Upload
melink
View
761
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Irigasi di Indonesia sangat dibuthkan untuk menunjang perkembangan
pertanian, karena pertanian merupakan sumber utama penyediaan bahan makanan.
Seiring dengan perkembangan teknologi pertanian bahwa varietas tanaman
modern menuntut pengolahan air secara tepat guna, maka seluruh prasarana di
daerah-daerah pertanian harus dikembangkan untuk mengatur aliran air dari
sumbernya menuju petak-petak sawah.
Sumber irigasi umumnya berasal dari sungai, bendungan, waduk, sesuai
dengan debit rencana saluran ke petak-petak sawah.
Untuk sungai di pulau jawa sangat tinggi sekali fluktuasi debitnya, pada
musim penghujan mengakibatkan banjir yang relatif pendek dan musim kemarau
sangat minim sekali debitnya.
Oleh sebab itu, diperlukan bangunan peninggi taraf muka air seperti
bendung untuk mengatasi permasalahan tersebut.
B. Perumusan Masalah
Pamarayan adalah daerah andalan untuk irigasi dan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari raga disekitar. Dilihat dari pasokan air dari Sungai Ciujung
yang pada musim hujan sangat menguntungkan, sehingga akan menambah debit
aliran sungai Ciujung. Untuk itu perlu dilakukan pembangunan bendung yang di
khususkan sebagai sarana untuk mengendalikan banjir, melestarikan tanah dan
sumber-sumber air serta pengendalian erosi, maka dalam Tugas Akhir ini
dilakukan Perencanaan Bendung Tetap.
C. Lokasi
Lokasi yang dipilih untuk penempatan bendung tetap ini adalah di desa
Pamarayan, kabupaten Serang, Provinsi Banten.
D. Tujuan Perencanaan
Tujuan dari Perencanaan ini adalah untuk menghasilkan sebuah
perencanaan bendung tetap untuk mengatasi permasalahan fluktuasi debit yang
tinggi agar dapat dimanfaatkan secara maksimal, baik pada musim kemarau
maupun musim hujan.
E. Batasan Masalah
Dalam pembuatan laporan Tugas Akhir ini penulis membatasi bahasan
perencanaan sebagai berikut :
1. Perhitungan mercu bendung
2. Dua pintu pengambilan (Intake), pengambilan kiri dan kanan.
3. Bangunan pembilas
4. Bangunan penangkap sedimen
Dalam laporan ini data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari
Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Propinsi Banten
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari perencanaan ini adalah untuk menjamin kelangsungan
tersedianya air bagi daerah irigasi Ciujung, penyediaan air baku industri dan
domestik dan meningkatkan hasil produksi pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indah Wulandari (2009) dalam tugas akhirnya yang berjudul Tinjauan
Kembali Bendungan Kedung Ombo Dalam Hal Kelayakan Elevasi Mercu
Bendung Waduk Kedung Ombo, menyusun tugas akhir ini dengan pertimbangan
pentingnya fungsi Waduk Kedung Ombo sebagai salah satu hasil pembangunan
yang berupa pemanfaatan alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tujuan penelitian tersebut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air
banjir maksimal pada Waduk Kedung Ombo. Yang kedua untuk mengetahui
apakah elevasi puncak bendungan yang ada masih cukup aman terhadap limpahan
banjir pada saat waduk dalam kondisi kritik dan yang ketiga untuk mengetahui
kemampuan Waduk Kedung Ombo dalam meredam banjir.
Drs. Sukadi (1998) dalam makalahnya yang berjudul Langkah-langkah
Perencanaan dan Perancangan Sebuah Bendungan/Waduk. Tujuan penelitian
tersebut adalah untuk mendapatkan informasi teknis sebagai data masukan dalam
perencanaan konstruksi bendungan dan untuk mendapatkan hasil perencanaan
dalam bentuk dimensi konstruksi dan hidraulik ditransformasikan kedalam bentuk
gambar bestek selanjutnya dijadikan dasar untuk perhitungan estimasi biaya dan
analisa ekonominya
BAB III
LANDASAN TEORI
A. Umum
Bendung tetap adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya tidak
dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak dapat diatur sesuai yang
dikehendaki.
Pada bendung tetap, elevasi muka air di hulu bendung berubah sesuai
dengan debit sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik
ataupun turun). Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada
daerah hulu sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relatif lebih curam dari pada
di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi muka air di bendung tetap
(fixed weir) yang dibangun di daerah hulu tidak meluber kemana-mana (tidak
membanjiri daerah yang luas) karena terkurung oleh tebing-tebingya yang curam.
