Upload
vanhanh
View
249
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM
YANG BERKEADILAN
DI KABUPATEN SUKOHARJO
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
DEWI AMBARSARI
NIM. E1106064
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM
YANG BERKEADILAN
DI KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh :
DEWI AMBARSARI
NIM. E1106064
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, April 2010
Dosen Pembimbing,
PIUS TRIWAHYUDI, S.H.,Msi
NIP. 195602121985031004
ii
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM
YANG BERKEADILAN
DI KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh
DEWI AMBARSARI
NIM. E1106064
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 22 April 2010
DEWAN PENGUJI
1. Lego Karjoko, S.H M.H : ...............................................
Ketua
2. Purwono Sungkowo Raharjo,S.H :...............................................
Sekretaris
3. Pius Triwahyudi, S.H., Msi : ...............................................
Anggota Mengetahui
Dekan
( Muhammad Yamin, S.H., M.Hum)
NIP. 196109301986011001
iii
iv
PERNYATAAN
Nama : Dewi Ambarsari
Nim : E1106064
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum ( skripsi ) berjudul :
PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI
KABUPATEN SUKOHARJO adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum ( skripsi ) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum ( skripsi ) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum ( skripsi ) ini.
Surakarta, Maret 2010
Yang membuat pernyataan
Dewi Ambarsari
E1106064
iv
v
ABSTRAK
Dewi Ambarsari E1106064. PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang apakah proses dalam penyusunan upah minimum bagi pekerja di Kabupen Sukoharjo sudah sesuai dengan perundang – undangan dan juga Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ), hal – hal atau mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan upah minimum yang berkeadilan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan cyber media. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Teknik analisis data yang digunakan yaitu silogisme deduksi dan interprestasi. Upah merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupannya. Untuk itu pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan tugasnya untuk proses penyusunan upah minimum diharapkan dapat menyusun dan memberikan usulan atau pendapat dalam hal menentukan nilai upah haruslah memperhatikan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo dan melakukan mekanisme penyusunan upah harus sesuai dengan perundang – undangan yang beralaku sehingga dapat terciptanya upah yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah upah merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pekerjaan. Lembaga Tripartite yang terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo berperan dalam melakukan penyusunan upah minimum melalui mekanisme dalam survei Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) yang dilakukan didaerah tersebut. Dalam melakukan penyusunan dan memberikan usulan tersebut sudah sesuai dengan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak. Dengan adanya kesesuaian terhadap Undang – Undang dan Kebutuhan Hidup Layak maka sudah terciptanya upah yang berkeadilan bagi pekerja di Kabupaten Sukoharjo. Kata Kunci : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, Upah
Minimum, Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )
v
vi
ABSTRACT Dewi Ambarsari E1106064. THE FAIR MINIMUM WAGE ESTABLISHMENT PROCESS IN REGENCY SUKOHARJO. Law Faculty Sebelas Maret University. This research aims to find out whether or not the process of establishing the fair minimum wage for the labors in Regency Sukoharjo has been consistent with the legislation and with the Reasonable Living Needs (KHL), the mechanism the Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo undertakes in establishing the fair minimum wage. This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature. The type of data employed was secondary data. The data source employed includes the primary, secondary and tertiary materials. Techniques of collecting data employed were literary study and cyber media. Then the data was consulted and confirmed with the Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo. Techniques of analyzing data used were deduction syllogism and interpretation. Wage is a very important thing for the labors to meet their life needs. For that reason, the implementation of planning, establishing and overseeing functions the Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo does in undertaking its task of establishing the minimum wage is expected to be able to arrange and propose opinion in determining the wage that takes into account the Reasonable Living Need (KHL) in Regency Sukoharjo and in undertaking the mechanism of wage establishment should be consistent with the legislation prevailing so that the fair minimum wage will be achieved in Regency Sukoharjo. The conclusion of research is that wage is a very important thing in the employment field. Tripartite Institution consisting of labors, employers elements and facilitated by the Labor and Transmigration Office (Regency Sukoharjo) contribute to the establishment of minimum wage through the mechanism in the survey of reasonable living needs (KHL) conducted in that area. In establishing and giving the conclusion, it has been consistent with the Act No.13 of 2003 (/f. about the Labors and Ministerial Regulation of Labor and Transmigration Number PER-17/MEN/VIII/2005 about the Component and Implementation of Reasonable Living Stage. With the compatibility to the Legislation and Reasonable living needs, the fair minimum wage has been established for the labors in Regency Sukoharjo. Keywords: Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo, Minimum Wage, Reasonable Living Needs (KHL)
vi
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang
berjudul “PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG
BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO”
Penulisan hukum ini membahas tentang Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan proses penyusunan upah
minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo. Penulisan Hukum ini
diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan akademis untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya tanpa bimbingan, petunjuk, bantuan,
maupun saran – saran dari berbagai pihak penulis tidak akan mudah
menyelesaikan penulisan hukum ini. Sehubungan dengan terselesaikannya
penulisan hukum ini maka penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Syamsul Hadi, SP.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret yang telah memberi kesempatan menuntut ilmu di Universitas ini.
2. Bapak Muhammad Yamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
3. Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.M. selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu dan memberikan ilmu untuk memberikan bimbingan
dan arahan bagi tersusunya skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sugiyanto, MM selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang telah memberi informasi dalam
menyelesaikan penulisan hukum ini.
6. Ibu Indah Kartikasari selaku Kepala Seksi Hubungan Industrial dan
Perselisihan Ketenagakerjaan yang telah memberi informasi dalam
menyelesaikan penulisan hukum ini.
vii
viii
7. Bapak Ibu dosen dan PPH Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan pada penulis selama masa perkuliahan.
8. Ayah Yohanes Sutino dan Ibu Murdiningsih tercinta, yang telah
memberikan kasih sayang, semangat dan memberikan segalanya yang
penulis butuhkan.
9. Kakanda Adhi Nugroho, SH dan Krisnawati Handayani, SH yang telah
memberikan semangat kepada penulis.
10. Keponakanku tersayang Yeheskiel Bintang Adi Putra yang selalu
memberikan keceriaan bagi penulis.
11. Seseorang yang telah mengajari arti cinta dan arti hidup senang dan sedih
bagi penulis.
12. Sahabat-sahabat karib di FH UNS antara lain Puput, Susi, Nindya, Ira,
Dewi Pertiwi, Eka, Indri, Putri, Ika, Winda, Zheny, Galuh, Dian Ndutz,
Dian Pertiwi, Tyaz, Ucuphz, Nazrul, Adi, Pak Api, Yanuar (Pak Ndutz),
Adit, Raynaldi....atas persaudaraan dan persahabatan yang sangat berkesan
dan menyenangkan terlebih atas dorongan semangat bagi penulis untuk
selalu kuat dalam menjalani hidup ini.
13. Seluruh teman-teman angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan
hukum ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………........................... iv
ABSTRAK………………………………………………………................. v
ABSTRACT..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Perumusan Masalah…….……………………………………. 6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 6
D. Manfaat Penelitian……………………………………………. 7
E. Metode Penelitian…………………………………………….. 8
F. Sistematika Penulisan Hukum……………………………….. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ………………………………………………. 15
1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan.......................... 15
2. Tinjauan Umum tentang Pengawasan Ketenagakerjaan…. 16
3. Tinjauan Umum Tentang Upah ………………………..... 17
4. Tinjauan Umum Tentang Upah Minimum......................... 22
5. Tinjauan Umum Tentang Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi....................................................................... 26
6. Tinjauan Umum Tentang Keadilan .................................... 28
B. Kerangka Pemikiran …………………………………………. 34
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo.………………………………….. ………………. . 36
ix
x
B. Struktur Organisansi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo................................................................. 39
C. Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dalam proses penyusunan upah minimum yang
berkeadilan di Kabupaten
Sukoharjo................................................................................ 54
D. Pendapat dari lembaga tripartite Kabupaten Sukoharjo
mengenai Upah Minimum yang berkeadilan sudah
sesuai dengan Perundang – undangan dan ketentuan
Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )........................................... 65
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………… 69
B. Saran……………………………………………………………... 70
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 71
LAMPIRAN
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Ijin Penelitian
Lampiran II Bagan Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo
Lampiran III Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup layak.
Lampiran IV Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 561.4/106/2009
tentang Upah Minimum pada 35 ( Tiga Puluh Lima )
Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa tengah Tahun 2010.
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang besar dan Indonesia juga merupakan
salah satu Negara berkembang. Dimana dalam proses perkembangan tersebut
banyak pembangunan yang dilakukan disegala bidang. Pembangunan disegala
bidang dilakukan secara terarah, terencana dan terpadu berdasar Pancasila dan
UUD 1945 khususnya di bidang ekonomi, pemerintah memberikan
kesempatan yang luas bagi perkembangan perindustrian. Masuknya dan
berkembangnya perindustrian tersebut dapat membantu pemerintah khususnya
adanya pemasukkan bagi Negara serta mengurangi angka pengangguran.
Dalam dunia ketenagakerjaan terdapat pekerja atau sering disebut buruh dan
pengusaha. Keduanya mempunyai atau mengadakan suatu hubungan kerja,
yang pada dasarnya merupakan hubungan yang mengatur atau memuat hak
dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha dengan takaran hak
dan kewajiban masing – masing seimbang.
Menurut Pasal 1 UU No. 13 Tahun 2003, yang dimaksud hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan dan perintah.
Secara umum, pengertian upah yaitu suatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut
suatu perjanjian atau peraturan perundang – undangan dan dibayarkan atas
dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan tenaga kerja, termasuk
tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya. Dengan
terjadinya perjanjian kerja maka menimbulkan hubungan kerja antara buruh
dengan majikan/pengusaha yang berisi hak – hak dan kewajiban – kewajiban
bagi masing–masing pihak. Hak dari pihak yang satu merupakan kewajiban
bagi pihak lainnya, demikian juga sebaliknya kewajiban pihak yang satu
merupakan hak bagi pihak lainnya. Adapun kewajiban yang utama bagi
1
2
majikan / pengusaha adalah membayar upah. (F.X Djumialdji. 2001:39).
Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia yang sejak dulu selalu labour
surplus membuat pemerintah harus menempuh kebijakan upah minimum.
Kebijakan upah minimum tersebut dimaksudkan sebagai jaring pengaman
sosial (social safety net) untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level
bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi
tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut
masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam
penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja.
Pada pertama kali upah minimum ditetapkan secara normatif tahun 1985,
standar kebutuhan hidup pekerja yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan
penetapan upah minimum adalah Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang
sekarang berganti nama dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Standar
KFM digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penetapan upah
minimum sampai tahun 1995. Seiring dengan perkembangan pola konsumsi
masyarakat, maka pada tahun 1995 standar KFM menjadi KHM (Kebutuhan
Hidup Minimum) sekarang disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
One complicating factor is possible monopsony in the labor market,
whereby the individual employer has some market power in determining
wages paid. Thus it is at least theoretically possible that the minimum
wage may boost employment. Though single employer market power is
unlikely to exist in most labor markets in the sense of the traditional
'company town,' asymmetric information, imperfect mobility, and the
'personal' element of the labor transaction give some degree of wage-
setting power to most firms. ( William M. Boal and Michael R. Ransom,
"Monopsony in the Labor Market", Journal of Economic Literature, V.35,
March, pgs.86-112 ) diakses pada tanggal 5 April 2010.
Permasalahan upah yang timbul hampir sama di setiap negara, akan
tetapi cara penanggulangan dan pengaturannya berbeda antar negara. Pekerja,
pengusaha, pemerintah pada umumnya mempunyai kepentingan yang sama
atas sistem dan kebijakan pengupahan. Pekerja dan keluarganya sangat
tergantung pada upah yang diterima untuk dapat memenuhi kebutuhan
3
sandang, pangan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Oleh sebab itu para
pekerja/buruh dan serikat pekerja atau serikat buruh selalu mengharapkan
upah yang lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di lain pihak, para
pengusaha dan pemberi kerja melihat upah sebagai bagian dari biaya yang
harus dikeluarkan, sehingga pengusaha akan meningkatkan upah secara hati-
hati dan akurat. Pemerintah menetapkan kebijakan upah tidak hanya bertujuan
untuk menjamin standar kehidupan yang layak bagi pekerja serta
meningkatkan produktivitas dan daya beli, akan tetapi juga untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, serta menahan laju
inflasi.
Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak
terlalu sama mengenai konsepsi tentang upah baik dikalangan buruh
maupun pengusaha. Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi
upah memang siap dengan konsep upah yang memadukan antara
konpensasi terhadap kerja yang dilakukan oleh buruh dalam suatu
hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh
( Hendarmin. Jurnal Analisis Sosial. 2002 ) diakses pada tanggal 5 April
2010.
Di beberapa negara, upah ditetapkan melalui hasil perundingan antara
pengusaha dan pekerja yang bersangkutan dan berlaku secara individual. Di
beberapa negara lainnya, upah ditetapkan melalui perundingan bersama di
tingkat perusahaan dan diberlakukan untuk seluruh pekerja di perusahaan
tersebut. Di negara-negara berkembang dimana perundingan bersama untuk
menetapkan sistem pengupahan belum seperti yang diharapkan. Sebagai
contoh di Indonesia, kondisi pasar kerja yang timpang sebagai akibat
penawaran tenaga kerja (supply labour) jauh melebihi jumlah lapangan kerja
produktif yang tersedia (demand labour) tidak hanya menyebabkan tingginya
angka pengangguran dan setengah pengangguran, akan tetapi juga
menyebabkan relatif tingginya jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha-
usaha ekonomi informal (sektor marginal). Hal ini menyebabkan lemahnya
posisi pekerja dalam hubungan kerja terutama dalam perundingan upah dan
4
syarat-syarat kerja lainnya. Dalam rangka perlindungan tenaga kerja dan
menjaga kelangsungan usaha, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan,
diantaranya kebijakan upah minimum.
