Upload
beatrix-flora-siregar
View
222
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 26
Citation preview
MASALAH GIZI
Putri Chairani
102008219
C8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih didominasi oleh masalah
kurang energi protein (KEP), masalah anemia besi, masalah gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY), masalah kurang vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota
besar yang perlu ditanggulangi.
Skenario
Di puskesmas Kecamatan Pedes diketahui banyak ibu hamil menderita anemia status gizi kurang
dan paritas tinggi yaitu rata-rata 5 orang anak dan juga banyak sekali balita yang menderita gizi
buruk, rabun senja dan retardasi mental. Beberapa desa di wilayah kerja Puskesmas tersebut juga
1
dinyatakan sebagai daerah endemis gondok. Sebagian besar mata pencarian penduduk adalah
nelayan namun sebagian besar hasilnya dijual. Masyarakat juga sebgian bertani dan menanam
singkong. Di wilayah tersebut terdapat 3 posyandu di 3 desa dari 10 desa yang ada
I. EpidemiologiA. Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai batas tersebut
perbedaannyadengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada
trimester ke 2.Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang
ditandaioleh penurnan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang
rendah, dankonsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.Pada kehamilan anemia
kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi (kira-kira1000mg pada kehamilan tunggal)
tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi dan dari besi yangdapat diabsorpsi dari traktus
gastrointestinal.Volume darah bertambah cepat pada kehamilan trimester 2 sehingga kekurangan
besiseringkali terlihat pada turunnya kadar hemoglobin. Meskipun bertambahnya volume darah
tidak begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan akan besi tetap banyak karena
penambahan HBibu terus berlangsung dan lebih banyak besi yang diangkut melalui plasenta ke
neonatus.Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke janin
untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang jumlah
keseluruhannyamencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan
mengawalikehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini
berakibat padaanemia defisiensi besi.1,2
Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%,sedangkan di
amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurangterhadap ibu hamil merupakan
predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil diIndonesia.Menurut WHO, 40% kematian ibu di
Negara berkembang berkaitan dengan anemiadalam kehamilan.Kebanyakan anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang
keduanya saling berinteraksi. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering
ditemukan baik dinegara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada
2
kehamilan danberkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan
kebutuhan pertumbuhan janin
B. Kurang Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan, vitamin A
merupakan nama generik yang menyatakan bahwa seluruh retinoid dan prekusor/provitamin
A/karatenoid yang mempunyai aktivitas biologic sebagai retinol. Selain dikenal sebagai vitamin
yang berperan dalam kesehatan mata, vitamin A juga secara umum penting dalam kelangsungan
hidup manusia. Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan
organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing
dan saluran cerna (Arisman 2002). Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan
merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-
anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama
kebutaan pada anak.2
Prevalensi Kurang Vitamin A
Prevalensi dari defisiensi klinis diperkirakan dari rabun senja, bintik Bitot, dan
xeropthalmia. Prevalensi klinis KVA di Asia cukup rendah, berkisar antara 0.5% di Srilangka
sampai 4.6% di Bangladesh pada anak-anak (Allen and Gillespie, 2001). Prevalensi lebih dari
1% dianggap menjadi masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia prevalensi kekurangan
vitamin A pada tahun 1970 adalah berkisar antara 2-7%, turun menjadi 0.33% pada tahun 1992,
dan dinyatakan bebas masalah xeropthalmia, namun tetap perlu waspada karena 50% balita
masih menunjukkan kadar vitamin dalam serum <20mcg/dl (Direktorat Gizi Mayarakat, 2003).
Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah konsumsi makanan hewani yang banyak
mengandung retinol masih rendah. Minyak ikan, hati dan ginjal, susu merupakan sumber vitamin
A. Sedangkan sayur-sayuran yang berwarna hijau dan buah-buahan berwarna kuning banyak
mengandung beta karoten yang merupakan provitamin A. Betakaroten yang berasal dari buah-
buahan dan umbi yang berwarna kuning, seperti ubi jalar merah lebih mudah diserap
dibandingkan dari sayur-sayuran. Vitamin A merupakan salah satu vitamin A yang larut dalam
lemak, konsumsi lemak yang rendah dapat menyebabkan vitamin A dalam makanan susah untuk
diserap. Konsumsi sayur-sayuran dengan cara ditumis dapat meningkatkan absorbsi dari vitamin
3
A yang terdapat pada sayur-sayuran. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber utama vitamin A
pada bayi. Konsekuensi kurang vitamin A dari berbagai penelitian menunjukan kekurangan
vitamin A meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada bayi, anak, dan ibu hamil;
mempengaruhi pertumbuhan pada anak; dan berpengaruh terhadap kejadian anemia dengan cara
mempengaruhi transpor zat besi dan sintesis hemoglobin. Beberapa hasil penelitian yang
berhubungan dengan kekurangan vitamin A dan hubungannya dengan hasil dari suplementasi
yang diberikan adalah: 1. Mortalitas (angka kematian). Suplementasi vitamin A mencegah
perkembangan terjadinya Xeropthalmia dan konsekuensinya juga untuk mencegah kematian
pada individu yang rentan. 2. Morbiditas (angka kesakitan). Hasil-hasil penelitian menunjukkan
pengaruh suplementasi vitamin A pada morbiditas pada populasi yang kekurangan vitamin A
secara sub klinis. Hasil meta analisis menunjukkan suplementasi vitamin A dosis tinggi
mengurangi angka kesakitan diare dan campak 23% untuk bayi dan anak umur 6 bulan sampai 5
tahun Diare yang parah dapat dikurangi dengan suplementasi vitamin A dosis rendah pada anak-
anak gizi buruk 3. Kekebalan tubuh. Bukti-bukti menunjukkan suplementasi vitamin A pada
anak-anak dengan nilai serum vitamin A yang rendah dapat meningkatkan kekebalan tubuh,
termasuk respon terhadap vaksinasi .Kekurangan asopan vitamin A dapat menyebabkan
kebutaaan terutama pada anak-anak usia 6 – 59 bulan, apalagi bila disertai dengan penyulit
penyakit berikut .2
gizi buruk,
anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2,5 kg
Anak yang menderita penyakit kronis seperti ; campak, diare, pneumonia, TBC dan cacingan
Pola epidemiologi dipengaruhi oleh :
1. Usia
Pada bayi dan ibu hamil kekurangan vitamin A
Pada usia penyapihan dini
Pada anak dengan PMT/pasi kekurangan vitamin A
2. Seks
4
Laki-laki beresiko >>( XN & X1-B)
Laki-laki dan wanita beresiko sama terhadap X3 – A dan B
3. Musim
Musim panas, kering, campak dan diare beresiko tinggi kekurangan vitamin A
4. Kelompok masyarakat
Disebabkan karena kebiasaan makan
Perawatan kesehatan yang kurang diperhatikan
Anak yang hidup dekat dengan kekurangan vitamin A aktif beresiko lebih tinggi
C. GAKY
GAKI mempunyai bermacam-macam efek yang serius pada kesehatan seperti gondok,
kretin, gangguan perkembangan kognitif dan pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki, kematian
bayi, berat bayi lahir rendah, dan kematian pada saat lahir. a. Prevalensi Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium WHO, UNICEF dan International Coordinating Committee on Iodine
Deficiency Disorders (ICCIDD) mengklasifikasikan dari 191 negara, 68.1 % dengan masalah
GAKI, 10.5% sudah dapat mengatasi masalah GAKI dan sisanya tidak diketahui masalah
besarnya masalah GAKI (Allen and Gillespie, 2001). Prevalensi secara nasional pada tahun 1980
