22

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2016

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

-ii-

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGINDERAAN JAUH 2016 27 Juli 2016 The Margo Hotel Depok, Indonesia Tema: Penguatan Kemandirian IPTEK dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mendukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Mitigasi Bencana Prosiding ini berisi makalah-makalah yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Penginderaan Jauh yang diselenggarakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional pada tanggal 27 Juli 2016 di The Margo Hotel, Depok - Indonesia. Prosiding dicetak pada November 2016. Mitra Bestari*):

1. Dr. Erna Sri Adiningsih, M.Si. (Ketua) 2. Ir. Mahdi Kartasasmita, MS, Ph.D. 3. Dr. Ir. Katmoko Ari Sambodo, M.Eng. 4. Dra. Ratih Dewanti, M.Sc. 5. Dr. Bidawi Hasyim, M.Si. 6. Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Eng. 7. Dr. Dra. Wikanti Asriningrum, M.Si. 8. Dr. Ety Parwati, M.Si. 9. Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si. 10. Dr. Ir. Indah Prasasti, M.Si. 11. Dr. Ir. Dede Dirgahayu Domiri, M.Si.

Dipublikasikan oleh: Panitia Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2016 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. LAPAN No 70 Pekayon, Pasar Rebo Jakarta 13710 Indonesia Telephone: 021-8710786, Fax: 021 8717715 Website: http://sinasinderaja.lapan.go.id ISBN : 978-979-1458-99-3 *) : Berdasarkan Surat Keputusan Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN No.216A Tahun 2016

-vii-

KATA PENGANTAR DEWAN PENYUNTING (KETUA MITRA BESTARI) Pada tanggal 27 Juli 2016 telah diselenggarakan Seminar Nasional Penginderaan Jauh (Sinas Inderaja) 2016 di The Margo Hotel, Depok, Indonesia, dengan tema “Penguatan Kemandirian IPTEK dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mendukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Mitigasi Bencana”. Tema ini melandasi Program Teknis Sinas Inderaja 2016 yaitu mendorong dan memperkuat kemampuan penelitian, pengembangan, dan kerekayasaan (litbangyasa) dalam bidang teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh untuk mencapai kemandirian dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan, khususnya kegiatan penginderaan jauh.

Penyelenggaraan kegiatan penginderaan jauh yang dimaksud meliputi perolehan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian, dan pemanfaatan data, serta diseminasi informasi. Kegiatan perolehan (akuisisi) data dengan menggunakan dan termasuk pengembangan serta pembangunan beberapa jenis sensor dan wahana pembawanya seperti satelit, pesawat terbang dan lain-lain untuk mengindera bumi. Pembangunan, pengembangan serta pengoperasian ruas (stasiun) bumi inderaja agar dapat melaksanakan fungsi menerima data di bumi. Kegiatan pengolahan data yang secara sederhana dapat dikategorikan dalam koreksi data, baik yang bersifat geometris maupun radiometris. Selain itu, pengolahan data mencakup pula pengenalan kelas atau pola-pola yang berbeda di bumi secara tepat, pendeteksian atau pengestimasian parameter geobiofisik dari data inderaja pada daerah yang luas pada waktu secara cepat dan berkesinambungan. Yang tidak kurang pentingnya adalah pengelolaan data dan informasi untuk didiseminasikan kepada pengguna secara cepat efektif dan efisien.

Perkembangan kegiatan penginderaan jauh, khususnya di LAPAN, tidak terlepas dari sejarahnya yang dimulai dengan tahap eksperimental sejak tahun 1978 dengan pengoperasian sistem penerima data satelit resolusi rendah dan dilanjutkan dengan pengoperasian stasiun bumi satelit resolusi menengah sejak tahun 1983. Kegiatan operasional dimulai sejak tahun 1993 setelah upgrading stasiun bumi dan penyediaan data satelit resolusi menengah, yang ditandai dengan kegiatan pelayanan data untuk pengguna yang semakin meningkat baik pada tingkat pusat maupun di daerah. Peningkatan layanan data dan informasi penginderaan jauh tidak terlepas dari peran dan kontribusinya dalam pengelolaan sumberdaya alam, perlindungan lingkungan yang berkelanjutan dan mitigasi bencana di Indonesia. Oleh sebab itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sensor, platform, baik satelit maupun pesawat terbang, serta akuisisi datanya melalui stasiun bumi menjadi landasan penting dalam pengembangan produk data dan sistem pengolahan data maupun pengelolaan data menuju ketersediaan dan aksesibilitas data yang handal bagi seluruh pengguna di Indonesia.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam kegiatan penginderaan jauh operasional untuk kondisi geografis Indonesia antara lain menyangkut kesinambungan dalam perolehan data, pengelolaan dan pengolahan data bervolume besar (big data management), serta produksi informasi geo-bio-fisik secara cepat dan akurat untuk berbagai aplikasi. Kemampuan data penginderaan jauh resolusi rendah yang memiliki temporal tinggi untuk pemantauan bencana dan lingkungan juga tidak kalah pentingnya dengan kemampuan data resolusi menengah dan tinggi untuk pemetaan sumberdaya alam serta perencanaan pembangunan. Kondisi alam di sebagian besar wilayah Indonesia dengan liputan awan tinggi juga membutuhkan solusi alternatif, baik dengan penggunaan data radar yang dikombinasikan dengan data optik maupun pengoperasian wahana pesawat terbang. Dengan demikian, tantangan bagi penelitian, pengembangan, dan kerekayasaan (litbangyasa) dalam penginderaan jauh adalah penguasaan IPTEK penginderaan jauh untuk mencapai kemandirian nasional sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan. Dengan latar belakang permasalahan tersebut, maka topik makalah yang dicakup dalam seminar ini meliputi hasil-hasil litbangyasa penginderaan jauh yang diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam operasionalisasi maupun implementasi dari Undang-Undang tersebut. Makalah yang diterima berupa hasil-hasil litbangyasa murni maupun ulasan mendalam (in depth review) di bidang teknologi sensor dan platform, stasiun bumi dan komunikasinya, sistem pengolahan dan pengelolaan data, serta informasi geobiofisik dan aplikasi penginderaan jauh di berbagai sektor.

-viii-

Kriteria dalam seleksi makalah yang dipresentasikan pada Sinas Inderaja 2016 dibangun berdasarkan pemikiran di atas yaitu dengan urutan dari bobot tertinggi adalah yang mengusulkan suatu metode baru atau adaptasi/modifikasi metodologi (relatif baru digunakan di Indonesia atau digunakan pada data jenis yang baru diperkenalkan Indonesia) yang sudah dikembangkan di luar negeri dan berdasarkan analisis ilmiah yang kuat agar dapat digunakan pada keadaan geografis Indonesia. Pada urutan kedua adalah kajian ilmiah (scientific critical review) yang mendalam dan rinci dan/atau membandingkan beberapa metodologi yang telah dikembangkan di luar negeri untuk pada akhirnya dapat diadaptasikan di Indonesia. Selanjutnya ketiga adalah validasi metode yang digunakan untuk mengetahui secara empiris dan eksperimental kualitas dari informasi keluarannya. Keempat adalah implementasi/aplikasi metodologi dimana implementasi/aplikasi metodologi ini telah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan urutan kriteria di atas maka telah dilakukan seleksi abstrak/makalah untuk dipresentasikan di Sinas Inderaja 2016, yang hasilnya sebagai berikut. Abstrak yang diterima oleh penyelenggara berjumlah 212 buah dan setelah seleksi jumlah makalah lengkap yang diterima adalah 141 buah. Dari jumlah makalah tersebut, sebanyak 51 makalah berasal dari LAPAN dan 90 makalah dari luar LAPAN antara lain KKP, KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian PUPR, Kementan, LIPI, BIG, BPPT, BMKG, BPS, UGM, UI, IPB, ITB, ITS, UIN, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Jambi, UNILA, UII, Institut Teknologi Padang, dan Bappeda Provinsi Provinsi Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa Sinas Inderaja mulai dikenal dan diminati oleh para peneliti, akademisi, dan pelaku dalam kegiatan penginderaan jauh. Dari keseluruhan makalah yang diterima dan diseleksi lebih lanjut, sebanyak 76 makalah dipresentasikan secara lisan (oral) dan 44 makalah dipresentasikan secara poster. Presentasi makalah secara lisan dibagi dalam lima kelompok utama, yaitu: Sesi Teknologi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh, Sesi Pengolahan Data Penginderaan Jauh, Sesi Deteksi Parameter Geo-bio-fisik, Sesi Aplikasi Penginderaan Jauh, serta Sesi Pengelolaan Data, Informasi, dan Diseminasi Penginderaan Jauh, yang kesemuanya telah dilaksanakan pada 27 Juli 2016 di The Margo Hotel, Depok. Sebanyak lima makalah yang dipresentasikan dalam seminar ini telah dipilih dan dianggap layak untuk diterbitkan di jurnal IJReSES, sehingga makalah tersebut tidak diterbitkan di dalam prosiding. Makalah yang diterbitkan dalam prosiding telah diperbaiki dengan mengakomodasi seluruh hasil diskusi dan tanya jawab, sedangkan substansi makalah tetap menjadi tanggung jawab penulis. Melalui semua usaha di atas, diharapkan tema Sinas Inderaja 2016 ini dapat dicapai sehingga penguasaan IPTEK dari segala aspek penyelenggaraan penginderaan jauh dapat memperkuat implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan dan menjadi bagian yang nyata dari kemandirian masyarakat, bangsa dan budaya Indonesia. Terima kasih atas partisipasi dan perhatiannya.

