif pajak, yaitu :
1. Tarif Pajak Proposional/SebandingTarif Pajak Proposional yaitu tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak.
2. Tarif Pajak ProgresifTarif Pajak Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi :
a. Tarif Progresif ProgresifDalam hal ini kenaikan persentase pajaknya semakin besar.
b. Tarif Progresif TetapKenaikan persentasenya tetap.
c. Tarif Progresif DegresifKenaikan persentasenya semakin kecil
3. Tarif Pajak DegresifTarif Pajak Degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar.
4. Tarif Pajak Tetap
Dalam tarif pajak ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, oleh karena itu besarnya pajak yang terutang tetap.
Dari empat jenis tarif pajak di atas dapat diartikan bahwa Indonesia
menggunakan tarif pajak progresif, hal ini sesuai dengan undang-undang pajak
nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat (1) yang menetapkan bahwa :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%
Di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15%
Di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25%
Di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen), dan menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
F.7 Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai
peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak.
Undang-Undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan
keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu baik dalam
pengakuan penghasilan maupun biaya. Akibat dari perbedaan pengakuan ini
menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal dapat berbeda. Secara umum laporan
keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan, kecuali diatur secara
khusus dalam undang-undang.
Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan
fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan
perpajakan, hal ini dilakukan karena terdapat beberapa perbedaan diantara kedua
laporan tersebut. Koreksi tersebut dinamakan koreksi fiskal, yaitu koreksi
terhadap laporan keuangan akuntansi/komersial yang dibuat menurut prinsip
akuntansi (SAK) yang berbeda dengan prinsip undang-undang perpajakan,
sehingga menjadi sesuai dengan prinsip undang-undang perpajakan. Jika laporan
keuangan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang perpajakan maka
dinamakan laporan keuangan fiskal yang kemudian dipakai untuk menghitung
PPh tahunan terutang.
Menurut Markus dan Yujana (2004:783) akibat yang timbul pada
penghasilan kena pajak, koreksi fiskal ada dua macam, ialah :
1. Koreksi fiskal positif atau koreksi positif, yaitu koreksi atas laporan keuangan komersial supaya sesuai dengan prinsip UU PPh, sehingga menyebabkan jumlah PKP membesar.
2. Koreksi fiskal negatif atau koreksi negatif, yaitu koreksi atas laporan keuangan komersial supaya sesuai dengan prinsip UU PPh, sehingga menyebabkan jumlah PKP mengecil.
F.8 Perhitungan Laba Rugi Fiskal
Menurut PSAK (2009:46.2) menjelaskan bahwa, Laba rugi fiskal adalah
laba atau rugi bersih selama satu periode dihitung berdasarkan perpajakan dan
yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan.
Menurut Prabowo (2002:291) dalam melakukan perhitungan laba/rugi
fiskal ada enam hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. harus dipisahkan antara penghasilan dan biaya dalam rangka usaha denganpenghasilan dan biaya diluar usaha.
2. harus memuat unsur-unsur penghasilan dan biaya wajib pajak3. rincian penghasilan dilakukan menurut sifat atau jenis penghasilan
rincian biaya dilakukan menurut sifat atau tujuan biaya.4. disusun dalam bentuk urutan ke bawah5. laba bersih mencerminkan seluruh pos laba atau rugi selama satu tahun6. koreksi masa lalu yang tidak mempengaruhi seluruh pos laba atau rugi
selama satu tahun, sebelumnya disajikan sebagai penyesuaian atas saldo laba ditahan sehingga tidak memerlukan perbaikan SPT yang lalu.
Perhitungan laba rugi fiskal dilakukan berdasarkan undang-undang pajak
nomor 36 tahun 2008 dan untuk melakukan perhitungan yang tepat harus
diperhatikan beberapa hal seperti penyusutan, penghasilan dan biaya-biaya yang
digunakan oleh subjek pajak.
F.9 Penyusutan
Aktiva tetap merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh
perusahaan yang digunakan untuk membantu kelancaran operasi perusahaan.
Aktiva tetap memiliki nilai material, karena nilai yang material tersebut maka
setiap perusahaan haruslah melakukan pencatatan yang baik untuk aktiva tetap
yang dimililkinya. Rincian mengenai aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan
dapat dilihat melalui informasi berupa laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan, tepatnya pada neraca.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2004:16.3) pengertian aktiva tetap adalah:
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Aktiva tetap biasanya memiliki masa pemakaian yang lama, sehingga bisa
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan selama bertahun-tahun
tetapi manfaat yang diberikan aktiva tetap umumnya semakin lama semakin
menurun pemakaiannya secara terus menerus, dan menyebabkan terjadi
penyusutan.
