37
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat adalah status kesehatan. Faktor – faktor yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah faktor lingkungan, keadaan sosial- budaya, kondisi ekonomi dan genetik. Faktor paling dominan menurut Blume adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri. Pendapat ini didukung teori tentang kejadian suatu penyakit atau gangguan kesehatan pada manusia yaitu teori timbangan interaksi (John Gordon) yang terdiri dari 3 komponen yaitu host (manusia), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan). Perubahan kualitas lingkungan hidup manusia sangat besar pengaruhnya terhadap intensitas agent penyakit dan daya tahan manusia terhadap penyakit. Kesehatan lingkungan sebagai hubungan timbal 1

PROPOSAL1.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

adadadadadadadadada

Citation preview

Page 1: PROPOSAL1.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat adalah status kesehatan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah faktor

lingkungan, keadaan sosial- budaya, kondisi ekonomi dan genetik. Faktor paling

dominan menurut Blume adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri. Pendapat ini

didukung teori tentang kejadian suatu penyakit atau gangguan kesehatan pada

manusia yaitu teori timbangan interaksi (John Gordon) yang terdiri dari 3 komponen

yaitu host (manusia), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan).

Perubahan kualitas lingkungan hidup manusia sangat besar pengaruhnya terhadap

intensitas agent penyakit dan daya tahan manusia terhadap penyakit. Kesehatan

lingkungan sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan

mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Nelson, MD., 1996) hal ini menjelaskan

akan arti pentingnya hubungan lingkungan dengan kesehatan manusia.1,2

Kualitas lingkungan perairan di Indonesia sekarang ini banyak yang

mengalami permasalahan karena adanya pencemaran. Satu diantara akibat dari

pencemaran adalah terjadinya peningkatan penyakit bawaan air (diare dan penyakit

kulit). Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan Wangsaatmaja (Departemen Teknik

Lingkungan ITB, 2007 ) di bantaran Sungai Citarum Jawa Barat telah dibuktikan ada

1

Page 2: PROPOSAL1.docx

hubungan yang bermakna antara lokasi disepanjang sungai Citarum Hulu (hulu-hilir)

dengan kejadian penyakit bawaan air. Resiko menderita penyakit bawaan tertinggi di

Ciserung dengan nilai OR sebesar 276 untuk penyakit kulit dan 14,636 untuk

penyakit diare (potensi banjir tertinggi setiap tahunnya ), Katapang dan Nanjung nilai

OR untuk penyakit kulit 0,866 dan 0,479 dan penyakit diare sebesar 1,178 dan 2,029,

Andir dan Cijeruk OR untuk penyakit kulit sebesar 26,833 dan 1,568 dan untuk

penyakit diare sebesar 5,664 dan 1,178. 9,10

Penting bagi anda juga untuk memahami atau memiliki pengetahuan dasar

tentang struktur dan fungsi normal dari suatu organ sebelum anda berharap bisa

memahami struktur dan fungsi yang abnormal. Kulit seperti lapisan penghias pada

‘kue’ anatomi. Kulit bagaikan kertas pembungkus yang memberikan keindahan, dan

tanpanya Anda bukan hanya tampak tidak menarik, tetapi berbagai fenomena

fisiologis yang tidak menyenangkan bisa membawa Anda kea rah kematian. Anda

mungkin tidak pernah merungkan secara dalam mengenai kulit anda, kecuali pada

saat anda terbuai oleh kekaguman pada diri sendiri, atau bila kulit anda sudah cacat

akibat suatu kelainan. Karena itu, harapan kami Anda menyadari bahwa kulit adalah

organ yang benar-benar luar biasa. Kulit terdiri atas dua lapisan, yaitu dermis dan

epidermis. Epidermis yang merupakan bagian terluar dan aksesosi-

aksesorisnya(rambut, kuku, kelenjar sabasea, dan kelenjar keringat) berasal dari

lapisan ectoderm embrio. Dermis berasal dari mesoderm. 14

2

Page 3: PROPOSAL1.docx

Oleh karena itu, karena kurangnya penelitian dan banyaknya penderita

penyakit kulit maka dari itu kami akan melakukan penelitian tentang hubungan antara

penggunaan air sungai terhadap timbulnya penyakit kulit di desa Maroangin

kec.Maiwa.