Jakarta, 19 Oktober 2016

Ketua Mitra Bestari Dr. Ir. Erna Sri Adiningsih, M.Si.

-xv-

DAFTAR ISI

Tim Penyusun Prosiding Sinas Inderaja 2016 …………………………………………………………………. iii

Tim Pelaksana Kegiatan Sinas Inderaja 2016 ……………………………………………………………......... iv

Kata Pengantar Dewan Penyunting Sinas Inderaja 2016 ……………………………………………………. vii

Kata Pengantar Dewan Redaktur Prosiding Sinas Inderaja 2016 ………………………………………......... ix

Sambutan Ketua Panitia Sinas Inderaja 2016 …………………………………………………………………. xi

Sambutan Kepala LAPAN …………………………………………………………………………………….. xiii

Daftar Isi Prosiding Sinas Inderaja 2016 …………………………………………………………………......... xv Topik 1: Teknologi Sensor dan Stasiun Bumi Penginderaan Jauh (9 Makalah) 1. OPTIMASI MATRIKS PENGUKURAN DALAM COMPRESSED SENSING DENGAN

MENGGUNAKAN METODE GRADIENT-BASED MINIMIZATION PADA DATA SYNTHETIC APERTURE RADAR Rahmat Arief, Dhika Pratama, dan Dodi Sudiana …………………………………………………....... 1

2.

STUDI PERBANDINGAN KUALITAS INFORMASI PENGINDERAAN JAUH UDARA BERDASARKAN SISTEM AKUISISI DATA MANUAL DAN AUTOPILOT PADA LAPAN SURVEILLANCE AIRCRAFT Galdita Aruba Chulafak dan Dony Kushardono .......………………………………………………....... 11

3.

RANCANG BANGUN AEROSONDE BERBASIS MULTIROTOR (QUADCOPTER) SEBAGAI ALAT PENGINDERAAN JAUH BERBASIS DRONE Muhammad Syamsudin dan Agus Tri Sutanto ……………………………………………………........ 22

4.

UJI COBA DAN ANALISIS PEMETAAN VEGETASI MENGGUNAKAN KAMERA SAKU MODIFIKASI NIR PADA WAHANA PESAWAT TERBANG TANPA AWAK (PTA) (STUDI KASUS: DESA SUMBERKER, KAB. BIAK) Daniel Sande Bona ................................................................................................................................... 43

5.

PERANCANGAN AWAL SISTEM STASIUN BUMI PENGINDERAAN JAUH UNTUK AKUISISI DAN PEREKAMAN DATA SATELIT JPSS-1 (JOINT POLAR SATELLITE SYSTEM) Muchammad Soleh, Agus Suprijanto, dan B. Pratiknyo Adi Mahatmanto ............................................. 51

6.

INTEGRASI ANTENA PENERIMA DATA SATELIT RESOLUSI RENDAH DI STASIUN BUMI PENGINDERAAN JAUH PAREPARE Agus Suprijanto, Nurmajid Setyasaputra, dan Sutan Takdir Ali Munawar ............................................. 63

7.

SISTEM OTOMATISASI PENGOLAHAN DATA SATELIT METOP-A DI STASIUN BUMI PENGINDERAAN JAUH PEKAYON JAKARTA LAPAN B. Pratiknyo Adi Mahatmanto, Andy Indradjad, Sugiyanto, dan Ayom Widipaminto ........................... 73

8.

OTOMATISASI SISTEM PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA 18/19 DAN METOP A/B DI STASIUN BUMI PENGINDERAAN JAUH PAREPARE Agus Suprijanto, Sutan Takdir Ali Munawar, dan Ardiansyah ............................................................... 81

9.

DESAIN SIMULASI ANTENA HORN CONICAL FREKUENSI 7.8 - 8.5 GHZ Bayu Sukarta, Arif Hidayat, Sutan Takdir Ali Munawar, dan Indri Pratiwi J ......................................... 92

Topik 2: Teknologi dan Koreksi Data Penginderaan Jauh (6 Makalah) 10. KOREKSI ATMOSFER CITRA SPOT-6 MENGGUNAKAN METODE MODTRAN 4

Liana Fibriawati ....................................................................................................................................... 98

-xvi-

11. KOREKSI RADIOMETRIK DATA CITRA LANDSAT MENGGUNAKAN SEMI AUTOMATIC CLASSIFICATION PLUGIN PADA SOFTWARE QGIS Ahmad Sutanto dan Arum Tjahjaningsih ................................................................................................

105 12.

PENERAPAN METODE MPCA PADA CITRA LANDSAT MENGGUNAKAN PCA PLUGIN PADA SOFTWARE QGIS Ahmad Sutanto dan Arum Tjahjaningsih ................................................................................................ 111

13.

PENGEMBANGAN NILAI KUALITAS RADIOMETRIK UNTUK CITRA LANDSAT-8 (FASE I: IDENTIFIKASI KABUT) Kustiyo dan Anis Kamilah Hayati ........................................................................................................... 124

14.

PENGEMBANGAN NILAI KUALITAS RADIOMETRIK UNTUK CITRA LANDSAT-8 (FASE I: IDENTIFIKASI AWAN DAN PENGHITUNGAN JARAK AWAN) Kustiyo, Randy Brahmantara, dan Wismu Sunarmodo ........................................................................... 133

15.

ORTOREKTIFIKASI CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE ORTOREKTIFIKASI Jali Octariady, Elyta Widyaningrum, dan Marda Khoiria Fajari ............................................................ 141

Topik 3: Pengolahan Data Penginderaan Jauh (16 Makalah) 16. PERBANDINGAN INDEKS SEDIMEN TERSUSPENSI UNTUK IDENTIFIKASI TOTAL

SUSPENDED SOLIDS (TSS) DI MUARA SUNGAI OPAK YOGYAKARTA Marindah Yulia Iswari ............................................................................................................................. 147

17.

IDENTIFIKASI DEBU VULKANIK MENGGUNAKAN METODE SPLIT WINDOWS DAN TVAP PADA CITRA SATELIT CUACA MTSAT DAN HIMAWARI-8 (STUDI KASUS: ERUPSI GUNUNG KELUD 13 FEBRUARI 2014 DAN GUNUNG RINJANI 31 OKTOBER-5 NOVEMBER 2015) Ilham Rosihan Fachturoni ....................................................................................................................... 155

18.

UJI SKEMA DUST RGB DAN ASH RGB UNTUK INFORMASI SEBARAN DEBU VULKANIS MENGGUNAKAN SATELIT HIMAWARI-8 (STUDI KASUS: ERUPSI GUNUNG BARUJARI 04 NOVEMBER 2015) Pande Putu Hadi Wiguna dan Kadek Setiya Wati .................................................................................. 163

19.

KOMPARASI KLASIFIKASI CITRA DIGITAL UNTUK PEMETAAN SPESIES MANGROVE DI TELUK BENOA, BALI MENGGUNAKAN CITRA WORLDVIEW-2 Erika Dwi Candra, dan Widyanissa Rahmayani ...................................................................................... 176

20.

KLASIFIKASI VEGETASI BERBASIS OBJEK PADA CITRA QUICKBIRD MENGGUNAKAN METODE NEAREST NEIGHBORS UNTUK MENGETAHUI AKURASI DENGAN TTA MASK (STUDI KASUS: SEKITAR KAWASAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGGUNG, SLEMAN) Fathurrofi Braharsyah Habibi .................................................................................................................. 186

21.

PEMETAAN TERUMBU KARANG DI INDONESIA: KOMPARASI 7 METODE KLASIFIKASI TERAWASI DAN PENGARUH LOKASI YANG BERBEDA Gathot Winarso, Masita Dwi Mandini Manessa, Syarif Budhiman, dan Ariyo Kanno ........................... 202

22.

METODE CLASSIFICATION AND TREE METHOD (CART) DAN GEOSTATISTIK UNTUK ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI SUB DAS RAWAN BANJIR CIHEULEUT- CILUAR Revi Hernina dan Arif Wicaksono ..........................................................................................................

211 23.

POLA SPEKTRAL BERBAGAI TIPE MUDVOLCANO MENGGUNAKAN ANALYTICAL SPECTRAL DEVICES Tri Muji Susantoro, Alia Saskia P., dan Ketut Wikantika .......................................................................

219

-xvii-

24. HASIL AWAL ANALISIS CITRA BERBASIS OBJEK PADA DATA TERRASAR-X POLARISASI GANDA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA FUZZY UNTUK DETEKSI FASE PERTUMBUHAN PADI Zylshal, Nurwita Mustika Sari, Galdita Aruba Chulafak, Randy Prima Brahmantara, dan Wolfgang Koppe .......................................................................................................................................................

227 25.

ANALISIS PENGARUH DEFORMASI MUKA TANAH TERHADAP PEMBANGUNAN DI DAERAH PESISIR DENGAN TEKNIK DIFFERENTIAL INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (DINSAR) (STUDI KASUS: PESISIR BANGKALAN, MADURA) Muhammad Irsyadi Firdaus, Joko Purnomo, Awalina Lukmana C. R., dan Mokhamad Nur Cahyadi .. 239

26.

STEREOKOMPILASI UNSUR RUPABUMI SKALA 1:25.000 MENGGUNAKAN DATA TERRASAR-X DAN CITRA SPOT-6 Danang Budi Susetyo, M. Fifik Syafiudin, dan Aji Putra Perdana ......................................................... 247

27.

PENERAPAN TEKNIK POLARIMETRIC INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (POLINSAR) UNTUK ESTIMASI CADANGAN KARBON HUTAN TROPIS INDONESIA MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR FULL-POLARIMETRIC Laode Muh. Golok Jaya, Ketut Wikantika, Katmoko Ari Sambodo, dan Armi Susandi ........................ 255

28.

