Upload
irha-maya
View
259
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 1/25
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan dalam
program revitalisasi perikanan. Pada awalnya, jenis udang yang
dibudidayakan di air payau adalah udang putih windu (Litopenaeus
vannamei), namun setelah mewabahnya penyakit yang mengakibatkan
menurunnya usaha budidaya udang windu, pemerintah kemudian
mengintroduksi udang putih untuk membangkitkan kembali usaha
perudangan di Indonesia sekaligus sebagai upaya untuk mendiversifikasi
komoditas perikanan.
Udang putih merupakan salah satu jenis udang yang telah menjadi
perhatian dunia perikanan karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan
mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagaimana ditunjukkan dengan
semakin meningkatnya permintaan pasar udang putih, baik di dalam
maupun luar negeri. Hal ini berarti peluang untuk mengembangkan
komoditas udang putih semakin tinggi. Oleh karena itu, setelah melalui
serangkaian penelitian dan kajian, maka pemerintah melalui SK Menteri KP
No. 41/2001 secara resmi melepas udang putih sebagai varietas unggul
pada tanggal 12 juli 2001 (Poernomo, 2002).
Udang putih memiliki beberapa keunggulan dibanding spesies udang
lainnya. Menurut Subjakto (2005), komposisi daging udang putih (66-68%)
lebih tinggi dibandingkan udang windu. Tingkat kelulusanhidup (sintasan)
udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al , 2000), bahkan dapat
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 2/25
2
mencapai 91% dengan produktivitas lebih dari 13.600 kg/ha (Boyd dan
Clay, 2002). Selain itu, udang putih memiliki toleransi salinitas yang luas
atau euryhalin (Haliman dan Adijaya, 2005) sehingga dapat dipelihara di
daerah perairan pantai dengan kisaran salinitas 1-40 ppt (Bray et al., 1994).
Tingginya tingkat sintasan udang putih dikarenakan benihnya sudah
dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga
benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. Benur
udang putih juga sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free),
yaitu benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit ( pathogen), sehingga
memudahkan petambak dalam proses budidaya. Kelulushidupan udang
putih juga dipengaruhi oleh daya tahannya terhadap penyakit. Udang
putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit
White Spot Syndrome Virus (WSSV), meskipun ditemukan pula beberapa
kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001).
Benih merupakan salah satu faktor produksi yang sangat berperan
penting dalam menunjang keberhasilan budidaya. Lahan budidaya yang
begitu ideal yang disertai pengelolaan yang sangat intensif akan sia-sia jika
tanpa diimbangi dengan kualitas dan kuantitas benih yang baik. Benih
merupakan cetak biru (blue print) dari produk yang dihasilkan oleh kegiatan
budidaya. Cetak biru yang dimaksud mencakup dimensi yang luas, seperti
sintasan, pertumbuhan, komposisi kimia, umur panen, ketahanan terhadap
hama dan penyakit, dan lain lain. Dengan demikian, manajemen
pembenihan merupakan salah satu faktor penentu dalam menghasilkan
kualitas dan kuantitas produksi yang optimal.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 3/25
3
Pada sistem manajemen pembenihan, pakan merupakan salah satu
dari empat komponen input penting selain ketiga komponen input lainnya,
yakni benih itu sendiri sebagai objek pembenihan, air sebagai media
pembenihan, dan bak atau tangki sebagai wadah pembenihan.
Penggunaan pakan yang berkualitas dapat meningkatkan laju pertumbuhan
organisme. Namun, pakan yang berkualitas pada umumnya juga memiliki
harga yang tinggi sehingga dapat membebani total biaya produksi. Selain
itu, manajemen pakan yang kurang tepat berakibat pada penurunan
efisiensi pemanfaatan pakan. Demikian juga dengan kualitas pakan yang
dapat menurun dikarenakan berbagai faktor penyebab. Fenomena-
fenomena terkait dengan pakan tersebut perlu mendapat perhatian yang
serius dalam kegiatan pembenihan.
Untuk menunjang proses fisiologis dalam rangka menopang
pertumbuhan dan sintasan dibutuhkan makanan sebagai sumber energi.
