Upload
riza-mcshane
View
139
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Alat
Citation preview
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR
TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
NRP. C54060724
RINGKASAN
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan
Air Tawar dengan Menggunakan Energi Matahari. Dibimbing oleh INDRA
JAYA.
Air tawar dan garam merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi tubuh
manusia. Akan tetapi saat ini kebutuhan tersebut masih belum dapat terpenuhi
oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri saja Indonesia masih harus mengimpor garam dari luar
negeri. Hal ini sangatlah tidak wajar bagi negara maritim yang memiliki pantai
terpanjang nomor dua di dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari
bahan baku air laut dengan menggunakan energi matahari.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2010 di
Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan Menggunakan Energi
Matahari ini merupakan suatu alat destilasi yang menerapkan prinsip evaporasi.
Garam dan air tawar yang terdapat dalam air laut dipisahkan dengan cara
mamanaskan air laut tersebut hingga menguapkan air yang bersifat tawar dan
mengendapkan kristal garam menggunakan energi matahari.
Suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat mempengaruhi
produktivitas suatu alat destilasi. Pada hasil percobaan diperoleh suhu lingkungan
antara 22-39 oC. Suhu lingkungan ini akan mempengaruhi suhu pada ruangan
evaporasi yang didalamnya terdapat air laut yang akan diuapkan. Suhu air laut
yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara 29-63 oC. Dengan meningkatnya
suhu pada ruangan evaporasi maka air laut dalam bak penampungan akan
menguap. Uap yang terbentuk lalu mengalami kondensasi pada bagian kaca
penutup. Hal ini dikarenakan suhu kaca penutup lebih rendah dari suhu dalam
ruangan evaporasi.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan alat ini mampu menghasilkan
rata-rata air tawar sebanyak 3,2 liter per hari. Berdasarkan informasi yang
dikeluarkan oleh WHO, maka alat ini mampu mensuplai kebutuhan air minum
untuk dua orang dalam sehari. Pada proses destilasi tersebut terjadi perubahan
sifat fisis dan kimia dari air laut. Setelah melalui proses destilasi, salinitas turun
dari 33 menjadi 0, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,5 sedangkan nilai
total suspended solids (TSS) juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi
0,0112. Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar
untuk dapat dikonsumsi.
Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 621
gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Kandungan NaCl
dari garam hasil destilasi masih dibawah standar garam, hal ini dikarenakan
masih adanya zat pengotor. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti
pencucian.
© Hak cipta milik Rizqi Rizaldi Hidayat, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruh dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR
DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI
Oleh :
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM
DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN
ENERGI MATAHARI
Nama Mahasiswa : Rizqi Rizaldi Hidayat
Nomor Pokok : C54060724
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc.
NIP. 1961041 198601 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. H. Setyo Budi Susilo, M. Sc
NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal lulus : 25 Januari 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah,
serta inayah yang diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang
berjudul Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan
Menggunakan Energi Matahari diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Dalam kesempetan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Mama, Raizummi, dan Machzani besarta seluruh keluarga besar atas
dukungan dan motivasinya.
2. Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.
3. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji.
4. Dr. Ir. Henry M Manik, M.T selaku Ketua Komisi Pendidikan Sarjana.
5. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama
penulis menjalankan studinya di IPB.
6. Pihak RAMP yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian
ini .
7. Muhammad Iqbal, S.Pi, Henry Dayu, S.Pi, Arief Witjaksana, S.Pi, Asep
Ma’mun, S.Pi, Jimmi R.P. Tampubolon, S.IK, Aldo Fansuri, Erik Munandar,
Henky Wibowo, Muchamad Iskandarsyah, Githa Prima Putra atas bantuan,
semangat, dan masukan yang diberikan selama penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan ITK 43 dan seluruh warga ITK yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
9. Seluruh anggota Klub MIT (Marine Insrument and Telemetry) yang tidak
henti-hentinya memberi dukungan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata
penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Bogor, Januari 2011
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2.Tujuan ................................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Pengertian Air .................................................................................. 3
2.2. Kebutuhan Air . ................................................................................ 4
2.3. Standar Kualitas Air Bersih .............................................................. 6
2.4. Pengolahan Air. ................................................................................. 7
2.4.1. Destilasi. ......................................................................................... 7
2.4.2. Reserve Osmosis. ........................................................................... 9
2.4.3. Elektrodialisis. ................................................................................ 9
2.4.3. Desinfeksi Air. ............................................................................... 11
2.5. Garam. ............................................................................................... 12
2.6. Proses Produksi Garam ..................................................................... 12
2.7. Kebutuhan Garam.di Indonesia ......................................................... 13
2.8. Produksi Garam di Indonesia. ........................................................... 15
2.9. Standar Kualitas Garam. ................................................................... 17
2.10. Energi Surya. ................................................................................... 17
2.11. Perpindahan Panas. ......................................................................... 19
2.11.1. Konduksi. ..................................................................................... 19
2.11.2. Konveksi. ..................................................................................... 20
2.11.3. Radiasi. ......................................................................................... 20
3. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 22
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 22
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 22
3.3. Pembuatan Alat ................................................................................ 23
3.4. Alat Pemisah Garam dan Air Tawar ................................................. 25
3.5. Proses Pengambilan Data .................................................................. 29
3.6. Variabel Penelitian. ........................................................................... 29
3.7. Prinsip Kerja Alat. ............................................................................. 30
3.8. Analisis Hasil. ................................................................................... 31
i
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 33
4.1. Hasil Ujicoba Lapang ........................................................................ 33
4.2. Laju Penguapan ................................................................................. 35
4.4. Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan
Volume Air Destilasi ......................................................................... 37
4.3. Kualitas Air ....................................................................................... 39
4.5. Kualitas Garam.................................................................................. 39
4.6. Nilai Ekonomis.................................................................................. 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 42
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 42
5.2. Saran .................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 43
LAMPIRAN ................................................................................................... 45
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 52
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Prototipe Destilator Tenaga Surya ................................................. 8
Gambar 2. Sel Elektrodialisis ........................................................................... 10
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat ........................................................ 24
Gambar 4. Bagian Bawah Alat Pemisah Garan dan Air Tawar ...................... 26
Gambar 5. Bagian Atap Alat Pemisah Garan dan Air Tawar ......................... 27
Gambar 6. Gambar Alat Destilator .................................................................. 27
Gambar 7. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Atas .......... 28
Gambar 8. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Depan ....... 28
Gambar 9. Gambar Alat Pemisah Garan dan Air Tawar Tampak Samping ... 29
Gambar 10. Diagram AlirVariabel Pengukuran............................................... 30
Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari ..................... 34
Gambar 12. Grafik Laju Evaporasi .................................................................. 36
Gambar 13. Hubungan Antara ∆T dengan Rata Volume Air Destilasi........... 38
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan Garam di Indonesia.......................................................... 14
Tabel 2. Kualitas Air ........................................................................................ 39
Tabel 3. Kualitas Garam .................................................................................. 40
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Uji Coba Lapang ........................................................ 46
Lampiran 2. Foto Kegiatan .............................................................................. 49
Lampiran 3. Tabel Uap .................................................................................... 51
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulitnya masyarakat di beberapa daerah di Indonesia dalam memenuhi
kebutuhan air bersih saat ini masih menjadi permasalahan yang belum
terpecahkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk penyediaan air bersih adalah
dengan memanfaatkan air yang ada, salah satunya adalah air laut. Untuk dapat
dimanfaatkan maka air laut perlu diolah terlebih dahulu. Salah satu cara
pengolahan yang praktis dan ramah lingkungan adalah dengan destilasi tenaga
surya. Pemanfaatan tenaga surya untuk destilasi air laut menjadi air tawar juga
merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif.
