26
Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073) Premedikasi dan Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa R.A.*, Purwito Nugroho ** Abstract Premedication is medication which is administered in advance of anesthesia or a medical procedure. This medication is typically prescribed by the doctor performing a procedure or by an anesthesiologist who wants the patient to remain as comfortable as possible during the procedure. A number of medications are used in premedication, ranging from sedatives to help patients relax before anesthesia is induced to antibiotics administered to reduce the risk of developing an infection. Premedications often include drugs which are designed to relax the patient. These drugs can facilitate induction of anesthesia by making the patient more comfortable, and they can reduce stress for patients undergoing procedures under light sedation. The premedication is delivered far enough in advance that it has taken effect by the time the patient needs to be put under anesthesia, or by the time the procedure begins. These drugs can also include medications to manage pain, and muscle relaxers so that the patient will not move during induction of anesthesia or the progress of a procedure.¹ Abstrak Premedikasi ialah pemberian obat dalam prosedur anestesi atau prosedur medis. Premedikasi ini dilakukan oleh dokter atau oleh 1

REFERAT anesthesi.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

REFERAT anesthesi

Citation preview

Page 1: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

Premedikasi dan Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi

Chessa R.A.*, Purwito Nugroho **

Abstract

Premedication is medication which is administered in advance of anesthesia or a medical

procedure. This medication is typically prescribed by the doctor performing a procedure or by an

anesthesiologist who wants the patient to remain as comfortable as possible during the procedure. A

number of medications are used in premedication, ranging from sedatives to help patients relax before

anesthesia is induced to antibiotics administered to reduce the risk of developing an infection.

Premedications often include drugs which are designed to relax the patient. These drugs can

facilitate induction of anesthesia by making the patient more comfortable, and they can reduce stress

for patients undergoing procedures under light sedation. The premedication is delivered far enough in

advance that it has taken effect by the time the patient needs to be put under anesthesia, or by the time

the procedure begins. These drugs can also include medications to manage pain, and muscle relaxers

so that the patient will not move during induction of anesthesia or the progress of a procedure.¹

Abstrak

Premedikasi ialah pemberian obat dalam prosedur anestesi atau prosedur medis. Premedikasi

ini dilakukan oleh dokter atau oleh anestesiolog, dimana diharapkan kenyamanan pasien semaksimal

mungkin selama prosedur berlangsung. Sejumlah obat digunakan dalam premedikasi anestesi, dari

obat sedatif untuk menenangkan pasien sebelum tindakan, sampai antibiotik untuk menekan resiko

terjadinya infeksi.

Premedikasi dengan obat ini dirancang untuk menenangkan pasien. Obat-obatan ini dapat

memfasilitasi induksi anestesi dengan membuat pasien merasa nyaman, dan dapat mengurangi stress

pada pasien selama prosedur sedasi. Premedikasi dapat diberikan sebelum pasien dibius atau pada saat

prosedur pembiusan dilakukan. Premedikasi juga termasuk manajemen nyeri dan pelemas otot

sehingga pasien tidak bergerak selama induksi anestesi dan prosedur bedah.

1

Page 2: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

PENDAHULUAN

Premedikasi ialah pemberian obat 1- 2 jam sebelum induksi anestesia agar dapat

melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia. Selain itu,dengan adanya kemajuan

teknik anestesia, tujuan utama pemberian premedikasi tidak lagi hanya untuk mempermudah

induksi dan mengurangi penggunaan jumlah obat anestesia yang digunakan, tetapi terutama

untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesia.²

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak

pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan

menentramkan hati pasien. Oleh karena itu selain memberikan obat, dokter yang bersangkutan

juga sebaiknya membangun hubungan baik dengan pasien.

Pemilihan dan pemberian obat premedikasi juga disesuaikan dengan hasil kunjungan pre

anestesi dan pemeriksaan pasien yang merupakan bagian penting dalam mempersiapkan pasien

sebelum menjalani pembedahan, dengan tujuan untuk menilai keadaan umum penderita tersebut.