Dalam hubungan ketenagakerjaan banyak pihak – pihak yang terkait
didalamnya antara lain Dinas Tenaga kerja, Serikat Buruh, Pengusaha, Buruh
atau tenaga kerja. Dalam hal hubungan kerja pihak – pihak yang terkait
melaksanakan tugas dan fungsinya masing – masing. Tiap – tiap pihak
tersebut saling memberikan pendapat dalam penentuan upah yang ada di
daerah – daerahnya. Dalam keadaan sekarang ini banyak terjadi masalah –
masalah yang menyangkut pekerja/buruh dan demo juga pemberontakan
pekerja/buruh terhadap pengusaha atau atasannya. Hal tersebut menunjukkkan
tidak harmonisnya hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hal –
hal tersebut terjadi bisa karena pembayaran upah yang tidak sesuai dengan
patokan upah minimum daerah setempat atau juga pembayaran upah yang
terlambat. Dari hal – hal tersebut maka perlu adanya proses penyusunan upah
minimum yang berkeadilan yang dilandaskan dengan keadaan sekitar
masyarakat didaerah yang bersangkutan.
Pengupahan termasuk salah satu aspek penting dalam perlindungan
pekerja/buruh. Hal ini secara tegas diamanatkan pada Pasal 88 ayat ( 1 )
Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja atau buruh
berhak memperoleh penghasilan yag memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Maka penyusunan upah minimum harus berkeadilan dan
maksud dari penghidupan yang layak, dimana pendapatan pekerja atau buruh
dari hasil pekerjaannya mampu untuk mememuhi kebutuhan hidup
pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan
minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan
hari tua dan tabungan.
“...no self-respecting economist would claim that increases in the
minimum wage increase employment. Such a claim, if seriously advanced,
becomes equivalent to a denial that there is even minimum scientific
content in economics, and that, in consequence, economists can do nothing
5
but write as advocates for ideological interests. Fortunately, only a handful
of economists are willing to throw over the teaching of two centuries; we
have not yet become a bevy of camp-following whores” ( James M.
Buchanan "Minimum wage addendum". Wall Street Journal: pp. A20.
1996-04-25 ) diakses pada tanggal 5 April 2010.
Dengan berpegang teguh dalam Undang – undang Dasar 1945 pasal 27
ayat ( 2 ) telah menentukan landasan hukum sebagai berikut : “ tiap – tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan ”. Dengan demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh
atau para tenaga kerja kita atas jasa – jasa yang dijualnya haruslah berupa
upah yang wajar.
Dalam pasal 3 Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan
diselenggarakan atas asas keterpaduan melaui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah melaui Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi di daerah melakukan pengawasan dan juga
melakukan proses penyusunan upah minimum yang mendasarkan pada
beberapa hal dan juga syarat – syarat yang harus diperhatikan pada saat
proses penyusunan upah minimum tersebut. Proses penyusunan upah yang
baik dan berkeadilan akan membuat kesejahteraan pekerja atau buruh
terlaksana dengan baik dan akan membuat hubungan pekerja/buruh dan
pengusaha menjadi harmonis dan berjalan secara lancar. Dalam menentukan
upah minimum yang melibatkan beberapa pihak, maka masih ada juga
permasalahan yang muncul yaitu antara para pihak apakah sudah setuju semua
tentang besarnya upah minimum yang ditetapkan.
Dewasa ini masalah mengenai upah sangatlah kompleks yang biasa
terjadi karena tidak adanya keadilan dalam perundingan – perundingan yang
dilakukan sehingga hasil dari perundingan tersebut terkadang menguntungkan
salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Maka dari itu dalam proses
penyusunan upah harus mencakup dan melihat semua pihak bukan hanya
salah satu pihak saja.
6
Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo sebagai salah satu pihak yang terlibat maka salah satu tugasnya
melakukan proses penyusunan upah minimum Kabupaten ( UMK ) bagi
pekerja di Kabupaten Sukoharjo. Bertitik tolak dari hal tersebut, penulis
tertarik untuk membuat penulisan hukum yang berjudul
“PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN
DI KABUPATEN SUKOHARJO.”
B. Rumusan Masalah
Setiap penelitian ilmiah yang akan dilakukan selalu berangkat dari
masalah. Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah – masalah
yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian
sasaran. Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk
memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Cara ini dapat
memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman terhadap
permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki. ( Sugiyono, 2004 : 25 )
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
membahas permasalahan tersebut dengan menitikberatkan pada perumusan
masalah berikut ini :
1. Apa mekanisme yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam proses penyusunan upah
minimum yang berkeadilan di Kabupaten di Sukoharjo sudah sesuai
dengan per undang – undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak?
2. Apakah pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten
Sukoharjo mengenai upah saja sudah sesuai dengan per undang –
undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak dan apa kendala – kendala
yang dihadapi dalam proses penyusunan upah minimum tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam suatu penelitian diperlukan untuk memberi arah dalam
melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Berdasarkan permasalahan yang
7
telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam proses penyusunan
upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten di Sukoharjo
b. Untuk mengetahui apakah pendapat atau usulan dari lembaga
tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah minimum sudah
sesuai dengan ketentuan hidup layak bagi para pekerja dan apa
kendala – kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan upah
minimum.
2. Tujuan Subyektif
a. Menambah pengetahuan penulis mengenai proses penusunan upah
minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo dan juga
menerapkan ilmu dan teori – teori hukum yang telah penulis
peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan masyarakat pada umunya.
b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain :
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan pikiran dalam pengembangan ilmu
hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada
khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literature dan
bahan – bahan informasi ilmiah dalam proses penyusunan upah
minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo.
8
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan keemampuan penulis dalam bidang hukum
sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak – pihak
yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Dalam meneliti suatu masalah atau mencari data mengenai suatu
masalah, diperlukan metode penelitian yang baik dan teratur. Metode
penelitian yang bersifat ilmiah yaitu metode penelitian yang sesuai dengan
permasalahan yang akan diteliti.
Metodologi adalah pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang
disesuaikan dengan objek studi yang bersangkutan. Dengan kata lain
metodologi itu menjelaskan tata cara dan langkah yang akan ditempuh untuk
mencapai tujuan penelitian (koentjaraningrat 1981:61).
Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut
dan bai dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk
menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun
ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa.
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada
metode, sistematis dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari suatu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa. Adapun
metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau
penulisan hukum kepustakaan. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari hasil penelitian dan kajian bahan-bahan pustaka. Bahan-
bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu
9
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13-14).
Dalam peneletian ini, penulis menggunakan penelitian hukum
normative yang bersifat preskriptif, yaitu maka penelitian ini mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
2. Pendekatan
Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan ( statute approach ).
Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang –
undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Suatu
penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang –
undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang
menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Untuk itu penelitian
harus melihat hukum sebagai system tertutup yang mempunyai sifat – sifat
sebagai berikut :
a. Comprehensive artinya norma – norma hukum yang ada didalamnya
terkait antara satu dengan yang lain secara logis.
b. All – inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu
menampung permasalahan hukum yang ada kekurangan hukum.
c. Systematic bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain,
norma – norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.
( Haryono, op.cit., hlm 3 )
( Johnny Ibrahim. 2006 : 302 - 303 )
3. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis bersifat preskriptif. Sebagai
penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum
dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Disini
10
adalah memberikan saran bagaimana seharusnya penyusunan upah
minimum yang berkeadilan.
4. Jenis Data
Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan penulis yang
merupakan penelitian normatif, maka jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui study kepustakaan. Data sekunder didapat dari sejumlah
keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu
melalui study kepustakaan yang terdiri dari dokumen-dokumen, buku-
buku literatur, laporan hasil penelitian, peraturan perundang-undangan dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, yaitu
tempat dimana dimana diperoleh data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini, meliputi :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat
(Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13). Yang menjadi bahan
hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981,
SKB 4 Menteri, Peraturan Mennakertrans Nomor 17 Tahun 2005.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer (Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, 2006: 13). Yang digunakan dalam penelitian hukum ini antara
lain buku-buku terkait, karya ilmiah, makalah, artikel dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam
11
bahan hukum sekunder ini meneliti misalnya dokumen – dokumen,
notulensi, naskah – naskah mengenai Upah Minimum Kabupaten.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder primer (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13). Bahan hukum tersier seperti
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Politik, dan
Ensiklopedi.
6. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal
ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar – benar memiliki nilai
validita dan reabilitas yang cukup tinggi. Didalam penelitian lazimnya
dikenal paling sedikit tiga jenis teknik pengumpulan data yaitu : studi
dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara
atau interview.( Soerjono Soekanto, 2006 : 21 ). Dalam penulisan hukum
ini menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka, wawancara dan
diklarifikasi dengan Ibu Indah Kartikasari selaku Kepala Seksi Hubungan
Industrial dan Perselisihan Ketenagakerjaan dan juga dicari dalam cyber
media.
.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam sebuah penelitian hukum
normatif, pengelolaan data hakekatnya merupakan kegiatan untuk
mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto dan
Sri Mamudji, 1986: 251-252). Dalam penelitian hukum ini permasalahan
hukum dianalis dengan metode silogisme dan interpretasi. Cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik
12
kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umumterhadap
permasalahan yang bersifat umum yang dihadapi.
Metode interprestasi atau menurut Soedikno Mertokusumo
merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan
penjelasan gambling tentang teks Undang – Undang, agar ruang lingkup
kaidah dalam undang – undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa
hukum tertentu. Tujuan akhir penjelasan dan penafsiran aturan tersebut
untuk merealisasikan fungsi agar hukum positif itu berlaku. ( Johnny
Ibrahim. 2006 : 219 ).
Interpretasi yang digunakan adalah interpretasi gramatikal yang
mempunyai arti merumuskan suatu aturan perundang – undangan atau
suatu perjanjian seharusnya menggunakan bahasa yang bisa dipahami oleh
masyarakat yang menjadi pengaturan hukum tersebut, atau para pihak
yang terkait dengan pembuatan suatu teks perjanjian. Oleh karena itu
penafsiran undang – undang pada dasarnya merupakan penjelasan dari segi
bahasa yang digunakan, maka menjadi jelas bahwa pembuatan suatu
aturan hukum harus terikat pada bahasa. Dalam hal ini interpretasi
gramatikal merupakan upaya yang tepat untuk mencoba memahami suatu
teks aturan perundang – undangan ataupun suatu teks perjanjian, tentu saja
pemahaman tersebut berdasarkan bahasa dan susunan kata – kata yang
digunakan. ( Johnny Ibrahim.2006 : 220 ).
F. Sistematika Skripsi
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum
maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari bab – bab yang tiap – tiap bab terdiri dari sub
– sub bagian yang mempunyai hubungan satu sama lain yang tidak dapat
terpisahkan. Dan dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika dalam penulisan hukum
ini terdiri dari 4 ( empat ) bab, yaitu :
13
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan dan mengambarkan mengenai
latar belakang masalah dari hal yang mendorong penulis untuk mengambil
pokok masalah tersebut. Latar belakang ini yang mendororong penulis untuk
mengadakan penelitian. Pada bab ini berisikan mengenai perumusan masalah
yang diangkat untuk diteliti, tujuan penelitian yang merupakan tujuan penulis
dalam melakukan penelitian dan dalam menulis skripsi ini, manfaat penelitian
merupakan suatu hal yang bermanfaat yang diambil dari hasil penelitian ini,
metode penelitian ( metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, pendekatan,
sifat penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisi data dan juga
sistematika penulisan hukum ).
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka berkenaan
dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan landasan atau
kerangka teori. Teori – teori kepustakaan ini dapat membantu dan mendukung
penulis dalam menjawab perumusan masalah yang sudah diangkat. Dalam bab
ini terdiri dari : Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan, Tinjauan Umum
Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Tinjauan Umum tentang Upah,
Tinjauan Umum Tentang Upah Minimum, Tinjauan Umum tentang Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, Tinjauan Umum
Tentang Keadilan dan juga mengenai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi mengenai bagaimana peranan Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam hal mengenai penetapan
upah minimum yang berkeadilan. Dan juga berisi mengenai laporan hasil
penelitian yang diperoleh yang disertai dengan pembahasan yang dikaitkan
dengan permasalahan, kerangka teori, kerangka pemikiran, dengan teknik
analis data yang telah ditentukan dalam metode penelitian Dalam bab ini berisi
hasi penelitian dan pembahasannya, yang merupakan bagian pokok dari
14
keseluruhan penulisan skripsi yang membahas menguraikan dan menganalisa
rumusan permasalahan penelitian. Disini akan dibahas mengenai apakah
mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo dalam proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di
Kabupaten di Sukoharjo sudah sesuai dengan per undang - undangan dan
mengenai pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten
Sukoharjo mengenai upah saja sudah sesuai dengan per undang – undangan
ketentuan kebutuhan hidup layak dan apa kendala – kendala yang dihadapi
dalam proses penyusunan upah minimum tersebut .
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini terbagi menjadi dua bagian yaitu simpulan dan saran
yang ditujukan kepada pihak – pihak yang terkait dengan permasalahan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan
Menurut Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
hubungan kerja pasti ada pihak – pihak, yaitu :
Pengusaha adalah
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorang, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dalam berjalannya hubungan kerja maka muncul berbagai hal yang
menyangkut mengenai pekerja dan pengusaha adanya hak dan kewajiban
yang muncul diantara keduanya. Salah satu yang paling penting yaitu
mengenai upah.
Dalam hubungan kerja muncul beberapa unsure, antara lain :
1) Adanya serangkaian peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.
