Upload
others
View
39
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSESI PENGURUSAN JENAZAH
( STUDI KASUS DI DESA WAIBURAK-FLORES)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh :
KURNIAWATI BURHAN
NIM: 1112034000127
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019
ABSTRAK
Kurniawati Burhan
Prosesi Kepengurusan Jenazah dala Perspektif Hadis ( Studi Kasus di Desa
Waiburak-Flores).
Masyarakat desa Waiburak sangat mempercayai tradisi yang disebut dengan
Ohon Hebbo. Tradisi ini merupakan suatu ritual yang sangat penting dilakukan ketika
seseorang meninggal dunia agar mayat dalam keadaan bersih ketika bertemu dengan
Sang pencipta dan keluarga yang ditinggal juga terhindar dari salah dan dosa serta
terhindar dari gangguan roh halus. Tradisi yang dipercayai di desa Waiburak juga
memberi beban kepada keluarga yang ditinggal. Dalam adat tersebut, masyarakat sangat
memegang teguh dan tidak berani melanggarnya. Tradisi seperti ini dalam hadis tidak
diperbolehkan dan bahkan termasuk dalam kategori syirik.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan dan
penelitian pustaka. Untuk penelitian lapangan, pendekatan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu menganalisa data yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Teknis pengumpulan data melalui
wawancara. Adapun untuk penelitian pustaka, skripsi ini menggunakan metode tematik,
kemudian disusun sesuai dengan pemahaman dan disertai penjelasan hadis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kebiasaan masyarakat Waiburak dalam
penggurusan jenazah sama dengan perbuatan masyarakat pra-Islam yang percaya bahwa,
ketika meraka melakukan ritual tersebut maka semua dosa dan kesalahan diampuni oleh
Allah. Masyarakat Waiburak seakan-akan mereka telah menyekutukan Allah dengan
kepercayaannya. Disebutkan dalam hadis bahwa kepengurusan jenazah hanya terdiri
dari 4 hal yaitu, memandikan, mengkhfani, menyolatkan dan menguburkan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kita kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-NYA terutama nikmat kesempatan dan kesehatan,
sehingga penulis diberikan kekuatan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul,
(Prosesi Kepengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis). Salawat beserta salam
semoga tetap tercurhkan kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga, sahabat dan
para pengikut-nya. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang
mendapat syafa’at beliau di hari akhir kelak.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari ada kelebihan dan kekurangan,
kalau terdapat kebenaran dalam skripsi ini maka kebenaran itu datang dari Allah SWT.
Namun kalau dalam skripsi ini terdapat kesalahan maka itu datangnya dari penulis
sendiri. Hal ini tidak lain hanya karena kemampuan cara berfikir dan pengetahuan yang
penulis miliki. Atas segala kekurangan dalam penulisan skripsi ini maka penulis
mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sehingga
diharapkan membawa perkembangan dikemudian hari. Dalam kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis hingga selesai skripsi ini, diantaranya :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis. Lc., M.A. selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
3. Bapak Eva Nugraha, M.Ag selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
4. Bapak Fahrizal Mahdi MIRKH selaku sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
5. Rekan-rekan program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2012 dari kelas A-E
dan teman-teman yang membantu memberikan saran-saran terhadap pembuatan
skripsi saya, Khususnya, Rudini, Rois Safitri, Atik Dinan Nasihah, Lia Sasmita,
Subaini El-Rahman, Hikma
6. Bapak, Ibu, Kakak dan semua keluarga besar yang memberi motivasi kepada saya.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan
kepada semua pihak yang telah memberi dukungan serta bantuan kepada penulis.
Semoga Skripsi ini membawa manfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman kepada
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, No: 507 Tahun 2017 tentang
pedoman penulisan karya ilmiah ( skripsi, tesis dan disertasi ) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
a. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts te dan es ث
j Je ج
h ha dengan garis di bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis di bawah ص
d de dengan garis di bawah ض
t te dengan garis di bawah ط
z zet dengan garis di bawah ظ
ʻ koma terbalik di atas hadap ع
kanan
gh ge dan ha غ
f Ef ف
k Ki ق
k Ka ك
m El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apostrof ˋ ء
y Ye ي
A. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
____ A Fathah
I Kasrah
____ U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal
Latin
Keterangan
ai a dan i ____ ي
au a dan u ____ و
B. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ȃ a dengan topi di atas ىا
ȋ i dengan topi di atas ىي
Ȗ u dengan topi di atas ىو
C. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال
dialihaksarakan menjadi huruf/l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
qamariyyah. Contoh al-rijȃr bukan ar-rijȃl, al-dȋwȃn bukan ad-dȋwȃn.
D. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tanda (___) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika hurud yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata رورة -tidak ditulis ad الض
darȗrah melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya.
E. Ta Marbȗtah
Jika ta marbȗtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Begitu juga jika ta marbȗtah tersebut diikuti oleh
kata sifat (na’t). Namun, jika huruf ta marbȗtah tersebut diikuti oleh kata benda
(ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
F. Huruf Kapital
Huruf capital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: البخاري = al-Bukhȃrȋ.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...............................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..........................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................iv
ABSTRAK .................................................................................................................v v
KATA PENGANTAR . .............................................................................................vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................vii
DAFTAR ISI ................ .............................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Identifikasih Masalah .................................................................................5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................5
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................6
E. Metode Analisis .........................................................................................7
F. Teknis Penulisan ........................................................................................8
G. Sistematika Penulisan ................................................................................8
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGURUSAN JENAZAH
A. Pengertian Jenazah ......................................................................................9
B. Kepengurusan Jenazah ................................................................................10
C. Dasar Hukum dalam Kepengurusan Jenazah ..............................................18
D. Hikmah dalam Kepengurusan Jenazah .......................................................22
BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL DESA
WAIBURAK
A. Sejarah Desa Waiburak ...............................................................................24
B. Profil Desa ..................................................................................................24
C. Potensi Desa ................................................................................................25
D. Keadaan Demografis ...................................................................................27
E. Kondisi Sosial .............................................................................................28
BAB IV ANALISIS PROSESI PENGURUSAN
JENAZAH
A. Prosesi Kepengurusan Jenazah di DesaWaiburak
1. Praktek Sosial dalamKepengurusanJenazah .........................................29
2. Makna dan Fungsi Upacara Ohon Hebbo .............................................32
B. Analisis Praktek Sosial Masyarakat dalam Prosesi
Kepengurusan Jenazah ................................................................................32
C. Analisa Kandungan Hadis terhadap Implementasi
Prosesi Kepengurusan Jenazah dalam Perspektif ......................................34
D. Prosesi di Desa Waiburak dan Wacana Penggurusan
Jenazah di Indonesia ...................................................................................38
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................44
B. Saran-saran ..................................................................................................44
Daftar Pustaka ............................................................................................................46
Lampiran-lampiran
1
IBAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap makhluk yang hidup di dunia ini pasti akan mengalami kematian, artinya
bahwa kematian adalah ketetapan bagi setiap makhluk yang telah diciptakan, tak ada yang
kekal, tak ada yang abadi kecuali Tuhan itu sendiri.1
Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
كل نفس ذائقة ٱلموت
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Q.S. Ali ‘Imran/3 : 185
Orang yang sudah meninggal dunia disebut jenazah. Dalam kamus al-Munawwir,
kata jenazah diartikan sebagai seseorang yang sudah meninggal dan diletakkan didalam
usungan.2 Asal Kata jenazah diambil dari bahasa arab جنازة yang berarti tubuh mayat dan
kata جنازة yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat
yang tertutup.3 Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami
kematian yang tidak pernah diketahui kapanwaktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik
ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat
menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang
menghadapi kekariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia mendapatkan
perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.4Dalam ketentuan hukum Islam
jika seorang muslim meninggal dunia maka, hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang
muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan,
mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah meninggal tersebut.
Kita ketahui bahwa petunjuk Rasulullah SAW dalam masalah tata cara mengurus
jenazah adalah petunjuk dan bimbingan yang terbaik dan berbeda dengan petunjuk umat-
umat lainnya.5Bimbingan beliau dalam hal mengurus jenazah didalamnya mencakup aturan
yang memperhatikan jenazah. Dengan demikian, petunjuk dan bimbingan Rasulullah SAW
dalam mengurus jenazah merupakan aturan yang paling sempurna bagi jenazah. Aturan
1 Achmad Mufid A. R, Risalah Kematian, Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul,Ta’ziyah, dan Ziara
Kubur, ( Jakarta: PT Total Media, 2007), cet. 1, h. 1. 2Ahmad Warson Munawwir, kamus al-Munawwir, (Surabaya: pustaka progressif, 1997,) hal 215
3M. Zuhdi Zaini. Mengungkap Rahasia Kematian, Telaah Hadis-hadis Kematian, (Jakarta: al-Bihar
2013), cet ke-2, h.261. 4Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4 mazhab, ( Bandung: PT al-Ma’arif, 1981) cet-3 h. 78. 5Abdurrahman Al-Juzairi, Fiqih Empat Mazhab ( Jakarta: PT Darul Ulum , 1996) cet. 1, h. 236.
2
yang sangat sempurna dalam mempersiapkan seorang yang telah meninggal untuk
kemudian bertemu dengan Rabb dengan kondisi yang paling baik. Bukan hanya itu,
keluarga dan orang-orang yang terdekat sang mayatpun disiapkan sebagai barisan orang-
orang yang memuji Allah dan memintakan ampunan serta rahmat-Nya bagi yang
meninggal, termasuk memberi tuntunan yaitu bagaimana sebaiknya keluarga dan
kerabatnya memperlakukan jenazah/mayat.
Akan tetapi saat ini banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan
oleh umat manusia mengenai tata cara pengurusan jenazah, sehingga tidak sedikit umat
muslim yang bingung mengenai tata cara pengurusan jenazah yang baik dan benar sesuai
dengan ajaran Rasulullah SAW. Sebagai contoh masyarakat Waiburak-Flores yang
melakukan ritual-ritual sebelum penguburan. Sebelum melakukan ritual keluarga dari
saudara si mayat dianjurkan untuk membawa kelapa, kain tenun yang jumlahnya sekitar
20-30 potongan, sisir, bedak dan pisang. Kelapa akan dibuat santan untuk mencuci rambut
orang yang meninggal beserta anak-anak perempuannya yang masih hidup, apabila si
mayat tidak memiliki anak perempuan maka digantikan dengan anak dari keluarga
dekatnya. Dan keluarga dari si mayat juga menyiapkan parang yang besar yang seharga
jutaan rupiah dan parut kelapa (kenaru) akan dibuat santan. Sedangkan pisang adalah
sebagai bekal kelak dialam kubur. Setelah selesai memandikan dalam bentuk adat dan
beberapa menit kemudian mayat dimandikan lagi seperti ajaran Islam. Selesai melakukan
ritual sampai penguburan maka saudara dan keluarga si mayat akan pulang, mereka pulang
membawa parang yang digunakan untuk mengupas kelapa, parut kelapa, selendang yang
harganya jutaan rupiah dan kambing yang sesuai dengan jumlah kain tenun yang dibawa
oleh saudaranya. Ritual ini disebut dengan Ohon Hebbo menurut keyakinan masyarakat
Waiburk- Flores agar si mayat bersih dari kesulitan-kesulitan ketika bertemu dengan sang
khalik.
Dari ritual diatas sangat membebani keluarga karena sebelum melakukan ritual
keluarga wajib membawa barang-barang yang sudah ditentukan dan wajib memberikan
makan dan minum kepada orang-orang yang datang. Untuk menutupi biaya ini tidak jarang
pihak keluarga yang berduka meminjam uang bahkan menggadai barang-barang.
Di dalam Islam Rasulullah SAW menganjurkan agar meringankan beban keluarga
yang ditimpa musibah kematian. Anjuran tersebut di antaranya, ta’ziyah dalam rangka
meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah kematian dan menghibur keluarga
yang tengah berduka.
3
ثنا إسرائيل عن ثنا مالك بن إسماعيل حد بي صلى حد عاصم عن أبي عثمان عن أسامة قال كنت عند الن
عليه وسلم إذ جاءه رسول إحدى بناته وعنده سعد وأبي بن كعب ومعاذ أن اب ع نها يجود بنفسه فب للا
ما أعىى كلب بججل فلتصبر ولتحتسب إليها لل ما أذذ ولل
Telah menceritakan kepada kami Malik ibn Isma’il, telah menceritakan kepada
kami Isra’il dari ‘Ashim dari Abi Utsman dari Usamah: Saya bersama Rasulullah Saw.
ketika datang kepadanya utusan dari salah satu putri beliau dan bersamanya juga Sa’ad dan
Ubay ibn Ka’ab dan Mu’adz , bahwa putranya meninggal dunia. Maka Nabi mengirim
kepadanya:” Dan milik Allah apa yang diambil –Nya dan yang diberikan-Nya, dan segala
sesuatu memiliki jangka waktu tertentu, maka hendaklah bersabar dan menabahkan hati”.6
ثنا شجاع ثنا هشيم، ح وحد ثنا سعيد بن منصور قال: حد د بن يحيى، قال حد ثنا محم بو بن مذلد أ حد
ثنا هشيم، عن ، عن قيس الفضل، قال: حد بن أبي إسماعيل بن أبي ذالد ، عن جرير بن عبد للا حازم
، قال: ياحة »البجلي عام من الن «كنا نرى الجتماع إلى أهل الميت وصنعة الى
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Sa’id bin Manshur berkata, telah menceritakan kepada kami
Husyaim. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Syuja’ bin
Makhlad Abu al- Fadhl ia berkata; telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Isma’il
bin Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim dari Jarir bin Abdullah Al Bajali ia berkata, “Kami
berpandangan bahwa berkumpul-kumpul di keluarga mayit dan membuat makanan adalah
bagian dari Niyahah (ratapan). “
Sanad hadits ini adalah sahih. Sanad rawi yang pertama adalah sanad yang
dirawikan oleh al-Bukhari dan sanad yang kedua adalah sanad yang dirawikan oleh
Muslim. Kalimat كنا نرى tersebut berarti menurut riwayat ijma’ sahabat atau merupakan
taqrir (ketetapan) dari Nabi SAW ”.
