Upload
ahmad-ismatullah
View
107
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAHRESUSITASI JANTUNG PARU
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rakhmat dan hidayahNya, beserta salam atas nama besar Muhammad SAW. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Dublianus, Sp.An dan dr.Evita, Sp.An atas kesediaan waktu dan kesempatan yang diberikan sebagai pembimbing referat ini, sehingga referat yang berjudul RESUSITASI JANTUNG PARU dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon. Bahasan dalam referat ini diambil dari berbagai macam sumber.
Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi perbaikan laporan kasus ini. Semoga referat ini bisa berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkempentingan.
Cilegon, 26 September 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata PengantarDaftar IsiBAB I PendahuluanBAB II Tinjauan Pustaka
II.1 DefinisiII.2 IndikasiII.3 Fase RJPOII.4 Prosedur RJOP
BAB III KesimpulanDaftar Pustaka
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
American Heart Association (AHA), dalam Jurnal Circulation yang diterbitkan 2
November 2010, mempublikasikan Pedoman Cardiopulmonary Resucitation (CPR) dan
Perawatan Darurat Kardiovaskular 2010. Seperti kita ketahui, para ilmuwan dan praktisi
kesehatan terus mengevaluasi CPR atau yang lebih kita kenal dengan Resusitasi Jantung Paru
(RJP) ini dan mempublikasikannya setiap 5 tahun.
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah
CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini untuk mengidentifikasi faktor yang
mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang
tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi yang hasilnya menunjukkan paling
menjanjikan.
Rekomendasi 2010 Pedoman mengkonfirmasi keamanan dan efektivitas dari banyak
pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain, dan memperkenalkan perawatan baru
berbasis evaluasi bukti intensif dan konsensus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini
tidak untuk menunjukkan bahwa pedoman sebelumnya tidak aman atau tidak efektif,
melainkan untuk menyempurnakan rekomendasi terdahulu(1)
Resusitasi Jantung Paru atau CPR bertujuan untuk membuka kembali jalan napas
yang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR sangat dibutuhkan bagi orang tenggelam,
terkena serangan jantung, sesak napas karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan
sebagainya. Namun yang perlu diperhatikan khusus untuk korban pingsan karena kecelakaan,
tidak boleh langsung dipindahkan karena dikhawatirkan ada tulang yang patah. Biarkan di
tempatnya sampai petugas medis datang. Berbeda dengan korban orang tenggelam dan
serangan jantung yang harus segera dilakukan CPR.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada
korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena
korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik,
keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka
sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ
tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi
korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah
otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika
dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak
akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban.
Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas
dan henti jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit
penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan
pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang
harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan
melakukan resusitasi jantung paru / CPR.(3)
Catatan :
1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya
kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
2. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel
otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan
melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).
Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan terjadi kerusakan batang otak tidak perlu
dilakukan RJP.
II.2 Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, serta ventrikel
kanan dan kiri. Jantung berdenyut pada :
- Orang dewasa 60 – 80 kali per menit
- Anak – anak (2 – 10 tahun) 60 -140 kali per menit
- Bayi ( < 1 tahun) 85 - 200 kali per menit
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh
aorta dan arteri pulmonalis. Kelainan pada sistem kerja jantung akan menyebabkan
perubahan irama jantung, seperti :
- Bradiaritmia < 60 kali / menit
- Takiaritmia > 100 kali / menit
Gambar 1. Jantung
Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi bertanggung jawab untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi
melalui aorta ke seluruh tubuh dan membuang hasil metabolisme.
Jantung kanan menampung darah kotor ( rendah oksigen, kaya
karbondioksida), yang kemudian dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis. Jantung
kiri berfungsi memopa darah bersih ( kaya oksigen ) ke seluruh tubuh
Gambar 2. Sirkulasi tubuh
II.3 Indikasi Henti Napas (Apneu)
Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di
sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan memberikan suatu
keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal.
Bila perlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan.
Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran
berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah
yang dikenal sebagai henti nafas.
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke
otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas
mendapat pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau
terlambat akan berakibat henti jantung.
Henti Jantung ( Cardiac Arrest )
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat
dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka
oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat
berkontraksi dan akibatnya henti jantung ( cardiac arrest ).
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis,
radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-
satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien
tidak sadar.
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin
(Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada
suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu
dapat membuat jantung berdenyut kembali.
II.4 Fase RJPO
Berdasarkan konvensi American Heart Association (AHA) terbaru pada tanggal 18 Oktober 2010, Prosedur CPR terbaru adalah sebagai berikut :
A. Kewaspadaan Terhadap Bahaya [DANGER]
Penolong mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri (APD). ALat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari korban kepada penolong.
Selanjutnya penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan bahaya lain yang mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman kejatuhan benda (falling object), Setelah penolong dan lingkungan aman maka selanjutnya meletakan korban pada tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.
