Upload
vmajestica
View
210
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
PROPOSAL PELAYANAN KESEHATAN
TUBERKULOSIS PARU
Oleh :
Virginia Majestica Septrianne
(04114708086)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2013
PERENCANAAN PELAYANAN KESEHATAN
TUBERKULOSIS PARU
Oleh : Virginia Majestica Septrianne ( 04114708086)
I. Pendahuluan
I.1 Fakta Deskriptif
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit menular yang menjadi
masalah kesehatan di Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama
kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.1 Penyakit tuberkulosis paru biasanya
menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa
yang dilepaskan pada saat penderita tuberkulosis paru batuk, dan pada anak-anak
sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis paru dewasa. Bakteri
ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak
menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Paru
merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup,
dapat mencapai alveolus.2
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan masalah yang multikompleks dan
memerlukan pendekatan multidimensional dalam penanganannya.3 TB Paru telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut Wolrd Health Organization
(WHO) insidens TB Paru berkisar 8 juta penduduk di seluruh dunia per tahun dan
hampir 3 juta orang meninggal akibat TB Paru setiap tahun (WHO 1993).3 WHO
memperkirakan bakteri Mycobacterium tuberculosa ini membunuh sekitar 2 juta
jiwa tiap tahunnya, anara tahun 2001-2020 diperkirakan 1 milyar manusia akan
terinfeksi. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh bertambahnya penduduk di
negara-negara sedang berkembang dan karena adanya penyebaran virus HIV.4
Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk,
prevalensinya meningkat seiring dengan peningkatan kasus HIV.4
Data WHO pada Agustus 1999, menunjukkan bahwa prevalensi TB Paru
di Indonesia sekitr 715.000, dimana proporsi BTA positif 36,6% dengan
Prevalence Rate (PR) 240 per 100.000 penduduk dan Cause Spesific Death Rate
(CFR) 24,5%. Angka ini menunjukkan Indonesia pada peringkat ke-3 di dunia
setelah Inida dan Cina.5 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008
diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada
tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus
baru dengan apusan BTA positif.3 Diantara kasus baru itu diperkirakan 709.000
(7.7%) dengan HIV-positif.3
Pada tahun 2011, WHO menyatakan Indonesia meruakan negara dengan
kasus TB Paru terbesar ke-3 di dunia, setiap tahunnya diperkirakan proporsi
penderita baru TB paru meluar 44,9% dari 583.000 penderita baru TB Paru
menular 44,9% dari 583.000 penderita baru TB Paru. Sebanyak 140.000 orang
diantaranya meninggal dunia.6 Secara kasar diperkirakan Insidence Rate (IR) TB
Paru BTA (+)130 per 100.000 penduduk . Diperkirakan setiap tahun penderita TB
Baru BTA (+) akan menularkan 10-15 orang per tahunnya. Setiap kali seorang
penderita TB Paru batuk maka akan dikeluarkan 3.000 droplet yang infektif.3
Untuk mengurangi angka kejadian penyakit tuberkulosis paru
maka perlu dilakukan kegiatan yang melibatkan banyak pihak baik petugas
kesehatan, tokoh masyarakat, instansi pemerintah dan swasta yang terkait serta
masyarakat di wilayah itu. Proposal ini memberikan gambaran mengenai kegiatan
tersebut.
I.2 Analisis Teoritis dan Empiris
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura. Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah
paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang
terlibat). Gejala respiratorik yaitu batuk-batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar. Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun.2,5
Faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis paru menurut teori
Blumm dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Faktor genetik/biologik :
a. Daya tahan tubuh yang rendah (diantaranya anak-anak,
diabetes mellitus dan penderita HIV/AIDS). Prevalensi TB
paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM.
b. malnutrisi (gizi buruk): berat badan yang lebih kecil 85% dari
berat badan ideal kemungkinan mendapat TB adalah 14 kali
lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal.
c. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang
terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan
kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberculosis maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
2. Faktor lingkungan : Seseorang yang bermukim di rumah dengan
hunian kamar memiliki tingkat kepadatan tinggi (< 4 meter/orang)
memiliki resiko terkena TB paru 29 kali lebih besar.
