Upload
ari-kunto
View
672
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat
badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan
gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak
yang sedang dalam proses tumbuh. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang
dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi
yang kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah
asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih (Untoro, 2003)
Masa balita ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Disertai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang
memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi. Akan
tetapi balita termasuk kelompok rawan gizi, mereka mudah menderita kelainan gizi
karena kekurangan makanan yang dibutuhkan (Sediaoetama, 2000).
Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan status
gizi dan tumbuh-kembang anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara
makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak.
(Asral, 2009).
1
Krisis ekonomi mengakibatkan semakin banyak jumlah keluarga miskin dan
menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk. (Adiyasa, 2007).
Pada tahun 2000, prevalensi gizi kurang (Z-score berat badan menurut umur
kurang dari -2 standar deviasi) pada anak balita di negara-negara berkembang
diperkirakan 27%. Data statistik kesehatan tahun 2001 menunjukkan prevalensi gizi
kurang pada anak balita di Indonesia sekitar 30,2%. Pada tahun 2003, lebih dari 100
kabupaten/kota mempunyai prevalensi gizi kurang di atas 30%. (Atmawikata, 2007).
Hasil survey sosial ekonomi nasional tahun 2005 diperoleh bahwa balita yang
mengalami gizi buruk sebesar 8,80% dan gizi kurang sebesar 19,20 %. Di provinsi
Bengkulu, balita mengalami gizi buruk sebesar 7,0% dan gizi kurang sebesar 19,6%
dengan menggunakan indeks berat badan per umur (BB/U). (Adiyasa, 2007) .
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah adalah pemberian makanan
tambahan secara gratis kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan berupa makanan
pendamping air susu ibu (MP-ASI) pabrikan. (Nyoman, 2007).
Selain itu orang tua tentu saja wajib memberikan contoh pola makan yang sehat
kepada seluruh anggota keluarga, supaya kesehatan yang optimal tercapai.
(Soenardi, 2006).
Pada umumnya fungsi ibu menjadi sangat penting terutama sampai bayi berusia
1 tahun. Waktu yang hilang atau berkurang untuk menyusui sampai bayi berumur 6
bulan, dilanjutkan dengan MP-ASI yang salah, akan menimbulkan pengaruh yang
sangat signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
2
Pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak benar meningkatkan risiko kekurangan gizi,
penyakit, bahkan kematian bayi atau terjadinya penyimpangan pertambahan berat
badan yang cenderung menurun (Soenardi, 2006).
Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi
dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI yang
tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta
adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung
menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada
anak usia dibawah 2 tahun. (Sulistiyowati, 2006).
Berdasarkan hasil survey awal tanggal 31 Desember 2010 di Puskesmas
Lingkar Timur, kecamatan Gading Cempaka kota Bengkulu telah di dapat
gambaran, bahwa di wilayah kerja Puskesmas Lingkar timur dibagi lima wilayah
tempat posyandu, yaitu: Panorama (terdapat 5 posyandu), Lingkar timur (terdapat 2
posyandu), Padang Nangka (terdapat 2 posyandu), Dusun Besar (terdapat 3
posyandu), dan Timur Indah (terdapat 2 posyandu). Adapun jumlah balita yang
diketahui keseluruhannya yaitu, 1384 balita, namun balita dengan usia 6-24 bulan,
yaitu 612 orang. Selain itu, telah didapat juga data Register Pendistribusian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Dalam data tersebut MP-ASI diberikan
kepada 20 balita, yang berasal dari keluarga miskin, dan didapat informasi bahwa
dari 20 balita, terdapat balita yang mengalami gizi kurang, bahkan gizi buruk.
Dengan 10 orang, mengalami gizi kurang, dan 5 orang mengalami gizi buruk.
3
Dengan melihat data yang diterima dari Puskesmas Lingkar Timur tersebut,
bahwa Di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur termasuk wilayah yang masih
rawan gizi dan masih ditemukannya masalah gizi. Serta mengingat pola pemberian
makanan pendamping ASI dan status gizi balita merupakan masalah yang penting
untuk dikaji lebih dalam lagi. Maka peneliti mengadakan suatu penelitian yang
berjudul ”Hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan statua gizi
balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur”.
1.2 Identifikasi Masalah
Status gizi umumnya di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Asupan
gizi, pola asuh, penyakit infeksi, status ekonomi, dan pendidikan orangtua. Dari
beberapa faktor tersebut yang akan di teliti adalah pola pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI).