Pada stadia larva, sumber makanan yang biasa digunakan adalah
makanan alami, namun penggunaaan pakan alami yang berlanjut secara
praktis dan ekonomis tidak menguntungkan. Demikian juga kandungan gizi
pakan alami seringkali sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
pascalarva udang putih. Oleh karena itu pemberian pakan buatan yang
tepat (waktu dan jenis) merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan
dalam manajemen pemberian pakan. Pada konteks tersebut diperlukan
sebuah kajian untuk mengetahui waktu penggantian jenis pakan alami yang
tepat oleh pakan buatan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan
sintasan pascalarva udang putih.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 4/25
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh waktu penggantian pakan
alami oleh pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva
udang putih” ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu
penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap pertumbuhan dan
sintasan pascalarva udang putih. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai bahan informasi tentang saat yang tepat dalam penggantian
pakan alami oleh pakan buatan sehingga dapat lebih mengefisienkan
dan mengefektifkan penggunaan pakan dan memacu pertumbuhan
larva udang putih.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 5/25
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Udang Putih (Litopenaeus vannamei)
Udang putih merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di
Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Udang putih yang dikenal masyarakat
dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Udang vaname
dikenal dengan pasific white shrimp dan disebut udang putih karena
berwarna putih bening dengan corak kebiru-biruan.
Gambar 1. Udang Putih (Penaeus vannamei)
Taksonomi udang putih menurut klasifikasi Wyban dan Sweeney
(1991) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : MetazoaFilum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Familia : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 6/25
6
Seluruh bagian tubuh udang putih tertutup kerangka luar yang
terbuat dari chitin yang disebut eksoskeleton. Secara morfologis, tubuh
terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada
(chepalotorax ) dan bagian perut (abdomen). Chepalotorax tertutup oleh
kelopak kepala yang disebut carapacae. Bagian depan kerapas memanjang
dan meruncing disebut rostrum. Chepalotorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5
ruas pada kepala dan 8 ruas pada dada, serta 6 ruas pada abdomen
dengan ekor pada bagian belakangnya ( Wyban dan Sweeney, 1991).
Gambar 2. Morfologi Udang Putih (Penaeus vannamei)
Wyban dan Sweeney (1991) selanjutnya menguraikan bahwa pada
bagian chepalotorax terdapat antenula (sungut kecil), scophocerit
(sirip kepal), antenna (sungut besar), mandibula (rahang), dan maxilla yang
dilengkapi dengan maxsiliped . Kaki jalan (periopoda) sebanyak 5 pasang
yang pada kaki 1, 2, dan 3 terdapat capit pada bagian ujungnya yang
disebut chella. Pada bagian abdomen terdapat pleopoda (kaki renang)
sebanyak 5 pasang dan pada ruas keenam terdapat ekor (uropoda)
yang bagian ujungnya terdapat telson.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 7/25
7
Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa sifat-sifat penting
udang vannamei adalah aktif pada kondisi gelap (nokturnal), dapat hidup
pada kisaran salinitas lebar (euryhaline), suka memangsa sesama jenis
(kanibal), termasuk jenis pemakan segala (omnivora), tipe pemakan lambat
tetapi terus-menerus (continous feeder ), menyukai hidup di dasar tambak
(bentik), dan mencari makan lewat organ sensor (chemoreseptor ). Melalui
bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon makanan
dengan mendekati atau menjauhi sumber makanan. Bila makanan
mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan asam
lemak, maka udang akan mendekati sumber makanan tersebut. Secara
alami L. vannamei merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari
untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka
bersembunyi di dalam substrat atau lumpur. Namun di tambak budidaya
dapat dilakukan feeding dengan frekuensi yang lebih banyak untuk
memacu pertumbuhannya.
Udang mengalami pergantian kulit (moulting) secara periodik untuk
tumbuh, termasuk udang putih. Subjakto (2005) menjelaskan bahwa waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan moulting tergantung jenis dan umur
udang. Saat udang masih kecil (fase tebar), proses moulting terjadi setiap
hari dan biasanya terjadi pada malam hari. Sejalan dengan bertambahnya
umur, siklus moulting semakin lama, antara 7 – 20 hari sekali. Nafsu makan
udang mulai menurun pada 1 – 2 hari sebelum moulting dan aktivitas
makannya berhenti total sesaat akan moulting. Persiapan yang dilakukan
udang putih sebelum moulting adalah menyimpan cadangan makanan
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 8/25
8
berupa lemak di dalam kelenjar pencernaan. Wyban dan Sweeney (1991)
menyatakan bahwa pertumbuhan udang putih tergantung dua faktor, yaitu
frekuensi moulting (waktu antara moulting) dan peningkatan pertumbuhan
(berapa pertumbuhan setiap moulting baru). Kecepatan pertumbuhan
merupakan fungsi kedua faktor tersebut, namun akan menurun apabila
kondisi lingkungan dan nutrisi tidak cocok (Wickins dan Lee, 2002).
