Upload
lia-zenia
View
99
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
interna
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas referat yang membahas “Diagnosis dan Tatalaksana GNA” sebagai salah
satu tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sahala Panggabean
Sp.PD yang telah membimbing kami dalam kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam, khususnya
dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kami
mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada.
Akhir kata, kiranya referat ini berguna bagi para pembaca.Sekian dan terimakasih.
Penulis.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………… 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………... 2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………..………….. 5
II.1 ANATOMI GINJAL ……………………………………………… 5
II.2 FISIOLOGI ……………………………………………………….. 8
II.2.1 FUNGSI GINJAL ……………………………………...…. 8
II.2.2 FISIOLOGI GINJAL ………………………………...…… 8
II.3 GLOMERULONEFRITIS AKUT ………………………….…… 11
II.3.1 DEFINISI ……………………………………………… . 11
II.3.2 ETIOLOGI ………………………………...…………….. 11
II.3.3 PATOFISIOLOGI ……………………………………….. 15
II.3.4 MANIFESTASI KLINIS …………………………...…… 20
II.3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG ……………………….. 21
II.3.5 DIAGNOSA ……………………………………………. 25
II.3.6 DIAGNOSA BANDING ………………………………… 26
II.3.7 PENATALAKSANAAN ………………………………. 27
II.3.8 KOMPLIKASI ………………………………………… 29
II.3.8 PROGNOSIS …………………………………………… 30
BAB III KESIMPULAN …………………………………………….. 31
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 32
2
BAB I
PENDAHULUAN
Glomeluronefritis adalah penyakit yang sering djumpai dalam praktik klinik sehari-hari
dan merupakan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, Glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer
apabila penyakit dasarnya dari ginjal sendiri, sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus erimatous
sistemik, myeloma multiple atau amiloidosis. 11
Glomerulonefritis Akut adalah salah satu peyakit ginjal dengan adanya inflamasi pada
glomerulus dan nefron yang bayak terjadi pada usia 2-15 tahun . Manifestasi klinik pada GNA
yaitu, edema, hipertensi dan hematuria, biasanya pada asosiasi dengan oliguria dan azotemia.
Pada GNK paling sering disebabkan penyakit sistemik yaitu diabetes mellitus, hepatitis atau
Lupus erythematosussistemik dan biasanya menyerang usia 10—20 tahun. Poststreptococcal
glomerulonefritis akut adalah GNA terbanyak yang sering terjadi. 14
Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS)
masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak.
Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat,
karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal
akut (GGA) dan yang sembuh sempurna. Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan
insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan. Diperkirakan insiden berkisar 0-28%
pasca infeksi streptokokus.
Di Indonesia glomerulonefritis masih merupakan penyebab utama PGTA yang menjalani
terapi pengganti dialysis walaupun data US Renal Data System menunjukan bahwa diabetes
merupakan penyebab PGTA yang tersering. Manifestasi klinik glomerulonefritis sangat
bervariasi mulai dar kehilangan urin seperti proteinuria atau hematuria saja sampai dengan
glomerulonefritis progresif cepat. 11
3
Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group
A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe
streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut
(GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang-kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25.
Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma,
walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur nefritogenik
yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-
associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding
protein (NPBP).
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau
sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5
Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter
selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak
menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap medial. Pada sisi
ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-stuktur pembuluh darah, system limfatik, system
saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur,
serta ada idaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsy klinis didapatka bahwa ukuran ginjal
orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm x 6 cm x 3,5 cm. beratnya bervariasi antara 120-170 gram
atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.
5
Struktur di sekitar ginjal
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa
ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Disebelah cranial ginjal terdapat
kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal
bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfugsi
sebagai barier yang enghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah
ekstravasasi rine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula berfungsi
sebagai barier dalam menghambat penyebaan infeksi atau menghambat metastatis umor ginjal ke
organ sekitar. Di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak pararenal.
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang
rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh
lien, lambung, pancreas, jejunu dan kolon.
Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di
dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medulla terdapat banyak duktuli
6
ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes.
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolism tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan
zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak
kurang dari 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan 1-2 liter urine. Urine
yang terbentuk di dalam nefron disaluran melalui piramida ke system pevikalises ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pevikalis ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaiks mayor dan
pielum/pelvis renalis. Mukosa system pelvikales terdiri atas epitel transisinal dan dindinnya
terdiri atas otot polos yan mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter.
