Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR
TENTANG PEMBENTUK AN RUMAH SAK IT
UMUM DAERAH BAL I MAN DARA PROVINS I
BAL I
PENDAPAT HUKUM
DENPASAR, 10 AGUSTUS 2016
Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja
(Kelompok Ahli Bidang Hukum Pemerintah Provinsi Bali)
Pendapat Hukum
i
Kata Pengantar
Pendapat Hukum (Legal Opinion) ini disusun untuk memberikan
pertimbangan perihal Rancangan Peraturan Gubernur Bali tentang
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali.
Pertimbangan yang dikemukakan dalam Pendapat Hukum ini
difokuskan pada isu legislative drafting, dan karenanya dilakukan analisis
berdasarkan prinsip dan kaidah perancangan perundang-undangan.
Selanjutnya ditarik konklusi dan diajukan rekomendasi.
Denpasar 10 Agustus 2016
Gede Marhaendra Wija Atmaja
Pendapat Hukum
ii
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang ___ []
2. Posisi Kasus ___ []
3. Isu Hukum ___ []
4. Analisis Hukum ___ []
5. Konklusi dan Rekomendasi ___ []
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
1
Pendapat Hukum ini disusun berdasarkan surat dari Sekretaris Provinsi Bali
Nomor 005/1166/HK, tanggal 2 Agustus 2016, yang ditujukan kepada:
1. Kelompok Ahli Bidang Hukum Pemerintah Provinsi Bali.
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
3. Kepala Biro Organisasi Setda Provinsi Bali.
4. Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali.
5. Tim Penyusunan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur, dan Instruksi
Gubernur.
Isi surat mengharap kehadiran undangan dalam pertemuan yang
diselenggarakan dalam pertemuan:
Hari : Rabu
Tanggal : 10 Agustus 2016
Pukul : 10.00
Tempat : Ruang Rapat Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali
Gedung V Lt 2 Kantor Gubernur Bali
Acara : Membahas Draft Peraturan Gubernur Bali tentang
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara
Provinsi Bali.
Surat tersebut menyertakan Rancangan Peraturan Gubernur Bali tentang
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali (selanjutnya
disebut Rapergub). Rapergub ini terdiri dari: (1) judul; (2) pembukaan, yang intinya
memuat “Menimbang” dan “Mengingat”; (3) batang tubuh; dan (4) penutup. Batang
tubuh Rapergub terdiri dari 14 (empat belas) bab dan 13 (tiga belas) pasal.
LATAR BELAKANG 1
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
2
Beberapa aspek dalam Rapergub yang penting mendapat pencermatan
adalah:
1. Nama Peraturan Gubernur Bali yang sedang dirancang ini tentang
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali
(RSBM), namun isinya lebih luas dari sekedar pembentukan, bahkan
bukan pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara,
melainkan pembentukan Organisasi dan Tata Kerja RSBM.
2. Menimbang, memuat 3 (tiga) butir pertimbangan, antara lain dalam huruf
a memuat pertimbangan, “bahwa dalam rangka melaksanakan amanat
Ayat (3) Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit perlu menata Rumah Sakit sebagai Unit Pelaksana Teknis dari
Instansi yang bertugas di bidang kesehatan”, dan dalam huruf b memuat
pertimbangan, “bahwa instansi yang bertugas di bidang kesehatan
adalah Dinas Kesehatan Provnsi Bali”, dalam huruf c memuat simpulan
pertimbangan perlu membentuk Peraturan Gubernur.
3. Mengingat, memuat 9 (embilan) peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum, yang pada angka 1 memuat “Undang-Undang
Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara ...)”, dan pada angka 9 memuat “Peraturan Daerah Provinsi
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Provinsi ...”
4. Bab I Ketentuan Umum, memuat 7 (tujuh) angka, antara lain angka 6
menentukan: “Rumah Sakit Bali Mandara yang selanjutnya disebut
RSBM merupakan rumah sakit umum daerah adalah UPT Dinas
Kesehatan Provinsi Bali sebagai Unit Organisasi bersifat fungsional dan
unit layanan yang bekerja secara profesional menyelenggarakan
POSISI KASUS 2
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
3
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.”
