Upload
keisha-diantha-alika
View
8
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang
peternakan. Pada tahun 2009, industri pengolahan daging di dalam negeri mengalami
pertumbuhan produksi rata-rata yaitu sebesar 10 sampai 15 persen. Hal ini disertai
dengan peningkatan permintaan dan perubahan gaya hidup masyarakat yang beralih ke
makanan cepat saji. Potensi pasar daging olahan seperti smoked beef, bakso, nugget, dan
sosis sangat besar baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut Monoarfa (2009), yang
merupakan ketua Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (National Meat
Processor Assosiation (NAMPA), mengatakan bahwa omzet industri pengolahan daging
mencapai Rp. 1 triliun rupiah per tahun dengan kebutuhan daging sapi dan ayam sebesar
75 ton per hari.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2009 meningkat sebesar 4,2
persen dari tahun sebelumnya. Hal tersebut juga didukung oleh pertumbuhan konsumsi
rumah tangga yaitu sebesar 4,8 persen (www.bps.go.id). Dengan adanya peningkatan
konsumsi rumah tangga tersebut maka mendukung pola konsumsi masyarakat termasuk
dalam mengkonsumsi daging olahan. Faktor perkembangan era globalisasi dan informasi
saat ini mendorong gaya hidup masyarakat yang berdampak pada perubahan struktur
pasar konsumen. Masyarakat Indonesia mulai beradaptasi dan mengikuti pola konsumsi
di negara-negara maju, seperti mengkonsumsi daging olahan sebagai makanan sehari-
hari, memenuhi selera masyarakat perkotaan, bergizi, higienis, serta mudah dalam
pengolahan dan penyajiannya. Maka dari itu pertumbuhan usaha daging olahan akan
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kemampuan dan daya beli masyarakat.
Manusia memiliki tiga kebutuhan dasar dalam menjalankan hidupnya, salah satu
kebutuhan tersebut yaitu pangan. Kebutuhan pangan perlu diperhatikan dengan baik dan
hal yang perlu untuk dipertimbangkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan adalah
kandungan gizi yang meliputi protein, vitamin, lemak, dan nutrisi. Kandungan-
kandungan pada makanan itu merupakan faktor penting sebab dapat mempengaruhi
sistem dalam tubuh, pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan. Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) memberikan gambaran tingkat konsumsi pangan (energi dan protein)
yang ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat
kenaikan konsumsi pangan masyarakat Indonesia di tingkat rumah tangga yang meliputi
bentuk energi yang mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 23
kilo kalori/kapita/hari. Di samping itu, konsumsi protein masyarakat mengalami
penurunan yaitu sebesar 57,65 gram/kapita/hari pada tahun 2007 menjadi 57,49
gram/kapita/hari pada tahun 2008. Sedangkan konsumsi pangan masyarakat Indonesia
berupa beras juga mengalami peningkatan sebesar 13,03 gram/kapita/hari.
Tabel 1 Data Konsumsi Pangan Masyarakat Indonesia tahun 2007-2008
Konsumsi Pangan 2007 (kapita/hari)
2008 (kapita/hari)
Energi (kkal) 2015 2038 Protein (gram) 57,65 57,49 Beras (gram) 274,03 287,06 Sumber : Susenas, 2009
Pola konsumsi masyarakat tidak lepas dari tren pola konsumsi pangan yang
terjadi di lingkungan sehari-hari. Pada periode tahun 2006-2008 terdapat tren pola
konsumsi pangan yang memiliki sumber karbohidrat yaitu pola konsumsi pangan pokok
yang masih didominasi oleh beras. Sedangkan kontribusi umbi-umbian dalam konsumsi
pangan penduduk masih rendah, yaitu kurang dari lima persen dari total konsumsi energi
dari padi-padian dan umbi-umbian. Di samping itu, kontribusi konsumsi karbohidrat yang
berasal dari beras per kapita mengalami kenaikan. Hal itu menggambarkan bahwa pola
konsumsi masyarakat belum banyak mengkonsumsi sumber pangan substitusi lainnya
seperti jagung, sukun, dan tepung. Persentase pengeluaran rata-rata per kapita untuk
makanan pada tahun 2008 mengalami kenaikan yaitu dari 49,24 persen menjadi 50,17
persen. Peningkatan pengeluaran per kapita terjadi pada kelompok makanan ikan, telur,
susu, minyak, lemak, sayur, kacang-kacangan, serta makanan dan minuman jadi.