Vaskularisasi ginjal
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari
aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebrata lumbalis II. Aorta terletak di sebelah kiri garis
tengah sehingga arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis
bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal. Sedangkan vena dialirkan melalui vena renalis
yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri
yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat
7
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah
yang dilayani.1
II.2 FISIOLOGI
II.2.1 Fungsi Ginjal
Selain membuang sisa-sisa metabolism tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam
mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH dalam mengatur umlah cairan tubuh,
mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, menghasilkan beberapa hormone antara lain:
eritropoetin yang berperran dalam pembentukan sel darah merah, rennin yang berperan dalam
mengatur tekanan darah serta hormon prostaglandin.1
Fungsi ekskresi adalah mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air, mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma
dalam rentang normal, mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.1
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan.3
2.2.2 Fisiologi Ginjal
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.
8
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.3
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam batas-batas
normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi
dan sekresi tubulus.1
a. Ultrafiltrasi Glomerulus
Pembentukan urine dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran darah ginjal
setara dengan 25% curah jantung atau 1200 ml/ menit. Bila hematokrit normal dianggap
45%, maka aliran plasma ginjal sama dengan 660ml/menit.
Sel-sel darah dan molekul-molekul protein yang besar atau protein bermuatan negative
(seperti albumin) secara efektif tertahan oleh seleksi ukuran dan seleksi muatan yang
merupakan cirri khas sawar membrane filtrasi glomerular, sedangkan molekul yang
berukuran lebih kecil atau denga beban yang netral atau positif (seperti air dan kristaloid)
sudang langsung tersaring.
Tiga kelas zat yag difiltrasi dalam glomerulus yaitu elektrolit, nonelektrolit dan air.
Beberapa elektrolit yang paling penting adalah natrium, kalium, kalsium, magnesiu,
bikarbonat, klorida dan fosfat. Nonelektrolit yang penting adalah glukosa, asam amino,
dan metaboit yang merupakan produk akhir dari proses metabolism protein: urea, asam
urat dan kreatinin.
b. Reabsorbsi dan Sekresi
Sebagian besar zat-zat yang telah difiltrasi akan direabsorbsi melalui “por-pori” kecil
yang terdapat dalam tubulus sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali kedalam kapiler
peritubulus. Disamping itu, beberapa zat disekresi pula dari pembuuh darah peritubulus
sekitar kedalam tubulus.
Proses reabsorbsi dan sekresi ini berlangsung melalui mekanisme transport aktif dan
pasif. Suatu mekanisme disebut aktif bila zat berpindah melawan perbedaan elektromia
(yaitu, melawan perbedaan potensial listrik, potesial kimia atau keduanya). Kerja
9
langsung ditujuan pada zat yang direabsorbsi ata disekresi oleh sel-sel tubulus tersebut
dan energy ini dikeluarkan dalam bentuk adenosine trifosfat. Mekanisme transport pasif
bia zat yang direabsorbsi atau disekresi bergerk mengikuti perbedaan elektromia yang
ada. Selama proses perpindahan zat tersebut tidak dibutuhkan energy.
Glukosa dan asam amino dirabsorbsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui
transport aktif. Kalium dan asam urat hamper seluruhnya direaborbsi secara aktif dan
keduanya disekresi kedalam tubulus distal.. sedikitnya dua pertiga dari jumlah natrium
yang difiltrasi akan direabsorbsi secara aktif dalam tubulus proksimal. Proses reabsorbsi
natrium berlanjut di engkung henle, tubulus distal dan pengumpul, sehingga kurang dari
1% beban yang difiltrasi dieksresikan dalam urine. 1
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut. 1
Gambar 3. Bagian-bagian nefron 6
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler
glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang
mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal
10
glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.1,2
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel 1
II.3 Glomerulonepfritis Akut
II.3.1 Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi
klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.3
2.3.2 Etiologi
Factor penyebab dari GNA dapat berasal dari infeksi dan noninfeksi.
2.3.2.1 Infeksi
Penyebab terbanyak pada infeksi pada GNA adalah infeksi oleh streptococcus ( group A, beta-
hemolytic). Dua jenis dijelaskan dalam setreotipe yang berbeda :
Serotype 12 – poststreptococcal nephritisberasal dari infeksi sluan pernafasan atas.
Serotype 49 – poststreptococcal nephritis berasal dari infeksi kulit.
11
PSGN biasanya terjadi 1-3 minggu setelah infeksi akut dengan nephritogenic spesifik group A
beta-hemoytic streptococcus. Kejadian terjadinya GN rata-rata 5-10% pada penderita pharyngitis
dan 25% pada penderita dengan infeksi kulit.
Nonstreptococcal postinfectious GN juga bersal dari infeksi bakteri, virus, parasit atau jamur.