5. Bab II Pembentukan dan Kedudukan, memuat 1 (satu) pasal yakni Pasa
2 yang terdiri dari 2 (dua) ayat:
(1) Dengan Peraturan Gubernur ini dibentuk Organisasi dan Tata Kerja
RSBM.
(2) RSBM sebagaimana Ayat (1) sebagai UPT Dinas Kesehatan Provinsi
Bali dipimpin oleh Direktur setingkat dengan Jabatan Pimpinan
Tinggi Madya, berada dibawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Dinas.
6. Bab-bab batang tubuh Rapergub sebagai berikut:
Bab I Ketentuan Umum.
Bab II Pembentukan dan Kedudukan.
Bab IV Tugas Pokok RSBM.
Bab III Fungsi RSBM.
Bab IV Rincian Tugas Direktur.
Bab V Rincian Tugas Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan.
Bab IX Rincian Tugas Wakil Direktur Administrasi Umum dan Keuangan.
Bab XII Tata Kerja
Bab XIII Kelompok Jabatan Fungsional.
Bab XIV Pembiayaan.
Bab XIV Ketentuan Penutup.
(catatan: penomoran bab yang dikutip tersebut di atas sesuai dengan aslinya
dalam Rapergub).
Dari uraian posisi kasus tersebut di atas, isu hukum yang perlu dicermati
adalah apakah Rapergub tersebut berkesesuaian secara isi dan bentuk?.
3 ISU HUKUM
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
4
Dimaksud berkesesuaian secara isi adalah berkesesuaian dengan
UndangUndang yang menjadi dasar hukum materiil Raperda tersebut.
Dimaksud dengan berkesesuaian dengan bentuk adalah berkesesuaian
dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan (TP3) yang tercantum
dalam Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
4.1. Nama Peraturan Gubernur Bali yang sedang dirancang.
Nama produk hukum yang sedang dirancang ini tentang Pembentukan
Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali (RSBM), namun isinya
lebih luas dari sekedar pembentukan, bahkan bukan pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Bali Mandara, melainkan pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
RSBM.
Ada 2 (dua) pilihan, pertama, isi Peraturan Gubernur Bali yang sedang
dirancang ini menyesuaikan dengan nama Rapergub, jadi hanya memuat
pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali, yang
kedua, nama diubah menyesuaikan dengan isi Rapergub, jadi namanya adalah
Pembentukan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Bali Mandara Provinsi Bali.
Dengan demikian hal tersebut menjadi sesuai dengan TP3 Nomor 3, yang
menentukan Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dengan
hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya
telah dan mencerminkan isi Peraturan Perundang-undangan (bolt dari saya).
Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan 1 (satu)
kata:
- Paten;
- Yayasan;
- Ketenagalistrikan.
ANALISIS HUKUM 4
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
5
Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan frasa:
- Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum;
- Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
- Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
4.2.Menimbang.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679) ―selanjutnya
disebut UU 23/2014, Pasal 246 ayat (1) menentukan, “Untuk melaksanakan Perda
atau atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan
Perkada.
Perkada, dengan demikian, merupakan peraturan perundang-undangan
yang berkarakter delegasian, yakni melaksanakan atau menjalankan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Perkada, yang merupakan singkatan dari
Peraturan Kepala Daerah, adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali
kota.
Peraturan perundang-undangan lainnya memiliki karakter delegasian adalah
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234) ―selanjutnya disebut UU 12/2011 mengatur
kedua jenis peraturan perundang-undangan tersebut, yakni:
1. Pasal 1 angka 5 menentukan, Peraturan Pemerintah adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya; dan Pasal 12 menentukan,
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
6
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan
Undang-Undang sebagaimana mestinya.
2. Pasal 1 angka 6 menentukan, Peraturan Presiden adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan; dan Pasal 13 menentukan,
materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh
Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau
materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.1
Teknik penyusunan dasar pertimbangan atau konsiderans Peraturan
Gubernur tidak ada pengaturannya dalam UU 12/2011. Namun, dapat merujuk
pada teknik penyusunan konsiderans Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Presiden. UU 12/2011, melalui Lampiran II perihal Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan (TP3) menentukan:
1. TP3 Nomor 24 menentukan, konsiderans Peraturan Pemerintah cukup
memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya
melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang
yang memerintahkan pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut
dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang yang
memerintahkan pembentukannya.