B. RUMUSAN MASALAH :

1. Apakah terdapat hubungan penggunaan air sungai terhadap timbulnya penyakit

kulit di desa Maroangin Kec.Maiwa?

C. TUJUAN PENELITIAN:

Tujuan umum :

1. Untuk mengetahui hubungan penggunaan air sungai terhadap penyakit kulit

Tujuan khusus :

1. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai

berdasarkan umur.

2. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai

berdasarkan jenis kelamin

3. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai

berdasarkan pekerjaan

3

Page 4: PROPOSAL1.docx

4. Mengetahui frekuensi beberapa penyakit kulit akibat pencemaran air sungai

berdasarkan status social.

5. Mengetahui adanya hubungan penggunaan air sungai dengan timbulnya penyakit

kulit di desa Maroangin Kec.Maiwa

D. MANFAAT PENELITIAN:

Bagi Peneliti :

1. mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya penyakit kulit

2. dapat mengatasi permasalahan penyakit kulit yang terjadi di masyarakat

bagi pembaca :

1. sebagai bahan ajar tentang hubungan penggunaan air sungai terhadap penyakit

kulit.

2. Dapat mengerti tentang dampak penggunaan air sungai terhdap kulit

4

Page 5: PROPOSAL1.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENYAKIT KULIT

2.1.1. STRUKTUR KULIT

Kulit terdiri atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis

merupakan lapisan terluar , dan aksesori-aksesorinya ( rambut, kuku, kelenjar

sabasea, dan kelenjar keringat) berasal dari lapisan ectoderm embrio. Dermis berasal

dari mesoderm. 14

a. Epidermis

Epidermis merupakan epitel gepeng (skuamosa) berlapis, dengan beberapa

lapisan yang terlihat jelas. Jenis sel yang utama disebut keratinosit. Keratinosit

merupakan hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam stratum

basale (lapisan basal) , tumbuh terus kearah permukaan kulit, dan sewaktu bergerak

ke atas keratinosit mengalami proses yang disebut diferensiasi terminal untuk

membentuk sel-sel lapisan permukaan (stratum korneum). Komponen-komponen

kerangka dalam dari semua sel tersebut disebut filament intermediet, yang didalam

sel-sel epitel tersusun dari sekelompok protein berserabut yang disebut keratin,

masing-masing dihasilkan oleh gen yang berlainan. Adanya mutasi pada gen-gen

tersebut dapat menyebabkan penyakit kulit tertentu. Selama diferensiasi. Filamen-

5

Page 6: PROPOSAL1.docx

filamen keratin pada korneosit beragregasi dibawah pengaruh filaggrin. Proses

agregasi disebut keratinisasi, dan berkas-berkas filament membentuk suatu jaringan

intraselular kompleks yang terbenam dalam matriks protein amorf yang merupakan

derivate dari granula-granulakeratohialin pada stratum granulosum (lapisan granular).

Suatu sel dari stratum basale (stratum basal) membutuhkan waktu kurang lebih 8-10

minggu untuk mencapai permukaan epidermis (epidermal transit time), dan sel-sel

yang hilang dari permukaan sama banyaknya dengan sel-sel yang diproduksi pada

stratum basale sehingga ketebalan epidermis selalu tetap. Keseimbangan ini

dipertahankan oleh stimulator-stimulator dan inhibitor-inhibitor pertumbuhan seperti

epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor alfa dan beta. Sel-sel

pada permukaan kulit (skuamosa dan kornoesit) yang membentuk stratum korneum,

adalah sel-sel mati yang telah mengalami keratinisasi yang secara bertahap secara

terkikis oleh kerusakan yang terjadi setiap hari. Apabila anda mandi setelah sekian

hari tidak terkena air, perhatikan ketika anda menggosok diri dengan handuk, anda

akan mengikis butiran-butiran kecil keratin yang telah menumpuk karena kebiasaan

tidak sehat ini. Apabila gips pelapis diangkat dari suatu anggota tubuh anda yang

mengalami fraktur setelah beberapa minggu terpasang, maka dibagian tubuh itu

biasanya didapatkan suatu lapisan keratin permukaan yang tebal, yang untuk

menghilangkannya membutuhkan penanganan selama berjam-jam. 14

Stratum basale terdiri dari sel-sel kolumner yang melekat pada membran

basale, suatu struktur berlapis-lapis yang dari struktur inilah serabut-serabut yang