Garam merupakan kebutuhan dapur manusia yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tubuh manusia dengan garam sangatlah
penting. Meskipun produksi garam lokal terus mengalami peningkatan tiap
tahunnya, akan tetapi menurut Partogi Pangaribuan, Direktur Impor Kementerian
Perdagangan tahun 2010, Indonesia masih mengimport garam sebanyak 150 ribu
ton untuk tahun 2010. Hal ini sangatlah ironis mengingat bahwa negara kita
merupakan negara maritim dengan garis pantai terpanjang nomor dua di dunia.
Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang
hidup di kawasan pesisir. Pilihan untuk hidup di kawasan pesisir tentu sangat
relevan mengingat banyaknya potensi sumber daya alam hayati maupun non-
hayati, sumber daya buatan serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi
penghidupan masyarakat. Namun hal ini tidak menjadikan sepenuhnya
masyarakat pesisir sejahtera. Masih rendahnya produktivitas mereka
2
menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari ketidaksejahteraan. Diharapkan
dengan dikembangkannya alat untuk memproduksi air bersih dan garam ini dapat
menaikkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan
mereka.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang serta membuat alat
yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari bahan baku air laut dengan
menggunakan energi matahari.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk
kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air dapat berubah wujud:
dapat berupa zat cair atau sebutannya “air”, dapat berupa benda padat yang
disebut “es”, dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama “uap air”.
Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika
dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu
uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air
berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju.
Air dapat juga berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air
asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan
alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam
tanah, dan di udara) dan jenis air mengukuti suatu siklus keseimbangan dan
dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
Air laut merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan
memiliki kadar garam (salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di lautan dunia
memiliki salinitas sebesar 35, hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat
35 gram garam yang terlarut di dalamnya. Kandungan garam-garaman utama
yang terdapat dalam air laut antara lain klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%),
magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%)
terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium, dan florida. Keberadaan
garam-garaman ini mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas,
4
kompresibilitas, dan titik beku (Homig, 1978). Air dengan salinitas tersebut
tentunya tidak dapat dikonsumsi.
Air tawar adalah air dengan kadar garam dibawah 0,5 ppt (Nanawi, 2001).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab
I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa : “Air tawar adalah semua air
yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air
fosil.”, sedangkan menurut Undang-Udang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Bab I, Pasal 1), butir 2 disebutkan bahwa “Air adalah semua air yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.”. Butir 3 menyebutkan “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan
atau batuan di bawah permukaan tanah.”. Karakteristik kandungan dan sifat fisis
air tawar sangat bergantung pada tempat sumber mata air itu berasal dan juga
teknik pengolahan air tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1
menyatakan bahwa : “Air minum adalah air yang melaui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum”.
2.2 Kebutuhan Air
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok mahluk hidup termasuk
manusia. Dalam kehidupan sehari-hari keberadaan air sangatlah penting. Karena
5
keberadaannya yang sangat penting, maka keberadaan dan penggunaanya perlu
dijaga dengan baik. Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang
dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air
yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan, dan buah-
buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena
penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan
banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat
menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air di dalam tubuh
memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya
reaksi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c)
membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.
Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih delapan
gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Semua
organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan
aktivitas metaboliknya mengamil tempat di larutan air (Enger dan Smith, 2009).
Tanpa air keduanya akan mati. Sehingga dapat dikatakan air merupakan salah
satu sumber kehidupan. Dengan kata lain air merupakan zat yang paling esensial
dibutuhkan oleh mkhluk hidup. Dapat disimpulkan bahwa untuk kepentingan
manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas
maupun kuantitas mutlak diperlukan.
Di Amerika Serikat ditentukan 600 liter per kapita per hari (Linsley dan
Franzini, 1985). Di Indonesia diperlukan air berkisar 100 – 150 liter/orang
/hari. Kebutuhan air minimal untuk daerah pedesaan menurut standar WHO
6
adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, 1984). Menurut Irianto (2004) setiap
hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air sekitar 2,5 liter.
2.3 Standar Kualitas Air Bersih
Standar kualitas air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan
dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus
dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit,
gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Sanropie, 1984). Secara
kimia standar kualiatas air bersih dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (a) di dalam
air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun, (b) tidak ada zat yang
menimbulkan gangguan kesehatan, (c) tidak mengandung zat-zat kimia yang
melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis, dan (e) tidak
boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa
menimbulkan gangguan ekonomi. Dengan mengacu pada persyaratan di atas,
maka keberadaan zat-zat kimia masih diperbolehkan dalam air minum asalkan
jumlahnya tidak melebihi batas yang telah ditentukan oleh Baku Mutu Air
Minum.
Secara biologis, air minum tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman
patogen, dan bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan
kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 adalah (a) air bersih yang berasal dari selain
perpipaan, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk jumlah total bakteri
Coliform setiap 100 ml air contoh jumlahnya tidak boleh melebihi 50. (b) Air
7
bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri Coliform tidak
diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh, sedangkan secara fisik, air
bersih haruslah jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
2.4 Pengolahan Air
Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar
dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air
pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada syarat
kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis.
Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar
garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh
mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa
dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu.
Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar
garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
2.4.1 Destilasi
Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan
suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk
memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair
ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian
mendinginkan gas hasil pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan
cairan yang mengembun (Cammack, 2006).
8
Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk
konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat
dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga surya,
elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Homig (1978)
menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting adalah
harus tidak korosif, murah, praktis dan awet.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan
destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air
laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan
spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup
kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004), mengklaim
bahwa dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari,
sedangkan Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan
dimensi ruang pemanas 94 cm x 48 cm, mampu mengahasilakn air tawar
sebanyak 1,34 – 2,95 l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
Gambar 1. Prototipe destilator tenaga surya (Kimpraswil, 2004)
Meinawati (2010) menyatakan bahwa suatu alat desalinator air laut tipe
evaporasi dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 100 cm mampu
9
menghasilkan 93 ml air tawar per hari. Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi
yang dipancarkan matahari mencapai 398 cal/cm2/hari. Radiasi surya yang
menimpa desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan.
Semakin tinggi radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu
air laut semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi maka pergerakan
molekul di dalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga
akan semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas
(penguapan).
2.4.2 Reserve Osmosis
Proses reserve osmosis menggunakan membran selektif yang dapat
ditembus oleh air dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih
tinggi. Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa
mengalir menembus membrane dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan
tekanan buatan. Tekanan yang diperlukan kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2).
Sekarang teknik ini sudah berkembang pesat.