Islam menjelaskan beberapa etika yang berkaitan dengan kematian, mulai sejak
seseorang menderita sakit sampai selesai pemakamannya, bahkan setelahnya juga masih
ada beberapa etika yang hendaknya dijalankan.7 Yang demikian, menunjukan jika Islam
adalah agama yang universal dengan beragam ajaran yang mencakup seluruh sendi
kehidupan manusia.
Penyelenggaraan Jenazah memiliki tuntunan baku yang diajarkan oleh Rasulullah
saw. Umat Islam tinggal melaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dan sunnah
Rasulullah SAW seperti hadis berikut ini.8
6Shahih Bukhori 61112 7Achmad Mufid A. R, Risalah Kematian, Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul,Ta’ziyah, dan Ziara
Kubur, ( Jakarta: PT Total Media, 2007), cet. 1, h. 3. 8 Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani. Sumber: Kitab Hadits Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam,
Oleh : http://www.mutiara-hadits.co.nr/
4
نا النبي صل ها قالت: ) دخل علي ل اب نته، ف قال: ى اهلل عليهوعن أم عطية رضي الله عن وسلم ونحن ن غس
را, ل "اغسلن ها ثلثا, أو خمسا, أو أكث ر من ذلك، إن رأي تن ذلك, بماء وسدر, واجعلن في ا خر كاف
ا ف رغنا آذن ر"، ف لم ه.ف قال: "أشعرن ها إياه أو شيئا من كاف نا حق " اه, فألقى إلي
“Hadis riwayat Ummu Athiyah ra. Ia berkataaa: Nabi S.A.W menjumpai kami, ketika
kami sedang memandikan putri beliau. Beliau bersabda: Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali
atau lebih banyak lagi bila menurut kalian hal itu perlu, dengan air dan daun bidara. Dan pada
basuhan terakhir bubuhkanlah kapur barus atau sedikit kapur barus. Kalau kalian sudah selesai,
beritahukanlah aku. Ketika kami selesai, kami memberitahu beliau, lalu beliau memberikan kain
beliau kepada kami seraya bersabda: Pakaikanlah ini padanya”.
Demikian pula disyariatkan untuk menyegerakan penguburan jenazah, jika
memungkinkan. Tidak dibenarkan jika ada seorang muslim yang telah diketahui akan
kematiannya lalu keluarganya menunda-nunda penguburannya hanya dengan alasan untuk
menunggu keluarga atau kerabatnya yang belum datang, masih menunggu diotopsi, masih
menantikan persiapan upacara adat atau tradisi dan lain sebagainya. Hal tersebut
sebagaimana tertera di dalam dalil berikut ini.
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud.
ا بالجناز عن أبى هرير رضي اهلل عنه عن النبي صلى اهلل عليه و سلم ن ك صالحة قال: أسرع ف
ى ذلك فشر ن ها إليه و إن يك س م ر قد نه عن رقابكم فخي ضع
“Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Bersegeralah di dalam (mengurus) jenazah. Jika ia orang shalih maka
kebaikanlah yang kalian persembahkan kepadanya, tetapi jika ia tidak seperti itu maka
keburukanlah yang kalian letakkan dari atas pundak-pundak kalian”.9
Dengan beberapa contoh hadis diatas maka sudah jelas dalam hukum Islam tidak
diperbolehkan melakukan rutual-ritual sebelum penguburan dan tidak dibolehkan
membebani keluarga yang berduka. Karena didalam Islam hanya menganjur 4 hal yakni
memandikan, mengkhafani, mensholatkan dan menguburkan.
9HR al-Bukhoriy: 1315, Muslim: 944, an-Nasa’iy: II: 42, Abu Dawud: 3181, Ibnu Majah: 1477 dan
Ahmad: II/ 240, 280, 488. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih.
5
Yang menjadi inti pembicaraan adalah sekarang ini banyak sekali masyarakat yang
melakukan ritual sebelum penguburan jenazah. Tidak heran lagi hal tersebut sudah meraja
lela di masyarakat khususnya masyarakat Waiburak-Flores.
Maka penulis tertarik ingin membahas masalah tersebut agar memberi informasi
kepada masyrakat khususnya masyarakat Flores bahwa apa yang mereka kerjakan tidak
sesuai dengan ajaran dalam al-Qur’an dan Hadis.
Dari latar belakang tersebut, maka penulis merasa perlu untuk membahas hal
tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “ Prosesi Pengurusan Jenazah (
Studi Kasus di Desa Waiburak)”
B. Permasalahan
1) Identifikasi Masalah
Permasalah yang mungkin diteliti dari judul yang penulis tetapkan dalam tulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Tinjauan hadis tentang penggurusan jenazah di Desa Waiburak?
2. Apa ada kesesuaian antara penggurusan jenazah di Desa Wiburak dan di Indonesia?
2 )Batasan Masalah
Meningat luasnya ruang lingkup obyek kajian, maka dalam skripsi ini penulis
membatasi permasalahan pada Prosesi Penggurusan Jenazah ( Studi Kasus di Desa
Waiburak). Hal ini dimaksud agar pembahasan dalam penyususnan skripsi ini tidak terlalu
melebar serta mempunyai spesifikasi dalam ketajaman pembahasan.
3) Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah tersebut, maka penulis akan merumuskan masalah yang akan
dilakukan dalam penelitian ini, adapun rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Prosesi
Penggurusan Jenazah di Desa Waiburak-Flores?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis dalam penelitian yang akan dicapai, dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana tata cara merawat jenazah sebelum dimakamkan.
2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat Flores tentang tata cara
pengurusan jenazah yang diajarkan dalan al-Qur’an dan Hadis.
6
3. Akhirnya, yang tidak kalah pentingnya, penelitian ini juga memiliki tujuan
formal, yaitu memenuhi sebagian persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan SI
dalam bidang Tafsr Hadis Fakultas Usuluddin UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.
D. Tinjaun Pustaka
Dari penelusuran yang penulis lakukan , terdapat beberapa karya-karya terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini. Di antara karya tersebut adalah:
1. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta tahun 2014 oleh
Annisa, dengan judul “kajian Tematik Hadis: tentang Hadis-hadis kematian”dalam
pembahasan skripsi ini menjelaskan tentang mengharamkan manusia mengharap
kematian.
2. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta tahun 2014 oleh
Dani Kamaludin dengan judul “Menghadiahkan Pahala untuk Orang yang
Meninggal (Studi Komparatif Penafsiran Ibn Katsir dan Ibn Asyur” dalam
pembahasan skripsi ini menjelaskan bahwa seseorang yang sudah meninggal akan
mendapatkan pahala yang akan tetap mengalir karena perbuatan baiknya semasih
didunia.
3. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2006 oleh
Nurhikmah dengan judul “Upacara Kematian dalam Agama Khonghucu” (Studi
Kasus di Curug Parung Bogor)”
4. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 oleh
Indana Zulfa dengan judul “ Pandangan Hadis terhadap Tatayyur ( Studi Kasus
Tradisi Pemilihan Pasangan dan Hari Pernikahan dengan Perhitungan Jawa di Desa
Dukuhkembar Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik)
Adapun skripsi yang penulis bahas ini, memiliki perbedaan dengan skripsi yang
telah dibahas diatas, dalam hal ini penulis mengambil judul prosesi mayat dalam perspektif
hadis (studi kasus di desa Waiburak-Flores, dalam pembahasan ini penulis akan mengkaji
tradisi yang dilakukan sebelum penguburan jenazah.
Penulis akan menitik beratkan pada pembahasan hadis tentang tata cara pengurusan
jenazah.
7
E. Metode Analisis
Untuk mengkaji pokok permasalahan ini, penulis menekankan pada pendekatan
deskriptif analitik dengan maksud menggambarkan secara tepat perayaan upacara kematian
di desa Waiburak-Flores.
Adapun metode yang digunakan dalam pencarian data adalah studi penelitian
lapangan (fiel resech), artinya penulis mendatangi dan mengumpulkan data di lapangan.
Kegiatan pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan cara observasi, penulis
mengamati bagaimana cara pelaksanaan upacara kematian yang dilakukan didesa
Waiburak-Fores.
Kemudian melalui wawancara, atas dua bagian pertama wawancara mendalam
dengan menggunakan informasi kunci (tokoh adat dan tokoh agama). Kedua wawancara
bebas yang menyangkut hal-hal yang ada, dengan data yang belum diungkap oleh informasi
kunci.
Pengamatan langsung, dengan teknik ini penulis dapat secara langsung mengamati
semua kegiatan, terutama kegiatan yang berhubungan dengan praktek-praktek keagamaan
selama penulis berada di lapangan.
F. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini didasarkan pada buku-buku “ Pedoman Akademik
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta Tahun 2010-
2011 untuk Tesis dan Disertasi.
H. Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan skripsi ini dapat dijelaskan secara sistematika berikut ini:
BAB I: merupakan pendahuluan pembahasan dan gambaran umum skripsi ini.
Dalam bab ini dibahas hal-hal mendasar dengan menggunakan alasan pemilihan judul,
pembahasan, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode analisis dan sistematika
pembahasan.
BAB II : Membahas tentang pengertian jenazah, Hadis Tentang Pengurusan
Jenazah, tata cara pengurusan jenazah, anjuran dan larangan terhadap kepengurusan
jenazah, dan hikmah kepengurusan jenazah.
8
BAB III : Gambaran secara umum tentang desa Waiburak-Flores dan Menjelaskan
tentang kerangka teori, diawali pembahasan dengan konsep-konsep upacara, roh leluhur
secara umum, makna, fungsi upacara, cara merawat jenazah sampai pada penguburan.
BAB IV : Analisa Pemahaman Masyarakat Waiburak-Flores terhadap hadis tentang
pengurusan jenazah.
BAB V : Merupakan bagian akhir dari skripsi ini merupakan kesimpulan dan saran
dari semua penjelasan yang terdapat pada bab-bab sebelumnya
9
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KEPENGURUSAN JEZANAH
A. Pengertian Jenazah
Al-Quran banyak menyebut kata mati yaitu sebanyak 158 kali. Islam telah
mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti akan mengalami
kematian. Sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:
كل نفس ذائقة ٱلموت
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” Q.S. Ali ‘Imran/3 : 185
Pengertian al-maut Kata “maut” berasal dari bahasa arab "مات ، يموت ، موتا", artinya
adalah mati meninggal dunia, dan dapat juga diartikan " هلك" yaitu: binasa, hancur dan
rusak. Ahmad Idrīs Ibn Zakariyyā mengartikan kata al-maut secara bahasa sebagai “
Hilangnya kekuatan dari sesuatu, dan hilang itu berarti mati; lawan katanya adalah hidup
(hayy) sedangkan pandangan Ibn Kathī, kematian menurutnya adalah segala sesuatu yang
ada di bumi itu binasa dan zat yang kekal hanyalah Allah yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan. Berbeda dari Muhammad Ismā’il Ibrāhīm, ia mengartikan kata al-maut sebagai
“ terpisahnya kehidupan dari sesuatu, lalu menjadi mati.1
Al-Qur’an tidak mendefinisikan kata maut dalam arti kematian secara biologis. Dari
sudut ini kematian manusia tidak ada perbedaan dengan kematian makhluk lain. Jadi kata
maut, sebagaimana dikemukakan oleh al-Asfahanī, dikhususkan kepada manusia, karena
dikaitkan dengan kehidupan yang abadi diakhirat kelak. Menurutnya kematian merupakan
akhir dari kehidupan dunia dan merupakan tanda menuju kebahagiaan yang abadi.
Kata jenazah, menurut Hasan Sadiliy, memiliki makna “seseorang yang telah
meninggal dunia yang sudah terputus masa kehidupannya dengan alam dunia ini”.2 Dalam
kamus al-Munawwir, kata jenazah diartikan sebagai “seseorang yang telah meninggal
dunia dan diletakkan dalam usungan. Setiap orang muslim yang meninggal dunia wajib
dimandikan, dikafani dan di sholatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi
orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur
1 Muhammad Ibn Mukram al-Afrîqî al-Mîsrî, Lisan al-‘Arâb ( Beirut: Dikr Sadir, tt), jilid 6, h. 21 2Hasan Sadiliy, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoere, 1982), hlm. 36
10
ulama adalah fardhu kifayah.3 Kata ini bersinonim dengan al-mayyit (Arab) atau mayat
(Indonesia). Karenanya, Ibn al-Faris memaknai kematian (al-maut) sebagai peristiwa
berpisahnya nyawa (ruh) dari badan (jasad).
Dalam Kamus Besar Indonesia (KBI) mati berarti hilang nyawa; tidak hidup lagi,4
“maut atau terpisahnya ruh dari zatnya, jiwa dari badan, atau dari yang ghaib juga yang
nyata.