Bakteri selain group A streptococcus dapat menyebabkan GNA termasuk diplococcu,
streptococcu yang lain, staphylococcus danmycobacteria. Salmonella tyhosa, Brucella suis,
Treponema Pallidum, Corynebacterium bovis dan actinobacilli juga sudah teridentifikasi.12
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma 1,8
2.3.2.2 Noninfeksi
Penyebab noninfeksi dari GN akut dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit
sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi12 :
Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan glomerulonefritis
yang menggabungkan atas dan nephritides granulomatous lebih rendah.
Kolagen-vaskular penyakit (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) - Ini
menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi ginjal kompleks imun.
Hipersensitivitas vaskulitis - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
menampilkan kapal kecil dan penyakit kulit.
Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam plasma
yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit pada kristalisasi.
Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri ginjal.
Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan
glomerulonefritis.
12
Goodpasture Sindrom - Ini menyebabkan beredar antibodi untuk mengetik kolagen IV
dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat oliguri (minggu ke bulan).
Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GN akut meliputi:
Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan perluasan dan
proliferasi sel mesangial akibat pengendapan melengkapi. Tipe I mengacu pada deposisi
granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
Berger Penyakit (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan GN sebagai
akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG.
"Pure" GN proliferatif mesangial.
Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya crescent
glomerulus. Tiga jenis telah dibedakan: Tipe I adalah basement antiglomerular penyakit
membran, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III diidentifikasi dengan
antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA).
Penyebab noninfeksius Miscellaneous dari GN akut meliputi 12 :
Guillain-Barré
Iradiasi tumor Wilms
Difteri pertusis-tetanus-(DPT) Vaksin
Serum sickness
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan
atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih
dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan
A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 8
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a. Sterptolisin O
13
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung
dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap
sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh
sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan
adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi
setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.8
b. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada
permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung
pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.8
Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 9
14
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan
diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.8
2.3.3 Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
membran basalis. selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-
antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap
di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator
utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar
dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah
atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
15
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti
IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.16,10
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadiautoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah
yang kemudian mengendap di ginjal.6
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin
ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.6
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel
endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks
terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek
imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.16, 10
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
16
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.
Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal.4
GN akut melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional. Secara
struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam seberkas glomerular
karena proliferasi endotel, mesangial, dan epitel sel. Proliferasi mungkin endocapillary (yaitu,
dalam batas-batas jumbai glomerular kapiler) atau extracapillary (yaitu, di ruang Bowman yang
melibatkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi extracapillary, proliferasi sel epitel parietal
mengarah pada pembentukan crescent, karakteristik fitur bentuk-bentuk tertentu dari GN
progresif cepat.
Proliferasi Leukosit ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen
kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel.
Glomerular basement penebalan membran muncul sebagai penebalan dinding kapiler
pada mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul sebagai akibat penebalan
membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau pengendapan elektron-padat materi, baik
di sisi endotel atau epitel dari membran basal. Elektron-padat deposito bisa subendothelial,
17
subepitel, intramembran, atau mesangial, dan mereka sesuai dengan daerah pengendapan
kompleks imun.
Hialinisasi atau sclerosis menunjukkan cedera ireversibel. Perubahan-perubahan
struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global.
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR (yaitu,
oligoanuria), dan sedimen urin aktif dengan gips sel darah merah dan sel darah merah. GFR dan
penurunan avid garam nefron distal dan air hasil retensi dalam ekspansi volume intravaskular,
edema, dan, sering, hipertensi sistemik. 12
Glomerulonefritis Akut Poststreptococcus
Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Streptokokus M-protein sebelumnya
diyakini bertanggung jawab untuk GNAPS, tetapi penelitian yang melandasi keyakinan ini
didasarkan secara diskonto. Nefritis terkait streptokokus protease kationik dan prekursor
zymogen nya (nefritis terkait protease [NAPR]) telah diidentifikasi sebagai dehidrogenase
gliseraldehida-3-fosfat yang berfungsi sebagai reseptor (ogen) plasmin. Hal ini mengikat plasmin
dan mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Antibodi tingkat untuk NAPR meningkat pada infeksi streptokokus (grup A, C, dan G)
terkait dengan GN tetapi tidak meningkat pada infeksi streptokokus tanpa GN, sedangkan anti-
streptolysin-O titer meningkat pada kedua keadaan. Antibodi ini untuk NAPR bertahan selama
bertahun-tahun dan mungkin adalah pelindung terhadap episode lebih lanjut GNAPS. Dalam
sebuah penelitian pada orang dewasa, 2 agen menular yang paling sering diidentifikasi adalah
streptokokus (27,9%) dan staphylococci (24,4%)
Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D
dan HLADR. Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus
menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga
respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi
yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada
membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi
18
yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif
untuk merusak glomerulus.
Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah
IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap
dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan
minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada
kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi
sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler.
Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk
menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial
dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di
sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig
G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen.
Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah
subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.
Kasus klasik GNA terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadang-
kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. oganisme penyebab lazim adalah
streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1
Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu. Setelah itu
anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar, edem dan hipertensi hilang, LFG kembali normal.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi kronik. Kronisitas dihubungkan
dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis berupa hiperselularitas lobulus. Pasien
sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan pertama setelah awitan nefritis. Pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk
menilai perbaikan.1,5 Kadar C3 akan kembali normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu,
edem membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah kembali normal setelah 2-3 minggu, walaupun
dapat tetap tinggi sampai 6 minggu.
19
Gross hematuria biasanya menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik
menghilang setelah 6 bulan, namun dapat bertahan sampai 1 tahun. Proteinuria menghilang 2-3
bulan pertama atau setelah
6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan 17% dari 61 pasien dengan urinalisis
rutin abnormal selama 10 tahun pemantauan. Ketidaknormalan tersebut meliputi hematuria atau
proteinuria mikroskopik sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dari 16 spesimen biopsi ginjal tidak
satupun yang menunjukkan karakteristik glomerulonefritis kronik.
Penelitian Potter dkk, di Trinidad, menjumpai 1,8% pasien dengan urin abnormal pada 4
tahun pertama tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4% pasien dengan hipertensi. Hanya sedikit
urin dan tekanan darah yang abnormal berhubungan dengan kronisitas GNAPS. Nissenson dkk,
mendapatkan kesimpulan yang sama selama 7-12 tahun penelitian di Trinidad. Hoy dkk,
menemukan mikroalbuminuria 4 kali lebih besar pada pasien dengan riwayat GNAPS,
sedangkan Potter dkk di Trinidad, menemukan 3,5% dari 354 pasien GNAPS mempunyai urin
abnormal yang menetap dalam 12 -17 tahun pemantauan. Penelitian White dkk, menemukan
albuminuria yang nyata dan hematuria masing-masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama
6-18 tahun pemantauan. Kemungkinan nefritis kronik harus dipertimbangkan bila dijumpai
hematuria bersama-sama proteinuria yang bertahan setelah 12 bulan.
2.3.4 Manifestasi Klinik
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali
dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya
sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.
Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria
terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti
demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis
dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang.
Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah
menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem
pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien
dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala
20
gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG).
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak
jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-
kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Derajat edema
biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung
kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8Umumnya edema berat terdapat
pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun
(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,6
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih
belum diketahui dengna jelas. 1,2
21
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang
2.3.5.1 Laboratorium
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin
sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat
pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya
sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas
permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran
nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya
permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat
dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila
edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit.
Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik
dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.
Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus
diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting
untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi
respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O
(ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-
80% pasien yang tidak mendapat antibiotik.Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit
jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus.Titer antibodi lain seperti antihialuronidase
(Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer
antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada
90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi
infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus. Penurunan komplemen C3 dijumpai
22
pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus.
Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar
IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit
kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG
bersama-sama IgM atau C3. Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru.
Penelitian Albar dkk., di Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan
gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%, bendungan sirkulasi paru 68,2 % an edem
paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis
disertai edem yang berat. Foto abdomen menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.10
2.3.5.2 Gambaran patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut
glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen
kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel
kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan
tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×
23
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan
pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran
ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan
infiltasi lekosit PMN
Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×
Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari
sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di
subephitelia.(lihat tanda panah)
24
Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×.
Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan
mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”
2.3.6 Diagnosa
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan
gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti
untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis
akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik.
Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria
makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang
menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
25
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2,6
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih
lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan
tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu
6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang
lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2,6
2.3.7 Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan
dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran
nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
26
4. Glomerulonefritis kronis
2.3.8 Penatalaksanaan
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan
larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila
dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin <60 ml/1 menit/1,73
m2), BUN > 50 mg, anak denga n tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi
ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti
hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg)
umumnya diobservasi tanpa diberi terapi.5,12 Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –
150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau
intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap
pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat
diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin
0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis
hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv
secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali,
diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang
setiap 6 jam bila diperlukan.
27
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan
sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah
setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik
seperti furosemid 2mg/kgBB, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi
organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain.