2) Peraturan tersebut mengenai suatu kejadikan.
3) Adanya orang( buruh/pekerja ) yang bekerja pada pihak lain
( majikan )
4) Adanya upah
15
16
2. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan untuk menjamin
terlaksananya Peraturan Ketenagakerjaan, maka perlu ada suatu system
pengawasan guna mengawasi pelaksanaan perundang – undangan
ketenagakerjaan. Tugas tersebut menjadi tanggungjawab Pemerintah,
dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja untuk melaksanakannya. ( Darwan
Prinst. 2000 )
Pengawasan pemburuhan adalah suatu institute yang sangat
penting dalam penyelenggaraan Undang – Undang dan Peraturan –
Peraturan Perburuhan. Penjelasan UU No. 23 Tahun 1948 tentang
Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 ). Berdasar pada ketentuan Pasal 1
UU No. 23 tahun 1948 ditentukan sebagai berikut :
1) Pengawasan Perburuhan diadakan guna :
a) Mengawasi berlakunya Undang – Undang dan Peraturan – Peraturan
Perburuhan Khususnya;
b) Mengumpulkan bahan – bahan keterangan tentang soal – soal
hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas –
luasnya guna membuat Undang – Undang dan Peraturan Perburuhan ;
c) Menjalankan pekerjaan lain – lainnya yang diserahkan kepadanya
dengan Undang – Undang atau peraturan atau peraturan lainnya.
2) Menteri yang diserahi urusan perburuhan mengadakan laporan
tahunan tentang pekerjaan pengawasan perburuhan.
Pengertian pengawasan ketenagakerjaan berdasar ketentuan pasal 1
ayat 32 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah kegiatan
mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang – undangan
di bidang ketenagakerjaan.
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan idependen guna
menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
( pasal 176 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan )
17
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No : Per.03/MEN/1984 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan Terpadu adalah suatu system pengawasan pelaksanaan
peraturan perundang – undangan yang merupakan rangkaian kegiatan :
a) Penyusunan rencana;
b) Pemeriksaan diperusahaan atau tempat kerja;
c) Penindakan korektif baik secara preventif maupun secara represif;
d) Pelaporan hasil pemeriksaan.
Yang bertugas mengadakan pengawasan ketenagakerjaan adalah
Menteri Tenaga Kerja atau Pegawai Dinas Tenaga Kerja yang ditunjuk
olehnya. Hal – hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 178 dan pasal 179
Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Guna keperluan pengawasan ketenagakerjaan ini, maka pihak
pengusaha maupun pihak tenaga kerja wajib memberikan keterangan
sejelas – jelasnya, baik keterangan lisan maupun keterangan tertulis yang
dipandang perlu guna memperoleh pendapat yang pasti tentang hubungan
kerja dan keadaan ketenagakerjaan pada umumnya diperusahaan ini pada
waktu itu dan pada waktu lampau.
Pegawai pengawas berhak menanyai pekerja dengan tidak dihadiri
pihak ketiga, akan tetapi pihak pegawai pengawas dalam menjalankan
tugasnya tersebut diwajibkan berhubungan dengan organisasi pekerja yang
bersangkutan.
3. Tinjauan Umum Tentang Upah
1) Pengertian Upah
Upah memegang peranan penting dan memberikan ciri khas suatu
hubungan disebut hubungan kerja, bahwa dapat dikatakan upah
merupakan tujuan utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan
pada orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut
serta dalam menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai
kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang – undangan.
18
Pengertian secara umum, upah adalah pembayaran yang diterima
buruh selama melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan
pekerjaan. pengertian upah menurutbPasal 1 huruf a Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 adalah suatu penerimaan sebagai
imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan
yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk
uang ditetapkan menurut suatu perjanjian atau peraturan perundang –
undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara
pengusaha dan tenaga kerj, termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja
sendiri maupun keluarga.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 30 Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Upah yaitu hak pekerja/buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau
peraturan perundang – undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang
telah atau akan dilakukan.
Dari uraian diatas jelas upah diberikan dalam bentuk uang, namun
secara normatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan
dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau peraturan perundangan,
dengan batasan nilainya tidak boleh melebihi Dua Puluh Lima Persen
dari nilai upah yang seharusnya diterima ( Pasal 12 Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 ). ( Abdul Khakim. 2003: Hal. 75 ).
Dalam menetapkan besar kecilnya upah, ada teori – teori yang
perlu diperhatikan yaitu teori yang dipergunakan sebagai dasar untuk
menetapkan upah, antara lain :
a) Teori Upah Normal, oleh David Ricardo.
Menurut teori ini, upah ditetapkan dengan berpedoman kepada
biaya – biaya yang diperlukan untuk mengongkosi segala
keperluan hidup buruh / tenaga kerja.
19
Dengan teori ini menegaskan kepada buruh, bahwa sejumlah uang
yang diterimanya sebagai upah itu adalah sewajarnya demikian,
karena memang demikian saja kemampuannya majikan.
b) Teori Undang – Undang Upah Besi, oleh Lassale.
Menurut teori ini upah normal di atas hanya memenangkan
majikan saja, sebab kalau teori itu yang dianut mudah saja majikan
itu akan mengatakan cuma itu kemampuanya tanpa berfikir
bagaimana susahnya buruh itu.
Oleh karena itu menurut teori ini, buruh harus berusaha
menentangnya ( menentang teori upah normal itu ) agar ia dapat
mencapai kesejahteraan hidup.
c) Teori Dana Upah, oleh Stuart Mill Senior.
Menurut teori dana upah buruh tidak perlu menentang seperti yang
disarankan oleh teori Undang – undang Upah Besi karena upah
yang diterimanya itu sebetulnya adalah bedasarkan kepada besar
kecilnya jumlah dana yang ada pada masyarakat. Jika dana ini
jumlahnya besar maka akan besar pula upah yang diterima buruh,
sebaliknya kalau dana itu berurang maka jumlah upah yang akan
diterima buruhpun akan berkurang pula.
Menurut teori ini yang dipersoalkan sebetulnya bukanlah
berapa besarnya upah yang diterima buruh, melainkan sampai
seberapa jauhnya upah tersebut mampu mencukupi segala
keperluan hidup buruh beserta keluarganya. Karenanya menurut
teori ini dianjurkan, bahwa khusus untuk menunjang keperluan
hidup buruh yang besar tanggungannya disediakan dana khusus
oleh majikan/ negara yang disebut dana anak – anak.
( Asikin, Zainal / Wahab, Agusfiar H. 2002 : 69 )
2) Komponen Upah
Pemberian uang yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal
tidak melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Imbalan
/ penghasilan yang diterima oleh buruh tidak selama disebut sebagai
20
upah, karena bisa jadi imbalan tersebut bukan termasuk dalam
komponen upah. Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
No. 07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan
pendapatan Non Upah disebutkan bahwa :
a) Termasuk Komponen Upah adalah :
(1) Upah Pokok; merupakan imbalan dasar yang dibayarkan
kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang
besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian;
(2) Tunjangan tetap; suatu pembayaran yang teratur berkaitan
dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan
keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok
seperti tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan
perumahan, tunjangan kemahalan. Tunjangan makan,
tunjangan transport dapat dimasukkan dalam tunjangan pokok
asalkan tidak dikaitkan dengan kehadiran buruh, dengan kata
lain tunjangna tersebut diberikan tanpa mengindahkan
kehadiran buruh dan diberikan bersamaan dengan dibayarnya
upah pokok;
(3) Tunjangan tidak tetap; suatu pembayaran yang secara langsung
maupun tidak langsung berkaita dengan buruh dan diberikan
secara tidak tetap bagi buruh dan keluarganya serta dibayarkan
tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok
b) tidak termasuk Komponen Upah :
(1) Fasilitas; kenikmatan dalam bentuk nyata/natura karena hal –
hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan
kesejahteraan buruh, seperti fasilitas kendaraanantar jemput,
pemberian makanan secara cuma – cuma, sarana ibadah,
tempat penitipan bayi, koperasi, kantin dan sejenisnya;
(2) Bonus; pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan
perusahaan atau karena buruh berprestasi melebihi target
produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas;
21
(3) Tunjangan Hari Raya, dan pembagian keuntungan lainnya.
( Lalu Husni.2000:109-110 ).
3) Pembayaran Upah
Dalam pembayaran upah Ketentuan tersebut diatas merupakan
pelaksanaan Konvensi ILO ( Organisasi Perburuhan Internasional )
Nomor 100 Tahun 1951 mengenai pengupahan laki – laki dan wanita
untuk pekerjaan yan sama nilainya dan telah diratifikasi oleh
pemerintah Indonesia dengan Undang – Undang No. 80 Tahun 1957
( LNRI Tahun 1957 Nomor 171 ).
Adapun isi pokok dari Konvensi ILO No 100 adalah sebagai
berikut :
a) Yang dimaksud istilah “pengupahan” meliputi upah atau gaji biasa,
pokok atau minimum dan pendapatan – pendapatan tambahan
apapun juga yang harus dibayar secara tunai atau dengan barang
oleh – oleh majikan kepada buruh berhubung dengan barang oleh
majikan kepada buruh berhubung dengan pekerjaan buruh.
b) Istilah “pengupahan yang sama bagi buruh laki – laki dan wanita
untuk pekerjaan yang sama nilainya” dimaksu nilai pengupahan
yang diadakan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
c) Pemerintah harus menjamin pelaksanaan pengupahan yang sama
antara buruh laki – laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama
nilainya.
d) Pemerintah harus menjamin pelaksanaan pengupahan yang sama
antara buruh laki – laki dan wanita dengan jalan :
(1) Dimuat dalam peraturan perundangan nasional ( lihat PP No. 8
Tahun 1981 )
(2) Mendirikan badan penetapan upah.
(3) Membuat perjanjian perburuhan atau dengan cara lain.
Pada setiap pembayaran upah, seluruh jumlah harus
dibayarkan. (F.X Djumialdji.2001: 44-45 )
22
4) Dasar Hukum Perlindungan Upah :
a) Undang – Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan
Konvensi Internasional Labour Organization ( ILO ) nomor 100
mengenai Pengupahan Bagi Pekerja Laki – laki dan wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya.
b) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
( pasal 88 ayat 1 )
c) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah ( Pasal 1 huruf a )
d) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 tentang
Upah Minimum jo. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 tentang perubahan
Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999
tentang Upah Minimum.
e) Surat Edaran Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor SE-
01/MEN/1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 atahun 1981. ( Abdul Khakim.2003. Pengantar Hukum
Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Hal
81,82 )
4. Tinjauan Umum tentang Upah Minimum
Upah Pokok Minimum
Upah Pokok Minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1989 yang telah diubah dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1996 jo. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 03/MEN/1997 tentang Upah minimum disebutkan Upah
Minimum adalah upah pokok sudah termasuk didalamnya tunjangan –
tunjangan yang bersifat tetap.
Beberapa jenis Upah Pokok Minimum adalah sebagai berikut :
1) Upah Minimum Sub Sektoral Regional
23
Adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada
sub sector tertentu dalam daerah tertentu;
2) Upah Minimum Sektoral Regional
Adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada
sector tertentu dalam daerah tertentu;
3) Upah Minimum Regional
Adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan
dalam daerah tertentu. Upah Minimum Regional ( UMR ) di tiap –
tiap daerah besarnya berbeda – beda. Besarnya UMR didasarkan
pada indeksbutuhan pisik minimum, perluasan kesempatan kerja,
upah pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan
dan perkembangan perusahaan, tingkat perkembangan
perekonomian regional dan nasional
Pengertian Upah Minimum, sesuai Pasal 1 ayat ( 1 ) Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 yaitu upah bulanan
terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Berdasarkan Peraturan Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
226/MEN/2000 jangkauan wilayah berlakunya upah minimum meliputi :
a. Upah Minimum Provinsi ( UMP ) berlaku diseluruh kabupaten/kota
dalam 1 ( satu ) wilayah propinsi;
b. Upah Minimum Kabupaten / Kota ( UMK ) berlaku dalam 1 ( satu )
wilayah Kabupaten/ Kota.
Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan
( Pasal 6 Per Menaker Nomor PER-01/MEN/1999 ), yaitu :
a. Kebutuhan Hidup Minimum ( KHM )
b. Indeks Harga Konsumen ( IHK )
c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan
d. Upah pada umumnya yang berlaku didaerah tertentu dan antar
daerah.
e. Kondisi pasar kerja
24
f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.
( Abdul Khakim. Ibid. Hal. 75,76,77 ).
Pertimbangan – pertimbangan tersebut menjadi titik ukur
penetapan nilai rupiah upah minimum didaerah yang bersangkutan. Oleh
karena itu upah minimum yang sudah sesuai dengan hal – hal tersebut
akan membuat daerah tersebut berkembang dan ekonomi daerah semakin
meningkat. Kesejahteraan pekerja/ buruh akan terpenuhi sehingga
hubungan pengusaha dan pekerja berjalan selaras dan seimbang sesuai
dengan hak dan kewajiban masing – masing.
Pemerintah memutuskan penentuan UMP berdasarkan
rekomendasi dewan pengupahan daerah dengan memperhatikan kebutuhan
hidup layak pekerja, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi daerah
( http://kontan.co.id/../penetapan_upah_minimum_kembali ke Undang -
undang ) . Penetapan Upah minimum harus sesuai dengan Kebutuhan
Hidup Layak ( KHL ) maksudnya Didalam menenetapkan upah minimum
regional ( UMR ) maupun upah minimum provinsi harus disesuaikan
dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) dahulu disebut dengan
Kebutuhan Hidup Minimum ( KHM ). Perkembangan teknologi dan sosial
ekonomi yang cukup pesat menimbulkan pemikiran, kebutuhan hidup
pekerja berdasarkan kondisi “minimum” perlu diubah menjadi kebutuhan
hidup layak. Kebutuhan hidup layak dapat meningkatkann produktivitas
kerja dan produktivitas perusahaan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas nasional.