Kematian dalam pandangan ilmu kedokteran terdapat beberapa defenisi: pertama
kematian adalah matinya seluruh sel otak, defenisi ini disampaikan oleh Universitas
Harvard Amerika tahun 1968. Maksud dari definisi ini adalah terjadinya kondisi koma yang
dalam disertai nafas yang berhenti secara spontan. Kedua: tangkai otak (brain stem) telah
mati. Definisi ini disampaikan oleh Universitas Minessata Inggris tahun 1971.5
B. Kepengurusan Jenazah
Pengurusan jenazah yang paling pokok dalam Islam ada empat yakni:memandikan
jenazah, menghafani jenazah, menyolatkan jenazah dan menguburkan jenazah. Akan tetapi
jenazah yang mati syahid hanya disholatkan dan langsung dikuburkan saja. Hukum
kepengurusan jenazah adalah fardhu kifayah. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah
kewajiban yang bersifat kolektif bagi umat Islam pada suatu tempat jika salah satu orang
sudah menjalankan maka, yang lainnya tidak mempunyai kewajiban untuk menjalankannya
pula.
Adapun, tahap-tahap dalam kepengurusan jenazah selengkapnya sebagaimana yang
di jelaskan dibawah ini:
1. Memandikan Jenazah
Setelah kematian seseorang maka hendaknya jenazah itu dimandikan. Sebagaimana
mandi wajib karena junub, baik itu jenazah laki-laki ataupun perempuan, kecil maupun
besar. Memandikan jenazah adalah tindakan wajib. Dengan kata lain, ini merupakan
perintah kepada semua kaum muslim kecuali orang-orang yang mati syahid maka tidak
3Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm.
215 4Tim penyusun bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan: Balai Pustaka, 1998), hlm. 639 5Muhammad Sayyid Ahmad al-Musayyar, buku pintar alam ghaib (Jakarta: Zaman, 2009), hal.
188
11
dimandikan. Memandikan jenazah dimaksudkan agar segala bentuk hadast dan najis yang
ada pada jenazah tersebut hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akan dikafani dan
disholatkan dalam keadaan suci dari hadas dan najis. Hal ini didasarkan atas perintah
Rasulullah saw.6Sebagaimana hadis Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ummu Athiyah:
ل عنها قالت: ) دخل علينا النبي صلى للا عليه وسلم ونحن نغس : ابنته وعن أم عطية رضي للا ، قا
جعلن ي الخرة كاورا, أو "اغسلنها ثلثا, أو خمسا, أو أكثر من ذلك، إن رأيتن ذلك, بماء وسدر , وا
: "أشعرنها إياه" ( ا رغنا آذناه, ألقى إلينا حقوه.قا شيئا من كاور "، لم
“Hadis riwayat Ummu Athiyah ra. Ia berkataaa: Nabi S.A.W menjumpai kami, ketika
kami sedang memandikan putri beliau. Beliau bersabda: Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali
atau lebih banyak lagi bila menurut kalian hal itu perlu, dengan air dan daun bidara. Dan pada
basuhan terakhir bubuhkanlah kapur barus atau sedikit kapur barus. Kalau kalian sudah selesai,
beritahukanlah aku. Ketika kami selesai, kami memberitahu beliau, lalu beliau memberikan kain
beliau kepada kami seraya bersabda: Pakaikanlah ini padanya”.
Dalam redaksi lain dikatakan: mandikanlah dia secara ganjil: tiga, lima, tujuh atau
melebihi dari itu menurut pertimbangan kalian. Dengan begitu memandikan jenezah adalah
meratakan badannya dengan air satu kali, sekalipun ia berhadas dan haid. Disunnahkan
meletakkan mayat di tempat yang tinggi dan tidak dibalut dengan pakaian. Diletakkan
pengaling untuk menutupi auratnya. Sebaiknya orang yang memandikan adalah orang yang
jujur dan sholeh. Memandikannya harus dengan niat, kemudian memulai dengan meremas-
remas perut mayat dengan pelan untuk mengeluarkan kotoran dan menghilangkan najis dari
jasadnya. Memandikan tiga kali dengan air dan sabun atau air biasa dimulai dengan tangan
kanan. Jika ia memandang perlu penambahan dari tiga karena tidak bersih atau ada sesuatu
lain, hendaknya ia memandikan sampai lima atau tujuh kali.
Jika jenazah itu seorang wanita disunnahkan menguraikan rambutnya, membasuh
dan mengikatnya kembali serta melipatkan kebelakang kepalanya. Dikala telah selesai
memandikan jenazah, hendaknya badan mayat dikeringkan agar tidak basah, setelah itu
meletakan wewangian di badannya.
a. Syarat- syarat memandikan jenazah
1) Mayat orang Islam
2) Ada tubuhnya walaupun sedikit
3) Mayat itu bukan mati syahid
6 Khawaja Muhammad Islam: mati itu Spektakuler, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004) h. 76
12
Memandikan jenazah mempunyai beberapa ketentuan, pertama: memandikan
dengan air yang dicampur dengan sedikit daun bidara, air kapur barus, dan air murni tanpa
dicampur apapun. Kedua: wajib bersegera dalam memandikan jenazah, tidak perlu
menunggu kedatangan kerabat atau yang lainnya, terlihat jika dikhawatirkan badan mayat
rusak dan berubah bauhnya. Ketiga: yang memandikan disyariatkan orang Muslim, baligh,
berakal dan mengetahui masalah-masalah yang terkait dengan mandi jenazah. Keempat:
jika jenazah meninggal dalam keadaan mati syahid di medan perang, maka jenazah tidak
dimandikan meski diketahui sebelum peperangan jenazah dalam keadaan junub. Demikian
pula jenazah meninggal dalam peperangan tidak disalatkan, syuhada dalam peperangan
dimakamkan dalam keadaan memakai baju dan luka-luka pada tubuhnya.
Diutamakan yang memandikan adalah keluarga terdekat, apabila tidak ada keluarga
terdekat, maka hendaknya memandikan jenazah diserahkan kepada orang yang alim, yang
mengerti dengan baik proses memandikan jenazah dan mampu menjaga dan menutup aib
si mayat.
b. Yang berhak memandikan jenazah
Jika mayat itu laki-laki, maka yang memandikannya laki-laki pula.
Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki kecuali istri dan
mahramnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan. Jika suami, istri dan
mahramnya sama-sama ada maka yang berhak memandikan adalah suami atau
istri dari mayat tersebut.
Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada perempuan, suami
atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan” saja, tidak boleh
dimandikan oleh laki-laki yang lain. Kecuali kalau mayat itu adalah anak-anak, maka laki-
laki boeleh memandikannya begitu juga kalau yang meninggal adalah seorang laki-laki.
Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah
keluarga yang terdekat dengan si mayyit, dengan syarat ia mengetahui kewajiban mandi
serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepada keluarga jauh yang
berpengetahuan serta amanah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
يوم القيامة ومن ستر مسلما ستره للا
“Siapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat “
13
Hadis berikutnya, didiriwayatkan dari Abu Rafi’ radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa
Rasulullah saw bersabda:
ن من الس ة ، ومن كفن ميتا كساه للا ال من غسل ميتا كتم عليه غفر له أربعين مر ، وإستبر جنة ، د
.أسكنه إلى يوم القيامة برا أجنه يه أجري له من األجر كأجر مسكن ومن حفر لميت ق
“siapa yang mandi mayar kemudian menyembunyikan aibnya maka dosanya diampuni
empat puluh kali, siapa yang mengkafani mayat maka Allah akan memakaikan kain sutura
halus dan tebal dari surga, siapa yang menggali kubur untuk mayit kemudian
mendalamkannya maka dialirkan untuknya pahala seperti pahala tempat tinggal yang
ditempati si mayit hingga hari kiamat.”
2. Mengkafani mayat
Setelah jenazah dimandikan, maka langkah berikutnya adalah mengkafaninya.
Mengkafani itu dilakukan langsung setelelah mayat dimandikan. Sebaiknya orang yang
mengkafankan mayat adalah orang yang terdekat dengannya. Pada dasarnya tujuan dari
mengkafani mayat adalah untuk menutupinya dari pandangan mata dan sebagai
penghormatan kepadanya. Karena menutup aurat dan menghormatinya adalah wajib selagi
ia masih hidup, begitu pula ketika ia telah meninggal. Kafan sekurang-kurangnya melapisi
kain yang menutupi seluruh badan jenazah, baik jenazah laki-laki maupun jenazah
perempuan. Sebaiknya untuk laki-laki tiga lapis kain. Tiap-tiap kain menutupi seluruh
badannya. Sedangkan jenazah perempuan sebaiknya dikafani dengan lima lembar
kain.yaitu basahan (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung dan kain yang menutupi
seluruh badannya.7
Di sunnahkan kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan tidak
terlalu mahal atau mewah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi:
ن كفنه إذا كفن أحدكم أخاه ليحس
Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah
memperbagus kafannya. 8
7 H. Sulaiman Rasji, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, h. 168. 8 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka As-sunnah,
2010), h.312
14
Macam-macam kafan sebagai berikut:
a. Kafan wajib (kafan ad-darurah) Yaitu baju yang menutupi seluruh badan, dimana
tidak ada kekurangan pada bagian bawah badan.
b. Kafan yang cukup (kafan al- kifayah). Yaitu dua baju yang menutup seluruh badan
(dibawahnya tidak kurang). Kain dan lipatan keduannya harus menutupi seluruh
badan. Mencukupkan dengan keduannya dan dibolehkan dan tidak makruh.
c. Kafan sunnah ( kafan as-sunnah). Yaitu tiga baju untuk laki-laki yang telah balig
dan hampir balig, menurut para ulama Hanafi. baju, kain dan penutup atau lipatan.
Pakian gamis menutupi leher hingga kaki, tanpa lengan baju tidak terbuka pada
dada dan sisi lambung, bawahnya tidak usah lebar seperti pakian orang hidup,
tetapi harus sejajar.
3. Shalat Jenazah
Setelah jenazah dimandikan dan dikafani, prosesi berukutnya adalah menyolatkan.
Shalat mayat hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang menghadirinya. Yakni
suatu kewajiban yang dibebankan kepada semua muslim, tetapi jika sudah dilaksanakan
oleh satu orang, maka semua orang sudah dianggap melaksanakan. Namun, hendaknya
setiap muslim yang mendenger berita kematian ikut mensalatkan. Sebab, semakin banyak
orang yang mensalatkan semakin baik bagi jenazah, karena semakin banyak dido’akan
orang.9
من صلى عليه ثلثة صفوف قد أوجب
Barangsiapa yang menyalatkan jenazah dengan tiga shaf,
maka wajib baginya ( mendaptkan ampunan).
a. Syarat-syarat shalat jenazah
1. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani
2. Letak jenazah sebelah kiblat dari orang yang menyembahyangi, kecuali bila
shalatnya dilakukan di atas kubur
3. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus suci dari hadas
han najis, suci badan tempat dan pakaian, menutup aurat dan menghadap kiblat.
9 Khawaja Muhammad Islam: Mati itu Spektakuler, ( Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 81
15
Salat jenazah tidak memakai rukuk dan sujud, tentu saja rukun yang ada di dalamya
berbeda dengan rukun seperti biasanya yakni: niat, berdiri bagi yang mampu, takbir,
membaca surah al-Fatiha, membaca salawat Nabi, mendo’akan jenazah dan salam.
Shalat jenazah terdiri dari niat dan 4 takbir. Kemudian jenazah terdiri dari 4 kali
takbir. Yang dimulai dengan membaca Ta’awudz kemudian membaca surah Al-Fatihah,
lalu melakukan takbir kedua dan membaca salawat Nabi, takbir ketiga memohon ampunan
untuk jenazah dan takbir keempat mendoakan jenazah dan jamaah seluruhnya, lau ditutup
dengan salam.10
Adapun lafadz bacaan salat jenazah sevara keseluruhan akan di paparkan di bawah
ini:
Niat:
Untuk laki-laki
أ صلي على هذا الـميت فرضا لل تعالى
Untuk perempuan
تة فرضا لل تعالى أ صلي على هذا الـمي
Ketika takbir pertama dan setelah membaca Surah al-Fatihah Takbir kedua,
membaca salawat Nabi.
، كما محمد د وعلي آ إبراهيم اللهم صل علي محم إنك حميد مجيد أللهم صليت علي إبراهيم وعلي أ
، كمـا باركت علي إبراهيم د محم د وعلي آ إبراهيم إنك حميد مجيد بارك علي محم وعلي آ
Takbir ketiga, dilanjutkan dengan do’a untuk jenazah. Do’a untuk jenazah laki-laki
sebagai berikut:
نس، وأبدله األبيض اللهم اغفرله وارحمه وعاه واعف عنه، ونقه من الخطايا كماينقى الثوب من الد
ا خيرا من زوجه، وأدخله الجنة، وأعده من عذاب دارا خيرا من داره، وأهل خيرا من أهله، وزو ج
القبر ومن عذاب النار
10 Muhammad Nashiruddin Al Albani, Imam Nawawi: Shahih Riyadhushshalihin, ( Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003), h 123.
16
Jenazah wanita
نس، وأبداللهم اغفرلها وارحمها وعاها واعف عنها، ونقها من الخطايا كماينقى الثوب األبيض من ال لها د
ن عذاب دارا خيرا من داره، وأهل خيرا من أهلها، وزوجا خيرا من زوجها، وأدخلها الجنة، وأعدها م
القبر ومن عذاب النار
Takbir keempat dilanjutkan membaca do’a sempurna.
)ها له و لنا غفر ا و )ها( ه بعد فتنات وال )ها( ه جر ا منا تحر ال للحم ا
Kemudian ditutup dengan salam.