Pada reserve osmosis ini terjadi tiga buah perlakuan yaitu perlakuan fisik,
biologis, dan kimia. Proses pertama dari reserve osmosis meliputi operasi
penyaringan yang dilakukan melalui filter pasir di ikuti oleh filter cartridge untuk
memisahkan partikel berdasarkan ukurannya. Proses kedua mencakup perlakuan
biologis seperti koagulan, injeksi polielektrolit, dan disinfeksi. (Migliorini, 2004)
10
2.4.3 Elektrodialisis
Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh
tenaga potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion
tertentu. Pada metode ini, aliran listrik dialirkan melalui air oleh dua elektrode
(Gambar 2). Kedua elektrode tersebut dipisahkan satu sama lain oleh membran.
Ion-ion di dalam larutan akan tertarik oleh elektrode menembus membran,
sehingga air yang tertinggal menjadi bersih dari garam-garam anorganik. Air yang
telah dibersihkan dengan cari ini dapat digunakan kembali atau diolah lebih lanjut.
Gambar 2. Sel elektrodialisis (Wagner, 1971)
Penggunaan metode elektrodialisis mempunyai dua masalah utama dalam
penanganan air limbah. Masalah pertama dikarenakan molekul organik yang tidak
dapat dihilangkan dengan cara ini cenderung untuk terkumpul pada membran
sehingga mengurangi efektifitas sel elektrodialisis. Masalah kedua adalah tempat
untuk membuang larutan garam yang diproduksi. Karena masalah tersebut, proses
ini mempunyai keterbatasan hanya dapat dilakukan di daerah dekat dengan badan
11
air laut yang besar dimana pembuangan mungkin dilakukan (Fardiaz, 1992).
Pengolahan air dengan cara ini tidak cocok digunakan karena mahalnya biaya
operasional yaitu sekitar USD 325 per 1000m3.
2.4.4 Desinfeksi Air
Desinfeksi adalah membunuh bakteri pathogen (bakteri penyebab
penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi dengan cara kimia dapat
dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsur halogen, Cl/senyawa
khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KmnO4, OCl2, dan sebagainya. (Purnawijayanti,
2001)
Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan
dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat
Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah daya
atau kekuatan membunuh mikroorganisme patogen yang berjenis bakteri, virus,
protozoa, dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a) tingkat
kemudahan dalam memantau konsentrasi dalam air, (b) kemampuan dalam
memproduksi residu yang akan berfungsi sebagai pelindung kualitas air pada
sistem distribusi, (c) Kualitas estetika (warna, rasa, dan bau) dari air yang
didesinfeksi, (d) teknologi pengadaan dan penggunaan yang tersedia, dan (e)
faktor ekonomi.
12
2.5 Garam
Garam merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Umumnya
garam yang dijual di pasaran adalah garam yang sudah diberi tambahan zat
iodium. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) dapat mengakibatkan
gondok, kretin , menurunnya kecerdasan dan untuk tingkat yang lebih berat dapat
mengakibatkan gangguan otak dan pendengaran serta kematian bayi.
Pembuatan garam di Indonesia sebagian besar masih dilakukan secara
tradisional oleh petani rakyat. Menurut segi kualitas produksi garam dalam negeri
masih belum memenuhi syarat kesehatan, terutama garam yang dihasilkan dari
petani garam, sebab mutu garam umumnya di bawah mutu II menurut spsifikasi
SNI/SII No.140-76.
2.6 Proses Produksi Garam
Produksi garam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menambang batu
garam langsung dari alam, menguapkan air laut atau air garam yang diperoleh dari
dalam tanah. Pertambangan batu garam terbentuk dari endapan mineral hasil
penguapan dari danau, laguna, dan lautan dalam waktu yang sangat lama.
Gundukan batuan garam tersebut dapat mencapai ketinggian ratusan meter. Batu
garam tersebut tidak hanya mengandung natrium klorida, tetapi juga mineral
lainnya seperti anhidrit, gypsum, kalium karbonat, dan belerang. Garam batu
umumnya ditambang pada kedalaman antara 100 m sampai lebih dari 1500 m
dibawah permukaan dengan menggunakan 2 teknik, yaitu pertambangan dengan
13
memotong dan meledakkan (cut and blast mining) dan pertambangan
berkelanjutan (continous mining) (Sedivy, 2009).
Di sekitar pantai, air garam dapat diambil langsung dari laut. Untuk
daerah yang jauh dari pantai, sumber air asin dapat diperoleh dari mata air yang
terdapat di pedalaman. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat batuan garam batu
dekat permukaan. Air hujan yang merembes melalui tanah akan melarutkan
garam batu sehingga terbentuk aliran garam bawah tanah, yang dikenal di
Cheshire. Air garam alam dapat dipompa dari aliran garam bawah tanah tersebut.
Air garam alam hasil proses tersebut dapat menjadi delapan kali lebih asin
daripada air laut. (Fielding, 2006).
2.7 Kebutuhan Garam di Indonesia
Garam merupakan salah satu komoditas yang sedang diprioritaskan untuk
dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementrian Kelautan dan
Perikanan (Kemenperin). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenperin
(Tabel 1), luas produksi garam yang produktif saat ini di Indonesia adalah sekitar
20.000 ha, kemampuan produksi rata-rata berkisar antara 1,1 – 1,4 juta ton per
tahun, sedangkan kebutuhan untuk tahun 2010 diperkirakan 3 juta ton yang antara
lain digunakan untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan dan minuman,
pengeboran minyak, serta industri chlor alkali plant (CAP). Kebutuhan akan
garam diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5 juta ton pada tahun 2015
seiring dengan pertumbuhan industri penggunanya.
14
Tabel 1. Kebutuhan garam di Indonesia (sumber: www.kemenperin.go.id)
Uraian
Tahun
2007 2008 2009 2010
Pasokan Dalam Negeri 1.150.000 1.199.000 1.371.000 1.400.000
Kebutuhan Garam Dalam Negeri 2.619.000 2.667.000 2.888.000 2.985.000
- Industri CAP 1.320.000 1.350.000 1.560.000 1.638.000
- Garam Konsumsi 680.000 687.000 693.000 707.000
- Industri Pangan 444.000 455.000 460.000 465.000
- Pengeboran Minyak 125.000 125.000 125.000 125.000
- Aneka 50.000 50.000 50.000 50.000
Selama kurun waktu enam tahun terakhir, harga garam mengalami
peningkatan dimana pada tahun 2004 harganya berkisar Rp. 50,- s.d Rp. 60,-/kg
sedangkan saat ini harganya sudah meningkat menjadi Rp. 300,- s.d Rp. 350,-/kg.
Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian impor garam secara signifikan dapat
meningkatkan harga garam.
Garam yang diimpor pada umumnya adalah garam yang kualitasnya belum
dapat diproduksi di dalam negeri karena membutuhkan kemurnian yang tinggi
seperti untuk industri kimia dan farmasi. Untuk meningkatkan kualitas dan
produktivitas garam, perlu dilakukan intensifikasi lahan penggaraman dan
meningkatkan produksi garam melalui ekstensifikasi khususnya untuk daerah-
daerah sentra produksi potensial yang belum memanfaatkan lahan secara optimal.
Walaupun Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha
meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha
15
meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas
baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar
negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri.
2.8 Produksi Garam di Indonesia
Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat
pembuatan garam masih terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas
10.231 Ha (Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha)
dan Madura 15.347 Ha (Sumenep 10.067 Ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang
2.205 Ha). Luas area yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang
seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907
Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya yaitu di NTB seluas 1.155 Ha,
Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal
penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara
tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya
60 ton/Ha/tahun, sedangkan garam rakyat hanya 40 ton/Ha/tahun (Kementrian
Kelautan dan Perikanan, 2010).
Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara
(Pantura) dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa Tengah, daerah
sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan Brebes, sedangkan di
jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan yang lebih dikenal sebagai
garam non tambak. Daerah utama penghasil garam di Jawa Barat adalah terutama
Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan 109.900 ton per tahun atau baru
66,9% dari tingkat kebutuhan propinsi. Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang
16
sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain
disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut
menghasilkan 900.000 ton per tahun.
Proses produksi garam di Indonesia kebanyakan dilakukan secara
tradisional, dengan memanfaatkan air laut dan panas matahari. Air laut yang
mempunyai kadar garam rata-rata 2,5 % berat total, diuapkan pada lahan
penjemuran yang terbuka secara berulang-ulang sampai kondisi jenuh dan
mengkristal. Garam endapan yang terbentuk masih banyak mengandung kotoran
lumpur atau tanah. Untuk itu, garam tersebut kemudian dicuci agar kualitasnya
meningkat.
Proses pencucian garam yang baik pada dasarnya mampu meningkatkan
kualitas garam, bukan hanya sekedar membersihkan garam dari kotoran lumpur
atau tanah , tetapi juga mampu menghilangkan zat-zat pengotor seperti senyawa-
senyawa Mg, Ca, dan kandungan zat pereduksi. Kalsium dan magnesium sebagai
unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut selain NaCl perlu diendapkan
agar kadar NaCl yang diperoleh meningkat. Kalsium dan magnesium dapat
terendapkan dalam bentuk garam sulfat, karbonat, dan oksalat. Dalam proses
pengendapan atau kristalisasi garam karbonat dan oksalat mengendap dahulu,
menyusul garam sulfat, terakhir bentuk garam kloridanya (Fielding, 2006).
Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain
lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau
tanpa bantuan alat). Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan
sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim
kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.
17
2.9 Standar Kualitas Garam
Berdasarkan kualitasnya, garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu:
1. K-1 yaitu kualitas terbaik yang memenuhin syarat untuk bahan industri
maupun untuk konsumsi. Dengan komposisi sebagai berikut:
NaCl : 97.46 %
CaCl2 : 0.723 %
CaSO4 : 0.409 %
MgSO4: 0.04 %
H2O : 0.63 %
Impurities: 0.65 %
2. K-2 yaitu kualitas dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi kadar
berbagai zat agar memenuli standart sebagai bahan baku industri. Secara
fisik garam K-2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab.
3. K-3 merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang coklat dan
bercampur lumpur.
2.10 Energi Surya
Tenaga matahari atau yang biasa disebut tenaga surya (solar energy)
merupakan enegi yang bersumber dari sinar matahari. Energi ini merupakan
energi yang murah dan melimpah di daerah tropis seperti di Indonesia.
Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat terdapat di seluruh kepulauan
di Indonesia hampir sepanjang tahun sebenarnya merupakan sumber energi yang
sangat potensial. Dengan begitu Indonesia tak perlu menimbulkan rasa khawatir
bahwa Indonesia akan kehabisan energi dan harus mengimpor dari negara lain.
18
Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup
jika dimanfaatkan secara maksimal (Hasyim, 2005). Sumber ini sebenarnya juga
merupakan energi alternatif jika pada satu saat nanti krisis energi mulai melanda
Indonesia.
Menurut Hardjasoemantri (2002), pemanfaatan energi surya
dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni pemanfaatan energi surya secara
langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan energi surya secara tidak langsung
adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Lakitan (2002)
mengatakan bahwa energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan
dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang
komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa. Dengan demikian
biomassa merupakan energi surya tak langsung.
Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan
sinar matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan
energi surya harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari.
Lakitan (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji tentang aspek fisika cahaya
ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya
(absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya
pancar (emisivity), aliran energy cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi
cahaya (radiant flux density), intensitas terpaan (irradiance), dan intensitas
pancaran cahaya (emmitance).
Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal
yang mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat
bergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of
19
incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, radiasi
surya total ialah 1395 W/m2 bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari
matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant). Energi yang
dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi
sebesar 69% dari total energi pancaran matahari, hal ini dikarenakan terdapat
absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya
yang menimpa permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu dan zat
pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai
permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi,
karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang
dan berkas sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga
mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap
normal.
2.11 Perpindahan Panas
2.11.4 Konduksi
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi
perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Panas
mengalir secara konduksi dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu
rendah. Menurut Rao (2001), energi berpindah secara konduksi berbanding
dengan gradien suhu normal :
.........................................................................................(1)
Jika dimasukkan konstanta proposionalitas atau tetapan kesebandingan, maka :
................................................................................(2)
20
dimana q adalah laju perpindahan kalor dan
merupakan gradien suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktifitas thermal kaca yaitu
sebesar 1,83 W/m.oC, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum
termodinamika, yaitu bahwa mengalir ke tempat yang rendah.
2.11.5 Konveksi
Udara yang mengalir diatas suatu permukaan panas, misalnya dalam
saluran baja sebuah alat pemanas udara surya dipanasi secara konveksi. Apabila
aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, kita menyebutnya sebagai konveksi
paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis, maka disebut konveksi
alamiah (Som, 2008).
Pada umumnya, perpindahan panas konveksi dapat dinyatakan dengan
hukum pendinginan Newton sebagai berikut :
..................................................................................(3)
dimana:
h = Koefisien konveksi (W/m2.oK)
A= Luas permukaan (m2)
Tw = Temperatus air (oK)
Tc = Temperatur kaca (oK)
2.11.6 Radiasi
Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan
energi terjadi melalui perantara, pada radiasi kalor berpindah tanpa melaui
perantara atau pada ruang hampa. Mekanisme disini adalah sinaran atau radiasi
21
elektromagnetik. Pertukaran panas netto secara radiasi antara dua badan ideal
atau benda hitam adalah :
..............................................................................(4)
dimana:
= konstanta Stefan – Boltzmann (5,67x108 W/m
2.oK
4)
A = Luas bidang (m2)
22
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember
2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga proses, yaitu perancangan,
pembuatan, dan uji coba. Proses perancangan dan pembuatan dilaksanakan dari
bulan Maret sampai dengan Oktober bertempat di Bengkel Workshop Akustik dan
Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB.
Proses uji coba dilakukan di Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi
Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB dengan sampel
air diambil dari Pantai Teluk Pelabuhan Ratu. Proses yang bertujuan untuk
melihat kinerja dari alat yang dibuat dan juga pengambilan data parameter yang
mempengaruhi kinerja suatu alat destilasi ini dilakukan pada tanggal 30
November sampai dengan 5 Desember 2010 yang termasuk pada musim
penghujan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi gergaji kayu,
palu, bor listrik, mesin gerinda, obeng, roll meter, amplas, kikir, kuas, penggaris
siku, mesin serut, pemotong kaca, dan leafet. Alat-alat yang digunakan untuk uji
coba alat meliputi, termometer raksa, botol plastik, botol kaca, tali rafia, gelas
ukur, lembar data, pulpen, stopwatch, lakban, ember, dan kertas pH. Alat-alat
yang digunakan untuk pengujian di laboratorium meliputi refraktometer, gelas
23
ukur, desikator, cawan penguapan, kertas saring, pinset, oven, mesin vacum, dan
timbangan digital.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi kayu kaso
ukuran 4x7, paku, triplek, lem kayu, paralon, double tip, lakban, resin, katalis,
serat fiber, sterofoam, cat hitam, alumunium foil, alumunium ukuran 4x6 cm,
bingkai alumunium, kaca transparan 5 mm, engsel pintu, baut, lem silikon, keran,
drum plastik, sedangkan bahan yang butuhkan dalam uji coba berupa sampel air
laut sebanyak 20 liter.