Upaya pemenuhan kebutuhan protein dapat diperoleh dari mengkonsumsi produk
segar ataupun olahan. Produk segar antara lain berupa daging mentah, seperti daging
ayam dan daging sapi yang perlu dikombinasikan dengan berbagai macam bumbu
sebelum dikonsumsi. Sedangkan produk olahan meliputi makanan olahan siap saji seperti
chicken nugget dan smoked beef. Tabel 2 menunjukkan konsumsi daging ayam dan
daging sapi per kapita per tahun yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan Tabel tersebut
dapat dilihat bahwa konsumsi daging ayam per kapita per tahun hanya sebesar 4,8 kg dan
konsumsi daging sapi sebesar 1,7 kg. Hal itu menunjukkan bahwa keadaan konsumsi
daging ayam dan daging sapi di negara Indonesia masih di bawah rata-rata konsumsi di
negara berkembang yaitu sebesar 23 kg per kapita per tahun. Bila dibandingkan dengan
rata-rata konsumsi daging ayam dan daging sapi di negara maju seperti Amerika dan
Jepang, yaitu sebesar 75 kg per kapita per tahun, maka negara Indonesia masih berada di
bawah konsumsi rata-rata di negara maju.
Tabel 2 Konsumsi Daging Ayam dan Daging Sapi di Indonesia tahun 2008
Jenis Konsumsi Konsumsi per kapita per tahun (kg)
Daging Ayam 4,8 Daging Sapi 1,7 Sumber : news.id.finroll.com
Dengan keadaan tersebut perlu adanya pengembangan dan peningkatan konsumsi
daging bagi masyarakat Indonesia. Upaya peningkatan konsumsi daging ayam maupun
daging sapi dapat diperoleh melalui pengolahan produksi ayam dan sapi yang dikemas
dengan baik dan mudah untuk dikonsumsi dalam bentuk makanan olahan beku (frozen
food). Produk makanan olahan beku terbagi dalam dua jenis kategori, yaitu meal dan
snack. Beberapa produk makanan olahan beku yang termasuk dalam kategori meal antara
lain chicken nugget, smoked beef, dan sosis. Sedangkan yang termasuk ke dalam kategori
snack antara lain mantou, dim sum, dan lumpia. Namun tidak jarang baik chicken nugget
maupun smoked beef dikonsumsi pula sebagai makanan sampingan atau pelengkap.
Dalam pemenuhan kebutuhan pangan masing-masing individu memiliki pola dan
gaya masing-masing. Pergeseran pola konsumsi di masyarakat terjadi karena semakin
meningkatnya kebutuhan hidup sehari-hari sehingga wanita dituntut untuk bekerja guna
membantu pendapatan rumah tangga. Hal itu mengakibatkan semakin berkurangnya
waktu dalam mengatur kebutuhan konsumsi keluarga sehingga para ibu rumah tangga
membutuhkan makanan yang praktis dan mudah dalam penyajiannya. Kebutuhan
konsumen tersebut dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi produk frozen food. Selain
kepraktisan, pertimbangan konsumen dalam mengkonsumsi produk frozen food adalah
kandungan yang ada pada produk makanan olahan beku dianggap lebih lengkap
dibandingkan dengan makanan segar. Menurut Correy (2006) tren mengkonsumsi
makanan olahan beku (frozen food) di masyarakat Indonesia mencapai 30 persen. Dari 30
persen konsumen yang menyukai makanan olahan beku sebagian besar dikarenakan
kemudahan dalam memasak makanan beku, praktis dan nyaman ketika mengkonsumsi,
harga yang terjangkau, serta kebersihan dan kehigienisan produk. Di samping itu,
pertumbuhan konsumsi di luar rumah menjadi tren baru dan menggantikan kebiasaan
memasak di rumah karena semakin sedikitnya jumlah perempuan tidak bekerja serta
berkembangnya pasar modern menggantikan pasar tradisional seperti Giant, Hypermart,
Carrefour, dan Market Place yang menyajikan tempat belanja yang nyaman, bersih, dan
lengkap.