3. Faktor perilaku : Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan
tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara
penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap
sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi
sumber penular bagi orang di sekelilingnya.
perilaku hidup bersih dan sehat penduduk yang masih rendah:
baik penderita TB paru BTA (+) maupun orang yang serumah
dengan penderita tidak menggunakan masker. Penderita TB
paru tidak menggunakan saputangan ketika bersin sehingga
droplet kuman mudah menyebar ke orang lain.
Merokok: kebiasaan merokok meningkatkan faktor resiko
terkena TB Paru sebesar 2,2 kali.
4. Faktor pelayanan kesehatan :
a. Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang pencegahan
tuberkulosis paru terutama bagi anak-anak yang tinggal
serumah dengan penderita TB BTA (+)
b. Kurangnya pengawasan intensif dari petugas kesehatan pada
penderita TB tentang aturan konsumsi OAT sehingga masih
terdapat penderita yang droup out (lalai), gagal dan meninggal.
c. Kurangnya motivasi dari petugas kesehatan pada penderita,
d. Kurangnya keaktifan petugas kesehatan dalam pencarian kasus
Tb paru.
Dari semua faktor diatas berdasarkan prevalensi yang paling berpengaruh
adalah factor biologik yaitu status imunitas tubuh. Namun keempat faktor tersebut
tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi. Faktor yang
mempengaruhi mempercepat proses tersebut diantaranya tinggal di tempat dengan
kepadatan tinggi (< 4 meter/orang), jenis kelamin laki-laki, dan status gizi yang
buruk (indeks massa tubuh, IMT > 25,1 dan < 18,4) berisiko untuk menderita
penyakit tuberkulosis paru BTA(+) 29 kali lebih besar dibanding orang yang tidak
mempunyai faktor risiko tersebut serta perilaku hidup yang salah seperti tersebut
diatas.
II. Rumusan Masalah Program
Sekitar 21,5% dari penderita diabetes melitus akan mengalami
tuberkulosis paru. Dari 8,4 juta penderita diabetes melitus di Indonesia,
diperkirakan 1.848.000 penderita diabetes melitus akan mengalami tuberkulosis
paru. Banyak faktor yang menjadi penyebab tuberkulosis paru, namun yang paling
berperan adalah diabetes melitus yang diakibatkan oleh gaya hidup yang salah.
Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan penderita dengan diabetes
melitus tentang resiko tertular penyakit tuberkulosis paru pada kondisi diabetes
melitus. Untuk itu perlu dilakukan edukasi untuk menggerakkan penderita
diabetes melitus untuk mengubah gaya hidup yang salah ( mengonsumsi makan
tinggi karbohidrat dan lemak, sedentary life, kurang berolahraga) menjadi gaya
hidup sehat.
III. Tujuan Program
Tujuan Umum
Meningkatnya penerapan gaya hidup sehat (mengurangi konsumsi makanan tinggi
karbohidrat dan lemak, sedentary life, kurang berolahraga) pada penderita
diabetes melitus.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari program ini adalah meningkatnya penerapan gaya hidup sehat
sehingga jumlah penderita diabetes melitus yang mengalami tuberkulosis paru
menurun dari 21,5% pada tahun 2013 menjadi 17,4% pada tahun 2014.
Catatan Perhitungan Target:
p1 = besarnya masalah sebelum program dalam %
p2 = besarnya masalah setelah program dalam % (target)
q1 = 100%- p1
q2 = 100% - p2
N1 = jumlah populasi sebelum program
N2 = jumlah populasi setelah program
Pada kasus ini didapatkan:
P1= 21,5% n1= 1.848.000 (3,36% dari 250.000.000 penduduk)
Q1= 78,5% n2 = 1.848.000 (3,36% dari 250.000.000 penduduk)
Sehinggga didapat P2 sebesar 17,4%
IV. Program Kegiatan
Pemecahan masalah utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan
dengan tuberkulosis paru dan menghindari faktor-faktor yang mempermudah
penyebaran droplet Tb. Oleh karena itu, alternatif untuk menangani masalah ini
adalah:
1. Menggalakan gerakan perubahan gaya hidup sehat / perilaku hidup sehat
penderita Diabetes Millitus yang belum menderita tuberkulosis paru di
wilayah kerja puskesmas dengan jalan melakukan edukasi mengenai
penyakit tuberkulosis paru, termasuk cara pencegahan seperti yang disebut
diatas dan pemeriksaan berkala kepada mereka.
2. Melakukan intervensi dengan membuat perundang-undangan yang
mengatur masalah perilaku masyarakat termasuk penderita DM, seperti
larangan merokok, penggunaan masker, menu khusus penderita DM di
rumah makan.
Alternatif terbaik dalam memecahkan masalah untuk mengurangi resiko
mengalami tuberkulosis paru adalah dengan memberikan edukasi kepada
penderita diabetes melitus untuk mengubah gaya hidup buruk dengan cara
mengurangi atau tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan
lemak, menghindari sedentary life, serta memperbanyak olahraga. Dilakukan
program gerakan perubahan gaya hidup penderita Diabetes Millitus yang belum
menderita katarak dengan jalan melakukan edukasi mengenai penyakit diabetes
melitus, termasuk cara pencegahan seperti yang disebut diatas dan pemeriksaan
berkala kepada mereka. Alternatif ini diharapkan dapat menggerakkan penderita
diabetes melitus untuk untuk mengubah gaya hidup buruk dengan mengurangi
atau tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak,
menghindari sedentary life, serta memperbanyak olahraga sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya tuberkulosis paru. Dengan edukasi diharapkan
terjadi perubahan perilaku yang menetap dan berkesinambungan, sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis paru.
V. Srategi Intervensi
Strategi yang diambil adalah pendekatan komunitif dengan melakukan
edukasi dan pemeriksaan secara berkala setiap bulannya kepada para penderita
DM yang belum menderita tuberkulosis paru, diharapkan dapat merubah perilaku
penderita DM yang belum menderita tuberkulosis paru dan dapat menurunkan
angka kesakitan akibat tuberkulosis paru.
VI. Rencana dan Jadwal Kegiatan
VI.1 Rencana kegiatan persiapan (preparation activities)
a. Perencanaan anggaran terdiri dari biaya proposal, biaya publikasi,
biaya peralatan dan biaya lain-lain. Kegiatan publikasi : penyebaran
pamflet.
b. Presentasi proposal kepada pemerintah setempat, bagian penyakit
dalam RSMH, instansi swasta, tokoh masyarakat dalam usaha mencari
dukungan legalitas maupun dana.
c. pelatihan kepada petugas kesehatan dan kader dari setiap RT di
wilayah kerja Puskesmas mengenai penyakit tuberkulosis paru
meliputi gejala klinis, cara pengobatan serta pentingnya pencegahan.
Pelatihan Petugas Kesehatan dan kader (Bekerjasama dengan Bag. Penyakit
Dalam RSMH)
Hari/Tanggal : Minggu/ 9 Mei 2013
Waktu : 08.00 – 14.00
Tempat : Puskesmas
Sasaran : Petugas Kesehatan di Puskesmas dan kader dari setiap RT
diwilayah kerja Puskemas
Target : 100 peserta di setiap wilayah kerja puskesmas
VI.2 Rencana Kegiatan Pelaksanaan (Implementation Activities)
a. Melakukan scrinning massal penderita penyakit DM yang belum
menderita tuberkulosis paru didaerah tersebut bekerja sama dengan bagian
mata RSMH.
b. Edukasi kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis
tentang penyakit tuberkulosis paru meliputi gejala klinis dan pentingnya
pencegahan, disertai pemeriksaan berkala.
c. Edukasi kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis
tentang penyakit tuberkulosis paru yaitu gaya hidup sehat.
Scrinning Massal (Oleh petugas kesehatan dan kader disetiap RT)
Hari/tanggal : Minggu/10 Mei 2013
Waktu : 08.00- selesai
Tempat : Rumah ketua-ketua RT di wilayah kerja setiap Puskesmas
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja setiap Puskesmas
Edukasi, pemeriksaan berkala dan pemantauan keberhasilan kegiatan (Oleh
petugas kesehatan dan kader)
Hari : Minggu ke-4 setiap bulan sepanjang tahun 2013
Waktu : 08.00- selesai
Tempat : Rumah ketua-ketua RT di wilayah kerja setiap Puskesmas
Sasaran : Penderita DM yang belum menderita tuberkulosis paru di wilayah
RT tersebut
VII. Rencana Pembiayaan
No Biaya Jumlah
1 Biaya Proposal
Pembuatan proposal
Penggandaan proposal
Rp. 100.000,-
Rp. 150.000,-
2 Biaya Publikasi ( Pamflet, Baliho, iklan) Rp. 5000.000,-
3 Biaya Transportasi
Transportasi untuk publikasi dan pelatihan
Transportasi untuk edukasi dan pemeriksaan
bulanan
Rp. 200.000,-
Rp. 600.000,-
4 Biaya Konsumsi
Konsumsi saat publikasi dan pelatihan
Konsumsi saat edukasi dan pemeriksaan
bulanan
Rp. 450.000,-
Rp. 650.000,-
5 Biaya Peralatan
Saat pelatihan dan publikasi ( penyewaan
lap-top dan in-focus)
Saat edukasi dan pemeriksaan bulanan
Papan tulis (white board)
Alat tulis (Spidol, buku, pena, pensil
tip-x)
Rp. 150.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 200.000,-
6 Total Rp.8.000.000,-
VIII. Evaluasi
a. Keberhasilan unsur masukan : Tersedianya dana dan sarana kegiatan.
b. Keberhasilan unsur proses : Terselenggaranya pelatihan kepada petugas
kesehatan dan kader, scrinning missal tuberkulosis paru pada penderita
tuberkulosis paru , edukasi gaya hidup sehat pada penderita diabetes
melitus dan pemeriksaan bulanan kepada masyarakat yang tercatat.
c. Keberhasilan unsur keluaran : jumlah penderita tuberkulosis pada keadaan
imunokompromis diabetes melitus berkurang serta perubahan perilaku/
gaya hidup sehat penderita diabetes melitus didapat dari hasil pemeriksaan
bulanan. Diharapkan angka kesakitan akibat tuberkulosis paru sesuai
target.
IX. Pemantauan
Pemantauan keberhasilan kegiatan bulanan dengan cara:
1. Setiap minggu ke-4 sepanjang tahun 2013 dilakukan penyebaran
quesioner untuk mengevaluasi pengetahuan peserta.
2. Pemantauan ini juga dapat dilakukan dengan kunjungan rumah
untuk mengetahui apakah penderita diabetes melitus sudah tidak
lagi mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak.
3. Setiap peserta mendapat kartu menuju sehat penderita DM yang
berisi catatan program diit mereka dan jadwal olahraga, sehingga
pola perilaku diit dan olahraga peserta dapat dinilai setiap bulan.
LAMPIRAN : Jadwal Program Perencanaan (cara Gantt Chart)
No. Kegiatan WaktuMg
IMg II
Mg III
SetiapMg IV pada tahun 2013
Akhir tahun 2013
1. Menyusun proposal3. Kegiatan publikasi : penyebaran
pamflet, presentasi proposal kepada pemerintah setempat, bagian penyakit dalam infeksi paru dan penyakit endokrin metabolik RSMH, instansi swasta, tokoh masyarakat dalam usaha mencari dukungan legalitas maupun dana
4. Kegiatan persiapan : pelatihan kepada petugas kesehatan dan kader dari setiap RT
5. Melakukan scrinning missal
6. Edukasi kepada para penderita DM yang belum menderita tuberkulosis Paru tentang gaya hidup sehat,
pemeriksaan berkala setiap bulan dan pemantauan keberhasilan kegiatan bulanan serta pembagian masker.
7. Evaluasi akhir tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium
Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20.
2. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Jakarta. 2002
3. Luhur RM,2004,Pidato: TB Paru Pada Penderita Diabetes Mellitus.USU.
Medan.
4. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32598
5. http://www.jurnalkesmas.org/berita-325-tuberkulosis-paru-di-palembang-
sumatera-selatan.html
6. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan
Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6.