RANCANG BANGUN SISTEM PENGOLAHAN DATA LIGHT DETECTION AND RANGING (LIDAR) AIRBONE LASER SCANNING UNTUK EKSTRAKSI DIGITAL TERAIN MODEL (DTM) STUDI KASUS KALIMANTAN TENGAH Kuncoro Adi Pradono dan Katmoko Ari Sambodo ................................................................................. 264

29.

PEMANFAATAN DATA RESOLUSI SANGAT TINGGI PLEIADES UNTUK IDENTIFIKASI SALURAN IRIGASI Udhi C. Nugroho dan Bambang Trisakti ................................................................................................. 272

30.

UJI AKURASI FOTO UDARA DENGAN MENGGUNAKAN DATA UAV PADA KAWASAN PADAT PEMUKIMAN PENDUDUK (STUDI KASUS: KAWASAN PADAT SAYIDAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) Anggara Setyabawana Putra, Edwin Maulana, Aries Dwi Wahyu Rahmadana, Theresia Retno Wulan, I Wayan Wisnu Yoga Mahendra, dan Mega Dharma Putra ........................................................ 278

31.

TEKNIK REKONSTRUKSI INFORMASI YANG HILANG UNTUK REFLEKTAN AQUA MODIS BAND 6 Andy Indradjad, Noriandini Dewi Salyasari, dan Rahmat Arief ............................................................. 288

Topik 4: Deteksi Parameter Geo-bio-fisik (17 Makalah) 32. ESTIMASI PERHITUNGAN LUAS DAERAH DI PULAU-PULAU KECIL MENGGUNAKAN

DATA CITRA SATELIT LANDSAT 8 STUDI KASUS: PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Kuncoro Teguh Setiawan, Nanin Anggraini, dan Anneke Karinda Sherly Manoppo ............................ 294

33.

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK MENGESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SPLIT WINDOW (STUDI KASUS: KABUPATEN BANTUL) Ilham Guntara ..........................................................................................................................................

301 34.

ANALISIS PERUBAHAN NILAI INDEKS KERAPATAN VEGETASI KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CI LIWUNG Adib Ahmad Kurnia, Satrio Fatturahman, dan Dariin Firda .................................................................. 310

35.

PENDUGAAN EVAPORASI BERDASARKAN KONSEP NERACA ENERGI MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 (STUDI KASUS: KABUPATEN KARAWANG) Aryo Adhi Condro ................................................................................................................................... 318

36.

PERBANDINGAN NILAI SPEKTRAL BERBAGAI METODE RESAMPLING PADA PADA PROSES PEMBUATAN PRIMARY PRODUCT SPOT 6/7 Ferman Setia Nugroho dan Sanjiwana Arjasakusuma ............................................................................. 328

-xviii-

37. IDENTIFIKASI LAHAN TERBUKA TAMBANG MENGGUNAKAN METODE VEGETATION INDEX DIFFERENCING STUDI KASUS: TAMBANG EMAS GEUMPANG, ACEH Ahmad Sutanto dan Arum Tjahjaningsih ................................................................................................ 334

38.

PENGARUH KETELITIAN DEM TERHADAP KETELITIAN CITRA TERORTOREKTIFIKASI PADA PERMUKAAN DATAR DAN MIRING (STUDI KASUS: KOTA SURABAYA DAN KOTA TASIKMALAYA) Jali Octariady, Elyta Widyaningrum, dan Maundri Prihanggo ................................................................ 346

39.

PEMANFAATAN DATA SENTINEL-1 UNTUK ANALISIS TUMPAHAN MINYAK SECARA MULTI-TEMPORAL DI PERAIRAN UTARA JAWA TIMUR Hamdi Eko Putranto, Maryani Hartuti, Rosita A.E. Putri, Siti Gora K.R. Putri, dan Retno A. Pratiwi .. 354

40.

METODE EXTRACT MULTI VALUE POINT UNTUK PEMANTAUAN ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT TAHUNAN Ummu Kultsum ........................................................................................................................................ 362

41.

STUDI PENGUKURAN GELOMBANG SAMUDERA DARI CITRA SAR A. Sulaiman dan Agustan ........................................................................................................................ 368

42.

VALIDASI ESTIMASI BERBAGAI SKALA WAKTU CURAH HUJAN PRODUK SATELIT UNTUK TOPOGRAFI YANG BERAGAM DI PROVINSI KALIMANTAN UTARA Abdurahman, dan Amsari Mudzakir Setiawan ........................................................................................ 373

43.

MENDETEKSI MCS MENGGUNAKAN DATA LIGHTNING DETECTOR DAN CITRA SATELIT (STUDI KASUS: MCS DI DAERAH BALI TANGGAL 9-10 MARET 2015) I Putu Dedy Pratama dan Pande Komang Gede Arta Negara .................................................................. 382

44.

IDENTIFIKASI SISTEM MESOSCALE CONVECTIVE COMPLEXES PEMICU HUJAN LEBAT JABODETABEK MENGGUNAKAN DATA SATELIT Danang Eko Nuryanto, Hidayat Pawitan, Rahmat Hidayat, dan Edvin Aldrian ..................................... 388

45.

IDENTIFIKASI AWAN DEBU VULKANIK MENGGUNAKAN RADAR CUACA (STUDI KASUS LETUSAN GUNUNG BROMO 5 JANUARI 2016) Teguh Setyawan ....................................................................................................................................... 397

46.

PEMANFAATAN SATELIT (HIMAWARI-8) UNTUK MENDITEKSI SEBARAN ASAP (SMOKE) PADA WILAYAH MALUKU (STUDI KASUS: 21 OKTOBER 2015) Rion Suaib Salman dan Ayufitriya .......................................................................................................... 404

47.

ANALISIS KONDISI ATMOSFER DI BENUA MARITIM INDONESIA MENGGUNAKAN JRA-55 Kadarsah .................................................................................................................................................. 409

48.

KLASIFIKASI INTENSITAS HUJAN DARI DATA HIMAWARI-8 MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) Raafi'i Darojat Triyoga dan Agie Wandala .............................................................................................. 417

Topik 5: Pengelolaan Data, Informasi dan Diseminasi Penginderaan Jauh (11 Makalah)

49. ANALISIS KESESUAIAN PELAYANAN DATA PENGINDERAAN JAUH TERHADAP

KEBUTUHAN PENGGUNA Andie Setiyoko, Riyan Mahendra Saputra, Abdul Asyiri, Ngadino, Wiji, Gusti Darma Yudha, dan Destri Yanti Hutapea ............................................................................................................................... 424

50. ANALISIS DISTRIBUSI PENGGUNA DATA PENGINDERAAN JAUH DARI PERGURUAN

TINGGI NEGERI PERIODE JANUARI 2015 - APRIL 2016 Viradhea Gita Rista Laksawana, Devy Monica, dan Syaiful Muflichin Purnama .................................. 431

-xix-

51. KAJIAN AWAL PUSAT DATA PENGINDERAAN JAUH MASA DEPAN DI INDONESIA: REVIEW RANCANGAN SISTEM LAPAN SIMAC DAN IMPLEMENTASINYA Erna Sri Adiningsih, Andie Setiyoko, Riyan Mahendra Saputra, Gusti Darma Yudha, Ogi Gumelar, Yayat Hidayat, Destri Yanti Hutapea, Anis Kamilah Hayati, dan Rahmat Rizkiyanto ...........................

437 52.

PENGEMBANGAN MODUL PENGELOLAAN DATA CITRA INDERAJA DALAM SISTEM BANK DATA PENGINDERAAN JAUH NASIONAL (BDPJN) Riyan Mahendra Saputra, Rahmat Rizkiyanto, dan Yayat Hidayat ......................................................... 443

53.

STRATEGI PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN PERTANAHAN Hadi Arnowo ............................................................................................................................................ 452

54.

KAJIAN POTENSI DATA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI UNTUK PERENCANAAN TATA RUANG KOTA Samsul Arifin, Dipo Yudhatama, dan Mukhoriyah ................................................................................. 460

55.

STRUKTUR GEOTIFF UNTUK MEDIA PENYIMPANAN CITRA PENGINDERAAN JAUH Ogi Gumelar, Riyan Mahendra Saputra, Gusti Darma Yudha, dan Destri Yanti Hutapea ...................... 470

56.

SISTEM PENGOLAHAN DAN KATALOGISASI DATA WORLDVIEW-2 Randy Prima Brahmantara dan Kustiyo .................................................................................................. 485

57.

RANCANG BANGUN SISTEM PENGELOLAAN DATA BACKUP PADA SERVER PENGOLAHAN DATA MODIS Hasna Apriliyah, Widya Eka Prativi, Kurnia Robiansyah, dan Muhammad Faisal Kahfi ...................... 492

58.

ANALISIS PEMANFAATAN TEKNOLOGI DATA STORAGE DALAM MENDUKUNG KETERSEDIAAAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA (STUDI KASUS: DATA STORAGE DI LINGKUNGAN SATUAN KERJA PUSFATJA LAPAN) Muhammad Priyatna, Muhammad Rokhis Khomarudin , Winanto, Noer Syamsu, Rossi Hamzah, Rahmadi, Muhammad Bayu, dan Muhammad Nur Satrio Wibowo ........................................................ 500

59.

PENGELOLAAN DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI BIG DATA HADOOP B. M. Riyanto Subowo, dan Iskandar Effendy .......................................................................................

