Click here to load reader
Upload
ariep-zumantara
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kioljhyu
Citation preview
Disusun Oleh :RICA PUSTIKAWATY (I31112028)UTARI PANGGABEAN (I31112033)IRA FEBRIANTI (I31112043)RONALDO ADI PUTRA (I31112026)EKO DWI PURNOMO (I31112087)Y. FREDY (I31112016)
PSIKOLOGI UMUM
1.PENGERTIAN PERILAKU
Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku (perbuatan, aktivitas) dan kehidupan
psikis (jiwani) manusia. Dalam ilmu psikologi, perilaku mempunyai pengertian yang luas sekali,
yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja seperti berbicara, berjalan, lari-lari,
berolahraga, bergerak, dan lain-lain. Akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti
melihat, mendengar, mengingat, berpikir, berfantasi, pengenalan kembali, penampilan, emosi-
emosi dalam bentuk tangis atau senyum dan seterusnya. Kegiatan berpikir dan berfantasi
misalnya, tampaknya seperti pasif belaka. Namun senyatanya kedua-duanya merupakan bentuk
aktivitas yaitu aktivitas psikis atau jiwani. Setiap penampilan dari kehidupan bisa disebut sebagai
aktivitas. Seorang yang diam dan mendengarkan musik atau tengah melihat televisi tidak bisa
dinyatakan pasif, akan tetapi dia dalam keadaan aktif yaitu aktif secara psikis. Maka situasi
dimana sama sekali sudah tidak ada unsur keaktifan disebut sebagai mati. Perilaku itu sendiri
merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati,
digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
2. PANDANGAN TENTANG PERILAKU
Perilaku (behavior) dalam ilmu Psikologi dipandang sebagai reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada semua mahluk hidup
umumnya, terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif yang didasari oleh kodrat untuk
mempertahankan kehidupan. Perilaku selalu dikaitkan dengan sikap karena berada dalam
kenormalan dan merupakan respon atau reaksi terhadap ransangan lingkungan sosial.
Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia adalah sifat diferensialnya, Artinya suatu
stimulus yang sama yang belum tentu akan menimbulkan bentuk reaksi yang sama dari masing-
masing individu tersebut. Sebaliknya, suatu reaksi yang sama juga belum tentu timbul akibat
adanya stimulus yang serupa. Secara ilustratif hal ini digambarkan sebagai berikut:
S I R
Dalam ilustrasi di atas, S melambangkan bentuk stimulus lingkungan yang diterima oleh
individu, I melambangkan individu itu sendiri, dan R melambangkan bentuk respon atau reaksi
yang diberikan oleh individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dalam pemaparan ini jelas
bahwa ilustrasi diatas digunakan untuk menggambarkan bentuk respon yang sama dapat
merupakan reaksi terhadap stimulus yang berbeda dan bentuk respon yang berbeda dapat
merupakan reaksi terhadap stimulus yang sama. Karena itulah, kemudian disadari bahwa
perilaku manusia tidak dapat diprediksi atau diramalkan dengan kepastian yang tinggi. Selalu
ada bagian perilaku yang tidak dapat diperkirakan terjadinya.
Faktor apakah yang menentukan bentuk respon individu terhadap stimulus yang
diterimanya? Di samping berbagai faktor penting seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar
belakang individu, motivasi, dan sebagainya adalah sikap individu yang ikut memegang peranan
penting dalam menentukan bagaimanakah reaksi seseorang terhadap lingkungan atau stimulus
lingkungan. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi perilaku.
Interaksi antara situasi lingkungan terhadap sikap, dengan berbagai faktor di dalam maupun di
luar diri individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk
perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.
Dalam perilaku sederhana, misalnya ketika ditawari suatu makanan, maka rasa suka atau
tidak suka terhadap makanan itu biasanya cukup menjadi satu-satunya faktor penentu untuk kita
mengatakan “YA” dan menerima makanan tersebut, untuk mengatakan “TIDAK” dan tidak
menerima makanan itu. Apabila situas ilingkungan sedikit menjadi kompleks misalnya dalam
situasi dimana kita sedang lapar dan ditawari suatu makanan yang kebetulan kita sukai,
seharusnya kita menyatakan menerima dengan senang hati. Akan tetapi apabila pada saat itu
misalnya kita menyadari bahwa tawaran tadi hanya bersifat basa-basi, sangat mungkin kita akan
menolak walaupun perilaku menolak itu sebenarnya bertentangan dengan kata hati dan sikap kita
terhadap makanan yang ditawarkan. Semakin kompleks dan semakin banyak faktor-faktor yang
ikut menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sukarlah perilaku itu diprediksikan.