Pengupahan termasuk sebagai salah satu aspek penting dalam
perlindungan pekerja/buruh. Hal ini secara tegas terlihat pada pasal 88 ayat
( 1 ) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja buruh
berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. Kebutuhan Hidup Layak yang dimaksud dalam
Permenakertrans No 17 Tahun 2005 itu adalah standar kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh seseorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup
layak baik secara fisik, nonfisik maupun sosial untuk kebutuhan satu
25
bulan. Komponen Kebutuhan Hidup Layak adalah kebutuhan dasar yang
meliputi pangan (makanan dan minuman) dengan nilai kalori 3.000 Kal
per hari, papan (perumahan dan fasilitas termasuk biaya sewa kamar),
sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan.
Adapun regulasi tentang Kebutuhan Hidup Layak itu sendiri sudah
dituangkan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen
dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Untuk
memperjelas pengertian dari Kebutuhan Hidup Layak tersebut,
Depnakertrans juga telah menyususun pedoman survei dan pengolahan
data Kebutuhan Hidup Layak yang hasilnya bisa dijadikan dasar
pertimbangan dalam penetapan upah minimum sebuah daerah.
Terbitnya Peraturan Mennakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
(KHL), secara otomatis mendongkrak upah minimum yang berlaku selama
ini. Kendati diatur Permennakertrans, penentuan upah minimum ini masih
melalui proses berliku dan panjang. Yang Pasalnya, pemerintah kabupaten
maupun kota dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tak hanya
mengacu pada KHL, tetapi juga ada komponen lain, seperti kemampuan
perusahaan dan biaya hidup setempat.
Pokok-pokok pikiran yang mendasari perumusan komponen KHL
adalah sebagai berikut
a) Perlunya keseimbangan gizi antara karbohidrat dan protein
b) Semakin banyaknya angkatan kerja wanita yang memasuki pasar kerja,
sehingga perlu mengakomodir kebutuhan khusus pekerja wanita.
c) Kondisi masyarakat Indonesia yang religius, sehingga perlu
mengakomodir kebutuhan perlengkapan ibadah yang juga memerlukan
biaya.
26
d) Perlunya menambahkan beberapa jenis kebutuhan yang secara riil
digunakan oleh masyarakat pada semua lapisan.
Upah minimum biasanya ditentukan oleh pemerintah dan ini
kadang – kadang setiap tahunnya berubah sesuai dengan tujuan
ditetapkannya upah minimum itu. Tujuan utama adanya penentuan upah
minimum:
a) Untuk Menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja/buruh sebagai sub
system dalam suatu hubungan kerja;
b) Untuk melindungi kelompok kerja dari adanya system pengupahan yang
sangat rendah dan secara materiil kurang memuaskan;
c) Untuk mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan
nilai pekerjaan yang dilakukan;
d) Untuk mengusahakan terjaminnya ketenangan dan kedamaian kerja
dalam perusahaan;
e) Mengusahakan adanya dorongan peningkatan dalam standar hidup
secara normal.
( Asikin, Zainal/ Wahab, Agusfiar H 2002 : 71 )
5. Tinjauan Umum Tentang Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Dalam melaksanakan pemerintahan dari pusat hingga daerah,
pemerintah pusat dalam menjalankan tugasnya memerlukan bantuan –
bantuan dari aparat – aparat negara yag berada di suatu daerah. Dalam hal
penetapan dan proses penyusunan upah, pemerintah di bantu dengan Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi di Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo No. 19 Tahun 2001 dinyatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten yang
dipimpin oleh seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Tugas Pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah
melaksanakan kewenangan di bidang tenaga kerja dan mobilitas
27
penduduk. Selain adanya tugas pokok, Dinas tersebut mempunyai fungsi :
1) Perumusan kebijakan teknis dalam lingkup tenaga kerja dan mobilitas
penduduk;
2) Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum;
3) Pembinaan terhadap UPTD dalam lingkup tenaga kerja dan mobilitas
penduduk.
Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi maka dibentuk unit Pelaksana Teknis Daerah
( UPTD/BLK ).
Didalam SKB 4 menteri dalam pasal 2, menjelaskan :
1) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan :
a) Konsolidasi unsur pekerja/buruh dan pengusaha melalui forum
LKS tripartit nasional dan daerah serta dewan pengupahan nasional
dan daerah agar merumuskan rekomendasi penetapan upah
minimum yang mendukung kelangsungan berusaha dan
ketenangan bekerja dengan senantiasa memperhatikan kemampuan
dunia usaha khususnya usaha padat karya dan pertumbuhan
ekonomi nasional.
b) Upaya mendorong komunikasi bipartit yang efektif antar unsur
pekerja/buruh dan pengusaha di perusahaan.
c) Upaya meningkatkan efektivitas mediasi penyelesaian perselisihan
hubungan industrial secara cepat dan berkeadilan serta pencegahan
terjadinya pemutusan hubungan kerja.
2) Menteri Dalam Negeri melakukan
a) Upaya agar gubernur dan bupati/walikota dalam menetapkan
segala kebijakan ketenagakerjaan di wilayahnya mendukung
kelangsungan berusaha dan ketenangan bekerja, termasuk
meningkatkan komunikasi yang efektif dalam lembaga kerjasama
tripartit daerah, dan dewan pengupahan daerah.
b) Upaya agar gubernur dalam menetapkan upah minimum da segala
kebijakan ketenagakerjaan di wilayahnya mendukung
28
kelangsungan berusaha dan ketengakerjaan dengan senantiasa
memperhatikan kemampuan dunia usaha khususnya usaha padat
karya dan pertumbuhan ekonomi nasional.
c) Upaya gubernur dan bupati/walikota mengoptimalkan peran,
fungsi dan pelaksanaan tugas pejabat fungsional ketenagakerjaan
dan lembaga-lembaga ketenagakerjaan lainnya.
Maka dari itu peranan Dinas Tenaga Kerja itu penting dalam proses
penyusunan upah minimum di daerah tersebut. Pihak Dinas Tenaga
Kerja dalam memainkan perananya itu selalu akan bersifat membina,
membimbing dan mengayomi mereka yang terlibat dan terkait dalam
hubungan kerja, baik pihak buruh, pengusaha serta kehadiran serikat
sekerja dalam perusahaan, dengan tujuan dan usahanya itu agar dapat
menciptakan suatu perusahaan yang stabil dan lancer dan selalu terdapat
keharmonisan dalam perusahaan tersebut.
Dalam terjadinya suatu kemelut dalam perusahaan, akibat tidakan
salah satu pihak yang tidak dapat diterima oleh pihak lainnya, atau
perselisihan yang timbul, dalam hal ini pihak Dinas Tenaga Kerja akan
memainnkan pula peranannya demi masing – masing pihak dan
kepentingan masing – masing pihak, secara teratur dan penuh rasa
keadilan dan kemanusiaan. ( G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra,
Ir.A.G. Kartasapoetra 1994 : 83 )
6. Tinjauan Umum Tentang Keadilan
Pengupahan suatu hal yang sangat penting bagi pekerja sehingga
proses dalam penentuan besarnya upah sangat penting untuk dibahas.
Dalam penentuan upah syarat utama yang diutamakan yaitu besarnya upah
yang sudah sesuai dengan keadilan atau belum.
Bagi pekerja dalam menerima upah sangatlah dibutuhkan dengan
yang namanya keadilan. Keadilan banyak mempunyai arti yang bermacam
– macam dan mempunyai ukuran yang berbeda – beda. Istilah keadilan
berasal dari kata “ adil ”yang artinya tidak memihak, sepatutnya, dan tidak
29
sewenang – wenang. Maka dari itu dalam proses penetapan upah harus
sesuai dengan keadilan bagi pekerja. Dalam literatur keadilan mempunyai
banyak pengertian sesuai dengan teori – teori dan pengertian tentang
keadilan yang dikemukakan para ahli. Teori – teori yang mengkaji
masalah keadilan secara mendalam telah dilakukan sejak jaman Yunani
Kuno. Konsep keadilan pada masa itu, berasal dari pemikiran
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal
dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna
yang berbeda yaitu :
(1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya
justness),
(2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan
yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya
judicature), dan
(3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan
sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist,
magistrate).
(http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html) diakses pada tanggal 16
November 2009.
Salah satu diantara teori keadilan yang dimaksud antara lain teori
keadilan dari Plato yang menekankan pada harmoni atau keselarasan.
Dagi Plato keadilan tidak dihubungkan langsung dengan hukum.
Baginya keadilan dan tata hukum merupakan subtansi umum dari suatu
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya.
Dalam konsep Plato dikenal adanya keadilan individual dan
keadilan dalam negara. Plato melihat bahwa keadilan timbul karena
penyesuaian yang memberi tempat yang selaras kepada bagian – bagian
yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam suatu
masyarakat bilamana setiap anggota melakukan secara baik menurut
kemampuannya fungsi yang sesuai atau selaras baginya.
Dalam teori keadilan menurut Plato ini menjelaskan fungsi
30
penguasa ialah membagi bagikan fungsi – fungsi dalam negara kepada
masing – masing orang sesuai dengan asas keserasian. Pembagian kerja
sesuai dengan bakat, bidang keahlian dan ketrampilan setiap orang itulah
yang disebut dengan keadilan. Konsepsi keadilan Plato yang demikian
ini dirumuskan dalam ungkapan “ giving Each man his due ” yaitu
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya maka untuk
itu hukum perlu ditegakkan dan undang – undang perlu di buat.
Plato memandangsuatu masalah yang memerlukan pengaturan
dengan undang – undang harus mencerminkan rasa keadilan sebab bagi
Plato hukum dan Undang – undang bukan semata – mata untuk
memelihara ketertiban dan menjaga stabilitas negara, melainkan yang
paling pokok dari undang – undang adalah untuk membimbing
masyarakat mencapai keutamaan, sehingga layak menjadi warga negara
dari negara yang ideal. Jadi hukum dan undang – undang bersangkut erat
dengan kehidupan moral dari setiap warga masyarakat.
Pembahasan yang lebih rinci mengenai konsep keadilan
dikemukakan oleh Aristoteles. Aristoteles membedakan keadilan
menjadi keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif
adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang
menjadi haknya secara proposional. Jadi keadilan distributif berkenaan
dengan penentuan hak dan pembagian hak yang adil dalam hubungan
dalam masyarakat dengan negara, dalam arti apa yang seharusnya
diberikan negara kepada warganya. Keadilan distributif merupakan tugas
dari pemerintah kepada warganya untuk menentukan apa yang dapat
dituntut oleh wargannya.
Sedangkan keadilan komutatif menyangkut mengenai masalah
penentuan hak yang adil diantara beberapa manusia pribadi yang setara,
baik diatara manusia pribadi fisik maupun antara pribadi non fisik.
Keadilan komutatif bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat
dan kesejahteraan umum, sebab disini dituntut adanya kesamaan dan
yang dinilai adil ialah apabila setiap orang dinilai sama oleh karena itu
31
sifatnya mutlak. Konsep keadilan Plato berdasar pada aliran filsafat
idealisme, sedangkan konsep keadilan Aristoteles bertolak dari aliran
filsafat realisme.
( Bahder Johan Nasution. 2004 : 48 – 55 )
Konsep keadilan menurut Bangsa Indonesia tertuang dalam
Pancasila yang merupakan Filsafat bangsa. Keadilan dapat dijelaskan
dalam 2 arti :
1) Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter.
Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan
berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan
karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan
adalah ketidakadilan.
Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan
terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku
dua dalil, yaitu jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk
juga diketahui dan kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang
berada dalam kondisi “baik”. Untuk mengetahui apa itu keadilan
dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang
jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih
pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga
ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang
yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang
yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang
patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan
memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan
pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada
adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai
kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang
cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan
32
masyarakat adalah adil.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-
nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai
kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain.
Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan
diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-
nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi
memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang
dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap
khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam
hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama
tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna
yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan
hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang
dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut
bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan
ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan
kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.
2) Keadilan Dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa
pengertian berikut ini, yaitu:
a. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau
uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian
haknya.
b. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan
(rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan
antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela.
Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-
33
masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate),
atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik
(reciprocity).
Keadilan sosial ini tidak saja menjadi landasan dalam
kehidupan berbangsa, tetapi sekaligus menjadipedoman
pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai dengan hukum.
Keadilan sosial merupakan langkah yang menentukan untuk
mencapai Indonesia yang adil dan makmur. Dalam lapangan
hukum ketenagakerjaan terlihat dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945
dapat ditarik kepada pembentuk Undang – Undang diberi tugas
untuk membentuk hukum yang mengatur bagaimana
mewujudkan cita hukum tersebut. Misalnya dalam menentukan
upah minimu dengan mencari suatu kriteria sebagai pangkal tolak
upah minimum itu. Tolok ukur yang digunakan adalah prinsip
adil atau tidak adil menurut hukum sehingga jelas maksud yang
dikehendaki dari penetapan tersebut. Tegasnya nilai dasar dari
hukum yang berisi keadilan sosial sebagai tujuan hukum harus
merupakan landasan dari pembentukan hukum nasional.
34
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan bentuk suatu konsep atau alur dari
suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang akan diteliti yang
dimana nantinya diharapkan dapat menjadikan mengarah pada suatu hipotesis
atau jawaban sementara sehingga dapat tercapainya paparan permasalan dan
alternative solusinya, serta hasil penelitian seperti yang diharapkan.