Posisi imam saat menshalatkan berada sejajar dengan kepala jenazah apabila
jenazahnya laki-laki dan sejajar dengan perut apabila jenazahnya wanita.11
Setelah pemakaman, dilanjutkan dengan mengiring jenazah. Namun pada dasarnya
mengiring jenazah menuju pemakaman, boleh menggunakan mobil maupun dengan jalan
kali.
Ketika dalam mengiringi jenazah menuju pemakaman, ada beberapa etika yang
harus diperhatian yaitu: petama, para pengiring jenazah hendaknya berada didepan dan
dibelakang jenazah. Kedua, makhruh mengeraskan suara, kecuali bacaan al-Qur’an, dzikir
atau salawat Nabi. Ketiga yang dianjurkan membawa jenazah adalah laki-laki. Keempat
mempercepat jalannya jenazah. Kelima, bertafakur tentang kematian dan memperbanyak
dzikir.12
4. Mengubur Mayat
Kewaiban keempat terhadap jenazah adalah menguburkannya. Sebelum melakukan
penguburan, liang kubur harus sudah dipersiapkan. Dalamnya liang kubur kira-kira
sekitar dua meter agar tidak tercium bauhnya, tidak dimakan oleh binatang buas. Yang
demikian juga menjaga kehormatan jenazah, disamping masyarakat juga tidak terganggu
dengan bauh busuk.13 Sebagaimana sebuah hadis Nabi:
11 Mufid A. R, Risalah Kematian: Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul, Ta’ziah dan Ziara Kubur, h.
35-38 12 Nurhadi, Pembinaan Penyelenggaraan Jenazah, P3N KUA Ciputat. 13 Mufid A. R, Risalah Kematian: Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul, Ta’ziah dan Ziara Kubur, h.
45
17
احفروا وأوسعوا وأحسنوا
“Galilah dan luaskanlah, dan baguskanlah kuburan mereka.” ( HR At Tirmidzi)
Yang menguburkan mayat adalah kaum lelaki, meskipun mayat tersebut wanita. Hal
ini karena beberapa hal:
a. Bahwasanya hal ini dikerjakan oleh kaum muslimin pada zaman Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga pada zaman sekarang.
b. Karena kaum lelaki lebih kuat untuk mengerjakannya.
c. Jika hal ini dikerjakan oleh kaum wanita, maka akan menyebabkan terbukanya
aurat wanita di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
Dalam masalah ini, wali dari mayit merupakan orang yang paling berhak
menguburkannya, berdasarkan keumuman firman Allah:
وأولوا ٱألرحام بعضهم أولى ببعض
”Dan orang yang memiliki hubungan kerabat sebagian diantaranya mereka lebih berhak
darp pada yang lain”. ( Al-Anfal: 75)
Dalam penguburan hendaknya jangan dilakukan pada malam hari. Kecuali dalam
keadaan darurat, seperti apabila tidak segera dimakamkan maka jenazah tersebut akan
membusuk atau takut sibuk dalam menghadapi musuh jika dimakamkan pada siang hari (
dalam peperangan) atau karena mereka harus segera pergi dan lain sebagainya.
Sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir RA. “Janganlah kalianm
memakamkan jenazah kalian pada malam hari kecuali dalam keadaan terpaksa.”14
C. Dasar Hukum dalam Kepengurusan Jenazah
Pengurusan jenazah merupakan bagian dari etika Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya. Hukum dalam pengurusan jenazah merupakan fardhu
kifayah, artinya apabila sebagian orang telah melaksanakannya maka dianggap cukup
14 Syaikh M Nashiruddin Al Albani, Menyelelenggarakan Jenazah Antara Sunnah dan Bid’ah, h.
199
18
Akan tetapi jika tidak ada seorangpun yang melakukannya, maka berdosalah seluruh
masyarakat yang ada di daerah itu.15
1. Anjuran untuk Mentalqinkan orang yang sedang sakratul maut
Ketika hendak membimbing orang yang sakrat, itu lebih baik sebelum nyawa keluar
dari dari dalam jasad. Membimbing dilakukan dengan lisan pada orang yang akan
meninggal dunia untuk membaca kalimat tuhid ( La illaha illa Allah). Hal ini
merupakan kewajiban yang harus dilakukan bagi orang yang menghadiri saat-saat
terakhir kehidupan seorang muslim.16 Sebagaimana sabda Nabi saw:
عليه وسلم لقنوا موتاكم ال إ صلى للا للا رسو عن أبي سعيد الخدري يقوال قا له إال للا
Dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata : Rasulullah saw bersabda :“Talqinkanlah oleh
kalian orang yang sedang sekarat dari kalian dengan kalimat ‘la ilaha illalloh’.” (HR.
Ahmad 11006, Muslim 916, Abu Daud 3117, At-Tirmidzi 978, An-Nasai 4/5, Ibnu
Majah 1445, Al-Baihaqi dalam Sunan As-Saghir 1034)
Mentalqinkan orang yang sakratul maut hendaknya dilakukan dengan tenang
dan perlahan, tidak tergesa-gesa agar orang yang sakratul maut itu mengikuti dan
membaca kalimat thoyyibah. Apabila dia tidak sanggup membaca kalimat thoyyibah,
yakinlah bahwa dia telah mengikutinya dalam hatinya.
Maksud hadis di atas bahwa setiap hamba yang pada akhir hidupnya membaca
kalimat tersebut, niscaya hal itu merupakan bekalnya menuju surga.
2. Anjuran untuk segera melakukan penguburan jenazah
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Disunnahkan
menyegerakan didalam menguburkan jenazah. Disunnahkan berjalan dengan cepat
ketika menggotongnya dan tidak lambat di dalam berjalan (membawanya). Namun
dimakruhkan berjalan dengan sangat cepat karena akan berakibat menimbulkan
beberapa kerusakan.17
15Achmad Mufid A. R, Risalah Kematian, Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul,Ta’ziyah, dan Ziara
Kubur, ( Jakarta: PT Total Media, 2007), cet. 1, h..
16 Syaikh M Nashiruddin Al Albani,menyelenggarakan jenazah antara sunnah dan bid’a, ( Jakarta:
Panji Mas, 1991) h. 11 17 Mukhtashor Shahih Muslim: hal 1417
19
: أسرعوا بالجنازة إن تك عن أبى هريرة رضي للا عنه عن النبي صلى للا عليه و سلم قا
مونها إليه و إن يك سوى ذلك شر تضعونه عن رقابكم صالحة خير تقد
”Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Bersegeralah di dalam (mengurus) jenazah. Jika ia orang shalih maka kebaikanlah
yang kalian persembahkan kepadanya, tetapi jika ia tidak seperti itu maka
keburukanlah yang kalian letakkan dari atas pundak-pundak kalian”.18
ال ينبغي لجيفة مسلم أن تحبس بين ظهراني أهله
“tidak pantas bagi mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya. (HR
Abu Daud)
Karena hal ini akan mencega mayat tersebut dari adanya perubahan di dalam
tubuhnya. Imam Ahmad berkata: “kehormatan seorang muslim adalah untuk di
segerakan menguburkan jenazah dan tidak mengapa untuk menunggu diantara
kerabatnya yang dekat apabila tidak dikhawatirkan akan terjadi perubahan dari tubuh
mayat.
3. Anjuran untuk meringankan beban keluarga yang berduka
a. Anjuran melakukan ta’ziyah
Anjuran Rasullah SAW untuk meringankan beban keluarga yang di timpa
musibah kematian. Di antara cara meringankan beban tersebut adalah dengan
melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah asal katanya ialah “izza” artinya sabar. Maka ta’ziyah
berarti menyabarkan atau menghibur orang yang ditimpa musibah dengan
menyebut hal-hal yang dapat menghapus dosa dan meringankan penderitaannya.
Ta’ziyah hukumnya sunnah walau terdapat dzimmi sekalipun. Sebagaimna
sabda Rasullah saw.
كنت ع ثنا إسرائيل عن عاصم عن أبي عثمان عن أسامة قا ثنا مالك بن إسماعيل حد نبي ند الحد
إحد عليه وسلم إذ جاءه رسو ى بناته وعنده سعد وأبي بن كعب ومعاذ أن ابنها يجود صلى للا
ما أعطى كل بأجل لتصبر ولتحتسب ما أخذ ولل بنفسه بعث إليها لل
“Telah menceritakan kepada kami Malik ibn Isma’il, telah menceritakan kepada kami
Isra’il dari ‘Ashim dari Abi Utsman dari Usamah: Saya bersama Rasulullah Saw.
18 HR al-Bukhoriy: 1315, Muslim: 944, an-Nasa’iy: II: 42, Abu Dawud: 3181, Ibnu Majah: 1477
dan Ahmad: II/ 240, 280, 488. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih.
20
ketika datang kepadanya utusan dari salah satu putri beliau dan bersamanya juga Sa’ad
dan Ubay ibn Ka’ab dan Mu’adz, bahwa putranya meninggal dunia. Maka Nabi
mengirim kepadanya:” Dan milik Allah apa yang diambil –Nya dan yang diberikan-
Nya, dan segala sesuatu memiliki jangka waktu tertentu, maka hendaklah bersabar dan
menabahkan hati”.19
Berdasarkan hadits ini dapat dinyatakan, bahwa ta’ziah adalah suatu ibadah yang
dianjurkan, baik datang langsung ke rumah keluarga yang berduka maupun dengan titipan
pesan. Terlihat bahwa tidak ada Nabi yang menyuruh untuk mengadakan acara khusus
tentang ta’ziyah, apabila sudah menyibukkan dan menyusahkan keluarga yang berduka.
Berkata beberapa ulama “jika seorang Muslim berta’ziyah kepada Muslim lainnya
hendaknya ia mengucapkan: Semoga Allah memberimu pahala yang besar dan menghibur
hatimu sebaik-baiknya, serta memberi keampunan bagi keluargamu yang meninggal.
Jika seorang Muslim berta’ziyah kepada orang kafir. Hendaknya ia mengatakan:
Semoga Allah memberimu pahala yang besar dan menghibur hatimu sebaik-baiknya.20
a. Anjuran mengantar makanan kepada keluarga duka
باح، د بن الص ار ، ومحم ثنا هشام بن عم ، عن حد ثنا سفيان بن عيينة، عن جعفر بن خالد قاال: حد
بن جعفر ، قا صلى للا عليه وسلم: :أبيه، عن عبد للا للا رسو ا جاء نعي جعفر قا نعوا اص »لم
جعفر طعاما، «قد أتاهم ما يشغلهم، أو أمر يشغلهم ل
"Ketika berita kematian Ja'far dibawa, Rasulullah (ملسو هيلع هللا ىلص) mengatakan: 'Siapkan
makanan untuk keluarga Ja'far, karena telah datang kepada mereka yang menjaga
mereka sibuk atau sesuatu yang menjaga mereka sibuk. "(sunan ibnu majah, bab
mengenai pemakaman).
Nabi SAW sangat menganjurkan agar meringankan beban keluarga yang
ditimpa musibah dengan mengantarkan makanan, pakain atau apa saja yang
dibutuhkan. Nabi tidak menganjurkan agar makanan yang di bawah kekeluarga duka
di makan bersama-sama di rumah tersebut.
b. Larangan Makan dan Minum di Rumah Keluarga Duka
19Shahih Bukhori 61112 20 Dr. Mardani, Hadis Ahkam (Jakarta PT Garatindo Persaja, cet 1 2012) h 298
21
Di antara dalil khusus yang paling sering dikemukakan adalah tentang
larangan berkumpul di rumah keluarga mayit lalu dihidangkan makanan sebagaimana
masih banyak diamalkan di masyarakat dalam bentuk acara peringatan kematian.
: كنا نرى االجتماع إلى أهل الميت وصنعة الطعام احة من الني عن جرير بن عبد للا البجلي قا
اه ابن ماجه)رو
Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali Ra. ia berkata: “Kami (para shahabat) memandang
berkumpul di keluarga mayit dan membuat makanan termasuk daripada meratap” (HR.
Ibnu Majah).
ثنا سعيد بن م حد د بن يحيى، قا ثنا محم ثنا هشيم، وحدثنا شجاع بن مخلد أبو حد : حد نصور قا
، عن جرير بن ، عن قيس بن أبي حازم ثنا هشيم، عن إسماعيل بن أبي خالد : حد الفضل، قا
: ، قا البجلي ي « جتماع إلى أهل الميت وصنعة الطعام من النياحة كنا نرى اال »عبد للا
الزوائد إسناده صحيح. رجا الطريق األو على شرط البخاري. والثاني على شرط مسلم
“ Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Yahya, dia berkata telah
menceritakan kepada kami Sa’id Ibn Mansur, dia berkata telah menceritakan kepada
kami Hasyim, dia berkata telah menceritakan kepada kami Syuja’ Ibn Mukhallid Abu
al- Fadl, dia berkata telah menceritakan kepada kami Hasyim dari Ismail Ibn Abi
Khalid dari Qays Ibn Abi Hazm dari Jarir Ibn Abdillah al- Bajally, dia berkata bahwa
kami menganggap bahwa berkumpul di tempat keluarga si mayit dan menyediakan
makanan adalah bagian dari meratap.
TAKHRIJ HADITS
Sanad hadits ini adalah sahih. Turuq rawi yang pertama adalah turuq yang dirawikan
oleh Bukhari dan turuq yang kedua adalah turuq yang dirawikan oleh Muslim.
Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jama’ah para Ulama yakni para Ulama
Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di atas dalam beberapa hal.