sekitar 30% menurun menjadi 9.8% pada tahun 1998. Namun prevalensi pada propinsi-propinsi
tertentu masih cukup tinggi, misalnya di NTT 38.1%, Maluku 33.3%, Sulawesi Tenggara 24.9%,
dan Sumatra Barat 20.5%. Propinsi NTT dan Maluku dikategorikan mempunyai masalah GAKI
yang berat, Sulawesi Tenggara dan Sumatra Barat dikategorikan mempunyai masalah GAKI
sedang, sedangkan propinsi-propinsi yang lain mempunyai masalah GAKI ringan atau tidak
mempunyai masalah GAKI (Direktorat Gizi Mayarakat, 2003). b. Penyebab Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium Penyebab utama GAKI adalah karena air, makanan yang berasal dari
tumbuhtumbuhan dan binatang pada daerah tertentu sedikit mengandung Iodium. Iodium yang
terdapat pada tanah tersebut tercuci oleh gletsier, banjir atau hujan. Kekurangan Iodium dapat
disebabkan oleh banjir. Penyebab lain dari kekurangan Iodium adalah banyak makanan yang
dikonsumsi di negara-negara berkembang mengandung zat goitrogenik yaitu suatu zat yang
menghambat penyerapan Iodium oleh tiroid. Contohnya adalah zat goitrogenik yang terdapat
didalam ubi kayu, untuk menghilangkan zat tersebut ubi kayu harus direndam dahulu di dalam
5
air. Beberapa zat gizi diindikasikan berhubungan dengan kekurangan Iodium yaitu Selenium dan
Besi. Selenium merupakan komponen yang penting untuk enzim yang merubah tiroksin (T3)
menjadi triiodotironin (T4), sehingga kekurangan Selenium dan Iodium dapat menyebabkan
gondok. Kekurangan besi dapat menyebabkan kerusakan metabolisme hormon tiroid, sehingga
orang yang menderita gondok dan anemia kurang responsif jika diberikan Iodium. Konsekuensi
dari Gangguan Akibat Kekurangan Iodium Beberapa konsekuensi dari kekurangan Iodium
adalah kretin, gondok, kerusakan perkembangan kognitif yang tidak dapat diperbaiki,
meningkatkan angka kesakitan dan kematian. 2
1) Kretin adalah hasil dari kekurangan Iodium selama kehamilan, yang mempengaruhi fungsi
tiroid janin. Kerusakan otak janin diperkirakan terjadi ketika kekurangan Iodium pada
trisemester I kehamilan. Ciri-ciri kretin karena kerusakan saraf adalah kemampuan kognitif yang
rendah, tuli, dan ganguan bicara. 2
2) Gondok merupakan pembesaran kelenjar tiroid pada leher. Gondok biasanya tidak
menyakitkan, namun adanya gondok menunjukkan bahwa sedang terjadi kerusakanlain dari
kekurangan Iodium.
3) Kerusakan fungsi kognitif. Kekurangan Iodium merupakan penyebab nomor satu kerusakan
otak dan kemunduran mental yang sebenarnya dapat dicegah. Masalahnya berkisar dari
perubahan saraf sampai kerusakan fungsi kognitf. Hasil dari meta analisis dari 18 penelitian yang
meliputi 2214 subjek menunjukkan rata-rata kognitif dan psikomotor anak-anak yang
kekurangan Iodium lebih redah 13.5 IQ poin dibandingkan anak yang normal. Masalahnya
diperberat dengan lingkungan yang terdiri dari orang-orang tidak cerdas, apatis, tidak ada
motivasi sebagai akibat dari kekurangan Iodium. 4) Meningkatkan kesakitan dan kematian.
Kekurangan Iodium pada masa hamil berhubungan dengan kejadian bayi lahir mati, aborsi dan
kelainan congenital.2
D. KEP (Kurang Energi Protein)
KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia
maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap pertumbuhan,
perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain itu juga dampak langsung
6
terhadap kesakitan dan kematian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang
masih menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Kurang gizi pada balita terjadi
karena pada usia tersebut kebutuhan gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang
rawan gizi. Masalah gizi yang sampai saat ini masih menjadi masalah ditingkat nasional adalah
gizi kurang pada balita, anemia, gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) dan kurang
vitamin A, masalah tersebut disebagian besar kabupaten/kota dengan factor penyebab yang
berbeda.Usia dibawah lima tahun (balita) terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa
pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga memerlukan
kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-masa berikutnya. pada masa ini
anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik
maka akan mudah terjadi Kekurangan energi protein (KEP).2
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi protein (KEP) yang
merupakan masalah gizi utama di Indonesia.Untuk mengantisipasi masalah di atas, diperlukan
upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan,
termasuk pada sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas perawatan, Puskesmas, Balai
Pengobatan, Puskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu, dan Pusat Pemulihan Gizi yang
disertai peran aktif masyarakat. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP
merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan
intelektual,serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan
dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Pengejawantahan KEP terlihat dari
keadaan fisik seseorang yang diukur secara Antropometri. Manifestasi KEP tercermin dalam
bentuk fisik tubuh yang apabila diukur secara Anthropometri (TB/U, BB/U, BB/TB) kurang dari
nilai baku yang dianjurkan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP merupakan salah
satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual serta
menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian
terutama pada kelompok rentan biologis.2,3
Gejala klinis
7
a. Kwashiorkor
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: -penyakit infeksi, umumnya akut anemia, diare.
b. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah
pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang8
- Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diare
c. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.
Klasifikasi KEP
Berikut ini adalah klasifikasi Kurang Energi Protein1:
KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS
dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS;
KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80%
baku median WHO-NCHS;
KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB
<70% baku median WHO-NCHS.
Penentuan KEP dilakukan berdasarkan indikator antropometri yaitu berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB). Anak dikatakan mengalami KEP apabila berada di bawah -2 z-score (standar
Internasional NCHS-WHO) dari setiap indikator
II. Program KIA3,4
a. Setiap ibu hamil diberi penyuluhan mengenai :
- Selalu mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa
- Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
- Ibu hamil di daerah endemis gondok harus memperoleh 1 kapsul yodium.
- Perlunya menjadi peserta KB setelah melahirkan
9
- Penggukuran LILA, untuk mengetahui keadaan gizi ibu hamil. Jika ukuran LILA
berada pada warna merah(kurang dari23,5 cm) maka ibu tergolong kurus sekali.
Jadi ibu dianjurkan banyak makan dan istirahat.
- Pentingnya ibu memeriksaan secara rutin, kepada petugas kesehatan disampingi
suami
- Memasak makanan sehat( dengan peragaan) bahan makanannya diambil dari hasil
perkarangan/kebun/ kolam
- Pentinnya ibu nifas mendapatkan 2 kapsul vitamin A warna merah sesuai aturan
minum
- Mendapat tablet Fe bagi yang terkena gejala kurang darah Anemia.
- Persalinan dibantu oleh tenaga medis
- Ibu hamil makan untuk dua orang, untuk dirinya dan untuk janin yang
dikandungnya
- Setiap hari sejak awal kehamilan, diperlukan tambahan makanan bergizi/sehat 1
piring lebih banyak dari biasanya
- Setiap kali makan, jangan lipa makan sayur dan buah, serta lauk pauk
- Juga minum paling sedikit 8-10 gelas setiap hari
Tim puskesmas terdiri dari pimpinan puskesmas, pengelola peminat KIA kecamatan, staf
puskesmas lain yang mampu bertindak sebagai pelatih kader dan Pembina kelompok peminat
KIA.
Tugas 1
Mengidentifikasi ketersediaan kader dari kegiatan atau sector lain pada desa terpilih.
Tujuan: untuk memudahkan proses pemilihan kader sesuai dengan criteria yang ditetapkan.