FAKTA HUKUM
Penyusunan Upah Minimum di
Kabupaten Sukoharjo : 1. mekanisme yang telah dilakukan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan upah minimum.
2.pendapat atau usulan dari lembaga
PREMIS MINOR
PERISTIWA HUKUM
§ mekanisme yang telah dilakukan
Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan upah minimum.
§ pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah minimum
KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh adalah upah yang sudah ditetapkan
tersebut sudah sesuai atau tidak dengan perundang –
undangan dan Kebutuhan Hidup Layak yang sudah
PREMIS MAYOR
PERATURAN PERUNDANG –
UNDANGAN
1. Undang – Undang Dasar 1945. 2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. 3. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
1981 tentang Upah. 4. SKB 4 Menteri. 5. PeraturanMennakertrans Nomor 17
Tahun 2005 tentang Komponen
INTERPRETASI
35
Keterangan :
Didalam kerangka pikiran dapat dilihat antara premis mayor yaitu
peraturan perundang – undangan dengan fakta hukum saling melakukan proses
timbal balik. Dalam proses timbal balik tersebut dengan menggunakan intepretasi
garamatikal dan dengan menyesuaikan dengan aturan – aturan yang ada dalam
Undang – undang dan peraturan yang mengatur mengenai pengupahan agar
supaya para buruh dapat mengetahui dengan jelas mengenai proses penyusunan
yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo dan juga Mencoba
menerapkan dan menyesuaikan antara keadaan dengan berlakunya undang –
undang tersebut apakah sudah sesuai atau belum.
Setelah itu antara premis mayor dengan fakta hukum ditarik dan akan
diterapkan yang akan menjadi premis minor yaitu peristiwa hukum yang
didalamnya akan dilakukan penerapan dan penyesuaian dengan peraturan
perundang – undangan dalam proses menyusun dan menentukan upah minimum
Di Kabupaten Sukoharjo. Setelah itu ditarik kesimpulan upah yang sudah
ditetapkan tersebut sudah sesuai atau tidak dengan perundang – undangan dan
Kebutuhan Hidup Layak yang sudah disetujui bersama dan juga apakah sudah
sesuai sebagai upah yang adil bagi para pekerja di Kabupaten Sukoharjo.
Pemerintah sebagai pokok dari segala kegiatan melakukan pembinaan dan
pengawasan mengenai dan menentukan suatu patokan upah minimum di
Kabupaten Sukoharjo. Maka dengan itu pemerintah melalui Dinas Tenaga
Kabupaten Sukoharjo turut serta dalam menentukan upah minimum tersebut
bersama dengan pihak – pihak yang berpengaruh antara lain Serikat Buruh, Dinas
Tenaga Kerja, pengusaha dan buruh/ pekerja itu sendiri. Didalam pemerintah
daerah seorang Kepala Daerah dibantu oleh berbagai lembaga teknis daerah dan
perangkat daerah, salah satunya adalah Dinas Tenaga Kerja. Dinas Tenaga Kerja
mempunyai berbagai tugas dan fungsi dalam pemerintahan salah satunya
menangani masalah pengupahan atau upah, sehingga Dinas ini melakukan
pengawasan terhadap ketenagakerjaan yan juga meliputi mengenai proses
penyusunan upah minimum di Kabupaten Sukoharjo.
36
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo terletak di jalan Abutholib Sastrotenoyo No. 03
Sukoharjo. Letak strategis lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo merupakan Kabupaten terkecil kedua di Propinsi
Jawa Tengah.
Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas daerah 446,666 km2.dan
terletak antara 703211711 – 70 491 3211 Lintang Selatan dan 110 421 06, 7911
- 1100 5 T33.711 Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Sukoharjo berbatasan
dengan :
Batas sebelah utara : Kota Surakarta dn Kabupaten Karanganyar
Batas sebelah timur : Kabupaten Karanganyar
Batas sebelah selatan : Gunung Kidul Jogyakarta dan Kab. Wonogiri
Batas sebelah barat : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten
2. Sejarah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo.
Sejarah berdirinya Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo tidak lepas dari
sejarah berdirinya Dinas Tenaga Kerja Surakarta dikarenakan sebelum
adanya otonomi daerah merupakan wilayah kerja dari Dinas Tenaga Kerja
Surakarta.
Sebelum adanya otonomi daerah Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo
adalah daerah yang masuk dalam wilayah kerja dan Dinas Tenaga Kerja
Surakarta. Sehingga pada praktek kerjanya Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo
adalah diistilahkan sebagai anak cabang Dinas Tenaga Kerja Surakarta
sampai pada akhirnya dikarenakan adanya otonomi daerah yang memuat
tentang kewenangan setiap daerah untuk mengelola sendiri perangkat
36
37
daerah, maka pada tahun 2000 Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo lepas dari
wilayah kerja Dinas Tenaga Kerja Surakarta.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 54, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3952 ) dan juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84
Tahun 2000 tentang pedoman Organisasi Perangkat Daerah ( Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 165 ).
Pada Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo tidak terjadi pemisahan Ditjen
transmigrasi sebagaimana halnya pada Dinas Tenaga Kerja Surakarta,
sehingga sampai pada saat ini dari yang namanya Dinas Tenaga Kerja
Sukoharjo menjadi Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk berubah
lagi menjadi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi ( Disnakertrans )
3. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Visi Misi Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo.
a. Dasar Hukum Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 46
Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian
Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo dan juga berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo.
b. Kedudukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo
merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh
seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati melalui Sekretaris daerah.
38
c. Tugas Pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo.
Berdasarkan ketentuan pasal 31 Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo dinyatakan bahwa Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
di bidang tenaga kerja dan transmigrasi.
Ketentuan mengenai penjabaran tugas pokok Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi seperti yang dimaksud diatas diatur dengan
Peraturan Bupati.
d. Fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan ketentuan pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo dan untuk melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi menyelenggarakan fungsi :
1) Perumusan kebijakan teknis di bidang tenaga kerja dan
transmigrasi;
2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang tenaga kerja dan transmigrasi;
3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan
transmigrasi.
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi maka dibentuklah Unit Pelaksana Teknis daerah
( UPTD ) yang merupakan unsure pelaksana teknis operasional dalam
bidang pelatihan kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
39
e. Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo.
Visi : Terwujudnya manusia karya yang berkualitas, sejahtera, dan
mandiri.
Misi :
1. Peningkatan kualitas dan kuantitas penempatan Tenaga Kerja baik
Dalam Negeri dan Luar Negeri.
2. Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja yang dikelola secara
terpadu.
3. Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui pelatihan dan
ketrampilan kerja.
4. Pemberdayaan, Penataan, Persebaran dan Integrasi Bangsa melalui
Proses Perpindahan Penduduk.
5. peningkatan Pelayanan masyarakat dengan melalui peningkatan
sarana dan prasarana dinas.
B. Struktur Organisansi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo.
Struktur Organisasi berdasarkan dasar hukum berdirinya Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dan berdasarkan pasal 2 Perda Nomor 46
Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas
Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo.
Susunan Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo, terdiri atas :
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat, terdiri atas :
a. Sub Bagian Program;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
40
c. Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Kerja, terdiri atas :
a. Seksi Penempatan Tenaga Kerja;
b. Seksi Perluasan Kesempatan Kerja;
c. Seksi Pelatihan Kerja dan Produktivitas.
d. Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri
atas :
a. Seksi Hubungan Industrial dan Perselisihan Ketenagakerjaan;
b. Seksi Pengawasan Norma Kerja;
c. Seksi Pengawasan Norma Keselamatan dan Kecelakaan Kerja.
e. Bidang Ketransmigrasian, terdiri atas :
a. Seksi Pendaftaran, Seleksi dan Penempatan;
b. Seksi Kerjasama Antar Daerah;
c. Seksi Mobilitas Penduduk.
f. UPTD;
g. Kelompok Jabatan Fugsional
Keterangan :
1. Kepala Dinas
Berdasarkan Pasal 3 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun
2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan
Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Disnakertrans dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas.
Tugas pokok seorang Kepala Dinas melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah di bidang tenaga kerja
dan transmigrasi.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Dinas
mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang tenaga kerja dan transmigrasi;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
tenaga kerja dan transmigrasi;
41
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang tenaga kerja dan
transmigrasi;
d. Pengoordinasian, fasilitasi dan pembinaan kegiatan dibidang tenaga
kerja dan transmigrasi;
e. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan keiatan di bidang
btenaga kerja da transmigrasi;
f. Pengelolaan tata usaha.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Kepala Dinas
mempunyai tugas :
a. Merumuskan kebijakan Bupati di bidang tenaga kerja dan transmigrasi
berdasarkan wewenang dan peraturan perundang – undagan yang
berlaku;
b. Merumuskan program kegiatan Disnakertrans berdasarkan peraturan
perundang – undangan yang berlaku;
c. Mengkoordinasikan kegiatan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi
berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
d. Mengarahkan tugas bawahan sesuai dengan bidang tugasnya baik lisan
maupun tertulis guna kelancaran pelaksanaan tugas;
e. Melaksanakan koordinasi dengan intansi yang terkait untuk kelancaran
pelaksanaan tugas;
f. Mengendalikan seluruh kegiatan bidang tenaga kerja dan transmigrasi
sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku;
g. Membina pelaksanaan kegiatan di bidang tenaga kerja dan
transmigrasi berdasarkan peraturan perundang – undangan yang
berlaku;
h. Memberikan rekomendasi dan/atau perizinan di bidang tenaga kerja
dan transmigrasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang
berlaku;
i. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang tenaga kerja dan
transmigrasi;
42
j. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja
pelaksanaan tugas bawahan,
k. Membuat laporan pelaksaan tugas kepada pejabat yang berwenag;
l. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
masukan pengambilan kebijakan di bidang tenaga kerja dan
transmigrasi guna kelancaran pelaksaan tugas; dan
m. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
2. Sekretariat
Berdasarkan pasal 4 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun
2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan
Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo, yang menyatakan bahwa sekretarian dipimpin oleh seorang
sekretaris.
Tugas pokok seorang sekretaris adalah melaksanakan kebijakan,
mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan perencanaan,
monitoring, evaluasi, keuangan, kepegawaian dan umum.
Untuk melaksanakan tugas pokok sekretariat mempunyai fungsi,
antara lain :
a. Pelaksanaan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan
Dinas dan Sekretariat; dan
b. Pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, umum dan rumah
tangga.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut sekretaris
mempunyai tugas :
a. Menyusun program kegiatan secretariat berdasarkan peraturan
perundang – undangan yang berlaku;
b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
43
c. Membagi tugas kepda bawahan sesuai dengan bidang tugasnya,
memberikan arahan dan petunjuk guna peningkatan kelancaran
pelaksanaan tugas;
d. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Kepala Bidang di
lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan, informasi
guna mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang
optimal;
e. Menyiapkan konsep kebijakan Kepala Disnakertrans di bidang
kesekretariatan;
f. Menyiapkan rumusan kebijakan strategis program kegiatan dalam
rangka penyusunan anggaran pendapatan dan belanja Dinas;
g. Melaksanakan pelayanan pengelolaan kegiatan administrasi umum,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, perpustakaan dan perlengkapan
rumah tangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku guna kelancaran
tugas;
h. Melaksanakan koordinasi dalam rangka penyusunan laporan
keterangan pertanggungjawaban Bupati, laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan laporan akuntabilitas kinerja iuntansi
pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
i. Melaksanakan bimbingan teknis fungsi – fungsi pelayanan
administrasi perkantoran sesuai pedoman
Sekretariat, terdiri atas :
a. Sub Bagian Program ( pasal 5 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
Sekretaris dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, koordinasi,
pembinaan, pengendalian kegiatan perencanaan, monitoring, evaluasi
dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan.
b. Sub Bagian Keuangan ( pasal 6 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
44
Sekretaris dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi,
pembinaan, pengendalian kegiatan administrasi keuangan dan
pelaporan pertanggungjawaban keuangan.
c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ( pasal 7 ) : dipimpin oleh
seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas sekretaris dalam penyiapan bahan
perumusan, kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian kegiatan
administrasi umum, organisasi dan tata laksana, pengurusan rumah
tangga, perlengkapan, dokumentasi, perpustakaan dan kearsipan, serta
pengelolaan administrasi kepegawaian.
3. Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Kerja.
Berdasarkan pasal 8 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun
2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan
Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Bidang Penempatan, Perluasan dan
Pelatihan Kerja dipimpin oleh seorang Kepala Bidang.
Tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Disnakertras
dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan, membina dan
mengendalikan kegiatan di bidang penempatan, perluasan dan pelatihan
kerja.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja mempunyai
fungsi:
a. Perumusan petunjuk teknis kegiatan penempatan, perluasan dan
pelatihan kerja;
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan pelatihan kerja, perizinan
lembaga pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akreditasi lembaga
pelatihan kerja;
45
c. Pembinaan dan penyelenggaraan pelatihan kerja, dan pengukuhan
produktifitas;dan
d. Pemantauan dan pengendalian kegiatan penempatan, perluasan dan
pelatihan kerja
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana
dimaksud diatas Kepala Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan
mempunyai tugas:
a. Menyusun program kegiatan Bidang Penempatan, Perluasan dan
Pelatihan Kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya,
memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran
pelaksanaan tugas;
d. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Kepala Bidang dan
Sekretaris di lingkungan Disnakertras untuk mendapatkan masukan,
informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil
kerja yang optimal;
e. Merumuskan kebijakan Kepala Disnakertras di bidang penempatan,
perluasan dan pelatihan kerja;
f. Membina pelaksanaan kegiatan operasional penempatan, perluasan dan
pelatihan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
g. Menyelenggarakan kegiatan operasional di bidang penempatan,
perluasan dan pelatihan kerja berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
46
h. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan operasional di bidang penempatan,
perluasan dan pelatihan kerja;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja
bawahan;
j. Membuat laporan pelaksanaan tugas pejabat yang berwenang;
k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
masukan pengambilan kebijakan di bidang Penempatan, Perluasan dan
Pelatihan Kerja guna kelancaran pelaksanaan tugas;dan
l. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Kerja, terdiri dari :
a. Seksi Penempatan Tenaga Kerja ( pasal 9 ) : dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas Kepala bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dalam
penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan,
pengendalian dan pemberian pembinaan kegiatan penempatan tenaga
kerja
b. Seksi Perluasan Kesempatan Kerja ( pasal 10 ) : dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas Kepala Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja
dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan,
pengendalian dan peemberian pembinaan kegiatan bidang perluasan
kesempatan kerja.
c. Seksi Pelatihan Kerja dan Produktifitas ( pasal 11 ) : dipimpin oleh
seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebagian tugas Kepala Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan
Kerja dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi,
47
pembinaan, pengendalian kegiatan bidang pelatihan kerja dan
produktifitas.
4. Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Berdasarkan pasal 12 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun
2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan
Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Bidang Penempatan, Perluasan dan
Pelatihan Kerja dipimpin oleh seorang Kepala Bidang.
Tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Disnakertrans
dalam dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan membina dan
mengendalikan kegiatan di bidang hubungan industrial dan pengawasan
ketenagakerjaan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas ,
Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
mempunyai fungsi:
a. Perumusan petunjuk teknis kegiatan hubungan industrial dan
pengawasan ketenagakerjaan;
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan hubungan industrial dan
pengawasan ketenagakerjaan;
c. Pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan;dan
d. Pemantauan dan pengendalian kegiatan hubungan industrial dan
pengawasan ketenagakerjaan.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana
dimaksud diatas Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan mempunyai tugas:
a. Menyusun program kegiatan bidang hubungan industrial dan
pengawasan ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
48
b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya,
memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran
pelaksanaan tugas;
d. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Kepala Bidang dan
Sekretaris di lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan,
informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil
kerja yang optimal;
e. Merumuskan kebijakan Kepala Disnakertrans di bidang hubungan
industrial dan pengawasan ketenagakerjaan;
f. Membina pelaksanaan kegiatan operasional di hubungan industrial da
n pengawasan ketenagakerjaan dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
g. Menyelenggarakan kegiatan operasional di bidang hubungan industrial
dan pengawasan ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yan berlaku
h. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan operasional di bidang hubungan
industrial dan pengawasan ketenagakerjaan
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja
pelaksanaan tugas bawahan
j. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada pejabat yang berwenang
k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai
masukan pengambilan kebijakan di bidang Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan guna kelancaran pelaksanaan tugas;dan
l. Melaksanakan tugas kedinasan lin sesuai dengan perintah atasan
Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri
atas:
49
a. Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
( pasal 13 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai
tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam penyiapan bahan
perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan
pemberian pembinaan hubungan industrial dan pengawasan
ketenagakerjaan. Seksi ini mengurusi masalah pengupahan bagi
pekerja.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada
ayat (1) Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan mempunyai tugas:
1) Menyusun program kegiatan Seksi Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
2) Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan
agar pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3) Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya,
memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran
pelaksanaan tugas;dan
4) Melaksanakan koordinasi dengan semua Kepala Sub Bagian,
kepala Seksi dan kepala UPTD di lingkungan Disnakertrans untuk
mendapatkan masukan, informasi serta untuk mengevaluasi
permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal;
5) Memberikan pembinaan kepada pekerja, pengusaha dalam rangka
penyelesaian hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6) Melaksanakan perantaraan perselisihan hubungan industrial dan
penyelesaian pemutusan hubungan kerja sesuai dengan peraturan-
perundang-undangan yang berlaku
50
7) Melaksanakan identifikasi dan pembinaan organisasi pengusaha
serta memantau pelaksanaan kesejahteraan pekerja di perusahaan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
8) Melaksanakan fasilitasi penyusunan dan pengesahan peraturan
perusahaan, pendaftaran perjanjian kerja bersama, perjanjian kerja
antara perusahaan pemberi jasa pekerja dengan perusahaan
penyedia jasa pekerja dan penerbitan ijin operasional perusahaan
penyedia jasa pekerja dan penerbitan izin operasional perusahaan
penyedia jasa pekerja, dan pencatatan perjanjian kerja waktu
tertentu
9) Melaksanaka pencabutan ijin operasional perusahaan penyedia jasa
pekerja;
10) Melaksanakan pencegahan dan fasilitasi penyelesaian penyelesaian
prosedur perselisihan hubungan industry, mogok kerja dan
penutupan perusahaan;
11) Melaksanakan pembinaan dan pembentukan lembaga kerjasama
Bipartit dan Tripartit;
12) Melaksanakan pencatatan dan verifikasi Serikat Pekerja dan/atau
Serikat Buruh;
13) Melaksanakan koordinasi penelitian, perumusan dan pengusulan
penetapan pengupahan;
14) Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja
pelaksanaan tugas bawahan;
15) Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada pejabat yang
berwenang;
16) Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai
bahan masukan pengambilan kebijakan di bidang Hubungan
51
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan guna kelancaran
pelaksanaan tugas;dan
17) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
b. Seksi Pengawasan Norma Kerja ( Pasal 14 ) : dipimpin oleh seorang
kepala seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan,
koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian pembinaan
kegiatan kegiatan pengawasan norma kerja.
c. Seksi Pengawasan Norma Keselamatan dan Kecelakaan Kerja ( Pasal
15 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas
pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam penyiapan bahan
perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian norma
keselamatan dan kesehatan kerja.
5. Bidang Ketransmigrasian.
Berdasarkan pasal 16 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun
2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan
Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Bidang Penempatan, Perluasan dan
Pelatihan Kerja dipimpin oleh seorang Kepala Bidang.
Tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam
merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan
kegiatan di bidang ketransmigrasian.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Bidang ketransmigrasian mempunyai fungsi:
a. Perumusan petunjuk teknis kegiatan pendataan dan penyiapan
transmigrasi, penempatan transmigrasi dan penanganan mobilitas
penduduk;
52
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan pendataan dan penyiapan
transmigrasi, penempatan transmigrasi dan penanganan mobilitas
penduduk;dan
c. Pemantauan dan pengendalian kegiatan pendataan dan penyiapan
transmigrasi, penempatan transmigrasi dan mobilitas penduduk;
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana kepala
bidang ketransmigrasian mempunyai tugas:
a. Menyusun program kegiatan bidang ketransmigrasian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya,
memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran
pelaksanaan tugas;
d. Melaksanakan koordinasi dengan Kepala Bidang dan Sekretaris di
lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan, informasi
serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang
optimal;
e. Merumuskan kebijakan Kepala Disnakertrans di bidang pendataan dan
penyiapan, penempatan dan penanganan masalah transmigrasi;
f. Membina pelaksanaan kegiatan operasional pendataan dan penyiapan;
penempatan dan penanganan masalah transmigrasi;
g. Menyelenggarakan kegiatan operasional di bidang pendataan dan
penyiapan, penempatan dan penanganan masalah transmigrasi;
h. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan operasional di bidang pendataan
dan penyiapan, penempatan dan penanganan masalah transmigrasi;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja
pelaksanaan tugas bawahan;
53
j. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada pejabat yang berwenang;
k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
masukan pengambilan kebijaksanaan di bidang ketranssmigrasian guna
kelancaran pelaksanaan;dan
l. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
Bidang Ketransmigrasian, terdiri atas :
a. Seksi Pendaftaran, Seleksi dan Penempatan ( pasal 17 ) : Seksi
Pendaftaran, Seleksi dan penempatan dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
Kepala Bidang Ketransmigrasian dalam penyiapan bahan perumusan
kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian
pembinaan kegiatan pendaftaran, seleksi dan penempatan transmigrasi.
b. Seksi Kerjasama Antar Daerah ( pasal 18 ) : dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
tugas Kepala Bidang Ketransmigrasian dalam penyiapan bahan
perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan
pemberian pembinaan kegiatan kerjasama antar daerah.
c. Seksi Mobilitas Penduduk ( pasal 19 ) : dipimpin oleh seorang Kepala
Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
Kepala Bidang Ketransmigrasian dalam penyiapan bahan perumusan
kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian
pembinaan kegiatan bidang mobilitas penduduk.
6. UPTD
UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas.
7. Kelompok Jabatan Fugsional ( Pasal 20 )
Kelompok Jabatan mempunyai tugas melakukan kegiatan dalam
menunjang tugas pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kelompok
Jabatan Fungsional terdiri sejumlah pejabat fungsional yang terbagi dalam
berbagai kelompok sesuai dengan keahliannya.
Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan
54
beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pembinaan terhadap
pejabat fungsional dilakukan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan.
C. Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dalam proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten
Sukoharjo.
Upah merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kerja. Dengan
adanya upah pekerja dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Dalam penentuan upah minimum dilakukan banyak cara untuk mencapai yang
namanya keadilan bagi semua pihak. Upah yang berkeadilan merupakan upah
yang diharapkan oleh semua pihak yaitu upah yang bisa digunakan untuk
mencukupi dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Dalam penentuan upah minimum Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi
berpedoman pada Pasal 27 ayat ( 2 ) Undang – Undang Dasar 1945, telah
menentukan landasan hukum sebagai berikut :“ Tiap – tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” . Dan
juga telihat dalam pasal 88 ayat ( 1 ) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi : “ Setiap Pekerja / buruh berhak
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan ”.Dalam hal menentukan suatu pengupahan perlu adanya
mekanisme yang dilakukan.
Mekanisme menurut ketentuan normatif adalah suatu hal tata cara yang
dilakukan dalam menemukan suatu tujuan yang ada. Mekanisme dilakukan
berdasarkan adanya aturan atau undang – undang yang telah disepakati
bersama. Sehingga dalam menjalankan mekanisme tidak mungkin keluar jalur
dari yang diharapkan dan tidak ada penyalahgunaan dalam melaksanakan
mekanisme tersebut.
Mekanisme juga dapat diartikan alur kerja atau tata cara, langkah, cara
kerja yang ditempuh dalam pelaksanaan pemberian suatu pertimbangan dan
55
langkah – langkah dalam menerapkan suatu cara. Suatu pemerintah dapat
dikatakan sudah melakukan mekanisme dengan baik apabila pemerintahan itu
melaksanakan mekanisme sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku dan
semuanya bertujuan hanya untuk kesejahteraan masyarakat.
Mekanisme pengupahan di Indonesia ada 3 macam, antara lain :
1. Upah minimum jaring pengaman (ditetapkan tripartit)
2. Upah secara bipartit (dirundingkan antara SB dan pengusaha)
3. Upah secara individual (khusus untuk profesional atau konsultan)
Keterangan :
1. Upah minimum jaring pengaman adalah upah terendah yg diterima buruh
lajang, kurang dari 1 thn. Upah proteksi sbg tanggung jawab negara
terhadap warganya. Ditetapkan di setiap propinsi/kabupaten/kota.
Mekanisme pengupahan ini dilakukan oleh anggota tripartite.
2. Sistem Pengupahan secara Bipartit (perundingan melalui PKB)
Contoh:
- Bila margin keuntungan 10 % maka upah naik 10 %
- Bila rugi 10 %, maka upah bisa tidak naik, atau bisa turun. Tetapi tdk
boleh dibawah Upah Minimum yang ditetapkan Dewan Pengupahan
Regional
a. Dewan Pengupahan Regional (bertugas merumuskan upah sebagai jaring
pengaman di tingkat propinsi, melakukan survey)
Komposisi dewan pengupahan : bisa unsur tripartit atau tripartit plus, atau
lembaga pengupahan independen.
Upah ini meliputi untuk ; sektor informal, buruh lepas, PRT, perusahaan
dgn buruh > 10 orang.
b. Dewan Pengupahan Nasional
Merumuskan kebijakan dan sistem pengupahan nasional,
perubahan komponen upah, skala upah, mengumumkan upah jaring
pengaman yg dibuat propinsi. Dan dilakukan oleh kelembagaan tripartit
plus.
56
c. Periode Penetapan Upah dilakukan 2 tahun sekali (sesuai dengan periode
PKB)
3. Pengupahan individual ditetapkan sendiri antara seorang buruh dengan
managemen.
Dalam proses pentusunan Upah Minimum perlu adanya mekanisme
yang dilakukan disuatu pemerintahan. Di Kabupaten Sukoharjo mekanisme
tersebut dilakukan dan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
yang termasuk dalam tugas dan fungsi Dinas tersebut. Maka Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang menangani masalah proses
penyusunan upah minimum ini masuk dalam Bidang Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan yang khususnya di Seksi Hubungan Industrial
dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Berdasarkan pasal 13 ayat ( 2 ) Peraturan Daerah Nomor
46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas
Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukoharjo khusunya pada Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan, pada huruf m yang berbunyi :“ Melaksanakan koordinasi
penelitian, perumusan dan pengusulan penetapan pengupahan ”. Peranan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan
pengawasan terhadap pemberian upah minimum Kabupaten bagi pekerja di
Kabupaten Sukoharjo yaitu dengan memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja dalam hal penerimaan upah yang adil sehingga tercipta ketenangan
bekerja dan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan pengusaha,
serta mengawasi ditaatinya peraturan perundang – undangan di bidang
Ketenagakerjaan.
