27
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : . . . . /PRT/M/2009 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 24, pasal 30 ayat (3), pasal 32 ayat (6), Pasal 35 ayat (5) dan Pasal 36 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Persyaratan Teknis Jalan Mengingat : 1. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya 2. Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 3. Undang–undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : . . . . /PRT/M/2009

TENTANG

PERSYARATAN TEKNIS JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 24, pasal 30 ayat (3), pasal 32 ayat (6), Pasal 35 ayat (5) dan Pasal 36 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Persyaratan Teknis Jalan

Mengingat :

1. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

2. Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

3. Undang–undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60);

Page 2: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

9. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang …………………….

10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M/Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN

BAB IKETENTUAN UMUM

Bagian Pertama

Pengertian dan Definisi

Pasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

Page 3: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

1. Menteri adalah Menteri yang menangani urusan Pemerintahan di bidang jalan;

2. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; (Ditambahkan pengertian masing2)

3. Kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang aman dalam keadaan normal, yang akan menjadi dasar perangcangan geometrik jalan.

4. Bagian jalan adalah, bagian-bagian jalan yang meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan.

5. Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari jalan, yang antara lain meliputi jembatan, lintas atas (overpass), lintas bawah (underpasss), gorong-gorong, tembok penahan, dan saluran samping;

6. Perlengkapan jalan adalah ..........

7. ............... (Akan diisi kemudian setelah konsep Permen tuntas)

Bagian Kedua

Maksud dan Tujuan

Pasal 2(1) Persyaratan teknis jalan ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman teknis

pelaksanaan penyelenggara jalan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengoperasian jalan yang ingin diwujudkan;

(2) Persyaratan teknis jalan ini dengan tujuan yang ingin dicapai adalah: a. supaya tertib dalam pelaksanaan perencanaan serta memenuhi ketentuan

keamanan, keselamatan dan lingkungan;b. tersedianya jalan yang memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri ini;

Page 4: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup

Pasal 3(1) Lingkup pengaturan persyaratan teknis jalan meliputi pengaturan pemenuhan

persyaratan, perancangan, unsur geometrik jalan, pengoperasian, dan bangunan pelengkap jalan; kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, kelas jalan, tinggi dan kedalaman ruang bebas pada jalan, saluran tepi jalan, ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan.

(2) Persyaratan Teknis Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat persyaratan sebagaimana yang terdapat pada Peraturan Menteri ini dan lampirannya (Pedoman terkait, akan diatur kemudian)

,

BAB II

PARAMETER PERANCANGAN

Bagian Pertama

U m u m

Pasal 4(1) Parameter perancangan merupakan kendali menyeluruh dari disain teknis jalan

dan pengoperasian, harus sedemikian rupa agar unsur-unsur teknis jalan tersebut bisa memberikan nilai yang memenuhi kebutuhan pengguna jalan;

(2) Parameter perancangan seperti dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek, kecepatan rencana, volume lalulintas rencana, kelas jalan, dan umur rencana jalan;

(3) Parameter perancangan menjadi dasar pertimbangan yang sangat mendasar, baik untuk jalan baru maupun peningkatan, sekali parameter perancangan ditetapkan maka mempunyai konsekuensi terhadap besaran dan daya dukung fisik unsur-unsur teknis jalan dang pengoperasian;

Bagian Kedua Pertama

Kecepatan Rencana

Pasal 5 (ayat disesuaikan)

Page 5: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(1) Kecepatan rencana digunakan sebagai dasar dalam perhitungan perencanaan teknis perancangan, dan akan mengikat semua unsur-unsur elemen-elemen geometrik jalan dan pengoperasian lalulintas;

(2) Kecepatan rencana seperti dimaksud pada ayat (1) akan dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil kajian ekonomis;

(3) Evaluasi yang dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Mentri terkait;

(4) Penentuan kecepatan rencana dalam perencanaan geometrik dilakukan dengan mempertimbangkan: Kecepatan rencana harus ditetapkan dengan mempertimbangkan meliputi aspek:a. fungsi jalan;b. golongan klasifikasi medan;c. sistem jaringan jalan (primer/sekunder); dand. penggunaan lahan sisi jalan kelas jalan;

(5) Kecepatan rencana seperti dimaksud pada ayat (4) merupakan pilihan dari paling bawah hingga paling atas;

(6) Batas bawah dan batas atas kecepatan rencana sebagaimana dimaksud ayat (2) menurut fungsional jalan adalah;