Pengertian penyusutan menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang diatur dalam pasal 11 undang-undang nomor 7 tahun 1983, yang
diubah terakhir dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008. Ketentuan tersebut
adalah:
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat labih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut”.
Menurut PSAK (2009:17.1), Penyusutan adalah alokasi jumlah aktiva
yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi.
Menurut Zaki Baridwan (2004:305), “Penyusutan adalah sebagian besar
dari harga perolehan aktiva tetap yang secara sistematis dialokasikan menjadi
biaya setiap periode akuntansi”.
Dari definisi-definisi diatas, maka dapat diartikan bahwa penyusutan
adalah suatu alokasi yang sistematik dari harga perolehan aktiva tetap yang
sepanjang umur manfaat aktiva tersebut, sehingga dengan ini nilai aktiva tersebut
makin lama semakin berkurang sesuai dengan asumsi bahwa semakin lama aktiva
digunakan maka nilai aktiva semakin menurun.
Menurut IAI (2002:17.2), metode-metode perhitungan penyusutan adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan waktu:(i) Metode garis lurus (straight-line-method)(ii) Metode pembebanan yang menurun:
- Metode jumlah angka tahun (sum-of-years-digit-method)- Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/ double
declining balance method)b. Berdasarkan penggunaan:
(i) Metode jam jasa (service-hours method)(ii) Metode jumlah unit produksi (productive-output method)
c. Berdasarkan kriteria lailnnya:(i) Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite
method)(ii) Metode anuitas (annuity method)(iii) Sistem persediaan (inventory method)
Pada dasarnya terdapat dua metode penyusutan yang diperbolehkan dalam
perpajakan, yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun. Hal ini terdapat
dalam undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 11A, penggolongan tarif
penyusutan adalah sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud Masa ManfaatTarif Penyusutan
Garis Lurus Saldo Menurun
a. Bukan BangunanKelompok 1Kelompok 2Kelompok 3Kelompok 4
b. BangunanPermanenTidak Permanen
4 tahun8 tahun16 tahun20 tahun
20 tahun10 tahun
25 %12,5 %6,25%5 %
5 %10 %
50%25%
12,5%10%
Sumber : Undang-Undang Perpajakan Tahun 2008
F.10 Penghasilan dan Biaya
F.10.1 Penghasilan
Penghasilan dan biaya wajib diperhitungkan agar dapat memberikan
gambaran yang layak mengenai hasil usaha perusahaan untuk periode tertentu.
Dalam PSAK (2009:23.2) Penghasilan ialah :
Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal
perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan
ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Menurut Suandy Erly (2001:86) penghasilan ialah, Penambahan aktiva
atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanaman modal.
Menurut undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 4 penghasilan
ialah :
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Ruang lingkup pendapatan yang tertera dalam PSAK (2009:23.2) terdiri
atas:
1. Pendapatan yang timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi berikut ini :a. Penjualan barangb. Penjualan jasac. Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang
menghasilkan bunga, royalti atau deviden.2. Barang yang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual
dan barang yang dibeli untuk dijual kembali.3. Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas secara
kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama waktu periode yang disepakati oleh perusahaan.
4. Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain menimbulkan pendapatan dalam bentuk :a. Bungab. Royaltic. Deviden
F.10.2 Biaya
Biaya merupakan semua pengurang terhadap penghasilan. Pengeluaran
yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun dicatat sebagai biaya, sedangkan
pengeluaran penghasilan yang memberikan manfaat untuk satu periode akuntansi
dicatat sebagai beban. Menurut PSAK (2002:23.2 ) biaya adalah :
Penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang menyangkut pembagian penanamanmodal.