Langkah:
1) Menghubungi para petugas gizi, petugas imunisasi, petugas KB, dan lainnya.
2) Mencatat nama dan lokasi individu yang menjadi kader dari setiap kegiatan diatas.
10
Tugas 2
Menjelaskan program peminat KIA dan rencana latihan kader kepada kepala desa, tim penggerak
PKK desa, pengurus LKMD, kepala dukuh/kampong, dan tokoh masyarakat.
Tujuan: agar mereka mengetahui dan memahami tujuan dan kegiatan peminat KIA. Dengan
demikian, mereka diharapkan mendukung dan membantu pelaksanaan program peminat KIA.
Langkah:
1) Mempelajari tujuan, manfaat, dan kelompok sasaran program peminat KIA, khususnya
latihan kader.
2) Menjelaskan kepada mereka tentang tujuan dan manfaat program peminat KIA.
3) Mengemukakan bentuk dan jenis dukungan yang diperlukan untuk keberhasilan program.
Tugas 3
Mencari dan memilih calon kader yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
a. kader posyandu (2 orang)
b. Ibu atau siapa saja yang dapat baca-tulis dan diterima oleh masyarakat.
Tujuan: agar didapatkan calon kader yang bersedia kerja sukarela dan memiliki dedikasi.
Langkah:
1) Melakukan konsultasi dengan perangkat desa dan tokoh masyarakat mengenai calon
kader yang tepat.
2) Kepada calon kader menjelaskan tujuan dan kegiatan peminat KIA serta tugas yang harus
dilakukan nanti.
3) Mendorong terjadinya hubungan kerja yang baik antara kader peminat KIA dan kader
lainnya serta staf puskesmas.
11
Tugas 4
Mempersiapkan latihan kader peminat KIA yang meliputi penyusunan jadwal, penentuan lokasi,
mengirimkan undangan, dan menyiapkan media latihan (alat-alat peraga).
Tujuan: agar pelaksanaan latihan berjalan dengan lancer.
Langkah:
1) Mempelajari tujuan dan materi latihan.
2) Menyusun jadwal kerja.
3) Melakukan konsultasi dengan camat, PKK, dan kepala desa.
Tugas 5
Menggali peran serta masyarakat dan instansi local (kepala desa, camat dan sector) dalam
pelaksanaan kegiatan.
Tujuan: agar didapatkan dukungan moral dan fisik bagi keberhasilan latihan.
Langkah:
1) Menjelaskan kebutuhan yang diperlukan untuk latihan.
2) Mengemukakan dana yang tersedia.
3) Menekankan bahwa tanpa dukungan tambahan latihan sulit dilaksanakan dengan baik.
Tugas 6
Bertindak sebagai latihan dalam pelatihan kader peminat KIA tentang pengetahuan dan
keterampilan KIA sesuai dengan bahan yang ditentukan.
Tujuan: agar para peserta mampu dan terampil menjadi fasilitator dalam kegiatan kelompok
belajar peminat KIA.
12
Langkah:
1) Mengatur agar lamanya pembahasan materi disesuaikan dengan tingkat pengetahuan
peserta.
2) Menciptakan suasana yang intim dan santai.
3) Menggunakan waktu secara baik dan tepat.
4) Menjelaskan bagaimana seharusnya hubungan antara peserta dengan pelatih.
5) Memperkenalkan penggunaan kartu rujuk kepada kader. Kartu rujuk diberikan kepada
semua anggota kelompok supaya memeriksakan diri ke puskesmas, puskesmas
pembantu, posyandu atau bidan/dokter praktek swasta.
Tugas 7
Memberikan informasi nama dan alamat dukun terlatih di wilayah kerja puskesmas kepada kader
peminat KIA.
Tujuan: agar para kader dapat menganjurkan kepada ibu hamil untuk memeriksakan diri ke
puskesmas atau posyandu dan meminta pertolongan persalinan hanya pada dukun terlatih selain
tenaga kesehatan lainnya.
III. Program KB
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang
diinginkan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif
untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau
pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. Berdasarkan penelitian, terdapat 3.6 juta
kehamilan tidak direncanakan setiap tahunnya di Amerika Serikat, separuh dari kehamilan yang
tidak direncanakan ini terjadi karena pasangan tersebut tidak menggunakan alat pencegah
kehamilan, dan setengahnya lagi menggunakan alat kontrasepsi tetapi tidak benar cara
penggunaannya.5,6,7
13
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan
membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi
(melekat) dan berkembang di dalam rahim. Kontrasepsi dapat reversible (kembali) atau
permanen (tetap). Kontrasepsi yang reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat dihentikan
setiap saat tanpa efek lama di dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk punya
anak lagi. Metode kontrasepsi 3permanen atau yang kita sebut sterilisasi adalah metode
kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan dikarenakan melibatkan tindakan
operasi.7
Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya yaitu metode barrier
(penghalang), sebagai contoh, kondom yang menghalangi sperma; metode mekanik seperti IUD;
atau metode hormonal seperti pil. Metode kontrasepsi alami tidak memakai alat-alat bantu
maupun hormonal namun berdasarkan fisiologis seorang wanita dengan tujuan untuk mencegah
fertilisasi (pembuahan).6,7
Faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektivitas, keamanan,
frekuensi pemakaian dan efek samping, serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan
kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi juga
didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan kultur budaya mengenai kontrasepsi tersebut.
Faktor lainnya adalah frekuensi bersenggama, kemudahan untuk kembali hamil lagi, efek
samping ke laktasi, dan efek dari kontrasepsi tersebut di masa depan. Sayangnya, tidak ada
metode kontrasepsi, kecuali abstinensia (tidak berhubungan seksual), yang efektif mencegah
kehamilan 100%
- Metode kontrasepsi
1. Kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi oral kombinasi Kontrasepsi oral progestin Kontrasepsi suntikan progestin
Kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron Implant progestin Kontrasepsi Patch
Kontrasepsi barrier (penghalang)
Kondom (pria dan wanita)
2. Diafragma dan cervical cap
14
3. Spermisida
4. IUD (spiral)
5. Perencanaan keluarga alami
6. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasi
7. Metode amenorea menyusui
8. Kontrasepsi darurat
Kontrasepsi darurat hormonal
Kontrasepsi darurat IUD
9. Sterilisasi
Vasektomi
Ligasi tuba
- Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi ini tersedia dalam bentuk oral, suntikan, dan mekanik. Kontrasepsi oral
adalah kombinasi dari hormon estrogen dan progestin atau hanya progestin-mini pil. Suntikan
dan kontrasepsi implant (mekanik) mengandung progestin saja atau kombinasi progestin dan
estrogen.
Kontrasepsi oral kombinasi (pil) --> mengandung sintetik estrogen dan preparat
progestin yang mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi
(pelepasan sel telur oleh indung telur) melalui penekanan hormon LH dan FSH,
mempertebal lendir mukosa servikal (leher rahim), dan menghalangi pertumbuhan
lapisan endometrium. Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen dosis rendah dan ada
yang mengandung estrogen dosis tinggi. Estrogen dosis tinggi biasanya diberikan kepada
wanita yang mengkonsumsi obat tertentu (terutama obat epilepsy).
