25
 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan dalam pr og ram revi ta lisasi pe rikanan. Pada awal ny a, jenis udan g ya ng di budi daya kan di ai r payau adal ah udang puti h wi ndu (Litopenaeus vannamei), namun setelah mewaba hny a pen yak it yan g men gak iba tka n menurunnya usaha budida ya udan g windu, pe merintah kemudian me ng intr oduksi udan g putih untuk memban gk itkan kemb al i usaha perudangan di Indonesia sekaligus sebagai upaya untuk mendiversifikasi komoditas perikanan. Udang putih merupakan salah satu jenis udang yang telah menjadi perhatian dunia perikanan karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan mempunya i nilai ekonomis ti nggi seba gaimana ditun juk kan dengan se maki n meni ngka tnya pe rmi nt aan pasar ud ang putih , baik di dalam maupun luar ne geri. Hal ini berarti peluang untuk me ngembangkan komoditas uda ng put ih semak in tinggi . Oleh kar ena itu, setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian, maka pemerintah melalui SK Menteri KP No. 41/2001 secara resmi melepas udang putih sebagai varietas unggul pada tanggal 12 juli 2001 ( Poernomo, 2002). Udang putih memiliki beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya. Menurut Subjakto (2005), komposisi daging udang putih (66-68%) lebih tinggi dibandingkan udang windu. Tingkat kelulusanhidup (sintasan) udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al , 2000), bahkan dapat

Proposal Rjl

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 1/25

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Udang merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan dalam

program revitalisasi perikanan. Pada awalnya, jenis udang yang

dibudidayakan di air payau adalah udang putih windu (Litopenaeus

vannamei), namun setelah mewabahnya penyakit yang mengakibatkan

menurunnya usaha budidaya udang windu, pemerintah kemudian

mengintroduksi udang putih untuk membangkitkan kembali usaha

perudangan di Indonesia sekaligus sebagai upaya untuk mendiversifikasi

komoditas perikanan.

Udang putih merupakan salah satu jenis udang yang telah menjadi

perhatian dunia perikanan karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan

mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagaimana ditunjukkan dengan

semakin meningkatnya permintaan pasar udang putih, baik di dalam

maupun luar negeri. Hal ini berarti peluang untuk mengembangkan

komoditas udang putih semakin tinggi. Oleh karena itu, setelah melalui

serangkaian penelitian dan kajian, maka pemerintah melalui SK Menteri KP

No. 41/2001 secara resmi melepas udang putih sebagai varietas unggul

pada tanggal 12 juli 2001 (Poernomo, 2002).

Udang putih memiliki beberapa keunggulan dibanding spesies udang

lainnya. Menurut Subjakto (2005), komposisi daging udang putih (66-68%)

lebih tinggi dibandingkan udang windu. Tingkat kelulusanhidup (sintasan)

udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al , 2000), bahkan dapat

Page 2: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 2/25

 

2

mencapai 91% dengan produktivitas lebih dari 13.600 kg/ha (Boyd dan

Clay, 2002). Selain itu, udang putih memiliki toleransi salinitas yang luas

atau euryhalin (Haliman dan Adijaya, 2005) sehingga dapat dipelihara di

daerah perairan pantai dengan kisaran salinitas 1-40 ppt (Bray et al., 1994).

Tingginya tingkat sintasan udang putih dikarenakan benihnya sudah

dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga

benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. Benur 

udang putih juga sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free),

yaitu benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit ( pathogen), sehingga

memudahkan petambak dalam proses budidaya. Kelulushidupan udang

putih juga dipengaruhi oleh daya tahannya terhadap penyakit. Udang

putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit

White Spot Syndrome Virus (WSSV), meskipun ditemukan pula beberapa

kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001).

Benih merupakan salah satu faktor produksi yang sangat berperan

penting dalam menunjang keberhasilan budidaya. Lahan budidaya yang

begitu ideal yang disertai pengelolaan yang sangat intensif akan sia-sia jika

tanpa diimbangi dengan kualitas dan kuantitas benih yang baik. Benih

merupakan cetak biru (blue print) dari produk yang dihasilkan oleh kegiatan

budidaya. Cetak biru yang dimaksud mencakup dimensi yang luas, seperti

sintasan, pertumbuhan, komposisi kimia, umur panen, ketahanan terhadap

hama dan penyakit, dan lain lain. Dengan demikian, manajemen

pembenihan merupakan salah satu faktor penentu dalam menghasilkan

kualitas dan kuantitas produksi yang optimal.