Berdasarkan undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 6 ayat (1)
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, dan royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
4. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut undang-undang pajak nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1)
untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan badan usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha
lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaantempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Dari penjelasan di atas ada pengecualian untuk biaya mengenai
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, biaya tersebut boleh dikurangkan dalam
perhitungan laba kena pajak, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Berikut ini disajikan berbagai jenis imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
lainnya yang biasa diberikan oleh pemberi kerja kepada pegawainya disertai
dengan keterangan apakah imbalan tersebut bagi pemberi kerja merupakan biaya
yang boleh dikurangkan dalam menghitung PPh tahunan, dan bagi pegawai
merupakan penghasilan atau bukan penghasilan yang dikenai PPh pasal 21 yang
berdasarkan UU Pajak nomor 36 tahun 2008, Peraturan Pemerintah nomor 148
tahun 2000 tanggal 23 Desember 2000, dan Keputusan Menteri Keuangan nomor
466/KMK.04/2000 tanggal 3 November 2000 ialah :
Jenis Natura dan kenikmatan Bagi Perusahaan Bagi Pegawai1. Fasilitas pengobatan
a. Klinik, dokter, rumah sakit (dibayaratas nama majikan )
b. Klinik, dokter, rumah sakit (dibayaroleh/atas nama pekerja dan diklaim kemajikan)
c. Penggantian pengobatan (tunai)
Bukan Biaya
Biaya
Biaya
Bukan Penghasilan
Penghasilan
Penghasilan2. Perumahan
a. Pemberian perumahanb. Mess untuk transitc. Mess untuk tinggal
Bukan BiayaBiaya
Bukan Biaya
Bukan PenghasilanBukan PenghasilanBukan Penghasilan
3. Pakaian Seragama. Perlengkapan keamanan dan
keselamatan kerjab. Perlengkapan seragam karena situasi
lingkungan (pegawai hotel, bank, penyiar tv, dll)
c. Perlengkapan seragam lainnya
Biaya
Biaya
Bukan Biaya
Bukan Penghasilan
Bukan Penghasilan
Bukan Penghasilan4. Fasilitas Rekreasi dan Olahraga Bukan Biaya Bukan Penghasilan5. Biaya perjalanan
a. Dalam rangka tugas atau dinasb. Dalam rangka bukan dinasc. Pemulangan karyawan ketempat asal
BiayaBukan Biaya
Biaya
Bukan PenghasilanBukan PenghasilanBukan Penghasilan
6. Fasilitas Pelatihan dan Pendidikan Biaya Bukan Penghasilan7. Makan-Minum
a. Cafeteriab. Perlengkapan makan-minumc. Makan-minum karena situasi
lingkungan ( pegawai restoran, pegawai lembur )
d. Makan-minum bagi seluruh pegawai
Bukan BiayaBukan Biaya
Biaya
Bukan PenghasilanBukan Penghasilan
Bukan Penghasilan
secara bersama-samae. Makan-minum lainnya
BiayaBukan Biaya
Bukan PenghasilanBukan Penghasilan
8. Fasilitas Kendaraan (beban penyusutan, perbaikan, perawatan rutin, operasional)a. Semata-mata untuk dinas (parkir
dikantor)b. Untuk antar jemput pegawai
c. Untuk keperluan dinas disamping untuk pribadi
Biaya
50% Biaya Dan 50% Bukan
Biaya
Bukan Biaya
Bukan Penghasilan
Bukan Penghasilan
Bukan Penghasilan9. Fasilitas Alat Komunikasi
a. Telepon seluler, pager dan sejenisnya (beban penyusutan kelompok I)
b. Biaya langganan, pulsa isi ulang (termasuk ongkos perbaikan)
50% Biaya Dan 50% Bukan
Biaya
50% Biaya Dan 50% Bukan
Biaya
Bukan Penghasilan
Bukan Penghasilan
10. Iuran asuransi ditanggung majikana. Asuransi kecelakaan, kematian,
beasiswa, kesehatan, jiwa, dwigunab. Asuransi pensiun, THT/JHT
Biaya
Biaya
Penghasilan
Bukan penghasilan11. PPh Pasal 21
a. Ditanggung pemberi kerja (hitungan metode biasa)
b. Ditanggung pemberi kerja (hit. Metode grossed up)
Bukan Biaya
Biaya
Bukan penghasilan
Penghasilan12. Natura dan kenikmatan lainnya Bukan Biaya Bukan penghasilan13. Natura dan kenikmatan didaerah terpencil
(Kepmen 466/KMK.04/2000 jo Se- 29/PJ.4/1995)a. Perumahaan, makan-minum,
kesehatan, pendidikan dan pengangkutan termasuk keluarga, olahraga, sepanjang fasilitas di lokasi tersebut tidak tersedia oleh pihak bukan perusahaan.
b. Golf, boating, pacuan kuda
Bukan Biaya
Biaya
Bukan penghasilan
Bukan penghasilan
F.11 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan
Fiskal
Menurut Suandy Erly (2003:89), perbedaan antara laporan keuangan fiskal
dan laporan keuangan komersial dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Perbedaan WaktuPerbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara
peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif.Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak, sedangkan perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan pajak mengakui beban lebih lambat dari pada pengakuan beban menurut akuntansi komersial atau mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.
b. Perbedaan TetapPerbedaan tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa adanya koreksi dikemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif apabila ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan, sedangkan perbedaan waktu permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal.
G. TUJUAN DAN MANFAAT
G.1 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Koreksi Fiskal Berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 atas Laporan Laba/ Rugi pada Jati
Karya Furniture Palembang.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu dilakukan penyesuaian dalam
menetapkan laba fiskal yang sesuai dengan peraturan perpajakan.
G.2 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Dapat membantu mahasiswa yang akan datang sebagai referensi dalam
penyusunan laporan akhir.
