Upload
rahasty-cinthia-devi
View
24.971
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
M A K A L A H KURIKULUM dan PEMBELAJARAN
Dosen: Akhmad Sudrajat. M.pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 7
1. EKAWATI
2. MAMAT MARYATNO
3. MONA MONALIA
4. NINA MARLIANA
- II D -
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KUNINGA
2009
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena atas rahmat dan hidayahnya
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Memiliki Pemahaman dan
Dapat Menerapkan Tentang Proses Pembelajaran”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan
Pembelajaran. Dalam menyusun makalah ini, penulis sangat di bantu oleh buku-buku
pendukung, teknologi modern “Internet”, dosen mata kuliah serta rekan-rekan. Untuk
memahami pokok bahasan yang di sajikan, penulis sajikan kesimpulan dan saran. Dengan
harapan lebih mudah dalam mempelajarinya dan mudah di cerna oleh kita semua.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan dan kesempurnaan karya tulis ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih
semoga amal ibadahnya diterima Allah S.W.T. Amin.
Wassalamualiakum Wr. Wb
Kuningan, Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
1.4 METODE PENGUMPULAN DATA
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 KONSEP BELAJAR dan PEMBELAJARAN
2.2 PENGERTIAN TENTANG BELAJAR KONTEKSTUAL
2.3 KECENDERUNGAN PEMIKIRAN TENTANG BELAJAR
DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
BAB III PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan masalah yang komplek, antara lain ia mencakup soal kurikulum,
para guru, keadaan masyarakat dan kiranya juga soal politik. Walaupun kurikulumnya baik,
tetapi jika korps guru kurang kemampuannya dalam menyampaikan ilmu kepada anak
didiknya,maka kurikulum yang baik itu tidak banyak manfaatnya. Bila kurikulumnya baik
para gurupun bermutu, namun jika para murid pada umumnya bersifat santai, malas belajar
dan tidak disiplin, maka kedua faktor yang terdahulupun tidak akan banyak manfaatnya. Dan
mendangkalnya mutu pendidikan sekarang ini kiranya juga merupakan akibat dari politik
Pemerintah yang berupa pemerataan pendidikan yang lebih mengutamakan memperbanyak
materi pelajaran daripada menghidupkan kemampuan (kompetensi) anak didik.
Meskipun demikian, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah
banyak berusaha mengatasi permasalahan pendidikan yang dihadapinya terutama masalah
relevansi dan kualitas pendidikan pada berbagai tingkat dan jenis pendidikan. Upaya tersebut
antara lain berupa pembaharuan kurikulum dan metodologi pengajaran, pengadaan buku
pelajaran dan buku bacaan berkualitas, peyelenggaraan berbagai penataran / pelatihan guru
dan tenaga kependidikan lainnya, pengadaan alat peraga, peningkatan manajemen sekolah,
pemberian block-grant kepada sebagian sekolah, dan berbagai macam bantuan lainnya.
Cukup banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah, akan tetapi dampaknya terhadap
kualitas proses dan hasil belajar siswa belum optimal. Hal inilah yang membuat pemerintah
terus berusaha mencari solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut.
Salah satu wujud upaya tersebut yaitu berupa pengembangan kurikulum, model-model
pembelajaran dan pendekatan atau strategi pembelajaran.
Dari beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses belajar
mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah,minat, dan antusiasme untuk
belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada diri siswa untuk belajar .
Interaksi memang kadang terjadi, sejauh karena diminta atau ditunjuk oleh Guru. Dalam
suatu kesempatan proses belajar mengajar penulis mencoba berinteraksi dengan para siswa di
dalam suatu dialog kelas, dengan mengajukan pertanyaan kepada kelas secara keseluruhan,
dengan harapan sedikitnya ada satu dua orang siswa untuk menjawab. Akan tetapi, ternyata
tak seorang siswapun yang tampak berupaya untuk merespon pertanyaan kami.