Pertama : Mereka ijma’ atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang pun Ulama -
sepanjang yang diketahui penulis- wallahu a’lam yang mendloifkan hadits ini. Dan ini
disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini –sebagaimana saya katakan dimuka-
tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Muslim.
22
Kedua : Mereka ijma’ dalam menerima hadits atau atsar dari ijma’ para shahabat yang
diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang menolak atsar
ini. Yang saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini ialah mereka
menetapkan adanya ijma’ para shahabat dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di
antara mereka yang menyalahinya.
Ketiga : Mereka ijma’ dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman
shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang
telah di ijma’kan oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli
mayit yang biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama ” Selamatan Kematian atau
Tahlilan”.21
Dengan melihat ke 4 hal di atas, dalam prosesi kepengurusan jenazah yang
dianjurkan oleh Nabi SAW, penulis tidak menemukan hal-hal yang seperti dilakukan di
masyarakat Waiburak, di mana praktik prosesi kepengurusan jenazah di Waiburak terdiri
dari beberapa hal yaitu membawa uang, kambing, kain tenun, kelapa, dan parang.
Dengan demikian, ritual ini sangat membebani masyarakat setempat, khususnya
keluarga yang bersangkutan dengan jenazah tersebut.
D. Hikmah dalam Kepengurusan Jenazah
Hikmah melakukan tata cara penyelenggaraan jenazah,-Pengurusan jenazah dalam
agama Islam tentunya mengandung beberapa hikmah yang harus dipahami oleh setiap
muslim. Beberapa hikmah pengurusan jenazah sebagai berikut:
a. Mendapatkan pahala yang besar.
Mengurus jenazah orang yang meninggal telah disyariatkan dalam hokum islam
sehingga jika kita melakukannya akan mendapatkan ganjaran pahalaa yang besar dari
Allah swt.
b. Menjaga kehormatan umat Islam.
21 Abdul Hakim bin Amir Abdat, Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan
Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy. Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan
Pertama 1422/2001M
23
Seorang muslim yang telah meninggal dunia pun, wajib dijaga kehormatanya.
Hal ini ditunjukan dengan adanya ketentuan bahwa yang berhak untuk memandikan
jenazah itu adalah anggota keluarga, muhrim atau yang berjenis kelamin sama dengan
jenazah. Sebagai bukti bahwa manusiaa dalah makhluk paling mulia sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah Swt. Dan Rosul-Nya.
c. Menjaga aib jenazah
Ketentuan memandikan oleh kerabat atau sesama jenis kelamin adalah untuk
menjaga aib jenazah itu sendiri karena hanya kaum kerabatlah yang dapat dipercaya
untuk menjaga nama baik dari si jenazah.
d. Senantiasa mengingat kematian.
Umat manusia pasti akan menemui kematian. Dengan pengurusan jenazah ini
umat islam dapat merefleksikannya untuk mengingat kematian dan memperbanyak
perbuatan baik.
e. Meningkatkan kepedulian sosial kepada sesame muslim.
Umat islam adalah satu, maka apabila sesame umat islam mengalami musibah
hendaknya turut bersimpati. Pengurusan jenazah dapa tmeningkatkan kepekaan
sosial dan kepedulian kita kepada sesama umat islam, dengan penyelenggaraan
janazah membantu meringankan beban keluarga jenazah dan sebagai ungkapan
belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
f. Mengingatkan manusia bahwa manusia diciptakan dari tanah.
Mengingatkan manusia bahwa manusia di ciptakan dari tanah. Manusia
dilarang sombong dan merasa dirinya hebat dan kuat karena pada akhirnya manusia
akan di kembalikan keasalnya yaitu tanah.
24
BAB III
GAMBARAN UMUM PROFIL DESA WAIBURAK- FLORES TIMUR
A. Sejarah Desa Waiburak
Desa Waiburak merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Adonara Timur,
kabupaten Flores Timur. Desa ini merupakan 2 dari 21 desa dan kelurahan yang berada di
kecamatan Adonara Timur. Desa Waiburak kecamatan Adonara Timur berada di wilayah
administrasi Kabupaten Flores Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah
237,429 hektar yang terdiri atas 4 Dusun 4 RW dan 12 RT. Jarak dari Kantor Desa ke Kota
Kecamatan adalah 1,5 Km, ke Ibu Kota Kabupaten berkisar antara 1 Jam dengan Kapal
Motor. 1
Dinamika pembangunan masyarakat desa Waiburak menunjukan pertumbuhan
yang positif, ditandai keberhasilan pembangunan yang mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Memasuki era globalisasi dan seiring dengan semakin meningkatnya
pengetahuan masyarakat akan hak-haknya, serta meningkatnya kebutuhan semakin
kompleks merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan capaian hasil
pembangunan. Untuk mengantisipasi berbagai permasalahan, tantangan serta
perkembangan di masa kini dan masa depan diperlukan perencanaan yang jelas, terarah dan
partisipatif.Kondisi yang diharapkan di masa depan tidak terlepas dari pencapaian sasaran-
sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan secara efektif. Seiring dengan itu, upaya secara
terus menerus tetap diarahkan untuk mengatasi tantangan dan hambatan pembangunan desa
guna mewujudkan kondisi yang diharapkan dan kondisi saat ini merupakan modal dasar
atau bahan untuk perencanaan yang akan menentukan keberhasilan.
Desa ini memiliki jumlah penduduknya sebagian besar bersuku daerah Flores.
Sebagian besar mata pencaharian petani, hasil pertanian utama di desa ini adalah kemiri,
kopi, pisang, jagung dan lain-lain.2
B. Profil Desa Waiburak
Desa Waiburak dikelilingi dengan desa-desa yang lain.
Utara : Desa Saosina dan nara Saosina kecamatan Adonara Timur
Selatan : Berbatasan dengan laut
1 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak 2 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak
25
Timur : Desa Kiwangona
Barat : kelurahan Waiwerang kota- Adonara Timur.
C. Potensi Desa Waiburak
1. Pendidikan
Tabel 3.1
Pendidikan Warga Desa Waiburak-Flores3
No Tamatan Sekolah Jumlah Jiwa
1 SD/ Sederajat 457
2 SLTP/ Sederajat 320
3 SLTA/ Sederajat 530
4 D I 8
5 D II 2
6 D III 10
7 S 1 139
8 S 2 2
2. Mata Pencaharian
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan petugas desa Waiburak, maka
diperoleh data pencaharian warga sebagai berikut.
Tabel 3.2
Mata pencarian desa Waiburak- Flores Timur 4
Jenis
Pekerjaan
Laki-laki Perempuan Jumlah
Petani 420 144 564
PNS 40 16 56
Peternak 12 3 15
3 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak 4 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak
26
Pengusaha
Kios 3 8 11
Guru
Swasta 3 10 13
Jasa
Transpor 10 - 10
Bidan - 7 7
3. Agama
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh petugas desa Waiburak, maka
memperoleh presentase penganut agama sebagai berikut:
1. Agaman Islam 40 %
2. Agama Kristen 60 %
3. Kewarganegaraan 100% indonesia
4. Cacat Mental dan Fisik
4. Tuna Netra
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh petugas desa Waiburak, maka
diperoleh data cacat mental dan fisik sebahai berikut:
Tabel 3.4
Tenaga Kerja Desa Waiburak5
Umur Status Laki-laki Perempuan
7-18 Masih Sekolah 142 223
18-56 Kerja 340 240
18-56 Belum Kerja 35 53
56 Kerja 63 84
5 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak
27
5. Potensi Kelembagaan
Tabel 3.5 6
Sruktur Organisasi Pemerintahan
Nama Jabatan Pendidikan
Fransiskus Roy Hurint Kepala Desa SLTA
Lukas Lba Kelen Sekretaris Desa S 1
Dominikus Geken Kaur Pemerintahan SLTA
Yosep Beda Kelen Kaur Pembangunan SLTA
Yuliana pelili Doren Kaur Keuangan S 1
Roslina Sabu Kelen Kaur Umum SLTA
Yeremias Sina Maran Kadus I SD
Yosep Ehe Doren Kadus II SLTA
Hilarius Saka Doren Kadus III SD
Siprianus Koda Doren Kadus IV SLTA
D. Keadaan Demografis
Berdasarkan pendataan penduduk yang dilakukan pada tahun 2017 jumlah
penduduk Desa Waiburak adalah 1430 jiwa. Berikut ini adalah gambaran tentang
penduduk Desa Waiburak yang diklasifikasi dalam beberapa jenis pengelompokan
1. Penduduk Berdasarkan Kepala Keluarga
Tabel 3.8
Sruktur KK Masyarakat Desa Waiburak 7
Kk
Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jumlah
Keterangan
KK Laki-laki 251
KK Perempuan 51
Total Jumlah 302
6 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak 7 Wawancara Pribadi dengan Aparat Desa Waiburak
28
2. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Desa Waiburak terdiri atas:
Laki-laki 670 jiwa
Perempuan 760 jiwa
3. Kondisi Ekonomi
Penghasilan masyarakat Waiburak hanya dengan bertani dan bercocok
tanam, kondisi ekonominya bisa dikatakan sangat rendah, penghasilan yang mereka
peroleh tidak begitu besar sehingga bisa dinilai masyarakat Waiburak masih sangat
miskin. Hal tersebut bisa dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 3.5
Profesi Masyarakat Desa Waiburak8
Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Petani 420 144 564
PNS 40 16 56
Peternak 12 3 15
Pengusaha 3 8 11
Guru Swasta 3 10 13
Jasa Trasportasi 10 - 10
Bidan - 7 7
E. Kondisi Sosil
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Waiburak-Flores sangat mempeduli sesama
masyarakat, didesa Waiburak masyarakat saling bergotong royong dalam hal apapun,
rukun antar agama dan suku dan di Flores kultur adat sangat ketat termasuk didesa
Waiburak dan sudah menjadi turun temurun.
8 Wawancara Pribadi dengan aparat desa Waiburak
29
BAB IV
ANALISA PROSES PENGURUSAN JENAZAH
A. Prosesi Penggurusan Jenazah di Desa Waiburak
1. Praktek Sosial dalam Penggurusan Jenazah di Desa Waiburak
Kematian merupakan sebuah rahasia Allah dan tidak ada satu manusiapun yang bisa
menolak takdir Allah. Desa Waiburak memiliki suku yang dinamakan suku Lamaholot.
Kepengurusan jenazah disebut dengan oho hebbo (keramas dan mandi). Di desa Waiburak
setiap anggota keluarga harus menyaksikan upacara kematian, begitu pula dengan kerabat
dekat dan umat yang lain. Agar mereka mendoakan mayat.1
Semua daerah tentu memiliki ritual adat berbeda-beda dalam proses pemakaman
jenazah, seseorang yang meninggal terutama orang tua. Perbedaan itu mulai dilihat dari
penyebutan nama atau istilah, prosesnya dan caranya memberi hiburan kepada keluarga
yang ditinggal (meninggal). Masyarakat di pulau Adonara kabupaten Adonara Timur
hingga kini masih mentaati secara sempurna ritual-ritual adat dan budaya yang diwariskan
leluhur mereka. Ritual adat itu mulai dari ritual penyambutan kelahiran seorang bayi,
menikahkan anak dengan aneka ritual adat hingga penguburan orang meninggal.
Kesakralan ritual-ritual adat dilakukan secara turun temurun dan terus dihidupkan
sampai saat ini meskipun begitu banyak materi yang akan terkuras habis untuk
menyelesaikan proses adat itu. Harga diri sepertinya menjadi taruhan ketika seseorang atau
sebuah keluarga atau suku akan menggelar sebuah ritual adat. Biaya tersebut sangat
tergantung pada siapa yang menggelarnya dan dari kalangan mana.
Di pulau yang satu ini hingga sekarang masih mengakui adanya sistem strata social
dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka masih mengenal dan mengakui adanya kelompok
bangsawan. Meskipun secara kasat mata kelompo kini sepertinya tidak memiliki apa-apa
untuk dibanggakan lagi sekaligus membuktikan kalau mereka itu masuk dalam kelompok
“darah biru”. Rumah dan kehidupan harian mereka sama sekali tidak lebih dari kelompok
masyarakat lainnya bahkan yang bukan kelompok itu justru hidupnya jauh lebih baik dari
mereka.
Kebanggan sebagai kelompok bangsawan yang “berkirab” pada masa lalu itu masih
tetap diakui hingga saat ini meskipun kondisi riilnya sudah jauh berbeda. Kematian seorang
1 Wawancara Pribadi dengan Yasin Rahman di Desa Waiburak
30
yang adalah kelompok masyarakat bangsawan, harus dilakukan ritual adat yang ternyata
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Biaya itu bukan hanya ditanggung keluarga inti
yang meninggal, tetapi semua masyarakat terutama mereka yang memiliki hubungan kawin
mawin yang tinggal di mana saja di belahan bumi ini untuk ikut memikul beban besar
tersebut. Pada saat kematian seseorang yang masuk dalam kelompok bangsawan, ribuan
orang berdatangan dari berbagai pelosok Adonara. Mereka datang dengan membawa
barang bawaan mulai dari beras, gula pasir, pakaian hingga hewan. Mereka datang untuk
mengikuti upacara pemakaman.
oleh petugas yang sudah disiapkan. Bawaan pertama dari kelompok om kandung
atau saudara kandung dari mama orang meninggal. Kelompok ini disebut sebagai
kelompok bailake yang datang membawa pakaian dalam jumlah yang banyak hingga
rausan lembar.