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang
mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi
lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian
penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin
oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan
tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar
urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5
g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari
sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai
oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada
5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang
menimbulkan kematian.
2.3.9 Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
28
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.1,3,4,6
2.3.10 Prognosis
Kebanyakan kasus epidemi mengikuti kursus berakhir dalam pemulihan pasien lengkap
(sebanyak 100%). Angka kematian dari GN akut pada kelompok usia yang paling sering terkena,
pasien anak-anak, telah dilaporkan pada 0-7%.
Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang kronis.
Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10% dari pasien anak. GN
merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis (25%).
Di PSGN, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari 98% dari individu
tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal kronis dilaporkan 1-3% dari
waktu.
Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien dengan PSGN mulai mengalami
resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi. Tingkat C3 dapat menormalkan dalam waktu 8
minggu setelah tanda pertama PSGN. Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria
mikroskopik hingga 1 tahun setelah onset nefritis.
Akhirnya, semua kelainan kemih harus menghilang, hipertensi harus mereda, dan fungsi
ginjal harus kembali normal. Pada orang dewasa dengan PSGN, pemulihan penuh fungsi ginjal
dapat diharapkan hanya dalam waktu setengah dari pasien, dan prognosis suram pada pasien
dengan diabetes glomerulosclerosis mendasarinya. Beberapa pasien dengan nefritis akut
mengembangkan gagal ginjal progresif cepat.
29
Sekitar 15% dari pasien pada 3 tahun dan 2% dari pasien pada 7-10 tahun mungkin
memiliki proteinuria persisten ringan. Prognosis jangka panjang belum tentu berbahaya.
Beberapa pasien mungkin mengembangkan hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi ginjal selama
10-40 tahun setelah penyakit awal. Imunitas untuk mengetik protein M adalah tipe-spesifik,
tahan lama, dan pelindung. Episode berulang dari PSGN karena itu tidak biasa.
Prognosis untuk GN pascainfeksi nonstreptococcal tergantung pada agen yang mendasari,
yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosis yang lebih buruk pada pasien
dengan proteinuria berat, hipertensi berat, dan peningkatan yang signifikan dari tingkat kreatinin.
Nefritis terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan infeksi
kronis biasanya sembuh setelah pengobatan infeksi.
Penyebab lain GNA memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan lengkap untuk
menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasarinya dan
kesehatan keseluruhan dari pasien. Terjadinya komplikasi cardiopulmonary atau neurologis
memperburuk prognosis. 16
30
BAB III
KESIMPULAN
Glomerulonefritis Akut adalah salah satu peyakit ginjal dengan adanya inflamasi pada
glomerulus dan nefron yang bayak terjadi pada usia 2-15 tahun . Manifestasi klinik pada GNA
yaitu, edema, hipertensi dan hematuria, biasanya pada asosiasi dengan oliguria dan azotemia.
Pada GNK paling sering disebabkan penyakit sistemik yaitu diabetes mellitus, hepatitis atau
Lupus erythematosussistemik dan biasanya menyerang usia 10—20 tahun. Poststreptococcal
glomerulonefritis akut adalah GNA terbanyak yang sering terjadi.
Nonstreptococcal postinfectious GN juga bersal dari infeksi bakteri, virus, parasit atau
jamur. Bakteri selain group A streptococcus dapat menyebabkan GNA termasuk diplococcu,
streptococcu yang lain, staphylococcus danmycobacteria. Salmonella tyhosa, Brucella suis,
Treponema Pallidum, Corynebacterium bovis dan actinobacilli juga sudah teridentifikasi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi
ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet
bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara
kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak
begitu baik.
31
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC,
Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut
pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis.Accessed April 8th, 2009.
6. Donna J. Lager,
M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed April 8th,
2009.
7. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.
8. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/
08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.
9. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.
10. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th,
2009.
11. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Indonesia
12. Parmar, Maylinder S. Batuman, Vecihi. Acute Glomerulonephritis. Medscape. Juni 2011.
13. Lumbanbatu, sondang. Sari pediatri, vol.5, No.2. September 2003: 58-63
14. Fervenza, Fernando. Smith, Richard. Sethi sanjev. Association of novel complement
factor H mutation With Severe Crescentic and necrotizing glomerulonephitis: Vol. 60,
Issue 1. AJKD 2012.
32
15. Akhavan Sepahi, Mohsen. Shajari, Ahmad. Shakiba, Mehrdad. Acute
Glomerulonephritis: A 7 Years Follow up of Children in Center of Iran. Acta Medica
Iranica, Vol. 49, No. 6. 2011.
16. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed
April 8th, 2009
33