Mekanisme yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
di Kabupaten Sukoharjo ini ditarik dari 1 tahun terakhir yaitu pada tahun
2009. Dasar hukum mekanisme yang dilakukan oleh dilakukan Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, terdiri dari :
1. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada
pasal 88 ayat ( 4 ) dan pasal 89 ayat ( 2 ) dan ( 3 );
57
2. Dikuatkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Hidup Layak.
Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo sangat memperhatikan kepentingan pekerja didaerah
tersebut. Seperti yang terlihat dalam Pasal 88 Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, dalam menentukan besarnya suatu
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja /
buruh. Dan dalam Pemerintah menetapkan upah minimum didasarkan pada
kebutuhan hidup layak ( KHL ) dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Mekanisme yang diambil pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam
mewujudkan upah yang layak dan pekerja dapat terlindungi maka lembaga
tripartite Kabupaten Sukoharjo melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak
( KHL ) untuk mendapatkan nilai pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Mekanisme yang dilakukan pada tahun 2009, antara lain sebagai berikut :
h. Survei Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor PER-
17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan
Pencapaian Hidup Layak pada pasal 3 ayat ( 1 ) yang dikatakan : “ Nilai
KHL diperoleh melaui survey harga ”, survey harga tersebut biasanya
disebut dengan seuvei Kebutuhan Hidup Layak.
Survey Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) dilakukan setiap bulan
yang dilakukan oleh tim survey yang sudah dibentuk oleh Dewan
pengupahan. Sesuai dengan pedoman survey harga penetapan nilai
kebutuhan hidup layak yang merupakan lampiran dari Peraturan
Pemerintah Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak, Kriteria Pasar yang
digunakan untuk survey harga adalah merupakan pasar tradisional yang
menjual barang secara eceran, bukan pasar induk atau pasar swalayan atau
58
sejenisnya, bangunan fisik pasar yang relative besar, terletak didaerah kota
( ibukota kecamatan ), komoditas / barang yang dijual beragam, banyak
pembeli, waktu keramaian berbelanja relative panjang ( bukan pasar
krempyeng ). Di Kabupaten Sukoharjo pasar yang sudah sesuai dengan
criteria dalam pedoman tersebut yang digunakan untuk melakukan survey
yaitu Pasar Sukoharjo dan Pasar Kartasura.
Survey tersebut dilakukan pada bulan Januari sampai bulan agustus
sebelum puasa karena pada bulan puasa harga – harga barang semua akan
naik, sehingga apabila dilakukan survey akan mendapat hasil yang belum
sesuai.
Waktu Survei :
a. Survei dilakukan setiap bulan pad minggu I ( Pertama )
b. Khusus untuk kelompok I ( Kelompok Makanan dan Minuman )
survey dilakukan pada pukul 07.00 s/d 11.00 WIB.
c. Waktu survei ( tiap bulan ) ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak
terpengaruh oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar
( misalnya antara lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya
keagamaan ) Minuman ) survey dilakukan pada pukul 07.00 s/d 11.00
WIB.
d. Waktu survei ( tiap bulan ) ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak
terpengaruh oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar
( misalnya antara lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya
keagamaan )
Responden
Responden yang dipilih adalah :
a. Pedagang yang menjual barang – barang kebutuhan secara eceran,
b. Untuk jenis – jenis barang tertentu dimungkinkan memilih responden
yang tidak berlokasi di pasar tradisional, seperti meja atau kursi,
almari, dipan atau tempat tidur, sewa kamar, dan pendidikan, penyedia
jasa seperti tukang cuku atau salon, listrik, air, rekreasi dan angkutan
umum ( transport ).
59
c. Pedagang atau penjual atau responden pada tempat yang tetap atau
permanent atau tidak berpindah – pindah.
d. Pedagang atau penjual atau responden yang mudah diwawancarai,
jujur dan tetap atau tidak berganti – ganti.
e. Jumlah pedagang atau penjual atau responden yang di survey terdiri
dari 3 ( tiga ) pedagang atau penjual atau responden untuk setiap jenis
atau item barang.
i. Tim survei terdiri dari lembaga tripartite yaitu Pemerintah, Pengusaha dan
Pekerja.
Tim survey dibentuk oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/tau
Kabupaten atau Kota, yang terdiri dari unsure :
Pengusaha : APINDO
Pekerja : SPN ( Serikat Pekerja Nasional ) dan SPTSK
( Serikat Pekerja Tekstil Sandang Kulit )
Pemerintah : BPS ( Badan Pusat Statistik ), Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Deperindag, bagian Perekonomian Sekertaris
daerah.
Dalam melaksanakan survey ada pedoman – pedoman yang harus
diperhatikan, antara lain :
1) Tim Survei
a) Dibentuk oleh Ketua Dewan Pengupahan atau Bupati atau
Walikota.
b) Anggota tim berasal dari anggota Dewan Pengupahan.
c) Tim terdiri dari unsure tripartite yang diketuai oleh anggota Dewan
Pengupahan dari BPS.
d) Daerah yang belum membentuk Dewan Pengupahan, Bupati atau
Walikota membentuk tim survei terdiri unsure tripartite diketuai
oleh BPS.
e) Tim survei dapat membentuk tim pencacah harga apabila sangat
diperlukan.
60
f) Tim pencacah harga berada dibawah koordinasi dan tanggung
jawab tim survey.
g) Tim pencacah harga terdiri dari unsure tripartite, dan tidak harus
dari anggota Dewan Pengupahan.
2) Tugas dan tanggung jawab Tim Survei :
a) Melakukan survey harga kebutuhan hidup layak.
b) Membentuk tim pencacah apabila dipandang sangat perlu.
c) Melakukan pelatihan survey kepada tim pencacah sebelum
dilakukan kegiatan survei harga kebutuhan hidup layak.
d) Melakukan koordinasi pelaksanaan survei.
e) Menerima laporan pelaksanaan survey ( form 1 ) dari tim pencacah
f) Melakukan verifikasi terhadap hasil survei apabila di perlukan.
g) Mengolah data dari tim pencacah ( form 1 )untuyk dimasukkan
dalam format KHL ( form 2 )
h) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan hasil survei ( form 1
dan form 2 ) kepada Dewan Pengupahan.
3) Syarat, Tugas dan Tanggung Jawab Tim Pencacah Harga
a) Telah mengikuti pelatihan survei KHL.
b) Melakukan survei harga kebutuhan hidup layak dan selanjutnya
dimasukkan dalam form 1.
c) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan hasil survey ( form 1 )
kepada tim survey.
j. Direkap dengan form atau Blangko tersendiri , hasil KHL yang
bersangkutan bulan yang bersangkutan.
Untuk pengisian form atau blanko tersebut sudah disediakan dan
blanko tersebut dibuat oleh pemerintah yang juga merupakan lampiran dari
Peraturan Pemerintah Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen
dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak.
61
Formulir Survei KHL, ada 2 jenis formulir :
1) Form 1 diisi oleh tim pencacah harga dan/atau tim survey.
2) Form 2 diisi oleh tim survei sebagai rekapitulasi dari hasil survei
form 1.
Setelah pengisian form selesai maka dilakukan pengolahan data
yang dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain :
1) Tahap Pertama adalah mengisi kolom – kolom rata – rata dan kolom
penyesuaian satuan pada lembaran kuisioner, kolom rata – rata
merupakan rata – rata dari harga 2 ( tiga ) responden. Sedangkan
kolom penyesuaian satuan adalah untuk beberapa jenis barang
kebutuhan yang satuannya tidak sama.
2) Tahap Kedua adalah mengolah data dari lembar kuisioner untuk
dimasukan ke lembar form isian KHL. Angka yang terdapat pada
kolom rata – rata dilembr kuisioner dimasukan kekolom harga pada
lembar form isian KHL.
3) Tahap Ketiga adalah pengelolaan data untuk mendapatkan angka nilai
sebualn pada form isian KHLK ( kolom terakhir ).
4) Tahap ke empat adalah menghitung jumlah nilai komponen kelompok
I s/d kelompok VII.
Setelah itu ditarik suatu nilai yaitu sebagai nilai Kebutuhan Hidup
Layak sebagai angka yang akan diajukan sebagai usulan dalam gubernur
menetapkan upah minimum Kabupaten Sukoharjo. Besarnya nilai yang
dicapai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) pada tahun 2009 yang akan
dijadikan Patokan dalam penetapan upah minimum pada tahun 2010 oleh
Gubernur, dikabupaten Sukoharjo nilai Kebutuhan Hidup Layak itu
sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus
rupiah ).
k. Hasil survey yang dilakukan dari bulan januari sampai agustus yang
setelah itu diprediksikan sampai bulan desember yang sebesar
Rp. 769.500,00. Untuk ditetapkan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )
62
disepakati maka hasil survei dibawa dan di bahas dirapat di dewan
pengupahan atau angka tersebut dibawa di Dewan Pengupahan. Setelah itu
Dewan pengupahan menyepakati angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
sebesar Rp. 769.500,00.
l. Dewan Pengupahan melakukan rundingan tentang usulan Upah Minimum
Kabupaten dalam melakukan rundingan tersebut ternyata sangat berjalan
alot dan rumit karena masing – masing mempunyai usulan besaran nilai
Upah Minimum Kabupaten yang berbeda – beda dari unsure pengusaha
Rp. 745.110,00 ( 98 % ) dan dari unsure pekerja Rp. 769.500,00 ( 100 % )
terhadap pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Dan akhinya yang
diambil Bupati sebagai angka atau nilai Kebutuhan Hidup Layak adalah
angka yang lebih tinggi bagi para pekerja yaitu Rp. 769.500,00 ( tujuh
ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ).
Apabila sepakat maka akan di rapatkan oleh Dewan Pengupahan
daerah dengan Dewan Pengupahan Gubernur. Namun dikarenakan tidak
tercapai sepakat satu angka usulan Upah Minimum Kabupaten ( UMK )
maka kemudian Dewan Pengupahan yang difasilitasi oleh Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi menyampaikan permohonan kepada Bupati
memberikan untuk memberikan rekomendasi angka yang akan diusulkan
sebagai Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) Kabupaten Sukoharjo untuk
tahun 2010 kepada Gubernur Jawa Tengah. Besar nilai rekomendasi dari
Bupati sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima
ratus rupiah ) dan sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
m. Setelah itu hasilnya di ajukan ke Gubernur lalu Gubernur mengesahkan
dan menetapkan angka sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh
sembilan ribu lima ratus rupiah ). Sesuai dengan pasal 89 ayat ( 3 )
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
Sehingga Gubernur menetapkan angka sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh
ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ) tersebut sebagai nilai
63
Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) Kabupaten Sukoharjo untuk tahun
2010.
Mekanisme yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo sudah sesuai dengan mekanisme ketentuan normatif
karena mekanisme tersebut dilakukan dengan berpedoman Undang – Undang
dan mekanisme yang dilakukan sudah sesuai dengan mekanisme pengupahan
Upah minimum jaring pengaman adalah upah terendah yg diterima buruh
lajang, kurang dari 1 tahun dan di Kabupaten Sukoharjo ini selain mekanisme
nya sudah sesuai Upah Minimum disini sudah mencapai standar yang
berkeadilan dan sudah sesuai dengan Perundang - undangan. Upah proteksi
sebagai tanggung jawab negara terhadap warganya dan ditetapkan di setiap
propinsi/kabupaten/kota. Mekanisme pengupahan ini dilakukan oleh anggota
tripartite. Hal tersebut telah sesuai dengan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan pasal 88 ayat ( 1 ) Undang - Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan kata penghidupan yang layak dimaksudkan
dimana jumlah pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar, yang
meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan,
rekreasi dan jaminan hari tua. Berdasarkan hal tersebut sangat terlihat jelas
bahwa pekerja yang juga warga negara berhak mendapat upah yang wajar dan
upah yang adil untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Hal tersebut
juga sesuai dengan pasal 89 ayat ( 2 ) Undang – Undang Nomor 13 tahun
2003, yang berbunyi : “ upah minimum yang sebagaimana dimaksud dalam
ayat ( 1 ) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak ”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor :
PER – 17 / MEN / VIII / 2005 Komponen dan Pelaksanaan Tahapan
Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dalam pasal 1 ayat ( 1 ), yang di
maksud dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) adalah standar kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja / buruh lajang untuk dapat hidup
64
layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 ( satu ) bulan.
Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah yang banyak mempunyai
pekerja. Maka dari perlu adanya penetapan upah yang harus dilakukan oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mekanisme yang dilakukan
Dinas Tenaga Kerja yang dan Transmigrasi sebagai salah satu dari anggota
lembaga tripartite yang mewakili pemerintah adalah salah satunya dengan cara
melakukan survei kebutuhan hidup layak ( KHL ) yang dilakukan guna untuk
mengetahui nilai atau prosentase besarnya kebutuhan hidup layak ( KHL ) di
Kabupaten Sukoharjo yang selanjutnya dapat digunakan dalam pertimbangan
penetapan upah minimum bagi pekerja di Kabupaten Sukoharjo.
Maka dari itu pemberian upah terhadap pekerja harus sesuai dengan
ukuran Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo. Dengan itu
Kabupaten Sukoharjo melakukan proses mekanisme pengupahan didaerah
tersebut. Berdasarkan pada Pasal 4 ayat ( 5 ) Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, yang berbunyi :
“ Dalam hal Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi , maka penetapan
upah minimum didasarkan pada nila KHL Kabupaten/ Kota terendah di
Provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas,
pertumbuhan ekonomi dan usaha yang paling tidak mampu ( marginal )”.
Walaupun begitu namun disejumlah daerah termasuk Kabupaten Sukoharjo
yang selalu menjadi patokan dan ditonjolkan dan paling berpengaruh adalah
dengan penetapan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Apabila Upah
minimum dapat dikatakan adil bagi pekerja apabila Upah Minimum
Kabupaten tersebut sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak didaerah
tersebut, dan Kabupaten Sukoharjo telah sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup
Layak ( KHL ) dan sudah tercapainya keadilan bagi para pekerja.