1. Peta
Untuk merencanakan bendung diperlukan peta topografi dengan skala
1:25.000, peta ini digunakan untuk mencari catchment area sungai serta stasiun-
stasiun hujan yang bersangkutan. Selain peta topografi diperlukan pula
pengukuran situasi sungai disekitar lokasi bendung dengan potongan memanjang
dan melintangya
2. Hidrologi
Analisa hidrologi untuk kepentingan desain meliputi penentuan stasiun
curah hujan yang berpengaruh terhadap daerah tangkapan hujan, perhitungan
curah hujan, perhitungan debit banjir, perhitungan ketersediaan air, perhitungan
kebutuhan air dan keseimbangan air baku.
Dalam penelitian hidrologi dibutuhkan untuk memperkirakan debit banjir
rencana yang dipergunakan untuk merencanakan tipe, bentuk dan ukuran hidrolis
dari bangunan bendung tetap yang akan direncanakan.
Penelitian hidrologi untuk mendukung dalam perhitungan rencana
stabilitas bendung diperlukan suatu rangkaian data secara periodik dan terus
menerus sehingga dapat menghasilkan debit banjir rencana yang diperkirakan.
3. Geologi
Tujuan penelitian dan penyelidikan geologi adalah untuk menunjang
pekerjaan perencanaan detail bendung tetap, seperti mengetahui jenis tanah,
lapisan tanah, morfologi dan jenis bantuan yang berada dilokasi bendung
tersebut. Adapun hal-hal yang diperlukan dari penyelidikan geologi antara lain:
a) macam tanah dasar serta tebal lapisannya
b) Besarnya weighted creep ratio yang akan berguna untuk menentukan
panjangnya lantai muka dan besarnya uplift pressure
c) Letaknya lapisan yang rapat air
d) Ada atau tidaknya gejala-gejala yang membahayakan stabilitas bendung
4. Mekanika Tanah
Tujuan penelitian dan penyelidikan mekanika tanah adalah untuk meneliti,
mempelajari dan menyelidiki karakteristik dan parameter-parameter tanah yng
dibutuhkan dan ada hubungannya dengan perhitungan bendung tetap yaitu,
dengan cara pengambilan sampel tanah dan pengeboran dilokasi bendung terebut.
Tanah yang didapat dari lokasi bendung tersebut diuji dan dianalisa
dilabiratorium hingga menghasilkan parameter-parameter tanah yang dibutuhkan
dalam perhitungan bendung tetap.
B. Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi bendung tetap hendaknya memperhatikan syarat-syarat
tropografi daerah yang akan diairi,topograsi lokasi bendung,keadaan hidrolisis
sungai, tanah pondasi dan lain-lain sebagai berikut :
1. Agar seluruh daerah yang di rencanakan dapat di airi secara gravitasi.
2. Tinggi bendung dari dasar sungai tidak lebih dari tujuh meter.
3. Saluran induk tidak melewati trase yang sulit.
4. Letak bangunan pengambilan (intake) harus di letakan sedemikian rupa
sehingga dapat menjamin kelancaran masuknya air.
5. Sebaiknya lokasi bendung itu berada pada alur sungai yang lurus.
6. Keadaan pondasi cukup baik.
7. Tidak menimbulkan genangan yang luas di udik bendung, serta tanggul
banjir sependek mungkin.
8. Pelaksanaan tidak sulit dan biaya pembangunan tidak mahal.
C. Design flood
Design flood adalah besarnya debit yang direncanakan untuk melewati bendung
1. Return period
Design flood direncanakan sebagai flood yang diharapkan akan terjadi pada
suatu jangka waktu tertentu, artinya pada suatu jangka waktu tersebut, banjir
ini akan terjadi lagi. Misalnya banjir 50 tahun adalah banjir yang akan terjadi
pada tiap 50 tahun sekali. Angka lima puluh tahun diatas disebut return
period.
2. Metode
Untuk mencari besarnya design flood dengan return period tertentu, bisa
menggunakan data-data debit sungai atau dapat pula data-data curah hujan,
analisa untuk mencari harga suatu besaran dengan sutau return period
tertentu disebut frequency analysis.
3. Data debit
Beberapa cara frequency analysis yang telah dikenal dan dipakai antara lain
cara Hazen, Haspers, Gumbel dan lain-lain. Dalam penulisan laporan tugas
akhir ini hanya menggunakan cara Gumbel saja.