1.3 Batasan Masalah
Agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dalam penelitian ini peneliti
membatasi pembahasan masalah hanya pada hubungan pola pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi balita.
1.4 Rumusan Masalah
Dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Apakah ada hubungan antara Pola pemberian makanan pendamping ASI dengan
status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur tahun 2011
4
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pola pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar
Timur tahun 2011.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pola pemberian makanan pendaping ASI (MP-ASI)
balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.
2. Untuk mengetahui status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar
Timur.
3. Untuk mengetahui hubungan pola pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar
Timur tahun 2011
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Dapat memberikan pemahaman ibu tentang bagaimana pola pemberian
makanan pendamping ASI yang benar pada balita.
1.6.2 Manfaat Praktis
Dapat memberikan manfaat dalam hal ilmu gizi melalui hal-hal yang
berkaitan dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.
5
1.7 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan ibu dan pola pemberian
makanan pendamping ASI dengan status gizi balita di desa Sendangharjo Kecamatan
Blora Kabupaten Blora. Penelitian dilakukan terhadap balita umur 4-24 bulan di Desa
Sendangharjo tahun 2007, dengan menggunakan status gizi balita menurut standar
WHO-NCHS. Dalam penelitian tersebu terdapat hubungan antara antara pengetahuan
ibu dan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita di desa
Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora. Dalam penelitian tersebut, Variabel
bebasnya yaitu pengetahuan ibu dan pola pemberian pendamping ASI. Variabel
terikatnya yaitu status gizi balita.
Sedangkan pada penelitian ini dilakukan terhadap balita umur 6-24 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur tahun 2011. Dalam penelitian ini, variabel
bebasnya yaitu, pola pemberian MP-ASI, variabel terikatnya yaitu status gizi balita,
dengan menggunakan klasifikasi status gizi balita menurut WHO 2005.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MP-ASI
2.1.1 Pengertian MP-ASI
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
yang diberikan kepada bayi/anak usia 6-24 bulan guna untuk memenuhi
kebutuhan gizinya (Depkes, 2006). Namun selain makanan pendamping
ASI (MP-ASI), ASI harus tetap diberikan kepada bayi paling tidak sampai
berusia 24 bulan. Peranan MP-ASI sama sekali bukan untuk
menggantikan ASI melainkan hanya melengkapi ASI. Makanan
Pendamping ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini
harus menjadi pelengkap dan memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini
menunjukkan bahwa makanan pendamping ASI berguna untuk
melengkapi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung dalam ASI
(Waryana, 2010)
Pemberian MP-ASI yang salah, akan menimbulkan pengaruh yang
signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian MP-
ASI yang tidak benar meningkatkan risiko kekurangan gizi, penyakit,
bahkan kematian bayi, atau terjadinya penyimpangan pertambahan berat
1
badan yang cenderung menurun. Penyimpangan pertumbuhan
pertambahan berat ini disebut ’growt faltering’ (Soenardi, 2006)
2.1.2 Tujuan Pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-
zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan
bayi secara terus-menerus (Waryana, 2010).
2.1.3 Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pola makan adalah perilaku/ cara seseorang dalam mengkonsumsi
makanan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dalam kehidupan sehari-
hari untuk menghubungkan kebiasaan makanan dengan jumlah
sedikit/berlebihan dapat mengancam kesehatan, bahkan ancaman
kehidupan. (Almatsier, 2004).
Pola makan tak seimbang yang menimbulkan kekurangan gizi atau
pola makan tak teratur yang bisa menyebabkan kelebihan gizi dan
kegemukan dipengaruhi banyak hal. Salah satunya oleh produk makanan
yang diiklankan di televisi. Kegemukan yang diakibatkan oleh pola makan
yang salah sejak kecil biasanya akan dibawa terus hingga besar jika pola
makannya tidak diubah. Yang membahayakan, kegemukan ini akan
mengundang penyakit pada usia relatif muda. Selain kelebihan gizi yang
menimbulkan obesitas, anak bisa pula mengalami kekurangan gizi
(Waryana, 2010).