B. Cek Respons / Penilaian Kesadaran
Cek kesadaran korban dengan memanggil dan menepuk bahunya. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak ada respos, maka lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan Rangsangan Nyeri. lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada korban dengan cara penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut ruas jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan rangsany nyeri berarti korban tidak sadar dan dalam kondisi koma.
C. Panggil Bantuan / Call For Help
Jika korban tidak berespons selanjutnya penolong harus segera memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi tanda pertolongan (SOS) dan cara lainya.
BERTERIAK : Memanggil orang disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan atau disuruh mencari pertolongan lebih lanjut. Jika ada AED (Automatic External Defibrilation) maka suruh penolong lain untuk mengambil AED.
MENELEPON : menghubungi pusat bantuan darurat (emergency call number) sesuai dengan nomor dilokasi / negara masing-masing. Seperti : 911, 118, 112, 113, 999, 000, 555 dan lain-lain.
EMERGENCY SIGNAL : dengan membuat asap, kilauan cahaya, suar dan lain-lain jika lokasi ada didaerah terpencil.
D. Cek Nadi
Pengecekan nadi korban dilakukan untuk memastikan apakah jantung korban masih berdenyut atau tidak.
Pada orang dewasa pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan menggunakan 2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian tarik ke arah samping sampe terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak denyut nadi korban.
Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan atas bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya denyut nadi pada lengan atas bagian dalam korban.
Jika nadi tidak teraba berarti korban mengalami henti jantung, maka segera lakukan penekanan / kompresi pada dada korban.
Jika nadi teraba berarti jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan membukaan jalan napas dan pemeriksanaan napas.
E. Kompresi Dada
Jika korban tidak teraba nadinya berarti jantungnya berhenti berdenyut maka harus segera dilakukan penekanan / kompresi dada sebanyak 30 kali.
Caranya : posisi penolong sejajar dengan bahu korban.
Letakan satu tumit tangan diatas tulang dada, lalu letakan tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang dada. Setelah lalu tekan dada korban denga menjaga siku tetap lurus.
Tekan dada korban sampai kedalaman sepertiga dari ketebalan dada atau 3-5 cm / 1-2 inci (korban dewasa), 2-3 cm (Pada anak), 1-2 cm (bayi)
F. Buka Jalan Napas
Setelah melakukan kompresi selanjutnya membuka jalan napas. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban. Pada korban trauma yang dicurigai mengalami patah tulang leher melakukan jalan napas cukup dengan mengangkat dagu korban.
G. Memberikan Napas Buatan
Jika korban masih teraba berdenyut nadinya maka perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak. Pemeriksaaan pernapasan dilakukan dengan Melihat ada tidaknya pergerakan dada (LOOK), mendengarkan suara napas (LISTEN) dan merasakan hembusan napas (FEEL). Jika korban berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan napas buatan saja sebanyak 12-20 kali per menit. Jika korban masih berdenyut jantungnya dan masih bernapas maka korban dimiringkan agar ketika muntah tidak terjadi aspirasi. Korban yang berhenti denyut jantungnya / tidak teraba nadi maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya, penolong setelah melakukan kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas buatan sebanyak 2 kali.
H. Evaluasi Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x 2 napas buatan) Evaluasi pada pemebrian napas buatan saja dilakukan setiap 2 menit.
Menurut Safar membagi resusitasi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1. FASE I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri dari :
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru. A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka. B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
2. FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan : D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.5
LidokainMeninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).Sulfas AtropinMengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.IsoproterenolMerupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.PropranololSuatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.Kortikosteroid kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes.
F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
Fibrilation treatment Defibrilasi adalah tindakan yang berpotensi penyelamatan hidup. Harus sedini mungkin dengan alasan : 1. irama yang umum didapati pada henti jantung adalah VF 2. terapi yang paling efektif pada VF adalah defibrilasi 3. makin lambat dilakukan makin jelek 4. VF cenderung asistole
Energi O VF / VT , nadi tidak teraba :
Pertama : 200 Joule Kedua : 200 – 300 Joule Ketiga : 360 Joule Keempat : 360 Joule O VT, SVT AF
Gel. QRS lebar (VT) : 100 JouleGel QRS sempit (SVT) : 50 Joule Yang harus diperhatikan : - Defibrilasi tidak boleh dilakukan pada anak umur kurang dari delapan tahun dan berat badan kurang dari 25 Kg. - Segala perhiasan dan bahan metal yang melekat dari tubuh korban dilepaskan. - Korban dari permukaan air, dikeringkan terlebih dahulu .
3. FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).
G (Gauge) : pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak san sistem saraf dari kerusakan lebih lanjutakibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologis yang permanen.
H (Hipotermi) : segera dilakukan bila tidak adaperbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30o-32oC
H (Humanization) : harus diingat bahwakorban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.
I (Intensive Care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakeostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, pengendalian kejang.
Rangkaian (sekuens) Bantuan Hidup Dasar
Berikut ini adalah algoritmabantuan hidup dasar berdasarkan 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovacular Care yaitu :
Ada denyut nadi
tiada denyut nadi
Korban ditemukan
Cek respon korban
Tidak ada respon,Tidak bernafas,Tidak bernafas
normal (hanya gasping/terengah-engah)
Cek nadi,pastikan nadi dalam 10 detik Beri 1 napas tiap 5-6
detik, cek ulang tiap 2 menit.