2. Sebagai bahan masukan bagi Jati Karya Furniture Palembang dalam
perhitungan laba fiskal berdasarkan undang-undang perpajakan nomor 36
tahun 2008.
H. METODE PENGUMPULAN DATA
H.1. Metode Pengumpulan Data
Menurut Sugiono (2007:129), Teknik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan
gabungan ketiganya.
1. Wawancara (Interview)Adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan kunjungan dan tanya jawab langsung kepada pegawai yang mempunyai wewenang untuk memberikan data dan informasi yang diperlukan.
2. Pengamatan (Observasi)Adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung untuk mengetahui kegiatan operasional perusahaan.
3. Angket (Kuesioner)Adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan tertulis kepada responden.
Dalam melakukan pengumpulan data pada Jati Karya Furniture
Palembang, penulis melakukan beberapa metode pengumpulan data antara lain
dengan metode observasi yang dilakukan dengan cara penulis melakukan
pengamatan langsung ke obyek yang diteliti yaitu Jati Karya Furniture
Palembang, selain itu penulis juga melakukan metode wawancara untuk lebih
memperjelas data-data yang diperoleh dari teknik observasi yang dilakukan.
Dari kegiatan pengumpulan data tersebut, penulis membagi menjadi dua
data-data yang objektif dan diperlukan untuk mendukung penyusunan laporan
akhir ini. Pembagian data tersebut adalah sebagai berikut :
1. Data Sekunder
Yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau suatu
organisasi langsung dari objeknya.
Data primer yang diperoleh penulis dari perusahaan berupa:
a. Laporan Laba Rugi perusahaan
b. Laporan Neraca Perusahaan
c. Daftar aktiva perusahaan
2. Sumber Primer, yang dikenal dengan data primer.
a. Sejarah Perusahaan
b. Struktur Organisasi Perusahaan
c. Pembagian Tugas dan Wewenang
I. SISTEMATIKA PENULISAN
Agar dapat memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi laporan
akhir ini, serta memperlihatkan hubungan yang jelas antar bab satu dengan bab
yang lainnya, penulis menggambarkan sistematika penulisan yang terdiri dari lima
bab yang isinya mencerminkan susunan atau materi yang akan dibahas. Berikut
ini akan diuraikan mengenai sistematika pembahasan laporan akhir secara singkat.
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini penulis akan mengemukakan dasar permasalahan
yang akan dibahas, dengan urutan yaitu: latar belakang pemilihan
judul, perumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan dan
manfaat penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika
penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi landasan teori yang menguraikan secara singkat
mengenai teori-teori yang dapat dijadikan sebagai bahan
pembanding. Teori-teori yang akan diuraikan mengenai
perpajakan, fungsi pajak, koreksi fiskal, perbedaan laporan
keuangan komersil dan laporan keuangan fiskal dan teori lainnya
yang berhubungan dengan pajak.
Bab III Gambaran Umum Perusahaan
Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran mengenai
keadaan Jati Karya Furniture Palembang, antara lain mengenai
sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi perusahaan dan
pembagian tugas, kegiatan usaha perusahaan, dan laporan
keuangan perusahaan.
Bab IV Pembahasan
Bab empat ini penulis akan menganalisis data-data yang diperoleh
dari perusahaan berdasarkan landasan teori yang telah
dikemukakan. Penulis akan membandingkan data-data yang ada
pada perusahaan di bab tiga dengan teori-teori yang ada pada bab
dua, yaitu meliputi koreksi fiskal berdasarkan undang-undang
perpajakan nomor 36 tahun 2008 dan menetapkan laba fiskal pada
Jati Karya Furniture Palembang.
Bab V Simpulan Dan Saran
Setelah melakukan analisis dan pembahasan secara lengkap, pada
bab ini penulis menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan yang
telah dilakukan, selanjutnya penulis akan memberikan masukan
yang mungkin dapat bermanfaat bagi perusahaan.
J. JADWAL KEGIATAN
Dalam menyelesaikan laporan akhir ini penulis telah menyusun jadwal
kegiatan untuk menyelesaikan laporan tepat pada waktunya yang dimulai bulan
April 2011 sampai dengan bulan Juli 2011, jadwal tersebut disajikan sebagai
berikut :
No KegiatanMinggu Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyusunan Proposal
2 Penyusunan Instrumen
3 Seminar Proposal dan Instrumen
Penelitian
4 Pengujian Validitas dan
Reliabilitas Instrumen
5 Penentuan Sampel
6 Pengumpulan Data
7 Analisis Data
8 Pembuatan Draf Laporan
9 Seminar Laporan
10 Penyempurnaan Laporan
11 Penggandaan Laporan Penelitian
Tabel 1.1