Upload
farnisyah-febriani
View
329
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
KONTRAINDIKASI PEMBERIAN KEMOTERAPI
I. PENDAHULUAN
Penggunaan obat anti kanker dimulai dengan ditemukannya nitrogen
mustard yang dapat dipakai untuk mengobati leukemia. Awalnya, gas mustard
digunakan sebagai senjata kimia selama Perang Dunia I dan diteliti lebih lanjut
selama Perang Dunia II. Selama operasi militer dalam Perang Dunia II,
sekelompok orang yang sengaja terkena gas mustard dan kemudian didapatkan
mereka memiliki jumlah sel darah putih yang sangat rendah. Dokter
beranggapan bahwa sesuatu yang merusak perkembangan sel darah putih
secara cepat, mungkin memiliki efek yang sama terhadap kanker. Sehingga,
pada tahun 1940an, beberapa pasien dengan limfoma diberikan obat melalui
vena dan perbaikannya luar biasa. Dari pengalaman tersebut, para peneliti
mencari substansi lain yang mungkin memiliki efek yang sama terhadap
kanker. Sebagai hasilnya, banyak obat yang telah dikembangkan.1 Regimen
awal kemoterapi dimulai dengan nitrogen mustard, untuk Hodgkin lymphoma
pada tahun 1949, pasien membaik tetapi dengan efek samping yang berat
sehingga perlu dirawat inap. Saat ini, puluhan obat kemoterapi dikombinasi
dengan pengaturan efek samping yang lebih efektif, dan dapat meningkatkan
angka penyembuhan kanker, dan memperbaiki kualitas hidup. 2 Pengobatan
seperti radiasi dan pembedahan dianggap sebagai pengobatan lokal.
Pengobatan tersebut merupakan tindakan pada satu area tubuh seperti
payudara, paru-paru, atau prostat dan biasanya menargetkan kanker secara
langsung. Kemoterapi berbeda dari operasi atau radiasi, yang hampir selalu
digunakan sebagai pengobatan sistemik, dengan artian obat berjalan melewati
seluruh tubuh untuk mencapai sel kanker dimanapun lokasinya.1,2
II. DEFINISI
Kemoterapi adalah suatu istilah yang menggambarkan penggunaan obat-
obatan, obat sitotoksik, dalam pengobatan kanker. Obat-obat kemoterapi
menghancurkan sel-sel kanker dengan menghentikan pertumbuhan atau
1
penggandaan dari satu atau lebih jumlah dalam siklus hidup sel kanker tersebut.
Berhubungan dengan jenis/tipe kanker dan tahapan perkembangan, kemoterapi
dapat digunakan untuk menyembuhkan kanker, mencegah penyebaran kanker,
memperlambat kanker atau untuk meringankan gejala yang mungkin
disebabkan oleh kanker tersebut. Metode pengobatan lain dapat
dikombinasikan dengan kemoterapi seperti terapi radiasi, pembedahan, terapi
biologik (imunoterapi) dan atau steroid.3,4
III. PRINSIP KERJA KEMOTERAPI
Tujuan dari semua obat kemoterapi adalah untuk membunuh sel-sel
kanker, dengan dosis yang sedikit merusak sel-sel tubuh yang sehat.5 Sebagian
besar obat kemoterapi yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel
kanker yang sedang berproliferasi. Jika kita berbicara mengenai kemoterapi,
maka kita perlu memahami siklus kehidupan sel yang normal atau proses
pembelahan sel manusia. Semua jaringan hidup terdiri dari sel. Sel-sel tumbuh
dan berkembang untuk menggantikan sel-sel yang hilang akibat cedera atau
“aus”.1 Siklus sel adalah rangkaian dari tahapan antara sel-sel yang normal dan
sel kanker yang membentuk sel-sel baru . Siklus sel/proliferasi sel, baik pada
sel normal maupun pada sel tumor, memiliki 5 fase yaitu:
- Fase G0 (tahap istirahat): Sel belum mulai membelah. Sel menghabiskan
sebagian besar hidupnya pada fase ini. Tergantung pada jenis sel, G0 dapat
berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa tahun. Ketika sel mendapat
sinyal untuk bereproduksi, sel bergerak ke fase G1.