515

Topik 6: Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Wilayah Darat (6 Makalah) 60. PEMANTAUAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MENGGUNAKAN

DATA SPOT 6 Mukhoriyah, Dipo Yudhatama, dan Rizki Putri Aprili ........................................................................... 528

61.

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DALAM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN. KASUS PEMETAAN LAHAN DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN, SUMATERA BARAT Widia Siska dan Via Yulianti ..................................................................................................................

536 62.

VERIFIKASI MODEL FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI BERBASIS CITRA MODIS MENGGUNAKAN ANALISIS CITRA LANDSAT MULTIWAKTU (STUDI KASUS PULAU LOMBOK) Johannes Manalu dan I Made Parsa ......................................................................................................... 549

63.

IDENTIFIKASI FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI DARI DATA CITRA LANDSAT-8 MENGGUNAKAN PARAMETER NORMALIZE DIFFERENCE VEGETATION INDEX R. Johannes Manalu dan Nana Suwargana .............................................................................................. 558

64.

PEMANFAATAN DATA RESOLUSI SPASIAL SANGAT TINGGI PLEIADES UNTUK IDENTIFIKASI VEGETASI DAN KERAPATANNYA Bambang Trisakti ..................................................................................................................................... 569

-xx-

65. PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI UNTUK PEMETAAN KERAPATAN DAN BIOMASSA ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) (STUDI KASUS: RAWA PENING KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG) Agil Rizki Tidar, Prima Dinta Rahma Syam, dan Pramaditya Wicaksono .............................................

578

Topik 7: Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut (15 Makalah) 66. IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR TELUK SALEH, KABUPATEN

SUMBAWA TAHUN 2004-2014 Yulius dan Ardiansyah ............................................................................................................................. 586

67.

ANALISIS PERUBAHAN SEBARAN DAN LUASAN MANGROVE DI TELUK GILIMANUK, TAMAN NASIONAL BALI BARAT PADA TAHUN 2006, 2011, DAN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT SPOT 4 DAN SPOT 6 Mafazi Rachman, Bambang Semedi, Dhira K. Saputra, dan Kuncoro Teguh Setiawan ......................... 596

68.

PEMANFAATAN DATA RADAR SENTINEL 1 UNTUK PEMETAAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR Emiyati, Anneke KS Manoppo, dan Maryani Hartuti ............................................................................. 608

69.

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PREDIKSI SEBARAN SALINITAS LAGUNA SEGARA ANAKAN Anang Dwi Purwanto dan Erwin Riyanto Ardli ..................................................................................... 617

70.

PENDUGAAN INTRUSI AIR ASIN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI MUARA SUNGAI JAJAR, KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH Vina Nurul Husna .................................................................................................................................... 623

71.

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI LAMUN DI PERAIRAN PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Kuncoro Teguh Setiawan, Yennie Marini, dan Yuke Constina .............................................................. 633

72.

PEMETAAN HABITAT DASAR TERUMBU KARANG MENGGUNAKAN CITRA SPOT-6 DENGAN PERBANDINGAN METODE KOREKSI KOLOM AIR LYZENGA DAN KOREKSI ATMOSFERIK DI PULAU MENJANGAN, TAMAN NASIONAL BALI BARAT Netro Handaru, Bambang Semedi, Kuncoro Teguh Setiawan, dan M.A. Zainul Fuad ........................... 640

73.

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT AIR BAHANG PLTU TANJUNG JATI B DI PERAIRAN JEPARA DARI DATA LANDSAT 8 MENGGUNAKAN ALGORITMA SPLIT WINDOW Maryani Hartuti, Anneke K. S. Manoppo, dan Emiyati ..........................................................................

651 74.

KAJIAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI SADENG YOGYAKARTA BERDASARKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI Isna Uswatun Khasanah, Leni S. Heliani, dan Abdul Basith .................................................................. 657

75.

PEMANFAATAN DATA SATELIT ALTIMETRI SEBAGAI INDIKATOR FENOMENA GLOBAL Sartono Marpaung, Rossi Hamzah, Yennie Marini, Anneke K.S. Manoppo, dan Nanin Anggraini ….. 666

76.

PENGARUH MONSUN TERHADAP VARIABILITAS TEMPERATUR MUKA LAUT DAN KLOROFIL-A DI LAUT SELATAN JAWA BERBASIS DATA MODEL DAN SATELIT Dadang Subarna ....................................................................................................................................... 675

77.

ANALISIS TINGGI GELOMBANG SIGNIFIKAN DI PERAIRAN LAUT INDONESIA SAAT MUSIM HUJAN DAN KEMARAU Sartono Marpaung .................................................................................................................................... 684

78.

DISTRIBUSI SEBARAN KAPAL IKAN DAN KAITANNYA DENGAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN BERDASARKAN CITRA SATELIT DI WPP-NRI 711 Amandangi Wahyuning H, Komang Iwan Suniada, Eko Susilo, dan Aldino Jusach Saputra................. 691

-xxi-

79. VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT, KLOROFIL-A DAN NPP PADA LOKASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN (STUDI KASUS : WPP 714, 716 DAN 718) Rizki Hanintyo, Aldino Jusach, Fikrul Islamy, R M Putra Mahardhika, dan Sri Hadianti .....................

700

80. APLIKASI CITRA NOAA UNTUK PENDUGAAN POTENSI TITIK SEBARAN IKAN STUDI KASUS: PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TEGALSARI KOTA TEGAL, JAWA TENGAH Dwi Sri Wahyuningsih, Theresia Retno Wulan, Farid Ibrahim, Edwin Maulana ................................... 709

Topik 8: Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Lingkungan dan Mitigasi Bencana (13 Makalah) 81.

PEMETAAN RISIKO BENCANA DI KOTA BOGOR TAHUN 2015 (BENCANA BANJIR, TANAH LONGSOR, KEBAKARAN, DAN ANGIN PUTING BELIUNG Dwi Santy Ratnasari, dan Puspa Kusumawardani ................................................................................... 720

82.

PEMANFAATAN DATA FOTOGRAMETRI-BERBASIS-DRONE UNTUK MITIGASI BENCANA TSUNAMI (STUDI KASUS: PAINAN, KAB. PESISIR SELATAN, SUMATERA BARAT) Pandu Adi Minarno, Haunan Afif, Mamay Surmayadi, Akhmad Solikhin, dan Juanda ......................... 732

83.

APLIKASI PENERAPAN ALGORTIMA NUNOHIRO UNTUK MENDETEKSI AREA TERBAKAR DI WILAYAH KALIMANTAN BARAT Mirzha Hanifah Lailan Syaufina, dan Indah Prasasti ..............................................................................

745 84.

TEKNOLOGI UAS DAN TEKNIK FOTOGRAMETRI DALAM EVALUASI MATERIAL VULKANIK PASKA ERUPSI KELUD 13 FEBRUARI 2014 Heriwaseso, A. Diefenbach, N.A. Afatia, Weningsulistri, C.M. Firmansyah, dan Y. Kristiawan ..........

752 85.

PEMANFAATAN DATA MULTI KANAL SATELIT CUACA HIMAWARI 8 DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA TEKNIK RGB UNTUK MENDETEKSI DEBU VULKANIK (STUDI KASUS: LETUSAN GUNUNG BROMO PADA BULAN JANUARI 2016) Bony Septian Pandjaitan, Asri Susilowati, dan Andersen Panjaitan …………………………………...

763 86.

APLIKASI PENILAIAN RISIKO TERHADAP MANUSIA DIKARENAKAN BENCANA GUNUNG BERAPI BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH Arliandy Pratama Arbad, Muhammad Syarief Basalamah, dan Achmad Ardy ..................................... 776

87.

ANALISIS BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SATAID (STUDI KASUS: BANJIR ENDE, 31 JANUARI 2016) Anggi Dewita dan Khafid Dwicahyo ....................................................................................................... 781

88.

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI BANJIR DI PULAU BANGKA Nur Setiawan ............................................................................................................................................ 789

89.

PEMANFAATAN DATA CITRA MODIS NRT UNTUK ANALISIS KEJADIAN BANJIR DI PULAU JAWA BAGIAN BARAT (STUDI KASUS: MARET 2016) Shailla Rustiana, Sinta Berliana Sipayung, Adi Witono, dan Eddy Hermawan ...................................... 794

90.

ANALISIS KONDISI HUJAN UNTUK KEJADIAN BANJIR DI BANDUNG DAN SEKITARNYA PADA TANGGAL 12 MARET 2016 BERDASARKAN DATA GFMS DAN RADAR SPHS Sartika dan Ginaldi Ari Nugroho ............................................................................................................. 803

91.

PEMANFAATAN DATA CHIRPS DALAM MENGINVESTIGASI KEMUNGKINAN TERJADINYA DAMPAK LA-NINA DI PULAU JAWA SETELAH PERTENGAHAN 2016 (STUDI KASUS: MALANG) Eddy Hermawan, Adi Witono, Sinta Berlianan Sipayung, dan Shailla Rustiana .................................... 811

-xxii-

92. APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENENTUAN TITIK LOKASI VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT MENULAR (STUDI KASUS: NYAMUK, TIKUS DAN KELELAWAR) Samsul Arifin, Ita Carolita, Tatik Kartika, Nanik Suryo, Sri Harini, dan Ristiyanto .............................

822 93.

PEMETAAN ENDAPAN PIROKLASTIK MERAPI TAHUN 2010 MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI SPASIAL TINGGI DAN DATA SYNTHETIC APERTURE RADAR (SAR) Akhmad Solikhin, Virginie Pinel, Jean-Claude Thouret, dan Zeineb Kassouk ....................................... 828

Topik 9: Aplikasi Penginderaan Jauh Atmosfer (20 Makalah) 94. ANALISIS PROFIL VERTIKAL CO DI INDONESIA BERBASIS DATA SATELIT AQUA-AIRS

Ninong Komala dan Novita Ambarsari ................................................................................................... 840 95.