8
Memberikan makanan pendamping ASI sebaiknya diberikan secara
bertahap baik dari tekstur maupun jumlah porsinya. Kekentalan makanan
dan jumlah harus disesuaikan dengan keterampilan dan kesiapan bayi di
dalam menerima makanan. Dari tekstur makanan, awalnya bayi diberi
makanan cair dan lembut, setelah bayi bisa menggerakkan lidah dan
proses menguyah, bayi sudah diberi makanan semi padat. Sedangkan
makanan padat diberikan ketika bayi sudah mulai tumbuh gigi geligi.
Porsi makanan juga berangsur mulai dari satu sendok hingga berangsur-
angsur bertambah (Waryana, 2010).
Sebaiknya pengenalan makanan bayi dimulai dari satu jenis
makanan, misalnya pisang, pepaya, alvokad. Perhatikan responnya,
apakah bayi mentoleransi atau tidak. Bayi biasanya memuntahkan jika
tidak suka. Jangan dipaksakan jika bayi menolak, berikan jenis makanan
pengganti lain dengan rasa berbeda sebagai gantinya. Keterampilan
menelan bayi tergantung pada rangsangan yang tepat pada saraf
pengecapannya. Karenanya berikan makanan manis seperti sari buah-
buahan pada ujung lidah, dan sayuran pada bagian tengah. Kenalkan
sayuran terlebih dahulu dibandingkan buah (Waryana, 2010).
2.1.4 Hal yang diperhatikan dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI
Menurut (Waryana, 2010) ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam pemberian makanan pendamping ASI adalah:
9
a. Makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi
yang diberikan oleh bayi.
b. Makanan pendamping ASI, harus diberikan kepada bayi yang telah
berumur 6 bulan ke atas.
c. Anak memerlukan lebih dari satu kali makan dalam sehari sebagai
komplemen terhadap ASI. Karena kapasitas perutnya masih kecil,
volume makanan yang diberikan jangan terlalu besar, sehingga anak
harus diberikan makan lebih sering dalam sehari dibandingkan
dengan orang dewasa.
d. Bila sulit untuk menambah minyak, lemak atau gula ke dalam
makanan, maka bayi hanya akan memperoleh cukup zat gizi bila ia
makan 4-6 kali perhari. Bayi dapat diberi makan 3 kali sehari dan
diberi makanan bergizi tinggi diantaranya (selingan sebagai
makanan) kecil.
e. Sebelum berumur 2 tahun, bayi belum dapat mengkonsumsi
makanan orang dewasa.
f. Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan
pokok, lauk pauk dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik
ditinjau dari nilai gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.
g. Berikan makanan tambahan setelah bayi menyusui
h. Pada permulaan, makanan tambahan harus diberikan dalam keadaan
halus.
10
i. Gunakan sendok atau cangkir untuk memberi makan
j. Pada waktu berumur dua tahun, bayi dapat mengkonsumsi makanan
setengah porsi orang dewasa.
k. Selama masa penyapian, bayi sering kali menderita infeksi seperti
batuk, campak (cacar air) atau diare, apabila makananya mencukupi,
gejalanya tidak akan sehebat bayi yang kurang gizi.
2.1.5 Syarat-Syarat Makanan Pendamping ASI
Menurut (Waryana, 2010) makanan pendamping ASI sebaiknya
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan
mineral dalam jumlah yang cukup.
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.
d. Harganya relatif murah
e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara
lokal.
f. Bersifat padat gizi.
g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam
jumlah yang sedikit.
11
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping
ASI
Faktor yang mempengaruhi pola pemberian makanan pendamping air
susu ibu, (MP-ASI) yakni pendapatan, besar keluarga, pembagian dalam
keluarga, dan pengetahuan (Sulistiyowati, 2007).
1) Pendapatan
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh
kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan
anak baik yang primer maupun yang sekunder.
2) Besar Keluarga
Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi,
karena jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga
tersebut. Akan tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada
keluarga yang besar tersebut.
Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang,
jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih
sayang dan perhatian anak, juga kebutuhan primer seperti makanan,
sandang dan perumahanpun tidak terpenuhi oleh karena itu keluarga
berencana tetap diperlukan.
12
3) Pembagian dalam Keluarga
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah
dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Untuk bayi dan anak-anak
yang masih muda dan wanita selama tahun penyapihan, pengaruh
tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit
keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun
kehidupan.
4) Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari
merupakan sebab penting dari gangguan gizi. Ketidaktahuan tentang
cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang
merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi
penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya
pada umur dibawah 2 tahun.