3.3 Pembuatan Alat
Pengerjaan alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup
perencanaan dan pola pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat tersebut diatur
sesuai algoritma pada Gambar 3 meliputi: persiapan, perumusan masalah,
perancangan model, pengujian model, perancangan perangkat, penyatuan
perangkat, dan pengujian sistem hingga memenuhi syarat. Perancangan model
meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan. Pemilihan
bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat. Yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi adalah sifat
korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang
tidak korosif.
Perancangan model dilakukan berupa pengujian desain dalam bentuk
miniatur. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah desain yang dibuat sudah dapat
bekerja secara optimal. Apabila kinerja dari model belum dapat bekerja secara
optimal maka perlu dilakukan perubahan pada desain yang telah dibuat,
24
sedangkan apabila model sudah berjalan secara optimal maka lanjut ke tahap
berikutnya, yaitu pembuatan alat. Pembuatan alat mencangkup pembuatan bak,
pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan saluran keluaran dari air tawar.
Bagian-bagian yang telah dibuat pada tahap sebelumnya diintegrasikan menjadi
alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba, ujicoba mencangkup pengukuran
parameter yang mempengaruhi kinerja alat destilasi.
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Alat
Mulai
Persiapan
Perumusan Masalah
Perancangan Model
Model Sesuai
Ya
Tidak
Pembuatan Bagian Destilasi
Integrasi Bagian Destilasi
Ujicoba
Berhasil Selesai
Tidak
Ya
25
3.4 Alat Pemisah Garam dan Air Tawar
Alat pemisah garam dan air tawar ini merupakan alat destilasi dengan
prinsip evaporasi yang terdiri dari dua bagian utama yaitu bak penjemuran
(Gambar 4) dan ruang evaporasi (Gambar 5). Bak penjemuran (a) terbuat dari
bahan fiber yang dicat warna hitam dengan ukuran 200 x 120 x 5 cm.
Penggunaan bak yang terbuat dari fiber ditujukan untuk menghindari korosi yang
disebabkan oleh air laut, sedangkan pemilihan warna hitam bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan bak penjemuran menyerap kalor. Selain sebagai
wadah penjemuran air, bak tersebut juga berperan sebagai kolektor pelat datar
yang berfungsi untuk menyerap panas. Energi matahari akan memanasi
permukaan pelat kolektor secara langsung sehingga panas yang terserap lebih
besar. Untuk mengurangi kehilangan energi panas ke lingkungan maka di sisi
luar bak penjemuran dilapisi insulator (b) berupa sterofoam dengan ketebalan 3
cm. Pada bagian luar, sebagai penahan atap ruang evaporasi dibuat cassing dari
kayu dengan ketebalan 6 cm (c). Pada bagian bawah ini juga terdapat saluran air
tawar hasil destilasi (d) yang terbuat dari pipa PVC.
26
Gambar 4. Bagian bawah alat pemisah garam dan air tawar
Rangka atap ruang evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk
menghindari terjadinya korosi (e). Sedangkan dinding dari ruang evaporasi
terbuat dari kaca transparan ketebalan 4 mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60
cm dengan kemiringan penutup 40o. Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu
landai agar embun yang terbentuk pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak
penjemuran tetapi mengalir ke saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih
sebagai penutup dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas
matahari, memiliki daya tembus yang baik, serta memiliki emisivitas yang baik
yaitu sebesar 0,98. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk
mengalirnya air.
Keterangan:
(a)= Bak penjemuran
(b)= Insulator (sterofoam)
(c)= Kayu
(d)= Saluran output
27
Gambar 5. Bagian atap alat pemisah garam dan air tawar
Gambar 6. Alat pemisah garam dan air tawar
Keterangan:
(e)= almumunium
(f)= kaca
(g)= pegangan almumunium
(h)= engsel pintu
28
Gambar 7. Alat pemisah garam dan air tawar tampak atas
Gambar 8. Alat pemisah garam dan air tawar tampak depan
29
Gambar 9. Alat pemisah garam dan air tawar tampak samping
3.5 Proses Pengambilan Data
Proses pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur 20 liter air laut
hingga semua air tersebut menguap. Selama proses penjemuran tersebut
dilakukan pengukuran suhu lingkungan, kaca, dan air laut serta volume air hasil
destilasi dan berat kering kriostal garam yang terbentuk..
Pengambilan data suhu dan volume dilakukan dari pukul 09.00 sampai
dengan pukul 16.00. Ujicoba dilakukan pada pukul tersebut karena diharapkan
pada jam tersebut panas dari energi matahari dalam keadan maksimal. Semua air
destilasi yang di tampung diukur setiap 20 menit menggunakan gelas ukur. Suhu
diukur menggunakan termometer raksa dengan pencatatan setiap 20 menit.
Semua endapan garam yang terbentuk kemudian ditimbang berat keringnya
menggunakan timbangan digital.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel yang dikur mencangkup suhu lingkungan, suhu air laut di dalam
ruang evaporasi, suhu kaca penutup ruang evaporasi, dan volume air tawar yang
30
dihasilkan. Variabel tersebut lah yang nantinya sangat mempengaruhi unjuk kerja
dari alat destilator (Gambar 10).
Gambar 10. Diagram Alir Variabel Pengukuran
3.7 Prinsip Kerja Alat
Radiasi surya yang diserap oleh air sebagai panas , dipindahkan ke
tutup dengan cara konveksi ( ), radiasi ( ), dan penguapan ( ). Dengan
asumsi tidak ada kehilangan panas melalui alas dan sisi-sisinya, maka
kesetimbangan energi pada air dapat ditentukan dengan persamaan
............................................................... (5)
Komponen konveksi ditentukan dengan persamaan
*
+
...... (6)
dimana adalah tekanan parsial uap air (N/m2) yang diperoleh dari
tabel uap (Lampiran 3) pada temperatur (K) air (Tw) dan kaca (Tc). Komponen
penguapan ditentukan dengan persamaan
(
).............................................. (7)
Destilator Tenaga Surya
Suhu lingkungan
Suhu air laut di dalam
ruang evaporasi
Suhu kaca penutup ruang evaporasi
Volume air
Efisiensi / unjuk kerja model alat
Selisih suhu antara suhu lingkungan dengan suhu kaca
Jumlah air tawar yang dihasilkan
Jumlah garam yang dihasilkan
31
sedangkan komponen radiasi ditentukan dengan persamaan
............................................................. (8)
dimana adalah konstanta Boltzmann sebesar 5,67x10-8
W/m2.K
4 dan adalah
emisivitas sebesar 0,9. Untuk menentukan laju penguapan maka digunakan rumus
........................................................................................... (9)
dimana merupakan panas laten penguapan yang diperoleh dari tabel uap dalam
satuan kJ/kg (Jansen, 1995).