Kelas JalanFungsi Jalan

Jaringan Jalan Primer Jaringan Jalan Sekunderdatar bukit gunun

gdatar bukit gunung

Jalan bebas hambatan dan jalan raya

Arteri 60 - 140 60 - 80 60 30 - 100 30 – 80 30

Jalan raya dan jalan sedang

Kolektor 40 - 120 40 - 60 40 20 - 80 20 – 60 20

Jalan sedang dan jalan kecil

Lokal 20 - 80 20 - 40 20 10 - 40 10 – 40 10

Jalan Kecil Lingkungan

15 - 40 15 - 30 15 10 - 30 10 – 30 10

(7) Kecepatan rencana harus sama di setiap bagian segmen jalan;

(8) Kecepatan rencana harus dibuat setinggi mungkin yang masih dapat diterapkan, untuk memenuhi aspek keselamatan, mobilitas, dan efisiensi dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan, dan dampak sosial;

(9) Kecepatan rencana paling bawah hanya diterapkan pada keadaan tertentu di mana terdapat kendala kondisi topografi, dan tataguna lahan, atau kendala teknis lain yang tidak dapat dielakkan;

(10) Kecepatan rencana seperti dimaksud pada ayat (6), dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan perubahan kondisi medan dengan penurunan berangsur-angsur sebesar-besarnya sebesar 20 km/jam% dan tidak boleh lebih rendah dari batas bawah kecepatan rencana;

Page 6: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Bagian Ketiga

Lebar Badan Jalan

Pasal 6 (disesuaikan) ......

Diisi oleh Pak Harry Purwantara (nara sumber)

Bagian Ketiga Keempat

Volume Lalu Lintas Rencana Kapasitas Jalan

Pasal 6 (pasal disesuaikan)(1) Volume lalulintas dinyatakan dalam Lalulintas Harian Rata (LHR), dan Lalulintas

Jam Perancangan (VJP);

(2) Volume lalulintas seperti dimaksud pada ayat (1), LHR biasa digunakan untuk analisis ekonomi, klasifikasi sistem jalan, atau program investasi, sedang VJP digunakan untuk perancangan detail teknik.

(3) Pertimbangan untuk menetapkan besaran volume lalulintas rencana pada sistem jaringan jalan primer adalah;

a. Untuk jalan baru dengan fungsi arteri dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 20 tahun.

b. Untuk jalan baru dengan fungsi kolektor dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 15 tahun.

c. Untuk jalan baru dengan fungsi lokal dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 10 tahun.

d. Untuk jalan baru dengan fungsi lingkungan dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 10 tahun.

Catatan : Angka-angka akan didiskusikan lebih lanjut

(4) Pertimbangan untuk menetapkan besaran volume lalulintas rencana pada sistem jaringan jalan sekunder adalah;

a. Untuk jalan baru dengan fungsi arteri dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 15 tahun.

b. Untuk jalan baru dengan fungsi kolektor dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 10 tahun.

c. Untuk jalan baru dengan fungsi lokal dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 10 tahun.

Page 7: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

d. Untuk jalan baru dengan fungsi lingkungan dirancang untuk mengakomodasi lalulintas untuk periode waktu minimum 10 tahun.

Catatan : Angka-angka akan didiskusikan lebih lanjut

5. Tata cara perhitungan volume rencana mengacu pada Arahan lebih lanjut tentang pemilihan periode yang sesuai untuk meramalkan volume lalulintas rencana, dapat mengacu manual mengenai kapasitas jalan,1997.

(5) Pengelompokan jenis kendaraan untuk keperluan perancangan teknis jalan, disesuai dengan tujuannya;

a. Untuk disain perkerasan didasarkan atas konfigurasi sumbu roda kendaraan.

b. Untuk disain geometrik dan kapasitas jalan didasarkan atas ruang, radius putar, dan kemampuan mesin.

(6) Jenis kendaraan seperti dimaksud pada ayat (4), terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Batas pembahasan tanggal 24 September 2008 jam 17.55 WIB, di Novotel Bogor.

Bagian Keempat

Kendaraan Rencana (dibahas kemudian)

Pasal 7(1) Jalan diperuntukkan bagi lalulintas kendaraan bermotor dan takbermotor;

(2) Semua unsur geometri jalan harus bisa melayani kebutuhan gerak dari kendaraan rencana;

(3) Unsur teknis kendaraan rencana yang harus diperhatikan meliputi dimensi, panjang, lebar, tinggi, tinggi mata pengemudi, tonjolan, radius putar, dan kemampuan mengembangkan kecepatan lebih tinggi.