Kelompok berikutnya adalah bine. Kelompok ini adalah kelompk saudari satu
turunan dan anak-anak perempuan yang sudah menikah dari keturunan tersebut. Bawaan
mereka adalah kambing besar yang nilainya berkisar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta/ per ekor
dengan syarat, kambing tersebut adalah kambing jantan dengan tanduk yang sudah sangat
panjang. 2
Ada beberapa upacara yang dilakukan masyarakat Waiburak sebagai berikut:
a. Ritual memandikan jenazah (ohon hebbo)
upacara adat ohon hebbo adalah upacara yang dilakukan oleh pihak kerabat bila ada
orang yang meninggal dunia, pada ritual adat ohon hebbo pihak yang
melaksanakannya adalah pihak keluarga ibu dari orang yang meninggal dunia, ritual
dilakukan dengan beberapa prosesi, diantaranya mencuci rambut orang yang
meninggal dengan santan kelapa, menyisir rambutnya kemudian di tutup dengan
pemberian snaek atau selendang dari bahan kwatek (sarung) serta kenube (parang khas
Adonara yang panjang) kepada pihak keluarga orang yang meninggal dunia.3
b. Tahap Pemberian Balasan kepada Saudara Laki- laki (bale lake)
Ritual bale lake ini dilakukan oleh keluarga besar dari pihak ibu orang yang
meninggal, biasanya mereka datang dalam rombongan besar layaknya melakukan
acara lamaran. Ibu-ibu dan kaum remaja putri yang datang menggunakan pakian adat
dan membawa barang-barang yang akan diserahkann ke pihak keluarga duka.
2 Wawancara Pribadi dengan Abdullah Sengaji di Desa Waiburak 3 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Serang di Desa Waiburak
31
Kedatangan rombongan bale lake itu disambut dengan menyediakakan tempat dan
makanan yang cukup, seperti layaknya menyambut tamu istimewa. Ritual bale lake ini
juga dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang meninggal.
Rombongan bale lake datang dengan membawa bawaan puluhan lembar
pakaian, kalau yang meninggal itu wanita, maka mereka membawa kwatek atau kain
tenun sarung untuk wanita dan kain lipa (sarung). Sedangkan yang meniggal itu laki-
laki maka mereka membawa kremot atau kain tenun untuk laki-laki dan lipa (sarung).
Selain bawaan seperti ini, mereka juga membawa kelapa, sisir, bedak, jagung dan
pisang. Kelapa itu akan diadakan santan untuk mencuci rambut orang yang meninggal
kemudian menyisirnya dengan sisir yang mereka bawah dan memberi bedak seadanya
dan sebaliknya keluarga duka juga menyiapkan parang yang disebut knube serta parut
kelapa yang disebut knaru, kenube tersebut dipergunakan untuk membela kelapa
kemudian belahan kelapa di kukur dengan knaru kemudian dibuatkan santan untuk
menggosok rambut orang yang meninggal dan semua anak perempuan dari si mayat.
Jika, si mayat tidak memiliki anak perempuan maka yang di keramas adalah anak
perempuan dari keluarganya.
c. Acara pemberian dari keluarga duka kepada saudaranya
Setelah selesai pemakaman, pada hari keempat setelah meninggal, keluarga
duka akan mengantar bawaan kepada keluarga bae lake. Hewan yang di antara adalah
kambing dalam jumlah yang tidak pasti , kwatek ( kain tenun untuk perempuan),
kremot dan kain lipa ( kain tenun untuk laki-laki. Pembagian itu berdasarkan berapa
banyak dan seberapa besar bawaan mereka.
Menurut Rahman Sengaji kalau sesuai ritual adat sesungguhnya, hanya 3 ekor
kambing besar yang diantar oleh keluarga duka kepada keluarga bae lake, namun sekarang
bisa menjadi sekitar 10 ekor, tergantung strata sosial orang yang meninggal.
Sementara di rumah duka juga disiapkan perjamuan untuk menjamu seluruh orang
yang datang, selanjutnya pada hari berikutnya, keluarga duka juga akan memotong sisa
hewan yang diantar waktu meninggal. Semua orang yang “berjasa” sejak kematian hingga
malam terakhir itu diundang untuk datang dan makan bersama yang diistilahkan dengan
bua lewon atau memberi makan seluruh orang kampung.4
4 Wawancara Pribadi dengan Rahman Sengaji di Desa Waiburak
32
2. Makna dan Fungsi Upacara ohon hebbo
Makna upacara merupakan suatu kegiatan ritual yang dilaksnakan secara kelompok
dilakukan dilingkungan tersebut. Terkait ritual adat kematian terutama orang dewasa, ritual
harus dilakukan secara utuh dari ohon hebbo (mandi keramas) jenazah hingga pemakaman.
Adat ini sudah menjadi tradisi dari turun temurun. Uparaca kematian di desa Waiburak-
Flores memiliki beberapa makna diantaranya:
1. Agar arwah yang meninggal membawa semua nara milanen ( salah dan dosa)
keluarga mulai dari istri atau suami dan anak-anak sehingga mereka yang ditinggal
tidak lagi menanggung naran milanen orang yang meninggal itu. Rumah juga
dibersihkan dari segala yang jahat agar mereka yang mendiami rumah itu
mengalami kebahagiaan tanpa gangguan apapun.
2. Upacara kematian ini menghormati tradisi leluhur dan memberi penghormatan
terakhir kepada si mayat agar si mayat dengan tenang menghadap Sang Khalik.
Sebuah ritual yang amat penting yang harus dilakukan dalam seluruh rangkaian
prosesi kepengurusan jenazah yaitu acara bale lake, yang mana di yakini bahwa acara ini
sangat penting dan sakral karena didalamnya mengandung unsur kepercayaan yaitu agar si
mayit dalam keadaan bersih ketika bertemu dengan Sang khalik.5
B. Analisa Pengurusan Jenazah di Desa Waibura
Masyarakat di Desa Waiburak masih sangat kental dengan tradisi adat yang tidak
bisa ditinggalkan mulai dari ritual penyambutan kelahiran seorang bayi, menikahkan anak
dengan aneka ritual adat hingga penguburan jenazah.
Meski perkembangan ilmu dan teknologi sudah menjalar kedesa Waiburak. Namun,
kepercayaan dan keyakinan di desa Waiburak tidak pernah hilang dari kehidupan mereka.
Kehidupan masyarakat Waiburak keseluruhan berada dalam suasana adat yang sangat kuat.
Tradisi kepengurusan jenazah tidak hanya di lakukan untuk orang-orang yang dermawan
saja, akantetapi semua kalangan yang berasal dari desa Waiburak karena tradisi ini bernilai
sakral dan memberi jalan kepada si mayit untuk bertemu dengan Tuhan dalam keadaan suci
dan bersih.
5 Wawancara Pribadi dengan Rahman Sengaji di Desa Waiburak.
33
Masyarakat desa Waiburak sampai sekarang masih mempertahankan adat dalam
kepengurusan jenazah dengan maksud untuk menghindarkan hal-hal buruk terhadap
jenazah dan orang-orang yang ditinggal, mereka meyakini bahwa jenazah akan bertemu
dengan tuhan dalam keadaan bersih dan jenazah membawa pergi salah dan dosa keluarga-
keluarganya yang masih hidup. Kepercayaan di desa Waiburak sangat bertentangan dengan
agama
Untuk lebih jelasnya saya akan memaparkan di bawah ini, mulai dari penjelasan
tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
a. Tokoh Adat
Dalam wawancara yang saya lakukan dengan salah satu tokoh adat terkait
kepengurusan jenazah, ia mengatakan bahwa tradisi ini sudah lama dilakukan di desa
Waiburak, sehingga hal ini sulit untuk dirubah walaupun tradisi tersebut sangat
bertentangan dengan agama. Jika dilihat dari sisi daerah, kampung tersebut sudah
lumayan maju baik dalam bidang sosial, bidang agama, ataupun lainnya. Hal ini karena
kenyakinan merekalah yang belum mau mengikuti dengan sebuah perubahan yang ada,
sehingga mengakibatkan mereka terkekang dalam sebuah pemikiran atau tradisi yang
berkembang di daerah tersebut. Bahkan tokoh adat mengatakan, ini adalah sebuah tradisi
yang tidak bisa dirubah, walaupun dalam perkembangan teknologi sudah berkembang
pesat karena adat tersebut adalah salah satu warisan nenek moyang yang tetap
dilaksanakan. Dalam hal ini, tokoh adat berpendapat terkait dengan kepengurusan
jenazah, bahwa itu sudah menjadi warisan budaya nenek moyang mereka yang harus
dipatuhi.6
b. Tokoh Agama
Dalam pandangan salah satu tokoh agama terkait dengan kepengurusan jenazah,
ia mengatakan bahwa tradsi itu sangat bertentangan dengan agama, karena banyak sekali
yang harus ditanggung oleh pihak keluarga duka kepada keluarga si mayit, baik mulai
dari sarung adat, hewan ternak, bahkan uang jutaan rupiah dan yang lebih miris lagi,
semua ketentuan yang berlaku harus dibawah atau diadakan saat meninggal, walaupun
pihak keluarga belum ada barang yang harus di bawah ke keluarga si mayit tersebut.
Namun hal ini dikarenakan menyangkut urusan adat istiadat yang tidak bisa dibantahkan
atau tidak diikuti.
6 Wawancara Langsung dengan Tokoh Adat Kopo Rinto, Waiburak
34
Dengan demikian, Jika melihat dari pandangan salah satu tokoh agama di atas
bahwasanya apa yang dilakukan di desa tersebut sangat bertentangan dengan agama,
karena dari segi ritual yang dilakukan sangat membuat beban bagi keluarga, apalagi
pihak keluarga yang pas-pasan secara ekonomi.7
c. Tokoh Masyarakat
Dalam sebuah dialog, penulis dengan salah satu tokoh masyarakat terkait
kepengurusan jenazah, beliau mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat
Waiburak sangat tidak rasional secara akal sehat karena adat tersebut akan membuat
tidak nyaman bagi pihak keluarga. Dikarenakan, jika dilihat dari sisi ekonomi,
masyarakat sebenarnya belum siap untuk melakukan tradisi yang sudah menjadi turun-
temurun tersebut, karena itu sudah menjadi keputusan ketua adat. Hal ini mau tidak mau
harus dipatuh terhadap tradisi yang ada, walaupun dari sisi ekonomi mereka tidak
mampu dan mereka harus siap dengan melakukan apapun, seperti halnya dengn
meminjm uang demi mematuhi perintah tesebut. Kepala BPD (Badan Permusyawaratan
Desa) mengatakan ketika ada anak-anak yang mau melanjutkan pendidikan, orang tua
tidak sanggup membiayainya akan tetapi di saat keluarga ada yang meninggal, mereka
sanggup melanyani permintaan walaupun dengan susah payah, karena mereka takut
akan terjadi sesuatu jika tidak mengikuti permintaan adat tersebut. Sehingga itulah
tradisi di desa Waiburak tetap dipertahankan sampai dengan sekarang.8
C. Prosesi Kepengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis
Dari berbagai macam prosesi yang di lakukan di desa Waiburak-Flores, dan dari
pemikiran-pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa prosesi kepengurusan mayat
merupakan suatu keyakinan dan sistem aturan yang dilakukan di desa Waiburak. Dengan
perihal tersebut, maka menjadi analisa penulis terkait tata cara kepengurusan jenazah.
Penulis akan membahaskan terkait dengan kepengurusan jenazah yang dianjurkan dalam
Islam.
Dari pandangan hadis bahwa prosesi yang di lakukan di desa Waiburak terjadi
percampuran antara syariat Islam dan adat. Di dalam hadis Rasulullah saw. Mengganjurkan
untuk tidak membebani keluarga yang di tinggal. Tetapi kenyataannya masyarakat masih
banyak sekali melakukan praktik yang di larang di dalam Islam terutama masyarakat di
7 Wawancara Langsung dengan Tokoh Agama Rahman Sengaji 8 Wawancara Langsung dengan Tokoh Masyarakat Ahmad Serang
35
desa Waiburak-Flores, yang masih di bilang sangat mempercayai tradisi nenek moyang
mereka. Dengan demikian apa yang dilakukan di desa Waiburak merupakan pertentangan
dengan syariat Islam, karena dari praktiknya sangat membebani pihak keluarga yang
sedang tertimpah musibah. Sementara Rasulullah saw mengajarkan kita agar meringankan
beban keluarga yang ditimpa musibah. Sebagaimana sebuah hadis yang berbunyi:
د بن ال ار ، ومحم ثنا هشام بن عم ، عن أبيه،حد ثنا سفيان بن عيينة، عن جعفر بن خالد باح، قاال: حد ص
بن جعفر ، قا صلى للا عليه وسلم: :عن عبد للا للا رسو ا جاء نعي جعفر قا »لم اصنعوا ل
«ما، قد أتاهم ما يشغلهم، أو أمر يشغلهم جعفر طعا
"Ketika berita kematian Ja'far dibawa, Rasulullah (ملسو هيلع هللا ىلص) mengatakan: 'Siapkan
makanan untuk keluarga Ja'far, karena telah datang kepada mereka yang menjaga mereka
sibuk atau sesuatu yang menjaga mereka sibuk.