Page 3: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 3/25

 

3

Pada sistem manajemen pembenihan, pakan merupakan salah satu

dari empat komponen input penting selain ketiga komponen input lainnya,

yakni benih itu sendiri sebagai objek pembenihan, air sebagai media

pembenihan, dan bak atau tangki sebagai wadah pembenihan.

Penggunaan pakan yang berkualitas dapat meningkatkan laju pertumbuhan

organisme. Namun, pakan yang berkualitas pada umumnya juga memiliki

harga yang tinggi sehingga dapat membebani total biaya produksi. Selain

itu, manajemen pakan yang kurang tepat berakibat pada penurunan

efisiensi pemanfaatan pakan. Demikian juga dengan kualitas pakan yang

dapat menurun dikarenakan berbagai faktor penyebab. Fenomena-

fenomena terkait dengan pakan tersebut perlu mendapat perhatian yang

serius dalam kegiatan pembenihan.

Untuk menunjang proses fisiologis dalam rangka menopang

pertumbuhan dan sintasan dibutuhkan makanan sebagai sumber energi.

Pada stadia larva, sumber makanan yang biasa digunakan adalah

makanan alami, namun penggunaaan pakan alami yang berlanjut secara

praktis dan ekonomis tidak menguntungkan. Demikian juga kandungan gizi

pakan alami seringkali sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan

pascalarva udang putih. Oleh karena itu pemberian pakan buatan yang

tepat (waktu dan jenis) merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan

dalam manajemen pemberian pakan. Pada konteks tersebut diperlukan

sebuah kajian untuk mengetahui waktu penggantian jenis pakan alami yang

tepat oleh pakan buatan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan

sintasan pascalarva udang putih.

Page 4: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 4/25

 

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh waktu penggantian pakan

alami oleh pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva

udang putih” ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu

penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap pertumbuhan dan

sintasan pascalarva udang putih. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat

sebagai bahan informasi tentang saat yang tepat dalam penggantian

pakan alami oleh pakan buatan sehingga dapat lebih mengefisienkan

dan mengefektifkan penggunaan pakan dan memacu pertumbuhan

larva udang putih.

Page 5: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 5/25

 

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Udang Putih (Litopenaeus vannamei)

Udang putih merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di

Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Udang putih yang dikenal masyarakat

dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Udang vaname

dikenal dengan   pasific white shrimp dan disebut udang putih karena

berwarna putih bening dengan corak kebiru-biruan.

Gambar 1. Udang Putih (Penaeus vannamei)

Taksonomi udang putih menurut klasifikasi Wyban dan Sweeney

(1991) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : MetazoaFilum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Familia : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei 

Page 6: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 6/25

 

6

Seluruh bagian tubuh udang putih tertutup kerangka luar yang

terbuat dari chitin yang disebut eksoskeleton. Secara morfologis, tubuh

terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada

(chepalotorax ) dan bagian perut (abdomen). Chepalotorax  tertutup oleh

kelopak kepala yang disebut carapacae. Bagian depan kerapas memanjang

dan meruncing disebut rostrum. Chepalotorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5

ruas pada kepala dan 8 ruas pada dada, serta 6 ruas pada abdomen

dengan ekor pada bagian belakangnya ( Wyban dan Sweeney, 1991).

Gambar 2. Morfologi Udang Putih (Penaeus vannamei)

Wyban dan Sweeney (1991) selanjutnya menguraikan bahwa pada

bagian chepalotorax  terdapat antenula (sungut kecil), scophocerit 

(sirip kepal), antenna (sungut besar), mandibula (rahang), dan maxilla yang

dilengkapi dengan maxsiliped . Kaki jalan (periopoda) sebanyak 5 pasang

yang pada kaki 1, 2, dan 3 terdapat capit pada bagian ujungnya yang

disebut chella. Pada bagian abdomen terdapat  pleopoda (kaki renang)

sebanyak 5 pasang dan pada ruas keenam terdapat ekor  (uropoda)

yang bagian ujungnya terdapat telson.

Page 7: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 7/25

 

7

Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa sifat-sifat penting

udang vannamei adalah aktif pada kondisi gelap (nokturnal), dapat hidup

pada kisaran salinitas lebar (euryhaline), suka memangsa sesama jenis

(kanibal), termasuk jenis pemakan segala (omnivora), tipe pemakan lambat

tetapi terus-menerus (continous feeder ), menyukai hidup di dasar tambak

(bentik), dan mencari makan lewat organ sensor (chemoreseptor ). Melalui

bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon makanan

dengan mendekati atau menjauhi sumber makanan. Bila makanan

mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan asam

lemak, maka udang akan mendekati sumber makanan tersebut. Secara

alami L. vannamei merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari

untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka

bersembunyi di dalam substrat atau lumpur. Namun di tambak budidaya

dapat dilakukan feeding  dengan frekuensi yang lebih banyak untuk

memacu pertumbuhannya.