3.8 Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan di Laboraturium Lingkungan Budidaya Perairan,
Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB meliputi pengukuran salinitas, pH,
total suspended solids (TSS), dan bobot kering garam. Salinitas diukur
menggunakan refraktometer sedangkan pH diukur menggunakan pH meter digital.
Penentuan TSS digunakan metode gravimetri langkah-langkah proses sebagai
berikut:
a) Menyiapkan kertas saring dan cawan penguapan dipananskan dengan suhu
105oC selama 20 menit. Kemudian diambil dan didinginkan ke dalam desikator
selama ± 5 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya (berat kering).
b) Mengukur sempel air laut dan sempel air hasil sebanyak 100 ml.
c) Menyaring masing-masing sampel dengan kertas saring yang sudah diketahui
beratnya.
d) Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian
dinginkan dalam desikator selama ± 15 menit lalu.
e) Timbang untuk mengetahui beratnya (berat basah).
32
f) TSS dihitung dengan menggunakan rumus :
.................................................. (10)
33
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Coba Lapang
Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan,
kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi
produktivitas suatu alat destilasi air laut. Suhu lingkungan yang diukur sangat
dipengaruhi oleh kondisi cuaca, kelembaban relatif udara, dan wilayah atau
kondisi geografis yang bersifat relatif dan tidak dapat dikendalikan
Dari hasil pengamatan diperoleh nilai suhu yang berubah-ubah tiap
harinya tergantung dari besarnya intensitas matahari yang diterima. Suhu
lingkungan yang diperoleh dari hasil pengujian selama enam hari berkisar antara
22-39 oC. Suhu minimum terjadi pada saat hujan, yaitu pada hari pertama dan
hari kelima. Pada saat suhu lingkungan turun, maka suhu kaca juga ikut turun.
Hal ini disebabkan karena suhu kaca dipengaruhi secara langsung oleh suhu
lingkungan. Pada penelitian ini diperoleh suhu kaca pada kisaran 28-46 oC. Suhu
air kurang berpengaruh langsung terhadap suhu lingkungan, hal ini disebabkan
karena air merupakan penyimpan panas yang baik. Suhu air tidak langsung turun
apabila suhu lingkungan turun. Suhu air yang diperoleh di percobaan ini berkisar
antara 29-63 oC (Gambar 11).
34
Keterangan:
Gambar 11. Grafik Suhu Hasil Pengukuran Selama Enam Hari
Suhu dalam ruangan evaporasi lebih tinggi dari suhu lingkungan
disebabkan karena suatu fenomena yang sering disebut sebagai green house effect
(efek rumah kaca). Wisnubroro (2004) mengatakan bahwa sinar matahari
memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15-4 μm, dan hanya panjang
gelombang antara 0,32-2 μm yang mampu menembus kaca transparan dengan
35
membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari mengalami
perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 μm menjadi 3-80 μm. Akibatnya sinar
matahari tidak dapat keluar dan terkurung di dalam ruangan evaporasi. Energi
panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan terakumulasi sehingga suhu
di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.
4.2 Laju Penguapan
Dari hasil percobaan yang dilakukan selama enam hari, diperoleh rata-rata
air tawar dalam tiap harinya sebanyak 3,2 liter. Air tawar yang dihasilkan disini
merupakan uap dari air laut yang ditahan oleh kaca untuk kemudian dialirkan
melalui pipa menuju bak penampung air tawar. Jumlah air tawar hasil destilasi
terendah terdapat pada hari pertama yaitu sebesar 1,91 liter. Hal ini dikarenakan
pada hari tersebut cuaca sedang mendung sehingga intensitas matahari yang
diterima alat destilasi tidak optimal. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar
antara 23-33oC, dengan rata-rata 29,38
oC. Selain itu pada hari tersebut terjadi
hujan pada pukul 12.00 WIB, sehingga air dalam bak kolektor belum mencapai
suhu yang optimal. Jumlah air tawar maksimal terdapat pada hari ketiga (Gambar
10). Pada hari tersebut intensitas matahari yang diterima maksimal sehingga
dapat menaikkan suhu kaca dan air. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar
antara 31-39oC, dengan rata-rata 35,46
oC.
36
Gambar 12. Kuantitas Air Hasil Destilasi
Kuantitas air hasil destilasi ditentukan oleh proses penguapan dari air laut
dalam ruangan evaporasi dan proses pengembunan yang terjadi di kaca penutup.
Proses penguapan akan semakin baik apabila suhu air laut dalam ruangan
evaporasi semakin tinggi. Semakin tinggi suhu suatu zat cair maka pergerakan
molekul di dalamnya akan semakin cepat hingga terjadi tumbukan antar molekul
yang akan menyebabkan semakin cepatnya proses perpindahan massa dari cairan
ke gas (penguapan). Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup
ruang evaporasi. Uap yang terbentuk akan diubah menjadi bentuk cair apabila
mengenai benda yang suhunya lebih rendah (kaca penutup). Semakin rendah
suhu kaca penutup maka proses pengembunan akan semakin cepat terjadi.
Selama proses penjemuran terdapat lapisan kristal garam di permukaan air
laut. Lapisan ini dapat menghambat proses penguapan karena akan meningkatkan
suhu didih air laut. Pada penelitian ini, penguapan air laut terjadi pada suhu di
bawah 100 oC padahal secara teori air akan mendidih pada suhu 100
oC pada
keadan normal (1 atm). Hal ini disebabkan karena ruang evaporator memiliki
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
1 2 3 4 5 6
Vo
lum
e A
ir (
lite
r)
Hari ke-
37
suhu yang tinggi akibat pemanasan radiasi surya yang menyebabkan suhu udara
dalam ruang evaporasi meningkat. Dengan adanya kondensasi pada bagian
penutup yang memiliki suhu lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu pada
evaporator, maka akan memurunkan suhu pengembunan sehingga menyebabkan
suhu evaporator tersebut berada di bawah titik uap air secara normal.
Kuantitas air hasil destilasi pada penelitian ini belum maksimal sehingga
masih dapat ditingkatkan lagi bila uji coba dilakukan pada musim kemarau.
Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air)
yang maksimal. Uap air yang banyak akan menghasilkan embun atau air tawar
yang banyak pula. Menurut Lakitan (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi
secara bervariasi tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari –
April laju evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni –
September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini
berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju penguapan rendah.
4.3 Hubungan Antara Selisih Suhu Kaca dan Lingkungan Dengan
Volume Air Destilasi
Volume air hasil destilasi berhubungan positif dengan selisih suhu kaca
dengan lingkungan. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 13. Persamaan regresi
yang diperoleh adalah y=10,08x+104,9; dimana y adalah rata-rata volume air
hasil destilasi dan x adalah beda suhu antara kaca dengan lingkungan. Setiap
kenaikan beda suhu antara kaca dengan lingkungan (∆T) sebesar 1oC,
meningkatkan laju pertambahan volume air hasil destilasi sebanyak 10,08 ml.
Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,75, berarti terdapat hubungan yang erat
38
antara beda suhu antara kaca dengan lingkungan dengan volume air hasil destilasi.