- Fase G1, selama fase ini, sel mulai membuat lebih banyak protein dan
bertambah besar, sehingga sel-sel baru akan menjadi ukuran normal. Fase
ini merupakan fase dimana terjadi sintesa protein dan RNA yang
dibutuhkan dalam sintesis DNA. Waktu yang digunakan dalam fase ini
berlangsung dalam beberapa jam hingga beberapa hari, tergantung dari
jenis sel. Setelah terjadi sintesis protein dan RNA, sel akan masuk ke dalam
fase ketiga, yaitu fase sintesis (S).
2
- Fase S. pada fase ini terjadi sintesis DNA. Kromosom yang mengandung
kode genetik (DNA) disalin sehingga antara sel-sel baru yang terbentuk
akan memiliki untaian DNA yang cocok (replikasi DNA). Fase ini
berlangsung sekitar 8 sampai 12 jam.
- Fase G2. Fase premitosis, setelah sintesis DNA, sintesis protein dan RNA
bersiap untuk melakukan mitosis. Sel memeriksa DNA dan siap untuk
mulai membelah menjadi 2 sel. Fase ini berlangsung dari 2 hingga 4 jam.
- Fase M (mitosis) : pada tahap ini terjadi pembelahan sel yang terdiri dari
profase, metaphase, anaphase,dan telofase. Setelah fase ini selesai, maka
siklus akan berulang ke awal.1,4
Siklus sel ini penting karena banyak obat kemoterapi bekerja hanya pada
sel-sel yang aktif bereproduksi (bukan sel yang dalam tahap istirahat, fase
G0). Beberapa obat secara spesifik menyerang sel-sel dalam fase tertentu dari
siklus (misalnya pada fase M atau S).1
Beberapa obat kemoterapi dapat membunuh sel kanker pada fase siklus sel
manapun (yang disebut siklus sel nonspesifik), beberapa hanya dapat
3
Gambar 1 Cell Cycle
membunuh selama fase tertentu/spesifik dan tidak dapat bekerja pada fase
istirahat (disebut siklus sel spesifik).6
Memahami bagaimana kerja obat, membantu ahli onkologi memprediksi
obat-obat yang kemungkinan dapat bekerja sama dengan baik. Dokter juga
dapat merencanakan seberapa sering dosis masing-masing obat yang harus
diberikan berdasarkan waktu dari fase sel. Obat kemoterapi tidak dapat
membedakan antara sel-sel reproduksi dari jaringan normal (mengganti sel-
sel normal yang usang/rusak). Artinya sel-sel normal yang rusak merupakan
efek samping dari kemoterapi. Setiap pemberian kemoterapi, terjadi
keseimbangan antara penghancuran sel kanker (untuk menyembuhkan atau
mengontrol penyakit) dan menghemat sel-sel yang normal (untuk
mengurangi efek samping yang tidak diinginkan).1
IV. TUJUAN PEMBERIAN KEMOTERAPI
Terdapat tiga kemungkinan dari tujuan pemberian kemoterapi, yaitu:
1. Pengobatan. Jika memungkinkan kemoterapi digunakan untuk
mengobati kanker, yang berarti bahwa kanker menghilang dan tidak
kembali. Tetapi tidak ada jaminan melalui obat dapat mencapai
tujuan tersebut. Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengetahui
apakah kanker benar-benar telah sembuh.
2. Paliatif. Bila kanker telah berada pada stadium lanjut, obat kemoterapi
dapat digunakan untuk meredakan gejala yang disebabkan oleh
kanker. Ketika satu-satunya tujuan dari pengobatan tertentu adalah
untuk meningkatkan kualitas hidup tetapi tidak mengobati penyakit
itu sendiri, hal itu disebut pengobatan paliatif.1
V. ISTILAH DALAM KEMOTERAPI
Beberapa istilah dalam kemoterapi dapat diklasifikasikan berdasarkan
waktu, yaitu sebagai berikut:
1. Kemoterapi induksi. Ini adalah terapi awal yang diberikan dengan
tujuan untuk mencapai cytoreduction (sel mengecil) yang signifikan,
4
dan idealnya, remisi lengkap dari penyakit. Hasil dari kemoterapi
induksi mungkin adalah:
- Respon yang komplit dimana hilangnya penyakit selama satu
bulan;
- Respon parsial, dimana reduksi volume tumor 50% atau lebih;
- Penyakit stabil, yang artinya penurunan volume tumor kurang
dari 50% dengan tidak adanya penyakit yang baru, setidaknya
dalam satu bulan;
- Atau perkembangan dimana adanya peningkatan volume tumor
25% atau lebih atau terdapat bukti adanya penyakit baru.