Selain untuk kontrasepsi, oral kombinasi dapat digunakan untuk menangani dismenorea
(nyeri saat haid), menoragia, dan metroragia. Oral kombinasi tidak direkomendasikan untuk
wanita menyusui, sampai minimal 6 bulan setelah melahirkan. Pil kombinasi yang diminum oleh
ibu menyusui bias mengurangi jumlah air susu dan kandungan zat lemak serta protein dalam air
susu. Hormon dari pil terdapat dalam air susu sehingga bisa sampai ke bayi. Karena itu untuk ibu
15
menyusui sebaiknya diberikan tablet yang hanya mengandung progestin, yang tidak
mempengaruhi pembentukan air susu.6,7
Wanita yang tidak menyusui harus menunggu setidaknya 3 bulan setelah melahirkan
sebelum memulai oral kombinasi karena peningkatan risiko terbentuknya bekuan darah di
tungkai. Apabila 1 pil lupa diminum, 2 pil harus diminum sesegera mungkin setelah ingat, dan
pack tersebut harus dihabiskan seperti biasa. Bila 2 atau lebih pil lupa diminum, maka pack pil
harus tetap dihabiskan dan metode kontrasepsi lain harus digunakan, seperti kondom untuk
mencegah kehamilan.Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu setelah
persalinan, maka pil KB bisa langsung digunakan. Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu
12-28 minggu, maka harus menunggu 1 minggu sebelum pil KB mulai digunakan, sedangkan
jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu lebih dari 28 minggu, harus menunggu 2 minggu
sebelum pil KB mulai digunakan.7
Pil KB tidak berpengaruh terhadap obat lain, tetapi obat lain (terutama obat tidur dan
antibiotik) bias menyebabkan berkurangnya efektivitas dari pil KB. Obat anti-kejang (fenitoin
dan fenobarbital) bisa menyebabkan meningkatkan perdarahan abnormal pada wanita pemakai
pil KB.6
Beberapa kondisi dimana kontrasepsi oral kombinasi tidak boleh diigunakan pada wanita
dengan:
menyusui atau kurang dari 6 minggu setelah melahirkan
usia >35 tahun dan merokok 15 batang sehari
faktor risiko multipel untuk penyakit jantung (usia tua, merokok, diabetes, hipertensi)
tekanan darah sistolik ≥ 160 atau TD diastolik ≥ 100 mmHg
riwayat trombosis vena dalam atau emboli paru
- Efektivitas : kehamilan terjadi pada 0,1 – 5 per 100 wanita pada 1 tahun
penggunaan pertama
- Keuntungan : sangat efektif, mencegah kanker indung telur dan kanker
endometrium, menurunkan ketidakteraturan menstruasi dan anemia yang
berkaitan dengan menstruasi, menghaluskan kulit dengan jerawat sedang
16
- Kerugian : tidak direkomendasikan untuk menyusui, tidak melindungi dari
Penyakit Menular Seksual (PMS), harus diminum setiap hari, membutuhkan resep
dokter
- Efek samping lokal : mual, nyeri tekan pada payudara, sakit kepala
Kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron
Suntikan ini diberikan secara intramuskular setiap bulan, mengandung 25 mg depo
medroxyprogesteron asetat dan 5 mg estradiol cypionat. Mekanisme kerja, efek samping,
kriteria, dan keamanan sama seperti kontrasepsi oral kombinasi. Siklus menstruasi terjadi lebih
stabil setiap bulan. Pengembalian kesuburan tidak selama kontrasepsi suntikan progestin.6
Kontrasepsi Barrier (penghalang)
Kondom (pria dan wanita) a metode yang mengumpulkan air mani dan sperma di dalam
kantung kondom dan mencegahnya memasuki saluran reproduksi wanita. Kondom pria harus
dipakai setelah ereksi dan sebelum alat kelamin pria penetrasi ke dalam vagina yang meliputi
separuh bagian penis yang ereksi. Tidak boleh terlalu ketat (ada tempat kosong di ujung untuk
menampung sperma). Kondom harus dilepas setelah ejakulasi.6,7
- Efktivitas : kehamilan terjadi pada 3-14 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan pertama
- Keuntungan : dapat digunakan selama menyusui, satu-satunya kontrasepsi yang mencegah
PMS, infeksi GO, klamidia
. Kerugian : kegagalan tinggi bila tidak digunakan dengan benar, alergi lateks pada orang yang
sensitive.6
Diafragma dan cervical cap --> kontrasepsi penghalang yang dimasukkan ke dalam
vagina dan mencegah sperma masuk ke dalam saluran reproduksi. Diafragma terbuat dari lateks
atau karet dengan cincin yang fleksibel. Diafragma diletakkan posterior dari simfisis pubis
sehingga serviks (leher rahim) tertutupi semuanya. Diafragma harus diletakkan minimal 6 jam
setelah senggama. Cervical cap (penutup serviks) adalah kop bulat yang diletakkan menutupi
leher rahim dengan perlekatan di bagian forniks. Terbuat dari karet dan harus tetap di tempatnya
lebih dari 48 jam.6,7
17
- Efektivitas : kehamilan terjadi pada 6-40 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan pertama
- Keuntungan : dapat digunakan selama menyusui, tidak ada risiko gangguan kesehatan,
melindungi dari PMS
- Kerugian : angka kegagalan tinggi, peningkatan risiko infeksi, membutuhkan evaluasi dari
tenaga kesehatan, ketidaknyamanan.
Spermisida
Agen yang menghancurkan membran sel sperma dan menurunkan motilitas (pergerakan
sperma). Tipe spermisida mencakup foam aerosol, krim, vagina suposituria, jeli, sponge (busa)
yang dimasukkan sebelum melakukan hubungan seksual. Terutama mengandung nonoxynol 9
- Efektivitas : kehamilan terjadi pada 6-26 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan
pertama
- Keuntungan : tidak mengganggu kesehatan, berfungsi sebagai pelumas, dapat mencegah
PMS Bacterial
- Kerugian : angka kegagalan tinggi, dapat meningkatkan transmisi virus HIV, hanya
efektif 1-2 jam
IUD (spiral)
Fleksibel, alat yang terbuat dari plastik yang dimasukkan ke dalam rahim dan mencegah
kehamilan dengan cara menganggu lingkungan rahim, yang menghalangi terjadinya pembuahan
maupun implantasi. Spiral jenis copper T (melepaskan tembaga) mencegah kehamilan dengan
cara menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10
tahun. Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat
digunakan untuk kontrasepsi darurat.IUD dapat dipasang kapan saja selama periode menstruasi
bila wanita tersebut tidak hamil. Untuk wanita setelah melahirkan, pemasangan IUD segera (10
menit setelah pengeluaran plasenta) dapat mencegah mudah copotnya IUD. IUD juga dapat
dipasang 4 minggu setelah melahirkan tanpa factor resiko perforasi (robeknya rahim). Untuk
wanita menyusui, IUD dengan progestin sebaiknya tidak dipakai sampai 6 bulan setelah
melahirkan. IUD juga dapat dipasang segera setelah abortus spontan triwulan pertama, tetapi
direkomendasikan untuk ditunda sampai involusi komplit setelah triwulan kedua abortus. Setelah 18
IUD dipasang, seorang wanita harus dapat mengecek benang IUD setiap habis menstruasi.
Kondisi dimana seorang wanita tidak seharusnya menggunakan IUD adalah :
Kehamilan
Sepsis
Aborsi postseptik dalam waktu dekat
Abnormalitas anatomi yang mengganggu rongga rahim
Perdarahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
Penyakit tropoblastik ganas
Kanker leher rahim, kanker payudara, kanker endometrium
- Efektivitas : kehamilan terjadi pada 0,3-0,8 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan
pertama
- Keuntungan : sangat efektif, bekerja cepat setelah dimasukkan ke dalam rahim. Bekerja
dalam jangka waktu lama
- Kerugian : risiko infeksi panggul, dismenorea (nyeri saat haid), menoragia pada bulan-
bulan pertama, peningkatan risiko perforasi (robek) rahim, risiko kehamilan ektopik, IUD
dapat lepas dengan sendirinya
- Efek samping : nyeri, perdarahan, peningkatan jumlah darah menstruasi
IV. Perbaikan Gizi Masyarakat
Program Perbaikan Gizi Masyarakat adalah salah satu program pokok Puskesmas yaitu
program kegiatan yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi
Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin
A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga/Masyarakat.