Kunjungan dilakukan sehari sebelum pembedahan. Pada kunjungan tersebut dilakukan

wawancara dan pemeriksaan fisik. Pada wawancara tersebut ditanyakan penyakit apa saja yang

pernah diderita, penyakit keturunan, alergi obat dan pernahkah mengalami tindakan

pembedahan. Oleh sebab itu pemberian obat-obat premedikasi merupakan hal mutlak yang

harus dilakukan sebelum melakukan operasi.

TUJUAN PREMEDIKASI

Obat premedikasi terdiri dari berbagai jenis, sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ingin

dicapai melalui pemberian obat-obatan tersebut. Jenis-jenis dalam setiap penggolongan obatnya

sendiri bermacam-macam, menurut kegunaan, indikasi dan mekanisme kerjanya.

Dengan demikian, apabila disesuaikan dengan maksud pemberian obat premedikasi, maka dapat

dideskripsikan tujuan, waktu, cara pemberian serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dosis obat-

obat premedikasi. 2,3)

Tujuan pemakaian premedikasi 3)

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien :

Meredakan kecemasan dan ketakutan

2

Page 3: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

Kunjungan pre anestesia dan rasa simpati akan masalah yang dihadapi pasien seringkali

bermanfaat mengatasi rasa sakit dan khawatir pasien dalam menghadapi operasi .

Memberikan ketenangan

Obat-obat sedatif menyebabkan penurunan aktivitas mental. Imajinasi menjadi tumpul

sehingga reaksi terhadap nyeri pun berkurang. Ada dugaan bahwa kantuk dapat

membebaskan rasa takut dan emosi.

Mengurangi mual-muntah pasca bedah

Pemakaian obat anestetik seringkali menimbulkan efek hipotensi yamg menyebabkan

pusing dan mual-muntah hebat.

Menciptakan amnesia

Amnesia pra dan pasca bedah, menurut fielman (1963) banyak pasien dalam keadaan sadar

pada akhir operasi, tapi tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi setelah pembedahan.

Kemungkinan pasien dapat menerima kejadian tersebut tanpa gelisah emosional,

namun untuk memastikan pasien amnesia seringkali digunakan obat-obat seperti

diazepam. Efek amnesia yang didapat cukup kuat jika digunakan bersama-sama atau

ditambah dengan obat golongan opiat.

Memberikan analgesia

Seringkali pasien mengeluhkan nyeri pasca pembedahan. Eckenhoff dan Herlich

membuktikan pasien dengan premedikasi narkotika kurang mengeluh nyeri pada masa

pulih, akan tetapi masa pulih lebih lama.

2. Memperlancar induksi anestesia

Pemberian obat khusus untuk mempermudah induksi anestesia belakangan ini telah banyak

berkurang. Hal ini dikarenakan pemakaian induksi intravena dan penggunaan pelemas otot

yang umumnya dapat mengurangi kesulitan pernapasan. Pemakaian gas yang tidak

merangsang seperti halothan menggantikan pemakaian eter juga banyak berpengaruh

mempermudah induksi.

Pemberian morfin, pethidin sebelum induksi inhalasi pada pasien yang emosional dan

berbobot besar cukup menguntungkan. Selain itu disebutkan juga bahwa narkotika dapat

mengurangi takipneu yang sering terjadi selama anestesia dengan trikloroetilen dan halothan.

3

Page 4: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Sekresi berlangsung selama anestesia dan biasanya akibat rangsangan tindakan pengisapan

atau pemasangan pipa jalan napas trakea. Atropin dapat mengurangi sekresi jalan napas. Hal

ini menguntungkan pada pemakaian eter. Atropin yang bekerja sebagai antikholinergik ini

berperan mengurangi sekresi bronkus sebelum anestesia.

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik

Dahulu dianggap tujuan premedikasi antara lain untuk mengurangi metabolisme basal (Goedel

1937), sehingga induksi dan pemeliharaan menjadi lebih mudah dan obat-obat yang

diperlukan juga jadi lebih sedikit dan pasien lebih cepat sadar.

Beecher (1955) meragukan penurunan BMR hanya dengan dosis obat yang biasa. Ngai dan

Pepper (1962) mengatakan bahwa penerangan pra anestesia tidak mengurangi pemakaian

oksigen. Peningkatan pemakaian oksigen tampak bila pasien ketakutan, walaupun telah

diberikan narkotika atau hipnotika. Pemakaian premedikasi berat memperlambat pasien sadar

dan bergerak dini, setelah pembedahan. Oleh karena itu umumnya premedikasi ringan lebih

disukai untuk meminimalkan beban kerja staf perawat di kamar pulih.