PEMANFAATAN CITRA VIIRS DAN ANALISIS SPASIAL UNTUK PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN WISATA ASTRONOMIS Mousafi Dimas Afrizal, Ruwanda Prasetya, Febrina Ramadhani Yusuf, Wahyu Nurbandi, dan Muhammad Kamal .................................................................................................................................. 846

96.

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL CO DAN OZON DI TROPOSFER ATAS DI INDONESIA BERBASIS SATELIT AQUA/AIRS Novita Ambarsari dan Ninong Komala ...................................................................................................

856 97.

ANALISIS KETEBALAN LAPISAN BATAS ATMOSFER MENGGUNAKAN RADAR DOPPLER DI DAERAH MERAUKE DAN SEKITARNYA Teguh Setyawan, Dhita Rahmawati, dan Rodhi Janu Aldilla Putri ......................................................... 866

98.

INTERPRETASI POTENSI CURAH HUJAN DARI AWAN KONVEKTIF DENGAN MENGGUNAKAN RADAR DOPPLER DAN SATELIT MTSAT (STUDI KASUS PUTING BELIUNG DI KABUPTEN BANGLI, BALI TANGGAL 10 MARET 2015) I Gusti Ayu Putu Putri Astiduari dan Maria Budiarti .............................................................................

873 99.

PEMANFAATAN RADAR CUACA UNTUK IDENTIFIKASI SQUALL LINE (STUDI KASUS TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA 17 JULI 2014) Muhammad Hermansyah ......................................................................................................................... 882

100.

ANALISIS PERBANDINGAN ESTIMASI CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SATELIT DAN RADAR DI WILAYAH BANDAR LAMPUNG Achmad Raflie Pahlevi dan Raaina Farah Nur Annisa ............................................................................ 890

101. ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DENGAN MENGGUNAKAN RADAR CUACA (STUDI

KASUS: MONTONG GADING, TANGGAL 16 FEBRUARI 2016) Maria Carine P.A.D.V, Selvy Yolanda, dan Clara Avila Dea ................................................................. 897

102.

PERFORMA ESTIMASI CURAH HUJAN BULANAN DI INDONESIA BERDASARKAN DATA CHIRPS, GPCC DAN PROYEKSI CMIP5 (STUDI KASUS: POLA HUJAN MONSUNAL, EKUATORIAL DAN LOKAL) Nur Siti Zulaichah, dan Amsari Mudzakir Setiawan .............................................................................. 903

103.

PENGAMATAN KARAKTERISTIK KEJADIAN HUJAN LEBAT DENGAN MENGGUNAKAN DATA RADAR CUACA C-BAND Kadek Setiya Wati dan Pande Putu Hadi Wiguna ................................................................................... 912

104.

PEMANFAATAN DATA SATELIT UNTUK ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI BANDUNG (STUDI KASUS TANGGAL 12 MARET 2016) Clara Avila Dea Permata, Annisa Nazmi Azzahra, dan Annisa Fauziah ................................................ 919

105.

IDENTIFIKASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM (MCS) MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT HIMAWARI-8 DAN MODEL WRF-ARW (STUDI KASUS : HUJAN LEBAT 21 MARET 2016 DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA) Rodhi Janu Aldilla Putri dan Adityo Mega Anggoro .............................................................................. 926

-xxiii-

106. OPTIMALISASI PENINJAUAN LOKASI PUSAT AWAN CB DAN PERLUASAN LANDASAN CB BERDASARKAN HASIL PANTAUAN SATELIT HIMAWARI -8, STUDI KASUS: CURAH HUJAN KONVEKTIF TINGGI TANGGAL 3APRIL 2016 DI SEMARANG Anistia Malinda Hidayat ..........................................................................................................................

932 107.

IDENTIFIKASI KEJADIAN ASAP (SMOKE) DI BANDARA RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG (STUDI KASUS : TANGGAL 24 OKTOBER 2015) Rizal Hidayat dan Intan Prayuda Wulandari ...........................................................................................

940 108.

SISTEM PEMBENTUKAN AWAN PADA KEJADIAN HUJAN EKSTREM DI WILAYAH SINTANG DALAM PERIODE MONSUN AUSTRALIA MENGGUNAKAN SATELIT MTSAT-2 Achmad Rifani dan Agie Wandala .......................................................................................................... 946

109.

KAJIAN KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN PUTING BELIUNG JUANDA-SURABAYA, 4 FEBRUARI 2016 Nanda Alfuadi dan Cindy Selly S.D. .......................................................................................................

955 110.

ANALISIS KONDISI ATMOSFER UNTUK PREKURSOR PUTING BELIUNG (STUDI KASUS TANGGAL 26 FEBRUARI 2013 DI KEDIRI - LOMBOK BARAT) Annisa Fauziah dan Bastian Andarino .................................................................................................... 962

111.

DAPATKAH SIKLON TROPIS PICU PENINGKATAN KONSENTRASI KLOROFIL-A? (STUDI KASUS: SIKLON TROPIS LAM) Eko Susilo dan Sri Hadianti .....................................................................................................................

972 112.

THERMAL FRONT PADA MUSIM TIMUR DI LAUT SAWU TAHUN 2015 BERDASARKAN CITRA SATELIT AQUA-TERRA MODIS LEVEL 2 Riski Hanintyo, Fikrul Islamy, Sri Hadianti, Aldino Jusach , dan R.M. Putra Mahardhika .................... 981

113.

IDENTIFIKASI AWAN CUMULONIMBUS DENGAN CITRA RADAR CUACA SAAT HUJAN LEBAT DI JAKARTA (STUDI KASUS TANGGAL 20 APRIL 2016) Rahmatia Dewi Ariyanti, Dian Asmarani, Umi Sa’adah, dan Muclishin Pramono Guntur Waseso …... 988

Lampiran 1. Jadwal Acara Sinas Inderaja 2016 ……………………………………………….......................... 998

Lampiran 2. Daftar Peserta Sinas Inderaja 2016 ………………………………………………......................... 1007

Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

-972-

Dapatkah Siklon Tropis Picu Peningkatan Konsentrasi Klorofil-a?

(Studi Kasus: Siklon Tropis LAM)

Could The Tropical Cyclone Trigger Chlorophyll-a Enrichment? (Case Study: Tropical Cyclone LAM)

Eko Susilo1*) dan Sri Hadianti1

1Balai Penelitian dan Observasi Laut - KKP Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali, 82251

*)E-mail: [email protected] ABSTRAK - Dampak siklon tropis sangat dirasakan pada daerah pesisir dan daratan baik berupa peningkatan curah hujan, banjir hingga kerusakan infrastruktur. Namun pada wilayah perairan, siklon tropis dapat memicu peningkatan konsentrasi klorofil-a. Fenomena ini terekam jelas pasca siklon tropis LAM (TCL) yang terjadi di perairan utara Australia. pada pertengahan bulan Februari 2015. Analisis variasi suhu permukaan laut (SPL, MODIS) dan konsentrasi klorofil-a (Chl-a, VIIRS) dilakukan pada lintasan siklon dan pesisir selatan Papua. Hasil analisis citra satelit menunjukkan daerah yang dilalui oleh TCL mengalami penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi Chl-a. Penurunan SPL tertinggi (2.1°C) terjadi pada area terbentuknya siklon kategori 2 dalam kurun waktu 2-3 hari pasca TCL. Sedagkan peningkatan konsentrasi Chl-a terbesar hingga 3 kali lipat terjadi pada area terbentuknya siklon dan kategori siklon 1 (1.22 mg/m3). Namun masing-masing area menunjukkan respon dan jeda waktu yang berbeda. Jeda waktu peningkatan Chl-a bervariasi dari beberapa hari di sekitar lintasan siklon hingga selang 1 minggu di selatan P. Papua pasca siklon. Perbedaan respon ini dimungkinkan berkaitan dengan fase pembentukan siklon, masukkan nutrien dari daratan, dan intensitas upwelling. Kata kunci:siklon tropis LAM, konsentrasi klorofil-a, Laut Arafura ABSTRACT -The impact of the tropical cyclones strongly face in the coastal and inland areas i.e increased rainfall, flood, and infrastructure damaged. But in the ocean, the tropical cyclones can trigger chlorophyll-a concentration enhrichment. Tropical Cyclone Lam (TCL) in 2015 passed on mid-February 2015 in Australia's Northern Territory showed this phenomenon clearly. The sea surface temperature (SST, MODIS) and chlorophyll-a concentration (Chl-a, VIIRS) analysis were done in the TCL footprint and the coastal area southernpart of Papua. The satellite imagery showing the SST decreased and Chl-a increased along the TCL footprint. The highest SST decrease occured in the area of TCL category 2 within 2-3 days. The Chl-a concentration increase up to 3-times occured in the area of initial emergence of TCL and category 1 (1:22 mg / m3). However, each area has different response and time-lag. Variying from a few days around the TCL foorprint up to 1 week in the southernpart Papua. This variation due to the phase formation of the cyclone itself, the nutrients run-off from the inland, and the upwelling intensity. Keywords: tropical cyclone LAM, chlorophyll-a concentration, Arafura Sea

1. PENDAHULUAN Siklon tropis merupakan bentuk gangguan cuaca ekstrim yang diawali oleh munculnya pusat tekanan

rendah di atas lautan. Proses ini selanjutnya dapat memicu terjadinya proses konveksi dan pembentukan awan secara intensif. Ciri utama siklon tropis berupa peningkatan intensitas curah hujan dan angin kencang yang bersifat merusak (destruktif). Walaupun Indonesia bukan merupakan daerah pembentukan siklon tropis, kondisi cuaca Indonesia sering mendapatkan imbas dari kejadian siklon tropis. Kejadian siklon tropis 17S, Ivan, dan Hondo pada tahun 2008 telah memicu terjadinya gelombang tinggi dan angin kencang (puting beliung) di sepanjang Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (Suryantoro, 2008). Dampak curah hujan yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan akibat dari ekor siklon atau pemencaran awan pada tahap pembentukan siklon. Intensitas hujan berbanding lurus dengan kekuatan siklon tropis (Widiani, 2012).Siklon tropis juga dapat mempengaruhi kondisi cuaca baik pada area yang menjadi lintasan siklon maupun daerah di sekitarnya (Haryani dan Zubaidah, 2012).