2.2 Status Gizi
2.2.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. (Supariasa, 2001).
13
2.2.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan
dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi
atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk (Yoman
Supariasa, 2001)
2.2.2.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biosfik.
A. Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros.
Anthropos artinya tubuh, dan mettros artinya ukuran. Jadi
antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri secara
umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan prporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot, dan jumlah air dalam tubuh.
Menurut Supriasa, (2001) antropometri mempunyai
keunggulan dan kelemahan.
14
1. Keunggulan Antropometri
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin,
pita lingkar lengan atau mikrotoa, dan alat pengukur
panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah
b. Pengukuran dapat dilakukan dengan berulang-ulang
dengan mudah dan objektif.
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga
khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih
untuk itu.
d. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan
tidak memerlukan bahan-bahan lainnya.
e. Hasilnya mulai disimpulkan, karena mempunyai
ambang batas (cut offpoints) dan baku rujukan yang
sudah pasti.
f. Secara ilmiah diakui kebenarannya.
2. Kelemahan Antropometri
a. Tidak sensitif
Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam
waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan
kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
15
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik,dan penurunan
pengunaan ennergi) dapat menerunkan spesifikasi dan
sensivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat
mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas
pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil
pengukuran baik fisik maupun komposisi
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau
alat tidak ditera, kesulitan pengukuran.
B. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini
digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
C. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuanstatus gizi dengan melihat kemampuan fungsi
16
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu.
D. Klinis
Penilaian tanda-tanda klinis berdasarkan perubahan yang
terjadi yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan
asupan zat gizi yang bisa dilihat dari jaringan epitel di mata,
kulit, rambut, mukosa, mulut, dan organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (FK UI, 2007)
2.2.2.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
A. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan
status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang di konsumsi. Pengumpulan data konsumsi
makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi
berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
B. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah
dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
17
berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan
sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat.
C. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim
tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi
dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat ssebagai dasar untuk melakukan
progranm intervensi gizi (Schrimshaw, 1964).
”Nutritional Anthropometry is Measurement of the variations
of the Physical Dimensions and the Gross Composition of the
Human Body Different Age Levels and Degree of Nutrition”.
Dari definisi tersebut diatas dapat ditarik pengertian
bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
18
2.2.3 Metode Pengukuran Konsumsi Makan UntukIndividu
2.2.3.1 Metode Food Recall 24 jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat
jenis dan jumlah bahan makanan yang di konsumsi pada periode
24 jam yang lalu. (Supariasa, 2001).
2.2.3.2 Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data
tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau
makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan,
atau tahun.
Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat
memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara
kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat
membedakan individu berdasarkan renking tingkat konsumsi zat
gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian
epidemiologi gizi. (Supariasa, 2001).
19
2.2.4 Klasifikasi status gizi balita menurut WHO (2005)
TABEL I
Indeks Status Gizi Ambang Batas
Panjang Badan Menurut
Umur (PB/U)
Pendek
Normal
< -2 SD
-2 SD s/d + 2 SD
Tinggi Badan Menurut Umur
(TB/U)
Pendek
Normal
< -2 SD
-2 SD s/d + 2 SD
Berat Badan Menurut Panjang
Badan (BB/PB)
Kurus sekali
Kurus
Normal
Gemuk
< -3 SD
> -2 SD s/d ≥ -3 SD
> -2 SD s/d 2 SD
> 2 SD
Berat Badan Menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
Kurus sekali
Kurus
Normal
Gemuk
<-3 SD
<-2 SD s/d ≥ -3 SD
>-2 SD s/d 2 SD
> 2 SD
Pada April 2006, WHO mengeluarkan standar baru secara resmi
untuk menilai tumbuh kembang anak 0-5 tahun. Standar WHO 2005 yang
telah direkomendasikan secara global untuk dimanfaatkan dalam PSG
pada balita. Standar WHO ini mencakup indeks antropometri: berat badan
menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur
(PB/U atau TB/U), berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan
(BB/PB atau BB/TB), dan IMT menurut umur (IMT/U). (Armatika,
2008). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan BB/TB.
2.2.5 Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
20
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun
1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi.
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi
saat kini (sekarang). Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen
terhadap umur.
Berdasarkan sifat-sifat trsebut, indeks BB/TB mempunyai beberapa
keuntungan dan kelemahan, seperti yang diuraikan di bawah ini.