5. Mengurangi isi cairan lambung (resiko aspirasi)

Kombinasi dari puasa pre-operatif dengan pemberian obat premedikasi anti muntah dapat

mencegah muntah yang mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi. Akibat aspirasi isi lambung

dapat terjadi Mendelsons syndrome, yaitu trias ( tachycardia, tachypnea, cyanosis), wheezing

dan ronchi.

6. Memudahkan intubasi pada anestesi umum

Pemberian obat premedikasi untuk merelaksasi otot-otot tubuh juga termasuk merelaksasi otot

saluran pernapasan sehingga memudahkan intubasi.

7. Mengurangi refleks yang membahayakan (reaksi alergi, refleks vagal)

Rangsang nyeri yang ditimbulkan tindakan pembedahan bisa menyebabkan bagian tubuh

bergerak apabila anestesia tidak memadai. Obat-obat analgetika penting diberikan sebelum

4

Page 5: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

pembedahan sehingga anestetika lemah seperti N2O hanya memerlukan sedikit penambahan

obat-obat lain selama anestesi.

Anestesia yang dangkal dapat menyebabkan tertariknya testikulus dan dilatasi sfingter anus.

Trauma kulit menyebabkan perubahan denyut jantung dan tekanan darah menjadi meningkat.

Namun demikian pemberian atropin dalam dosis biasa tidak banyak membantu mengatasi

vagal refleks ataupun perubahan denyut jantung dan tekanan darah, dikarenakan durasi kerja

atropin yang amat singkat.

Waktu dan Cara Pemberian Obat Premedikasi

Tergantung dari cara pemberian obat dan indikasi pemakaiannya.

1. Pemberian secara subkutan memiliki onset kerja yang lama dan tidak akan efektif dalam

waktu 1 jam.

2. Pemberian secra intramuskuler minimal onset kerja 40 menit.

3. Pemberian secara intravena memiliki onset kerja paling cepat, dapat segera efektif sebelum

induksi. Sering dipakai dalam kasus darurat. Namun yang harus diingat bahwa pemberian

secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropin. Hal ini dapat dikurangi

dengan pemberian secara perlahan dan diencerkan.

Faktor yang mempengaruhi dosis obat premedikasi

1. Usia

Merupakan variabel yang penting di dalam kerja obat. Pada usia 40 tahun keatas efek narkotik

dan sedatif akan meningkat, sedang rasa sakit berkurang dengan meningkatnya usia. Hal ini

diakibatkan dari menurunnya persepsi nyeri dan kepekaan terhadap rangsang sensorik juga

menurun. Selain daripada itu aktivitas refleks jalan napas juga menurun.

2. Temperatur

Setiap kenaikan suhu 1o C maka basal metabolisme akan naik 7 - 12%

3. Emosi

Takut dan tegang akan meningkatkan kepekaan terhadap rasa nyeri. Mekanisme ini diduga

merupakan penyebab terbesar kenaikan laju basal metabolisme pre anestesi

4. Penyakit

5

Page 6: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

Penderita penyakit kronis dan gizi buruk akan mudah mengalami kelebihan dosis obat, seperti

morfin. Pada anemia pun dosis obat harus dikurangi.

PENGGOLONGAN OBAT PREMEDIKASI ANESTESI

Pemberian obat premedikasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap pasien. Obat-

obat yang sering digunakan pun terdiri dari berbagai golongan sesuai dengan indikasinya

masing-masing.

Oleh karena itu pemilihan premedikasi yang akan diberikan terkait erat dengan tujuan

premedikasi itu sendiri, seperti : menenangkan (sedatif), menghilangkan nyeri (analgetik),

mencegah rasa mual (anti-emetik).