“Maksud kata musibah (kesedihan) yaitu telah menghalangi mereka dari
menyiapkan makanan untuk mereka sendiri, sehingga mereka gelisah dan hal itu
membahayakan mereka, sedangkan mereka tidak merasakannya. Berkata ath-Thiibi:
“Hadist di atas menunjukkan bahwa Nabi menganjurkan para kerabat dan tetangga untuk
menyiapkan makanan bagi keluarga mayit.“
Hadis di atas, Nabi menganjurkan kita untuk meringankan beban keluarga yang
berduka dengan mengantar makanan dan pakaian. Namun, Nabi melarang kita untuk
membebani kelurga duka termasuk hal yang tidak benar adalah mengumpulkan orang,
menyembelih binatang (kambing atau sapi) dan makan-makan di tempat keluarga mayit,
bahkan tidak jarang ada yang berlebih-lebihan atau terkadang memaksakan diri. Dalam hal
ini yang dianjurkan adalah membuatkan makan untuk keluarga mayit, karena mereka
sedang dalam keadaan duka, sehingga mungkin tidak sempat untuk memasak, bukan
sebaliknya makan-makan di rumah mereka. Termasuk hal baru yang tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi dan juga para sahahabatnya tidak mengajarkan untuk mengadakan
acara-acara tertentu di mana orang-orang berkumpul, duduk-duduk dan tidak jarang sampai
menutup jalan umum, biasanya selama tiga hari berturut-turut. Hal ini bisa mengganggu
jalan sesama muslim dan memperlambat urusan mereka, di samping acara tersebut memang
tidak pernah dicontohkan di dalam agama Islam. Sebagaimana hadis dibawah ini:
ثنا هشيم، : حد ثنا سعيد بن منصور قا حد د بن يحيى، قا ثنا محم وحدثنا شجاع بن مخلد أبو حد
، عن جرير بن ، عن قيس بن أبي حازم ثنا هشيم، عن إسماعيل بن أبي خالد : حد الفضل، قا عبد للا
: ، قا «صنعة الطعام من النياحة كنا نرى االجتماع إلى أهل الميت و »البجلي
36
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Yahya, dia berkata telah
menceritakan kepada kami Sa’id Ibn Mansur, dia berkata telah menceritakan kepada kami
Hasyim, dia berkata telah menceritakan kepada kami Syuja’ Ibn Mukhallid Abu al- Fadl,
dia berkata telah menceritakan kepada kami Hasyim dari Ismail Ibn Abi Khalid dari Qays
Ibn Abi Hazm dari Jarir Ibn Abdillah al- Bajally, dia berkata bahwa kami menganggap
bahwa berkumpul di tempat keluarga si mayit dan men yediakan makanan adalah bagian
dari meratap.”
Para ulama memandang makruh hukumnya jika keluarga mayat menyediakan
makanan untuk orang-orang yang datang berkumpul karena hal itu akan menambah
kemalangan mereka serta meniru perbuatan orang-orang yang jahiliyyah.9
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Jarir. Sebagai berikut:
: كنا نعد االجتماع إلى أهل الميت وصنيعة الطع نه من ام بعد د عن جرير بن عبد للا البجلي قا
(النياحة
Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali Ra. ia berkata: ”Kami (para shahabat) menganggap
berkumpul di keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburannya termasuk
daripada meratap”.
Hadis berikutnya yang diriwayatkan dari Thalhah radiyallahahu’anhu, ia berkata:
: ال. قا : هل تجتمع النسآء عنكم . قايناح قبلكم على الميت : هلقدم جرير على عمر قا
.على الميت ويطعم. قا : نعم. قا : تلك النياحة
Jarir mendatangi ‘Umar, kemudian ‘Umar berkata : “Apakah kamu sekalian suka
meratapi mayit ?”. Jarir menjawab : “Tidak”. ‘Umar berkata : “Apakah diantara wanita-
wanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan memakan hidangannya
?”. Jarir menjawab : “Ya”. ‘Umar berkata : “Hal itu sama dengan niyahah (meratapi
mayit)”.
Dengan hal ini, didalam hadis lain Nabi saw hanya menganjurkan untuk melakukan
empat hal dalam kepengurusan jenazah yaitu memandikan, mengkafani dan menyolatkan.
Sebagaimana dalam sebuah hadis Nabi saw sebagai berikut:
ة له أربعين مر أجرى عليه حفر له أجنه ، ومن من غسل مسلما كتم عليه غفر للا
يوم القيامة كأجر مسكن أسكنه إياه إلى يوم القيامة ، ومن كفنه كساه للا من سند
الجنة وإستبر
9 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, (PT. Al-Ma’arif cet 3) hal. 72
37
Barangsiapa yang memandikan seorang muslim kemudian menyembunyikan
(aibnya), Allah akan ampuni untuknya 40 kali. Barangsiapa yang menggalikan kubur
untuknya kemudian menguburkannya, akan dialirkan pahala seperti pahala memberikan
tempat tinggal hingga hari kiamat. Barangsiapa yang mengkafaninya, Allah akan
memberikan pakaian untuknya pada hari kiamat sutera halus dan sutera tebal dari surga.
Dengan hal ini, jika dilihat dari hadis di atas, maka praktik yang dilakukan di
masyarakat Waiburak tidak ada tuntunan dari Nabi saw dan tradisi atau adat-istiadat yang
dilakukan sangat membebani keluarga dan bertentangan dengan ajaran Nabi saw.
Sementara Islam mengajarkan kita agar jangan membebani saudara kita sesama
muslim sebagai firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah yang berbunyi:
بك ٱلعسر م ٱليسر وال يريد بكم يريد ٱلل
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian semua, dan tidaak menghendaki
kesulitan bagi kalian semua..” (QS. Al-Baqarah ayat 158)
Sebagaimana Rasulullah saw telah bersabda:
ه سددوا وقاربواإن الدين يسر ولن يشاد الدين أحد إال غلب
“Sesungguhnya agama itu mudah. Orang yang bersikap berlebih-lebihan dalam
beragama pasti akan kalah. Beramallah yang benar ! Beramallah yang paling dekat dengan
pengamalan syari’at…”
Ayat dan hadis di atas memberikan pemahaman bagi kita sebuah bahwa agama
Islam ini adalah agama yang mudah. Mudah untuk dipahami dan mudah untuk diamalkan.
Seorang muslim hanya dibebani untuk mengerjakan apa-apa yang dicontohkan dan
meninggalkan apa-apa yang dilarang atau tidak ada contohnya dari Rasulullah saw. Itulah
salah satu sisi kemudahan yang sangat besar bagi umat Islam mereka sekali-kali tidak
dibebani untuk membuat-buat syari’at yang akhirnya justru membebankan mereka.
Oleh karena itu, dengan melihat ulasan hadis di atas, bahwa praktik yang dilakukan
di desa Waiburak sangat bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis. Karena berkumpul dan
makan-makanan di keluarga mayit dan membebani keluarga mayit adalah perbuatan yang
tidak disyariatkan dan bagi keluarga mayit, maka ia tidak perlu menyediakan makanan atau
minuman yang sengaja diperuntukkan kepada para tamu yang sedang berta’ziya atau
membantu pengurusan jenazah. Jika ia melakukannya, maka ia sama saja mendorong orang
untuk melakukan perbuatan yang dilarang. Sebagaimana firman Allah
38
dalam QS. al-Maidah ayat 2:
ن ثم وٱلعدو وتعاونوا على ٱلبر وٱلتقوى وال تعاونوا على ٱل
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik sunnah Nabi (hadis) ataupun Al-
Qur’an memerintahkan agar dapat tolong-menolong atau meringankan beban dalam
kebaikan umat manusia, justru malah menanggung beban saudara kita lainnya, karena hal
itu bertentangan dengan ajaran sayari’at yang di bawah oleh Nabi saw. Hal yang terpenting
adalah jalanilah sesuai dengan koredor atau syari’at sunnah Nabi agar dapat terwujud atau
menjadikan sunnah Nabi sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan sehari-sehari
(Salih likulli wal-Makan).
D. Wacana Pengurusan Jenazah di Indosesia
1. Prosesi Penggurusan Jenazah di Jawa Timur
Sesudah persiapan selesai, jenazah dipindahkan ke tempat khusus yang akan
digunakan untuk memandikan. Tempat itu berada di samping rumah, dekat dapur. Tempat
itu dipilih dengan dasar sebagaian masyarakat Jawatimur percaya bahwa tempat itu tidak
akan digunakan untuk mendirikan bangunan, misalnya rumah. Tempat bekas untuk
memandikan jenazah dianggap sangar, artinya jika tanah itu semula subur, akan menjadi
gersang, jika tempat itu semula tidak berbahaya, akan menjadi tempat yang dapat
menimbulkan kecelakaan atau malapetaka. Seandainya di bekas tempat memandikan itu
didirikan rumah, penghuninya akan mendapat sial, atau diganggu roh halus.
Cara untuk menghindari akibat yang demikian itu, yaitu tempat bekas orang
memandikan jenazah, selepas digunakan maka para kerabatnya mandi di tempat itu, dengan
jalan demikian dianggap dapat menghilangkan akibat buruk, atau menetralisir tempat itu
menjadi tidak sangar.
Dengan khidmat, jenazah dibaringkan dengan posisi kepala di timur dan kaki di
barat. Hal ini dilakukan oleh keluarganya karena adanya kepercayaan bahwa matahari terbit
dari timur dan tenggelam di barat. Terbitnya matahari diibaratkan lahirnya manusia, sedang
tenggelamnya matahari diibaratkan akhir hayatnya manusia. Dengan cara meletakkan
39
posisi yang demikian itu, berarti bahwa jenazah yang dimandikan telah meninggalkan
dunianya dan menghadapi dunia lain yaitu alam akhirat.
Para anak cucu yang dewasa, siap di tempat pemandian, duduk berjejer di atas
bangku. Semua yang akan memandikan itu laki-laki, tetapi jika ahli warisnya yang
perempuan ingin juga ikut memandikan, tidak dilarang.
Di tempat pemandian jenazah itu telah disediakan tiga buah tempat air (jun) dan bokor
berisi ramuan untuk keramas atau mencuci rambut. Jun yang pertama dan kedua berisi air
yang diberi ra muan kembang telon; jun ketiga hanya berisi air bersih sebagai bilasan. Air
untuk memandikan jenazah, selain diberi ramuan bunga yang harum, juga diberi daun
kelor. Menurut kepercayaan penduduk di sana, daun kelor itu mempunyai daya gaib untuk
menetralisir kekuatan gaib yang dimiliki oleh almarhum, misalnya ia memakai susuk, yaitu
logam yang dimasukkan ke badan dengan cara gaib. Orang meninggal dunia harus suci
raganya, sebab itu semua bekas benda yang masih melekat pada dirinya harus dilolos.
Termasuk gigi emas atau perhiasan yang dipakai ketika masih hidup. Dengan badan
jasmani yang bersih, maka rokh almarhum dapat mencapai kesempurnaan.
Air untuk memandikan terdiri dari air keramasan, yang akan digunakan untuk
membersihkan rambut; dan air untuk membersihkan sekujur tubuh. Agar air keramasan itu
berbau wangi, digunakan ramuan yang terdiri dari bunga melati, atau daunnya; landha-
merang, yaitu batang padi (merang) yang diperabukan; kunir dan tepung beras. Semua
ramuan itu ditumbuk halus dan kemudian ditapis hingga tujuh kali. Ramuan itu masih
ditambah dengan kapur barus yang ditumbuk halus, dimasukkan dalam adonari air keramas
tersebut. Untuk keperluan memandikan jenazah terdiri dari air merang untuk keramas,
serpihan kain putih untuk menggosok kotoran badan; arang dari kayu jati untuk mulut,
merang untuk membersihkan kuku, dan sejumlah kain panjang untuk basahan.
Setelah selesai dimandikan, air yang masih tersisa di drum digunakan mencuci
muka, terutama anak cucunya, bahkan jika yang meninggal itu dianggap mempunyai ilmu
yang tinggi (kesdik) orang lain pun menggunakan sisa air memandikan jenazah itu untuk
mencuci muka. Mereka percaya bahwa air itu mengandung tuah, karena ada kepercayaan
barang siapa yang bersedia minum air tersebut, ilmu yang dimiliki oleh orang itu akan
“menurun” kepadanya. Ada kalanya untuk memperoleh ilmu orang yang sudah meninggal
40
itu, dilakukan dengan menghisap pusat (wudel/puser), ketika orangnya masih belum
dimandikan atau sesudahnya. Kemudian memandikan jenazah ini, disebut juga “nyuceni”
yang berarti membersihkan.
Di tengah kesibukan memandikan mayat itu, datang sanak keluarga yang terlambat
datang, orang itu serta merta mencium kaki jari almarhum/almarhumah, dengan perbuatan
itu ia berharap dapat meminta maaf ata kesalahan terhadap si mayat, karena selama itu
belum sempat meminta maaf ketika masih hidup. Setelah upacara memandikan selesai,
jenazah dipapah oleh tiga orang, dibawa masuk ke rumah, untuk dikafani.10
2. Jawa Tengah
Masyarakat Jawa terutama masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur
memiliki tradisi pemakaman yang unik pula yaitu Brobosan.
Brobosan adalah prosesi pemakaman orang yang sudah meninggal dunia di
masyarakat Suku Jawa dimana keluarga yang ditinggalkan melakukan kegiatan menunduk
dan berjalan menerobos di bawah peti mati kerabatnya yang sudah meninggal.
Brobosan berasal dari kata Brobos artinya dalam bahasa Indonesia adalah berjalan
menerobos lewat bawah suatu benda. Tradisi Brobosan sendiri memiliki tujuan dimana
pihak keluarga yang ditinggalkan diberikan kesempatan untuk menghormati kerabatnya
yang sudah meninggal dunia untuk terakhir kalinya.