Kompleksitasnya perilaku individu sudah sejak dulu menjadi permasalahan dalam
psikologi. Salah satu tugas psikologi adalah memahami perilaku individu dalam kelompok
sosialnya, memahami motivasi perbuatan dan mencoba meramalkan respon manusia agar dapat
memperlakukan manusia dengan sebaik-baiknya. Lebih luas, psikologi sosial mencoba
memahami perilaku massa. Perilaku kelompok secara keseluruhan untuk dapat melakukan
manipulasi perilaku kelompok. Sebagai salah satu `dasar pemahaman perilaku kelompok itu,
maka mempelajari kaitan antara sikap individu dalam kelompok, sikap individu-individu sebagai
anggota kelompok secara keseluruhan adalah sangat penting.
Walaupun di atas dikemukakan bahwa faktor penentu bentuk perilaku itu sangat banyak,
hal ini bukan semata-mata sikap, dan kita tidak dapat menyimpulkan sikap individu semata-mata
dari bentuk perilaku yang ditampakkannya, akan tetapi dalam batas-batas tertentu perilaku
manusia masih dapat diprediksikan. Walaupun sangat sulit untuk meramalkan reaksi individual
terhadap suatu stimulus, akan tetapi secara kelompok reaksi manusia masih terikat kepada
hukum-hukum stimulus-respon yang berlaku. Oleh karena itulah teori-teori psikologi mengenai
perilaku sangat bermanfaat.Sekalipun manusia bereaksi tidak secara mekanis, akan tetapi dasar
pemahaman proses stimulus-proses yang ditemukan oleh teori psikologi telah terbukti sangat
berguna. Secara induktif maupun deduktif, formulasi hokum perilaku telah berkembang
sedemikian luas.
3. PENDEKATAN UTAMA TENTANG PERILAKU
1. Pendekatan Neurobiologik
Suatu pendekatan terhadap studi, yaitu manusia berusaha menghubungkan
perilaku dengan hal-hal yang terjadi dalam tubuh, terutama pada otak dan sistem saraf.
Pendekatan ini mencoba mengkhususkan proses neurobiology yang mendasari perilaku
dan kegiatan mental. Contohnya, seorang ahli psikologi yang sedang mendalami
pendekatan neurobiology, menaruh perhatian terhadap perubahan yang terjadi dalam
sistem saraf karena adanya proses belajar mengenai hal yang baru. Persepsi dapat
dipelajari dengan merekam kegiatan sel saraf dalam otak pada waktu mata dihadapkan
pada berbagai tontonan visual.
Berbagai penemuan mutakhir telah menunjukkan dengan jelas bahwa ada
hubungan yang erat antara kegiatan otak, perilaku, dan pengalaman. Reaksi emosional,
seperti rasa takut dan marah dapat dibangkitkan pada binatang dengan cara pemberi
ransangan elektrik yang lemah pada bagian tertentu otak bagian dalam. Stimulus elektrik
pada bagian tertentu otak manusia akan menimbulkan perasaan, sakit, dan bahkan
kenangan yang jelas mengenai kejadian masa lampau.
2. Pendekatan Behavioristik
Dengan pendekatan perilaku, seorang ahli psikologi mempelajari individu dengan
cara mengamati perilakunya dan bukan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh.
Pendekatan ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini
cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920-an s/d 1960-an.
Ketika Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini tidak
sekedar satu alternatif bagi pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi
juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan pada pikiran, kesadaran, atau pun
imajinasi. Watson menolak informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat
mistik, mentalistik, dan subyektif. Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada
sesuatu yang dapat diamati (observable), yaitu pada apa yang dikatakan (sayings) dan apa
yang dilakukan (doings). Dalam hal ini pandangan Watson berbeda dengan James dan
Dewey, karena keduanya percaya bahwa proses mental dan juga perilaku yang teramati
berperan dalam menjelaskan perilaku sosial.
Para "behaviorist" memasukan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan
tanggapan (responses), dan lingkungan ke dalam unit rangsangan (stimuli). Menurut
penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu
sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah
rangsangan seorang teman datang, lalu memunculkan tanggapan misalnya, tersenyum.
Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya. Para behavioris tadi
percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan tanpa mengacu pada
pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi tidak terlalu mengejutkan jika
para behaviorisme tersebut dikategorikan sebagai pihak yang menggunakan pendekatan
kotak hitam (black-box). Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box) dan menghasilkan
tanggapan. Mekanisme di dalam kotak hitam tadi merupakan srtuktur internal atau
proses mental yang mengolah rangsangan dan tanggapan, karena tidak dapat dilihat
secara langsung (not directly observable), bukanlah bidang kajian para behavioris
tradisional.
Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus
behaviorisme melalui percobaan yang dinamakan "operant behavior" dan
"reinforcement". Yang dimaksud dengan "operant condition" adalah setiap perilaku yang
beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau
perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika kita tersenyum kepada orang lain
yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari
orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan
"operant behavior". Yang dimaksud dengan "reinforcement" adalah proses di mana
akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di
masa datang. Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang
belum kita kenal sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul
kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan
tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif.
Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa
kali pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing
tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika
kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja).
Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara
lebih mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku
bisa terjadi. Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning
Theory) dan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory).
3. Pendekatan Kognitif
Menurut pendekatan ini individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi
mengolah stimulus menjadi perilaku baru. Para ahli psikologi berpendapat bahwa kita
bukanlah penerima rangsang yang pasif, otak kita secara aktif mengolah informasi yang
diterima dan mengubahnya dalam bentuk dan kategori baru. Kognisi mengacu pada
proses mental dari persepsi, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan persoalan, dan merencanakan masa
depan. Psikologi kognitif adalah studi ilmiah mengenai kognisi. Tujuanya ialah untuk
mengadakan eksperimen dan mewujudkan teori yang menerangkan bagaimana proses
mental disusun dan berfungsi. Tetapi penjelasanya mengharuskan teori itu membuat
ramalan mengenai setiap kegiatan yang dapat diamati terutama prilaku. Pendekatan
kognitif terhadap study psikologi sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap
sempitnya pandangan S-I-R. Kenneth Craik, salah seorang ahli psikologi berkebangsaan
inggris, yang mempertahankan psikologi kognitif, mengemukakan bahwa otak seperti
sebuah komputer yang mampu menjiplak dan menyamai kegiatan diluar. “Jika” katanya,
“organisme itu mengangkut model dengan skala kecil” dari kejadian di luar dan kegiatan
yang mungkin akan terjadi di dalam kepala, organisme itu sanggup mencoba berbagai
alternatif seperti menyimpulkan mana kegiatan yang terbaik, bereaksi terhadap situasi
mendatangkan sebelum kejadian itu timbul, memanfaatkan pengetahuan mengenai
kejadian dalam menangani kejadian mendatang, dan melalui berbagai cara bereaksi
dengan cara yang lebih sempurna, lebih aman, dan lebih mampu menangani keadaan
darurat yang di hadapi. Pandangan mengenai “penjiplakan secara mental dari kenyataan
yang terjadi” merupakan pendekatan psikologi kognitif.
4. Pendekatan Psikoanalitik
Konsep psikoanalitik dikembangkan oleh Sigmund freud di benua eropa pada
waktu yang hampir bersamaan dengan masa evolusi aliran behaviorisme di Amerika
Serikat. Dasar pemikiran teori Freud ialah bahwa sebagian besar perilaku kita berasal dari
proses yang tidak disadari (unconscious processes). Yang dimaksud freud ialah
pemikiran, rasa takut, keinginan-keinginan yang tidak di sadari seseorang tetapi
membawa pengaruh terhadap perilakunya. Ia percaya bahwa banyak dari impuls pada
masa kanak-kanak yang dilarang dan di hukum oleh para orang tua dan masyarakat
berasal dari naluri pembawaan (innate instinc). Karena setiap orang lahir dengan
membawa berbagi impuls, hal itu menimbulkan pengaruh mendalam yang harus
ditangani dengan cara tertentu. Melarang impuls tersebut hanya akan mengakibatkan
mereka keluar dari kesadaran dan menggantikanya dengan ketidaksadran yang tetap
berpengaruh terhadap perilaku. Menurut freud impuls yang tidak disadari mendapatkan
jalan pelampiasanya melalui mimpi, kekeliruan bicara, cara kebiasaan, dan gejala
penyakit jiwa, serta melalui bentuk perilaku yang dapat diterima masyarakat, misalnya
kegiatan artistik dan sastra.
5. Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan fenomenologis memusatkan perhatian pada pengalaman subjektif.