Berikut ini adalah tabel penggolongan obat-obat premedikasi yang dipakai

Golongan Nama Obat

Antikolinergik Atropine

  Scopolamin

  Glycopyrolate

Hipnotik-Sedatif  

Golongan Barbiturat Fenobarbital (Luminal)

Sekobarbital

Pentobarbital

Golongan Benzodiazepin Midazolam

Diazepam

Anti H1 Difenhidramin

Anti H2 Cimetidin

Ranitidin

Anti Emetik Metoklopramid

Neuroleptik Droperidol

Dehydrobenzperidol

Anti Serotonergik Ondansentron

A.OBAT ANTIKHOLINERGIK

6

Page 7: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

Atropin, skopolamin dan glycopyrolate merupakan golongan antikolinergik yang banyak

digunakan untuk premedikasi. Obat ini merupakan competitive inhibitor terhadap muscarinic

action dari acethylcholine. Hingga saat ini antikholinergik digunakan untuk mendapatkan efek

perifer tanpa efek sentral seperti antispasmodik, penggunaan lokal pada mata sebagai

midriatikum, efek sentral untuk mengobati parkinsonisme, bronkodilator, menghambat gerakan

saluran cerna dan sekresi lambung. 4)

Atropin dan skopolamin merupakan tertiary amine yang dapat menembus lipid barrier

seperti blood brain barrier atau placental barrier. Sebaliknya glycopyrolate bersifat periferal

cholinergic receptor karena struktur quartenary amine menghambat menembus lipid barrier.1)

Sensitivitas peripheral cholinergic receptor dibedakan :

o Dosis besar : efek cardiac dan gastrointestinal

o Dosis kecil : penghambat saliva

Skopolamin mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap CNS dan potent

antisialogogue, sedangkan atropin mempengaruhi CNS sangat minimal dan berefek sebagai

cardiac vagolitic dibanding skopolamin. Glycopyrolate tidak mempengaruhi CNS dan mempunyi

efek minimal terhadap cardiovascular dan visual. 4)

Glycopyrolate merupakan antisialogogue yang sangat kuat dan kerja lebih lama dari atropin.

Pemberian premedikasi dengan antikolinergik tidak diperlukan secara rutin. Antikholinergik

diberikan dengan alasan : berefek antisialogogue, sedatif dan amnesia, mencegah refleks

bradikardia. 4)

Penggunaan antikholinergik sebagai antisialogogue masih diperdebatkan, karena

beberapa agent inhalasi tidak merangsang saluran napas atas secara berlebihan. Namun kondisi

selama anestesi umum akan lebih baik dila diberi antikholinergik, karena sekresi akan berkurang

terutama pada intubasi endotrakeal tube dan dapat melindungi terhadap vagal refleks. Pada

regional anestesia dan pasien sadar tidak perlu diberikan antikholinergik, karena akan

menyebabkan mulut dan kerongkongan kering.4)

Karena atropin dan scopolamin dapat menembus lipid barrier termasuk CNS (blood bain

barrier) maka efek sedatif dan amnesia yang terjadi merupakan gambaran penetrasi obat ini ke

dalam CNS. Kekuatan skopolamin 9 x atropin dalam menimbulkan amnesia. Premedikasi

dengan morfin efeknya lebih baik bila bersama skopolamin dibanding atropin.

7

Page 8: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

Atropin dan glycopyrolate bila diberikan secara intramuskular 1-1,5 jam sebelum induksi

anestesi pada dewasa tidak efektif untuk meningkatkan pH cairan lambung atau menurunkan

volume cairan lambung. Pemberian atropin sebagai pencegah bradikardia lebih efektif bila

diberikan segera sebelum diperlukan tindakan antisipasi secara intravena. Vagal respons pada

anak lebih aktif, sehingga sebaiknya atropin diberikan sebelum induksi anestesi.4)

Efek samping antikholinergik 3,4)

1. CNS toxicity

Central anticholinergik syndrome merupakan efek toksik antikholinergik terhadap CNS.

Gejala dapat menyerupai gelisah, agitasi, prolonged somnolence, dapat pula terjadi kejang

dan koma pasca operasi. Toksisitas lebih sering terjadi setelah pemberian skopolamin.

Insidens juga meningkat pada pasien usia lanjut. Biasanya diatasi dengan pemberian

fisostigmin 1-2mg iv.