Tradisi brobosan ini bisa kita jumpai di acara – acara kematian keluarga orang Jawa
yang meninggal, entah itu orang Jawa yang merantau di suatu tempat maupun orang Jawa
yang masih tinggal di daerah Jawa. Penghormatan kepada pihak yang lebih tua merupakan
ajaran yang kental diajarkan masyarakat Suku Jawa bahkan hingga kematian
menjemputpun ajaran menghormati pihak yang lebih tua masih dilakukan dengan prosesi
Brobosan.
3. Pulau Madura
Kebiasaan yang dilaukan oleh orang-orang yang ada di dusun sumber papan ketika
ada seseorang yang meninggal dunia, sebagai berikut: Ketika ada orang yang sudah
10 Pustaka Jawatimuran Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur:Upacara Tradisional (Upacara Kematian) Daerah
Jawa Timur : Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional; Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah 1985 – 1986,
41
meninggal maka salah satu dari family akan pergi ke musolla terdekat untuk memberi
tahukan kabar duka tersebut dengan cara di umumkan dengan menggunakan microfon agar
tetangga lainnya mengetahui kabar duka tersebut. Dan setelah itu biasanya para tetangga
yang mendengar akan hadir ke rumah orang yang telah meninggal orang yang laki-laki
sebagian biasanya ada yang pergi ke kuburan untuk menggali kuburan dan sebagian lagi
membantu untuk mengurusi pemandian dan lain-lain.
Adapun perempuan biasanya sebagian membantu di dapur, mengaji yasin dan
sebagian lagi membaca burdah. Dan bagi pelayat yang membawa anak yang masih kecil,
kupingya dikasih kapur, orang sumber papan menyebut kegiatan ini dengan membuang
“Anjhe” ( menolak balak) “lidaf’il balak”dan pihak keluarga dari orang yang meninggal
membagikan uang recehan yang di bungkus dengan Koran, yang diberi sebutan
nama”Tambengan” dengan tujuan untuk meringankan beban psikologis terhadap orang
yang ditinggal.
Dan tuan rumah juga membakar keminyan di dalam rumah dan di tempat
pemandiannya karena supaya mayat kembali dalam keadaan harum dan juga diyakini
bahwa dengan hal tersebut mayat akan didekati malaikat, karena malaikat suka terhadap
wewangian. Setelah mayat selesai dimandikan, dikafani dan di sholati, sebelum diantar ke
kuburan, mayat dibawa ke depan rumah lurus dengan pintu hal ini bertujuan untuk
memamitkan mayat kepada keluarganya karena hari itu adalah hari terakhir mayat tersebut
melihat keluarganya dan tetangganya. Dan saat itu posisi mayat dihadapkan ke rumahnya
karena pada saat itu adalah hari terakhir mayat tersebut melihat rumahnya yang selama
masa hidupnya dia tempati. Dan juga dari pihak keluarga ada yang mengambil genting
rumahnya dan dijatuhkan yang itu menandakan patahnya hati karena ditinggal oleh orang
yang selama hidupnya tinggal satu rumah bersama orang yang meniggal tersebut (mayat).
Dan setelah itu barulah mayat di antarkan ketempat peristirahatan terakhirnya
(kuburan). Dan setelah mayat sudah di kubur dan orang yang membantu sudah pulang, jika
orang yang meninggal mempunyai anak yang masih belum baligh maka anaknya tersebut
dimandikan di atas kuburan orang tuanya yang meninggal dengan menggunakan air kelapa
muda yang di belah tepat diatas kepala anak tersebut.
Setelah mayat di antarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya (kuburan) di dusun
Sumber Papa nada istilah memberi “Sartona” yang diberikan kepada orang yang menggali
kuburan pertama kali, orang yang mebaca talqin, dan yang mewudhu’i mayat tersebut. Isi
42
dari sortana ini adalah sebuah talam di dalamnya ada 2 piring, piring yang satu di isi nasi
dan yang satunya di isi lauk, mangkok yang di isi kuah, cangkir yang di isi kopi, dan gelas
yang di isi air dan semua itu di berikan dengan wadahnya kepada ketiga orang yang telah
di sebut tadi.
Dan mulai malam pertama sampai malam ke tujuh tuan rumah ataupun orang yang
mendapat musibah mengaakan acara tahlian, dan setiap orang yang menyumbang tahlil mdi
beri sebungkus nasi sebagai tanda terima kasih atas sumbangan tahlil dan do’anya. Dan ada
perbedaan di malam yang ke-3 (lotelloh) dan juga pada malam yang ke-7 (topettoh) yang
biasanya hanya di beri sebungkus nasi ini di tambah semacam jajan-jajanan dan air.
Perbedaan ini di karenakan mengkiyas atau mengibaratkan seperti orang yang baru lahir
yang pada hai ke-3 dan ke-7 merupakan hari na’asnya dan di kuburannya juga mulai dari
malam pertama sampai malam ke-7 karena dikhawatirkan mayat akan di makan ‘Pogut’.
Setelah hari ke-7 pihak keluargadan tetangga terdekat setiap sehabis magrib
mengaji surat yasin dan mendo’akan mayat sampai hari ke 39 karena di yakini dengan
mengaji yasi bisa meringan kan beban terhadap mayat tersebut (siksa kubur). Dan pada hari
ke 40 pihak keluarga mengundang beberapa orang untuk bertahlil mengaji dan
mendoa’akan karena pada malam ke-40 mayat tersebut di ringankan dari siksa kubur dan
pertanyaan-pertanyaan malaikat dan juga bertujuan untuk mengingatkan orang-orang yang
diundang terhadap orang yang meninggal.
Dan di malam ke-100 keluarga kembali mengundang family dan tetangga untuk
mengaji, bertahlil dan mendo’akan mayat, hal ini dilakukan karena di ibaratkan kepada
bayi yang masih ada dalam kandungan, ketika bayinya berusia 100 hari ruh akan di berikan
kepada bayi yang masih ada dalam kandungan tersebut, adapun, bagi orang yang meninggal
maka hsri ke-100 ruhnya akan di cabut dan dengan hal ini di yakini bisa member
ketenangan terhadap ruh mayat tersebut. Kelurga kembali mengundang family dan tetangga
di 1 tahun pertama da tahun ke-2 untuk mmengaji, bertahlil dan mendo’akan mayat, hal ini
bertujuan untuk mengenang orang yang sudah meninggal. Dan di hari ke-1000 keluarga
mengundang famili dan tetangga lebih banyak untuk menahlili, mengaji dan mendo’akan
mayat tersebut. Namun ada yang berbeda dalam acara kali ini, tidak seperti acara 40, 100,
1 tahun dan 2 tahun . kali ini pihak keluarga harus menyediakan ‘Tettel” yang warnanya 3
(putih, hitam, dann kuning) dan juga menyediakan jajan-jajanan dalam hitungan ganjil
untuk di bagikan kepada para undangan.
43
Jika orang yang meninggal laki-laki maka pihak keluarga harus menyadiakan
kopyah, baju koko, sarung, sandal, sajadah, kain kafan, bantal, dua bungkus nasi yang
dibungkus dengan daun pisang dan cowek yang diisi ikan laut keringdan juga “Lemas”
jajan-jajanan yang beraneka ragam dan warna. Adapun jika yang meninggal merempuan
maka pihak keluarga akan menyediakan kerudung, baju, samper, mukennah, sajadah, kain
kafan, bantal, cowek yang diisi ikan laut kering dan “Lemes” jajan-jajanan yang beraneka
ragam dan warna. Semua itu diberikan kepada pemimpin tahlil dan biasanya orang yang
memimpin tahlil akan membagikan kembali kepada para undangan lainnya. Adapun waktu
meletekkan kejingan mulai hari pertama sampai hari ke-tujuh, jika melewati hari ke-tujuh
pihak keluarga harus menunggu sampai hari ke-seribu untuk meletekkan kejingan
dikurannya.
Tradisi ritual setelah kematian tersebut sampai sekarang masih banyak dilakukan
masyarakat karena didorong oleh suatu sistem keyakinan dan kepercayaan yang kuat
terhadap sistem nilai dan adat istiadat yang sudah berjalan turun temurun, sehingga mereka
tidak berani melanggarnya. Bahkan seakan-akan tradisi tersebut tidak dipengaruhi oleh
adanya modernitas. Walaupun ada sebagian daerah yang sudah tidak berpegang pada tradisi
tersebut. Mereka tidak meninggalkannya, melainkan dengan mengganti ”isi” dari upacara
tersebut dengan ”wadah” yang sama, yaitu dengan tahlilan seperti yang sudah dikemukakan
di atas. Dari sisi lain sebagian masyarakat menganggap bahwa selamatan orang mati
tersebut merupakan bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. Rosulullah bersabda:
”Hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara yang diada-adakan, maka sesungguhnya tiap-
tiap yang diada-adakan itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi).
44
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, melalui beberapa
pemaparan di atas, yang dipraktikkan di desa Waiburak, maka penulis akan menyimpulkan
bahwa kepengurusan jenazah bisa di tinjau dari dua aspek yaitu sebagai berikut:
1. Hukum Adat
Prosesi kepengurusan jenazah yang dilakukan di desa Waiburak sudah
menjadi budaya yang tidakbisa di tinggal atau diubah lagi, karena merupakan
keyakinan dan warisan dari nenek moyang dan juga menjadi warisan kepada
generasi- generasi yang akan datang. Tradisi ini dianggap sakral dan tidak bisa
dihilangkan.
2. Hukum As-Sunnah (hadis)
Berdasarkan hadis Nabi, prosesi kepengurusan jenazah yang sudah
dipaparkan di atas, sangat bertentangan dengan hadis Nabi saw. Karena terlihat
sangat jelas bahwa tradisi yang dianut di desa Waiburak sangat membebani keluarga.
Dengan hal itu, Nabi menganjurkan meringankan beban bagi keluarga yang tinggal
dan dianjurkan para tetangga serta kerabat untuk turut bela sungkawa, baik secara materi
ataupun sejenis lainya, sehinggga dapat membantu bagi keluarga yang ditinggal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik sunnah Nabi (hadis) ataupun al-
Qur’an memerintahkan agar dapat tolong-menolong atau meringankan beban dalam
kebaikan umat manusia, bukan justru malah menanggung beban bagi saudara kita yang
lainnya, karena hal itu bertentangan dengan ajaran sayari’at yang di bawah oleh Nabi saw.
B. Saran-saran
Praktik prosesi kepengurusan jenazah di desa Waiburak merupakan suatu hukum
yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis. Untuk itu masyarakat harusnya berhati-hati
dalam melaksanakan suatu tindakan yang melanggar syariat Islam. Karena Nabi sendiri
menganjurkan kepada umatnya untuk meringankan beban keluarga yang ditinggal, bukan
yang bersifat mistis atau kepercayaan nenek moyang, akan tetapi berdasarkan petunjuk al-
Qur’an dan hadis.
45
Masyarakat hendaknya menyadari bahwa hukum adat adalah produk, manusia,
sedangkan hukum Allah adalah ketentuan yang berasal dari Allah, sehingga eksistensi
hukum adat tidak dijadikan sebagai pedoman dalam setiap penyelesaian semua
permasalahan
46
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Sayyed Hawwas dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Jakarta: PT Kalola
Printing.
Ahmad al-Qadhi Syekh Abdurahman bin, Kehidupan Senelum dan Sesudah kematian, di
Terjemahkan dari buku Daqaiquk Akhbar, Jakarta: PT Mat’at Syaraf, 2014.
Al-Juzairi Abdurrahman, Fiqih Empat Mazhab, Jakarta: PT Darul Ulum, 1996.
Mufid Achmad A.R, Risalah Kematian: merawat jenazah, tahlil, Tasawuf, Ta’ziyah dan
Ziarah Kubur, Jogjakarta: Total Media, 2007.
Muhammad Khawaja Islam: mati itu Spektakuler, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004
Mardani Dr., Hadis Ahkam, Jakarta PT Garatindo Persaja, 2012
Mukram Muhammad Ibn al-Afrîqî al-Mîsrî, Lisan al-‘Arâb
Mukhtashor Shahih Muslim
Nashiruddin Muhammad Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka As-
sunnah, 2010
Nurhadi, Pembinaan Penyelenggaraan Jenazah, P3N KUA Ciputat.
Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah 4 mazhab, Bandung: PT al-Ma’arif,1981.
Sadiliy Hasan, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoere, 1982
Sayyid Muhammad Ahmad al-Musayyar, buku pintar alam ghaib Jakarta: Zaman, 2009
Shihab M.Quraish, wawasan al-Qur’an: tafsir maudhu’i atas pelbagi persoalan umat,
Bandung: mizan, 1996.
Sulaiman H. Sulaiman Rasji, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994
Sumaji Muhammad Anis, 125 Masalah Thaharah,Solo, 2008.
Tim penyusun bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan: Balai Pustaka, 1998
Warson Ahmad Munawwir, kamus al-Munawwir, Surabaya: pustaka progressif, 1997
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Serang. Waibura,k 25 Juli 2016
Wawancara Pribadi dengan Abdullah Sengaji. Wawancara, 25 Juli 2016
47
Wawancara Pribadi dengan Kopo Rinto. Waiburak, 25 Juli 2016
Wawancara Pribadi dengan Rahman Sengaji. Waiburak, 26 Juli 2016
Wawancara Pribadi dengan Yasin Rahman. Waiburak, 27 Juli 2016
Zaini M. Zuhdi. Mengungkap Rahasia Kematian, Telaah Hadis-hadis Kematian, Jakarta:
al- Bihar, 2013.
Abdat, Abdul Hakim bin Amir, Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat
Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy. Penerbit
Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M