1. Keuntungan indeks BB/TB
Adapun keuntungan indeks ini adalah
- Tidak memerlukan data umur.
- Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus).
Kelemahan indeks ini adalah:
- Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek,
cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut
badannya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan.
- Dalam praktek sering mengalami kesulitan pengukuran panjang
atau tinggi badan pada kelompok balita.
- Membutuhkan dua macam alat ukur.
- Pengukuran relatif lebih lama.
- Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
21
- Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.
(Supariasa, 2001)
2.3 Masa Balita
2.3.1 Pengertian Balita
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya
lebih banyak dengan kualitas tinggi. Akan tetapi, balita termasuk
kelompok rawan gizi, mereka mudah menderita kelainan gizi karena
kekurangan makanan yang di butuhkan (Sediaoetema 2000). Masalah gizi
balita yang harus dihadapi Indonesia pada saat ini adalah masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, sanitasi lingkungan yang
kurang baik, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dan
kesehatan, sedang masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi
pada masyarakat diserttai dengan kurangnya pengetahuan gizi dan
kesehatan (Almasteir, 2002)
Akibat dari kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek
serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya
perkembangan dan kecerdasan. Akibat lain adalah terjadinya penurunan
22
produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan
meningkatkan resiko kesakitan dan kematian (Soekirman, 2000).
Gizi yang baik sangat diperlukan untuk proses tumbuh kembang
bagi anak-anak yang normal ditinjau dari segi umur, anak balita yaitu anak
yang berumur dibawah lima tahun, merupakan anak yang sedang dalam
masa tumbuh kembang adalah merupakan golongan yang paling rawan
terhadap kekurangan kalori protein (Back, 2000).
2.3.2 Kebutuhan Gizi Untuk Balita
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya
energi dan protein. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi
karbihidrat, lemak dan juga protein. Protein dalam tubuh merupakan
sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun,
yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum,
mengganti sel-sel yang rusak, memelihara keseimbangan asam basa cairan
tubuh, serta sebagai sumber energi. Lemak merupakan sumber kalori
berkonsentrasi tinggi, selain itu lemak juga mempunyai 3 fungsi,
diantaranya sebagai sumber lemak esensial, sebagai zat pelarut vitamin A,
D, E, K. Kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan adalah60-70% dari total
energi. Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari beras, jagung, singkong,
tepung-tepungan, gula, dan serat makanan. Serat makanan sangat penting
untuk menjaga kesehatan atau pencernaan. Kebutuhan akan vitamin dan
23
mineral jauh lebih kecil dari pada protein, lemak, dan karbohidrat.
(Waryana, 2010)
2.3.2.1 Makanan Bayi Usia 6 bulan
Pada usia 6 bulan, selain ASI, bayi mulai bisa diberi makanan
pendmping ASI, karena pada usia itu bayi sudah mempunyai
refleks mengunyah dengan pencernaan yang lebih kuat. Banyak
ragam makanan untuk pendamping ASI ini. Bentuk lumat yang
dapat diberikan antara lain, buah. Untuk buah, umpamanya pisang
(pisang kepok merah, pisang raja, pisang ambon), jeruk, labu, dan
pepaya yang mesti disajikan dalam bentuk lumat. Diluar buah,
berikan pula bubur susu dan biskuit yang yang dicairkan dengan
ASI. Tiap pola pemberian buah sebaiknya juga diatur. Pertama-
tama buah harus diberikan sebanyak 2 sendok makan sekali makan
untuk dua kali sehari. (Soenardi, 2006)
2.3.2.2 Makanan Bayi Usia 6 -12 bulan
dsadsadasdasdasdaskgkasgfkgfkgsadfkjsdgkfgsdkjfgsdjkfgkjs
dgfjsdgfjsdfjsdfjg
2.3.2.3 Makanan Bayi/Anak Usia 12-24 Bulan
Bayi sudah mulai dikenalkan makanan keluarga atau makanan
padat namun tetap memperhatikan rasa. Hindari makanan-
makanan yang dapat mengganggu organ pencernaan, seperti
makanan terlalu berbumbu tajam, pedas, terlalu asam atau
24
berlemak. Pada masa ini dikenalkan finger snack atau makanan
yang bisa dipegang seperti cookies, nugget atau potongan sayuran
rebus atau buah. Ini penting untuk melatih keterampilan di dalam
memegang makanan dan merangsang pertumbuhan giginya. Organ
pecernaan bayi belum sesempurna orang dewasa, makanan tertentu
bisa menyebabkan gangguan pencernaan, seperti sembelit, muntah
atau perut kembung. Makanan yang dihindari seperti, makanan
yang mengandung gas, durian, nangka, cempedak, tape, kol dan
kembang kol (Waryana, 2010).