B. Pakan
Setiap kegiatan usaha budidaya perikanan selalu mengharapkan
keuntungan yang diperoleh dari pertumbuhan organisme peliharaan, baik
pertumbuhan bobot maupun pertumbuhan panjang. Pertumbuhan tersebut
terjadi karena adanya sisa energi setelah digunakan untuk proses
metabolisme, respirasi, pencernaan, dan proses fisiologis lainnya. Energi
tersebut diperoleh dari energi yang terkandung dalam pakan yang dimakan
oleh organisme yang dipelihara (Mudjiman, 2008).
Pakan harus mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang bagi
kebutuhan udang putih. Nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam pertumbuhan organisme. Seperti halnya hewan lainnya,
udang putih juga memerlukan nutrien tertentu dalam jenis dan jumlah
tertentu untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan pertahanan diri
terhadap penyakit. Nutrien secara makro meliputi protein, lemak, dan
karbohidrat. Menurut Tacon (1987), pakan yang baik bagi udang putih
adalah pakan yang mengandung protein minimal 30% dengan kestabilan
pakan dalam air minimal bertahan selama 3-4 jam setelah ditebar.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 9/25
9
Konsentrasi lemak dalam pakan komersial untuk induk udang berkisar 10%
dan 3% lebih tinggi untuk benih udang. Kandungan karbohibrat untuk
makanan larva udang diperkirakan lebih rendah 20%. Jika pakan yang
diberikan pada udang putih mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi, maka
tidak saja memberikan kehidupan pada udang tersebut, tetapi juga akan
mempercepat pertumbuhannya.
Menurut Mudjiman (2008), pakan ikan termasuk udang, secara
umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
1. Pakan alami (natural feed), yaitu pakan yang tumbuh sendiri di tempat
pemeliharaan organisme yang bersangkutan. Jenis pakan alami dapat
berupa bahan nabati maupun hewani, tergantung pada jenis organisme
yang dibudidayakan. Jenis-jenisnya dapat berupa plankton (fitoplankton
dan zooplankton), alga filamen (lumut), alga dasar (kelekap), detritus
campur bakteri dan cendawan, organisme bentos, nekton, dan lain-lain.
Pakan ini diperoleh dari pengambilan di alam, tetapi beberapa
diantaranya melalui kultur makan alami.
2. Pakan buatan (artificial feed), yaitu pakan yang sengaja disiapkan dan
dibuat yang terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang kemudian
diproses lebih lanjut sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya.
Pakan ini dapat digunakan sebagai pakan tambahan, yaitu pelengkap
kebutuhan organisme peliharaan selaian pakan alami maupun sebagai
pakan lengkap, yaitu pakan yang diberi untuk mengganti seluruh
kebutuhan makanan organisme peliharaan. Keunggulan pakan buatan,
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 10/25
10
antara lain : lebih mudah diperoleh, lebih tahan lama, kandungan gizi,
bentuk dan ukuran dapat diatur, dan lain-lain.
Adiwidjaya, dkk.(2005) menguraikan bahwa program pemberian
pakan pada budidaya udang putih merupakan langkah awal yang harus
diperhatikan untuk menentukan jenis, ukuran frekuensi, dan total kebutuhan
pakan selama masa pemeliharaan Nutrisi dan pemberian pakan
memegang peranan penting untuk kelangsungan usaha budidaya hewan
akuatik. Oleh karena itu, upaya perbaikan komposisi nutrisi dan perbaikan
efisiensi penggunaan pakan tambahan perlu dilakukan guna menigkatkan
produksi hasil perikanan budidaya dan mengurangi biaya pengadaan
pakan, serta meminimalkan produksi limbah pada media budidaya,
sehingga dapat tercipta budidaya udang yang berkelanjutan (Adiwidjaya et
al, 2005). Pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mungkin dengan
memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dimana
ikan/udang diberi pakan. Penerapan feeding ragim hendaknya disesuikan
dengan tingkah laku kultivan, serta siklus alat pencernaan guna
memaksimalkan penggunaan pakan (Tacon, 1987).