Udang mengalami pergantian kulit (moulting) secara periodik untuk

tumbuh, termasuk udang putih. Subjakto (2005) menjelaskan bahwa waktu

yang dibutuhkan untuk melakukan moulting tergantung jenis dan umur 

udang. Saat udang masih kecil (fase tebar), proses moulting terjadi setiap

hari dan biasanya terjadi pada malam hari. Sejalan dengan bertambahnya

umur, siklus moulting semakin lama, antara 7 – 20 hari sekali. Nafsu makan

udang mulai menurun pada 1 – 2 hari sebelum moulting dan aktivitas

makannya berhenti total sesaat akan moulting. Persiapan yang dilakukan

udang putih sebelum moulting adalah menyimpan cadangan makanan

Page 8: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 8/25

 

8

berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan. Wyban dan Sweeney (1991)

menyatakan bahwa pertumbuhan udang putih tergantung dua faktor, yaitu

frekuensi moulting (waktu antara moulting) dan peningkatan pertumbuhan

(berapa pertumbuhan setiap moulting baru). Kecepatan pertumbuhan

merupakan fungsi kedua faktor tersebut, namun akan menurun apabila

kondisi lingkungan dan nutrisi tidak cocok (Wickins dan Lee, 2002).

B. Pakan

Setiap kegiatan usaha budidaya perikanan selalu mengharapkan

keuntungan yang diperoleh dari pertumbuhan organisme peliharaan, baik

pertumbuhan bobot maupun pertumbuhan panjang. Pertumbuhan tersebut

terjadi karena adanya sisa energi setelah digunakan untuk proses

metabolisme, respirasi, pencernaan, dan proses fisiologis lainnya. Energi

tersebut diperoleh dari energi yang terkandung dalam pakan yang dimakan

oleh organisme yang dipelihara (Mudjiman, 2008).

Pakan harus mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang bagi

kebutuhan udang putih. Nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat

penting dalam pertumbuhan organisme. Seperti halnya hewan lainnya,

udang putih juga memerlukan nutrien tertentu dalam jenis dan jumlah

tertentu untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan pertahanan diri

terhadap penyakit. Nutrien secara makro meliputi protein, lemak, dan

karbohidrat. Menurut Tacon (1987), pakan yang baik bagi udang putih

adalah pakan yang mengandung protein minimal 30% dengan kestabilan

pakan dalam air minimal bertahan selama 3-4 jam setelah ditebar.

Page 9: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 9/25

 

9

Konsentrasi lemak dalam pakan komersial untuk induk udang berkisar 10%

dan 3% lebih tinggi untuk benih udang. Kandungan karbohibrat untuk

makanan larva udang diperkirakan lebih rendah 20%. Jika pakan yang

diberikan pada udang putih mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi, maka

tidak saja memberikan kehidupan pada udang tersebut, tetapi juga akan

mempercepat pertumbuhannya.

Menurut Mudjiman (2008), pakan ikan termasuk udang, secara

umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu :

1. Pakan alami (natural feed), yaitu pakan yang tumbuh sendiri di tempat

pemeliharaan organisme yang bersangkutan. Jenis pakan alami dapat

berupa bahan nabati maupun hewani, tergantung pada jenis organisme

yang dibudidayakan. Jenis-jenisnya dapat berupa plankton (fitoplankton

dan zooplankton), alga filamen (lumut), alga dasar (kelekap), detritus

campur bakteri dan cendawan, organisme bentos, nekton, dan lain-lain.

Pakan ini diperoleh dari pengambilan di alam, tetapi beberapa

diantaranya melalui kultur makan alami.

2. Pakan buatan (artificial feed), yaitu pakan yang sengaja disiapkan dan

dibuat yang terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang kemudian

diproses lebih lanjut sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya.

Pakan ini dapat digunakan sebagai pakan tambahan, yaitu pelengkap

kebutuhan organisme peliharaan selaian pakan alami maupun sebagai

pakan lengkap, yaitu pakan yang diberi untuk mengganti seluruh

kebutuhan makanan organisme peliharaan. Keunggulan pakan buatan,

Page 10: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 10/25

 

10

antara lain : lebih mudah diperoleh, lebih tahan lama, kandungan gizi,

bentuk dan ukuran dapat diatur, dan lain-lain.