2. Lower esophageal spincter (LES) relaksasi

Bila barrier LES < 13 cm H2O, akan mudah terjadi gastroesofageal refluks dan

meningkatkan bahaya aspirasi pneumonitis akibat inhalasi gastric fluid.

3. Heart rate berubah

Pemberian atropin dapat meningkatkan heart rate hingga tachycardi. Untuk menghindarinya

sebaiknya diberikan skopolamin atau glycopyrolate karena obat ini hanya memiliki efek

cardioaccelerator minimal. Atropin juga dapat menurunkan fetal heart rate variability

sehingga dapat terjadi fetal hypoxemia.

4. Mydriasis dan cycloplegia

Dapat disebabkan atropin dan skopolamin sehingga terjadi ganggan visual pasca operasi.

Skopolamin mempunyai efek midrasis lebih kuat dari atropin. Hal ini berkaitan dengan

drainage dari humr aqueous pada camera oculi anterior mata. Pemberian anticholinergik

harus hati-hati pada penderita glaukoma, sebaiknya gunakan atropin atau glycopyrolate.

5. Meningkatkan suhu tubuh

Meningkatkan suhu tubuh dengan cara mensupresi kelenjar keringat dimana terdapat inervasi

kholinergic nervus via sistem parasimpatis. Pada anak dapat terjadi maligna hipertermia

terutama jika didahului oleh febris, lebih baik diberikan skopolamin.

6. Sekresi airway kering

8

Page 9: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

Kerugian mulut dan mukosa kering serta sekret kentak adalah menyulitkan cilia untuk

membersihkan sekret. Sehingga pasien dengan sekret sedikit sebaiknya dihindari, seperti

pada bayi dan anak.

7. Dead space fisiologi meningkat

Atropin dan skopolamin meningkatkan dead space fisiologis 20-25%. Ini merupakan

kompensasi terhadap meningkatnya minute ventilation, sehingga Pa CO2 tidak meningkat.

Meningkatnya minute ventilation bukan merupakan antagonis terhadap respirasi akibat

pemberian bersama dengan narkotik.

Atropin

Merupakan prototipe atau alkaloid antimuskarinik yang dapat ditemukan pada atropa belladona

dan datura stramonium. 4)

Farmakodinamik : 4)

1. Saraf autonom

Memblok aksi organ yang disuplai oleh post ganglionic cholinergik nerves seperti : otot polos,

secretory gland dan bekerja pada efektor sel-sel kompetisi dengan acethylcholine pada muscarinic

activity. Tidak mempunyai efek pada produksi ataupun destruksi acethylcholine. Complete vagal

block memerlukan dosis 3 mg.

2. Saraf pusat

Merangsang medulla dan high center serta langsung memacu pusat respirasi untuk mengatasi

efek depresi morfin. Dosis besar akan menyebabkan central depresion. Atropin dapat

menimbulkan mengantuk. Efek puncak terjadi setelah pemberian injeksi hypodermic.

3. Mata

Menyebabkan paralise spincter iris, sehingga terjadi dilatasi pupil. Atropin tidak menaikkan

tekanan intraocular terlalu tinggi, tetapi harus hati-hati pada glaukoma sudut sempit.

4. Pernapasan

Menyebabkan desaturasi oksigen di dalam darah, kemungkinan akibat shunting di dalam paru

dan efeknya akan lebih buruk setelah pemberian subkutan. Menyebabkan paralise kelenjar

salivarius, keringat dan bronchial. Meskipun otot bronchial relaksasi sehingga terjadi kenaikan

dead space anatomi dan fisiologi. Pemberian im 1 jam sebelum induksi akan menekan saliva lebih

9

Page 10: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

efisien dari pemberian iv segera sebelum induksi. Atropin bersifat bronchodilator dan menurunkan

sekresi bronchial.

5. Sirkulasi

Saat heart rate melambat karena vagal stimulation, efek ini tidak terlihat setelah pemberian iv

dengan dosis klinis. Ini dapat terjadi pada dosis kecil (0,05 mg). Akibatnya heart rate akan menjadi

lebih cepat oleh peripheral vagal paralysis dan berefek pada SA pacemaker. Tachycardia ini

disertai dengan diastolic yang singkat, sehingga terjadi penurunan coronary filling time dan

meningkatkan myocardial oxygen consumption, sehingga harus hati-hati pada penderita coronary

disease. Pemberian 0,5mg iv akan meningkatkan heart rate 20x/ menit. Pada kasus gross

tachycardia (heart disease, tirotoksikosis, hiperpireksia) sebaiknya atropin dihindari.

6. Saluran sekretorial

Tonus, peristaltik usus dan urinary tract menurun. LES relaksasi, sehingga barrier pressure

<13 cmH2O dan mengakibatkan refluks. Menghambat muscarinic effect dan meningkatkan BMR.

Indikasi :4)

o Mengurangi sekresi

o Melindungi jantung terhadap vagal refleks

o Melindungi muscarinic effect dari obat kholinergik yang digunakan pada reverse non

depolarizing muscle relaxant.

o Mengatasi bradicardia pada high spinal block

Kontra indikasi :4)

o Pasien dengan demam tinggi

o Tirotoksikosis

o Glaukoma sudut tertutup

o Ileus paralitik

o Asma

o Penyakit hepar dan ginjal berat

Efek samping :4)

o Memprovokasi terjadinya hiperpireksia

o Menaikkan tekanan intra okular

10

Page 11: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

o Mulut kering, flushing, rash dan muntah

o Takikardi dan palpitasi

o Retensi urin dan hesitasi

Sediaan : 4)

ampul 0,25 mg/ ml (1 ml)

Dosis : 5)

o Premedikasi : dewasa 0,01 - 0,02 mg/kgbb, anak 0,15 mg/kgBB 1 jam pre op.

o Reverse : 0,02 mg/kg iv, sebelum neostigmin

o Intoksikasi pestisida : 1-2mg

B.OBAT HIPNOTIK SEDATIF

1. GOLONGAN BARBITURAT

Golongan barbiturat biasanya digunakan untuk menimbulkan sedasi. Keuntungan

menggunakan barbiturat ialah tidak memperpanjang masa pemulihan dan kurang menimbulkan reaksi

yang tidak diinginkan. Golongan barbiturat jarang menimbulkan mual dan muntah, dan hanya sedikit

menghambat pernapasan dan sirkulasi dibandingkan morfin (opiat). 4)

Selama beberapa waktu barbiturat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan

sedatif. Namun sekarang selain untuk penggunaan spesifik sudah jarang digunakan dan pemakaiannya

diganti dengan benzodiazepin yang lebih aman. 4)

2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN

Hampir semua efek benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek

utama sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi, relaksasi otot, dan antikonvulsi.

Hanya dua efek saja yang bekerja di jaringan perifer yaitu, vasodilatasi koroner setelah pemberian iv

dan blokade neuromuskuar setelah pemberian dosis tinggi.

Farmakodinamik :4)

1. Saraf pusat

Benzodiazepin tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat

atan anestetik umum. Namun peningkatan dosis benzodiazepin menyebabkan depresi SSP dari sedasi,

hipnosis, stupor. Relaksasi otot, pengurangan terhadap rangsang emosi / ansietas, relaksasi otot dan

anti konvulsi. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepin juga menimbulkan amnesia retrograd dan

11

Page 12: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

dapat mengurangi rasa cemas. Efek amnesia tersebut memerlukan dosis besar yang beresiko

memperpanjang masa pemulihan.

2. Pernapasan

Pada dosis biasa obat ini tidak akan memperberat depresi napas yang ditimbulan opioid.

Namun, hati-hati pada penderita PPOK dapat menyebabkan hipoksia alveolar atau narkosis CO2.

Efek hipnotik juga dapat menurunkan tonus otot pada saluran napas dan menimbulkan episode apneu.

3. Sistem kardiovaskular

Efek ringan, dengan dosis preanestesia dapat menurunkan tekanan darah dan kenaikan denyut

jantung.

4. Saluran cerna

Diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan saluran cerna. Benzodiazepin sedikit

mengurangi tonus sfingter esofagus sehingga ada kemungkinan asam lambung kembali ke esofagus.