Penggunaan pakan yang efisien dalam usaha budidaya sangat
penting kerena pakan merupakan faktor produksi yang paling tinggi
biayanya. Salah satu metode untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan
pakan adalah dengan metode Feed Conversion Ratio (FCR). FCR adalah
perbandingan antara berat pakan yang digunakan dengan jumlah berat
ikan/udang yang dihasilkan. Pakan buatan untuk ikan dan udang berkisar
antara 2,0 – 2,5 atau kurang dari itu, di mana semakin rendah nilai FCR-
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 11/25
11
nya, berarti semakin efisien (Mudjiman, 2008) dan konversi pakan udang
putih menurut (Boyd dan Clay,2002) berkisar 1,3 – 1,4.
C. Sintasan dan Pertumbuhan
Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai
perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan
dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam
bentuk persen, di mana semakin besar nilai persentase menunjukkan
makin banyak organisme yang hidup selama pemeliharaan
(Effendie, 2002). Faktor lingkungan dan makanan merupakan hal yang
paling mempengaruhi tingkat kelulusan hidup organisme secara
langsung (Holliday, 1969).
Pertumbuhan adalah sebuah perubahan ukuran dari individu,
biasanya meningkat serta dapat diukur dalam unit-unit panjang, berat atau
energi (Wootton, 1995). Definisi sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan
sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu,
sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah atau
kuantitas (Effendie, 2002).
Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa beberapa aspek yang
berkaitan dengan pertumbuhan individu terutama yang berkaitan
proses fisiologis adalah regenerasi, metamorfosa dan moulting .
Regenerasi berkaitan dengan kondisi binatang/hewan yang memiliki
kemampuan untuk menyusun kembali jaringan/bagian tubuh yang telah
hilang, baik pada waktu proses fisiologis normal maupun rusak karena luka.
Metamorfosa dihubungkan dengan reorganisasi jaringan pada stadia pasca
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 12/25
12
embrio yang biasanya dialami suatu organisme dalam rangka
mempersiapkan diri untuk hidup dalam suatu habitat yang berbeda.
Pengertian moulting berkenaan dengan proses pelepasan secara
periodik cangkang yang sudah tua dan pembentukan cangkang baru
dengan ukuran yang lebih besar.
Pada krustase (udang), pertumbuhan terjadi secara berkala setelah
pergantian kulit. Pertambahan panjang dan bobot tubuh akan terhambat
bila tidak didahului oleh ganti kulit. Seperti halnya arthropoda lain,
pertumbuhan udang vaname tergantung dua faktor, yaitu frekuensi
moulting (waktu antara moulting ) dan peningkatan pertumbuhan (berapa
pertumbuhan setiap moulting baru) (Wyban dan Sweeney, 1991).
Kecepatan pertumbuhan merupakan fungsi kedua faktor tersebut, namun
akan menurun apabila kondisi lingkungan dan nutrisi tidak cocok
(Wickins dan Lee, 2002).
Jika dilihat lebih lanjut sebenarnya pertumbuhan merupakan proses
biologis yang kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya.
Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari
pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input
energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan. Bahan yang
berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk metabolism dasar,
pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau
mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahan-bahan tidak berguna
akan dikeluarkan dari tubuh melalui eksresi. Apabila terdapat bahan
berlebih dari keperluan tersebut akan dibuat sel baru sebagai penambahan
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 13/25
13
unit atau penggantian sel dari bagian tubuh. Secara keseluruhan
resultannya merupakan perubahan ukuran (Effendie, 2002).
D. Kualitas Air
Air beserta kandungan yang terlarut didalamnya merupakan
media bagi kehidupan organisme perairan. Setiap jenis organisme perairan
dapat hidup dan melakukan semua aktifitas kehidupan dengan baik
jika ditunjang oleh kualitas perairan, baik secara fisik, kimia maupun
biologi. Kelangsungan hidup organisme perairan ditentukan oleh
kualitas perairannya. Udang putih mempunyai kisaran kualitas air
tertentu dan toleransi berbeda-beda untuk melangsungkan aktifitas
kehidupannya dengan baik. Beberapa paramater kualitas air yang penting
dalam budidaya udang putih adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut,
pH, dan amoniak.
Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan
organisme perairan (Effendi, 2003). Menurut Boyd (1991) bahwa laju
biokimia akan meningkat 2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Cholik
dan Ahmad (1981) menyatakan suhu optimal bagi pertumbuhan udang
antara 27 – 290C, sedangkan menurut Haliman dan Adijaya (2005) bahwa
suhu optimal bagi pertumbuhan udang putih adalah 26 – 320C .
Salinitas merupakan faktor yang secara langsung dapat
mempengaruhi kehidupan organisme, yakni jumlah pakan yang dikonsumsi,
laju pertumbuhan, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup
(Kinne, 1964). Salah satu aspek fisiologis organisme yang dipengaruhi oleh
salinitas adalah tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 14/25
14
dalam cairan tubuh (Holliday, 1969). Perbedaan konsentrasi cairan tubuh
ikan dengan konsentrasi lingkungannya akan mengganggu kelangsungan
poses fisiologis yang normal dalam tubuh ikan. Untuk mengatasi hal
tersebut ikan akan melakukan proses osmoregulasi. Apabila salinitas
meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih
banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk
pertumbuhan (Haliman dan Adijaya, 2005). Udang putih dapat tumbuh
optimal pada salinitas 15 – 25 ppt, bahkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pada salinitas 5 ppt masih layak untuk pertumbuhan
udang putih (Soemardjati dan Suriawan, 2006). Menurut McGrow dan
Scarpa (2003), udang vanamei dapat hidup pada kisaran salinitas yang
lebar dari 0,5 – 45 ppt.
Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting bagi
kehidupan organisme, baik untuk respirasi organisme maupun
dekomposisi bahan organik dalam perairan. Stickney (1979) menyatakan
bahwa kekurangan oksigen terlarut akan membahayakan organisme air
karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena penyakit, dan bahkan
kematian. Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa kandungan
oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang.
Kadar oksigen terlarut yang optimum bagi udang adalah di atas 4 mg/l
(Chien, 1992). Menurut Suprapto (2005), kadar oksigen optimal untuk
budidaya udang vanamei > 3 mg/l dengan toleransi 2 mg/l.
Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman suatu perairan dan
mewakili konsentrasi ion-ion hidrogen (Effendi, 2003). Udang dapat hidup
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 15/25
15
baik pada pH 6 – 9 (Boyd, 1991). Konsentrasi pH air akan berpengaruh
terhadap nafsu makan udang dan reaksi kimiawi di dalam air. Selain itu pH
air yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam ganti kulit dimana kulit
menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah (Chien, 1992).
Wyban dan Sweeny (1991) mengemukakan bahwa kisaran pH air yang
cocok untuk budidaya udang vanamei secara intensif antara 7,4 – 8,9
dengan nilai optimum 8,0.
Amoniak merupakan salah satu hasil sampingan dari proses
perombakan bahan organik di dalam air yang bersifat racun. Kandungan
amoniak sangat terkait dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan
oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan amoniak menjadi
rendah karena dioksidasi menjadi NH4 yang dapat dimanfaatkan oleh
fitoplankton dalam proses fotosintesis (Widigdo dan Soewardi, 1999).
Menurut Cholik dan Ahmad (1981), amonia merupakan penyebab yang
secara langsung dapat menurunkan sintasan. Toksisitas amoniak
meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3
yang relatif aman untuk udang adalah di bawah 0,1 mg/l (Liu, 1989).