Namun demikian siklon tropis yang terjadi di perairan pesisir atau laut lepas memungkinkan terbentuknya daerah yang subur. Siklon tropis Kai-Tak yang terjadi pada tahun 2000 menyebabkan peningkatan konsentrasi klorofil-a hingga 30 kali lipat (Lin dkk, 2003). Peningkatan konsentrasi klorofil-a dapat terjadi

Dapatkah Siklon Tropis Picu Peningkatan Konsentrasi Klorofil-a? (Studi Kasus: Siklon Tropis LAM) (Susilo, E.., dkk.)

-973-

baik pada daerah pesisir maupun di sepanjang lintasan siklon. Umumnya peningkatan kesuburan di pesisir lebih tinggi di bandingkan di lepas pantai. Siklon Nuri mendorong peningkatan kesuburan perairan di wilayah pesisir (konsentrasi klorofil-a >1.5 mg/m3) dan di perairan lepas pantai (konsentrasi klorofil-a >0.5 mg/m3) (Zhao dkk, 2009). Siklon tropis tidak hanya menyebabkan perubahan kesuburan permukaan, tetapi juga pada lapisan termoklin. Pasca siklon Ivan tahun 2004, teridentifikasi adanya masssa air dingin (penurunan suhu sebesar 3–7°C) dan perubahan lapisan isothemal (50 – 65 m) di Teluk Meksiko (Walker, dkk, 2005). Hal yang sama terjadi pasca siklon Nuri tahun 2000. Peningkatan konsentrasi klorofil-a hingga 5 kali lebih tinggi dari tingkat normal terukur pada kedalaman 50 meter. Durasi kesuburan perairan di lapisan sub-surface lebih lama dibandingkan pada lapisan permukaan. Peningkatan klorofil-a terjadi pada hari ke-2 dan berlangsung hingga satu minggu, sedangkan pada lapisan sub-layer bisa berlangsung hingga tiga minggu (Ye dkk, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi perairan Laut Arafura dan sekitarnya pasca terjadinya siklon tropis LAM. Siklon tropis yang terjadi pada pertengahan Februari 2015 ini tercatat sebagai yang terkuat sejak kejadian siklon tropis Monica tahun 2006 yang melanda wilayah laut Australia bagian Utara. Biro Meteorologi Australia (BOM) menetapkan kejadian siklon tropis LAMdalam kategori 4 atau kategori 2 (skala US Saffir-Simpson). Siklon tropis LAM mencapai kecepatan angin maksimum sekitar 185 km/jam. Intensitas hujan meningkat cukup tinggi hingga mencapai 110–260 mm.Selam kurun waktu 11 hari sejak terbentuknya siklon, Biro Meteorologi Australia secara reguler telah mengeluarkan sejumlah data prediksi, peringatan cuaca, dan peringatan banjir (BOM, 2015). Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan siklon tropis LAM mengakibatkan hujan intensitas sedang – lebat di wilayah Maluku Selatan dan gelombang tinggi (~2 meter) di perairan Kepuluan Aru dan selatan Papua.

2. METODE 2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di sepanjang lintasan siklon tropis LAM (selanjutnya disingkat TCL) dan perairan Laut Arafura (Gambar 1). Analisis pengaruh siklon tropis terhadap kondisi perairan dilakukan pada 3 area utama sepanjang lintasan TCL yaitu daerah awal munculnya siklon (A1), daerah awal siklon kategori 1 (A2), dan daerah siklon kategori 2 (A3).Selain itu analisis perubahan kondisi osenografi juga dilakukan di area yang dimungkinkan terkena dampak TCL yaitu di perairanLaut Arafura selatan Pulau Papua (A4).

Gambar 1. Lintasandan karakteristik siklon tropis LAM (TCL). Kecepatan angin dalam satuan knot (1 knot = 0,514

m/s) dan waktu dalam Coordinated Universal Time (UTC).

2.2. Data Siklon Tropis LAM Data lintasan TCLyang digunakan pada penelitian ini bersumber dari Joint Typhoon Warning Center

(JTWC). Informasi perkembangan siklon diperbaharui setiap 6 jam yang meliputi posisi, kecepatan angin, dan kategori siklon. Kategorisasi siklon yang digunakan dalam pembahasan selanjutnya didasarkan pada skala US Saffir-Simpson. Data ini dapat diakses melalui layanan website Unisys Weather (http://weather.unisys.com/hurricane/s_pacific/2015/).

Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

-974-

2.3. Data Satelit

Analisis perubahan kondisi meteorologi dan oseanogrfi baik sebelum dan sesudah terjadinya TCL dilalukan berdasarkan data pencitraan satelit. Adapun parameter yang diamati meliputi arah dan kecepatan angin, SPL, dan konsentrasi Chl-a.

Data angin diperoleh dari sensor Advanced Scatterometer (ASCAT) pada satelit METOP. Data yangdiukur pada ketinggian 10 meter dari permukaan laut ini memiliki resolusi grid sebesar 0.25° x 0.25°. Data tersebut diperoleh secara online melalui website ERDDAP server (http://coastwatch.pfeg.noaa.gov/erddap/) dalam format ncdf. Selanjutnya nilai kecepatan dan arah angin dihitung menggunakan persamaan berikut:

= + ..................................................................................................................................... (1)

= 90 − ∗ 2 ......................................................................................................... (2)

Sebaran spasial dan variasi temporal SPL dan konsetrasi Chl-a berdasarkan rerata 5 harian. Hal ini

dilakukan karena data harian SPL dan konsentrasi Chl-a tidak tersedia akibat tingginya tutupan awan pada area lintasan siklon. Nilai SPL merupakan komposit sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Aqua/Terra dan sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) pada satelit Metop-A/Metop-B. Sedangkan konsentrasi Chl-a merupakan hasil perekamana sensor Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) pada satelit Suomi-NPP. Keduanya memiliki resolusi spasial 0.02° x 0.02° dan dapat diperoleh secara online melalui website INDESO (http://www.indeso.web.id/) dalam format ncdf. Pengguna diharuskan melakukan registrasi terlebih dahulu sebelum dapat mengakses data tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Variasi Arah dan Kcepatan Angin

Kecepatan angin maksimum mencapai 185 km/jam dengan pergerakan angin secara umum mengikuti arah jarum jam (clockwise). Sebaran spasial dan variasi temporal kecepatan angindari sensor ASCAT(Gambar 2)memperlihatkan proses terbentuknya TCL hingga memasuki daratan. TCL mulai terbentuk pada tanggal 15 Februari 2015 di sebelah barat Weipa. Peningkatan kecepatan angin terjadi di perairan sekitarnya seperti Laut Arafura, selatan Papua dan Teluk Carpentaria yang mencapai kisaran 11-15 m/s. Sedangkan pada area pusat siklon kecepatan angin relatif rendah (< 3 m/s). Pada umumnya kecepatan angin yang tinggi justru terjadi pada area yang berjarak 20-30 mil dari pusat siklon. Laporan Badan Meteorologi Australia menyebutkan perkembangan TCL semakin intensif dan bergerak menuju ke arah barat (Tanjung Cape York)dengan cepat. Namun sayang pada tanggal 16 Februari 2016, sensor ASCAT tidak merekam kondisi terkini di pusat siklon.Selang sehari (17 Februari 2015) pusat TCLbergerak ke arah barat dengan kecepatan angin mencapai kisaran 15-20 m/s di sekitar pusat siklon. Dare dan McBride (2003) menyebutkan batasan kecepatan angin 17 m/s merupakan ambang batas terjadinya siklon tropis. Pada hari yang sama Badan Meteorologi Australia menetapkanTCLmasuk dalam kategori 2 (skala Australia).Selanjutnya pada tanggal 18 Februari 2015 siklon memasuki perairan Tanjung Cape York dengan kecepatan angin mencapai 20-25 m/s dan ditetapkan dalam kategori 1. Kondisi yang sama juga terekam di perairan Teluk Carpentaria dan Laut Arafura. Kecepatan angin di kedua perairan ini relatif tinggi mencapai kisaran 11-15 m/s.TCL bergerak menuju wilayah pesisir dan mulai memasuki daratan pada tanggal 19 Februari 2015.Walaupun sudah memasuki wilayah daratan, namun kecepatan angin di perairan masih terlihat cukup tinggi, khususnya pada area lintasan siklon dan di perairan selatan Papua.Kecepatan angin mulai menurun pada kisaran 7-9 m/s pada tanggal 20 Februari 2015.

Dapatkah Siklon Tropis Picu Peningkatan Konsentrasi Klorofil-a? (Studi Kasus: Siklon Tropis LAM) (Susilo, E.., dkk.)