6

Page 7: PROPOSAL1.docx

melekat menyebar kedalam lapisan dermis superfisial. Berselang seling diantara sel-

sel basal terdapat melanosit-melanosit sel-sel dendrit besar yang berasal dari neuralis

yang berperan dalam produksi pigmen melanin. Melanosit mengandungorganel-

organel sitoplasma yang disebut melanosom, tempat pembentukan melanin dan

tirosin. Melanosom bermigrasi sepanjang dendrit dari melanosit, dan di transfer

kedalam keratinosit pada stratum spinosum(lapisan sel prikel). Pada orang-orang

yang berkulit putih melanosom mengelompok bersama membentuk ‘kompleks

melanosom’ yang terikat membrane dan secara bertahap yang berdegenerasi ketika

keratinosit bergerak menuju permukaan kulit. Pada orang-orang yang berkulit hitam,

jumlah melanositnya sama dengan kulit orang putih, tetapi melanosomnya lebih

besar, tetap terpisah, dan secara persisten memenuhi ketebalan epidermis. Stimulus

utama bagi pembentukan melanin yaitu radiasi ultraviolet (UV). Melanin melindungi

intisel pada epidermis terhadap pengaruh buruk dari radiasi UV. Warna kecoklatan

karena kulit terkena sinar matahari merupakan suatu mekanisme perlindungan yang

alami, dan bukan untuk keindahan! Neoplasma kulit sangat jarang terjadi pada orang-

orang berkulit gelap karena terlindung dari pengaruh buruk UV berkat banyaknya

kandungan melanin terhadap kulit mereka. Hal ini tidak terjadi pada orang-orang

berkulit terang yang kandungan melanin pada kulitnya kurang. 14

Nama stratum spinosum atau lapisan sel prikel (runcing) berasal dari

gambaran seperti paku yang dihasilkan oleh jembatan-jembatan interselular(desmosu)

yang menghubungkan sel-sel yang berdekatan. Sel-sel Langerhans tersebar diantara

7

Page 8: PROPOSAL1.docx

stratum spinosum. Sel-sel dendrit ini kemungkinan merupakan modifikasi dari

makrofag, yang berasal dari sum-sum tulang dan bermigrasi ke epidermis. Sel-sel ini

merupakan pertahanan imunologis-terdepan dalam melawan antigen dari luar dan

berperan dalam penangkapan dan penyajian antigen tersebut kepada limfosit-limfosit

imunokomponen, sehingga respon imuns dapat ditingkatkan. 14

Diatas stratum spinosum adalah stratum granulosum, yang terdiri dari sel-sel

pipih yang mengandung banyak partikel yang berwana gelap yang disebut granula

keratohialin. Dalam sitoplasma sel pada stratum granulosum juga terdapat organel

yang disebut granula lamellar (odland body). Dan organel ini mengandung lemak dan

enzim, yang kemudian dilepaskan kedalam interselulare diantara sel-sel stratum

granulosum dan stratum korneum menjadi semacam ‘campuran semen’ diantara ‘batu

bata’ selular dan berfungsi sebagai pertahanan bagi epidermis. 14

Sel-sel pada stratum korneum merupakan sel-sel gepeng yang mengalami

keratinisasi, tanpa inti sel dan organel-organel sitoplasma. Sel-sel yang berdekatan

saling bertumpang tidih pada bagian tepi, saling mengunci, dan bersama-sama dengan