  Adiwidjaya, dkk.(2005) menguraikan bahwa program pemberian

pakan pada budidaya udang putih merupakan langkah awal yang harus

diperhatikan untuk menentukan jenis, ukuran frekuensi, dan total kebutuhan

pakan selama masa pemeliharaan Nutrisi dan pemberian pakan

memegang peranan penting untuk kelangsungan usaha budidaya hewan

akuatik. Oleh karena itu, upaya perbaikan komposisi nutrisi dan perbaikan

efisiensi penggunaan pakan tambahan perlu dilakukan guna menigkatkan

produksi hasil perikanan budidaya dan mengurangi biaya pengadaan

pakan, serta meminimalkan produksi limbah pada media budidaya,

sehingga dapat tercipta budidaya udang yang berkelanjutan (Adiwidjaya et

al, 2005). Pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mungkin dengan

memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dimana

ikan/udang diberi pakan. Penerapan feeding ragim hendaknya disesuikan

dengan tingkah laku kultivan, serta siklus alat pencernaan guna

memaksimalkan penggunaan pakan (Tacon, 1987).

Penggunaan pakan yang efisien dalam usaha budidaya sangat

penting kerena pakan merupakan faktor produksi yang paling tinggi

biayanya. Salah satu metode untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan

pakan adalah dengan metode Feed Conversion Ratio (FCR). FCR adalah

perbandingan antara berat pakan yang digunakan dengan jumlah berat

ikan/udang yang dihasilkan. Pakan buatan untuk ikan dan udang berkisar 

antara 2,0 – 2,5 atau kurang dari itu, di mana semakin rendah nilai FCR-

Page 11: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 11/25

 

11

nya, berarti semakin efisien (Mudjiman, 2008) dan konversi pakan udang

putih menurut (Boyd dan Clay,2002) berkisar 1,3 – 1,4.

C. Sintasan dan Pertumbuhan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai

perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan

dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam

bentuk persen, di mana semakin besar nilai persentase menunjukkan

makin banyak organisme yang hidup selama pemeliharaan

(Effendie, 2002). Faktor lingkungan dan makanan merupakan hal yang

paling mempengaruhi tingkat kelulusan hidup organisme secara

langsung (Holliday, 1969).

Pertumbuhan adalah sebuah perubahan ukuran dari individu,

biasanya meningkat serta dapat diukur dalam unit-unit panjang, berat atau

energi (Wootton, 1995). Definisi sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan

sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu,

sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah atau

kuantitas (Effendie, 2002).

 Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa beberapa aspek yang

berkaitan dengan pertumbuhan individu terutama yang berkaitan

proses fisiologis adalah regenerasi, metamorfosa dan moulting .

Regenerasi berkaitan dengan kondisi binatang/hewan yang memiliki

kemampuan untuk menyusun kembali jaringan/bagian tubuh yang telah

hilang, baik pada waktu proses fisiologis normal maupun rusak karena luka.

Metamorfosa dihubungkan dengan reorganisasi jaringan pada stadia pasca

Page 12: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 12/25

 

12

embrio yang biasanya dialami suatu organisme dalam rangka

mempersiapkan diri untuk hidup dalam suatu habitat yang berbeda.

Pengertian moulting  berkenaan dengan proses pelepasan secara

periodik cangkang yang sudah tua dan pembentukan cangkang baru

dengan ukuran yang lebih besar.

Pada krustase (udang), pertumbuhan terjadi secara berkala setelah

pergantian kulit. Pertambahan panjang dan bobot tubuh akan terhambat

bila tidak didahului oleh ganti kulit. Seperti halnya arthropoda lain,

pertumbuhan udang vaname tergantung dua faktor, yaitu frekuensi

moulting  (waktu antara moulting ) dan peningkatan pertumbuhan (berapa

pertumbuhan setiap moulting  baru) (Wyban dan Sweeney, 1991).

Kecepatan pertumbuhan merupakan fungsi kedua faktor tersebut, namun

akan menurun apabila kondisi lingkungan dan nutrisi tidak cocok

(Wickins dan Lee, 2002).

Jika dilihat lebih lanjut sebenarnya pertumbuhan merupakan proses

biologis yang kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya.

Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari

pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input

energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Bahan yang

berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolism dasar,

pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau

mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahan-bahan tidak berguna

akan dikeluarkan dari tubuh melalui eksresi. Apabila terdapat bahan

berlebih dari keperluan tersebut akan dibuat sel baru sebagai penambahan

Page 13: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 13/25

 

13

unit atau penggantian sel dari bagian tubuh. Secara keseluruhan

resultannya merupakan perubahan ukuran (Effendie, 2002).

D. Kualitas Air 

  Air beserta kandungan yang terlarut didalamnya merupakan

media bagi kehidupan organisme perairan. Setiap jenis organisme perairan

dapat hidup dan melakukan semua aktifitas kehidupan dengan baik

  jika ditunjang oleh kualitas perairan, baik secara fisik, kimia maupun

biologi. Kelangsungan hidup organisme perairan ditentukan oleh

kualitas perairannya. Udang putih mempunyai kisaran kualitas air 

tertentu dan toleransi berbeda-beda untuk melangsungkan aktifitas

kehidupannya dengan baik. Beberapa paramater kualitas air yang penting

dalam budidaya udang putih adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut,

pH, dan amoniak.

Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan

organisme perairan (Effendi, 2003). Menurut Boyd (1991) bahwa laju

biokimia akan meningkat 2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Cholik

dan Ahmad (1981) menyatakan suhu optimal bagi pertumbuhan udang

antara 27 – 290C, sedangkan menurut Haliman dan Adijaya (2005) bahwa

suhu optimal bagi pertumbuhan udang putih adalah 26 – 320C .

Salinitas merupakan faktor yang secara langsung dapat

mempengaruhi kehidupan organisme, yakni jumlah pakan yang dikonsumsi,

laju pertumbuhan, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup

(Kinne, 1964). Salah satu aspek fisiologis organisme yang dipengaruhi oleh

salinitas adalah tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion

Page 14: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 14/25

 

14

dalam cairan tubuh (Holliday, 1969). Perbedaan konsentrasi cairan tubuh

ikan dengan konsentrasi lingkungannya akan mengganggu kelangsungan

poses fisiologis yang normal dalam tubuh ikan. Untuk mengatasi hal

tersebut ikan akan melakukan proses osmoregulasi. Apabila salinitas

meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih

banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk

pertumbuhan (Haliman dan Adijaya, 2005). Udang putih dapat tumbuh

optimal pada salinitas 15 – 25 ppt, bahkan beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pada salinitas 5 ppt masih layak untuk pertumbuhan

udang putih (Soemardjati dan Suriawan, 2006). Menurut McGrow dan

Scarpa (2003), udang vanamei dapat hidup pada kisaran salinitas yang

lebar dari 0,5 – 45 ppt.

Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting bagi

kehidupan organisme, baik untuk respirasi organisme maupun

dekomposisi bahan organik dalam perairan. Stickney (1979) menyatakan

bahwa kekurangan oksigen terlarut akan membahayakan organisme air 

karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena penyakit, dan bahkan

kematian. Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa kandungan

oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang.

Kadar oksigen terlarut yang optimum bagi udang adalah di atas 4 mg/l

(Chien, 1992). Menurut Suprapto (2005), kadar oksigen optimal untuk

budidaya udang vanamei > 3 mg/l dengan toleransi 2 mg/l.

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman suatu perairan dan

mewakili konsentrasi ion-ion hidrogen (Effendi, 2003). Udang dapat hidup

Page 15: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 15/25

 

15

baik pada pH 6 – 9 (Boyd, 1991). Konsentrasi pH air akan berpengaruh

terhadap nafsu makan udang dan reaksi kimiawi di dalam air. Selain itu pH

air yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam ganti kulit dimana kulit

menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah (Chien, 1992).

Wyban dan Sweeny (1991) mengemukakan bahwa kisaran pH air yang

cocok untuk budidaya udang vanamei secara intensif antara 7,4 – 8,9

dengan nilai optimum 8,0.

  Amoniak merupakan salah satu hasil sampingan dari proses

perombakan bahan organik di dalam air yang bersifat racun. Kandungan

amoniak sangat terkait dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan

oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan amoniak menjadi

rendah karena dioksidasi menjadi NH4 yang dapat dimanfaatkan oleh

fitoplankton dalam proses fotosintesis (Widigdo dan Soewardi, 1999).

Menurut Cholik dan Ahmad (1981), amonia merupakan penyebab yang

secara langsung dapat menurunkan sintasan. Toksisitas amoniak

meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3

yang relatif aman untuk udang adalah di bawah 0,1 mg/l (Liu, 1989).