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 16/25
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama kurang lebih
1 bulan (Januari sampai dengan Februari 2012) di Laboratorium Politeknik
Pertanian (Politani) Negeri Pangkep, Kecamatan Segeri Mandalle
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Metode dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen
laboratoris, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data-
data yang dilakukan dengan percobaan di laboratorium dan pengamatan
secara langsung dan sistematis terhadap kejadian-kejadian obyek yang
diteliti (Sudjana, 1989). Rancangan percobaan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan setiap perlakuan diulang
sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit satuan percobaan. Tata letak
satuan percobaan setelah di acak dapat dilihat pada gambar berikut :
B2
A2
B1
C3
E1
D2
C2
E3
A1
D3
D1
B3
E2
A3
C1
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 17/25
17
Gambar 3. Tata Letak Satuan Percobaan
Perlakuan yang diujicobakan adalah waktu penggantian pakan alami
oleh pakan buatan pada masa percobaan pascalarva udang putih dengan
urutan perlakuan sebagaimana tersaji pada tabel berikut :
Tabel 1. Perlakuan Percobaan
Perlakuan A : Pemberian pakan buatan selama masa percobaan
Perlakuan B :Waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan padahari ke-7 masa percobaan
Perlakuan C :Waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan padahari ke-14 masa percobaan
Perlakuan D :Waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan padahari ke-21 masa percobaan
Perlakuan E : Pemberiaan pakan alami selama masa percobaan
C. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat dan digunalan pada penelitian ini disajikan pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Bahan dan Alat Penelitian
No. N a m a Keterangan
1 Benih udang putih (PL7) Hewan uji
2 Pakan Chironomus sp Pakan alami
3 Pakan komersil Pakan buatan
4 Akuarium Wadah percobaan
5 Air payau Media uji
6 Aerator Aerasi media uji
7 Saringan Penyaringan media uji
8 Selang Penyiponan
9 Timbangan elektrik Pengukuran berat larva dan dosis pakan
10 Bak fiber glass Penampungan hewan dan media uji
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 18/25
18
11 Termometer Pengukuran suhu
12 Refraktometer Pengukuran salinitas
13 DO Meter Pengukuran oksigen terlarut
14 pH Meter Pengukuran pH
15 Spektrofotometer Pengukuran amoniak
D. Prosedur dan Pengambilan Data Penelitian
Penelitian diawali dengan tahap persiapan alat dan bahan penelitian.
Pascalarva udang putih yang digunakan sebagai hewan uji adalah PL7
sebanyak 375 ekor yang didapatkan dari salah satu tempat pembenihan
udang putih di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Hewan uji ini ditampung
selama 1 hari pada bak penampungan yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Air yang digunakan sebagai media penampungan dan media
percobaan diambil dari tempat pembenihan di mana hewan uji tersebut
diperoleh. Sebelum air tersebut di bawa, terlebih dahulu diukur parameter
kualitas airnya sebagai acuan penyesuaian jika terjadi perubahan saat di
lokasi percobaan.
Wadah percobaan berupa akuarium sebanyak 15 unit dengan
ukuran 60 x 40 x 30 cm dibersihkan dan dibilas dengan air bersih.
Selanjutnya wadah tersebut diatur secara acak menurut tata letak satuan
percobaan. Kemudian masing-masing unit akuarium di isi air dengan
volume 50 liter per akuarium dan diaerasi selama 1 hari sehingga kelarutan
oksigennya jenuh.
Setelah alat dan bahan percobaan telah dipersiapkan, selanjutnya
hewan uji dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak 25 ekor per akuarium.
Sebelum hewan uji dimasukkan, parameter kualitas air masing-masing
wadah diukur dan diatur agar parameternya relatif homogen dan berada
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 19/25
19
dalam kisaran yang dapat ditolerir. Demikian juga dengan ukuran hewan uji
terlebih dahulu diseleksi dan ditimbang agar beratnya relatif seragam dan
sekaligus digunakan sebagai data berat awal hewan uji.
Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum dengan kombinasi
pakan alami dan pakan buatan berdasarkan perlakuan. Jika dalam wadah
perlakuan masih terdapat pakan yang tersisa, maka pemberian pakan
dikurangi. Dosis pakan per hari ditentukan berdasarkan pendekatan
biomassa, yaitu 10 – 20% dari berat biomassa (Subjakto, 2005) dengan
frekuensi pemberian 4 kali dalam sehari (jam 06.00 pagi, jam 12.00 siang,
jam 18.00 sore, dan jam 24.00 malam).
Selama percobaan berlangsung kualitas air dipertahankan pada
kisaran yang optimal masing-masing paramater. Penggantian air dilakukan
setiap hari sebanyak 30 – 40% (Subjakto, 2005) dengan air pengganti yang
telah dipersiapkan sebelumnya dan dilaksanakan sebelum pemberian
pakan pada siang hari. Kotoran dan sisa pakan yang tertinggal di dasar
wadah di sipon setiap hari dan sisa pakan tersebut dihitung sebagai pakan
tak terkonsumsi. Penyiponan sisa-sisa pakan dilakukan sekali sehari
sebelum penggantian air.
Pengambilan data penelitian terkait dengan pertumbuhan dan
sintasan dilakukan melalui pengukuran berat dan jumlah hewan uji setiap
7 hari selama 28 hari masa percobaan. Hewan uji ditimbang sebanyak
5 ekor sampel dari setiap unit percobaan dan hasil pengukuran tersebut
selanjutnya digunakan untuk menentukan rata-rata berat individu pada
penghitungan laju pertumbuhan. Jumlah hewan uji juga dihitung dari setiap
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 20/25
20
unit percobaan dan hasil perhitungan tersebut selanjutnya digunakan untuk
menentukan sintasan. Parameter kualitas air diukur di tempat percobaan
(insitu) dengan alat ukur tertentu dan dilakukan setiap hari.
E. Peubah Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh
pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva udang putih,
maka peubah atau parameter yang diukur dalam penelitian ini diuraikan
sebagai berikut :
1. Pertumbuhan
Peubah yang diukur sebagai indikator pertumbuhan hewan uji adalah
pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik harian yang dihitung
dengan berpedoman pada rumus sebagai berikut :
a. Pertumbuhan Mutlak :
W = Wt – Wo
Dimana :
W = Pertumbuhan mutlak rata-rata hewan uji (gram)
Wt = Berat rata-rata hewan uji pada akhir percobaan (gram)
Wo = Berat rata-rata hewan uji pada awal percobaan (gram)
(Effendie, 2002)
b. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian :
Ln Wt – Ln Wo
SGR = ---------------------------- x 100%t
Dimana :
SGR = Specific Growth Rate atau Laju pertumbuhan spesifik harianhewan uji (%/hari)
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 21/25
21
Wt = Berat rata-rata hewan uji pada akhir percobaan (gram)
Wo = Berat rata-rata hewan uji pada awal percobaan (gram)
t = Periode waktu pemeliharaan (hari)(Effendie, 2002)
2. Sintasan
Sintasan atau kelangsungan hidup hewan uji dihitung dengan
berpedoman pada rumus sebagai berikut :
Nt
SR = --------- x 100%
No
Dimana :
SR = Survival Rate atau sintasan hewan uji (%)
Nt = Jumlah hewan uji pada akhir percobaan (ekor)
No = Jumlah hewan uji pada awal percobaan (ekor)
(Effendie, 2002)
3. Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan atau Food Convertion Rate (FCR) dihitung
dengan berpedoman pada rumus sebagai berikut :
Wpkn
FCR = ------------------- x 100Wt – Wo
Dimana :
FCR = Rasio konversi pakan
Wpkn = Jumlah pakan yang dikonsumsi (gram)
Wt = Berat hewan uji pada akhir percobaan (gram)
Wo = Berat hewan uji pada awal percobaan (gram)
(New, 1987)
4. Kualitas Air
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 22/25
22
Paramater kualitas air yang digunakan sebagai media uji percobaan
diukur dengan alat, metode, dan waktu pengukuran sebagaimana yang
tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat, Metode dan Waktu Pengukuran Parameter Kualitas Air
No. Paramater Alat Ukur Metode Ukur Waktu Ukur
1 Suhu (oC) Termometer Insitu Setiap hari
2 Salinitas (ppt) Refraktometer Insitu Setiap hari
3 O2 terlarut (ppm) DO Meter Insitu Setiap hari
4 pH pH Meter Insitu Setiap hari
5 Amoniak (ppm) Spektrofotometer Insitu Setiap hari
F. Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh
pakan buatan terhadap pertumbuhan dan sintasan pascalarva udang putih,
maka data dianalisis melalui analisis ragam dengan tingkat kepercayaan
95%. Jika terdapat perbedaan antar nilai tengah perlakuan, maka data
dianalisis lanjut dengan uji Duncan untuk mengetahui beda nyata antar
perlakuan (Steel dan Torrie, 1991).
Data parameter kualitas air ditabulasi dan diintepretasikan secara
deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu
yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa
sebab-sebab dan pengaruh dari suatu gejala tertentu (Nazir, 1998).