2.3.3 Tabel Kecukupan Gizi Rata-Rata Untuk Bayi dan Balita.
TABEL 2
Uraian 0-6 bulan 6-12 bulan 12-13 bulanEnergi (kcal) 560 800 1.250
Protein (gram)12 15 23
Vitamin A (RE, ug)250 350 350
Thiamin (mg) 0,3 0,4 0,5
Ribolfavin (mg)0,3 0,4 0,6
Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4
Vitamin B (mg)0,1 0,1 0,5
Asam folat (mg)22 32 40
Vitamin C (mg)30 335 40
Kalsium (mg) 300 400 250
Fosfor (mg) 200 50 250
Seng (mg) 3 6 8
Besi 3 5 10
Yodium (mg) 50 70 70
25
Sumber: (Waryana, 2010)
Antara usia 6-24 bulan,anak tumbuh dengan cepat kebutuhan
energi, vitamin dan mineralnya meningkat. Saat ini yang dipakai adalah
konsep makanan sehat seimbang seperti yang dituangkan dalam piramida
makanan. (Waryana, 2010).
Prinsip pengaturan makanan bagi anak usia di bawah lima tahun,
termasuk di dalamnya usia 24 bulan adalah pemanfaatan ASI secara tepat,
pemberian makanan pendamping ASI sebagai makanan sepihan.
(Waryana, 2010).
2.4 Kerangka Konsep.
Dari hasil landasan teori dan masalah penelitian yang telah dirumuskan
tersebut di atas, maka dapat dikembangkan suatu ”kerangka konsep penelitian”.
Yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah hubungan suatu atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti
(Notoatmodjo, 2005).
Variabel Independen Variabel Dependen
Pola Pemberian MP-ASI Status Gizi Balita
26
2.5 Hipotesis
Hipotess adalah jawaban sementaraterhadap masalah yang bersifat praduga karena
masih harus dibuktikan kebenarannya. (Sugiyono, 2009).
Ha : Ada hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan
status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur
Ho : Tidak ada hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan metode
survey analitik. Metode survey analitik adalah survey atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.
(Notoatmodjo, 2005). Rancangan penelitian menggunakan cross sectional,
dimana pengambilan data variabel bebas (independent) maupun variabel terikat
(dependent) dilakukan bersama-sama.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur kota
Bengkulu selama bulan Maret- April 2011.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita usia 6-24 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur.
1
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik proporsive
sampling. Pengambilan sampel secara proposive sampling didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. (Notoatmodjo, 2005). Dengan pertimbangan peneliti yaitu
dengan menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi, sebagai berikut:
Kriteria inklusi
1. Balita umur 6-24 bulan
2. Tinggal di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur
Kriteria eksklusi
1. Bayi di bawah umur 6 bulan dan di atas 24 bulan
2. Tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur
Menurut Notoatmodjo untuk populasi kecil atau lebih kecil dari
10.000, dapat menggunakan formula yang lebih sederhana lagi seperti
berikut:
29
n= N1+N (d ²)
n= 612
1+612 (0.052)
n= 6122.53
n=242
Keterarangan:
N= Besar populasi
n= Besar sampel
d= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Jadi sampel dalam penelitian ini, sebanyak 242 responden.
3.4 Definisi Oprasional
\Variabel
Definisi Oprasional
Metode Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Pola pemberian MP-ASI
Jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi balita.
Wawancara -Formulir recall 3x24Jam
-Baik jika ≥ 77% AKG-Kurang jika < 77% (Seameo, 2010)
Ordinal
Status Gizi
Keadaan tubuh yang merupakan keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh.
Pengukuran.Yaitu, menimbang Berat Badan dan tinggi balita, kemudian Indikator yang digunakan adalah BB/TB
Kategori indikator BB/TB menurut standar WHO 2005 Dengan menggunakan :
Dacin, mikrotoa, dan pengukur panjang badan.