Page 16: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 16/25

 

16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama kurang lebih

1 bulan (Januari sampai dengan Februari 2012) di Laboratorium Politeknik

Pertanian (Politani) Negeri Pangkep, Kecamatan Segeri Mandalle

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Metode dan Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen

laboratoris, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data-

data yang dilakukan dengan percobaan di laboratorium dan pengamatan

secara langsung dan sistematis terhadap kejadian-kejadian obyek yang

diteliti (Sudjana, 1989). Rancangan percobaan menggunakan Rancangan

  Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan setiap perlakuan diulang

sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit satuan percobaan. Tata letak

satuan percobaan setelah di acak dapat dilihat pada gambar berikut :

B2

A2

B1

C3

E1

D2

C2

E3

A1

D3

D1

B3

E2

A3

C1

Page 17: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 17/25

 

17

Gambar 3. Tata Letak Satuan Percobaan

Perlakuan yang diujicobakan adalah waktu penggantian pakan alami

oleh pakan buatan pada masa percobaan pascalarva udang putih dengan

urutan perlakuan sebagaimana tersaji pada tabel berikut :

Tabel 1. Perlakuan Percobaan

Perlakuan A : Pemberian pakan buatan selama masa percobaan

Perlakuan B :Waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan padahari ke-7 masa percobaan

Perlakuan C :Waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan padahari ke-14 masa percobaan

Perlakuan D :Waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan padahari ke-21 masa percobaan

Perlakuan E : Pemberiaan pakan alami selama masa percobaan

C. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat dan digunalan pada penelitian ini disajikan pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Bahan dan Alat Penelitian

No. N a m a Keterangan

1 Benih udang putih (PL7) Hewan uji

2 Pakan Chironomus sp Pakan alami

3 Pakan komersil Pakan buatan

4 Akuarium Wadah percobaan

5 Air payau Media uji

6 Aerator Aerasi media uji

7 Saringan Penyaringan media uji

8 Selang Penyiponan

9 Timbangan elektrik Pengukuran berat larva dan dosis pakan

10 Bak fiber glass Penampungan hewan dan media uji

Page 18: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 18/25

 

18

11 Termometer Pengukuran suhu

12 Refraktometer Pengukuran salinitas

13 DO Meter Pengukuran oksigen terlarut

14 pH Meter Pengukuran pH

15 Spektrofotometer Pengukuran amoniak

D. Prosedur dan Pengambilan Data Penelitian

Penelitian diawali dengan tahap persiapan alat dan bahan penelitian.

Pascalarva udang putih yang digunakan sebagai hewan uji adalah PL7

sebanyak 375 ekor yang didapatkan dari salah satu tempat pembenihan

udang putih di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Hewan uji ini ditampung

selama 1 hari pada bak penampungan yang telah dipersiapkan

sebelumnya. Air yang digunakan sebagai media penampungan dan media

percobaan diambil dari tempat pembenihan di mana hewan uji tersebut

diperoleh. Sebelum air tersebut di bawa, terlebih dahulu diukur parameter 

kualitas airnya sebagai acuan penyesuaian jika terjadi perubahan saat di

lokasi percobaan.

Wadah percobaan berupa akuarium sebanyak 15 unit dengan

ukuran 60 x 40 x 30 cm dibersihkan dan dibilas dengan air bersih.

Selanjutnya wadah tersebut diatur secara acak menurut tata letak satuan

percobaan. Kemudian masing-masing unit akuarium di isi air dengan

volume 50 liter per akuarium dan diaerasi selama 1 hari sehingga kelarutan

oksigennya jenuh.

Setelah alat dan bahan percobaan telah dipersiapkan, selanjutnya

hewan uji dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak 25 ekor per akuarium.

Sebelum hewan uji dimasukkan, parameter kualitas air masing-masing

wadah diukur dan diatur agar parameternya relatif homogen dan berada

Page 19: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 19/25

 

19

dalam kisaran yang dapat ditolerir. Demikian juga dengan ukuran hewan uji

terlebih dahulu diseleksi dan ditimbang agar beratnya relatif seragam dan

sekaligus digunakan sebagai data berat awal hewan uji.

Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum dengan kombinasi

pakan alami dan pakan buatan berdasarkan perlakuan. Jika dalam wadah

perlakuan masih terdapat pakan yang tersisa, maka pemberian pakan

dikurangi. Dosis pakan per hari ditentukan berdasarkan pendekatan

biomassa, yaitu 10 – 20% dari berat biomassa  (Subjakto, 2005)  dengan

frekuensi pemberian 4 kali dalam sehari (jam 06.00 pagi, jam 12.00 siang,

 jam 18.00 sore, dan jam 24.00 malam).