4. Curah hujan
Pengamatan curah hujan dari stasiun-stasiun yang terletak didaerah aliran
dipergunakan untuk mencari debit sungai.
a) Stasiun hujan
Untuk mencari debit sungai, terlebih dahulu ditentukan stasiun-stasiun hujan
yang mewakili daerah alirannya, yakni stasiun yang terletak didalam daerah
aliran yang bersangkutan. Jika tidak ada stasiun-stasiun yang dimaksud maka
kita memakai stasiun-stasiun hujan yang terdekat dengan daerah aliran
tersebut.
b) Curah hujan rata-rata
1) Arithmatic
Rata-rata aritmatik curah hujan adalah jumlah besarnya curah hujan dibagi
banyaknya bilangan penjumlahan.
2) Metode Thiessen
Setelah letak stasiun-stasiun hujan di tentukan dalam gambar catchment area,
maka dibuatlah sumbu-sumbu dan garis penghubung stasiun hujan tersebut.
Garis-garis sumbu ini akan membagi catchment area, yang akan diwakili
oleh setiap stasiun.
Dimana : RA = curah hujan stasiun A
RB = luas daerah A
3) Metode Melchior
Rumus :
Q max = α x F x q x
Dimana :
Q max = debit maksimum yang diharapkan terjadi (m3/det)
α = koefisien pengaliran
F = luas catchment area (km2)
q = debit tiap km2 (m3/det/km2)
R max = curah hujan harian absolut max, rata-rata dari stasiun-stasiun yang
mewakili (mm)
4) Metode Weduwen
Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km2. Data
hujan yang digunakan berbeda dengan cara Melchior, sebagaimana diketahui
Melchior menggunakan data curah hujan harian absolut maksimum,
sedangkan cara Weduwen memakai curah hujan maksimum kedua setelah
masa pengamatan tertentu dan menghasilkan debit untuk return period
tertentu.
Qn = α β q x F x k (1)
atau
Qn = α β q x F x mn x (2)
Dimana:
Qn = debit maks dalam suatu return period tertentu (m3/det)
n = return period
α β q = debit pada tiap km2 pada curah hujan harian 240 mm (m3/det/km2)
k ; mn = koefisien
R70 = curah hujan dengan return period 70 tahun
D. Peil mercu
1. Elevasi
Peil mercu bendung ditentukan oleh beberapa macam faktor, antara lain
elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, tingginnya air di sawah, kehilangan
tekanan pada pemasukan ke saluran-saluran, pada alat-alat ukur, pada
bangunan-bangunan lain yang terdapat di saluran, dsb.
2. Tinggi bendung
Yang dimaksud tinggi bendung adalah jarak antara lantai muka bendung
sampai puncak bendung (P)
E. Lebar bendung
Yang dimaksud lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal disatu
sisi dan tembok pangkal di sisi yang lain.
1. Lebar efektif
Lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar
efektif, tidak seluruh lebar bendung bermanfaat untuk melewatkan debit,
karena kemungkinan adanya pyler dan pintu penguras.
Bef = B - ∑b -∑t + 0,80 ∑b
Bef = B -∑t - 0,20 ∑b
Dimana :
Bef = lebar efektif bendung
B = lebar seluruh bendung
∑t = jumlah tebal pyler
∑b = jumlah lebar pintu bilas
2. Tebal pyler
Pyler yang terdapat pada tubuh bendung adalah pyler jembatan dan pyler
pintu bilas. Tebal pyler jembatan ditentukan oleh beban yang akan
ditanggungnya sedangkan tebal pyler pintu bilas tergantung ada atau tidaknya
pengambilan lewat tubuh bendung dan tergantung dari lebar pintu bilas serta
tingginya pyler itu sendiri.
3. Lebar pintu penguras (bilas)
Pintu penguras berfungsi untuk menguras bahan-bahan endapan, maka
lebarnya tidak boleh terlalu kecil atau terlalu lebar. Jika lebar pintu terlalu
kecil maka efek pengurasan akan kecil pula, tetapi jika pintu terlalu besar
maka pintu akan menjadi berat dan sukar diangkat.
Sebagai patokan lebar pintu penguras bisa diambil harga terbesar antara :
1/2 lebar pintu intake atau 1/10 lebar bendung (B).
F. Muka air maksimum di sungai
Muka air maksimum di sungai adalah tinggi air banjir di sungai sebelum
ada bendung.
1. Miring sungai rata-rata
Dari profil memanjang sungai di cari kemiringan sungai rata-rata. Garis
miring sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai, sehingga
bagian atas dan bawah yang terpotong mempunyai jumlah luas yang kira-kira
sama
2. Profil melintang
Ialah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis profil
memanjang.
G. Muka air maksimum diatas mercu
Muka air sedikit diatas mercu, sebelum muka air itu merubah bentuknya
menjadi melengkung ke bawah. Untuk mencari tinggi air maksimum diatas mercu
bendung, tergantung dari sifat pengalirannya.
1. Pengaliran sempurna
Rumus Bundschu :
Q = m b d
d = 2/3 H
H = h + k
Harga k dan m dicari dari rumus Verwoerd :
k = 4/27 . m2 h3 ( )2
m = 1,49 – 0,018 ( 5 - )2
dimana:
Q = debit yang lewat di atas mercu (m3/det)
b = lebar efektif bendung (m)
h = tinggi air (depan) di atas mercu (m)
k = tinggi energi kecepatan (m)
g = percepatan gravitasi (m/det)
m = koefisien pengaliran
p = tinggi bendung (m)
r = jari-jari pembulatan puncak mercu (m)
Untuk menentukan harga r, dipakai cara Kregten (sebagai pendekatan)
yaitu : dengan mengambil harga m=1,34 harga yang baik untuk H/r adalah 3,80.
Jadi dipakai terlebih dahulu pendekatan:
Q = mbd
dengan m = 1,34
H. Ukuran Hidrolis Bendung
Adalah dimensi bendung yang diakibatkan oleh sentuhan karena
pengaliran air.
Untuk tipe Vlugter dipakai ketentuan-ketentuan seperti dibawah ini
Jika 4/3 < Z/H < 10
Maka D = L = R = 1,1 Z + H
a = 0,15 H
Jika 1/3 < Z/H < 4/3
Maka D = L = R = 0,6 H + 1,4 Z
a = 0,20 H
I. Stabilitas Bendung
1. Gaya-gaya yang bekerja
Sebuah bendung akan mengalami tekanan-tekanan gaya seperti gaya
berat, gaya gempa, tekanan lumpur, gaya hidrostatis dan gaya uplift pressure
a. Gaya berat
Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi berarah vertikal kebawah
yang garis kerjanya melewati titik berat konstruksi.
Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi dalam bagian-
bagian yang berbentuk segitiga, segiempat atau trapesium.
Karena peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang
diperhitungkan adalah luas bidang kali berat jenis konstruksi.
b. Gaya gempa
Gaya gempa sebesar K = f G
Dimana, f = koefisien gempa
G = berat konstruksi
Harga f tergantung dari tempat konstruksi sesuai dengan peta zone gempa
bendung tersebut.
c. Tekanan lumpur
Apabila bendung sudah berexploitasi, maka akan tertimbun endapan di depan
bendung. Endapan lumpur ini diperhitungkan sebagai setinggi mercu.
W1 = ½ γs h2
Dimana
γs = berat jenis lumpur ( biasanya 1,60 )
φ = sudut geser alam dari silt
Untuk silt diambil φ = 30o
Jadi W1 = 1/6 . γs . h2
d. Uplift pressure
Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa
dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang
Secara umum besarnya tekanan pada titik x adalah:
Dimana
Ux = uplift pressure titik x
Hx = tingginya titik x terhadap air dimuka
ℓx = panjangnya creep line sampai ketitik x
∑L = jumlah panjang creep line
Δ H = beda tekanan
Gaya uplift dibidang XD adalah :
UXD = ½ . b ( UX + Ud )
Dan bekerja pada titik berat trapesium
Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula, maka
uplift dapat dianggap bekerja 67 % nya, jadi bekerjanya uplift pressure antara
67% dan 100%.
2. Anggapan dalam stabilitas
Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat dari
perhitungan itu sendiri, maka diadakan anggapan sebagai berikut:
a. Peninjauan potongan vertikal adalah potongan-potongan yang paling
lemah (dalam hal ini potongan 1-1 dan 2-2)
b. Lapisan puddel tetap berfungsi
c. Titik guling pada peninjauan vertikal diatas adalah titik A
d. Konstruksi bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu
bendung
e. Harus diperhitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air,
yaitu muka air banjir dan muka air normal
f. Ditinjau pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan:
1) Bagian diatas lantai muka, tiap 1 meter vertikal
2) Bagian dibawah lantai muka, dua potongan pada tempat-tempat yang
dianggap terlemah.
3. Syarat stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik.
Ini berarti bahwa resultan gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan
harus masuk kern
b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari pada momen guling (Mg).
Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2
R = faktor keamanan
c. Konstruksi tidak boleh bergeser
Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2,00
Dimana:
F = faktor keamanan
f = koef. Geser antara konstruksi dan dasanya
d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang
diizinkan
e. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya
keatas.
BAB IVMETODE KAJIAN
A. Analisa Frekuensi Curah Hujan
Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi
terutama untuk menghitung debit banjir rencana baik secara empiris maupun
model matematik.
Untuk mengetahui beberapa besarnya frekuensi hujan rata-rata pada
masing-masing stasiun curah hujan, maka digunakan metode Gumbel dan Hasper.
Perhitungan dengan masa ulang (Return Period) tertentu minimum digunakan
10 tahun lamanya pengamatan
Perhitungan kemungkinan frekuensi curah hujan ini menghendaki curah
hujan terbesar selama 24 jam dalam tiap-tiap tahun.
Metode Gumbel dan Hasper dapat digunakan untuk analisis statistik curah
hujan maupun analisa debit banjir rencana.
Metode Hasper :
RT = + Sx . UT ........(1)
Dimana :
RT = Curah hujan yang diharapkan terjadi 1x dalam periode T
= Nilai rata-rata dari hujan
U = Standar variabel
Sx = Standar defiasi → S =
Rt = Curah hujan terbesar
Nilai U ditetapkan berdasarkan banyaknya data hujan (n)
T =
Metode Gumbel :
RT = + . Sx .......(2)
Dimana :
RT = Hujan maksimum dengan return period t
= Nilai rata-rata dari hujan
Yn = Reduced Mean Gumbel Sn = Reduced Standart Deviation
Sx = Standar Deviasi Gumbel =
Yt = Reduced Variate
B. Perhitungan Nilai Hujan Rata-rata Metoda Poligon Thiessen
Untuk mendapatkan nilai hujan rata-rata pada lokasi bendung, maka
dihitung dengan cara distribusi Thiessen :
a. Hubungkan titik-titik lokasi hujan sehingga dapat membentuk segitiga
pada daerah pengaliran (catchment area)
b. Dari sisi-sisi segitiga dibagi dua, ditarik tegak lurus akan bertemu pada
satu titik lagi dan merupakan bagian dari daerah-daerah hujan.
c. Dapat dihitung luas Poligon Thiessen dan koefisien Thiessen
d. Didistribusikan dengan :
Gumbel – Thiessen, Hasper – Thiessen
Gambar 4.1 Daerah Aliran
Sungai (Catchment Area) Ciujung
C. Analisa Debit Banjir Rencana
Penetapan rencana debit banjir sangat penting untuk keamanan dari
bendung dan tanah pertanian serta fasilitas kehidupan masyarakat di bagian udik.
Untuk memperkecil kerusakan terhadap hancurnya sebuah bendung akibat
rencana debit banjir akan ditetapkan menurut keadaan dan lokasi disekitar
bendung.
Untuk menganalisa debit banjir dapat dipakai metode-metode yang sering
dipakai yaitu: Metode Melchior dan Hasper
Metode Hasper bisa dipakai untuk luas daerah pengaliran dengan luas
sembarang
Metode Melchior memberi batasan untuk menghitung debit banjir rencana
dengan luas daerah pengaliran lebih besar 1000 km2 :
1. Metode Hasper
Qt = α . β . qt . f ........ (3)
Dimana :
α = angka pengaliran
β = koefisien reduksi
qt = intensitas hujan (mm)
f = luas catchment area (km2)
2. Metode Melchior
Q = α . f . q . .......(4)
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
α = koefisen pengaliran yang berkisar 0,65
f = luas catchment area (km2)
q = besar debit
Rn = curah hujan maksimum harian absolut (mm)
200 = untuk hujan standar yang ditetapkan Melchior dalam penelitian
Gambar 4.2 Luas Elips DAS Ciujung (Metode Melchior)
D. Menentukan Tinggi Muka Air di Hilir Bendung
Bendung Pamarayan letaknya di zone bawah, dimana bentuk sungai mirip
trapesium dan rumus pengaliran ditentukan.
Q = F . V .......(5)
F = (b + m h) h
O = b + 2h
R =
Dimana :
Q = Debit Rencana (m3/dt)
V = Kecepatan Aliran (m/dt)
F = Luas penampang basah (m2)
O = Keliling penampang basah (m)
h = Tinggi permukaan air (m)
m = Lereng sungai (talud)
b = Lebar dasar sungai (m)
R = Jari-jari hidrolis (m)
Untuk menentukan tinggi muka air di hilir bendung dilakukan dengan cara
trial and error, dari hasil data di lapangan ditentukan nilai b (dasar sungai) dan
nilai m ( perbandingan sungai).