Pendekatan ini berhubungan dengan pandangan pribadi mengenai dunia dan penafsiran
mengenai berbagai kejadian yang dihadapinya seperti fenomenologi individu. Pendekatan
ini mencoba memahami kejadian atau fenomena yang di alami individu tanpa adanya
beban prakonsepsi atau ide teoritis. Para psikolog fenomenologi percaya bahwa kita dapat
belajar lebih banyak mengenai kodrat manusia dengan cara mempelajari bagaimana
manusia memandang diri dan memandang dunia mereka dari pada kita mengamati tindak
tanduk mereka. Para ahli psikologi menitikberatkan pengertian mengenai kehidupan
bagian dalam dan pengertian mengenai pengalaman individu dari pada mengembangkan
teori atau meramalkan perilaku. Mereka lebih meyakini pendapat bahwa kita tidak
”digerakkan” oleh kekuatan diluar kontrol kita, tetapi kita merupakan “pelaku” yang
mampu mengontrol tujuan kita sendiri. Kita adalah pembentuk kehidupan kita sendiri
karena setiap orang adalah pelaku yang bebas memilih dan menentukan tujuan hidupnya,
jadi mereka harus bertanggung jawab terhadap kehidupan yang di pilihnya. Ini
merupakan persoalan kebebasan berkeinginan melawan determinisme (nasib yang sudah
ditentukan).
Beberapa teori fenomenologi disebut juga humanistik karna menekankan kualitas
yang membedakan manusia dari binatang disamping adanya kebebasan berkeinginan,
terutama dorongan terhadap aktualisasi diri. Menurut teori humanistik, kekuatan motivasi
yang utama dari seseorang ialah kecenderungan terhadap pertumbuhan dan aktualisasi
diri. Dengan menitikberatkan pada perkembangan potensi seseorang, psikologi
humanistik sangat dikaitkan dengan kelompok terapi dan berbagai latihan
“pengembangan kesadaran” serta pengalaman mistik. Aliran ini lebih dapat disejajarkan
dengan kesusasteraan dan humanistik ketimbang dengan ilmu. Bahkan beberapa tokoh
humanisme menolak psikologi ilmiah dengan alasan bahwa metode psikologi ilmiah itu
tidak dapat menyumbangkan hal-hal yang berharga untuk dapat memahami kodrat
manusia.
Penerapan Berbagai Pendekatan
Setiap pendekatan menunjukkan cara yang agak berbeda dalam memodifikasi atau
mengubah perilaku seseorang. Contohnya, ahli psikologi fisiologi akan mencari satu jenis obat
atau sarana biologis lain, misalnya dengan pembedahan, untuk mengontrol tindakan agresi.
Kaum behaviorisme mungkin akan mencoba mengubah setiap kondisi lingkungan yang
memberikan pengalaman belajar baru yang akan menghasilkan perilaku yang tidak agresif.
Psikologi kognitif menggunakan pendekatan yang dipakai kaum behaviorisme, meskipun mereka
(mungkin) lebih berfokuskan pada proses mental individu dan strategi pengambilan keputusan
dalam setiap situasi yang menimbulkan kemarahan. Ahli psikoanalis menyelidiki bagian tidak
sadar individu unntuk menemukan sebab mengapa rasa permusuhan hanya ditujukan kepada
orang-orang tertentu. Seorang ahli psikologi humanistik, akan bersedia menolong seseorang
meneliti perasaannya sendiri dan mengungkapkannya secara terbuka dalam usaha memperbaiki
hubungan antar manusia. Tujuan yang lebih luas dari beberapa ahli psikologi humanistik ialah
mengubah aspek-aspek dalam masyarakat yang menyebabkan adanya persaiangan dan kekerasan
menjadi aspek-aspek ke arah kerja sama. Para ahli mempunyai kebebasan memilih konsep dari
berbagai pendekatan yang dianggap paling sesuai dengan masalah yang sedang mereka tangani.
Dengan kata lain, setiap pendekatan mempunyai bagian penting dalam mengungkapkan hal
mengenai kodrat manusia, hanya sedikit jumlah ahli psikologi yang menekankan bahwa hanya
ada satu pendekatan yang “benar sepenuhnya”.
REFERENSI
1. Atkinson, Rita. 1983. Introduction to Psychology. Jakarta: Erlangga.
2. Walgito, Bima. 1990. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andioffset.
3. Kartono, Kartini. 1990. Psikollogi Umum. Bandung: CV. Maju Mundur.
4. http/www.psikologi pendekatan perilaku.com