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 23/25
23
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaya, A., Triyono, Herman, Aris Supramono dan Subiyanto, 2005.Manajemen Pakan dan Pendugaan Populasi Pada Budidaya Udang .DKP. Ditjen. Perikanan Budidaya. BPBAP. Jepara.
Affandi, R. dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air . Unri Press. Riau.
Boyd, C.E., 1991. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Auburn University. ES. Publishing Company Inc. New York.
Boyd, C.E. and Clay, J.W., 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive Shrimp Aquaculture System. Work in Progress for Public Discussion. Published by the Consorsium.
Bray, W.A., A.L. Lawrence, Leung-Trujillo J.R., 1994. The Effect of Salinity on Growth and Survival of Penaeus vannamei, with Observations onthe Interaction of IHHN Virus and Salinity . Aquaculture.
Chien, Y.H., 1992. Water Quality Requirements and Management for Marine Shrimp Culture. World Aquaculture Society, USA
Cholik, F. dan T. Ahmad, 1981. Studi Pendahuluan : Pengaruh Starvasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Udang Putih. Bulletin PenelitianPerikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Duraippah, Israngkura, A., Sae Hae, S., 2000. Sustainable ShrimpFarming: Estimation of Survival Fuction. CREED Publicion, WP. No.31.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaaan Sumberdaya danLingkungan Perairan. Jurusan MSP FPIK IPB. Bogor.
Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Haliman, R.W. dan D. Adijaya., 2005. Udang Vannamei . Swadaya. Jakarta.
Holliday, F.G.T., 1969. The Effect of Salinity on the Eggs and Larvae of Teleostei .
Kinne, O., 1964. The effect of Temperature and Salinity on Marine and Brakhiswater Animals. Oceanography and Marine Biology Annual.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 24/25
24
Liu, C.I. 1989. Shrimp Disease, Prevention and Treatment . Soybeans, America Soybean Association, USA.
McGraw, W.J. and J. Scarpa.. 2003. Minimum Environmental Potassium for Survival of Pasific White Shrimp Litopenaeus vannamei (Bonne) inFreshwater . Journal of Shellfish Research.
Mudjiman, Ahmad, 2008. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nazir, 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.
New, M.B., 1987. Feed and Feeding of Fish dan Shrimp. United NationsDevelopment Programme. FAO. Rome, Italy.
Poernomo, A., 2002. Perkembangan Udang Putih Vannamei (Penaeusvannamei) di Jawa Timur . Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang.Makassar, 19 Oktober 2002.
Soemardhati, W. dan A. Suriawan, 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vanname di Tambak. Balai Budidaya Air Payau, Situbondo.
Suprapto, 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vanamei. CV. Biotirta,Bandar Lampung
Soto, M.A., Shervette, V.R.,Lotz, J.M., 2001, Transmission of White Spot Syndrome Virus (WSSV) to Litopenaeus vannamei from Infected Cephalothorax, Abdomen, or Whole Shrimp Cadaver . Disease of
Aquatic Organisms, Vol. 45.
Steel, R.G.D and J.H. Torrie, 1991. Principles and Procedures of Statistics.McGraw-Hill, Book Company, INC., London
Stickney, R.R., 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons. NewYork
Subjakto, S., 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Vannamei . Juknis.Balai Budidaya Air Payau, Situbondo.
Sudjana, 1989. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi Ketiga. PenerbitTarsito. Bandung.
Tacon, A., 1987. The Nutrition and Feeding of Farmed and Shrimp.Feeding Methods. The Field Document No. 7/B., FAO-Italy.
Wickins, J.F. and D.O.C. Lee. 2002. Crustacean Farming, Ranching and Culture. Blackwell Science.Oxford
Widigdo, B dan K. Soewardi. 1999. Standard Operation Procedure (SOP)Budidaya Udang Windu di Proyek Pandu TIR Karawang . KerjasamaPPTIR Karawang dengan FPIK IPB. Bogor.
5/14/2018 Proposal Rjl - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/proposal-rjl 25/25
25
Wootton, R. J., 1995. Ecology of Teleost Fishes. Chapman and Hall.New York.
Wyban, J.A. and J.N. Sweeney, 1991. Intensif Shrimp ProductionTechnology . The Oceanic Institut Shrimp Manual. The OceanicInstitute, Honolulu.