Umumnya benzodiazepin diberikan per oral karena absorpsinya baik.4)

Midazolam (Dormicum)

Dengan dosis untuk induksi anestesia, obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan

menimbulkan amnesia retrograde, tetapi tidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi

dengan antagonisnya, flumazenil.

Farmakodinamik : 4)

o Efek sedasi dan induksi tidur

o Anti konvulsan

o Amnesia anterograde (lebih berat dari diazepam)

o Atropin like effect (menyebabkan heart rate meningkat)

o Pelemas otot ringan (anti kejang)

o Vasodilatasi perifer (collapse)

o Onset dan durasi kerja cepat

o Pemberian secara iv menimbulkan iritasi minimal

o Cepat melewati barrier placenta

Indikasi :4)

o Preanestesi

12

Page 13: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

o Intraoperatif anestesi

Kontra indikasi : 4)

o Porfiria

o Hamil (sectio caesar dan inpartu)

Dosis : 4)

o Premedikasi : 0,07-0,2mg/ kg im

o Induksi : 0,15-0,45 mg/ kg iv

o Drip iv : 0,03-0,2 mg/ kg/ jam

C.OBAT ANTI HISTAMIN

Histamin bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada yang sel terdapat pada permukaan

membran. Terdapat 3 jenis reseptor histamin H1, H2, H3.

Aktivasi reseptor H1 yang terdapat pada endotel dan otot polos, menyebabkan kontraksi otot

polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan sekresi mucus.

Reseptor H2 didapatkan pada mukosa lambung, sel otot jantung dan beberapa sel imun.

Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung.Sebagian dari efek tersebut

mungkin diperantarai oleh peningkatan cyclic guanosine monophospate (cGMP). Histamin

menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP,

sedangkan antihistamin H2 menghambat efek tersebut. Pada otot polos bronkus aktivasi reseptor H1

oleh histamin menyebabkan bronkokonstriksi, sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2

akan menyebabkan relaksasi.

1. ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH 1)

Difenhidramin

Farmakodinamik :4)

o Menghambat bronkokonstriksi

o Menghambat permeabilitas kapiler dan mencegah edema

o Menghambat sekresi saliva

13

Page 14: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

o SSP : dosis terapi menimbulkan kantuk, sedangkan pada dosis toksik menimbulkan

insomnia, eksitasi, gelisah.

o Mengatasi paralisis agitans, mengurangi rigiditas dan memperbaii kelainan pergerakan.

o Atropin like effect : mulut kering, kesukaran miksi, impotensi.

o Efek kardiovaskuler minimal

Farmakokinetik 4)

Pemberian secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan

menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh 4 jam.

Biasanya diberikan bersama dengan dexamethazone (kortikosteroid) dengan dosis 4-20 mg im/

iv atau 0,5 – 10 mg per oral. Kadar tertinngi didapatkan pada paru-paru.

Indikasi : 4)

o Pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi

o Mengobati mabuk perjalanan

Efek samping :4)

o Sedasi

o Vertigo, tinitus, inkoordinasi, diplopia, euforia, gelisah, tremor.

o Nafsu makan berkurang, mual muntah, nyeri epigastrium, konstipasi atau diare.

o Efek antikolinergik : mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan

lemah pada tangan.

Dosis : 0,5 – 1,5 mg/kg, im atau per oral

14

Page 15: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

2.ANTAGONIS RESEPTOR H2 (AH2)

Simetidin dan Ranitidin

Farmakodinamik :4)

o Menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus

atau gastrin.

o Mempengaruhi kadar pepsin dan volume cairan lambung

Farmakokinetik :4)

o Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga simetidin diberikan bersama atau

segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pasca makan

o Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah

pemberian oral.

o Metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal sisanya melalui tinja.

Indikasi :

o Gejala tukak duodenum

o Hipersekresi asam lambung pada sindroma zollinger ellison

o Gejala tukak stress

o Gangguan GERD ( gastroesofageal refluks disorder )

Efek samping :4)

o Nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus,

kehilangan libido dan impoten.

o Simetidin mengakibatkan disfungsi seksual dan ginekomastia.

Dosis :

15

Page 16: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

o Simetidin : 800 mg

o Ranitidin : 300 mg

D.OBAT NEUROLEPTIK

Kelompok obat ini digunakan untuk mengurangi mual muntah akibat anestetik pada masa

induksi maupun pemulihan, misalnya droperidol yang biasanya digunakan bersama dengan fentanil.