Kegiatan-kegiatan program ini ada yang dilakukan harian, bulanan, smesteran ( 6 bulan
sekali) dan tahun ( setahun sekali) serta beberapa kegiatan investigasi dan intervensi yang
dilakukan setiap saat jika ditemukan masalah gizi misalnya ditemukan adanya kasus gizi buruk.
Kegiatan program Perbaikan Gizi Masyarakat dapat dilakukan dalam maupun di luar gedung
Puskesmas.
19
Kegiatan program gizi yang dilakukan harian adalah
1. Peningkatan pemberian ASI Eksklusif adalah Pemberian ASI tampa makanan dan
minuman lain pada bayi berumur nol sampai dengan 6 bulan
2. Pemberian MP-ASI anak umur 6- 24 bulan adalah pemberian makanan pendamping ASI
pada anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin selama 90 hari.
3. Pemberian tablet besi (90 tablet) pada ibu hamil adalah pemberian tablet besi (90 tablet)
selama masa kehamilan.
4. Pemberian PMT pemulihan pada Keluarga Miskin adalah balita keluarga miskin yang
ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi di wilayah puskesmas
5. Kegiatan investigasi dan intervensi yang dilakukan setai saat jika ditemukan masalah
gizi misalnya ditemukan adanya kasus gizi buruk.
Kegiatan yang dilakukan bulanan adalah
1. Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita ( Penimbangan Balita) adalah pengukuran
berat badan balita untuk mengetahui pola pertumbuhan dan perkembangan berat badan
balita.
2. Kegiatan konseling gizi dalam rangka peningkatan pendidikan gizi dan Perberdayaan
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan setiap smester ( 6 bulan sekali) adalah Pemberian Kapsul
Vitamin A (Dosis 200.000 SI) pada balita adalah pemberian kaspusl vitamin A dosis tinggi
kepada bayi dan anak balita secara periodik yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada
bulan Februari dan Agustus dan untuk anak balita enam bulan sekali dan secara serentak dalam
bulan Februari dan Agustus
Kegiatan yang dilakukan setiap tahun ( setahun sekali adalah)
1. Pemantauan Status Gizi balita
2. Pemantaun konsumsi gizi
20
3. Pemantauan penggunaan garam beryodium
Pelaksana program Gizi di Puskesmas dilakukan oleh tenaga gizi berpendidikan D1
(Asisten Ahli Gizi) dan DIII (Ahli Madya Gizi) serta S1/D4 Gizi (Sarjana Gizi) yang khusus
dipersiapkan atau mahir dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat atau sebagai tenaga
profesinal di bidang gizi. Pelaksana Program Gizi dapat juga dilakukan oleh tenaga kesehatan
lain yang telah dilatih dalam pelaksanaan program gizi puskesmas.
Beberapa jenis pelatihan bagi petugas gizi puskesmas adalah
1. Pelatihan konseling ASI
2. Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan Balita
3. Pelatihan Konseling MP-ASI
4. Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk
5. Pelatihan pengelolaan Program Gizi Puskesmas
6. Dan beberapa pelatihan gizi lainnya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
petugas dalam melaksanakan program gizi di masyarakat.
Pedoman-pedoman yang harus dimiliki oleh seorang petugas gizi Puskesmas adalah
1. Buku Surveilans Gizi
2. Buku Pegangan Kader Posyandu
3. Buku Manajemen pemberian Vitamin A
4. Buku Manajemen Pemberian Tablet Fe
5. Buku Pedoman Pemberian ASI
6. Buku Pedoman MP-ASI
7. Buku Pedoman Pemberian Garam Beryodium
21
8. Buku Standar Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita
9. Buku Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (ASI untuk usia 6-24 bulan.
Buku-buku pedoman ini telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, juga telah
dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi bahkan agar lebih operasional buku-buku
tersebut telah juga dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pengawasan, evaluasi dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota biasanya
dilakukan dalam bentuk sebagai berikut :
1. Kunjungan Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/kota untuk melakukan supervisi atau
bimbingan tehnis program gizi pada setiap tahunnya.
2. Umpan balik Laporan (feedbeck) laporan cakupan selama setahun dari Dinas Kesehatan
kabupaten /kota dari laporan rekapitulasi puskesmas yang dikirm setiap bulan di Dinas
Kabupaten/kota.
3. Pertemuan monitoring dan evaluasi program gzi ditingkat Kabupaten /kota.
Beberapa Output dari program Gizi masyarakat yang dilaksanakan di Puskesmas diperoleh dari
buku register (pencatatan) setiap kegiatan yang kemudian dibuatkan laporan per posyandu
atau setiap unit pelayanan gizi, direkapitulasi menjadi perdesa dan selanjutnya dikirim ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota dalam bentuk laporan bulanan, smester dan tahunan. Setiap laporan
dapat memberikan gambaran tempat, waktu, person (sasaran).
Jumlah sasaran (person) biasanya dibuat atau telah disepakati/ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
kabupaten/kota atau sumber yang telah ada di Puskesmas sebagai hasil dari pendataan sasaran
program.
Beberapa Output dari Program Gizi adalah
1. Jumlah anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin yang mendapat MP-ASI
2. Jumlah Balita yang memiliki KMS, jumlah balita yang ditimbang, Naik Berat Badannya
termasuk juga Balita dengen Berat Badan dibawah Garis Merah (BGM) pada KMS
22
3. Jumlah Balita mendapatkan Kapsul Vitamin A
4. Jumlah Balita mendapatkan tablet F3 dengan 90 tablet selama kehamilan.
5. Gambaran Status Gizi Balita
6. Gambaran Konsumsi Gizi
7. Gambaran penggunaan Garam Beryodium
8. Laporan hasil Investigas dan Intervensi Gizi buruk. Dan beberapa laporan lainnya.
Demikian Program Gizi Masyarakat di Puskesmas yang fungsi utama pelaksanannya adalah
mempersiapkan, memelihara dan mempertahakan agar setiap orang terutama kelompok rawan
ibu hamil, bayi, ibu menyusui, anak balita mempunyai status gizi baik, dapat hidup sehat dan
produktif. Fungsi ini dapat terwujud kalau setiap petugas dalam melaksanakan program gizi
dilakukan dengan baik dan benar sesuai komponen-komponen yang harus ada dalam program
perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas
V. Upaya pencagahan dan pengobatan
a. Anemia Defisiensi Besi
Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau
Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/
bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam
folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).2
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan
adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua
(Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg
(20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr
% (Manuaba, 2001). Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-
kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb
dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
23
yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri
dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk
meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat
usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat
besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi
perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi
sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba,
2001).
b. Kurang Vitamin A2
Melihat dampak yang dapat diakibatkan oleh kekurangan vitamin A seperti yang dijelaskan di
atas, maka masalah defisiensi vitamin A ini tidak boleh diremehkan karena dapat mengakibatkan
kematian atau kita akan kehilangan sumber daya manusia yang unggul. Untuk mengatsi ini ada
beberapa langkah yang harus terus dilaksanakan, antara lain yaitu :
a) Memperbaiki pola makanan masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan sehingga masyarakat
kita semakin gemar mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
b) Melakukan fortifikasi vitamin A terhadap beberapa bahan makanan yang banyak dikonsumsi
masyarakat dengan memperhatikan syarat-syarat fortifikasi misalnya tidak menyebabkan
perubahan rasa pada bahan makanan tersebut atau tidak menyebabkan kenaikan harga yang
terlalu tinggi. Contoh bahan makanan yang dapat dilakukan fortifikasi adalah pada MSG atau
pada Mie instan.
c) Meningkatkan program pemberian suplemen vitamin A yang sudah berjalan pada
kelompok sasaran, yaitu :
24
Bayi umur 6 – 12 bulan : diberikan kapsul vitamin A warna biru, dosis 100.000
UI setiap bulan pebruari dan Agustus
Anak umur 1 – 5 Tahun : diberikan kapsul vitamin A warna merah, dosis
200.000 UI setiap bulan pebruari dan Agustus
Ibu nifas : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI sehari setelah
melahirkan dan diberikan lagi 24 jam kemudian ( masing-masing satu kapsul
Anak yang terserang campak, diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 IU
d) Pemerian imunisasi pada anak harus terus dipantau supaya terhindar dari penyakit
infeksi
e) Mengkonsumsi makanan yang seimbang agar metabolism vitamin A dalam tubuh
dapat berjalan secara normal
c. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
- Penanggulangan
1. Garam beryodium. Sesuai Kepres no 69, 13 Oktober 1994,mewajibkan semua garam
yang dikonsumsi,baik manusia maupun hewan ,diperkaya dengan yodium sebanyak 30-
80 ppm (Erna, 2004)
2. Suplementasi yodium pada binatang
3. Suntikan minyak beryodium (Lipiodol)
4. Kapsul minyak beryodium. (Arisman,2004).
- Pencegahan
Secara relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium : sekitar 100 μg/100 gr.
Pencegahan dilaksanakan melalui pemberian garam beryodium. Jika garam beryodium
tidak tersedia, maka diberikan kapsul minyak beryodium setiap 3, 6 atau 12 bulan, atau
suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun. (Arisman,2004).
d. Kurang Energi Protein (KEP)
Masalah KEP atau pencapaian status gizi (dalam arti positif) merupakan salah satu
keluaran penting dari pembangunan sosial-ekonomi-budaya. ecara umum. Oleh karenanya status
girl dijadikan salah satu indikator suksesnya pembangunan. Penentuan kriteria, target, dan
25
tahapan pencapaiannya dapat disusun secara teknis. Pencapaian status gizi tersebut dilaksanakan
dalam pendekatan lintas sektoral, multifaset dan komprehensif . Sesuai dengan sifat masalah KEP
yang kompleks, maka berkurangnya prevalensi KEP pada anak balita merupakan dampak
komplementer dari berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi yang ada, sedang
program gizi lebih banyak ikut memberi arah agar unsur perbaikan gizi tidak terlupakan.
Disamping itu, keberhasilan dalam meningkatkan keadaan gizi anak balita juga merupakan
akibat langsung peran serta aktif masyarakat, terutarna peranan wanita dan Lembaga Sosial
Masyarakat lain di Posyandu. Penanggulangan KEP diprioritaskan daerah tertinggal/miskin baik
di pedesaan/perkotaan. Kegiatan ini pelaksanaannya diintegrasikan kedalam program
penanggulangan kemiskinan secara nasional..2,8
Kegiatan penanggulangan KEP meliputi8:
- Pemantapan UPGK dengan: meningkatkan upaya pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita melalui kelompok dan dasa wisma.
- Penanganan khusus KEP berat secara lintas program dan lintas sektoral.
- Pengembangan sistem rujukan pelayanan gizi di Posyandu dalam rehabilitasi gizi
terutama di daerah miskin.
- Peningkatan gerakan sadar pangan dan gizi melalui KIE yang berkesinambungan.
- Peningkatan pemberian ASI secara eksklusif.
- Penanggulangan KEK (Kurang Energi Kronik) pada ibu hamil didasarkan hasil penilaian
dengan alat ukur LILA (Lingkar Lengan Atas). Jadi Upaya penanggulangan masalah KEP pada
balita dapat dilakukan guna mencegah dan mengurangi kejadian KEP adalah yaitu :
1. Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan kesehatan,
2. Pencegahan infeksi potensial KEP
3. Pemberian ASI eksklusif,
26
4. Perbaikan sosial ekonomi keluarga,
5. Keluarga berencana,
6. Imunisasi
7. Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti: kesehatan, pertanian, ketenaga
kerjaan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan kependudukan juga dibutuhkan.
8. Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan program : penimbangan balita
secara rutin, imunisasi, upaya kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana,
upaya perbaikan gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan
kesehatan akan sangat mendukung.
VI. Upaya peningkatan mutu dan pelayanan kesehatan
a) Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas
berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di
wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas 27
bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila
di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja
dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau
RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran
masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni
masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4
indikator utama yakni:
a. Lingkungan sehat
b. Perilaku sehat
c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
28
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan,keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya.
Lima Langkah Pengelolaan Program Perbaikan Gizi di Puskesmas.
Lima langkah pengelolaan program perbaikan gizi di Puskesmas pada dasarnya sama
dengan langkah-langkah pada pedoman pengelolaann gizi yang dilakukan di Tingkat Kabupaten
yang dikeluarkan Direktorat Bina Gizi Depkes RI, dimulai dari Langkah pertama yaitu
Identifikasi Masalah, kemudian Langkah Kedua Analisis masalah. Langkah pertama dan kedua
biasa dikenal dengan perencanaan (planing). Langkah Ketiga adalah Menentukan kegiatan
perbaikan gizi, langkah ini biasa juga dikenal atau disebut juga dengan pengorganisasian
(organising). Langkah Keempat adalah melaksanakan program perbaikan gizi, langkah ini
disebut juga dengan Pelaksanaan (actuating). Dan yang terakhir adalah Langkah Kelima yaitu
pantauan dan evaluasi, langkah ini disebut juga dengan (controlling anda evaluation).9
1. Indentifikasi Masalah
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah mempelajari data berupa angka atau
keterangan-keterangan yang berhubungan dengan identifikasi masalah gizi. Kemudian
melakukan validasi terhadap data yang tersedia, maksudnya melihat kembali data, apakah sudah
sesuai dengan data yang seharusnya dikumpulkan dan dipelajari. Selanjutnya mempelajari
besaran dan sebaran masalah gizi, membandingkan dengan ambang batas dan atau target
program gizi, setelah itu rumuskan masalah gizi dengan menggunakan ukuran prevalensi dan
atau cakupan.
29
2. Analisis Masalah
Analisis masalah didasarkan pada Penelaahan hasil identifikasi dengan menganalisis
faktor penyebab terjadinya masalah sebagaimana yang disebutkan diatas, tujuannya untuk dapat
memahami masalah secara jelas dan spesifik serta terukur, sehingga mempermudah penentuan
alternatif masalah. Caranya dapat dilakukan dengan Analisis Hubungan, Analisis Perbandingan,
Analisis Kecenderungan dan lain-lain Langkah-langkah analisis masalah dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Tentukan masalah gizi yang menjadi prioritas disuatu wilayah (Desa)
2. Lakukan telaahan pada faktor penyebab, dengan melihat berbagai data.
3. Tetapkan wilayah (desa) yang menjadi prioritas dalam penanggulangan. Contoh Analisis
kecenderungan dapat diketahui Trend meningkatnya prevalensi dari waktu-kewaktu di suatu
wilayah (desa), Trend menurunnya cakupan programdari waktu-kewaktu di suatu wilayah (desa)
4. Desa dimana prevalensi masalah gizi trend tinggi atau cakupan program trend turun mendapat
prioritas dalam program perbaikan gizi.
3. Menentukan Kegiatan Perbaikan Gizi
Langkah ini didasarkan pada analisis masalah di kecamatan yang secara langsung
maupun tidak langsung yang berkaitan dengan upaya peningkatan status gizi masyarakat,
sebagaimana yang diperlihatkan dalam analisis LAM diatas. Langkah ketiga pengelolaan
program perbaikan gzizi ini dimulai dengan penetapan tujuan yaitu upaya-upaya penetapan
kegiatan yang dapat mempercepat penanggulangan masalah gizi yang ada. Dalam menyusun
tujuan di kenal dengan istilah “ SMART” yang singkatan dari Spesific (khusus), Measurable
(dapat diukur), Achievable (dapat dicapai), Realistic ( sesuai fakta real), Timebound ( ada waktu
untuk mencapaianya).
4. Melaksanakan Program Perbaikan Gizi
Setelah kegiatan perbaikan gizi tersusun, kemudian dilakukan langkah-langkah yang
terencana untuk setiap kegiatan. Jenis kegiatan yang akan dilakukan meliputi Advokasi,
Sosialiasi, Capacity Buiding, Pemberdayaan Masyarakat dan keluarga, Penyiapan sarana dan
prasarana, Penyuluhan Gizi dan Pelayanan Gizi di Puskesmas maupun di Posyandu.9
5. Pemantauan dan Evaluasi
30
PEMANTAUAN adalah pengawasan secara periodik terhadap pelaksanaan kegiatan
program perbaikan gizi dalam menentukan besarnya input yang diberikan, proses yang
berjalan maupun output yang dicapai. Tujuannya untuk menindak lanjuti kegiatan program
selama pelaksanaan kegiatan, dilakukan untuk menjamin bahwa PROSES pelaksanaan sesuai
action plan dan jadwal.
EVALUASI adalah Suatu proses untuk mengukur keterkaitan, efektivitas, efisiensi dan
dampak suatu program, dilakukan dengan tujuan memperbaiki rancangan, menentukan suatu
bentuk kegiatan yang tepat, memperoleh masukan untuk digunakan dalam proses perencanaan
yang akan datang dan mengukur keberhasilan suatu program. Pelaksana program Gizi di
Puskesmas dilakukan oleh tenaga gizi berpendidikan D1 (Asisten Ahli Gizi) dan DIII (Ahli
Madya Gizi) serta S1/D4 Gizi (Sarjana Gizi) yang khusus dipersiapkan atau mahir dalam
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat atau sebagai tenaga profesinal di bidang gizi.
Pelaksana Program Gizi dapat juga dilakukan oleh tenaga kesehatan lain yang telah dilatih dalam
pelaksanaan program gizi puskesmas.
Beberapa jenis pelatihan bagi petugas gizi puskesmas adalah :
1. Pelatihan konseling ASI
2. Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan Balita
3. Pelatihan Konseling MP-ASI
4. Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk
5. Pelatihan pengelolaan Program Gizi Puskesmas
6. Dan beberapa pelatihan gizi lainnya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
petugas dalam melaksanakan program gizi di masyarakat.
Pedoman-pedoman yang harus dimiliki oleh seorang petugas gizi Puskesmas adalah :
1. Buku Surveilans Gizi
2. Buku Pegangan Kader Posyandu
3. Buku Manajemen pemberian Vitamin A
4. Buku Manajemen Pemberian Tablet Fe
5. Buku Pedoman Pemberian ASI
6. Buku Pedoman MP-ASI
7. Buku Pedoman Pemberian Garam Beryodium
31
8. Buku Standar Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita
9. Buku Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (ASI untuk usia 6-24 bulan.
Buku-buku pedoman ini telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, juga telah
dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi bahkan agar lebih operasional buku-buku
tersebut telah juga dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawasan, evaluasi
dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota biasanya dilakukan dalam bentuk sebagai
berikut :
1. Kunjungan Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/kota untuk melakukan supervisi atau
bimbingan tehnis program gizi pada setiap tahunnya.
2. Umpan balik Laporan (feedbeck) laporan cakupan selama setahun dari Dinas Kesehatan
kabupaten /kota dari laporan rekapitulasi puskesmas yang dikirm setiap bulan di Dinas
Kabupaten/kota.
3. Pertemuan monitoring dan evaluasi program gzi ditingkat Kabupaten /kota.
Beberapa Output dari program Gizi masyarakat yang dilaksanakan di Puskesmas diperoleh dari
buku register (pencatatan) setiap kegiatan yang kemudian dibuatkan laporan per posyandu
atau setiap unit pelayanan gizi, direkapitulasi menjadi perdesa dan selanjutnya dikirim ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota dalam bentuk laporan bulanan, smester dan tahunan. Setiap laporan
dapat memberikan gambaran tempat, waktu, person (sasaran).
Jumlah sasaran (person) biasanya dibuat atau telah disepakati/ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
kabupaten/kota atau sumber yang telah ada di Puskesmas sebagai hasil dari pendataan sasaran
program.
Beberapa Output dari Program Gizi adalah :
1. Jumlah anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin yang mendapat MP-ASI
2. Jumlah Balita yang memiliki KMS, jumlah balita yang ditimbang, Naik Berat Badannya
termasuk juga Balita dengen Berat Badan dibawah Garis Merah (BGM) pada KMS
3. Jumlah Balita mendapatkan Kapsul Vitamin A
4. Jumlah Balita mendapatkan tablet F3 dengan 90 tablet selama kehamilan.
5. Gambaran Status Gizi Balita
6. Gambaran Konsumsi Gizi
7. Gambaran penggunaan Garam Beryodium
32
8. Laporan hasil Investigas dan Intervensi Gizi buruk. Dan beberapa laporan lainnya.
b) Posyandu
Posyandu merupakan titik pertemuan antara professional medis dari puskesmas dengan kader
sebagai representasi atas peran aktif masyarakat. Posyandu merupakan garda depan masyarakat
untuk memperoleh pelayanan dasar dan merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan
kesehatan yang terjadi di masyarakat. Posyandu memiliki fungsi untuk menemukan, mencegah
dan menanggulangi kejadian secara dini.7,8,9
Posyandu adalah wujud peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. Terdapat lima program
prioritas yang dilaksanakan di Posyandu, yaitu program gizi, kesehatan ibu dan anak (KIA),
keluarga berencana (KB), imunisasi dan penanggulangan diare. Selain 5 program tersebut,
posyandu mempunyai kegiatan penunjang, yaitu dana sehat, simpan pinjam dan arisan.
Pemerintah telah menerbitkan surat edaran Nomor 411.3/111 6/Sj tanggal 13 juni 2011 tentang
revitalisasi posyandu.7
Kegiatan di posyandu garis besar tersusun sebagai beikut :
Meja / Tahap Kegiatan Peran Kader
Pertama Pendaftaran Melaksanakan pendaftaran
pengunjung posyandu
Kedua Penimbangan Melaksanakan penimbangan
balita dan ibu hamil yang
berkunjung ke posyandu
Ketiga Pengisian KMS -mencatat hasil penimbangan
di KMS/buku KIA
Keempat Penyuluhan Melaksanakan kegiatan
penyuluhan kesehatan
Kelima Pelayanan kesehatan Memberikan pelayanan KB
sesuai kewenangan missal :
memberikan vitamin A,zat
33
besi, oralit, pil KB, kondom
Menurut Departemen Kesehatan RI (1993:80) ada tiga jenis Pos Pelayanan Terpadu :
- Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dasar
- Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) lengkap
- Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pengembangan
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah pusat kesehatan masyarakat dimana masyarakat dapat
sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
merupakan jenis Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang pernah paling
memasyarakat di Indonesia.
1. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Pratama (Warna merah)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) tingkat pratama adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.
keadaan ini dinilai ‘gawat’, sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader
yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.
2. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Madya (Warna kuning)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi
cakupan utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini
berarti, kelestarian kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya. Untuk ini perlu dilakukan penggerakkan masyarakat secara intensif, serta
penambahan program yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Intervensi untuk Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) madya ada 2 yaitu:
a. Pelatihan Toma dengan modul eskalasi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang sekarang
sudah dilengkapi dengan metode stimulasi.
b. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan masalah dan
mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi
34
dan kondisi setempat. Untuk melaksanakan hal ini dengan baik, dapat digunakan acuan bulu
pedoman ‘Pendekatan Kemasyarakatan’ yang diterbitkan oleh Dit Bina Peran serta Masyarakat
Depkes.
3. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Purnama (Warna hijau)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada tingkat purnama adalah Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang
atau lebih, can cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%.
Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana.
Intervensi pada Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di tingkat ini adalah:
a. Penggarapan dengan pendekatan PKMD, untuk mengarahkan masyarakat menentukan sendiri
pengembangan program di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
b. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat, dengan
cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih. Untuk kegiatan ini dapat mengacu pada buku
‘Pedoman Penyelenggaraan Dana Sehat’ dan ‘Pedoman Pembinaan Dana Sehat’ yang diterbitkan
oleh Dit Bina Peran Serta Masyarakat Depkes.9
4. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Mandiri (Warna biru)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,
cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah
menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) tingkat ini,
intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut
menggunakan prinsip JPKM (Depkes, 1999: 26).9
VII. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) adalah usaha perbaikan gizi masyarakat yang
berintikan penyuluhan gizi, melalui peningkatan peran serta masyarakat dan didukung kegiatan
yang bersifat lintas sektoral, Dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait (kesehatan, BKKBN,
Pertanian Dalam Negeri), Dikbud, PKK, dan lain-lain.7,9
Pengertian lain mengenai UPGK adalah:
35
a. Merupakan usaha keluarga sendiri untuk memperbaiki keadaan gizi seluruh anggota keluarga,
b. Dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan
petugas berbagai sektor sebagai motivator, pembimbing dan pembina,
c. Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan bagian integral
dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
d. Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan
alih teknologi sederhana kepada keluarga dan masyarakat
A. Tujuan
1. Perbaikan keadaan gizi keluarga
1) Setiap balita naik berat badannya tiap bulan
2) Tidak ada balita –balita menderita gizi buruk
3) Tidak ada ibu hamil menderita kurang darah
4) Tidak ada bayi lahir menderita kretin atau gangguan akibat kurang garam yodium
5) Tidak ada penderita kurang Vitamin A
6) Tidak ada; lagi wanita usia subur (WUS) menderita kekurangan energy kronis (KEK),
yang badannya sangat kurus.
2. Perilaku yang mendukung perbaikan gizi keluarga
1) Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada petugas kesehatan
2) Setiapibu hamil, nifas dan menyusui makan hidangan bergizi 1 piring lebih banyak dari
biasanya(saat tidak hamil) sesuai anjurtan petugas kesehatan.
3) Setiap ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari setiap
4) wanita usia subur (WUS) di daerah endemic gondok minum kapsul yodium setiap tahun.
5) Setiap ibu hamil meminta imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ke petugas kesehatan .
6) Setiap ibu nifas minum 2 kapsul vitamin A warna merah (200,000 SI) :
1 kapsul segera setelah melahirkan
1 kapsul pada pagi berikutnya
7) Setiap bayi 0-6 bulan diberi asi saja(asi Eksklusif) letakkan bayi di perut ibu dan sususi
sesegera mungkin, 30 menit setelah lahih.
8) Setiap keluarga makan aneka makanan dan biasakan makan pagi.
36
9) Setiap keluarga menimbangkan balitanya setiap bulan untuk mengamati pertumbuhan
dan perkembangan anaknya.
10) Berilah bayi imunisasi hepatitis B segera segera setelah lahir (usia 0-7 hari), setiap bayi
umur 0-11 bulan memperoleh hepatitis B 4kali, BCG 1kali, polio 4 kali, DPT 3 kali dan
campak 1 kali.
11) Setiap bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul. Vitamin A warna biru (100,000 SI). Setiap
anak 12-59 bulan warna merah (2 00,000 SI) setiap 6 bulan ( Februari dan agustus)
12) Bila bayi/anak diare
ASI tetap diberikan lebih sering dari biasa
Beri makanan seperti biasa
Segera diberi minum air lebih banyak dan berikan larutan oralit
13) Pada saat memasak makanan sehari-hari setiap keluarga selalu menggunakan garam
beryodium
14) Setiap perkarangan dimanfaatkan sebagai warung hidup untuk meningkatkan gizi
keluarga
15) Setiap wanita usia subur (15-39 tahun ) sudah mendapatkan imunisasi TT 5 kali
16) Setiap pasangan usia subur (PUS) menjadi peserta KB
3. Partisipasi dan pemerataan kegiatan
1) Semua keluarga ikut serta dalam UPGK
2) Kegiatan meluas ke semua RT, RW, kampong, dusun.
3) UPGK dilakukan oleh, dari dan untuk masyarakat
B. Sasaran UPGK7,8,9
Secara garis besar sasaran UPGK dapat dikelompokkan menjadi :
a. Sasaran Langsung:
Sasaran langsung adalah perorangan atau keluarga yang bersedia melakukan sesuatu
terhadap dirinya sendiri dalam rangka mewujudkan keluarga sadar gizi. Sasaran ini pada
garis besarnya dapat disegmentasikan menjadi:
a) Keluarga Balita (Ibu, bapak, anggota keluarga yng ditugasi mengasuh anak)
b) Ibu muda
37
c) Ibu Hamil
d) Ibu menyusui
e) Masyarakat umum
b. Sasaran tidak langsung:
Yang dimaksud dengan sasaran tidak langsung adalah perorangan atau institusi yang
diharapkan dapat membantu secara aktif baik sebagai pengajar (motivator), maupun
sebagai penyedia jasa kelompok UPGK dalam rangka melembagakan dan
memberdayakan keluarga sadar gizi. Sasaran ini antara lain terdiri dari:
a) Kelompok yang mempunyai pengaruh dan menentukan dalam proses pengambilan
keputusan misalnya : pemuka masyarakat baik formal maupun informal (pemuka agama,
kepala adat, dan lain-lain )
b) Kelompok / institusi masyarakat di tingkat desa, KPD, KWT, PKK, Pramuka, Karang
Taruna, LSM, LKMD, Lembaga Agama, Kader dan lain sebagainya.
c) Kelompok Petugas KIE dari sektor-sektor yang terkait dalam berbagai tingkat daerah,
meliputi:
(1) Sektor kesehatan (Petugas Rumah Sakit, Petugas Puskesmas dan lain-lain)
(2) Sektor Keagamaan (Petugas KUA, motifator UPGK jalur agama, penyuluh agama,
guru agama)
(3) Sektor Pertanian
(4) Sektor BKKBN
(5) Sektor Pendidikan
38
Daftar Pustaka
1. Budiarto, Dr. Eko, SKM. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC, 2002. Hal 49-52.
2. Gibney J. Michael, Margetts M. Barrie. ed all. Gizi Kesehatan Masyarakat: Epidemiologi Gizi Buruk. EGC. Jakarta : 2005 Hal 216-86
3. Departemen Kesehatan RI. Buku kader Posyandu : Dalam Meningkatkan Gizi Keluarga . Departemen Kesehatan. Jakarta : 2006
4. Mckenzie JF, Pinger RR, Kotecki JE. Kesehatan Masyarakat. Ed 4. EGC . 2006
5. Sediaoetama, Drs. Ahmad Djaeni. ”Ilmu Gizi”. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2006.
6. Azwar, azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. 1980; hal. 11-121
7. Saefuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Ed 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006
8. Hartono, Bambang. Penataan Sistem Kesehatan Daerah. Departemen kesehatan RI. 2001; hal 28-42; 77-80.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), Pedoman Umum pengelolaan Posyandu, Jakarta
39
40