(4) Dimensi kendaraan rencana seperti dimaksud pada ayat (3), lebih lanjut diatur pada Peraturan Menteri ini dalam lampiran;

(5) Pengelompokan jenis dan dimensi kendaraan rencana bermotor seperti dimaksud pada ayat (4), terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima

Kelas Jalan

Page 8: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Pasal 8(1) Jalan harus direncanakan dengan mempertimbangkan batasan muatan sumbu

terberat (MST) yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jaringan jalan pada koridor jalan yang bersangkutan.

(2) Muatan sumbu terberat 8 ton hanya diterapkan pada jalan dengan komposisi lalulintas kendaraan berat (truk dan bus) lebih kecil daripada 10 % terhadap volume lalulintas rata-ratanya.

(3) Perkerasan jalan didesain berdasarkan beban Sumbu Standar Tunggal (SST) 8,16 ton (18.000 lbs).

(4) Pengelompokan kemampuan jalan dalam menerima beban lalulintas, didasarkan atas fungsi jalan, seperti diuraikan di bawah ini.

Klasifikasi Menurut Kelas Jalan.

BAB III

BAGIAN-BAGIAN JALAN

Bagian Pertama

Ruang Jalan

Pasal 9

(1) Ruang jalan ditinjau secara melintang jalan terbagi-bagi atas;a. Ruang manfaat jalan, disingkat Rumaja;b. Ruang milik jalan, disingkat Rumija;c. Ruang pengawasan jalan, disingkat Ruwasja;

(2) Rumaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi bagian badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengaman.

Page 9: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

a. Tinggi ruang bebas sekurang-kurangnya 5 meter di atas permukaan jalur lalu lintas;

b. Kedalaman ruang bebas sekurang-kurangnya 1,5 meter di bawah permukaan jalur lalu lintas terendah;

c. Lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal batas bahu jalan;

(3) Rumija sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu, meliputi Rumaja dan sejalur tanah tertentu di luar Rumaja, sekurang-kurangnya sama dengan Rumaja.

(7) Rumija seperti dimaksud pada ayat (3), harus diberi batas dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Pagar Rumija harus dipasang di batas Rumija dan tanah milik masyarakat setempat, dengan menggunakan bahan berupa tembok pra-cetak, pasangan batu, atau kawat baja polos, dengan tinggi minimum150 cm.

b. Pondasi bangunan pagar Rumija harus kuat dan mampu menahan daya guling dan longsor.

c. Batasan dimensi Rumija terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(8) Ruwasja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu. Ruwasja diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengaman konstruksi jalan. Ruwasja pada dasarnya adalah ruang lahan milik masyarakat umum yang mendapat pengawasan dari pembina jalan.

Gambar Ruang bagian dari jalan secara melintang jalan pada sebidang tanah dasar

Page 10: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

PERMASALAHAN BERKAITAN DENGAN RUANG JALAN:Pada Bab dan Pasal ini ada masalah sehubungan dengan lokasi jalan seperti;1. Jalan pada sebidang tana dasar2. Jalan di atas tana dasar3. Jalan pada terowonganBagai manamenentukan ukuran dan ruangnya, berikut ini contoh tipikal ruang jalan

Gambar Ruang bagian dari jalan secara melintang jalan pada jalan layang

Page 11: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Gambar Ruang bagian dari jalan secara melintang jalan pada di bawah tanah dasar

Pada Pasal ini ke bawah, harus mengakodasi kepentingan:Jalan antara kota (Takterbangun)Jalan perkotaan (Terbangun)

Page 12: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Bagian Kedua

Unsur Jalan

Jalur:

Pasal 10

(1) Jalur merupakan bagian badan jalan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan baik untuk satu arah atau lebih, dan terdiri dari dua atau lebih lajur;

Lajur:

Pasal 11

(1) Jumlah lajur lalulintas pada ruas jalan paling sedikit adalah dua lajur per arah atau empat lajur dua arah terbagi.

(2) Dalam hal jumlah lajur per arah melebihi 4 lajur, maka dua lajur terluar di sebelah kiri dipisahkan dengan lajur-lajur lain dengan menggunakan marka yang menggunakan paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning.

(3) Marka dengan paku jalan yang dimaksud pada ayat (2) harus dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam standar dan/atau pedoman yang berlaku.

(4) Perencanaan lebar lajur lalulintas dipengaruhi oleh kecepatan rencana yang digunakan.

(5) Lebar lajur lalulintas harus memenuhi ketentuan yang terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 12

Tentang Lajur Cepat/Lambat

Median:

Pasal 13

(1) Median jalan berfungsi memisahkan arus lalulintas yang berlawanan arah sehingga memberikan tingkat keselamatan yang lebih tinggi bagi pengguna jalan.