-975-

Gambar 2. Sebaran Spasial Harian Kecepatan Angindari Sensor Advanced Scatterometer – METOP

3.2. Respon Suhu Permukaan Laut

Sebaran spasial dan variasi temporal SPL memperlihatkan perubahan kondisi perairan sebelum terjadinya siklon hingga TCLmemasuki daratan (Gambar 3). Suhu perairan yang hangat menjadi salah satu faktor yang memicu terbentuknya siklon. Pada daerah lintang 35°, umumnya pembentukan siklon terjadi pada suhu >26.5˚C (Dare dan McBride, 2003). SPL di perairan Laut Arafura dan sekitarnya relatif tinggi pada kisaran 29-30°C dengan nilai rata-rata sebesar 29.7°C sebelum terbentuknya TCL (Gambar 3a-c).Kondisi ini relatif sama dengan rerata klimatologis bulan Februari selama kurun waktu 12 tahun (2003-2014). Suhu perairan yang panas di perairan Teluk Carpentaria dan sekitarnya ini menyebabkan terbentuknya pusat tekanan rendah yang memicu terjadinya TCL. Selama terjadinya siklon, terlihat tutupan awan yang sangat tebal di sepanjang lintasan TCL (Gambar 3d-f). SPL di Teluk Carpentaria maupun Laut Arafura cenderung hangat (>28°C). Walaupun demikian SPL cenderung lebih tinggi dan terlihat konstan (29-30°C) pada beberapa daerah tertentu. Sedangkan massa air dingin mulai terlihat di sepanjang lintasan siklon (Gambar 3h-i).

Analisis time seriesSPL pra dan pasca TCL pada masing-masing area (A1, A2, A3, dan A4) diperlihatan pada Gambar 5a. Penurunan SPL terlihat pertama kali pada A1 yang merupakan titik awal pembentukan siklon. SPL mengalami penurunan secara signifikan sebesar 0.5°C. SPL menunjukkan tren penurunan walapun sedikit mengalami peningkatan pada fase awal pembentukan siklon. Seiring dengan perkembangan siklon SPL secara berangsur-angsur mengalami penurunan hingga mencapai titik terendah 28.6°C.Kemunculan massa air dingin initetap bertahan hingga 1 minggu pasca siklon melintas di A1. Kondisi yang sama juga terekam pada A2 dan A3. Sebelum TCL melintas, kondisi SPL di kedua area ini cenderung lebih hangat dibandingkan A1. Namun penurunan SPL di kedua area ini lebih tajam dibandingkan pada A1, masing-masing sebesar 1.4°C dan 2.1°C. Namun demikian respon waktu penurunan SPL terhadap waktu lintas siklon cenderung lebih singkat. Durasi waktu keberadaan massa air dingin di permukaan laut juga tidak bertahan lama. Kondisi perairan berangsur-angsur kembali memanas selang 2-3 hari pasca siklon melintas. Umumnya perairan akan memberikan respon penurunan SPL secara cepat. Nilai minumum SPL terjadi 2-3 hari pasca siklon. Selanjutnya akan kembali normal setelah 20 hari pasca siklon. Respon ini cenderung lebih tinggi pada area pembentukan siklon hingga siklon kategori 2 (Lloyd dan Vecchi, 2011).

Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

-976-

Area A4 memiliki pola penurunan SPL yang berbeda dibandingkan ketiga area pada lintasan siklon. Sebaran spasial SPL di area ini memberikan respon yang berbeda. SPL di bagian timur(selatan Merauke) cenderung lebih panas dibandingkan di sebelah barat (selatan Pulau Yos Sudarso). Namun secara umum, suhu perairan selatan Papua cenderung hangat pada pada kisaran SPL antara 28.5-29°C selama berlangsungnya TCL.Kondisi ini berberlangsung cukup lama (~1 minggu). Tingginya SPL di wilayah ini dimungkinkan karena proses downwelling. Angin yang betiup ke arah timur di sepanjang pesisir Papua menyebabkan massa air di sepanjang pesisir terdorong ke lapisan dalam. Pergerakan ini menyebabkan massa air hangat yang berada di laut lepas mengisi ruang kosong di wilayah pesisir. Pergerakan ini iikuti oleh pergerakan massa air dingin dari A1 dan A2 yang bergerak ke arah Utara memasuki perairan Laut Arafura. Sedangkan di perairan sekitar Pulau Yos Sudarso berlaku sebaliknya. Pasca terjadinya TCL(2-3 hari) terjadi penurunan SPL yang signifikan hingga mencapai 1.3°C pada A4 bagian barat. Namun hal ini tidak mutlak karena variasi nilai SPL. Tutupan awan yang tinggi pada area ini menyebabkan kenampakaan massa air hangat di selatan Papuatidak dapat direkam oleh sensor satelit.

3.3. Respon Kesuburan Perairan

Peningkatan konsentrasi Chl-a sangat erat kaitannya dengan proses pencampuran vertikal dan upwelling di sepanjang lintasan TCL. Menurut Wang dkk, (2009), siklon tropis dapat memicu terbentuknya eddie dan proses upwelling yang akan membawa unsur-unsur nutrien dari lapisan dalam ke permukaan laut (zona eufotik). Kondisi perairan yang subur dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplankton yang tinggi. Hasil analisis sebaran spasial dan variasi temporal konsentrasi Chl-a pra dan pasca terjadinya siklon LAM mengindikasikan adanya peningkatan kesuburan yang dicirikan tingginya konsentrasi Chl-a (Gambar 4). Sebelum terjadinya TCL, terekam konsentrasi Chl-a yang cukup tinggi (1-1.5 mg/m3) di selatan Pulau Papua (10-10.5°S) yang membentang hingga ~450 km (136-140°E) (Gambar 4a-b). Seiring dengan terbentuknya TCL, tingkat tutupan awan yang sangat tinggi menyebabkan data konsentrasi Chl-a tidak dapat terekam oleh sensor satelit (Gambar 4c-e). Sensor VIIRS kembali memberikan gambaran tentang konsentrasi Chl-a selang 4 hari setelah TCL melintas di A1 dan A2 (Gambar 4f-g). Nampak dengan jelas terjadinya peningkatan kesuburan perairan di sepanjang lintasan TCL.

Kondisi kesuburan perairan di A1 dan A2 dapat dikatakan rendah sebelum terjadinya siklon. Peningkatan konsentrasi Chl-a terjadi pasca melintasnya TCL (20 Februari) dan terus bertambah subur sampai dengan 2 hari setelahnya. Kesuburan perairan di area A1 dan A2 mengalami peningkatan hingga 3 kali lipat. Konsentrasi Chl-a pada A1 sebelum dan pasca siklon secara berurutan sebesar 0.44 mg/m3 dan 1.22 mg/m3. Sedangkan pada A2 sebesar 0.38 mg/m3(pra siklon) dan 1.22 mg/m3 (pasca siklon).Kesuburan perairan kembali mengalami penurunan setelah ~1 minggu pasca siklon melintas di A1 dan A2.Penurunan ini dimungkinkan karena proses rantai makanan yangterjadi di perairan dan adanya pergerakan massa air ke arah utara menuju ke Laut Arafura (selatan Pulau Yos Sudarso).

Peningkatan kesuburan pada masing-masing area bervariasi dengan durasi yang berbeda-beda (Gambar 5b). Pola peningkatan konsentrasi Chl-a di A1, A2, dan A3 relatif sama. Namun tingkat kesuburan pada A3, baik pra maupun pasca sikon cenderung lebih tinggi dibandingkan A1 dan A2. Konsentrasi Chl-a pra dan pasca siklon secara berurutan sebesar 0.86 mg/m3 dan 1.93 mg/m3. Perbedaan ini diduga karena adanya masukkan nutrien yang melimpah dari daratan melalui sungai-sungai yang bermuara di pesisir. Mengingat posisi A3 meupakan wilayah pesisir dan menjadi lokasi terbentuknya siklon kategori 2 sebelum akhirnya masuk ke daratan. Aliran air dari daratan membawa material terlarut (river discharge) yang dimungkinkan juga terdeteksi oleh sensor MODIS sebagai klorofil-a. Jeda waktu peningkatan konsetrasi Chl-a pada A3 mencapai 2 hari pasca TCL melintas di lokasi tersebut. Selama kurun waktu ini terjadi peningkatan konsentrasi Chl-a hingga 2 kali lipat.

Daerah pesisir selatan Pulau Papua (A4) dikenal memiliki tingkat kesuburan tinggi sepanjang tahun. Respon kesuburan perairan terhadap kejadian TCL berlangsung lebih cepat dan dalam waktu yang singkat. Sebelum TCL melintas di perairan selatan A4 kesuburan perairan cenderung mengalami sedikit penurunan. Pada fase awal pembentukan siklon tropis, daerah ini secara spontan memberikan respon berupa peningkatan kesuburan perairan walaupun tidak terlalu signifikan. Tingkat kesuburan selama terjadinya siklon cenderung stabil pada kisaran 2.7-2.8 mg/m3. Pada mulanya peningkatan konsentrasi Chl-a ini sudah terlihat sejak tanggal 20 Februari 2015 (5 hari pasca TCL). Berdasarkan sebaran spasial konsentrasi Chl-a menunjukkan tingginya konsentrasi Chl-a pasca kejadian siklon tropis di A4 berasal dari massa air subur pada A1 dan A2 yang bergerak ke arah Utara (Gambar 4h-i).

Dapatkah Siklon Tropis Picu Peningkatan Konsentrasi Klorofil-a? (Studi Kasus: Siklon Tropis LAM) (Susilo, E.., dkk.)

-977-

Gambar 3. Sebaran Spasial Suhu Permukaan Laut (SPL) Pra dan Pasca Siklon Tropis LAM

a 2015-02-08

b 2015-02-11

c 2015-02-13

d 2015-02-15

e 2015-02-18

f 2015-02-20

g 2015-02-22

h 2015-02-25

i 2015-02-27

Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

-978-

Gambar 4. Sebaran Spasial Konsentrasi Klorofil-a (Chl-a) Pra dan Pasca Siklon Tropis LAM

(a)

(b)

Gambar 5.Variasi Kondisi Oseanografi di Lintasan Siklon Tropis LAM. (a) Suhu Permukaan Laut (SPL), dan (b)

Konsentrasi Klorofil-a (Chl-a)

Variasi kondisi oseanografi ini mencerminkan pengaruh kekuatan siklon terhadap tingkat penurunan SPL dan peningkatan Chl-a. Menurut Zhao dkk, (2008) intensitas dan radius siklon tropis akan berpengaruh

2015-02-15

a 2015-02-08

b 2015-02-11

c 2015-02-13

d 2015-02-15

e 2015-02-18

f 2015-02-20

g 2015-02-22

h 2015-02-25

i 2015-02-27

Dapatkah Siklon Tropis Picu Peningkatan Konsentrasi Klorofil-a? (Studi Kasus: Siklon Tropis LAM) (Susilo, E.., dkk.)

-979-

terhadap tingkat penurunan SPL, luasan area massa air dingin, dan durasi waktu perubahan SPL. Semakin tinggi intensitas siklon akan menghasilkan pergerakan angin yang intensif yang dapat mendorong terjadinya pangadukan vertikal (vertical mixing) dan upwelling. Proses ini biasanya dicirikan oleh kenampakan massa air yang bersuhu dingin. Pada A2 merupakan lintasan siklon kategori 1, dimana energi dan kekuatan siklon lebih kuat dibandingkan A1. Kecepatan angin yang tinggi menyebabkan proses upwelling berlangsung seketik, namun tidak berlangsung lama. Merujuk pada (Lloyd dan Vecchi, 2011), area pembentukan siklon hingga siklon kategori 2 akan memberikan respon SPL paling besar dibandingkan daerah lainnya. Karakteristik perairan serupa pernah teramati pada saat terjadi siklon tropis Kai-Tak. Sikon kategori 2 ini berlangsung cukup singkat dan mengakibatkan penurunan SPL hingga 9°C di bagian pusatnya (Lin dkk, 2003).

Proses pencampuran vertikal dan upwelling di sepanjang lintasan TCL akan memicu terjadinya peningkatan kesuburan perairan. Terbentuknya eddie dan proses upwelling akan membawa unsur-unsur nutrien dari lapisan dalam ke permukaan laut (zona eufotik) (Wang dkk, 2009). Kondisi perairan yang subur dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplankton yang tinggi yang terekam oleh sensor satelit sebagai klorofil-a. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa siklon tropis Morakot (kategori 2) secara signifikan mempengaruhi kondisi hidrografi di perairan. Proses upwelling teridentifikasi selang 3 hari pasca siklon melintas melalui T-S Diagram. SPL mengalami penurunan secara dramatis hingga mencapai nilai terendah sebesar 22.9°C. Penurunan SPL tersebut dibarengi dengan peningkatan salinitas hingga mencapai kisaran 34-34.5 ppm. Lapisan termoklin juga terangkat mendekati kedalaman 10 meter (Chung, dkk, 2012). Demikian pula yang terjadi pasca siklon Ivan tahun 2004 di Teluk Meksiko. Siklon tidak hanya mempengaruhi perubahan lapisan permukaan. Perairan mengalami penurunan suhu sebesar 3–7°C dan perubahan lapisan isothemal (50 – 65 m) (Walker, dkk, 2005). Durasi kesuburan perairan di lapisan sub-surface lebih lama dibandingkan pada lapisan permukaan, bahkan berlangsung hingga tiga minggu (Ye dkk, 2013). Demikian pula yang terjadi pasca siklon Ivan tahun 2004 di Teluk Meksiko. Perairan mengalami penurunan suhu sebesar 3–7°C dan perubahan lapisan isothemal (50 – 65 m) (Walker, dkk, 2005). Namun dalam penelitian ini tidak tersedia data pengukuran lapangan yang dapat menggambarkan perubahan kondisi oseanografi vertikalnya.

4. KESIMPULAN Pasca terjadinya siklon tropis LAM pada pertengahan bulan Februari 2015 memicu terjadinya

peningkatan konsentrasi klorofil-a di perairan Laut Arafura dan sekitarnya. Analisis citra satelit menunjukkan daerah yang dilalui oleh TCL mengalami penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi Chl-a. Penurunan SPL tertinggi terjadi pada area A3 yang merupakan lokasi terbentuknya siklon dewasa 2-3 hari pasca TCL. Peningkatan konsentrasi Chl-a terbesar hingga 3 kali lipat terjadi pada A1 dan A2 (1.22 mg/m3). Namun masing-masing area menunjukkan respon dan jeda waktu yang berbeda. Perbedaan respon ini dimungkinkan berkaitan dengan fase pembentukan siklon, masukkan nutrien dari daratan, dan upwelling.Hasil kajian ini akan lebih komprehensif apabila didukung oleh ketersediaan data pengukuranlapangan untuk memastikanterjadinya perubahan kondisi oseanografi baik pada lintasan siklon maupun perairan sekitarnya.

5. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada NOAA-ERDAPP dan INDESO yang telah menyediakan dan

memberikan akses data citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap dewan penyunting, editor, redaktur, dan panitia penyelanggara Seminar Nasional Penginderaan Jauh tahun 2016.

DAFTAR PUSTAKA BOM. (2015). Severe tropical cyclone LAM northern territory regional office. Bureau of Meteorology, diunduh 8 April

2015 dari http://www.bom.gov.au/announcements/sevwx/nt/nttc20150217.shtml Chung, C.C., Gong, G.C., dan Hung, C.C., (2012). Effect of Typhoon Morakot on microphytoplankton population

dynamics in the subtropical Northwest Pacific. Mar Ecol Prog Ser, 448:39-49.http://dx.doi.org/10.3354/meps09490 Dare, R., dan Mcbride, J.L., (2011). The threshold sea surface temperature condition for tropical cyclogenesis. Journal

of Climate, 24(17):4570-4576. http://dx.doi.org/10.1175/JCLI-D-10-05006.1 Haryani, N.S., dan Zubaidah, A. (2012). Dinamika siklon tropis di Asia Tenggara menggunakan data penginderaan

jauh. Widya, 29(324):54-58. INDESO. (2015). Product user manual - SST and Chl-a composite satellite observations. diunduh 8 April 2015 dari

http://www.indeso.web.id/announcements/sevwx/nt/nttc20150217.shtml

Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

-980-

Lloyd, I..D., dan Vecchi, G.A., (2011). Observational Evidence for Oceanic Controls on Hurricane Intensity. Journal of Climate, 24(4):1138-1153, http://dx.doi.org/10.1175/2010JCLI3763.1

Suryantoro, A. (2008). Siklon tropis di selatan dan barat daya Indonesia dari pemantauan satelit TRMM dan kemungkinan kaitannya dengan gelombang tinggi dan puting beliung. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara, 3(1):21-32.

Walker, N.D., Leben, R.R., dan Shreekanth, B. (2005). Hurricane-forced upwelling and chlorophyll a enhancement within cold-core cyclones in the Gulf of Mexico. Geophys. Res. Lett., 32(18):1944-8007, http://dx.doi.org/10.1029/2005GL023716.

Wang, G., Ling, Z., dan Wang, C. (2009). Influence of tropical cyclones on seasonal ocean circulation in the South China Sea. Journal of Geophysical Research, 114:1-9.

Widiani, N. (2012). Identifikasi kejadian siklon tropis di perairan sekitar Indonesia dari observasi satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dan kaitannya dengan curah hujan. (Departemen Geofisika dan Meteorologi Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor.

Ye, H.J., Sui, Y., Tang, D.L., dan Afanasyev, Y.D., (2013). A subsurface chlorophyll a bloom induced by typhoon in the South China Sea. Journal of Marine Systems, 128:138–145.http://dx.doi.org/10.1016/j.jmarsys.2013.04.010.

Zhao, H., Tang, D.L., dan Wang, D. (2009). Phytoplankton blooms near the Pearl River Estuary induced by Typhoon Nuri. Journal of Geophysical Research, 114:1-9. http://dx.doi.org/10.1029/2009JC005384.

Zhao, H., Tang, D. L., dan Wang, Y. (2008). Comparison of phytoplankton blooms triggered by two typhoons with different intensities and translation speeds in the South China Sea. Mar. Ecol. Prog. Ser., 365:57– 65.http://dx.doi.org/10.3354/meps07488.

*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2016 Moderator : Syarif Budhiman Judul Makalah : Dapatkah Siklon Tropis Picu Peningkatan Klorofil-a? (Studi Kasus: Siklon Tropis

LAM) Pemakalah : Eko Susilo (KKP) Diskusi : Pertanyaan: Nanda Muhadi (STMKG) 1. Bagaimana penjelasan fisis siklon tropis? Pertanyaan: Bambang S. Tedjasukmana 2. Apakah penelitian ini akan berkelanjutan ? Jawaban : 1. Faktor yang memicu siklon memang perbedaan suhu perairan di area siklon yang relative hangat sehingga

pasca terjadinya siklon memang terjadi penurunan. 2. Ya, penelitian ini akan berkelanjutan dan mendapatkan hasil yang bermanfaat.