lemak interseluler membentuk pertahanan yang sangat efektif. Ketebalan stratum

korneum bervariasi tergantung letaknya pada tubuh. Yang paling tebal adalah

dibagian telapak tangan dan telapak kaki. 14

8

Page 9: PROPOSAL1.docx

b. Kelengkapan(aksesori) epidermis

Kelenjar keringat ekrim(eccrine) dan apokrin (apocrine) , rambut dan kelenjar

sabaccea, dan kuku merupakan aksesori-aksesori epidermis. 14

2.1.2. DERMATITIS

Dermatitis berasal dari kata derm/o yang artinya kulit dan-itis adalah radang

inflamasi sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana

kulit mengalami inflamasi (Buxton, 2005). Salah satu dermatitis eksogen adalah

dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi non-infeksi pada kulit

yang diakibatkan oleh senyawa kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000). Ciri

umumnya, adanya eritema(kemerahan), edema(bengkak), papul(tonjolan kurang

5mm), vesikel(tonjolan cairan dibawah 5mm), crust. (Freedberg,2003). Secara umum

dermatitis kontak dibagi menjadi 2 : dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak

alergi.17,18,19

Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja

diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter akibat dermatitis lontak

sebesar 4-7% di Skandinavia yang telah lama memakai uji stempel standar, terlihat

insiden dermatitis kontak lebih tinggi daripada di Amerika. Bila dibandingkan dengan

kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit. Dermatitis

kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan

9

Page 10: PROPOSAL1.docx

dermatitis kontak alergi kira-kira hanya 10-20% sedangkan insiden dermatitis kontak

alergi diperkirakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk. secara umum usia

tidak mempengaruhi timbulnya sensitasi. Bila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi

pada wanita adalah 2 kali lipat disbanding laki-laki. 17

Di Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK UNSRAT

Manado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%

Di RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-

1992dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76% sedangkan di RSUD

dr.Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54%

tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%, Selama tahun 2000

terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1197 pasien (30,61%) dengan

diagnosis dermatitis kontak (NASITION dkk, 1994). Dari bulan januari hingga juni

2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis

kontak, di RSUP H.Adam Malik, Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru

di poliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%)menderita dermatitis kontak. Dari

bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%)

menderita dermatitis kontak, walaupun demikian kasus dermatitis sebenarnya

diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistic yang terlihat karena adanya kasus yang

tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh

semakin meningkatkan perkembangan industry. 17

10

Page 11: PROPOSAL1.docx

2.1.2.1 PATOFISIOLOGI

Dermatiis kontak iritan adalah hasil klinis peradangan yang cukup timbul dari

pelepasan sitokin proinflamasi dari sel kulit (sel keratinosit) biasanya karena respon

rangsangan kimia, bentuk klinis yang berbeda bisa timbul. 3 perubahan patofisiologi

utama adalah kerusakan barrier, perubahan sel epidermis dan pelepasan sitokin.

Dermatitis kontak iritan ini melibatkan sel-sel epidermis , dermal fibroblast, sel

endotel dan berbagai leukosit berinteraksi satu sama lain dibawah kendali jaringan

sitokin dan mediator lipid. Kreatinosit istirahat menghasilkan beberapa sitokin

konstitutif. Berbagai rangsangan lingkungan (misalnya: sinar ultraviolet, bahan

kimia) dapat menginduksi kreatinosit epidermis untuk melepaskan sitokin berikut :

Sitokin inflamasi (IL 1, tumor necrosis factor alpha)

Sitokin chemotactic (IL 8, IL 10)

Pertumbuhan promoting cytokins ( IL6, IL7, IL15)

Sitokin pengatur hormone (IL10, IL12, IL18)

Antar molekul adhesi 1 mengandung infiltrasi leukosit kedalam epidermis dalam

reaksi peradangan kulit, termasuk dermatitis kontak iritan.17

2.1.2.2 ETIOLOGI

Hampir semua bahan bisa menjadi penyebab iritasi kulit jika paparan cukup

lama dan atau konsentrasi substansi cukup tinggi. Factor lingkungan dapat

emningkatkan efek iritasi lain.