Sangat kurus, jika <-3 SD Kurus, jika <-2 SD s/d ≥ -3 SDNormal, jika >-2 SD s/d 2 SDGemuk, jika> 2 SD (WHO Antro 2005)
Ordinal
30
3.5 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.5.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam penelitian
ini data diperoleh langsung dari lokasi penelitian menggunakan metode
wawancara dengan menggunakan formulir food recall.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Puskesmas Lingkar Timur Kota
Bengkulu
3.5.2 Pengolahan Data
a. Editing
Untuk memeriksa kelengkapan data yang diperoleh melalui
koesioner dan wawancara. Serta meneliti setiap kuisioner yang telah
diisi oleh responden mengenai kelengkapan pengisian, sehingga
diharapkan data yang terkumpul lengkap dan jelas.
b. Coding
Memberi kode pada masing-masing jawaban untuk memperoleh
pengolahan data.
c. Entri Data
Proses pemindahan data ke dalam media computer agar diperoleh
data masukan yang siap di pilih
31
d. Tabulasi
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
dimasukkan dalam tabel yang sudah dimasukan.
3.6 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan dua metode, yaitu :
3.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat ini bertujuan untuk melihat gambaran distribusi
dengan karakteristik masing-masing variabel, kemudian data ditampilkan
dalam bentuk tabel.
3.6.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariate dilakukan dengan menghubungkan masing-masing
variabel independent (pola pemberian MP-ASI) dengan variabel
dependent (status gizi balita). Secara bersamaan dengan melakukan uji
chi-square dengan α 5% tingkat kepercayaan 95%.
Rumus :
X ²=∑ (0−E) ²E
Keterangan :
X² = Nilai pada distribusi chi-square
0 = Nilai hasil pengamatan
E = nilai yang diharapkan
32
Aturan yang berlaku pada uji chi-square adalah sebagai berikut :
a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka
yang digunakan adalah fisher’s exact test.
b. Bila table 2 x 2, dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai adalah
continuity correction (a).
c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x3 dan seterusnya,
maka digunakan uji pearson chi-square.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adiyasa, Nyoma, dkk. 2010. Jurnal Gizi Klinik Indonesiai. Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan fakultas Kedokteran. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta
Afmawikata, Arum. 2007 .Gizi Indonesia. Persatuan Ahli Gizi Indonesia : Jakarta
Asrar, Muhamad, dkk. 2009. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005 Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Asdi Mahasatya : Jakarta
Seto, Sagung. 2002. Dasar-Dasr Metodologi Penelitian Klinis. Perpustakaan Nasional RI : Jakarta
Soenardi, Tuti. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan manusia. PT Primamedia Pustaka : Jakarta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Jakarta
Sulistiyowati, Heny. 2007. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu DAN Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 bulan di Desa Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora Tahun 2007, [skripsi]. Universitas Negeri Semarang
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran, Jakarta
Untoro, Rachmi. 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Depertemen Kesehatan RI, Jakarta
Untoro, Rachmi. 2003. Spesifikasi dan Pedoman Pengolahan Makanan Pendaping SAI (MP-ASI ) Instan Untuk Bayi Umur 6-11 Bulan. Departemen Kesehatan, Jakarta
Waryana. 2010 Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama, Yogyakarta
1
Kuesioner Penelitian
I. Identitas Balita
Nama :No identitas :TTL/Umur :Alamat :
II. Identitas IbuNama :No Identitas :TTL/Umur :Alamat :
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut ibu paling benar,
pada soal berikut:
1. Apakah ibu memberikan ASI ekseklusif sampai 6 bulan?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah ibu memberikan MP-ASI sesuai umur anak ibu?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah saat ibu memberikan MP-ASI untuk anak, ibu memberikan secara
benar dan bersih?
a. Ya
b. Tidak
35
4. Apakah ibu menjaga kebersihan dan perawatan kesehatan untuk anak ibu?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah ibu melakukan pemeriksaan ke posyandu secara rutin untuk
kesehatan anak ibu?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anak ibu mendapat imunisasi yang lengkap dari posyandu?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah ibu segera ke Puskesmas bila anak ibu sakit?
a. Ya
b. Tidak
36
Formulir Metode Recall 24 Jam
Bahan Makanan Waktu Makan Nama Masakan Banyakny
aJenis URT Gram
Pagi /Jam
Siang / Jam
Malam / Jam
37
38