Page 13: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(2) Median dapat berbentuk median yang direndahkan (depressed median), median yang ditinggikan (raised median), atau median yang sebidang dengan permukaan perkerasan jalan (flushed median).

(3) Lebar median minimum adalah 550 cm untuk jalan antar kota dan 300 cm untuk jalan di wilayah perkotaan, diukur dari tepi dalam lajur lalulintas.

(4) Median yang direndahkan dengan lebar minimum harus dilengkapi dengan rel pengaman atau pengaman jenis lainnya yang sesuai.

(5) Untuk kondisi khusus di mana lebar Rumija tol terbatas, maka lebar median paling sedikit adalah 280 cm untuk jalan antar kota dan 160 cm untuk jalan di wilayah perkotaan.

(6) Penentuan kondisi khusus yang dimaksud pada ayat 5 harus mendapat persetujuan Pembina Jalan;

(7) Median dapat mempunyai bukaan untuk tempat berputar ke arah yang berlawanan bagi petugas jalan tol pada kondisi darurat.

(8) Lebar minimum bukaan median yang dimaksud pada ayat (7) adalah 10 meter.

(9) Ketentuan mengenai median terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Trotoar:

Pasal 14(1) Trotoar berfungsi sebagai jalur pejalan kaki yang diperkeras dan ditinggikan.

(2) Trotoar ditempatkan sejajar dengan lajur lalulintas kendaraan

(3) . . . . . . . . . . . . . . . .

Bahu:

Pasal 15

(1) Bahu jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalulintas yang dimaksudkan untuk menampung lalulintas pada kondisi darurat dan sebagai pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, dan lapis permukaan;

(2) Untuk jalan antar kota lebar bahu luar minimum adalah 200 cm dan lebar bahu dalam minimum adalah 100 cm, sedangkan untuk jalan di wilayah perkotaan lebar bahu luar minimum adalah 1000 cm dan lebar bahu dalam minimum adalah 50 cm;

Page 14: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(3) Untuk jalan yang terletak di atas permukaan tanah, ramp simpang susun, dan jalan penghubung lebar bahu luar minimum adalah 150 cm dan lebar bahu dalam minimum adalah 50 cm;

(4) Pada jalan berupa konstruksi jalan layang, jembatan panjang, atau terowongan dengan panjang lebih dari 1 (satu) km dan mempunyai lebar bahu luar 150 cm, harus disediakan tempat parkir darurat berbentuk teluk (parking bay atau lay-bay) di setiap jarak antara 500 m hingga 750 m pada arah yang sama;

(5) Tempat parkir darurat yang dimaksud pada ayat (4) paling sedikit mempunyai lebar 3,5 m, panjang efektif 20 m, dan panjang taper 20 m.

Saluran Samping:

Pasal 16

(1) . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . .

Ruang Hijau:

Pasal 17

1) . . . . . . . . . . . . . . .

2) . . . . . . . . . . . . . . .

BAB IV

ALINEMEN

Bagian Pertama

Alinemen Harisontal

Lengkungan:

Pasal ...

(1) Lengkung lingkaran harus menggunakan jari-jari dan superelevasi yang sesuai, dengan memperhatikan kenyamanan dan keselamatan lalulintas.

(2) Superelevasi maksimum yang dapat digunakan pada kondisi normal adalah 8% dan pada kondisi khusus adalah 10%.

Page 15: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(3) Kondisi khusus seperti dimaksud pada ayat (2) disebabkan oleh kendala topografi, tata guna lahan, faktor lingkungan, atau faktor-faktor lain, yang penetapannya harus mendapat persetujuan Pembina Jalan.

(4) Jari-jari minimum absolut dan superelevasi maksimum sebesar 10% hanya dapat diterapkan pada kondisi khusus dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.

(5) Jari-jari minimum absolut yang dimaksud pada ayat (4) merupakan jari-jari lengkung lingkaran minimum yang masih menjamin kendaraan dapat berjalan dengan kecepatan rencana melintasi tikungan yang direncanakan dengan aman sedemikian rupa sehingga koefisien gesekan samping yang timbul masih lebih kecil daripada koefisien gesekan samping yang diijinkan pada superelevasi maksimum yang digunakan.

(6) Penentuan panjang lengkung lingkaran minimum dipengaruhi oleh kecepatan rencana dan sudut simpang (intersection angle).

(7) Ketentuan mengenai jari-jari lengkung, superelevasi, dan panjang lengkung lingkaran minimum terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(8) Lengkungan jenis busur lingkaran digunakan pada tikungan dan dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal dan agar kendaraan tetap pada lajurnya.