65
D. Pendapat dari lembaga tripartite Kabupaten Sukoharjo mengenai
Upah Minimum yang berkeadilan sudah sesuai dengan Perundang –
undangan dan ketentuan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang
diwakili oleh Seksi Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan merupakan
salah satu bagian lembaga tripartite yang memberikan pendapat atau usulan
mengenahi pengupahan. Berdasarkan pasal 13 ayat ( 2 ) Peraturan Daerah
Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian
Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo khusunya pada Seksi Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan, pada huruf m yang berbunyi :“ Melaksanakan
koordinasi penelitian, perumusan dan pengusulan penetapan pengupahan ”.
Bedasarkan hal tersebut Seksi Hubungan dan Pengawasan
Ketenagakerjaan berkewajiban untuk memberikan usulan dan pendapat dalam
penentuan pengupahan di Kabupaten Sukoharjo. Hal tersebut dilakukan
dengan cara melakukan survey harga di 2 pasar yaitu Pasar Sukoharjo dan
Pasar Kartasura. Survey dilakukan dengan cara berpedoman pada Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER-17/MEN/VIII/2005
tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup
Layak.
Setelah melakukan survey harga pasar dan yang digunakan untuk
mengukur besarnya pencapaian besarnya nilai Kebutuhan Hidup Layak
( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo yang merupakan salah satu hal yang sangat
berpengaruh dalam memberikan pendapat dalam menentukan upah minimum.
Hasil dari survey pasar di tentukan nilai Rp. 769.500,00 sebagai pencapaian
nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo.
Parameter yang digunakan dalam penetapan upah minimum didasarkan
pada Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) didaerah tersebut. Berdasarkan
pasal 89 ayat ( 2 ) yang berbunyi: “Upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak”. Maka
terlihat dari hasil survey harga dan hasil angka yang sudah ditetapkan sebagai
66
angka Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) sebesar Rp. 769.500,00 dan angka
yang diambil untuk mengusulkan upah minimum juga sesuai dengan angka
tersebut maka parameter dalam penetapan upah minimum sudah sesuai dengan
pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
Dari data pada 1 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009, data yang ada
besarnya nilai KHL Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp. 769.500,00 dan usulan
dari lembaga tripartite antara lain dari unsure pengusaha Rp. 745.110,00
( 98 % ) dan dari unsure pekerja Rp. 769.500,00 ( 100 % ) terhadap
pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ), dengan adanya perbedaan
usulan tersebut maka diwakili oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
memohon Bupati untuk memberikan rekomendasi dan yang direkomendasikan
Bupati kepada Gubernur sebesar Rp. 769.500,00, dapat dilihat :
Nilai Jumlah Dalam Rupiah (Rp) Pencapaian terhadap
KHL ( % )
KHL Kabupaten Sukoharjo Rp. 769.500,00
UMK Kabupaten Sukoharjo Rp. 769.500,00 100 %
Dengan melihat tabel diatas Usulan dari lembaga tripartite untuk
penetapan Upah Minimum Kabupaten adalah 100 % dari pencapaian nilai
Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 yang akan
digunakan untuk salah satu pertimbangan dalam penetapan Upah Minimum
Kabupaten ( UMK ) pada tahun 2010. Sejalan dengan itu pada tahun 2009 dan
2010 ini antara nilai pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dengan Upah
Minimum Kabupaten yang sudah ditetapkan nilainya sama dan 100%
pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Sukoharjo.
Di Jawa Tengah penentuan upah yang sesuai 100% KHL adalah di 2
daerah yaitu Kabupaten Sukoharjo dan Salatiga, dan pada tahun 2010 ini
adalah pertama kalinya terjadi di Kabupaten Sukoharjo adanya Upah
Minimum Kabupaten yang sesuai dan bahkan 100% dari pencapaian nilai
Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) karena pada tahun – tahun sebelumnya
besarnya nilai upah minimum kabupaten dengan pencapaian nilai Kebutuhan
67
Hidup Layak ( KHL ) tidak sama dan tidak 100% dari Kebutuhan Hidup
Layak ( KHL ). Maka dengan itu dapat dikatakan usulan dari lembaga
tripartite yang difasilitasi dan diwakili oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo sudah sesuai dengan Kebutuhan Hidup
Layak ( KHL ) karena dalam memberikan rekomendasi Bupati menggunakan
nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) sebagai patokan dan Gubernur juga
menetapkan nilai tersebut sebagai nilai Upah Minimum Kabupaten Sukoharjo.
Dengan berpedoman dan sesuai pada pasal tersebut Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi selalu melaksanakan tugasnya sesuai dengan
Perundangan – undangan dan apabila ada ketentuan yang tidak sesuai maka
dapat dikenai sanksi. Sebelum memberikan pendapat atau usulan, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan berbagai mekanisme yang akan
digunakan sebagai Patokan atau prosentase dalam memberikan usulan. Salah
satunya survey Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) yang kemudian akan ditarik
kesimpulan yaitu memilih suatu angka yang dapat menjadi tolok ukur untuk
dalam perumusan. Sehingga pendapat yang diajukan sudah sesuai dengan
Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo dan sesuai dengan
Perundang – Undangan.
Dalam teori keadilan menurut Aristoteles dalam ajarannya tentang
Keadilan distributif. Keadilan distributif adalah keadilan yang menuntut
bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya secara proposional.
Jadi keadilan distributif berkenaan dengan penentuan hak dan pembagian hak
yang adil dalam hubungan dalam masyarakat dengan negara, dalam arti apa
yang seharusnya diberikan negara kepada warganya. Keadilan distributif
merupakan tugas dari pemerintah kepada warganya untuk menentukan apa
yang dapat dituntut oleh wargannya. Disini Kabupaten Sukoharjo sudah dapat
memberikan keadilan bagi pekerjanya, karena nilai Upah Minimum
Kabupaten sudah 100% dari pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak
( KHL ) yang ada didaerah tersebut. Maka dari itu dapat dikatakan Usulan dari
lembaga tripartite sudah berkeadilan dan sesuai dengan Perundang –
Undangan yang berlaku.
68
Kendala – kendala yang di hadapi :
1. Masing – masing dari 2 unsur antara pengusaha ( Apindo ) dan pekerja
sangat bertolak belakang;
Dalam penentuan upah minimum antara 2 unsur tersebut bertolak
belakang. Maksudnya dari pihak pengusaha ( Apindo ) memberikan usulan
upah minimum ditekan serendah mungkin sedangkan dari pihak pekerja
upah minimum diharapkan setinggiu mungkin. Hal tersebut menyulitkan
dalam penentuan suatu upah minimum.
2. Tidak adanya kesepakatan dari lembaga tripartite.
Lembaga tripartite mengusulkan nilai atau ukuran masing – masing
yang berbeda. Dan dalam menentukan ukuran nilai upah minimum tidak
ada kesepakatan bersama yang dapat diambil. Sehingga Bupati harus
mengeluarkan rekomendasi untuk itu.
69
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Mekanisme yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Sukoharjo dalam proses penyusunan upah minimum yang
berkeadilan di Kabupaten di Sukoharjo telah sesuai dengan per undang –
undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak. Mekanisme yang
dilakukan dengan jalan melakukan survey nilai Kebutuhan Hidup Layak
di Kabupaten Sukohjarjo sudah sesuai dengan mekanisme menurut
ketentuan normatif dan pelaksanaanya juga dilakukan berdasar dan
berpatokan dengan Undang – Undang No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan juga sesuai dengan Peraturan Mentri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
2. Pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo
mengenai upah minimum telah sesuai dengan per undang – undangan dan
ketentuan kebutuhan hidup layak. Dapat di lihat Parameter yang
digunakan dalam penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan
Hidup Layak ( KHL ) didaerah yang bersangkutan. Hal tersebut dilihat
dari besarnya Upah Minimum Kabupaten di Sukoharjo telah sesuai dan
menggunakan 100% dari pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak
( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo. Dilihat dari data pada 1 tahun terakhir
yaitu pada tahun 2009, data yang ada besarnya nilai KHL Kabupaten
Sukoharjo sebesar Rp. 769.500,00 dan usulan dari lembaga tripartite yang
direkomendasikan Bupati kepada Gubernur dan yang disetujui Gubernur
adalah sebesar Rp. 769.500,00 dan angka tersebut yang ditetapkan sebagai
besarnya Upah Minimum Kabupaten Sukoharjo pada Tahun 2010.
Maka dengan itu Pendapat dari lembaga tripartite Kabupaten
69
70
Sukoharjo mengenai Upah Minimum yang berkeadilan sudah sesuai
dengan Perundang – undangan dan ketentuan Kebutuhan Hidup Layak
( KHL ) dan upah minimum yang berkeadilan sudah terwujud dan
terlaksana.
Kendala – kendala yang di hadapi :
3. Masing – masing dari 2 unsur antara pengusaha ( Apindo ) dan pekerja
sangat bertolak belakang;
4. Tidak adanya kesepakatan dari lembaga tripartite.
B. Saran
1. Sebagai intitusi yang bersifat penting atau berperan dan juga aktif, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam Bidang Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan yang meliputi juga mengenai pengupahan.
Maka dengan itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi hendaknya lebih
serius, teliti dan proaktif dalam usaha meningkatkan pengawasan dan lebih
baik dalam melakukan mekanisme Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
2. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo harus selalu
melaksanakan tugas dengan baik dan sesuai dengan perundang – undangan
sehingga tercipta suasana yang adil dalam segala hal. Dan juga dengan
adanya kendala yang muncul hendaknya untuk lebih meningkatkan
program kerja yang lebih baik lagi, sosialisasi dan penetapan nilai
Kebutuhan Hidup Layak diperbaharui kembali.
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdul Rachmad Budiono.1997. Hukum Perburuhan Di Indonesia. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Asikin, Zainal / Wahab, Agusfiar H. 2002. Dasar – Dasar Hukum Perburuhan.
Jakarta : PT raja Grafindo Persada.
Abdul Khakim.2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti
Bahder Johan Nasution. 2004. Hukum Ketenagakerjaan – Kebebasan berserikat
bagi pekerja. Bandung : Mandar Maju. ( diambil mengenai teori keadilan )
Darwan Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
F.X Djumialdji. 2001. Perjanjian Kerja. Jakarta : Bumi Aksara.
G Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra.A.G. Kartasapoetra.1994. Hukum
Perburuhan Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta : Sinar Grafika.
Hendarmin, Ari. 2002. “Kesejahteraan Buruh dan Kelangsungan Usaha : Upah
Minimum dari Sisi pandang Pengusaha” dalam Jurnal Analisis Sosial vol.7
no.1 Februari 2002. Bandung : AKATIGA.
James M. Buchanan. "Minimum wage addendum". Wall Street Journal: pp. A20.
1996-04-25.
Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jawa
Timur : Bayumedia.
Lalu Husni. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Peter Mahmud Masduki.2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika
Soerjono Soekanto.2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif ( Suatu
tinjauan singkat ). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
71
72
William M. Boal and Michael R. Ransom, "Monopsony in the Labor Market",
Journal of Economic Literature, V.35, March, pgs.86-112
Peraturan Perundang – Undangan :
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan
PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan upah
Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo.
Peraturan Bupati Sukoharjo Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas
Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabnupaten Sukoharjo.
Peraturan Mentri Tenana Kerja dan Transmigrasi Nomor PER – 17/MEN/VIII/
2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak (KHL).
Putusan 4 SKB itu berdasarkan aturan PER.16/MEN/X/2008, 49/2008, 922.1/M-
IND/10/2008 dan 39/M-DAG/PER/10/2008 per tanggal 22 Oktober 2008.
Internet :
http://kontan.co.id/../penetapan_upah_minimum_kembali ke Undang - undang
diakses tanggal 03 oktober 2009.
(http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html) diakses pada tanggal 16 November
2009.
LAMPIRAN
KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH
NOMOR 561.4/108/2009
TENTANG
73
UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TENGAH,
Menimbang :
a. bahwa guna meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan untuk mendorong peningkatan produksi, produktifitas kerja, peran Pekerja/Buruh dalam pelaksanaan proses produksi dan kelangsungan pertumbuhan perusahaan/dunia usaha serta berdasarkan Rekomendasi Bupati/Walikota se Jawa Tengah, perlu ditetapkan besarnya Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan sesuai hasil koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Jawa Tengah, perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4279);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
74
5. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 4 Seri E Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10);
6. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 6 Seri D Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 12);
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL);
9. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 65 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi Dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi Dan Kependudukan Propinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 65);
10. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/22/2009 tentang Pembentukan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah Masa Bhakti 2009-2012;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERTAMA :
Upah Minimum Pada 35 (Tiga puluh lima) Kabupaten/Kota Di Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2010, yang daftarnya sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
75
KEDUA :
Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA adalah
upah bulanan terendah, terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
KETIGA :
Upah Minimum hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan tingkat paling
rendah yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.
KEEMPAT :
Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketentuan upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dapat mengajukan
penangguhan upah minimum kepada Gubernur Jawa Tengah atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum berlakunya Keputusan ini.
KELIMA :
Pengusaha yang telah memberikan upah lebih tinggi dari ketentuan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dilarang
mengurangi atau menurunkan besarnya upah yang telah diberikan.
KEENAM :
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan kependudukan Provinsi Jawa
Tengah Membentuk Tim Pemantau pelaksanaan upah minimum.
KETUJUH :
76
Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, maka Keputusan Gubernur Provinsi
Jawa Tengah Nomor 561.4/52/2008 tanggal 20 November 2008 tentang Upah
Minimum Pada 35 (Tiga Puluh Lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
77
KEDELAPAN :
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Semarang
pada tanggal 17 November 2009
GUBERNUR JAWA TENGAH
ttd.
BIBIT WALUYO