Berikan 1 shock, Segera lanjutkan RJP untuk 5 siklus (2 menit)
Segera lanjutkan RJP selama 2 menit,sehingga tim dengan alat lengkap datang.
Rekam irama jantung,apakah bias
defibrilasi atau tidak?
Mulai siklus 30 kompresi dan 2
napasAED/defibrillator datang
II.5 Prosedur RJPO
Pada dasarnya resusitasi jantung paru terdiri dari 2 elemen: kompresi dada dan mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) napas buatan. Sebelum menolong korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih dahulu: 1. Apakah korban dalam keadaan sadar? 2. apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu korban dan bertanya dengan sura keras “apakah anda baik-baik saja”?3. apabila korban tidak berespon, mintalah bantuan untuk menghubungi rumah sakit terdekat dan mulailah RJP.
Henti Napas Pernepasan buatan diberikan dengan cara :
a. Mouth to Mouth Ventilation Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai ”barrier device” (alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %. O Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas. O Penolong menarik napas dalam – dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke atas mulut korban sampai menutupi seluruh mulut korban secara pelan – pelan sambil memperhatikan adanya gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan napas penolong. Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh penolong itu masuk ke dalam paru – paru korban. O Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada korban kembali ke posisi semula.
b. Mouth to Stoma Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur Krikotiroidektomi tadi.
c. Mouth to Mask ventilation Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan face mask.
d. Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag) Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain memompa.
Gbr. Bag Valve Mask
e. Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP) Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY – Viva “. Alat ini secara otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang diinginkan. Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi jalan napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak. Jika terdapat sumbatan maka hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.
Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong Lokasi titik tumpu kompresi
- 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus - Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk
mengikuti - Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut - Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat
jantung - Jari – jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban
Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)
- Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum - Tekan ke bawah sedalam 4 – 5 cm - Tekanan tidak terlalu kuat - Tidak menyentak - Tidak bergeser / berubah tempat - Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik ) - Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1) - Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas) - Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Gbr. 3 Teknik Pijat Jantung
Resusitasi jantung paru pada bayi ( < 1 tahun) O 2 – 3 jari atau kedua ibu jari O Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae O Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit O Rasio pijat : napas 15 : 2 O Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Resusitasi Jantung paru pada anak – anak ( 1 – 8 tahun) O Satu telapak tangan O Titik kompresi pada satu jari di atas Proc. Xiphoideus
O Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit O Rasio pijat : napas 30 : 2 O Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Indikasi penghentian RJP O Korban bernapas spontan dan normal kembali O Penolong merasa lelah O Henti napas dan henti jantung berlangsung selama 30 menit O Telah ada tenaga lain yang lebih ahli
Komplikasi RJP
O Fraktur sternum Sering terjadi pada orang tua
O Robekan paru O Perdarahan intra abdominal Posisi yang terlalu rendah akan menekan Proc. Xiphoideus ke arah hepar atau limpa .
O Distensi lambung karena pernapasan buatan
BAB IIIKESIMPULAN
1. Resusitasi jantung paru adalah usaha yang dilakukan untuk apa-apa yang mengindikasikan
terjadinya henti nafas atau henti jantung.2. Kompresi dilakukan terlebih dahulu dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti
jantung kerana setiap detik yang tidak dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban.
3. Prosedur RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas buatan.4. Fase-fase pada RJP adalah Bantuan Hidup Dasar, Bantuan Hidup Lanjut dan Bantuan terus-
menerus.5. Sistem RJP yang dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembaharuan dari pedoman yang
telah diperkenalkan oleh Peter Safar dan kemudiannya diadaptasi oleh American Heart Association.
6. Dengan adanya pedoman resusitasi jantung paru terbaru ini, diharapkan dapat meningkatkan angka harapan hidup pada korban dengan henti jantung. Selain itu, pedoman ini juga lebih praktis dan relative mudah untuk dipahami dan dilakukan sehingga dapat diajarkan kepada masyarakat awam sekalipun. Semakin banyak orang yang memahami dan mampu untuk melakukan resusitasi, maka semakin banyak pula korban henti jantung yang dapat terselamatkan.
Daftar Pustaka
1. http://www.kesad.mil.id/content/perubahan-paradigma-resusitasi-jantung-paru-%E2%80%9C-abc-cab%E2%80%9D2. http://id.wikipedia.org/wiki/Resusitasi_jantung_paru-paru3.http://proemergency.com/prosedur_resusitasi_jantung_paru_cpr_berita39.html4. Siahaan, Oloan SM. 1992. Resusitasi Jantung, Paru, dan Otak.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/39_ResusitasiJantungParudanOtak.pdf/39_ResusitasiJantungParudanOtak.pdf5. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Resusitasi, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC hal : 124-119.
6. American Heart Association http://circ.ahajournals.org/content/vol122/18_suppl_3/