2. TP3 25 menenukan, konsiderans Peraturan Presiden cukup memuat satu
pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya
melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang
atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukan Peraturan
Presiden tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan
pembentukannya.2
1 Peratuan Preiden selain berkarakter delegasian juga berkarakter atribusian, dalam hal
materi muatan Peraturan Presiden berisi materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
2 Untuk konsiderans Peraturan Presiden yang berkarakter atribusian, TP3 Nomor 26
menentukan, konsiderans Peraturan Presiden untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
7
Merujuk pada TP3 Nomor 24 dan Nomor 25, maka konsiderans Peraturan
Gubernur cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai
perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Peraturan
Daerah atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang
memerintahkan pembentukan Peraturan Gubernur tersebut dengan menunjuk
pasal atau beberapa pasal dari Peraturan Daerah atau peraturan perundang-
undangan lainnya yang lebih yang memerintahkan pembentukannya.
Contoh:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal ..., perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali;
Konsiderans Rapergub dalam huruf a mencantumkan pertimbangan: “bahwa
dalam rangka melaksanakan amanat Ayat (3) Pasal 7 Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit perlu menata Rumah Sakit sebagai Unit
Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan”.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072) ―selanjutnya disebut UU 44/2009, Pasal 7 ayat
(3) menentukan, Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana
Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau
Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ada 2 (dua) hal penting yang perlu dicermati dari rumusan ketentuan
tersebut adalah:
1. Tidak ada pengaturan mengenai jenis peraturan perundang-
undanganntang pendirian Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah
Daerah.
memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Presiden.
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
8
2. Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit
Pelaksana Teknis.
Berkaitan dengan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan pemeritahan daerah
pengaturannya terdapat dalam peraturan perundang-undangan tentang
pemerintahan daerah, yakni UU 23/2014, dan khususnya menyangkut perangkat
daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887) ―selanjutnya
disebut PP 18/2016. Beberapa ketentuan relevan dengan rumah sakit daerah
provinsi dikutip berikut ini:
Pasal 3 ayat (1): Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah ditetapkan
dengan Perda.
Pasal 4: Ketentuan mengenai kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi,
serta tata kerja Perangkat Daerah ditetapkan dengan Perkada.
Pasal 19 ayat (1): Pada dinas Daerah provinsi dapat dibentuk unit pelaksana
teknis dinas Daerah provinsi untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu; dan ayat (4): Pembentukan unit
pelaksana teknis dinas Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah dikonsultasikan secara
tertulis kepada Menteri.
Pasal 21
(1) Selain unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, terdapat unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi di
bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit
organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara
profesional.
(2) Rumah sakit Daerah provinsi dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah
provinsi.
(3) Rumah sakit Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola
klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum
Daerah.
(4) Dalam hal rumah sakit Daerah provinsi belum menerapkan pengelolaan
keuangan badan layanan umum Daerah, pengelolaan keuangan rumah
sakit Daerah provinsi tetap bersifat otonom dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.
(5) Rumah sakit Daerah provinsi dalam penyelenggaraan tata kelola rumah
sakit dan tata kelola klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibina
dan bertanggung jawab kepada dinas yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan di bidang kesehatan.
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
9
(6) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan
melalui penyampaian laporan kinerja rumah sakit kepada kepala dinas
yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
(7) Pembinaan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta
pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang kesehatan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja rumah
sakit Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) danayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (1) PP 18/2016, maka
pembentukan unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi di bidang kesehatan
berupa rumah sakit Daerah provinsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur
setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri, atau dengan perkataan
lain pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis
kepada Menteri.
Jadi, konsiderans Rapergub cukup memuat satu pertimbangan yang isinya
adalah:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali;
4.3. Mengingat.
Rapergub memuat 9 (sembilan) peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum, yang pada angka 1 memuat “Undang-Undang Nomor 64
Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara ...)”, dan pada angka 9
memuat “Peraturan Daerah Provinsi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi ...”
Perlu dilakukan konfirmasi pada UU 12/2011, Lampiran II. Beberapa TP3
relevan dikutip, yakni:
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
10
1. TP3 Nomor 28 menentukan, dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.
Dasar hukum memuat: a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan
Perundang-undangan; dan b. Peraturan Perundang-undangan yang
memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. TP3 Nomor 39 menentukan, dasar hukum pembentukan Peraturan
Daerah adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah
dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan TP3 tersebut maka dasar hukum Peraturan Gubernur memuat
peraturan perundang-undangan:
a. yang menjadi dasar kewenangan pembentukan Peraturan Gubernur; dan
b. yang memerintahkan pembentukan Peraturan Gubernur.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan
pembentukan Peraturan Gubernur adalah Undang-Undang tentang Pembentukan
Daerah dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan Pasal 18
ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat
saja dicantumkan dalam dasar hukum atau “Mengingat” dari Peraturan Gubernur,
dengan alasan Pasal 18 ayat (6) itu menentukan, “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan”, dan Peraturan Gubernur merupakan “peraturan-
peraturan lain” tersebut. Namun, dapat pula tidak dicantumkan, karena UU
12/2011 tidak menentukan hal demikian.
Sebaiknya, persoalan pencantuman atau tidak mencantumkan Pasal 18 ayat
(6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar
hukum pembentukan Peraturan Gubernur diserahkan pada praktik
pembentukannya, yang artinya berdasarkan kesepakatan dari actor yang terlibat
dalam pembentukan Peratuan Gubernur, dan terutama kebijakan Gubernur
sebagai pejabat yang berwenang menetapkan Peraturan Gubernur.
Peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan
Peraturan Gubernur atau dasar hukum materiil dari Peraturan Gubernur tentang
Pembentukan Rumah Sakit Daerah Bali Mandara Provinsi Bali adalah PP 18/2016
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
11
dan UU 44/2009. Pencantuman UU 44/2009 dengan alasan untuk melaksanakan
perintah secara tidak tegas dari Pasal 7 ayat (3) UU 44/2009. Makna perintah
Undang-Undang dalam hukum perundang-undangan meliputi perintah Undang-
Undang secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.
4.4. Bab I Ketentuan Umum.
Bab I Ketentuan Umum memuat 7 (tujuh) angka, antara lain angka 6
menentukan: “Rumah Sakit Bali Mandara yang selanjutnya disebut RSBM
merupakan rumah sakit umum daerah adalah UPT Dinas Kesehatan Provinsi Bali
sebagai Unit Organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara
profesional menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.”
Isi konsep “Rumah Sakit Bali Mandara yang selanjutnya disebut RSBM”
perlu dikritisi mengenai terminologinya maupun mengenai isinya. Nama yang
terdapat dalam judul dan diktum Rapergub adalah Pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali. Untuk menjaga konsistensi, maka
batasan pengertian mengenai rumah sakit adalah “Rumah Sakit Umum Daerah
Bali Mandara Provinsi Bali yang selanjutnya disingkat RSBM ...”
Hal tersebut sesuai dengan TP3 Nomor 98 huruf b yang menentukan
ketentuan umum berisi singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan
pengertian atau definisi. Contoh singkatan
1. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah
lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat SPIP
adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh terhadap proses perancangan dan pelaksanaan kebijakan
serta perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan di lingkungan
Pemerintah Kota Dumai.
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
12
Berikutnya isi konsep “Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi
Bali yang selanjutnya disingkat RSBM ...” tersebut. Perlu diberi pengertian dengan
batasan pada Pasal 21 ayat (1) PP 18/2016 dan Pasal 1 angka 1 UU 44/2009.
Rujukan Kategori yang digunakan
Pasal 21 ayat (1) PP 18/2016:
Selain unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, terdapat unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional.
unit pelaksana teknis dinas sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional
Pasal 1 angka 1 UU 44/2009: Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
Berdasarkan rujukan tersebut dapat dirumuskan batasan pengertian Rumah
Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali, yakni:
Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara Provinsi Bali yang selanjutnya
disingkat RSBM adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Provinsi Bali
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
4.5. Bab II Pembentukan dan Kedudukan.
Bab II Pembentukan dan Kedudukan, memuat 1 (satu) pasal yakni Pasal 2
yang terdiri dari 2 (dua) ayat:
(1) Dengan Peraturan Gubernur ini dibentuk Organisasi dan Tata Kerja
RSBM.
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
13
(2) RSBM sebagaimana Ayat (1) sebagai UPT Dinas Kesehatan Provinsi
Bali dipimpin oleh Direktur setingkat dengan Jabatan Pimpinan Tinggi
Madya, berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Dinas.
Perlu mendapat kritisi, sesuai dengan dengan nama yang terdapat dalam
judul dan diktum Rapergub tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah
Bali Mandara Provinsi Bali yang telah disingkat menjadi RSBM, maka Pasal 2 ayat
(1) mengatur tentang pembentukan RSBM bukan tentang Organisasi dan Tata
Kerja RSBM. Jadi rumusannya adalah: Dengan Peraturan Gubernur ini dibentuk
RSBM.
Bab II bertajuk Pembentukan dan Kedudukan, dan yang diuraikan tersebut di
atas adalah tentang pembentukan RSBM, sedangkan tentang kedudukan RSBM
rumusan yang diusulkan merujuk pada Pasal 21 ayat (1) PP 18/2016 yakni: RSBM
berkedudukan sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang
bekerja secara profesional. Rumusan ini ditempatkan pada ayat (2).
Pasal 2 ayat (2) asal dari Rapergub ini mengatur tentang RSBM dipimpin
oleh seorang direktur, semestinya ini ditempatkan dalam Bab III Susunan
Organisasi.
4.6. Bab XII Tata Kerja
Pasal 31 ayat (1) menentukan “dalam pelaksanaan tugas wajib menerapkan
prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik intern maupun antar instansi lain
sesuai dengan tugas dan fungsi”.
Rumusan tersebut tidak jelas perihal subyek normanya, tepatnya kepada
siapa kewajiban itu dibebankan. Ini tidak sesuai dengan asas kejelasan rumusan
dalam Pasal 5 huruf f UU 12/2011. Penjelasan Pasal 5 huruf f ini menjelaskan:
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
14
Rumusan yang diusulkan untuk isi pasal dalam bab tata kerja itu adalah
sebagai berikut: Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur bertanggungjawab
memimpin dan mengoordinasikan bawahannya dan memberikan bimbingan serta
petunjuk-petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
4.7. Bab XIV Ketentuan Penutup.
Bab ini terdiri dari 2 (dua) pasal, yakni Pasal 34 dan Pasal 34 (sic). Pasal 34
―yang pertama― menentukan, “Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan
Gubernur ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya dan sesuai kebutuhan
operasional rumah sakit diatur lebih lanjut oleh Direktur.” Pasal 34 ―yang kedua―
menentukan, “Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal Mei 2016 (sic).
Pasal 34 ―yang pertama― tersebut dihapus, karena tidak sesuai dengan
TP3 Nomor 210 yang menentukan, dalam pendelegasian kewenangan mengatur
tidak boleh adanya delegasi blangko.
Contoh 1: Pasal …
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Contoh 2: Qanun Kabupaten Aceh Jaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Pasal 24 Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang pengaturan pelaksanaannya, diatur dengan Peraturan Bupati.
Berikutnya Pasal 34 ―yang kedua― menentukan, “Peraturan Gubernur ini
mulai berlaku pada tanggal Mei 2016 (sic). Tampaknya ada kehendak untuk
menyatakan saat mulai berlaku Pergub berbeda dengan saat diundangkan Pergub
ini. Untuk itu perlu mengutip TP3 terkait dengan hal itu.
150. Pada dasarnya Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku pada saat Peraturan Perundang-undangan tersebut diundangkan.
Contoh: a. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
15
b. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. c. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
151. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-
undangan tersebut pada saat diundangkan, hal ini dinyatakan secara tegas di dalam Peraturan Perundang-undangan tersebut dengan: a. menentukan tanggal tertentu saat peraturan akan berlaku; Contoh: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 2011. b. menyerahkan penetapan saat mulai berlakunya kepada Peraturan Perundang-
undangan lain yang tingkatannya sama, jika yang diberlakukan itu kodifikasi, atau kepada Peraturan Perundang-undangan lain yang lebih rendah jika yang diberlakukan itu bukan kodifikasi; Contoh: Saat mulai berlakunya Undang-Undang ini akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
c. dengan menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat Pengundangan atau penetapan. Agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran gunakan frasa setelah ... (tenggang waktu) terhitung sejak tanggal diundangkan. Contoh: Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Pilihannya dengan demikian adalah: (1) menentukan tanggal tertentu; (2)
menyerahkan penetapan saat mulai berlakunya kepada Gubernur dengan
menetapkan Peraturan Gubernur; atau (3) dengan menentukan lewatnya
tenggang waktu tertentu sejak saat pengundangan atau penetapan Peraturan
Gubernur.
Persoalannya adalah boleh atau tidak boleh ada pendelegasian kewenangan
mengatur tentang penetapan saat mulai berlakunya Peraturan Gubernur dari
Peraturan Gubernur kepada Peraturan Gubernur. Untuk itu perlu menyimak TP 3
Nomor 199 yang menentukan:
Pendelegasian kewenangan dapat dilakukan dari suatu Undang-Undang kepada Undang-Undang yang lain, dari Peraturan Daerah Provinsi kepada Peraturan Daerah Provinsi yang lain, atau dari Peraturan Daerah Kabupaten/Kota kepada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang lain.
Secara tektual hukum atau secara kata per kata, jawabannya tidak boleh,
karena tidak ada pengaturan tentang pendelegasian kewenangan dapat dilakukan
dari suatu Peraturan Gubernur kepada Peraturan Gubernur lainnya. Namun,
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
16
secara hakekat diperoleh pemahaman bahwa TP3 tersebut selain mengatur
pendelegasian dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi kepada
Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah, juga mengatur pendelegasian
antar Peraturan Perundang-undangan yang sejenis.
Berdasarkan pemahaman TP3 itu juga mengatur pendelegasian antar
Peraturan Perundang-undangan yang sejenis, seperti pendelegasian kewenangan
dari suatu Peraturan Gubernur kepada Peraturan Gubernur yang lain, sepanjang
memenuhi persyratan yang tercantum dala TP3 Nomor 200 yang menentukan
pendelegasian kewenangan mengatur harus menyebut dengan tegas: a. ruang
lingkup materi muatan yang diatur; dan b. jenis Peraturan Perundang-undangan.
4.8. Bab-bab batang tubuh Rapergub.
Bab-bab batang tubuh Rapergub sebagai berikut:
Bab I Ketentuan Umum.
Bab II Pembentukan dan Kedudukan.
Bab IV Tugas Pokok RSBM.
Bab III Fungsi RSBM.
Bab IV Rincian Tugas Direktur.
Bab V Rincian Tugas Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan.
Bab IX Rincian Tugas Wakil Direktur Administrasi Umum dan Keuangan.
Bab XII Tata Kerja
Bab XIII Kelompok Jabatan Fungsional.
Bab XIV Pembiayaan.
Bab XIV Ketentuan Penutup.
(catatan: penomoran bab yang dikutip tersebut di atas sesuai dengan aslinya
dalam Rapergub).
Hal tersebut tidak sesuai dengan asas kejelasan rumusan dalam Pasal 5
huruf f UU 12/2011. Penjelasan Pasal 5 huruf f ini menjelaskan:
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata
PENDAPAT HUKUM
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2016|
17
atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Khususnya tidak memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan dan tidak sistematik, oleh karena itu perlu diperbaiki.
Berdasarkan analisis hukum tersebut, maka Rapergub tersebut dalam
beberapa bagian/pasal yang telah disebut di atas perlu disesuaikan baik dengan
PP 18/2016 maupun dengan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
(TP3).
KONKLUSI DAN REKOMENDASI 5