Lengkung Peralihan:Pasal 76

(1) Alinyemen horisontal antara bagian jalan yang lurus (tangent) dan bagian jalan yang berbentuk lengkung lingkaran, atau antara dua bagian jalan yang berbentuk lengkung lingkaran dengan jari-jari yang berbeda, direncanakan dengan lengkung peralihan yang berbentuk spiral (clothoide).

(2) Lengkung peralihan dimaksudkan untuk memberikan tingkat keselamatan dan kenyamanan yang lebih tinggi bagi pengguna jalan pada saat bergerak di tikungan.

(3) Ketentuan mengenai lengkung peralihan terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Jarak Pandang:

Pasal ..

Page 16: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(1) Jarak pandang henti adalah panjang minimum bagian jalan di depan pengemudi yang masih dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi dan memungkinkan pengemudi untuk menghentikan kendaraannya sebelum mencapai suatu obyek yang berada di lintasannya.

(2) Jarak pandang henti diukur pada sumbu lajur lalulintas tempat kendaraan bergerak dan ditetapkan berdasarkan tinggi mata 120 cm dan tinggi obyek 10 cm di atas permukaan jalan.

(3) Ketentuan mengenai jarak pandang henti terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Jalan Masuk dan Keluar

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang Kemiringan Melintang Jalan:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang Jarak dan Kebebasan Pandang:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . .

Bagian Kedua

Alinemen Vertikal

Lengkung Vertkal:

Pasal ...

(1) Lengkung vertikal berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian alinyemen yang mengalami perubahan pelandaian.

Page 17: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(2) Lengkung vertikal harus dirancang dengan memperhatikan kenyamanan, keselamatan, dan keamanan pengguna jalan.

(3) Apabila jumlah aljabar landai yang berpotongan lebih kecil daripada 1,5%, maka persyaratan lengkung vertikal dapat diabaikan.

(4) Ketentuan mengenai jari-jari minimum dan panjang minimum lengkung vertikal terdapat pada lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . .

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . .

Bagian Ketiga

Terowongan

(1) Dimaksud dengan terowongan dimana sekelilingnya tertutup, secara umum elevasi jalan tersebut berada di bawah permukaan tanah.

(2) Tipe jalan dan lebar lajur harus sama seperti bagian jalan sebelum masuk atau keluar terowongan;

(3) Lebar Rumaja terowongan disesuaikan dengan kebutuhan ruang bebas ke arah samping.

(4) Tinggi ruang bebas minimum pada terowongan diukur dari permukaan jalan tertinggi adalah 500 (lima ratus) cm.

(5) Badan jalan harus dilengkapi dengan instalasi atau pipa-pipa saluran drainase agar air yang masuk terowongan dapat mengalir secepatnya dari badan jalan.

(6) Terowongan dirancang dengan memperhatikan persyaratan pencahayaan, sesuai dengan ketentuan untuk lampu penerangan jalan umum yang berlaku.

Page 18: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

(7) Bila panjang terowongan melebihi 20 (dua puluh) meter, maka terowongan harus dilengkapi dengan lampu dan ventilasi terbuka yang terlindung dari air hujan, yang dibangun di bawah median jalan yang berada di atasnya.

(8) Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan tralis baja berbentuk grid yang kuat, dengan ukuran kisi-kisi 50 (lima puluh) mm x 50 (lima puluh) mm.

BAB V

PERSIMPANGAN

Bagian Pertama

Persimpangan Sebidang

Tentang Bentuk Simpang:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang Pertemuan Kaki Simpang:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang Kelandaian:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang . . . . . :

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Page 19: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Bagian Kedua

Persimpangan Tak-Sebidang

Tentang Bentuk Simpang:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang Pertemuan Kaki Simpang:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang Kelandaian:

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang . . . . . :

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Bagian Ketiga

Jalan Masuk Perkotaan

Page 20: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Tentang . . . . . . :

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang . . . . . . . . . :

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang . . . . . . . . . . . :

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Tentang . . . . . :

Pasal ...

(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB V

BANGUNAN DAN PERLENGKAPAN JALAN

Bagian Pertama

Bangunan Perlengkapan Jalan

Pasal ...

Bagian Kedua

Perlengkapan Jalan

Page 21: Ra-Permen Teknis Jalan 24 September(RAPAT III)-Koreksi

Pasal ...

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

(1) Persyaratan teknis jalan sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri ini beserta lampirannya dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Pengoperasian jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat .

(3) Evaluasi yang dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri.

(4) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal .....................

MENTERI PEKERJAAN UMUM

DJOKO KIRMANTO