2. Kemoterapi konsolidasi/intensifikasi. Ini diberikan setelah induksi
remisi untuk memperpanjang kebebasan terhadap penyakit dan
kelangsungan hidup secara keseluruhan. Kemoterapi konsolidasi
menggunakan obat yang sama seperti induksi remisi, sedangkan
intensifikasi menggunakan obat yang tidak resisten terhadap
kemoterapi induksi.
3. Kemoterapi adjuvant. Ini diberikan untuk mengeradikasi penyakit
dengan pengobatan lokal seperti operasi atau radioterapi, yang
digunakan untuk mengobati penyakit mikroskopis dan mencegah
kekambuhan lokal.
4. Kemoterapi neoadjuvan. Pengobatan diberikan sebelum terapi untuk
memaksimalkan efeknya, misalnya mengecilkan tumor sebelum
operasi.
5. Kemoterapi pemeliharaan. Berkepanjangan, kemoterapi dosis rendah
diterapkan pada pasien rawat jalan untuk memperpanjang durasi
remisi dan mencapai kesembuhan.
6. Kemoterapi salvage. Terapi obat dapat diberikan setelah kegagalan
pengobatan lain untuk mengendalikan penyakit atau memberikan
terapi paliatif.
7. Kemoterapi kombinasi. Meskipun obat kemoterapi tunggal dapat
diindikasikan dalam beberapa situasi, lebih dari satu agen/obat, atau
5
kemoterapi kombinasi, sering digunakan. Alasan dari kemoterapi
kombinasi adalah untuk memaksimalkan pembunuhan sel tumor
menggunakan obat dengan metode berbeda, dan menyerang bagian
siklus sel yang berbeda. Kemoterapi kombinasi juga dapat
menurunkan potensi keracunan dimana dosis rendah dari setiap agen
yang diberikan dan pemilihan agen dengan toksisitas yang berbeda.7
VI. OBAT-OBAT KEMOTERAPI
Kebanyakan obat kemoterapi membunuh sel-sel kanker dengan menyerang
sintesis atau fungsi DNA, suatu proses yang terjadi melalui siklus sel. Setiap
variasi obat dapat bekerja melalui siklus sel. Obat kemoterapi dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara kerja, struktur kimia, dan
interaksi dengan obat lain. Kategori mayor dari obat kemoterapi adalah
alkylating agents, antimetabolit, inhibitor mitotik/plant alkaloid, antitumor
antibiotic, dan inhibitor topoisomerase.1,6
1. Alkylating agent
Alkylating agen secara langsung merusak DNA untuk mencegah sel
kanker berkembang. Sebagai kelas obat-obatan, agen ini tidak fase-
spesifik, dalam kata lain, mereka bekerja di semua fase siklus sel. Agen
alkylating digunakan untuk mengobati kanker yang berbeda, termasuk
leukemia akut dan kronis, limfoma, penyakit Hodgkin, multiple myeloma,
sarkoma, serta kanker paru-paru, payudara, dan ovarium. Karena obat ini
merusak DNA, dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang ke sumsum
tulang. Dalam beberapa kasus langka, ini akhirnya dapat mengakibatkan
leukemia akut. Risiko leukemia dari alkylating agen adalah "dosis-
tergantung," yang berarti bahwa risiko kecil dengan dosis rendah, tetapi
akan naik sebagai jumlah total obat yang digunakan semakin tinggi.
Risiko leukemia setelah alkylating agen tertinggi 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan.
6
Agen alkylating yang lain, termasuk:
Nitrogen mustard: seperti mechlorethamine (nitrogen mustard),
klorambusil, cyclophosphamide (Cytoxan®), Ifosfamid, dan melphalan
Nitrosoureas: yang meliputi streptozocin, carmustine (BCNU), dan
lomustine
Alkil sulfonates: busulfan
Triazines: dacarbazine (DTIC), dan temozolomide (Temodar ®)
Ethylenimines: thiotepa dan altretamine (hexamethylmelamine)
Obat platinum (cisplatin, carboplatin, dan oxalaplatin) kadang-
kadang dikelompokkan dengan agen alkylating karena cara kerja yang
sama.
2. Antimetabolit
Antimetabolites adalah kelas obat yang mengganggu pertumbuhan
DNA dan RNA dengan menggantikan susunan normal RNA dan DNA.
Agen-agen ini merusak sel-sel selama fase S. Mereka umumnya
digunakan untuk mengobati leukemia, tumor payudara, indung telur, dan
saluran usus, serta kanker lainnya.
Contoh antimetabolites termasuk 5-fluorourasil (5-FU), capecitabine
(Xeloda®), 6-mercaptopurine (6-MP), metotreksat, gemcitabine
(Gemzar®), sitarabin (Ara-C ®), fludarabine, dan pemetrexed (Alimta ®).
3. Antibiotik anti-tumor
- Anthracyclines
Anthracyclines adalah antibiotik anti-tumor yang menghambat dengan
melibatkan enzim pada replikasi DNA. Agen ini bekerja pada seluruh
fase dari siklus sel. Jadi, mereka digunakan secara luas untuk berbagai
macam jenis kanker. Pertimbangan utama ketika memberikan obat ini
adalah mereka dapat merusak jantung secara permanen jika diberikan
dalam dosis tinggi. Karena alasan ini, pembatasan dosis seumur hidup
sering diletakkan pada obat ini. Contoh anthracyclines termasuk
7
Daunorubicin, Doxorubicin (Adriamycin ®), Epirubicin, dan
Idarubicin.
- Antibiotik anti-tumor lain
Antibiotik anti-tumor yang lain termasuk obat actinomycin-D,
bleomycin, dan mitomycin-C.
4. Inhibitor Topoisomerase
Obat ini menghambat enzim yang dinamakan topoisomerase, yang
membantu memisahkan untaian DNA jadi mereka dapat diperbanyak.
Mereka digunakan untuk mengobati beberapa leukemia, dan juga paru-
paru, ovarium, gastrointestinal, dan kanker yang lain. Contoh inhibitor
topoisomerase termasuk topotecan dan irinotecan (CPT-11).
Contoh topoisomerase inhibitor II meliputi etoposid (VP-16) dan
teniposide. Mitoxantrone also inhibits topoisomerase II. Mitoxantrone
juga menghambat topoisomerase II. Pengobatan dengan topoisomerase II
inhibitor meningkatkan resiko dari kanker yang kedua – leukemia
mielogenous akut. Leukemia sekunder dapat terlihat pada saat awal 2-3
tahun setelah obat diberikan.
5. Inhibitor mitotik
Inhibitor mitotik sering mengandung alkaloid tumbuhan dan senyawa
lain yang berasal dari produk alam. Mereka dapat menghentikan mitosis
atau menghambat enzim dengan membuat protein yang dibutuhkan sel
untuk bereproduksi. Obat ini bekerja selama fase M dari siklus sel, tetapi
dapat merusak sel dalam semua fase. Mereka digunakan untuk mengobati
banyak tipe kanker yang berbeda termasuk payudara, paru-paru,
myeloma, lymphoma, dan leukemia. Obat ini diketahui karena berpotensi
untuk menyebabkan kerusakan saraf perifer, yang merupakan efek
samping pembatasan dosis. Contoh inhibitor mitosis meliputi:
Taxanes: Paclitaxel (Taksol ®) dan Docetaxel (Taxotere ®)
Obat ini mengikat mikrotubulus dengan afinitas tinggi dan
menghambat fungsi normalnya. Obat ini biasanya digunakan pada
8
kanker mamma, paru, kanker kepala dan leher, kanker ovarium,
kandung kemih, esophagus, gaster dan prostat. Pada umumnya, efek
samping obat ini menurunkan jumlah sel darah.
Epothilones: Ixabepilone (Ixempra ®)
Alkaloid vinca: Vinblastine (Velban ®), Vincristine (Oncovin ®), dan
Vinorelbine (Navelbine ®)
Estramustine (Emcyt ®)
VII. MEKANISME KERJA OBAT KEMOTERAPI
Obat anti-kanker terutama bekerja pada DNA yang merupakan komponen
utama gen yang mengatur pertumbuhan dan differensiasi sel.
Cara kerjanya pada sel-sel kanker ada yang:
1. Menghambat atau mengganggu sintesa DNA dan atau RNA
2. Merusak replikasi DNA
3. Mengganggu transkripsi DNA oleh RNA
4. Mengganggu kerja gen8
Obat anti-kanker itu ada yang bekerja pada:
a) Fase spesifik
Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu. Obat-obat
yang tergolong fase spesifik (cell cycle specific) antara lain Metotrexate dan
5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara
menghambat sintesa DNA pada fase S. Selain itu ada juga yang bekerja
pada fase S yaitu Camptothecins. Adapun yang bekerja pada fase M adalah
inhibitor mitotik, Vinca alkaloids (plant alkaloids). 4
b) Fase nonspesifik:
Yaitu pada semua fase dalam siklus sel. Obat kemoterapi yang bekerja pada
fase non spesifik ini yaitu agen alkylating, antibiotik antitumor,
nitrosoureas.4
9
VIII.TOKSISITAS OBAT KEMOTERAPI
1. Kardiotoksisitas
Transplantasi sumsum tulang dan penggunaan stimulasi koloni,
yang merupakan faktor strategi hematologi yang digunakan dalam
pengobatan kanker, memungkinkan intensifikasi dosis. Teknik ini
meningkatkan sensitivitas sel miokard terhadap kemoterapi, yang dapat
menyebabkan potensi peningkatan kerusakan jantung akut, kronis, dan
mungkin kerusakan jantung yang irreversibel. Sebagian besar efek
samping pada sistem jantung terkait dengan terapi antracycline, terutama
doxorubicin dan daunorubisin. Manifestasi klinis dari kardiotoksisitas
menyerupai gagal jantung kongestif, seperti dispnea, batuk non produktif,
edema pergelangan kaki, takikardia, dan kardiomegali. Penggunaan
pelindung jantung, Dexrazoxane, pada terapi doxorubicin untuk
metastasis kanker payudara, dapat membantu mengurangi kejadian
toksisitas jantung.4
2. Toksisitas kutaneus
Kemoterapi dapat menginduksi perubahan dari sistem integumen.
Hal ini mungkin merupakan reaksi umum atau lokal dan sering
bermanifestasi pada kulit, dan permukaan mukosa. Toksisitas
kulit,umumnya, hanya bersifat sementara karena kulit dapat beregenerasi
dalam 30 hari. Kecuali jika terjadi reaksi kulit yang parah, yang
melibatkan nekrosis jaringan. Selain penggunaan agen sitotoksik,
terutama pada dosis tinggi, penyebab yang mungkin lainnya yaitu infeksi,
keganasan kulit, penyebaran metastasis, gangguan gizi, dan obat-obatan
lain seperti analgetik dan antibiotik. Reaksi kulit terhadap kemoterapi
meliputi alopesia, eritema akral, hiperpigmentasi, perubahan kuku,
fotosensitivitas, reaksi hipersensitivitas, mucolitis.
Dari semua komplikasi pemberian kemoterapi, yang paling terlihat
adalah alopesia/hilangnya rambut. Selain rambut kepala, alis, jenggot,
rambut pubis, dan rambut aksilla juga bisa hilang. Terdapat sekitar
100.000 folikel rambut di tubuh. Folikel rambut tersebut menjalani fase
10
anagen (pertumbuhan), katagen (transisi), dan telogen (dormansi). Sekitar
85% sampai 90% dari folikel rambut berada dalam fase anagen, sisanya
berada dalam fase telogen atau dalam keadaan transisi (katagen) singkat.
Ketika folikel rambut memasuki fase anagen, rambut yang baru akan
tumbuh. Dengan kemoterapi dosis tinggi, folikel rambut yang berada
pada fase anagen mengalami atrofi dan menyebabkan kerontokan rambut
spontan. Alopesia juga dapat terjadi akibat dari penyempitan batang
rambut, yang menyebabkan rambut tumbuh tidak sempurna dan lemah
sehingga rentan mengalami kerusakan. Tingkat kerontokan rambut
tergantung pada obat atau kombinasi obat yang digunakan, dosis, dan
durasi sewaktu infus.4
3. Toksisitas gastrointestinal
Kemoterapi sangat mempengaruhi saluran gastrointestinal.
Sembilan puluh persen epithelium kript gastrointestinal terdiri dari sel
tidak berdifirensiasi dan sel goblet, yang ditemukan dalam usus kecil.