Saat ini telah banyak beraneka macam jenis produk makanan olahan beku yang
biasa dikenal dengan frozen food. Frozen food adalah produk makanan yang dikemas
dan disimpan di dalam pendingin (freezer) sehingga siap untuk dimasak dan dimakan
pada waktu tertentu (www.wikipedia.com). Produk makanan olahan beku dapat
dihasilkan melalui pengolahan daging ayam, daging sapi, hingga kentang dengan produk-
produknya antara lain seperti chicken nugget, smoked beef, dan french fries. Namun,
produk makanan olahan beku (frozen food) yang banyak dijual di supermarket dan
disukai oleh konsumen adalah produk daging ayam olahan, seperti chicken nugget,
karage, dan sausage chicken.
Konsumen produk frozen food dibagi ke dalam dua bagian, yaitu konsumen
individu dan konsumen industri. Pada konsumen tingkat individu produsen dituntut
untuk memenuhi permintaan dan keinginan konsumen guna tercapainya kepuasan
konsumen. Hal itu mengakibatkan terjadi persaingan antar produsen dalam upaya
merebut loyalitas konsumen terhadap produk frozen food. Sedangkan pada konsumen
tingkat industri mencakup supply kepada restaurant fast food, seperti McDonald, Pizza
Hut, Wendy’s, dan Hartz Chicken Buffet yang perlu perhatian khusus bagi produsen yang
bergerak dalam bidang daging olahan beku.
Perusahaan yang bergerak dalam pasar frozen food yang berkembang di Indonesia
antara lain PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk, dan
PT. Sierad Produce Indonesia Tbk. Ketiga perusahaan itu merupakan pemain pasar yang
telah cukup lama bermain pada pasar frozen food. Masing-masing perusahaan memiliki
usaha dari hulu hingga hilir. Usaha hulu yang dilakukan adalah usaha budidaya
peternakan sedangkan usaha di hilir meliputi hasil olahan produk. Hasil produk olahan
daging antara lain berupa chicken nugget, sosis ayam, sosis sapi, chicken wings, dan
karrage. Di samping memproduksi hasil olahan daging perusahaan juga melakukan
diversifikasi seperti memproduksi jenis makanan lainnya seperti mantao, dim sum, dan
lumpia. Seluruh jenis produk olahan tersebut termasuk ke dalam kategori produk
makanan olahan beku (frozen food) karena disimpan di dalam freezer dengan suhu
berkisar antara -141 ⁰C sampai -150 ⁰C.
Peluang pasar frozen food saat ini masih terbuka lebar dan cenderung semakin
berkembang. Hal itu dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat Indonesia, khususnya di
daerah perkotaan, di mana semakin banyak konsumen yang memprioritaskan kepraktisan
dan kehigienisan dalam penyajian makanan. Pertumbuhan produksi makanan olahan
beku (frozen food) terus meningkat pada setiap tahunnya. Keadaaan ini mampu
menunjukkan adanya peluang yang baik dalam sektor tersebut. Tabel 3 menunjukkan
tingkat persaingan pasar dari ketiga perusahaan frozen food yang ada di Indonesia.