Kualitas sedasinya pun lebih baik daripada kualitas sedasi yang ditibulkan oleh morfin saja. Golongan

fenotiazin seperti klorpromazin dan prometazin juga dapat mengurangi muntah, tetapi penggunaannya

dibatasi oleh adanya efek hipotensi intraoperatif dan takikardia,4)

Droperidol (Dehydrobenzpiridol)

Farmakodinamik : 4)

o Neuroleptic dan Sedatif

o Anti emetik

o Hipotensif

o Aman pada ventilatory hypoxic drive

o Pada dosis besar dapat terjadi dysphoria dan gejala extrapyramidal (blok dopaminergik).

Mengatasi gejala extrapyramidal bisa dengan atropin, dilantin, artrane.

Farmakokinetik : Metabolisme 80% di hepar

Dosis :

o Dewasa : 2,5-5 mg iv

o Induksi : 2,5 mg/ kg bb iv

o Maintenance : 1,25-2,5 mg iv

16

Page 17: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

E.OBAT ANTI EMETIK

Metoklopramid

Farmakodinamik :4)

o Mempercepat pengosongan asam lambung

o Mencegah mual muntah intoleransi terhadap obat tertentu.

Onset kerja 3-4 menit per oral atau 1-2 menit iv.

Indikasi : profilaksis pasca operasi dan pasca kemoterapi.

Efek samping : reaksi ekstrapiramidal, konstipasi, diare, pusing, mengantuk.

Dosis :premedikasi : 10mg i.v

Ondansetron

Merupakan golongan obat serotonergik. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan

mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak

dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.

Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau

sulfat dalam hati.

o Indikasi : Mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi atau pasca kemoterapi

o Efek samping : sakit kepala, konstipasi, sensasi kemerahan dan panas pda kepala dan epigastrium.

o Dosis : premedikasi 0,05mg/ kg bb iv

o Kontraindikasi : Keadaan hipersensitivitas, pada kehamilan dan ibu menyusui sebaiknya tidak

digunakan, pada penyakit hati mudah mengalami intoksikasi.

17

Page 18: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

RINGKASAN

Walaupun obat-obat premedikasi terdiri dari berbagai macam golongan dan jenis obat serta

tidak termasuk dalam kategori obat anestetik, namun penggunaannya dalam klinik sangat

bermanfaat untuk persiapan tindakan anestesi dan pembedahan.

Setiap jenis obat tersebut memiliki farmakodinamik, farmakokinetik yang berbeda dan

seringkali terdapat interaksi diantara obat-obat tersebut, oleh karenanya dalam penggunaannya perlu

diperhatikan efek dan cara kerja tiap obat-obat premedikasi tersebut.

Obat premedikasi sendiri terdiri dari golongan antikolinergik, hipnotik sedatif, ,anti histamin,

neuroleptik dan anti emetik. Masih banyak jenis lain yang seringkali dipakai untuk premedikasi

namun jarang digunakan dan hanya untuk indikasi tertentu saja.

Perlu juga diperhatikan beberapa faktor yang mempengruhi farmako kinetik obat, seperti

fungsi ginjal, fungsi hati, sistem bilier, umur, suhu tubuh, pemakaian dosis dan cara pemberiannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Premedikasi.   Artikel   didapatkan   dari   :   URL:  http:// www.wissegeek.com/what-is-

premedication.htm . diunduh pada tanggal 25 Juni 2010.

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Premedikasi. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi 2.

Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2007; 3: 31,86.

3. Rachmat L, Sunatrio S. Obat premedikasi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta ; 2004; 15: 67-72.

4. Zunilda SB, Setiawati A, Suyatna FD. Pengantar Farmakologi. Edisi 5. Jakarta; Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

5. Morgan, GE, Mikhail MS, Murray MJ. Lange Clinical Anesthesiology Fourth Edition; McGraw-

Hill Companies; 2006.

18

Page 19: REFERAT anesthesi.docx

Farmakologi Obat Premedikasi Anestesi Chessa Rahadi Alam (406090073)

19