11

Page 12: PROPOSAL1.docx

Dry water and temperature variation

Water

Pelarut/ solvent

Metalworking fluid/oils

Sodium lauryl sulfate

Commulative irritant sulfate

Hydrofluoric acid

Alkalies acid dll . 17

2.1.3. INFEKSI JAMUR

Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah

dermatofit (dermatokhite, bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur

serupa ragi candida albicans, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superfisial

pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus jaringan

hidupdan menyebabkan infeksi di bagian dalam. Jamur yang berhasil masuk itu bisa

tetap berada ditempat (disetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik ( misalnya

histoplasmosis).14

Dermatofit termasuk dalam kelompok jamur yang menyebabkan kelainan

yang disebut infeksi ringumworm. Fase vegetative jamur dermatofit terdiri dari hifa-

hifa bersepta yang membentuk suatu anyaman bercabang-cabang (miselium).

Candida albicans merupakan organisme yang terdiri dari sel-sel bulat atau oval yang

12

Page 13: PROPOSAL1.docx

membelah diri melalui pertunasan (budding). Terlepas dari bentuk raginya, candida

albicans bisa membuat pseudohifa yang terdiri dari banyak sel yang tersusun linear,

atau pada keadaan-keadaan tertentu, membentuk hifa yang bersepta. 14

2.1.3.1 INFEKSI DERMATOFIT

a. TINEA PEDIS

Penyakit ini merupakan infeksi dermatofit yang tersering , biasanya terdapat

rasa gatal pada daerah di sela-sela jari kaki yang berskuama, terutama di antara jari ke

tiga dan keempat dan kelima, atau pada telapak kaki. Infeksi ini biasanya ini biasanya

didapat dari adanya kontak dengan debris keratin yang terinfeksi pada lantai kolam

renang dan kamar mandi. Kadang-kadang terjadi penyebaran yang luas ke telapak

dan bagian samping kaki ( disebut juga dengan moccasin tinea pedis, karena mirip

dengan bentuk sepatu kulit yang lunak). Penyakit ini juga menyebar kepunggung

kaki. Kadang-kadang tinea pedis mengikuti pola timbulnya lesi vestikulobulosa yang

episodic pada telapak kaki, yang terutama terjadi pada cuaca yang hangat. Infeksi

jamur pada kaki sering asimetris, sangat berbeda dengan eksema yang simetris. 14

b. TINEA KRURIS

Lebih sering terjadi pada laki-laki dan jarang pada wanita. Gambaran

klinisnya khas, dan mudah dibedakan dengan intertrigo, psoriasis fleksural, dan

dermatitis seborok fleksural. Tepi eriematosa yang berskuama pelan-pelan menjalar

13

Page 14: PROPOSAL1.docx

ke pelan-pelan menjalar ke bawah paha bagian dalam dan meluas kearah belakang ke

daerah perineum dan bokong. Sumber infeksi hampir selalu berasal dari kaki pasien,

sehingga pasien itu harus diperiksa untuk mencari bukti adanya tinea pedis atau

distrofi kuku karena jamur. Jamur diduga berpindah ke lipat paha setelah menggaruk

kaki atau melalui handuk. 14

c. TINEA KORPORIS

Tinea pada tubuh secara khas mempunyai bagian tepi yang meradang,

sedangkan bagian ditengah bersih, tetapi penampakan seperti ini relative jarang.

Bentuk eksema anular lebih sering ditemukan, dalam hal ini sering dikelirukan

dengan ringworm. Eritema anulare, nama yang dianjurkan, juga memberi gambaran

adanya lesi yang anular. Bila diduga ada infeksi jamur maka perlu dilakukan kerokan

ntuk mencari adanya hifa dengan pemeriksaan mikroskopis. Sumber jamur pada

orang dewasa biasanya berasal dari kaki, sedangkan pada anak-anak biasanya

menyebar di daerah kulit kepala. 14

d. TINEA MANUM

Ring worm pada tangan biasanya unilateral. Pada telapak tangan

gambarannya berupa lesi eritematosa dengan sedikit skuama, sedangkan pada

punggung tangan gambaran peradangan lebih jelas, dengan pinggir yang berbatas

tegas. Sunber jamur hamper selalu berasal dari kaki pasien. 14

14

Page 15: PROPOSAL1.docx

e. TINEA UNGUIUM

Distrofi kuku jari kaki karena jarum sangat sering terdapat pada orang dewasa

dan hal ini selalu berkaitan dengan adanya tinea pedis. Bagian yang diserang biasanya

mulai dari bagian distal berupa guratan-guratan kekuningan pada lempeng kuku,

kemudian makin lama seluruh kuku menjadi makin tebal, berubah warna dan rapuh 14.

f. CATTLE RINGWORM

Didaerah pedesaan, petani-petani muda sering menderita cattle ringworm,

petani-petani yang sudah tua biasanya sudah terinfeksi, dan memperoleh imunitas

terhadap terjadinya reinfeksi, wajah dan lengan bagian depan adalah tempat-tempat

yang sering terkena. Disitu terjadi reaksi peradangan yang hebat terhadap jamur,

menghasilkan gambaran yang menyerupai infeksi bakteri. 14

2.1.3.2. INFEKSI CANDICA

a. PARONIKIA KRONIS

Merupakan proses peradangan kronis pada lipatan kuku proksimal dan

matriks kuku. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang tangannya sering

terendam dalam air : ibu rumah tangga, pegawai bar atau rumah makan,penggemar

tanaman dan pedagang ikan. Gambaran klinis berupa penebalan dan eritema pada

lipatan kuku proksimal (boilstering) dan hialngnya kutikula. Kondisis ini cukup

15

Page 16: PROPOSAL1.docx

berbeda dengan paronikia bacterial akut, yang timbul cepat, rasa sakit hebat, dan

timbul banyak nanah hijau. 14

b. BALANITIS

Balanitis berupa bercak-bercak kecil berwarna putih atau daerah yang

mengalami erosi yang terdapat pada kulit ujung penis dan glans penis pada orang

yang tidak disunat. Factor predisposisi adalah kebersihan penis yang buruk . [14]

c. INTERTRIGO

Intertrigo merupakan istilah yang dipakai untuk maserasi yang terjadi pada

tempat-tempat dimana dua permukaan kulit menempel seperti lipat paha, aksilla,

daerah lipatan payudara atau daerah dibawah lipatan lemak perut. Obesitas dan

kebersihan yang buruk merupakan factor-faktor yang berpengaruh. Super infeksi oleh

candida sering terjadi, dan hal ini secara klinis bisa dicurigai bila terdapat pustula-

pustula pada bagian tepi daerah yang terkena . putstula ini mudah pecah dan

meninggalkan suatu kolaret skuama, yang memberikan penampakan khas yaitu

bagian tepi seperti kerang pada daerah intertigo. 14

16

Page 17: PROPOSAL1.docx

17

Page 18: PROPOSAL1.docx

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

A. KERANGKA TEORI

A. KERANGKA KONSEP

18

Pencemaran air sungai

Alergi

PENYAKIT KULITUnhygiene

Radiasi

Status gizi

Pencemaran air sungai

Penyakit kulit

Alergi unhygieneRadiasi Status gizi

Dermatitis Infeksi jamur Infeksi bakteri Infeksi parasit

penyakit menular

Page 19: PROPOSAL1.docx

B. HIPOTESIS

Pada penelitian ini ada hubungan antara pencemaran air sungai terhadap

penyakit kulit yang timbul di masyarakat.

19

Page 20: PROPOSAL1.docx

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

2. Ruang Lingkup tempat

Ruang lingkup tempat penelitian dilakukan di puskesmas kec. Maiwa

kab.Enrekang

3. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian belum direncanakan

B. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional yaitu pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau periode tertentu

dan pengamatan studi hanya dilakukan satu kali serta pengukuran subjek

dilakukan pada saat itu juga.