Selama percobaan berlangsung kualitas air dipertahankan pada

kisaran yang optimal masing-masing paramater. Penggantian air dilakukan

setiap hari sebanyak 30 – 40% (Subjakto, 2005) dengan air pengganti yang

telah dipersiapkan sebelumnya dan dilaksanakan sebelum pemberian

pakan pada siang hari. Kotoran dan sisa pakan yang tertinggal di dasar 

wadah di sipon setiap hari dan sisa pakan tersebut dihitung sebagai pakan

tak terkonsumsi. Penyiponan sisa-sisa pakan dilakukan sekali sehari

sebelum penggantian air.

Pengambilan data penelitian terkait dengan pertumbuhan dan

sintasan dilakukan melalui pengukuran berat dan jumlah hewan uji setiap

7 hari selama 28 hari masa percobaan. Hewan uji ditimbang sebanyak

5 ekor sampel dari setiap unit percobaan dan hasil pengukuran tersebut

selanjutnya digunakan untuk menentukan rata-rata berat individu pada

penghitungan laju pertumbuhan. Jumlah hewan uji juga dihitung dari setiap

Page 20: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 20/25

 

20

unit percobaan dan hasil perhitungan tersebut selanjutnya digunakan untuk

menentukan sintasan. Parameter kualitas air diukur di tempat percobaan

(insitu) dengan alat ukur tertentu dan dilakukan setiap hari.

E. Peubah Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh

pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva udang putih,

maka peubah atau parameter yang diukur dalam penelitian ini diuraikan

sebagai berikut :

1. Pertumbuhan

Peubah yang diukur sebagai indikator pertumbuhan hewan uji adalah

pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik harian yang dihitung

dengan berpedoman pada rumus sebagai berikut :

a. Pertumbuhan Mutlak :

W = Wt – Wo 

Dimana :

W = Pertumbuhan mutlak rata-rata hewan uji (gram)

Wt = Berat rata-rata hewan uji pada akhir percobaan (gram)

Wo = Berat rata-rata hewan uji pada awal percobaan (gram)

(Effendie, 2002)

 b. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian :

Ln Wt – Ln Wo

SGR = ---------------------------- x 100%t

Dimana :

SGR = Specific Growth Rate atau Laju pertumbuhan spesifik harianhewan uji (%/hari)

Page 21: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 21/25

 

21

Wt = Berat rata-rata hewan uji pada akhir percobaan (gram)

Wo = Berat rata-rata hewan uji pada awal percobaan (gram)

t = Periode waktu pemeliharaan (hari)(Effendie, 2002)

2. Sintasan

Sintasan atau kelangsungan hidup hewan uji dihitung dengan

berpedoman pada rumus sebagai berikut :

Nt

SR = --------- x 100%

No

Dimana :

SR = Survival Rate atau sintasan hewan uji (%)

Nt = Jumlah hewan uji pada akhir percobaan (ekor)

No = Jumlah hewan uji pada awal percobaan (ekor)

(Effendie, 2002)

3. Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau Food Convertion Rate (FCR) dihitung

dengan berpedoman pada rumus sebagai berikut :

Wpkn

FCR = ------------------- x 100Wt – Wo 

Dimana :

FCR = Rasio konversi pakan

Wpkn = Jumlah pakan yang dikonsumsi (gram)

Wt = Berat hewan uji pada akhir percobaan (gram)

Wo = Berat hewan uji pada awal percobaan (gram)

(New, 1987)

4. Kualitas Air 

Page 22: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 22/25

 

22

Paramater kualitas air yang digunakan sebagai media uji percobaan

diukur dengan alat, metode, dan waktu pengukuran sebagaimana yang

tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Alat, Metode dan Waktu Pengukuran Parameter Kualitas Air 

No. Paramater Alat Ukur Metode Ukur Waktu Ukur  

1 Suhu (oC) Termometer Insitu Setiap hari

2 Salinitas (ppt) Refraktometer Insitu Setiap hari

3 O2 terlarut (ppm) DO Meter Insitu Setiap hari

4 pH pH Meter Insitu Setiap hari

5 Amoniak (ppm) Spektrofotometer Insitu Setiap hari

F. Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh

pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva udang putih,

maka data dianalisis melalui analisis ragam dengan tingkat kepercayaan

95%. Jika terdapat perbedaan antar nilai tengah perlakuan, maka data

dianalisis lanjut dengan uji Duncan untuk mengetahui beda nyata antar 

perlakuan (Steel dan Torrie, 1991).