Fenomena ini, telah dirasakan berlangsung lama. Untuk mengubah siswa agar mau
berpartisipasi-aktif dalam pembelajaran dirasakan sangat sulit. Untuk itu harus ada usaha
berkonsultasi dengan orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi dalam berbagai
pendekatan dan atau strategi pembelajaran atau membaca berbagai buku atau VCD yang
berisi penemuan baru tentang pendekatan dan strategi dalam proses pembelajaran
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang
dapat dirumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Mungkinkah Proses belajar mengajar bisa ditingkatkan Melalui Strategi Pembelajaran
Kontekstual ?
2. bagaimana caranya membangun suasana pembelajaran yang aktif-partisipatif ?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman yang dapat menerapkan proses
pembelajaran
3. Untuk menambah wawasan siswa agar bisa memahami proses belajar mengajar
1.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan metode wawancara. Kegiatan tanya
jawab yang dilakukan peneliti dengan narasumber atau orang yang bersangkutan langsung
dengan masalah yang sedang diteliti.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
2.1.1 Makna Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar adalah dua aktivitas yang hampir tidak dapat dipisahkan
satu dari yang lainnya, terutama dalam prakteknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila
keduanya telah digerakkan secara sadar dan bertujuan, maka rangkaian interaksi
belajar-mengajar akan segera terjadi. Sehubungan dengan hal ini ada baiknya kedua
istilah tersebut untuk dibahas.
a. Belajar
Kita masih ingat bahwa “belajar” pernah dipandang sebagai proses
penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih
berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “mengajar” pun dipandang
sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada
siswanya.
Pandangan semacam itu tidak terlalu salah, akan tetapi masih sangat parsial,
terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif. Oleh
sebab itu, pandangan tersebut perlu diletakkan pada perspektif yang lebih wajar
sehingga ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi
juga keterampilan, nilai dan sikap.
Sebagai landasan pembahasan mengenai apa yang dimaksud dengan belajar,
berikut ini kami kemukakan beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh
Drs.M.Ngalim Purwanto.MP (1990).
a) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975). “Belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu,
dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang ( misalnya
kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).”
b) Gagne, dalam buku The conditions of Learning (1977). “ Belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance-nya) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c) Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978). “ Belajar adalah
setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.” d) Witherington,dalam buku Educational
Psychology. “ Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yan menyatakan
diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian.”
Dari definsi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa
elemen yang penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman : dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan
atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri seorang bayi.
c) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lam
periode waktu itu berlangsung sulit dtentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu
hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-
hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus
mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh
motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang
biasanya hanya berlangsung sementara.
d) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: Perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah / berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,
ataupun sikap.
b. Mengajar
Pada uraian di atas telah dikemukakan bahwa istilah belajar pernah dipandang
sebagai proses penambahan pengetahuan. Senada dengan nuansa penafsiran terhadap
belajar seperti itu, maka “mengajar “ pun pernah dianggap sebagai proses pemberian
atau penyampaian pengetahuan. Pandangan demikian membawa konsekuensi logis
terhadap situasi belajar –mengajar yang diwujudkan oleh guru, yakni proses belajar-
mengajar (PBM) yang terjadi di dalamnya bersifat teacher-centered. Pengajaran
menjadi berpusat pada guru mengajar lebih dominan daripada belajar. Guru berperan
sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya kepada para siswa (information
givers) atau dengan nama lain sebagai instructor. Oleh sebab itu, sumber belajar yang
digunakan, maksimal hanya sebatas apa yang ada diantara dua kulit buku dan empat
dinding kelas. Bahkan, banyak diantara mereka yang menjadikan dirinya sebagai satu-
satunya sumber belajar. Akibatnya, siswa-siswa menjadi individu-individu yang pasif,
kedaulatan merekapun pada akhirnya harus tunduk pada kekuasaan guru. Mereka
tidak dididik untuk berfikir kritis, berlatih menemukan konsep atau prinsip, ataupun
untuk mengembangkan kreatifitasnya. Mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi
kehidupan yang perubahan-perubahannya sangat cepat, bahkan dapat terjadi dalam
hitungan detik seperti sekarang ini. Hal ini bisa terjadi pada masa mendatang, karena
dengan penerapan konsep mengajar semacam itu, siswa-siswa tidak dididik untuk
belajar sebagai manusia seutuhnya, sementara kita berharap agar kelak siswa-siswa
menjadi orang-orang yang terdidik, tidak sekedar tersekolah atau belajar.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka mengajar sepantasnya
dipandang sebagai upaya atau proses yang dilakukan oleh seorang guru untuk
membuat siswa-siswanya belajar. Dalam hal ini guru berupaya untuk membelajarkan
siswa-siswanya, dan sebaliknya para siswa menjadi pembelajar-pembelajar yang aktif,
kritis dan kreatif. Dengan cara ini interaksi belajar mengajar dapat terjadi, dan
pengajaran tidak lagi bersifat teacher-centered, karena telah bergeser pada kontinum
pengajaran yang lebih bersifat student-centered. Pertanyaan selanjutnya, yang
menggelitik kita selaku guru yang bertugas pada era informasi ini yaitu : Apakah
diantara kita yang terlanjur telah menerapkan pengajaran bersifat teacher-centered
akan segera berubah kearah student-centered ?