Pengaruh beda suhu antara kaca dengan lingkungan terhadap volume air hasil
destilasi adalah sebasar 56%, sedangkan sisanya sebesar 44% dipengaruhi oleh
faktor lain.
Gambar 13. Hubungan Antara ∆T dengan Rata-rata Volume Air Hasil Destilasi
y=10,08x+104,9 R2=0,5633
y=0,008x5-0,463x4+10,24x3-101,5x2+451,6x-558,2 R2=0,8377
39
4.4 Kualitas Air
Penurunan kadar garam pada model ini dapat dihitung berdasarkan
persentase penurunan kadar garam setelah melalui model destilator. Dari Tabel 2
dapat dihitung bahwa persentase penurunan kadar garam setelah melewati model
adalah 100%. Setelah melalui proses destilasi, pH mengalami penurunan dari 8
menjadi 6,8. Nilai TSS juga mengalami penurunan dari 0,0739 menjadi 0,0112.
Untuk parameter yang diuji, air hasil destilasi sudah memenuhi standar untuk
dapat dikonsumsi.
Tabel 2. Kualitas Air
Parameter Sampel Air Standar
Konsumsi Air Laut Air Tawar
Warna tidak berwarna tidak berwarna tidak berwarna
Bau tidak berbau tidak berbau tidak berbau
Salinitas 33 0 0,5
pH 8 6,8 6 – 8,5
TSS (mg/L) 0,0112 0,0739 -
Pada proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk
cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis dari air
tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap akan lebih kecil dari berat jenis air
dalam bentuk cair. Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air
alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-
lain) yang memiliki berat jenis lebih besar dari berat jenis uap akan tertinggal
sebagai refinat atau residu.
4.5 Kualitas Garam
Dari hasil pengujian selama enam hari diperoleh jumlah garam sebesar 621
gram dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini
40
masih kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Kandungan NaCl dari
garam hasil destilasi masih dibawah standar garam, hal ini dikarenakan masih
adanya zat pengotor. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti
pencucian.
Tabel 3. Kualitas Garam
Materi Kandungan yang Dihasilkan
Standar Mutu Garam Kualitas
1
(%) (%)
NaCl 70,30 Minimal 97,46
CaCl2 1,52 Maksimal 0,72
CaSO4 0,80 Maksimal 0,41
MgSO4 0,53 Maksimal 0,04
Lain-lain 26,85 Maksimal 1,37
4.6 Nilai Ekonomis
Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata destilator tenaga surya
dengan disain seperti pada Gambar 1, rata-rata menghasilkan air tawar dari air laut
sebanyak 3,2 liter/hari. Alat ini masih dapat memproduksi air lebih banyak lagi
apabila lama penyinaran matahari lebih banyak dan intensitas matahari lebih
besar. Kondisi ini akan terjadi pada musim kemarau sekitar bulan Juni -
September. Pada bulan – bulan ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami
musim kemarau yang kering. Pada daerah tertentu seperti Gunung Kidul, DIY,
atau pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar menjadi sangat langka. Oleh karena
itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan untuk
digunakan di daerah sulit air seperti di Gunung Kidul atau daerah sulit air lainnya.
Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal
penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Ketersediaan alamiah
energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan
41
secara maksimal (Purnomo dan Adi, 1994). Disamping itu, destilator tenaga surya
memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan
yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus
untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud.
Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan
dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang
dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan dan buah-buahan.
Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit
tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak
cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan
dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air didalam tubuh memiliki fungsi
(a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya rekasi biokimia
dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat
sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.
Alat pemisah garam dan air tawar ini cukup baik untuk memproduksi
garam karena dengan alat ini produksi garam dapat dilakukan sepanjang tahun,
tidak hanya pada musim kemarau. Produksi garam dengan cara tradisional akan
gagal apabila pada saat penjemuran terjadi hujan, sedangkan dengan alat ini
produksi garam masih dapat dilanjutkan sampai penjemuran selesai.
42
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Destilator merupakan alat yang baik digunakan untuk memisahkan air
tawar dan garam dari air laut. Dengan menggunakan tenaga surya sebagai sumber
energinya maka destilator merupakan solusi yang tepat digunakan oleh
masyarakat terutama di daerah pesisir untuk memperoleh air bersih dan juga
memproduksi garam. Secara kualitas, air hasil destilasi sudah layak untuk
konsumsi. Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya adalah
sebesar 3,2 liter per hari sehingga mampu memenuhi kebutuhan air minum untuk
dua orang dalam sehari. Alat ini juga dapat menghasilkan garam sebanyak 600
gram/6 hari untuk 20 liter air laut. Secara kualitas, garam yang dihasilkan dari
proses destilasi masih rendah sehingga perlu dilakukan proses pencucian.
5.2 Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai kandungan garam untuk
memenuhi Standar Nasional Indonesia sehingga dapat meningkatkan kualitas dari
garam yang diihasilkan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Cammack, R. 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology.
Oxford University Press. New York. 720 h.
Enger, E. D dan Bradley, S. 2009. Environmental Science: A Study of
Interrelationships. McGraw-Hill. New York. 512 h.
Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan udara. Kanisius. Yogyakarta. 193 h.
Fielding, A dan Annelise, F. 2006. The salt industry. Osprey Publishing. 56 h.
Gupta. 2005. Thermodynamics. Pearson Education India. New Delhi. 552 h.
Hardjasoemantri, K dan Abdurrahman. 2001. Hukum dan lingkungan hidup di
Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta. 618 h.
Hasyim, I. 2006. Siklus krisis di sekitar energi. Proklamasi Pub. House. Michigan.
170 h.
Homig, H. E. 1978. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag.
University of California. 202 h.
Irianto, K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya. Bandung. 352 h.
Jansen, T. J. 1995. Teknologi rekayasa surya. Diterjemahkan oleh Wiranto
Arismunandar. PT Pradnya Paramita. Jakarta. 237 h.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta. 16 h.
Kodoatie, R. J. dan Roestam, S. 2010. Tata ruang air. Andi. Yogyakarta. 539 h.
Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
175 h.
Linsley dan Franzini. 1995. Teknik sumber daya air. Erlangga. Jakarta. 112 h.
Marsum, A. dan Widiyanto, A. 2004. Efisiensi model destilator tenaga surya
dalam memproduksi air tawar dari air laut. Poltekkes Depkes RI.
Semarang. 367 h.
44
Meinawati, R. 2010. Rancang Bangun Desalinator Air Laut Tipe Evaporasi.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 50 h.
Migliorini, G dan Elena, L. 2004. Seawater reverse osmosis plant using the
pressure exchanger for energy recovery: a calculation model.
Desalination. 165: 289 – 298.
Nanawi, G. 2001. Kualias Air dan Kegunaannya di Bidang Pertanian, Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 36 h.
Purnawijayanti, H A. 2001. Sanitasi, higiene, dan keselamatan kerja dalam
pengolahan makanan. Kanisius. Yogyakarta. 104 h.
Rao, Y. V. 2001. Heat Transfer. Universities Press. New Delhi. 476 h.
Salvato, J. A. 1972. Environmental engineering and Ssnitation, Wiley-
Interscience. University of California. 919 h.
Sanropie, D. et,al. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. APK-TS
Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga dan Sanitasi Pusat. Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 349 h.