Tabel 3 Perbandingan Konstribusi Volume Penjualan Daging Ayam Olahan Beku dari Ketiga Perusahaan periode 2008-2009
Perusahaan 2008 (%)
2009 (%)
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk 27,95 38,8PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk 7,85 8,26 PT. Sierad Produce Indonesia Tbk 27,0 12,0Lainnya 37,2 59.06Total 100 100
Persaingan pasar dari ketiga perusahaan frozen food dapat dilihat dari market
share perusahaan. Menurut O’neal (2009) market share adalah persentase (share) yang
diperoleh perusahaan dari jumlah keseluruhan konsumen atau market yang menggunakan
atau membeli produk pada waktu tertentu. Hal itu dapat dilihat sebagai revenue penjualan
perusahaan di pasar. Dari Tabel 3 dapat dilihat pada dua perusahaan frozen food, yaitu
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk dan PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk, mengalami
peningkatan penjualan pada setiap tahun. Sedangkan PT. Sierad Produce Indonesia Tbk
mengalami penurunan. PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk mengalami kenaikan
penjualan dari 27,95 pesen pada tahun 2008 menjadi 38,8 persen pada tahun berikutnya.
Peningkatan volume penjualan juga terjadi pada PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk,
yaitu sebesar 0,41 persen dalam kurun waktu satu tahun. PT. Sierad Produce Indonesia
Tbk mengalami penurunan volume penjualan dari tahun 2008 hingga tahun 2009 sebesar
15 persen. Sedangkan perusahaan lainnya, antara lain seperti PT. Kemang Food Industri,
PT. San Mguel Pure Foods Indonesia, dan sebagainya.
Perkembangan industri makanan olahan ini semakin meningkat karena telah
banyak konsumen yang mengenal produk frozen food. Salah satu perusahaan yang
bergerak dalam industri makanan daging olahan beku adalah PT. Sierad Produce
Indonesia Tbk yang berpusat di Jakarta. Beberapa produk yang diproduksi oleh
perusahaan ini antara lain chicken nugget, chicken wings, sausage, dan mantao. Setiap
produk memiliki cita rasa yang berbeda dan sudah mampu memasuki pasar frozen food
dengan baik sehingga mampu bersaing di pasar. Saat ini ada dua golongan konsumen
yang dilayani oleh PT. Sierad Produce Indonesia Tbk yaitu konsumen industri seperti fast
food restaurant dan konsumen individu yaitu rumah tangga. Konsumen individu membeli
produk frozen food untuk dikonsumsi sendiri sedangkan konsumen industri
memanfaatkannya untuk keperluan industri. Konsumen fast food yang dimiliki oleh PT.
Sierad Produce Indonesia Tbk adalah sebesaar 23 persen dan sisanya adalah konsumen
individu yang tersebar di pasar modern serta general trade. Konsumen fast food yang
dicakup oleh perusahaan tersebut terdiri dari McDonald, Wendy’s, Pizza Hut, Hartz
Chicken Buffet, Baba Rafi, dan D’Crepes. Sedangkan pasar modern dan general trade
tersebar di Hypermart, Supermarket, dan mini market.
1.2 Perumusan Masalah
Kecenderungan konsumsi pangan masyarakat saat ini telah mengarah kepada
makanan olahan beku (frozen food). Hal itu ditandai dengan konsumsi makanan beku
yang dominan di negara maju dan diikuti oleh negara berkembang, termasuk Indonesia.
Adanya pertumbuhan konsumsi makanan di luar rumah sebagai sebuah tren terbaru
mampu menggantikan kebiasaan memasak di rumah sebab lebih praktis dan hemat
waktu. Kondisi itu juga didukung pada kenyataan bahwa semakin sedikitnya jumlah
perempuan tidak bekerja dibandingkan dengan jumlah yang bekerja serta semakin
berkembangnya pasar modern yang menggantikan pasar tradisional.
Adanya produk makanan beku (frozen food) juga dimanfaatkan untuk menyajikan
kepraktisan dan meningkatkan nilai tambah dari produk daging olahan. Pergeseran
kebiasaan dan gaya hidup khususnya masyarakat perkotaan yang menginginkan
mengkonsumsi produk makanan higienis, siap saji, hemat waktu, praktis, mudah
dimasak, dan mudah didapat telah berdampak pada semakin terbukanya peluang pasar
produk makanan olahan beku (frozen food). Peluang pasar ini perlu dimanfaatkan secara
maksimal oleh para perusahaan frozen food guna memenuhi permintaan konsumen.