2.1.2 Makna Pembelajaran
Istilah pembelajaran mengundang berbagai kontroversi diberbagai kalangan
pakar pendidikan, terutama di antara guru-guru di sekolah. Hal ini disebabkan oleh
demikian luasnya ruang lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek belajar
atau pembelajarpun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta
penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi
panel, symposium, dan bahkan siapa saja yang berupaya membelajarkan diri sendiri.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatau system atau proses
membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian,
jika pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran terdiri
dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran.
Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai suatu proses, maka pembelajaran
merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.
Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester,
dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat
kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat-alat evaluasi. Persiapan pembelajaran
ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya
yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa dan
mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.
Setelah persiapan tersebut, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, struktur dan dan situasi pembelajaran yang
diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan meode-
metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi
kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa.
Jadi semuanya itu akan menentukan terhadap struktur pembelajaran.
2.2 Pengertian Belajar Kontekstual
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tidak ada sebuah
definisi atau pengertian tunggal. Setiap pakar dan komunitas pakar memberikan
definisi beragam. Namun mereka bersepakat bahwa hakekat pembelajaran kontekstual
adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan,
independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas,
lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini (Moh.Imam
Farisi,2005).
Beberapa definisi pembelajaran kontekstual yang pernah ditulis dalam
beberapa sumber, yang dikemukakan oleh Nurhadi,dkk dalam bukunya “ Kontekstual
dan penerapannya dalam KBK “.
a. Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu, dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan
tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL:
melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur
cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat
pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan assessment autentik.
b. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa
memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan
seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi
ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah riel yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka
sebagai angota keluarga, anggota masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. Pengajaran
dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi, transfer
pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan
mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
c. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar
mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat,
dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pengajaran dan pembelajaran
kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang
diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam
berbagai konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan
menggunakan pula kelompok belajar yang bebas.
2.2.1 Delapan Komponen Utama Dalam Sistem Pembelajaran Kontekstual
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections).
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau
bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat ( learning by
doing ).
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing significant work ).
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada
dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri ( self-regulated learning ). Siswa melakukan
pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya / hasilnya yang sifatnya
nyata.
d. Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu
siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat
menganalsis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
menggunakan logika dan buki-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa
memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memilki harapan-harapan
yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal
dan mencapai standard yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memoivasi siswa
untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang
disebut ” excellence “.
h. Menggunakan penilaian autentik ( using authentic assessment ). Siswa
menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan
yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang
telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan
pelajaran bahasa inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu
sekolah atau membuat penyajian perihal emosi manusia.
2.2.2 Maksud Konteks
Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan
siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual,
proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan
menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan
berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip
kontekstual sangat penting untuk segala situasi belajar.
2.2.3 Mengapa Pembelajaran Kontekstual
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui-nya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di
kelas-kelas sekolah kita!