20

Page 21: PROPOSAL1.docx

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variable independen pada penelitian ini adalah air sungai

2. Variabel Dependen

Variable dependen pada penelitian ini adalah penyakit kulit

3. Variabel Perancu

Variable perancu pada penelitian ini misalnya Alergi, factor makanan

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

a) Populasi Target

Masyarakat sekitar daerah sungai

b) Populasi Terjangkau

Masyarakat kec.maiwa kab.enrekang

2. Sampel Penelitian

a) Kriteria Inklusi

1) masyarakat yang mengalami penyakit kulit

21

Page 22: PROPOSAL1.docx

2) Bersedia mengikuti penelitian.

b) Kriteria eksklusi

1) Sedang dalam pengobatan dengan obat kulit topikal (neomisin topikal,

antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, obat topikal

dengan kandungan parabens atau lanolin).

2) Mengalami penyakit kulit bukan karena air sungai

3. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara cluster sampling, dimana sampel

dipilih secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara

alamiah, dalam penelitian ini berdasarkan wilayah kecamatan yang diambil wakil

dari tiap kelurahan yang ada.

E. Prosedur Penelitian atau Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang

didapatkan dari hasil wawancara responden yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.

22

Page 23: PROPOSAL1.docx

2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Pengambilan data penelitian telah dilakukan selama 4 bulan dan pengelolaan

serta analisis data juga dilakukan selama 3 bulan. Wawancara untuk pengambilan

data dilakukan pada responden, yaitu masyarakat kec.maiwa , pasien puskesmas

memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi.

3. Alur Penelitian

23

Pencarian subjek

Kriteria inklusi Kriteria ekslusi

Pembagian kuisioner

Pemeriksaan kulit

Analisis data

Masyarakat

Hasil penelitian

kesimpulan

Hasil pemeriksaan

Page 24: PROPOSAL1.docx

Daftar Pustaka

1. Nelson MD., 1996, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi-5, Stanford University

School of Medicine California.

2. Naria E., 2001, dalam Profil Kesehatan DKI Jakarta.Dinkes DKI Jakarta. Jakarta

3. Said Gambira, E., 1987, Sampah Masalah Kita Bersama, P.T. Mediatama Sarana

Perkasa, Jakarta.

4. Susilorini T., 1997, Pengelolaan Sampah dan Aspek Kesehatan Masyarakat,

Medika, No. 1 Tahun XXIII.

5. Anonim, 1987, Pedoman Pembuangan Sampah, APK TS Dep. Kes. Purwokerto

6. Beny, 1986, Pngelolaan Buangan Padat, ITB, Bandung.

7. Asdak, 2004. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada

University, Yogyakarta

8. Azwar, 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya,

Jakarta.

9. Suriawiria, Unus, 2008. Air Dalamkehidupan Dan Lingkungan Yang Sehat,

Penerbit P.T. Alumni, Bandung

10. Ricky. M, 2005. Kesehatan Lingkungan, Penerbit Graha Ilmu, Jakarta.

11. Chandara, Budiman, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit Buku

Kedoteran, Jakarta.

12. Sastrawijaya AT. 1991. Pencemaran lingkungan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

24

Page 25: PROPOSAL1.docx

13. Graham-Brown, Robin, 2005. Lecture Notes Dermatologi, Penerbit Erlangga

Medical Series, Jakarta. :1-40

14. Achmadi, Umar Fachmi, Prof. Dr.MPH, Ph.D, 2001., Peranan Air Dalam

Peningkatan Kesehatan Masyarakat.Jakarta.

15. Harahap, Alpida, 2012., Analisis kualitas air sungai akibat pencemaran tempat

pembuangan air sampah batu bola dan karakteristik serta keluhan kesehatan

pengguna air sungai batang ayumi di kota Padangsidimpuan. Jakarta.

16. Buxton, Paul K. 2005. ABC of Dermatology 4 th ed. London.19-21

17. Hayakawa, R., 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med, Nagoya Sci. 63. 83-90.

18. Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff,K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., Katz, S.,

2003, Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 6th ed., McGraw-Hill

Professional, New York.

19. Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam handbook of

Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C

20. Hendrawan D. 2005. Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Dalam:

Makara. Jakarta.

25