Data parameter kualitas air ditabulasi dan diintepretasikan secara

deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu

yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa

sebab-sebab dan pengaruh dari suatu gejala tertentu (Nazir, 1998).

Page 23: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 23/25

 

23

DAFTAR PUSTAKA

 Adiwidjaya, A., Triyono, Herman, Aris Supramono dan Subiyanto, 2005.Manajemen Pakan dan Pendugaan Populasi Pada Budidaya Udang .DKP. Ditjen. Perikanan Budidaya. BPBAP. Jepara.

 Affandi, R. dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air . Unri Press. Riau.

Boyd, C.E., 1991. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Auburn University. ES. Publishing Company Inc. New York.

Boyd, C.E. and Clay, J.W., 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive Shrimp Aquaculture System. Work in Progress for Public Discussion. Published by the Consorsium.

Bray, W.A., A.L. Lawrence, Leung-Trujillo J.R., 1994. The Effect of Salinity on Growth and Survival of Penaeus vannamei, with Observations onthe Interaction of IHHN Virus and Salinity . Aquaculture.

Chien, Y.H., 1992. Water Quality Requirements and Management for Marine Shrimp Culture. World Aquaculture Society, USA

Cholik, F. dan T. Ahmad, 1981. Studi Pendahuluan : Pengaruh Starvasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Udang Putih. Bulletin PenelitianPerikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Duraippah, Israngkura, A., Sae Hae, S., 2000. Sustainable ShrimpFarming: Estimation of Survival Fuction. CREED Publicion, WP. No.31.

Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaaan Sumberdaya danLingkungan Perairan. Jurusan MSP FPIK IPB. Bogor.

Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

Haliman, R.W. dan D. Adijaya., 2005. Udang Vannamei . Swadaya. Jakarta.

Holliday, F.G.T., 1969. The Effect of Salinity on the Eggs and Larvae of Teleostei .

Kinne, O., 1964. The effect of Temperature and Salinity on Marine and Brakhiswater Animals. Oceanography and Marine Biology Annual.

Page 24: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 24/25

 

24

Liu, C.I. 1989. Shrimp Disease, Prevention and Treatment . Soybeans, America Soybean Association, USA.

McGraw, W.J. and J. Scarpa.. 2003. Minimum Environmental Potassium for Survival of Pasific White Shrimp Litopenaeus vannamei (Bonne) inFreshwater . Journal of Shellfish Research.

Mudjiman, Ahmad, 2008. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nazir, 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.

New, M.B., 1987. Feed and Feeding of Fish dan Shrimp. United NationsDevelopment Programme. FAO. Rome, Italy.

Poernomo, A., 2002. Perkembangan Udang Putih Vannamei (Penaeusvannamei) di Jawa Timur . Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang.Makassar, 19 Oktober 2002.

Soemardhati, W. dan A. Suriawan, 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vanname di Tambak. Balai Budidaya Air Payau, Situbondo.

Suprapto, 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vanamei. CV. Biotirta,Bandar Lampung

Soto, M.A., Shervette, V.R.,Lotz, J.M., 2001, Transmission of White Spot Syndrome Virus (WSSV) to Litopenaeus vannamei from Infected Cephalothorax, Abdomen, or Whole Shrimp Cadaver . Disease of 

 Aquatic Organisms, Vol. 45.

Steel, R.G.D and J.H. Torrie, 1991. Principles and Procedures of Statistics.McGraw-Hill, Book Company, INC., London

Stickney, R.R., 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons. NewYork

Subjakto, S., 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Vannamei . Juknis.Balai Budidaya Air Payau, Situbondo.

Sudjana, 1989. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi Ketiga. PenerbitTarsito. Bandung.

Tacon, A., 1987. The Nutrition and Feeding of Farmed and Shrimp.Feeding Methods. The Field Document No. 7/B., FAO-Italy.

Wickins, J.F. and D.O.C. Lee. 2002. Crustacean Farming, Ranching and Culture. Blackwell Science.Oxford

Widigdo, B dan K. Soewardi. 1999. Standard Operation Procedure (SOP)Budidaya Udang Windu di Proyek Pandu TIR Karawang . KerjasamaPPTIR Karawang dengan FPIK IPB. Bogor.

Page 25: Proposal Rjl

5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 25/25

 

25

Wootton, R. J., 1995. Ecology of Teleost Fishes. Chapman and Hall.New York.

Wyban, J.A. and J.N. Sweeney, 1991. Intensif Shrimp ProductionTechnology . The Oceanic Institut Shrimp Manual. The OceanicInstitute, Honolulu.