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu,
siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka,
dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi
hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri',
bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual.kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti
halnya strategi pembelajaran yang lain. Kontekstual dikembangkan dengan tujuan
agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Berikutnya
akan dibahas persoalan yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi
penerapannya.
2.3 Kecenderungan Pemikiran Tentang Belajar Dalam Pembelajaran
Kontekstual
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut.
a. Proses Belajar
· Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri.
· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru, dan bukan di beri begitu saja dari guru.
· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan (subject matter).
· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi menceerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
· Manusia mempunya tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
baru.
· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu
berjalan seiring perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus
menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya
mempengaruhi cara orang berprilaku.
· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dcengan ide-ide.
b. Transfer Belajar
· Sisiwa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari "pemberian orang
lain".
· Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas
(sempit) sedikit demi sedikit.
· Yang penting bagi siswa tahu 'untuk apa' ia belajar, dan 'bagaimana' ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Siswa sebagai pembelajar
· Manusia mempunya kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu ,
dan seorang anak mempunyai kecendrungan untuk belajar dengan cepat
hal-hal baru.
· Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu
yang baru. Akan tetapi untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat
penting.
· Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara 'yang baru'
dan yang sudah diketahui.
· Tugas guru memfasilitasi : agar informasi baru bermakna, memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
Pentingnya lingkungan belajar Belajar efektif itu di mulai dari lingkungan
belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas, siswa menonton:
ke "siswa akting bekerja dan berkarya , guru mengarahkan".
Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan
hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian
(assessment) yang benar.
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran terbukti
sangat efektif dan efisien dalam menumbuh kembangkan atau meningkatkan proses
belajar mengajar di kelas. Hal ini ditemukan pada beberapa indikator kegiatan belajar
siswa diantaranya :
a. Melakukan hubungan yang bermakna.
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifika.
c. Belajar yang diatur sendiri.
d. Bekerjasama.
e. Berfikir kritis dan kreatif.
f. Memelihara atau mengasuh pribadi siswa.
g. Mencapai standar yang tinggi.
h. Terdeteksi oleh penilaian autentik.
3.2 Saran-saran
Sebagai tindak lanjut dari penulisan karya tulis ini, penulis mengajukan beberapa
saran sebagai berikut :
a. Hendaknya setiap pegelola pendidikan khususnya para guru selalu berusaha untuk
mengembangkan lagi berbagai strategi atau pendekatan pembelajaran yang ada.
b. Sebaiknya para guru dalam melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada prinsip
daya guna ( efisiensi ) dan hasil guna ( efekifitas ) dalam mewujudkan tugas-tugas
yang telah direncanakan dalam persiapan pembelajaran dan atau rencana
pembelajaran.
c. Hendaknya para guru selalu berusaha untuk lebih memahami faktor-faktor yang
dapat mendorong ataupun menghambat terjadinya proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. PT.Rineke Cipta. Jakarta.
Depdiknas.2003. Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah dasar. Jakarta.
Farisi,M.I. 2005. Belajar dan pembelajaran. Paket untuk Mahasiswa program S1 FKIP UIM Pamekasan. Pamekasan : Tidak ditebitkan.
Hadi,S.1980. Metodologi Research. Jilid I, Cetakan ke IX. Yogyakarta. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Iksan,K. 1991. Pengaruh Tahapan Administrasi Program Pengajaran Terhadap Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Di SDN.Lawangan Daya III Kecamatan Pademawu. Skripsi S1 jur.PAI.IAIN Pamekasan. Tidak diterbitkan.
Johnson,E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : Corwin Press, Inc. A sage Publications Company.
Ngalim Purwanto.M. 1990. Psikologi Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya.Bandung.
Ngalim Purwanto.M. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nurhadi,Dkk. 2004. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang (UMPRESS). Malang.
Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Peraturan Pemerintah RI Nomer 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. http:// WWW.Depdiknas.or.id. (7 Agustus 2005 ).
Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Rancangan Undang-undang tentang Guru . http:// WWW.Depdiknas.or.id. (Revisi 06 April 2005 ).