Sedivy, V.M. 2009. Enviromental Balance of Salt Production Speaks in Favour of
Solar Saltlwork. Global NEST Journal. 11 (1): 41-48.
Som, S. K. 2008. Introduction To Heat Transfer. PHI Learning Pvt. New Delhi.
563 h.
Wagner, R. H. 1971. Environment and man. Norton. University of Minnesota. 491
h.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Data hasil ujicoba lapang
Hari/Tanggal : Selasa, 30 November 2010
Volume Air : 20 liter
Waktu Lokal
Suhu (oC) Volume
Air (ml) Lingkungan Air Kaca
09.00 32 44 42 35
09.30 32 48 43 38
10.00 33 50 45 50
10.30 33 55 52 100
11.00 33 59 54 230
11.30 32 58 53 220
12.00 24 50 45 155
12.30 24 44 30 340
13.00 25 39 32 140
13.30 26 38 34 80
14.00 28 41 40 170
14.30 30 44 42 50
15.00 30 45 43 300
Maksimum 33 54 59
1908 Minimum 24 30 38
Rata-rata 29,38 42,69 47,31
Hari/Tanggal : Rabu, 1 Desember 2010
Volume Air : 18 Liter
Waktu Lokal
Suhu (oC) Volume
Air (ml) Lingkungan Air Kaca
09.00 34 49 45 400
09.30 34 54 48 220
10.00 36 58 54 165
10.30 36 60 56 170
11.00 37 60 56 190
11.30 37 63 57 355
12.00 36 63 57 350
12.30 36 62 56 330
13.00 34 60 54 290
13.30 32 55 52 120
14.00 31 45 40 110
14.30 30 38 33 80
15.00 27 32 29 50
Maksimum 37 57 63
2830 Minimum 27 29 32
Rata-rata 33,85 49,00 53,77
47
Hari/Tanggal : Kamis, 2 Desember 2010
Volume Air : 15 Liter
Waktu Lokal
Suhu (oC) Volume
Air (ml) Lingkungan Air Kaca
09.00 36 56 48 355
09.30 38 58 50 390
10.00 39 59 55 200
10.30 39 60 55 235
11.00 37 58 53 220
11.30 32 56 46 450
12.00 34 60 50 535
12.30 36 60 54 310
13.00 37 63 56 420
13.30 36 58 50 380
14.00 34 55 46 375
14.30 32 50 45 150
15.00 31 42 40 100
Maksimum 39 63 56
4120 Minimum 31 42 40
Rata-rata 35,46 56,54 49,85
Hari/Tanggal : Jumat, 3 Desember 2010
Volume Air : 11 Liter
Waktu Lokal
Suhu (oC) Volume
Air (ml) Lingkungan Air Kaca
09.00 30 42 34 170
09.30 33 44 38 130
10.00 33 46 40 155
10.30 34 48 42 160
11.00 34 51 44 230
11.30 34 51 46 160
12.00 33 50 44 175
12.30 33 52 46 210
13.00 33 54 48 220
13.30 28 53 42 420
14.00 30 54 44 410
14.30 32 52 44 300
15.00 33 51 44 320
Maksimum 34 54 48
3060 Minimum 28 42 34
Rata-rata 32,31 49,85 42,77
48
Hari/Tanggal : Sabtu, 4 Desember 2010
Volume Air : 8 Liter
Waktu Lokal
Suhu (oC) Volume
Air (ml) Lingkungan Air Kaca
09.00 36 52 46 210
09.30 33 52 46 220
10.00 33 53 44 335
10.30 32 55 46 365
11.00 30 54 43 435
11.30 25 50 30 640
12.00 22 42 28 321
12.30 24 40 30 230
13.00 26 40 32 160
13.30 25 36 32 80
14.00 25 34 30 50
14.30 25 34 30 60
15.00 26 36 32 80
Maksimum 36 55 46
3186 Minimum 22 34 28
Rata-rata 27,85 44,46 36,08
Hari/Tanggal : Minggu, 5 Desember 2010
Volume Air : 5 Liter
Waktu Lokal
Suhu (oC) Volume
Air (ml) Lingkungan Air Kaca
09.00 34 52 46 210
09.30 33 52 46 205
10.00 34 52 45 240
10.30 33 55 46 375
11.00 32 55 45 220
11.30 31 53 44 340
12.00 33 53 44 335
12.30 34 54 45 370
13.00 33 54 43 440
13.30 32 53 42 425
14.00 31 51 42 310
14.30 32 50 43 230
15.00 30 50 42 310
Maksimum 34 55 46
4010 Minimum 30 50 42
Rata-rata 32,46 52,62 44,08
49
Lampiran 2. Foto Kegiatan
Foto alat pemisah garam dan air tawar dengan menggunakan energi
matahari
Proses Pengukuran Parameter
50
Wadah Penjemuran
Proses Pemasukan Air Laut
51
Lampiran 3. Tabel Uap (Gupta, 2005)
t ps vg hfg Sfg oC bar N/m
2 m
3/kg kJ/kg kJ/(kg.K)
10 0,01227 1227 1006,4 2477,2 8,749
11 0,01312 1312 99,9 2474,9 8,71
12 0,01401 1401 93,83 2472,5 8,671
13 0,01497 1497 88,17 2470,2 8,633
14 0,01597 1597 82,89 2467,8 8,594
15 0,01704 1704 77,97 2465,5 8,556
16 0,01817 1817 73,37 2463,1 8,518
17 0,01936 1936 69,09 2460,8 8,481
18 0,02063 2063 65,08 2458,4 8,444
19 0,02196 2196 61,34 2456 8,407
20 0,02337 2337 57,84 2453,7 8,37
21 0,02486 2486 54,56 2451,4 8,334
22 0,02642 2642 51,49 2449 8,297
23 0,02808 2808 48,62 2446,6 8,261
24 0,02982 2982 45,92 2444,2 8,226
25 0,03166 3166 43,4 2441,8 8,19
26 0,0336 3360 41,03 2439,5 8,155
27 0,03564 3564 38,81 2437,2 8,12
28 0,03778 3778 36,73 2434,8 8,085
29 0,04004 4004 34,77 2432,4 8,05
30 0,04242 4242 32,93 2430 8,016
32 0,04754 4754 29,57 2425,3 7,948
34 0,05318 5318 26,6 2420,5 7,881
36 0,0594 5940 23,97 2415,8 7,814
38 0,06624 6624 21,63 2411 7,749
40 0,07375 7375 19,55 2406,2 7,684
42 0,08198 8198 17,69 2401,4 7,62
44 0,091 9100 16,03 2396,6 7,557
46 0,1009 10090 14,56 2391,8 7,494
48 0,1116 11160 13,23 2387 7,433
50 0,1233 12330 12,04 2382,1 7,371
55 0,1574 15740 9,578 2370,1 7,223
60 0,1992 19920 7,678 2357,9 7,078
65 0,2501 25010 6,201 2345,7 6,937
70 0,3116 31160 5,045 2333,3 6,8
75 0,3855 38550 4,133 2320,8 6,666
80 0,4736 47360 3,408 2308,3 6,536
85 0,578 57800 2,828 2295,6 6,41
90 0,7011 70110 2,361 2282,8 6,286
95 0,8453 84530 1,982 2269,8 6,166