Konsumen frozen food yang terdiri dari kelompok industri fast food restaurant
dan rumah tangga yang tersebar di kota Bogor mempunyai karakteristik tersendiri dalam
mengkonsumi produk-produk frozen food, khususnya daging ayam olahan, seperti
chicken nugget, sausage chicken, karrage, dan bone in chicken yang telah diproses
melalui teknologi modern sehingga menghasilkan produk berkualitas tinggi dan aman
konsumsi. Sajian berbagai produk yang bervariasi dan berkualitas baik tersebut telah
menghadapkan konsumen pada berbagai pilihan. Dengan demikian, konsumen perlu
dapat menentukan pilihannya secara tepat dan bijak.
Setiap perusahaan frozen food memiliki karakteristik produk yang berbeda dan
ditandai oleh pemberian merek yang berbeda. PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk
mempunyai produk frozen food dengan merek antara lain So Good yang menjadi produk
utama dalam penjualan. Di samping itu, PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk juga
memiliki produk frozen food dengan berbagai merek, seperti Fiesta dan Champ. Namun
dalam perkembangan usahanya merek Fiesta menjadi produk andalan bagi perusahaan
untuk menarik minat konsumen dalam membeli produk frozen food. Sedangkan bagi PT.
Sierad Produce Indonesia Tbk, merek Belfoods menjadi produk unggulan dalam
menghadapi persaingan di pasar frozen food.
Banyaknya pilihan produk yang ditawarkan oleh setiap perusahaan membawa
konsumen untuk melakukan pemilihan produk yang sesuai dengan selera dan keinginan
konsumen. Selera konsumen dapat dipengaruhi oleh atribut yang melekat pada produk
frozen food, seperti rasa produk, kemasan, kemudahan dalam menemukan produk, dan
iklan. Loyalitas konsumen dapat ditunjukkan dari kesediaan konsumen dalam melakukan
pembelian ulang produk dan memberikan rekomendasi terhadap produk yang
dikonsumsinya. Konsumen frozen food dengan tingkat loyalitas yang tinggi akan bersedia
membeli merek produk frozen food yang sama pada setiap kesempatan pembelian.
Namun di samping itu, bagi konsumen dengan tingkat loyalitas yang rendah akan
cenderung mudah untuk beralih kepada merek lainnya.
Aspek loyalitas konsumen dipengaruhi oleh persepsi serta preferensi konsumen
terhadap produk frozen food. Persepsi konsumen dibentuk dari pengetahuan dan
informasi yang diperoleh konsumen baik secara audio maupun visual. Dengan adanya
informasi tersebut maka konsumen akan memiliki keinginan untuk membeli produk
frozen food sesuai dengan kesukaan dan preferensi terhadap pada suatu merek produk.
Dari kenyataan tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana segmen konsumen frozen food?
2. Atribut apa saja yang dipertimbangkan oleh konsumen ketika akan melakukan
pembelian produk daging ayam olahan beku (chicken frozen food)?
3. Bagaimana persepsi, preferensi, dan loyalitas konsumen terhadap produk-
produk daging ayam olahan beku (chicken frozen food)?
4. Bagaimana implikasi manajerial yang tepat dalam upaya mengoptimalkan
produk daging ayam olahan beku (chicken frozen food)?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini :
1. Mengidentifikasi segmen konsumen frozen food.
2. Menganalisis atribut yang dipertimbangkan oleh konsumen ketika melakukan
pembelian produk daging ayam olahan beku (chicken frozen food).
3. Menganalisis persepsi, preferensi, dan loyalitas konsumen terhadap produk-
produk daging ayam olahan beku (chicken frozen food).
4. Merumuskan implikasi manajerial yang tepat dalam upaya mengoptimalkan
produk daging ayam olahan beku (chicken frozen food).
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB