41
REFERAT PTOSIS OLEH : EKO PRESTIYANA MEGAWATI I11111057 PEMBIMBING REFERAT : dr. DJOKO S. TARDAN, Sp.M dr. MARSITA LITA SMF ILMU KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 1

Refer At

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ptosis

Citation preview

REFERAT

PTOSIS

OLEH :

EKO PRESTIYANA MEGAWATI

I11111057

PEMBIMBING REFERAT :

dr. DJOKO S. TARDAN, Sp.M

dr. MARSITA LITA

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT DR. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2015

1

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul :

Ptosis

disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian dalam

Kepaniteraan Klinik Modul Oftalmologi

Telah disetujui,

Singkawang, 21 Mei 2015

Pembimbing laporan kasus,

Dr. Djoko S. Tardan, Sp.M

Disusun oleh :

Eko Prestiyana Megawati

NIM. I11111057

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas kasih karunia dan rahmat-Nya yang

dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi

referat yang berjudul “Ptosis“. Tugas presentasi referat ini disusun dalam rangka

memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpuradi RSUD dr. Abdul Aziz serta diharapkan

dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembacanya.

Saya mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada dr. Djoko S. Tardan,

Sp.M, dan dr. Marsita Lita selaku pembimbing penyusunan Referat Kepaniteraan

Klinik Ilmu Penyakit Mata RSUD dr. Abdul Aziz atas bantuan, masukan,

bimbingan, dan ilmu yang telah beliau bagi sehingga tugas presentasi referat ini

dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa referat yang disusun ini juga tidak luput dari

kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga

tugas presentasi referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, atas segala perhatian dan dukungannya, penulis mengucapkan

terima kasih.

Singkawang, 23 Agustus 2015

Penulis

Eko Prestiyana Megawati

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid), dimana

kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata

menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Normalnya fissura

palpebra memiliki lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-

tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm

jika kedua palpebra simetris.2

Insidensi ptosis tidak banyak dilaporkan. Menurut jenisnya ptosis aponeurotic

lebih sering ditemukan sebagai sebab ptosis, semakin meningkat pada usia tua.

Congenital ptosis menjadi urutan kedua sebagai penyebab ptosis. Berdasarkan

statistik pada tahun 2009 oleh American Society for Aesthetic Plastic Surgery,

pada tahun 2008 blepharoplasty menempati urutan ketiga pada prosedur bedah di

US.3

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas

dengan atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, horner syndrom ataupun

penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan ambliopia

sekunder.4

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang

karena mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain,

beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi

dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha

untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang menghalangi pandangannya.

Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata (mengerutkan

dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup

seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.1,5

4

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam referat ini yaitu:

1. Bagaimana anatomi dari palpebra?

2. Apa definisi, etiologi, insidensi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan,

dan prognosis penyakit ptosis?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Referat ini bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan pemahaman

tentang ciri-ciri ptosis dan gejala yang mendasarinya.

1.4 METODE PENULISAN

Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk dari

berbagai literatur.

1.5 MANFAAT PENULISAN

Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan

pengetahuan mengenai palpebra, ptosis, akibat yang ditimbulkan ptosis, dan

tatalaksana ptosis.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI PALPEBRA

Gambar 1. Potongan sagital mata, palpebra terlihat dari lateral 6

Secara garis besar palpebra superior terbagi menjadi 2 lapisan, yaitu

lapisan anterior (kulit dan otot orbikularis) dan lapisan posterior (tarsus,

aponeurotik levator, otot muller dan konjungtiva).7

1. Kulit

Palpebra memiliki kulit yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak

subkutan. Kulit disini sangat halus dan mempunyai rambut vellus halus

dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar keringat.8

2. Otot orbikularis

Otot skelet yang berfungsi untuk menutup mata. Otot ini terdiri dari

lempeng yang tipis yang serat-seratnya berjalan konsentris. Otot ini

dipersarafi oleh nervus fasialis yang kontraksinya menyebabkan gerakan

mengedip, disamping itu otot ini juga dipersarafi oleh saraf somatik eferen

yang tidak di bawah kesadaran.8

3. Tarsus

6

Jaringan ikat fibrous ±25 mm, merupakan rangka dari palpebra.

Didalamnya terdapat kelenjar meibom yang membentuk “oily layer” dari

air mata.8

4. Septum Orbita

Terletak di bawah otot orbikularis post septalis pada kelopak mata atas dan

bawah. Septum orbita ini adalah jaringan ikat yang tipis, merupakan

perluasan dari rima orbita.8

5. Otot levator dan aponeurotik levator palpebra

Merupakan “major refractor”  untuk kelopak mata atas. M. levator

palpebra, yang berorigo pada anulis foramen orbita dan berinsersi pada

tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit

kelopak bagian tengah. M. levator palpebra dipersarafi oleh nervus

okulomotoris, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau

membuka mata.7

Gambar 2. Potongan sagital palpebra superior

Palpebra berfungsi:

Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior

Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata

Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea

Mencegah mata menjadi kering

Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.11

7

Margo Palpebra

Panjang margo palpebra adalah 25-30 mm lebar 2 mm. Ia dipisahkan oleh

garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior.

a) Margo anterior

1. Bulu mata

Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur.

2. Glandula Zeis

Ini adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang bermuara ke dalam

folikel rambut pada dasar bulu mata.

3. Glandula Moll

Ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris

dekat bulu mata.

b) Margo posterior

Margo palpebra superior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang

margo ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah

dimodifikasi (glandula Meibom, atau tarsal).

c) Punktum Lakrimal

Pada ujung medial dari margo palpebra posterior terdapat elevasi kecil

dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan

inferior.9

Fissura Palpebra

Fissura palpebra adalah ruang ellips diantara kedua palpebra yang dibuka.

Normalnya fissura palpebra memiliki lebar 9 mm. Fissura ini berakhir di kanthus

medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita

dan membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elliptic dan mengelilingi

lakuna lakrimalis.9

Retraktor Palpebra

Retractor palpebra berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh

kompleks muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, dikenal

sebagai kompleks levator palpebra superior. Di palpebra superior, bagian otot

8

rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan

berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang

lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller

(tarsalis superior). Levator dipasok cabang superior dari nervus okulomotorius

(N.III). Darah ke levator palpebrae superioris datang dari cabang muskular lateral

dari arteri oftalmika.9

Persarafan Sensoris

Persarafan sensoris ke palpebra datang dari divisi pertama dan kedua dari

nervus trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis,

infratrokhlearis dan nasalis eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi

oftalmika dari nervus kelima. Nervus infraorbitalis, zigomaticofacialis,

zigomaticotemporalis merupakan cabang-cabang dari divisi maksilaris (kedua)

nervus trigeminus.9

Pembuluh Darah dan Limfe

Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika

melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis antara arteri

palpebra lateralis dan medialis membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam

jaringan areolar submuskular.9 Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam

vena oftalmika dan vena-vena yang mengangkut darah dari dahi dan temporal.

Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra- dan pasca tarsal.9

Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pra-

auricular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan

isinya ke dalam limfonodus submandibular.9

2.2 PTOSIS

2.2.1 DEFINISI

Blepharoptosis atau yang lebih sering disebut ptosis adalah posisi satu

atau kedua palpebra superior dianggap terlalu rendah. Ptosis merupakan

keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana kelopak mata

9

atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi

lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Normalnya fissura

palpebra memiliki lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah

ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat

bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.2

2.2.2 ETIOLOGI

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra,

lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat

jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata

tertarik ke belakang atau enoftalmus. Penyebab ptosis adalah miogenik,

aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik. Ptosis juga dapat terjadi

pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.10,11

2.2.3 INSIDENSI

Ptosis aponeurotic lebih sering ditemukan sebagai sebab ptosis,

semakin meningkat pada usia tua. Congenital ptosis menjadi urutan kedua

sebagai penyebab ptosis. 3

Berdasarkan statistik pada tahun 2009 oleh American Society for

Aesthetic Plastic Surgery, pada tahun 2008 blepharoplasty menempati urutan

ketiga pada prosedur bedah di US. 3

2.2.4 KLASIFIKASI

Tabel 2. Klasifikasi Ptosis Menurut Beard 2

Kelainan perkembangan levator

Simplek Kelemahan rektus superior

Ptosis miogenik lain Sindrom blepharophimosis Ophtalmoplegia eksternal progresif menahun Sindrom okulofaringeal Distrofi muskular progresif Miastenia Gravis Fibrosis kongenital dari muskulus

ekstraokuler

10

Ptosis aponeurotik Ptosis senilis Ptosis herediter berkembang lambat Stress atau trauma aponeurosis levator

Pasca operasi katarak Lokal trauma lainnya Blepharochalasis Berhubungan dengan kehamilan Berhubungan dengan penyakit Grave

Ptosis neurogenik Lesi nervus okulomotor Sindrom Horner Migrain Ofthalmoplegi Multipel Sklerosis Sindrom Marcuss Gunn Ptosis misdireksi nervus III Pasca trauma oftalmoplegi

Ptosis mekanikTerlihat seperti ptosis

Akibat hipotropia Akibat dermatochalasis Akibat berkurangnya jaringan penyokong

posterior kelopak mata

Berdasarkan Onsetnya

Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu:

A. Kongenital

Sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan

jaringan muskulus levator (myogenic etiology).11,12 Dapat terjadi dalam

bentuk:

1. Unilateral : kegagalan perkembangan – innervasi abnormal otot

levator palpebra.

Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan harus segera

ditangani dengan pembedahan. Dapat menyertai Marcus Gunn

syndrome (kelainan nervus III dan nervus V), dimana kontraksi

m.levator palpebra terjadi bila rahang membuka ke samping pada

sisi yang berlawanan.

2. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang

menderita Myastenia gravis.

11

3. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome

dan alkohol fetal syndrome.12

B. Didapat (Acquired)

Ptosis didapat terjadi akibat penurunan regangan atau disinsersi

aponeurosis levator (aponeurotic abnormality).11,12 Dapat terjadi pada

keadaan:

1. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor

mekanik. Pada beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya.

2. Myastenia Gravis

3. Botulinism

4. Paralysis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi

vaskular.

5. Distrofi miotonik.

6. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.

7. Horner syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).16

Berdasarkan Etiologinya

1. Ptosis Myogenik

a. Kongenital

Akibat dari gangguan perkembangan (maldevelopment) muskulus

levator dengan karakteristik penurunan fungsi levator, kelopak mata

tertinggal, dan kadang-kadang lagoftalmus. Congenital Myogenic

Ptosis dengan fenomena Bell yang buruk atau strabismus vertikal

kemungkinan mengindikasikan gangguan perkembangan

konkomitan pada muskulus rektus superior.11,12

b. Didapat

Ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan

muskuler lokal atau menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal

oftalmoplegia progresif kronik, miastenia grafis, atau distrofi

okulofaringeal. 6,12

1) Distrofi muskuler

12

Ditemukan ptosis dan kelemahan muka. Gejala lainnya adalah

katarak, kelainan pupil, botak frontal, atrofi testes dan diabetes.2

2) Oftalmoplegia eksternal menahun progresif

Adalah penyakit neuromuskuler herediter progresif lambat, yang

mulai dipertengahan kehidupan. Semua otot ekstra okuler

termasuk levator dan otot-otot ekspresi muka berangsur-angsur

terkena. Biasanya bersifat bilateral, simetris dan progresif ptosis.

Namun reaksi pupil dan akomodasi normal. Untuk dapat

mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan M.

Frontalis. Pada Sindroms Kearns Sayre ophtalmoplegia disertai

retinitis pigmentosa dan blok jantung.2

3) Myasthenia gravis

Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh

adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro

muskular jungtion. Merupakan myogenik ptosis yang bilateral

dan asimetris. Ptosis yang terjadi sering bersamaan dengan

diplopia . Muskulus orbikularis okuli juga sering terkena. Kedut

palpebra Cogan kadang-kadang ada – saat menggerakkan mata

dari pandangan ke bawah ke posisi primer, palpebra superior

berkedut ke atas.2

2. Ptosis Aponeurotika

a. Kongenital

Akibat kegagalan insersi aponeurosis pada posisi normal di

permukaan anterior tarsus.11,12

b. Didapat

Akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator

dari kedudukan noramal. Umumnya terdapat cukup sisa perlekatan

ke tarsus yang dapat mengangkat palpebra saat melihat keatas. Tetap

tersisanya perlekatan aponeurosis levator ke kulit dan muskulus

orbikularis menghasilkan lipatan palpebra yang sangat tinggi, dapat

pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak

13

terbayang melalui kulit palpebra superior. Mekanisme ptosis pada

operasi mata, blepharochalasis, kehamilan dan penyakit Grave

umumnya akibat kerusakan pada aponeurosis.2,11,12

3. Ptosis Neurogenik

a. Kongenital

Disebabkan karena adanya defek neurogenik yang terjadi pada saat

perkembangan embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering

berhubungan dengan kelumpuhan nervus kranial III kongenital,

horner sindrom congenital, atau Marcus Gunn jaw-winking

sindrom.11,12

1) Sindrom Marcus Gunn

Pada sindrom Marcus Gunn (“fenomena berkedip-rahang”),

mata membuka saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi

berlawanan. Muskulus levator yang mengalami ptosis disarafi

oleh cabang-cabang motorik nervus trigeminus dan nervus

okulomotorius.2

b. Didapat

Disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang

paling sering terjadi akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial

III didapat, sindrom horner atau miastenia grafis didapat.6,13

1) Sindroma Horner

Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya

inervasi simpatis ke otot – otot muller palpebra superior yang

terkadang juga diikuti pada palpebra inferior yang jika kedua

palpebra mengalami ptosis akan beradampak berkurangnya

lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis

dengan enophthalmos.2

Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis,

tabes dorsalis , siringomelia . tumor corda servikal. Paralisis otot

Muller hampir selalu berkaitan dengan sindroma Horner dan

14

biasanya didapat. Jarang ada ptosis di bawah 2 mm, dan

ambliopia tidak pernah terjadi.2

4. Ptosis Mekanikal

Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang

mendorong palpebra superior ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh

kelainan kongenital seperti neuroma fleksiform, hemangioma, atau oleh

neoplasma didapat seperti khalazion besar, basal sel atau squamous sel

karsinoma. Edema setelah operasi atau trauma dapat menyebabkan ptosis

mekanikal sementara.11,12

5. Ptosis Traumatik

Ptosis Traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada

muskulus atau aponeurosis levator. Seperti pada laserasi palpebra

superior dan prosedur bedah saraf orbital. Pada kasus ptosis traumatic

penderita harus diobservasi selama 6 bulan sebelum melakukan koreksi

ptosis karena kadang-kadang dapat sembuh spontan.11,12

Perbandingan Blefaroptosis 11

Gejala Congenital myogenic and neurogenic ptosis

Congenital aponeurotic ptosis.

Jarak fissura palpebra

Ringan sampai berat Ringan sampai berat

Lipatan kelopak mata atas

Lemah atau tidak terdapat lipatan pada

posisi normal

Lebih tinggi dari posisi normal

Fungsi levator Berkurang NormalPandangan atas-

bawahKelopak mata mengikuti arah

pandangan

Kelopak mata jatuh

Berdasarkan Jarak Jatuhnya Palpebra Superior

Ptosis diklasifikasikan atas 3 derajat: 5

1. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm termasuk ptosis

ringan,

15

2. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis

sedang

3. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm termasuk ptosis

berat.

Pseudoptosis

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudoptosis, termasuk

hipertropia, enoftalmos, mikroftalmos, anofthalmos, ptisis bulbi, defek sulkus

superior akibat trauma, atau kasus lainnya.11,12

2.2.5 PATOFISIOLOGI

Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. Levator superioris palpebrae.

Dalam kebanyakan kasus ptosis kongenital, terjadi akibat dari distrofi

musculus levator palpebrae dan juga cranial nerve III palsy. Ptosis yang

didapat juga terjadi karena cranial nerve III palsy dan Horner cervical

sympathetic nerve palsy. Pada pasien usia lanjut, ptosis disebabkan oleh

penipisan, peregangan dan diinsersio aponeurosis levator. Namun, pergerakan

mata dan pupil normal. Pada ptosis onset lambat, dapat terjadi karena distrofi

muscular didapat, chronic progressive external optlhalmoplegia dan

myastenia gravis.

2.2.6 GAMBARAN KLINIS

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak

mata atas dengan atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, horner

syndrom ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya

disertai dengan ambliopia sekunder.4

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang

pandang karena mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus

lain, beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan

dikompensasi dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang

(hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra superior

16

yang menghalangi pandangannya. Biasanya penderita juga mengatasinya

dengan menaikkan alis mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada

ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi

ambliopia.1,5

Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-

lahan tapi progresif yang akhirnya menjadi komplit. Ptosis pada myasthenia

gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada malam hari

disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian

menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda awal

myasthenia gravis.2

Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir,

namun kadang pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun

pertama kehidupan. Kebanyakan kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh

suatu disgenesis miogenic lokal. Bila dibandingkan dengan otot yang

normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam otot, sehingga akan

mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi.

Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.4

2.2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan berdasarkan pada anamnesa dan

pemeriksaan yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui kausa

dari ptosis dan derajat beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan

penanganan yang tepat.

Anamnesis:

Identitas

Onset ptosis

Faktor yang mengurangi atau pemicu

Riwayat keluarga

Sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan.

Hubungannya dengan:

Gerakan rahang

17

Gerakan mata yang abnormal

Postur kepala yang abnormal

Riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya

Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi

untuk melihat perubahan pada mata. 2,13

Pemeriksaan Oftalmologi:

Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil

dibanding mata normal. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi

dari otot levator palpebra superior ( otot kelopak mata atas ). Rata – rata

lebar fisura palpebra / celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar

9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea

secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah = 11 mm. Bila tidak

ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari

batas limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi

1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi

tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea.10

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:

1. Palpebra Fissure Height

Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan

primer.12

Gambar 2. Pemeriksaan Palpebra Fissure Height

2. Margin-Reflex Distance

a. Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)

18

Jarak antara tengah refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata atas

dengan pada posisi primer. Hasil pengukuran 4 - 5 mm dianggap

normal.11

Gambar 3. Pemeriksaan Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)

b. Margin-Reflex Distance 2 (MRD 2)

Jarak antara pusat refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata

bawah pada posisi primer. Jumlah MRD1 dan MRD2 sama dengan

palpebra fissure height.11

3. Upper Lid Crease

Jarak antar lipatan kulit palpebra superior dengan margin palpebra.

Akibat insersi jaringan muskulus levator ke dalam kulit sehingga

membentuk lid-crease. Disinsersi aponeurosis levator membentuk lid-

crease pada posisi tinggi, ganda, dan asimetris. Lid-crease biasanya

tinggi pada pasien ptosis involusional. Pada ptosis kongenital biasanya

samar-samar atau tidak ada. Ciri khas lid-crease orang Asia biasanya

rendah dan tidak jelas walaupun tidak ada ptosis.10,11

4. Levator Function

Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa

memegang penggaris dan menempatkan titik nol pada margo palpebra

superior, juga pemeriksa menekan otot frontal agar otot frontal tidak ikut

mengangkat kelopak, lalu penderita diminta melihat ke atas maksimal

dan dilihat margo palpebra superior ada pada titik berapa. Aksi levator

normal 14-16 mm.12

19

Gambar 4. Pemeriksaan Levator Function

5. Bells Phenomenon

Penderita disuruh menutup atu memejamkan mata dengan kuat,

pemeriksa membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas

berarti Bells Phenomenon (+).14

Gambar 5. Pemeriksaan Bells Phenomena

Eyelid Measurements 15

Test Measurement Normal

PF palpebral fissure vertical 9 mm

PFd palpebral fissure vertical in downgaze 2-4 mm

MRD1 light reflex to upper lid margin 4-5 mm

MRD2 light reflex to lower lid margin 4-5 mm

MRD3 margin to corneal light reflex in upgaze  

BLF upper lid margin from down gaze to upgaze 12-18 mm

MCD on down gaze lid margin to crease 7-10 mm

20

MFD on primary gaze lid margin to crease 4-5 mm

MLD margin to 6 oclock limbus in upgaze 9 mm

lag Lagophthalmos 0 mm

Pemeriksaan Oftalmologi Lainnya:

Tajam penglihatan dan kelainan refraksi kedua mata

Posisi kepala, elevasi dagu, posisi alis mata, dan aksi alis saat

berusaha melihat ke atas.

Lagoftalmus (penutupan kelopak mata yang tidak sempurna)

Tes Schimer

Sensibilitas kornea

Gerakan bola mata 11,12

Pemeriksaan Tambahan:

Pemeriksaan lapangan pandang

Pemeriksaan farmakologi: kokain topical, tes tensilon.11

Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan

laboratorium. Namun untuk mengetahui adanya kelainan sistemik yang

dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya dapat dilakukan pemeriksaan

darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata dibutuhkan misalnya

bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan terjadinya

ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya

misalnya pada pupil yang abnormal.4

2.2.8 TATALAKSANA

Penting untuk menyingkirkan penyebab dasar yang terapinya dapat

menyelesaikan masalah (misal myasthenia gravis). Apabila ptosisnya

ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual

seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik

dibiarkan saja dan tetap diobservasi.

21

Pada ptosis kongenital, dilakukan pembedahan (memperpendek) otot

levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra

pada otot frontal. Pada anak-anak dengan ptosis tidak memerlukan

pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara periodik

untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya ambliopia,

pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk

memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat

ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.

Pada ptosis yang didapat, dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi

penyebab tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah

vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi

levator buruk).

Indikasi pembedahan: 2

1. Fungsional

Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai

ptosis pada anak-anak.

2. Kosmetik

Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi

pandangan hanya mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan:2,15

1. Kelainan permukaan kornea

2. Bells Phenomenon negatif

3. Paralisa nervus okulomotoris

4. Myasthenia gravis

Prinsip-Prinsip Pembedahan:

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan

anestesi lokal. Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang

jumlahnya sedikit. Prinsip dasar pembedahan ptosis yaitu memendekkan

22

otot levator palpebra atau menghubungkan kelopak mata atas dengan otot

alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan hanya setelah

ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa

pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan

sebelumnya dengan ahli bedah yang akan menangani pasien tersebut.9

Beberapa Pembedahan Ptosis:

1. Reseksi Levator Eksternal

Prosedur ini memendekan aponeirosis levator dengan cara insisi pada

lipat palpebra. Insisi pada kulit disembunyikan antara lid fold yang lama

dan yang baru agar serasi dengan mata kontralateral. Reseksi levator

eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat dengan

fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut.9

Pedoman yang dianjurkan Beard :

a. Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih

baik (8 mm atau lebih) : reseksi 10 – 13 mm.

b. Ptosis kongenital sedang (3 mm) :

fungsi levator baik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 – 17 mm;

fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 – 22 mm

fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih.

c. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang

sampai buruk : reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis.9

2. Frontalis sling

Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis

sling merupakan pendekatan yang paling baik.16

3. Prosedur Fasenella – Servat

Elevasi palpebra dengan cara mengambil jaringan didalam

palpebra termasuk tarsus , konjungtiva dan Müller muscle, jarang

digunakan untuk kasus ptosis konginental. Operasi ini diindikasikan jika

fungsi levator baik (10 mm) dan ptosis ringan (1-2 mm).16

23

Gambar 6. Teknik Pembedahan Ptosis

Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau

otot-otot tarsus superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun

dari konjungtiva, kini dipakai. Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat

diletakkan pada keuntungan membatasi operasi pada perbaikan dan reseksi

aponeurosis levator, terutama pada ptosis yang didapat.2

Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber

pengangkatan alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis)

memungkinkan pasien mengangkat palpebra dengan bantuan gerak alami

muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya dianggap sebagai alat

terbaik untuk menggantung.2

2.2.9 KOMPLIKASI

Ptosis kongenital yang tidak dikoreksi dapat mengakibatkan ambliopia

sekunder sampai deprivasional atau astigmatisma yang tidak dikoreksi. Pada

beberapa kasus lain, ptosis menyebabkan nyeri kepala dan penurunana lapang

pandang.Komplikasi dari operasi

1. Underkoreksi

24

Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi

ptosis. Underkoreksi ini dapat dicegah dengan mengukur jumlah reseksi

aponeurosis levator yang tepat sebelum ujung aponeurosis dipotong dan

dijahit pada pinggir tarsus. Koreksi ulang apabila dijumpai

underkoreksi dapat dilakukan dalam minggu pertama setelah operasi

atau pada saat pasien masih dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini harus

dapat dibedakan underkoreksi karena edema setelah operasi dengan

underkoreksi sebenarnya.

2. Overkoreksi

Dapat disertai dengan keratitis eksposure dan dry eyes.6,13

2.2.10 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.4

2. Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan

seiring dengan waktu tanpa komplikasi yang berat.

3. Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi “Patching”.

Ini dilakukan setelah operasi ptosis.

4. Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya

segera ditangani dengan pembedahan.

BAB III

25

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid),

dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah

kelopak mata menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.

Etiologi ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi muskulus levator

palpebra, lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi

akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata

tertarik ke belakang atau enoftalmus.

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

oftalmologi yang tepat. Anamnesis pada pasien ptosis meliputi identitas, onset

ptosis, faktor yang mengurangi atau pemicu, riwayat keluarga, sejak pertama

muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan, hubungannya dengan gerakan

rahang, gerakan mata yang abnormal, postur kepala yang abnormal, riwayat

trauma atau pembedahan sebelumnya dan foto lama dari wajah dan mata pasien

dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata. Pemeriksaan

oftalmologi pada ptosis meliputi pengukuran palpebra fissure height, margin-

reflex distance, upper lid crease, levator function, Bells phenomenon dll.

Penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajatnya. Menurut

etiologinya, pada ptosis kongenital (myogenic etiology) dilakukan pembedahan

otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada

otot frontal. Jenis operasi untuk ptosis kongenital adalah reseksi levator eksternal.

Pada ptosis yang didapat (aponeurotic etiology), misalnya pada myastenia gravis

dilakukan koreksi penyebab. Prinsip penatalaksanaan ptosis pada umumnya

adalah pembedahan. Namun, apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan

kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan

defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Pada anak-

anak dengan ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap

diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia.

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta:

FKUI, 2007.

2. Vaughan, Daniel. Blepharoptosis. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14.

Jakarta: Widya Medika, 2000.

3. www.emidicine.medscape.com/ptosisblepharoptosis. diakses pada 22

Agustus 2015.

4. Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald

S Fong, Mark T Duffy, Lance L Brown, Hampton Roy. Department of

Ophthalmology, University of Nebraska Medical Center. Avaiable at

www.emedicine.com/ ph/topic345. 22 Agustus 2015.

5. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper

eyelid). American Board of Plastic Surgery. Available at

http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/

eyelid_function.html. 22 Agustus 2015.

6. R.Putz, P. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21. Jakarta:

EGC.2000.

7. Ilyas, Sidharta. Anatomi Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI.

Jakarta. 1998.

8. Koswandi, Arthur., Lianury, Robby N. Mata. Dalam Histologi. Jilid 4.

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. hal : 126-7.

9. James, Bruce. Kelopak Mata. Dalam: Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2005; hal .3-5.

10. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga.

Jakarta: FKUI, 2005; hal.47.

11. American Academy of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal

System in Basic and Clinical Science Course, Section 7, 2001-2002.

12. Aryatul, Aryani. Penatalaksanaan Ptosis dengan Teknik Reseksi

Aponeurosis Levator Melalui Kulit. USU Resepository. 2008; p 1-32.

13. Grover, AK. Long Case of Ptosis. Available at http://www.eophtha.com/

ejo13.html. 23 Agustus 2015.

27

14. Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities.

Dalam Basic And Clinical Science Course-Neuro Opthalmology. Bagian

5. The Foundation Of The American Academy Of Ophthalmology. San

Fransisco. 2001.

15. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press.

Oxford. 1995; hal : 17-20

16. Sparth, George L. Plastic Surgery. Dalam Opthalmic Surgery. W.B.

Saunders Company. Philadelphia. 1982; hal : 582-589.

28