Sel-sel tersebut merupakan sel-sel mitotik yang aktif dan rentan terhadap
serangan sitotoksik. Toksisitas umum kemoterapi pada saluran
gastrointestinal adalah mual dan muntah, anoreksia, mukositis,
konstipasi, dan diare. Mekanisme yang tepat dari kemoterapi yang
menginduksi emesis belum sepenuhnya diketahui.4
4. Toksisitas hematologi
Efek samping yang paling umum dari kemoterapi yaitu
mielosupresi. Meskipun kondisi ini umumnya reversibel, tetapi dapat
menyebabkan komplikasi berupa infeksi dan perdarahan. Mielosupresi
atau depresi sumsum tulang terjadi karena agen antineoplastik tidak
selektif, mereka menyerang sel-sel kanker dan sel mitosis normal.
Manifestasi utama dari mielosupresi adalah anemia, neutropenia, dan
trombositopenia. Trombositopenia dan granulositopenia terkait dengan
obat siklus sel spesifik terutama yang aktif dalam fase S dan M, seperti 5-
Fluororacil dan vinca alkaloids.4
11
5. Hepatotoksik
Agen sitotoksik tertentu seperti carmusin, Cytosine arabinoside,
Lamustine, Methotrexate, L-aspariginase, 6-Mercaptopurine,Plicamycin,
Streptozocin dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Obat tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada hati dalam bentuk penyakit veno-oklusif,
fibrosis kronis, kolestasis, disfungsi hepatoseluler. Gambaran klinis
melibatkan enzim hati yang tinggi dan peningkatan bilirubin, nyeri perut
kuadran kanan atas, hepatomegali, jaundice, ascites, hiperpigmentasi
kulit, lesu, anoreksia, dan mual.4
6. Nefrotoksik
Beberapa agen neoplastik dikenal dengan efek potensial yang
nefrotoksik seperti Ifosfamid, Cyclophosphamide, Cisplatin,
Methotrexate, Streptozocin, dan Nitrosoureas. Nefrotoksik berupa sistitis
hemoragik, oliguria, disuria, peningkatan kreatinin, rasa tidak nyaman
pada suprapubik, dan nyeri pinggang. Hiperurisemia dikaitkan dengan
penggunaan Methotrexate dosis tinggi, dan gagal ginjal dapat terjadi
setelah terapi Carmustine selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.4
7. Neurotoksik
Faktor-faktor yang menyebabkan gejala neurologis pada pasien
onkologi bervariasi dimana karena kemoterapi yang digunakan berupa
kemoterapi kombinasi. Kombinasi dari agen antineplastik dengan efek
neurotoksik yang digunakan cukup banyak sehingga sulit membedakan
penyebab neurotoksisitas. Faktor resiko yang diduga berkaitan dengan
agen neurotoksik yaitu: pemberian intratekal, gangguan fungsi ginjal,
terapi dosis tinggi, vinca alkaloid dengan dosis kumulatif, riwayat
sensitivitas neurotoksik, peningkatan usia.4
8. Toksisitas pulmo
Kerusakan yang disebabkan oleh agen sitotoksik berupa kerusakan
epitel alveolar dan intertisial sehingga membuat gangguan pertukaran
12
oksigen dan karbondioksida, mengurangi kapasitas residu fungsional dan
elastisitas paru-paru, seperti pada alveolitis, pneumonitis interstisial dan
fibrosis. Toksisitas paru dapat berkembang dalam beberapa hari setelah
terapi atau mungkin memiliki onset kronis setelah berbulan-bulan atau
bertahun-tahun terapi. Terdapat dua agen sitotoksik yang sering
menyebabkan kerusakan paru, yaitu Bleomycin dan Busulfan.4
IX. INDIKASI PEMBERIAN KEMOTERAPI
Tidak semua kanker memerlukan obat sitostatika. Pemberian sitostatika
harus dengan hati-hati dan atas indikasi:
Menurut Brule, cs (WHO,1973), ada 7 indikasi pemberian kemoterapi,
yaitu:
1. Untuk menyembuhkan kanker
Hanya beberapa jenis kanker yang dapat disembuhkan oleh
kemoterapi, seperti: akut limfoblastik leukemia, Burkitt limfoma, