57
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis yang dilakukan dunia usaha, baik badan usaha milik negara (BUMN) maupun perusahaan swasta, kerap disinkronkan dengan tanggung jawab sosial yang diemban perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar atau yang biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman konsep tanggung jawab sosial yang ideal sesungguhnya adalah bagaimana konsep ini dilihat sebagai suatu kebijakan perusahaan yang menyeluruh dimana program-program dan pelaksanaannya terintegrasi didalan setiap proses pengambilan keputusan didalam perusahaan. Implikasi dari kebijakan ini adalah kebijakan tanggung jawab sosial akan terlaksana dimana pun perusahaan beroperasi. Cakupan dari tanggung jawab sosial meliputi isu-isu yang berhubungan dengan lingkungan hidup, etika bisnis, investasi pengembangan masyarakat, lingkungan kerja, tata laksana perusahaan yang baik (governence), hak asasi manusia, dan tentunya produk. Seringkali dalam praktek, CSR ini disamakan dangan derma (charity), sehingga ketika ada perusahaan yang membagi-bagikan hadiah kepada masyarakat di sekitar perusahaan sudah dianggap melaksanakan tanggung jawab 1

Proposal Riset

  • Upload
    lenie

  • View
    49

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal

Citation preview

Page 1: Proposal Riset

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Aktivitas bisnis yang dilakukan dunia usaha, baik badan usaha milik

negara (BUMN) maupun perusahaan swasta, kerap disinkronkan dengan tanggung

jawab sosial yang diemban perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan

sekitar atau yang biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR).

Pemahaman konsep tanggung jawab sosial yang ideal sesungguhnya adalah

bagaimana konsep ini dilihat sebagai suatu kebijakan perusahaan yang

menyeluruh dimana program-program dan pelaksanaannya terintegrasi didalan

setiap proses pengambilan keputusan didalam perusahaan. Implikasi dari

kebijakan ini adalah kebijakan tanggung jawab sosial akan terlaksana dimana pun

perusahaan beroperasi. Cakupan dari tanggung jawab sosial meliputi isu-isu yang

berhubungan dengan lingkungan hidup, etika bisnis, investasi pengembangan

masyarakat, lingkungan kerja, tata laksana perusahaan yang baik (governence),

hak asasi manusia, dan tentunya produk.

Seringkali dalam praktek, CSR ini disamakan dangan derma (charity),

sehingga ketika ada perusahaan yang membagi-bagikan hadiah kepada

masyarakat di sekitar perusahaan sudah dianggap melaksanakan tanggung jawab

sosialnya pada masyarakat. Sesungguhnya, konsep CSR tidaklah sama dengan

karikatif (charity) atau philanthropy (kedermawanan) yang lebih spontan

pemberiannya dan kurang memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat dalam

arti pemberdayaan mereka baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut

Widiyanarti (2005), pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara holistic,

artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan bisnis

semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke

arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat

(community development). Intinya, bagaimana dengan CSR tersebut masyarakat

menjadi berdaya baik secara ekonomi, sosial, dan budaya secara berkelanjutan

1

Page 2: Proposal Riset

(sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang secara

berkelanjutan. Dalam konteks ini, CSR lebih dimaknai sebagai investasi jangka

panjang bagi perusahaan yang melakukannya.

Secara umum, konsep CSR merupakan bagian dari etika bisnis yang

diharapkan dari setiap perusahaan di seluruh dunia dengan tujuan saling

memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk

pemerintah dan masyarakat. CSR telah muncul sebagai tema penting dalam

komunitas bisnis global, secara bertahap menjadi aktivitas di seluruh dunia utama

di berbagai industri, tidak terkecuali pada industri media.

Media massa merupakan sebuah bentuk entitas bisnis yang sebagaimana

perusahaan pada umumnya memiliki kepentingan-kepentingan tertentu baik

kepentingan bisnis maupun kepentingan sosial. Dalam menjalankan kepentingan

bisnisnya media memperhatikan beberapa aspek yang bisa memperkuat

eksistensinya yaitu meningkatkan awareness, membentuk identitas dan

membangun ketertarikan publik. Lebih lanjut,untuk mencapai kepentingan

bisnisnya media juga perlu menjalankan sejumlah program tayangan berkualitas

yang dapat diterima oleh pasar dalam masyarakat. Sedangkan untuk mencapai

kepentingan sosialnya media dituntut untuk menjalankan bisnis yang

bertanggungjawab, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh media sebagai

entitas bisnis untuk mencapai kepentingan-kepentingan tesebut adalah dengan

bertindak sesuai etika bisnis yaitu dengan melaksanakan CSR.

Di Indonesia sendiri pelaksanaan CSR oleh industri media mulai menjadi

tren pada tahun 2000-an. Saat ini media di Indonesia telah jamak

mengimplementasikan CSR pada aktivitas bisnisnya. Dengan mengusung

program CSR-nya masing-masing, media-media tersebut menyatakan

komitmennya untuk mengembangkan program CSR. CSR yang dilakukan oleh

media, khususnya televisi bisa ditemui dalam konten-konten siaran sebagai

komoditas dari industri televisi, maupun dalam aktivitas tertentu yang secara

eksplisit diberi nomenklatur sebagai program CSR.

Trans TV dipilih sebagai objek penelitian karena keberadaannya sebagai

salah satu perusahaan televisi yang berdasarkan survey AC Nielsen hampir selalu

2

Page 3: Proposal Riset

berada pada posisi teratas dalam hal share-rating (Info Rating AC Nielsen 1125-

1130). Dibandingkan dengan televisi swasta lain yang berada pada level atas

perolehan share-rating, Trans TV adalah yang paling muda ditilik dari segi usia

operasional perusahaan. Terkait pelaksanaan CSR, Trans TV termasuk salah satu

televisi swasta yang memiliki program CSR yang beragam. Dalam jangka waktu

10 tahun sejak beroperasinya perusahaan ini, Trans TV telah secara berkelanjutan

melaksanakan program CSR yang ditujukan bagi publik internal maupun publik

eksternal perusahaan. Agar program CSR tepat sasaran, keterlibatan ketiga

stakeholders, yakni perusahaan, masyarakat dan pemerintah (pemerintah daerah)

harus dioptimalkan. Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan

ketiga elemen ini saling berinteraksi, berpartisipasi aktif dan bersinergi secara

komprehensif.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai

“Implementasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam

Meningkatkan Strategi Bisnis PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans

Tv)”.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah arti penting Corporate Social Responsibility bagi perusahaan,

dan mengapa dilaksanakan?

2. Apakah arti strategi perusahaan dalam melaksanakan program

Corporate Social Responsibility dan mengapa hal tersebut dilaksanakan?

3. Bagaimana keterkaitan implementasi program Corporate Social

Responsibility (CSR) dalam meningkatkan strategi bisnis pada Trans TV?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui pentingnya Corporate Social Responsibility bagi

perusahaan, dan mengapa dilaksanakan.

3

Page 4: Proposal Riset

2. Mengetahui strategi perusahaan dalam melaksanakan program

Corporate Social Responsibility dan mengapa hal tersebut dilaksanakan.

3. Mengetahui bagaimana keterkaitan implementasi program Corporate

Social Responsibility (CSR) dalam meningkatkan strategi bisnis pada Trans TV.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Akademis

1. Memperkaya kajian ilmu komunikasi khususnya studi mengenai

manajemen komunikasi bisnis pada perusahaan media di Indonesia

yang terus mengalami perkembangan.

2. Memberikan gambaran dan informasi terkait program corporate

social responsibility perusahaan media, khususnya dalam kasus PT

Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV)

b. Manfaat Praktis

1. Sebagai referensi atau bahan pustaka untuk penelitian lain yang

sejenis atau yang berkaitan dengan Corporate Social Responsibility

(CSR).

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan untuk

memperdalam teori-teori serta ilmu pengetahuan mengenai

pelaksanaan pengaplikasian Corporate Social Responsibility

(CSR).

4

Page 5: Proposal Riset

BAB II

LANDASAN TEORI

1.5. Kerangka Teoritis

1.1.1. Teori Komunikasi Organisasi

Teori organisasi modern ini kemudian dikenal dengan nama ”analisis

sistem” atau ”teori terbuka” yang memandang organisasi sebagai satu kesatuan

dari berbagai unsur yang saling bergantung. Teori Klasik memusatkan pandangan

pada analisa dan deskripsi organisasi sedangkan Teori Modern menekankan pada

perpaduan dan perancangan sehingga terlihat lebih menyeluruh. Teori Klasik

membicarakan konsep koordinasi, scalar, dan vertikal sedangkan Teori Modern

lebih dinamis, sangat komplek, multilevel, multidimensi dan banyak variable yang

dipertimbangkan.

Teori organisasi dan manajemen modern dikembangkan sejak tahun 1950.

Teori modern dengan tekanan pada perpaduan (synthesis) dan perancangan

(design), menyediakan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh. Teori

modern bisa disebut sebagai teori organisasi dan manajemen umum yang

memadukan teori klasik dan neoklasik dengan konsep-konsep yang lebih maju.

Ini dilakukan dengan memandang organisasi sebagai suatu proses dinamis yang

terjadi dengan dan dalam hal-hal yang umum, dikendalikan oleh sruktur.

Teori modern menyebutkan bahwa kerja suatu organisasi adalah sangat

kompleks, dinamis, multilevel, multidimensional, multi variable, dan

probabilistic. Sebagai suatu system, organisasi terdiri atas 3 (tiga) unsure ,yaitu :

1. Unsur struktur yang bersifat makro

2. Unsur proses yang juga bersifat makro

3. Unsur perilaku anggota organisasi yang bersifat mikro.

Ketiga unsur diatas saling kait-mengait dan sebenarnya tak terpisahkan

satu sama lain. Teori Organisasi Modern memberi perhatian pada analisis yang

didasarkan konseptualisasi dan penilitian empiris. Diatas semua itu teori

5

Page 6: Proposal Riset

organisasi modern mencoba meletakan semua elemen kualitas kedalam perspektif

dan pijakan sistem manusia.

1.1.1.1. Teori Sistem Umum

Teori system umum merupakan suatu aspek analisis organisasi yang

berusaha untuk menemukan kaidah-kaidah umum organisasi yang berlaku

universal. Tujuan teori system umum adalah penciptaan suatu ilmu pengetahuan

organisasional universal dengan menggunakan elemen-elemen dan proses-proses

umum seluruh system sebagai titk awal.

Ada beberapa tingkatan system yang harus diintegrasikan. Kenneth

Boulding mengemukakan klasifikasi tingkat-tingkat system sebagai berikut :

1. Struktur static

2. Sistem dinamik sederhana

3. Sistem sibernetik

4. System terbuka

5. System genetika social

6. System hewani

7. System manusiawi

8. System social

9. System transdental

Konsep system ini menjadi dasar utama analisa organisasi akan teori

organisasi modern. Teori organisasi modern mempunyai kesamaan dengan teori

system umum dalam cara memandang organisasi sebagai sesuatu yang

terintegrasi.

6

Page 7: Proposal Riset

1.1.1.2. Teori Organisasi dalam Suatu Kerangka Sistem

Teori organisasi modern adalah multidisipliner yang konsep-konsep dan

teknik-tekniknya dikembangkan dari banyak bidang studi. Teori modern berusaha

untuk memberikan sintesa yang menyeluruh bagian-bagian yang berhubungan

dengan semua bidang studi tersebut untuk mengembangkan suatu teori organisasi

yang diterima umum. Hal ini sering disebut analisa system pada organisasi.

Faktor-faktor yang membedakan kualitas teori organisasi modern dengan

teori-teori lainnya adalah dasar konseptual – analitiknya, ketergantungannya pada

data riset empiric, dan di atas semuanya, sifat pemaduan dan pengintegrasikannya.

Kualiatas-kualitas ini merupakan kerangka filosofi yang diterima sebagai suatu

cara untuk mempelajari organisasi sebagai suatu system.

1. Bagian-bagian dari system dan saling ketergantungannya.

Individu dan struktur kepribadiannya yang diberikan kepada

organisasi.

Penentuan fungsi-fungsi formal, yang biasa disebut organisasi formal.

Organisasi informal.

Struktur status dan peranan.

Lingkungan phisik pelaksanaan pekerjaan.

2. Proses-proses hubungan dalam system.

Teori organisasi modern menunjukkan tiga kegiatan proses

hubungan universal yang selalu muncul pada system manusia dalam

perilakunya berorganisasi. Ketiga proses tersebut adalah:

Komunikasi,

Berusaha untuk mencapai keseimbangan, dan

Pengambilan keputusan.

Sebuah sistem menurut pandangan teoritisi organisasi modern harus

bergantung kepada sebuah metode analisis atau melibatkan berbagai variabel

7

Page 8: Proposal Riset

dependent. Bagi penganut teori organisasi modern, sistem manusia tentu saja

mengandung banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam memecahkan

persoalan pada organisasi yang kompleks.

Jadi sebenarnya terlihat bahwa selain studi tentang perilaku, kerasionalan

atau penggunaan akal sehat kembali digunakan lagi pada paradigma teori

organisasi modern, rasionalitas dan studi perilaku sebenarnya merupakan pilihan

atau kompromi tentang pandangan organisasi sebagai sistem tertutup dan sistem

terbuka.

Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an para teoritikus melihat

organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Mereka berkonsentrasi pada

sasaran, tehnologi, dan ketakpastian lingkungan sebagai variable-variabel

kontingensi akan membantu pencapaian tujuan organisasi.

Sebaliknya, penerapan struktur yang salah akan mengancam kelangsungan

hidup organisasi. Akan tetapi pendekatan mutakhir untuk memahami organisasi

kemudian dikembangkan dalam paradigma teori organisasi modern yang

mengembangkan studi perilaku sebagai determinan penting dalam memahami

organisasi. Perspektif sosial atau studi perilaku digunakan kembali dalam

kerangka organisasi sebagai sistem terbuka.

Robbins (1994), melihat bahwa hasilnya adalah pandangan tentang

struktur bukanlah merupakan usaha yang rasional dari para manajer untuk

menciptakan struktur organisasi yang paling efektif, tetapi merupakan hasil dari

suatu pertarungan politis diantara koalisi-koalisi di dalam organisasi untuk

memperoleh kontrol.

Teori Organisasi Modern; terdiri atas berbagai pandangan, konsep, dan

teori yang berorientasi pada sistem dan dikembangkan atas dasar penilitian

empiris. Para ahli teori modern memandang organisasi sebagai sebuah sistem

yang adaptif, agar dapat bertahan, harus menyesuaikan diri dengan perubahan

lingkungan serta melibatkan aspek politik dalam pembentukan struktur.

Sifat Teori Modern

Sifat-sifat dari Teori Organisasi Modern adalah:

8

Page 9: Proposal Riset

1. Memandang suatu organisasi sebagai suatu sistem yang terdiri atas lima

bagian pokok, yaitu: input, proses, output, arus balik, dan lingkungan,

2. Kedinamisan,

3. Multi Level dan Multi Dimensional,

4. Multi Motivasi,

5. Multi Disipliner,

6. Despkriptif,

7. Multi Variabel,

8. Adaptif.

1.1.2. Teori Public Relation

Frank Jefkins mengungkapkan bahawa Public Relation adalah semua

bentuk komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun keluar, antara satu

organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan

spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Dengan diterimanya definisi

diatas, dapat dikatakan bahwa Humas terdiri dari empat unsur dasar yaitu:

1. Humas merupakan filsafat manajemen yang bersifat sosial. Hal ini berarti

bahwa Humas meletakkan kepentingan masyarakat lebih dulu dari pada

segala sesuatu yang berkenaan dengan perilaku organisasi. Seperti

diungkapkan oleh Paul W. Garrett, seorang pelopor Humas modern:

“Humas adalah suatu sikap pikiran yang mendasar, suatu filsafat

manajemen yang dengan sengaja dan mandiri menempatkan kepentingan

masyarakat luas lebih dulu dalam setiap keputusan yang mempengaruhi

operasi suatu perusahaan.”

2. Humas merupakan suatu pernyataan tentang filsafat tersebut dalam

keputusan kebijaksaan. Setiap lembaga memiliki kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang menetapkan sejumlah tindakan yang harus diikuti

dalam kegiatannya. H.W. Close, ketua dewan Spring Mils, INC.,

9

Page 10: Proposal Riset

menunjukkan pentingnya humas sebagai suatu fungsi manajemen dan

mengidentifikasikan masalah-masalah yang lebih besar kepentingannya

bagi organisasi, dan kemudian merekomendasikan apa yang seharusnya

dilakukan organisasi untuk mengatasi masalah tersebut.

3. Humas adalah tindakan sebagai akibat dari kebijaksanaan sehat.

Pernyataan kebijaksanaan meskipun mencerminkan maksud manajemen

untuk melayani kepentingan publik, tidaklah cukup. Agar lebih berarti,

kebijaksanaan itu haruslah diungkapkan dalam tindakan-tindakan yang

sesuai dengan kebijaksanaan itu.

4. Humas merupakan komunikasi dua arah. Melalui komunikasi kearah

publiknya, manajemen kemudian menjelaskan, mengumumkan,

mempertahankan, atau mempromosikannya kebijaksanaannya kepada

publik dengan maksud untuk mengukuhkan pengertian dan penerimaan

sehingga memperoleh saling pengertian dan itikad baik.

Selain pengertian-pengertian diatas juga terdapat beberapa pengertian

lainnya mengenai Public Relations: 1. Definisi yang dikembangkan oleh Rex F.

Harlow setelah mengumpulkan lebih dari 500 definisi dari berbagai sumber:

“Public Relations is a distinctive management function which helps

establish and maintain mutual lines of communication, understanding,

acceptance, and cooperation between and organization and its public;

involves the management problems or issues; helps management keep

informed on and responsive to public opinion; defines and emphasizes the

responsibility of management to serve the public interest; helps

management keep abreast of and effectively utilize change, serving as an

early warning system to help anticipate trends; and uses research and

sound ethical communication techniques as its principal tools.”

(“Hubungan Masyarakat adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung

dan memelihara jalur bersama bagi komunikasi, pengertian penerimaan, dan kerja

sama antara organisasi dengan khalayaknya; melibatkan manajemen dalam

permasalahan atau persoalan; membantu manajemen memperoleh penerangan

10

Page 11: Proposal Riset

mengenai dan tanggap terhadap opini publik; menetapkan dan menegaskan

tanggung jawab manajemen dalam melayani kepentingan umum; menopang

manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif dalam

penerapannya sebagai sistem peringatan secara dini guna membantu

mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik-teknik

komunikasi yang sehat dan etis sebagai kegiatan utama”)

Ciri dan Fungsi Public Relations

Ciri adalah tanda yang khas untuk mengenal atau mengetahui. Berfungsi

atau tidaknya Humas dapat diketahui dari ada atau tidaknya kegiatan yang

menunjukkan ciri-cirinya. Ciri-ciri Humas antara lain: 1. Humas adalah kegiatan

komunikasi dalam suatu organisasi yang berlangsung dua arah secara timbal

balik. 2. Humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh

manajemen sebuah organisasi. 3. Publik yang menjadi sasaran kegiatan humas

adalah publik eksternal dan publik internal. 4. Operasionalisasi humas adalah

membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dan mencegah

terjadinya rintangan psikologi, baik yang timbul dari pihak organisasi maupun

dari pihak publik.15 Fungsi atau dalam bahasa Inggrisnya function, bersumber

dari bahasa Latin function, yang berarti penampilan, pembuatan pelaksanaan, atau

kegiatan. Istilah fungsi menunjukkan suatu tahap pekerjaan yang jelas yang dapat

dibedakan – bahkan kalau perlu dipisahkan dari tahap pekerjaan lain.16 Scott M.

Cutlip dan Allen Center dalam bukunya Effective Public Relations, memberikan

penjelasan mengenai fungsi Humas sebagai berikut:

1. Memudahkan dan menjamin arus opini yang bersifat mewakili publik-

publik suatu organisasi, sehingga kebijaksanaan beserta operasionalisasi

organisasi data dipelihara keserasiannya dengan ragam kebutuhan dan

pandangan publik-publik tersebut.

2. Menasihati manajemen mengenai jalan dan cara menyusun kebijaksanaan

dan operasionalisasi organisasi untuk dapat diterima secara maksimal oleh

publik.

11

Page 12: Proposal Riset

3. Merencanakan dan melaksanakan program-program yang dapat

menimbulkan penafsiran yang menyenangkan terhadap kebijaksanaan dan

operasionalisasi organisasi.

Model Komunikasi Public Relations Two Way Symmetrical

Menurut Butterick (2012:33) menyatakan bahwa model two-way

symmetric ini merupakan model yang telah masuk dalam sejarah perkembangan

model komunikasi di era modern. Karakter utama dari model ini ialah perusahaan

ditantang untuk melakukan dialog langsung dengan pemangku kepentingan tidak

hanya membujuk tetapi juga mendengarkan mempelajari, dan memahaminya

sebagai proses komunikasi. Grunig (1992:289) mengidentifikasi banyak asumsi

dari model keempat ini yaitu dari praktisi PR seperti Lee, Bernays juga John Hill.

Asumsi yang dimasukkan ialah “telling the truth”, “interpreting the client and

public to one another,” and “management understanding then viewpoints of

employee and neighbors”.

Model two-way symmetric ini memberikan sebuah orientasi public

relations bahwa organisasi dan publik saling menyesuaikan diri. Mathee dalam

Prasetyoningrum (2012:16) menjelaskan bahwa model ini berfokus pada

penggunaaan metode riset ilmu sosial untuk memperoleh rasa saling pengertian

serta komunikasi dua arah antara publik dan organisasi ketimbang persuasi satu

arah. Dalam model ini komunikasi dua arah yang jujur menjadi bagian penting

dan memposisikan kedua pihak yang berkomunikasi dalam kedudukan seimbang.

Komunikasi yang terjalin antara organisasi dengan publiknya adalah untuk mutual

understanding. Dalam model ini, komunikasi dijalankan dengan dua arah dengan

efek yang seimbang atau balanced effect.

Menurut James E.Grunig yang dikutip oleh Ruslan (2010: 105) Salah satu

model komunikasi Public relations yaitu Model komunikasi simetris dua arah

(Model-Two Way Symmetrical) yang menggambarkan bahwa suatu komunikasi

propaganda (Kampanye) melalui dua arah timbal balik yang berimbang. Melalui

model ini, akan lebih mudah untuk membentuk pemahaman publik dengan

strategi komunikasi yang sudah ditentukan sebelumnya karena model ini dianggap

lebih etis dalam penyampaian pesan pesan (informasi) melalui teknik komunikasi

12

Page 13: Proposal Riset

membujuk (persuasive communication) untuk membentuk saling pengertian,

dukungan dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Grunig dalam Lattimore (2004:59) berpendapat bahwa nama lain dari

model ini mixed motives, collaborateive advocacy dan cooperative anatgosnism.

Tujuan dari model ini ialah mempresentasikan sebuah model yang

menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan publik dalam proses

memberi serta menerima yang bisa berfluktuasi antara advokasi dan kolaborasi.

Model ini banyak dipraktikkan dalam regulated business, agencies. Lebih lanjut

Mathee dalam Prasetyoningrum (2012:16) menjelaskan dalam model ini terdapat

dua riset dengan tujuan yang berbeda. Riset pertama yaitu riset formatif yang

bertujuan untuk mempelajari cara publik mempersepsi dan menentukan akibat-

akibat yang ditimbulkan organisasi dalam praktik bisnisnya. Hasil dari riset ini

dapat membantu manajemen dalam menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan.

Riset yang kedua ialah riset evaluatif yang digunakan untuk mengukur PR dalam

memperbaiki pemahaman manajemen atas publik-publiknya.

Gambar Model komunikasi simetris dua arah (Model-Two Way Symmetrical)

Dari penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa model

komunikasi public relations simetris dua arah (Model-Two Way Symmetrical)

merupakan model komunikasi memiliki komunikasi timbal balik sehingga lebih

dapat dipercaya dalam penyampaian pesannya dan lebih mudah mencapai strategi

komunikasi yang diinginkan.

13

Page 14: Proposal Riset

1.5.1. Impression Management Theory

Impression management ini terdapat dalam suatu konsep yang lebih besar

dari Goffman, yaitu Dramaturgy. Oleh karena itu, untuk dapat memahami

impression management secara lebih komprehensif, maka dipaparkan konsep

dramaturgy.Dramaturgy, adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Erving

Goffman dalam The Presentation of Self in Everday Life menyatakan bahwa

kehidupan sehari-hari setiap individu akan berganti-ganti sesuai dengan peran dan

kebutuhan dan kemauan mereka. Menurut Goffman, (1959: p.19-20) topeng atau

persona, yang dari waktu ke waktu digunakan oleh setiap individu atau

perusahaan dalam kegiatan sehari-harinya untuk berinteraksi dengan pihak lain

adalah konsepsi yang mempresentasikan pembentukan setiap individu atau

perusahaan akan dirinya sendiri.

Schenker (1980,p.92-95) menyebutkan bahwa, Impression Management

Theory menyatakan bahwa setiap individu atau organisasi harus menetapkan dan

memelihara kesan (impresi) yang kongruen dengan persepsi mereka yang

disampaikan pada publik. Idealnya, bahwa persepsi adalah realita dasar dari teori

psikologi sosiologis dan sosial, dimana persepsi dari luar individu atau perusahaan

menjadi nyata bagi pembentukkan ide yang akan digunakan sebagai dasar

perilaku (self presentation).

Soemirat dan Ardianto (2004) mengatakan bahwa citra adalah cara

bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite,

atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra. Setiap perusahaan

mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya.Berbagai citra

perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf

perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan

pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap

perusahaan.

Hal yang mendasari penggunaan teori ini adalah Corporate Social

Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebuah upaya yang

dilakukan untuk memberikan kesan bahwa perusahaan memiliki kepedulian

terhadap masyarakat. Dimana tujuan yang diharapkan bukan lagi single bottom

line untuk kepentingan ekonomi, tetapi sudah harus mengarahkan pada

14

Page 15: Proposal Riset

pemenuhan tanggungjawab untuk tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple

bottom line). Selain ini Coporate Social Responsibility menjadi bagian dari upaya

brand building dan peningkatan corporate image. (Friedman,1988) Bercermin

dari Impression Management Theory, CSR dilaksanakan perusahaan memberikan

kesan (impresi) yang baik dengan tujuan menjalin hubungan baik dengan

stakeholders dengan harapan menjaga reputasi atau citra perusahaan.

1.6. Stakeholder Theory

Freeman (1984) seorang pengajur pertama teori ini, yang dimaksud

dengan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang mendapatkan

keuntungan dan atau kerugian oleh, dan yang hak-haknya dilanggar atau dihargai

oleh tindakan korporasi.Penggunaan teori ini menekankan bahwa perusahaan

memiliki tanggungjawab sosial yang menuntut mereka mempertimbangkan semua

kepentingan perbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya.

Acuan pertimbangan bagi para manajer dalam mengambil keputusan dan

tindakan bukan semata–mata karena pemegang saham (shareholder), melainkan

juga mempertimbangkan pihak lain yang terkena pengaruhnya dari keberadaan

perusahaan tersebut. Pemangku kepentingan sebuah perusahaan dilihat sebagai

pihak-pihak yang memasok sumber-sumber penting, menempatkan suatu nilai

”pada risiko” tertentu, dan memiliki kekuasaan atau kekuatan (power) yang

memadai untuk mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut.

Salah satu alasan mengapa konsep Corporate Social Responsibility

didasarkan pada Stakeholder Theory bahwa keberadaan perusahaan bukan

sematamata bertujuan untuk melayani kepentingan pemegang saham (sharehoder)

melainkan juga kepentingan-kepentingan pihak lainnya (stakeholder) termasuk

masyarakat. Dengan demikian cukup jelas bahwa masyarakat menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari perusahaan dan begitu juga sebaliknya. (Daniri, 2007)

Menurut Mitchell yang dikutip (Branco dan Rodriguez 2007) menyebutkan bahwa

terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam memandang

signifikansi pemangku kepentingan yaitu kekuasaan atau kekuatan (power),

legitimasi, dan urgensi. Meskipun ketiga hal tersebut bersama-sama dan saling

terkait dalam mempengaruhi pengambilan tindakan oleh sebuah perusahaan,

tetapi yang paling besar dari ketiganya adalah kekuasaan atau kekuatan.

15

Page 16: Proposal Riset

Kekuasaan atau kekuatan yang dimaksud di sini adalah kekuatan nyata suatu

pemangku kepentingan untuk melakukan tekanan dan tuntutan baik secara sosial,

politis, maupun hukum.

Carroll (1991), Corporate Social Responsibility melibatkan empat kategori

tanggung jawab sosial, yaitu kategori ekonomis, legal, etis, dan diskresionaris.

Tanggung jawab ekonomi mencerminkan keyakinan bahwa perusahaan memiliki

kewajiban untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen dan

dalam prosesnya akan mendatangkan keuntungan. Tanggung jawab legal

menunjukkan bahwa perusahaan diharapkan memenuhi tanggung jawab

ekonominya dalam tuntutan hukum tertulis.

Tanggung jawab etis menunjukkan perhatian bahwa perusahaan

memenuhi harapan masyarakat tentang tindakan bisnis yang dikodifikasikan ke

dalam hukum, tidak hanya sebagaimana yang tercermin di dalam standar, norma,

nilai yang tidak tertulis yang secara eksplisit diturunkan dari masyarakat.

Tanggung jawab diskresionaris perusahaan bersifat filantropik atau sukarela,

dalam arti tanggungjawab ini merepresentasikan peran sukarela dari perusahaan

terhadap harapan masyarakat yang tidak sejelas dalam tanggung jawab etis.

Tanggung jawab etis dan diskresionaris melibatkan tanggung jawab legal menjadi

tanggung jawab yang lebih untuk melakukan apa yang baik dan menghindari

cidera atau kerusakan.

1.1.1. Teori Corporate Citizenship

Salah satu teori CSR yang dikembangkan oleh Garriga dan Mele (2004)

adalah teori corporate citizenship. Secara historis, istilah ini diperkenalkan

pertama kali pada tahun 1980an dalam bisnis dan hubungan masyarakat melalui

praktisi. Eilbirt dan Parket, pada tahun 1970an, mencermati pengertian yang lebih

baik dari tanggung jawab sosial, dengan menggunakan istilah ‘good

neighborliness’, yang tidak jauh dari istilah ‘good citizen’. Menurut kedua ahli ini,

ada dua makna yang melekat pada ‘good neighborliness’. Pertama, ‘tidak

melakukan hal yang merusak lingkungan’; dan kedua, ‘komitmen bisnis secara

umum, terhadap peran aktif dalam solusi masalah sosial secara luas, seperti

16

Page 17: Proposal Riset

diskriminasi rasial, polusi, transportasi atau pelemahan daerah urban’ (Eilbirt dan

Parket dalam Mele, 2008:69).

Meski ide untuk melihat perusahaan layaknya warga negara (citizen)

bukanlah konsep yang baru, ketertarikan kembali atas konsep ini baru-baru ini di

kalangan praktisi dikarenakan faktor-faktor tertentu yang memiliki dampak pada

hubungan bisnis dan masyarakat. Beberapa faktor penting diantaranya adalah

fenomena globalisasi dan kekuatan perusahaan multi nasional. Pentingnya

memberikan perhatian dimana perusahaan beroperasi telah mendorong 34 CEO

perusahaan multinasional besar menandatangani sebuah dokumen dalam World

Economic Forum di New York pada tahun 2002, Global Corporate Citizenship:

The Leadership Challenge for CEOs and Boards. Bagi World economic Forum,

‘Corporate Citizenship adalah mengenai bagaimana perusahaan memberikan

kontribusi bagi masyarakat melalui aktivitas bisnis inti mereka, investasi social

mereka dan program filantropi, serta keterlibatan dalam kebijakan publik’.

Teori ini memiliki konotasi rasa memiliki terhadap komunitas. Pada

prinsipnya teori ini menekankan bahwa perusahaan, layaknya warga negara,

memiliki hak dan kewajiban. Artinya bahwa ketika perusahaan menjalankan

aktivitasnya dalam rangka mengejar keuntangan, maka saat bersamaan seharusnya

perusahaan mempertimbangkan kewajibannya untuk memperhatikan komunitas

dan lingkungan. Karena alasan ini manajer atau instansi bisnis sadar bahwa

mereka harus mempertimbangkan komunitas dimana mereka beroperasi.

Teori corporate citizenship difokuskan pada hak, tanggung jawab dan

kemungkinan kemitraan bisnis dalam masyarakat. Meski demikian, dalam

prakteknya, perusahaan yang mengadopsi teori ini, tidak membatasi diri semata

hanya melihat komunitas sebagai stakeholder sasaran dalam menjalankan

kebijakan CSR mereka, tapi juga memberikan perhatian pada stakeholder lain,

seperti karyawan.

1.6.1.1. Tanggung Jawab Sosial

Menurut The World Business Council for Sustainable Development

(WBCSD, corporate social responsibility adalah komitmen bisnis untuk

berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para

karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut masyarakat setempat

17

Page 18: Proposal Riset

(lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas

kehidupan (Budimanta et.al, 2003: 72-73). Sedangkan definisi lainnya

dikemukakan oleh Philippine Business for Social Progress yang menyatakan,

CSR adalah prinsip bisnis yang mengusulkan bahwa kepentingan jangka

panjang bisnis terlayani dengan baik ketika keuntungan dan pertumbuhan dicapai

sejalan dengan perkembangan komunitas, perlindungan dan keberlanjutan

lingkungan, serta kulitas hidup masyarakat.

CSR merupakan proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan

dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholder baik secara internal (pekerja,

stakeholder dan penanam modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan

umum, anggota-anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil dan perusahaan

lain). Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan secara sosial tidak hanya

terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak

bersifat statis dan pasif. Bukan hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi

merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antar stakeholders. Konsep

corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara

pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, juga masyarakat setempat (lokal).

Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar

stakeholder. Konsep kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dalam

tanggung jawab sosial tidak lagi memadai karena konsep tersebut tidak

melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan

stakeholder lainnya. Konsep penanaman modal perusahaan secara sosial lebih arif

terdengar dan menyiratkan tanggung jawab sosial tanpa paksaan bagi perusahaan,

sebagai hak dan kewajiban yang patut dilaksanakan untuk keberlanjutan

perusahaan khususnya dan pengembangan stakeholder umumnya. Hubungan

corporate dengan stakeholder tidak lagi bersifat pengelolaan tapi sekaligus

melakukan kolaborasi, yang dilakukan secara terpadu dan berfokus pada

pembangunan kemitraan. Kemitraan ini tidak lagi bersifat penyangga organisasi,

tapi menciptakan kesempatan-kesempatan dan keuntungan bersama, untuk tujuan

jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan, misi, nila-

nilai dan strategi-strategi tanggung jawab perusahaan secara sosial.

18

Page 19: Proposal Riset

Kemitraan antar stakeholder sesuai dengan definisi tanggung jawab

perusahaan secara sosial di atas, di mana tanggung jawab sosial yang mulanya

diberikan oleh perusahaan pada kesejahteraan stakeholder lain pada akhirnya akan

berdampak pada corporate kembali. Kemitraan ini menciptakan pembagian

keuntungan bersama, dan tidak menciptakan persaingan negatif yang berpengaruh

pada keberlanjutan perusahaan tersebut.

Pada tahun 2010 dikeluarkan ISO 26000, sebuah standar internasional

yang terbaru untuk tanggung jawab sosial yang dibuat atas inisiatif para

stakeholder yang menginginkan adanya keselarasan terminologi, konsep dan

prinsip dari kebijakan dan manajemen tanggung jawab sosial. ISO 26000

memberikan pengertian tanggung sosial sebagai berikut:

1. Tanggung jawab suatu organisasi atas dampak keputusan dan tindakannya

terhadap masyarakat dan lingkungan;

2. Tercermin secara transparan melalui perilaku etis yang memberikan

kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat;

3. Menginternalisasi ekspektasi para pemangku kepentingan;

4. Mematuhi hukum yang berlaku serta konsisten dengan norma perilaku

internasional;

5. Terintegrasi di dalam organisasinya dan dijalankan dalam segala

interaksinya.

Beragam cara dilakukan perusahaan untuk menjalankan CSR. Ada

perusahaan yang melaksanakan CSR sendiri, mulai dari perencanaan hingga

implementasinya. Ada pula perusahaan yang mendirikan yayasan, bermitra

dengan pihak lain atau bergabung dalam konsorsium. Model mana yang dipilih

sangat tergantung pada visi dan misi perusahaan, sumberdaya yang dimiliki, serta

tuntutan eksternal (misalnya kondisi masyarakat lokal, tekanan pemerintah atau

LSM). Selain itu Carroll (2003, 36-39) mencoba menjelaskan empat bagian

tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu:

19

Page 20: Proposal Riset

Gambar 2.2: The Pyramid of Corporate Social Responsibility by Archie B. Carroll

Sumber: A.B. Carroll (1979)

1. Tanggung jawab ekonomi.

Pada dasarnya tanggung jawab ekonomi merupakan tanggung jawab sosial. Institusi bisnis harus memiliki orientasi untuk memroduksi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dan menjualnya dengan harga yang sesuai. Bisnis melaksanakan berbagai konsep manajemen yang diarahkan kepada efektifitas-finansial, perhatian terhadap pendapatan, biaya, strategi pembuatan keputusan, dan memaksimalkan performa finansial organisasi untuk jangka panjang.

2. Tanggung jawab hukum.

Tanggung jawab hukum menunjukkan pandangan masyarakat terhadap kode etik pada batas tertentu yang mencakup pengertian dasar di dalam praktik yang jujur sebagaimana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Ini merupakan tanggung jawab bisnis terhadap masyarakat untuk mematuhi hukum. Jika bisnis tidak setuju dengan hukum yang harus di patuhi, masyarakat telah menyediakan suatu mekanisme dimana orang yang tidak mematuhi hukum dapat di dengarkan melalui proses politik.

3. Tanggung jawab etika.

Karena hukum merupakan hal penting tetapi tidak memadai, maka tanggung jawab etika mencakup semua praktek dan aktifitas yang diharapkan atau dilarang oleh masyarakat meskipun aturan tersebut tidak tersusun di dalam aturan hukum. Tanggung jawab etika mencakup seluruh norma, standart, dan pandangan masyarakat seperti kejujuran, keadilan dan menjaga hubungan dan proteksi terhadap hak moral stakeholders.

20

Philantropic Responsib

Ethical Responsibliities

Legal Responsibilities

Economic Responsibilities

Page 21: Proposal Riset

4. Tanggung jawab filantropi.

Hal ini dipandang sebagai tanggung jawab yang disebabkan oleh adanya pengharapan masyarakat di dalam dunia bisnis. Aktifitas dilakukan dengan dasar suka rela, dituntun oleh keinginan bisnis untuk terlibat dalam kegiatan social yang tidak dimandatkan. Tidak diminta oleh hukum dan secara umum tidak diharapkan oleh bisnis di dalam etika walaupun demikian masyarakat memiliki pengharapan bahwa bisnis akan terlibat di dalam filantropi dan demikian kategori ini telah menjadi bagian dari kontrak social antara bisnis dan masyarakat

Perkembangan oleh pihak manajemen perusahaan adalah bagaimana cara

mengelola potensi yang ada untuk mewujudkan CSR. Agar ada kesesuaian antara

apa yang menjadi kepentingan dan perhatian publik selaras dengan apa yang ingin

diwujudkan dalam tanggung jawab sosialnya, maka diperlukan proses

implementasi tanggung jawab sosial dalam perusahaan agar tercipta hubungan

harmonis dan saling pengertian antara perusahaan dan stakeholder. Tanpa proses

kerja yang jelas dan matang, perusahaan cenderung menjadi tidak sensitif

terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya dan menjadi disfungsional ketika

mereka semakin menjauh dari lingkungan mereka.

1.1. Corporate Social Responsibility

Dalam penelitian Daniri (2007) disebutkan secara garis besar semenjak

keruntuhan rezim diktatoriat Orde baru, masyarakat semakin berani untuk

beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia

bisnis. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial

terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan

usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut

memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan juga diminta untuk

memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada

tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran tentang pentingnya

melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility.

Konsep CSR timbul akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap

perusahaan. Menurut Wibisono (2007), mengatakan bahwa dunia usaha semakin

menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang

berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang

21

Page 22: Proposal Riset

direfleksikan dalam kondisi keuangan saja, namun harus memperhatikan aspek

sosial dan lingkungannya. Menurut Tjipta (2008), CSR akan menjadi strategi

bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya

saing melalui reputasi dan kesetiaan merk produk (loyalitas) atau citra

perusahaan. Kedua hal tersebut merupakan keunggulan kompetitif yang sulit

ditiru oleh para pesaing. Keuntungan dari penerapan konsep CSR tersebut adalah :

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi perusahaan

2. Melebarkan akses sumber daya

3. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan

4. Peluang mendapatkan penghargaan

5. Mereduksi risiko bisnis perusahaan

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya

kegiatan perusahaan membawa dampak for better of worse, bagi kondisi

lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya untuk masyarakat di

sekitar perusahaan beroperasi. Alasannya mendasari mengapa program Corporate

Social Responsibility dilaksanakan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Waldman (2009) menyebutkan bahwa:

1. Aktivitas Corporate Social Responsibility yang dijalankan sebagai pelayanan

sukarela atau bersifat charity pada masyarakat di sekitar perusahaan.

2. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai upaya menjalin hubungan baik dengan

anggota masyarakat sehingga dapat mengurangi efek negatif yang

ditimbulkan karena keberadaan perusahaan.

3. Tujuan program CSR berkaitan keberlanjutan jangka panjang perusahaan

(long-term sustainability of a firm).

Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau

pemegang saham, tetapi juga stakeholders lain yakni pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.

 Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan

mencakup tiga dimensi, yang lebih popular dengan singkatan 3P, yaitu: mencapai

keuntungan (profit) bagi perusahaan, memberdayakan masyarakat (people), dan

memelihara kelestarian alam (planet).

22

Page 23: Proposal Riset

Berdasarkan dari konsep 3P yang dikemukakan Elkington, konsep CSR

sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu :

a)      Fungsi Ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisonal

perusahaan, yaitu untuk memperoleh keuntungan(profit) bagi perusahaan.

b)     Fungsi Sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui

pemberdayaan manusianya, yaitu para pemangku kepentingan(people) baik

pemangku kepentingan primer maupun pemangku ke[entingan sekunder. Selain

itu, melalui fungsi ni perusahaan berperan menjaga keadilan ndalam membagi

manfaat dan menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.

c)      Fungsi Alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian

alam(planet). Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam system

kehidupan di bumi ini. Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di

bumi akan terancam musnah. Bila tidak ada kehidupan, bagaimana mungkin akan

ada perudahaan yang masih bertahan hidup?

Menurut Kolter dan Lee (2005) menyebutkan enam kategori aktivitas

CSR, yaitu: cause promotions, cause related marketing, corporate societal

marketing, corporate philanthropy, community volunteering, dan socially

responsible business pratice (Kartini,Dwi, 2009: 63-78).

1) Promosi Kegiatan Sosial (Cause Promotions)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya

lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana,

partisipasi dari masyarakat atau perekutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan

tertentu. Komunikasi persuasif dengan tujuan menciptakan kesadaran (awareness)

serta perhatian terhadap suatu masalah sosial, merupakan fokus utama dari

kategori CSR ini.

2) Pemasaran Terkait Kegiatan Sosial (Cause Related Marketing)

Dalam kegiatan CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk

menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan

sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan

kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu serta untuk

aktivitas derma tertentu. Meskipun kampanye cause related marketing

23

Page 24: Proposal Riset

mendukung berbagai jenis kegiatan sosial, namun terdapat beberapa masalah

sosial yang sangat menonjol sehingga mendorong banyak perusahaan untuk

berpartisipasi dalam bidang ini. Untuk konteks Indonesia, pelaksanaan

causerelated marketing terutama ditujukan untuk kegiatan beasiswa, penyediaan

air bersih, pemberian pelayanan kesehatan, pengembangan usaha kecil dan

menengah.

3) Pemasaran Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate Societal

Marketing)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan

kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan

kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4) Kegiatan Filantropi Perusahaan (Corporate Philanthropy)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung

dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut

biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, bingkisan/paket bantuan atau

pelayan secara Cuma-Cuma.

5) Pekerjaan Sosial Kemasyarakatan Secara Sukarela (Community

Volunteering) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong

para karyawan, rekan pedagang eceran, atau para pemegang franchise agar

menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi

masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.

6) Praktik Bisnis yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial (Socially

Responsible Practice)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis

melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan

investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraaan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Yang dimaksud

komunitas dalam hal ini mencakup karyawan, perusahaan, pemasok, distributor,

organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat

secara umum. Sedangkan yang dimaksud kesejahteraan mencakup didalamnya

24

Page 25: Proposal Riset

aspek-aspek kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan kebutuhan psikologis

dan emosional.

Branco dan Rodriguez (2007), Corporate Social Responsibility merupakan

upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan

lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi

dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Tanggungjawab sosial

perusahaan diartikan sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan,

keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan

kualitas kehidupan.

Langkah yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah membentuk

departemen khusus yang bertugas menjalankan konsep Corporate Social

Responsibility, sehingga upaya ini dapat dilakukan dengan fokus dan terarah.

Corporate Social Responsibility tidak hanya sebatas konsep untuk mendapatkan

kesan baik atau citra positif semata melainkan benar-benar merupakan realisasi

dari niat baik perusahaan sebagai bagian dari masyarakat.

Substansi keberadaan Corporate Social Responsibility adalah dalam

rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan

membangun kerjasama antar pemangku kepentingan (stakeholder) yang

difasilitasi perusahaan dengan menyusun program-program pengembangan

masyarakat sekitar. Kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan

lingkungannya, komunitas, dan stakeholder yang terkait dengannya baik lokal,

nasional, maupun global, karena itu pengembangan Corporate Social

Responsibility ke depan seyogyanya mengacu pada konsep pembangunan

berkelanjutan. Daniri (2007, p.4).

Dalam perkembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung

penuh kegiatan Corporate Social Responsibility ini diantaranya adalah:

perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Dalam implementasi program-program

Corporate Social Responsibility, diharapkan ketiga elemen tersebut saling

berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing-

masing stakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara

komperhensif. Dengan partisipasi aktif dari para stakeholder diharapkan

25

Page 26: Proposal Riset

pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari

pelaksanaan CSR akan diemban secara bersama.

Berkaitan dengan implementasi CSR perusahaan dapat dikelompokan

kedalam beberapa kategori untuk menggambarkan komitmen dan kemampuan

perusahaan dalam menjalankan CSR. Dengan menggunakan dua pendekatan,

sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan yang ideal memiliki

kategori reformis dan progresif. Dalam kenyataan, kategori ini bisa saling

bertautan.

Implementasi CSR dengan Perusahaan

Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR,

ada empat kategori yaitu;

a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran

CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk dalam

kategori ini.

b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi,

namun anggran CSR-nya rendah seperti perusahaan besar namun pelit.

c. Perusahaan Humanis. Meskipun profitnya perusahaan rendah, proporsi

anggaran CSR-nya relatif tinggi. Layak disebut perusahaan dermawan atau

baik hati.

d. Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggran CSR

yang tinggi. Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi

bisnisnya, memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai

peluang untuk maju.

Berdasarkan tujuan perusahaan dalam implementasi CSR, ada empat

kategori yaitu;

a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas,

sekedar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat

promosi dan CSR sebagai hal kurang bermanfaat bagi perusahaan.

b. Perusahaan Impresif. Perusahaan yang menggunakan CSR untuk promosi

alias tebar pesona daripada untuk pemberdayaan.

26

Page 27: Proposal Riset

c. Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang

promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang

tebar pesona.

d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan

pemberdayaan dan sekaligus promosi. Promosi dan CSR dipandang sebagai

kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi kemajuan

perusahaan.

2.2. Strategi Perusahaan

Definisi strategi adalah cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. David

(2009), strategi bisnis bisa berupa perluasan geografis, diversifikasi, akusisi,

pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi,

likuidasi dan joint venture. Proses pembuatan strategi terdiri dari tiga tahap:

perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi.

Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, indentifikasi

peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan

kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian alternatif strategi,

dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Keputusan perumusan

strategi mendorong suatu organisasi untuk komit pada produk, pasar, sumber

daya, dan teknologi spesifik selama kurun waktu yang lama. Strategi menentukan

keunggulan kompetitif jangka panjang, ke arah yang lebih baik atau lebih buruk,

keputusan-keputusan strategis memiliki konsekuensi multifungsional yang luas

dan pengaruh yang besar atas suatu organisasi.

Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan

tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber

daya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan.

Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang sportif pada strategi,

penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya

pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem

27

Page 28: Proposal Riset

informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi.

Penerapan strategi sering kali disebut dengan tahap aksi dari manajemen strategi.

Menerapkan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk

melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Sering kali dinggap sebagai tahap

yang paling sulit dalam manajemen strategi. Penerapan strategi membutuhkan

disiplin, komitmen, dan pengorbanan. Penerapan strategi yang berhasil

bergantung pada kemampuan manajer untuk memotivasi karyawan. Tantangan

penerapan strategi adalah merangsang manajer dan karyawan di segenap

organisasi untuk bekerja dengan rasa bangga dan antusias demi tujuan yang telah

ditetapkan.

Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategi. Semua

strategi terbuka untuk dimodifikasi di masa yang akan datang karena berbagai

faktor ekternal dan internal terus menerus berubah. Tiga aktivitas penilaian

strategi yang mendasar adalah:

1. Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan

bagi strategi saat ini;

2. Pengukuran kinerja;

3. Pengambilan langkah interaktif.

1.2. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang relevan antara lain :

1. Penelitian Peter Brabeck-Letmathe Chairman & CEO, Nestle and Mark

Kramer (2009), menyebutkan bahwa: Corporate Social Responsibility

merupakan bagian yang integral dengan bisnis perusahaan dan dibentuk

dari strategi investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Bisnis selalu dapat

dipastikan memberikan efek dari segi sosial dan lingkungan baik positif

maupun negatif dari setiap rantai nilai operasi yang dijalankan oleh

perusahaan.

2. Linda dan Jenny (2008), dalam penelitian ini disebutkan Corporate Social

Responsibility dipandang dari sisi strategi perusahaan, terdiri dari dua

tahap yang harus dilaksanakan yaitu: pengembangan strategi (strategy

development) dan penerapan strategi (strategy implementation).

28

Page 29: Proposal Riset

3. Asongu (2007) dimana kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian

antara lain:

a. Penelitian mendukung pandangan Corporate Social Responsibility

digunakan sebagai alat pemasaran yang baik yang dapat

diaplikasikan sebagai strategi.

b. Motivasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk melaksanakan

program Corporate Social Responsibility sebagai bagian dari strategi

harus didasarkan pada prinsip naturalis bukan karena terpaksa.

1.3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang dikembangkan didasarkan fenomena Corporate

Social Responsibility sebagai strategi perusahaan. Kerangka pemikiran ini

dibentuk dari data yang diperoleh selama melakukan pengamatan pada

perusahaan dengan model sebagai berikut ini:

29

Nilai Perusahaan dalam Teori Komunikasi

Organisasi

Page 30: Proposal Riset

p

Gambar 2.1

30

Pengawasan Program CSR oleh Masyarakat dan Pemerintah sebagai

stakeholder

Implementasi program CSR

Strategi CSR Perusahaan dalam Teori Manajemen

Impresi

Page 31: Proposal Riset

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis yang

menyatakan bahwa penelitian merupakan upaya untuk memahami realitas

pengalaman manusia. Adapun argument-argumen pada paradigma ini antara lain:

(1) Teori-teori ini memuat fakta, fakta yang dikumpulkan harus bebas dari

proposisi (hipotesis dan pertanyaan) (2) dibawah ketentuan teori, tidak ada teori

yang bisa sepenuhnya menguji oleh karena masalah induksi, realita disini hanya

dapat dilihat melalui jendela teori baik secara implisit ataupun eksplisit.(3) nilai

yang bersumber dari fakta, Kontruktivis setuju dengan argumen yang ideologis

bahwa penyelidikan tidak bisa bebas nilai. 4) interaksi alam pada penyelidikan.

Paradigma constructivism merupakan manifestasi dari research about

people. Paradigma ini berasumsi bahwa setiap manusia memiliki construct

(bangunan “kebenaran”) dan construe (cara memahami “kebenaran”) yang

berbeda-beda. Dengan demikian akan menjadi daya tarik yang besar bagi suatu

penelitia, apabila dapat mengenali construct dan construe.

Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistemstis terhadap socially

meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial

dalam setting keseharian yang alamiah, agar memapu memahami dan menafsirkan

bagaimana cara pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara/

mengelola dunia sosial mereka. Kaitan paradigma ini dengan penelitian adalah

ingin mengetahui bagaimana sebuah perusahan media dalam hal ini Trans TV

mengkonstruk program CSR sebagai staretegi bisnis.

3.2 Metode Penelitian

Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Adanya data

yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, hal ini

disebabkan oleh adanya penerapan kualitatif. Selain itu data yang dikumpulkan

kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang telah diteliti (Moleong, 2001: 6).

31

Page 32: Proposal Riset

Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan yang diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang

ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu,

kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam konteks setting tertentu yang

dikaji dari sudut pandang yang utuh,dan komprehensif. (Moleong, 2001: 3).

Dengan kata lain penelitian dengan sifat deskriptif kualitatif bertujuan

untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat

kaitan-kaitan variabel yang ada. Penelitian deskriptif juga dapat diuraikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

menuliskan keadaan obyek penelitian suatu organisasi, masyarakat, dan lain-lain.

Menurut Rakhmat (2001: 25), penelitian deskriptif bertujuan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang

ada.

b. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek yang

berlaku.

c. Membantu perbandingan atau evaluasi.

d. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah

yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana

dan keputusan pada waktu yang akan datang.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang bagaimana

implementasi program CSR Trans TV sebagai bagian strategi bisnisnya dengan

menggunakan metode deskriptif yang isinya hanya memaparkan situasi atau

peristiwa. Metode ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji

hipotesis atau membuat prediksi.

Pada hakikatnya, metode deskriptif mengumpulkan data secara univariat.

Karakteristik data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat atau

sebaran. Sering terjadi, penelitian yang menarik perhatian peneliti, tetapi belum

ada kerangka teoritis untuk menjelaskannya.

1.1. Subjek Penelitian

32

Page 33: Proposal Riset

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subyek penelitian yakni: 1.

Stakeholder Trans TV 2. Divisi Public Realition- Marketing PR

1.1. Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian yaitu program CSR

Trans TV sebagai strategi bisnis

1.2. Lokasi Penelitian

Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah PT Trans TV terletak di jalan

Kapten Piere Tendean, kav.12-14A, Jakarta 12790 dengan situasi sosial (social

situation) dilakukan pada Stakeholder dan Public Relation.

1.1. Sumber Data

1.1.1. Data Primer

Dengan melakukan wawancara langsung dengan : stakeholder, divisi PR

1.1.1. Data sekunder

Data yang diperoleh dengan mengutip dari sumber lain yang bertujuan

untuk melengkapi data primer. Dengan maksud ada relevansinya dengan masalah

yang akan diteliti sebagai dasar penelitian.

1.2. Teknik Pengumpulan Data

1.2.1. Observasi

Observasi kualitatif merupakan observasi yang di dalamnya peneliti

langsung turun kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-

individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat–

baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur, aktivitas-aktivitas dalam lokasi

penelitian (Creswell, 2010: 267).

Peneliti mengamati penerapan program CSR Trans TV oleh bagian

departemen yang bersangkutan dalam membuat program kepada khalayak serta

mengkaitkan terhadap permasalahan yang menjadi obyek penelitian.

33

Page 34: Proposal Riset

1.1.1. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa

pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide

dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun dalam suatu topik

tertentu (Prastowo, 2011: 145).

Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara bebas

terpimpin, karena dalam wawancara unsur kebebasan masih dipertahankan,

sehingga kewajaran dapat dicapai secara maksimal dan memudahkan

diperolehnya data secara mendalam (Hadi, 1971: 224).

Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan

kepala bagian yang mendukung penelitian sebagai narasumber wawancara

penelitian dengan berpegang pada interview guide sebagai instrument utama.

Wawancara dengan pihak tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi strategi

bisni melalui program CSR yang diterapkan oleh divisi Trans TV tersebut .

1.1.2. Studi kepustakaan dan dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data atau teori melalui buku-buku,

majalah, surat kabar, literatur-literatur dan sumber-sumber lain yang memuat

informasi yang relevan dan mendukung dalam penelitian ini.

1.1. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik deskriptif,

merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati ( Bogdan

dan Taylor dalam Moleong (2001: 3).

Analisis dilakukan dengan mengaitkan kategori dan data ke dalam

kerangka yang telah ada. Data yang telah disusun tersebut dikelompokkan

berdasarkan tipe-tipe sejenis, kemudian disajikan dalam bentuk uraian yang

disusun secara sistematis agar mudah dipahami. Alur analisis yang dilakukan

34

Page 35: Proposal Riset

dengan cara mengacu pada program CSR sebagai startegi bisnis Trans TV kepada

khalayak.

3.5 Keabsahan Data

3.5.1 Metode Triangulasi Data

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzin membedakan teknik ini

menjadi empat macam, yaitu triangulasi sumber, teknik, waktu, penyidik, dan

teori (Meleong, 2006: 330; Sugiyono, 2007: 127-128).

Dari penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber.

Suatu teknik pengecekan kredibilitas data yang dilakukan dengan memeriksa data

yang didapatkan melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber mengarahkan

peneliti agar menggunakan beragam sumber yang tersedia dalam menumpulkan

data. Maksudnya adalah dari satu atau sama data akan lebih maksimal hasil dan

kebenarannya bila diperoleh dari berbagai sumber data yang berbeda. Dari sumber

satu dengan sumber yang lainnya akan saling mendukung dan melengkapi.

Tekanannya akan terletak pada perbedaan sumber data bukan pada teknik

pengumpulan data atau yang lain.

35

Page 36: Proposal Riset

DAFTAR PUSTAKA

Ambadar, Jackie. 2008. CSR dalam Praktik di Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Guba, G Egon. 1990.  The Paradigm Dialogue.  USA : SAGE Publication

Hadi, Sutrisno. 1971. Metodologi Research. Jilid I s.d. IV. Yayasan Fakultas Psychology UGM. Yogyakarta.

Hidayat, Dedy N.1999. Bahan Penunjang Kuliah Metodologi Penelitian Komunikasi dan Latihan Penelitian Komunikasi : Bagian I Paradigma Klasik dan Hypothetico –Deductive Method Dalam Penelitian Komunikasi . Jakarta : Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Hal 1-2.

http://perilakuorganisasi.com/karl-e-weick-teori-enactment.html [diakses pada 09 November 2015]

Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Lexy,. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Oktaviani, Rachmawati Meita. 2011. Fenomenologi Implementasi Corporate Social Responsibility Sebagai Realita Strategi Perusahaan (Study Kasus Pada PT Apac Inti Corpora Bawen Semarang). Jurnal Dinamika Keuangan dan Perbankan Vol. 3, No. 2. Semarang: Universitas Stikubank

Oktaviani, Rachmawati Meita. 2012. Corporate Social Responsibility dan Strategi Perusahaan: Perspektif Pendekatan Kualitatif (Studi Kasus Pada PT Apac Inti Corpora Bawen Semarang). Laporan Penelitian. Semarang: Universitas Stikubank

Prastowo,Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Widowati, Endah. 2013. Strategi dan Implementasi Kegiatan Corporate Social Responsibility Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri

36

Page 37: Proposal Riset

Wijaya, Vicki Puspita. 2013. Program Corporate Social Responsibility Media di Indonesia: Studi Kasus PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans Tv). Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Suciati, Pijar. 2008. Pengaruh kualitas media, FISIP UI.

Rosady Ruslan. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi: Konsepsi dan

Aplikasi. (Penerbit: PT RajaGrafindo Persada. 2005). Hal. 26 - 27

Ida Anggraeni Ananda. Public Relations Perguruan Tinggi: Membangun Reputasi

Organisasi Melalui Pengelolaan Budaya Organisasi. Buku Koalisi Dominan:

Refleksi Kritis Atas Peran dan Fungsi Public Relations Dalam Manajemen. (BPP

Perhumas. 2004). Hal. 99

Antony Davis. Everything You Should Know About Public Relations: Panduan

Lengkap Tentang PR. (Penerbit: PT Elex Media Komputindo. 2005). Hal. 4

Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikologis.

(Cetakan ke 6. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya. 2002). Hal. 24

H.W. Close. Public Relations as a Management Function, Public Relations

Journal 36, no. 3, (Maret 1980). Hal. 11-14.

http://rnrian.blogspot.co.id/2011/03/teori-organisasi-modern.html

http://rezzamuhammad.blogspot.co.id/2013/05/35-teori-organisasi-modern.html

http://agungzetiadji.blogspot.co.id/2012/10/teori-organisasi.html

http://perilakuorganisasi.com/teori-organisasi-modern.html

http://gustriphenomg3.blogspot.co.id/2011/03/teori-organisasi-klasik-teori.html

37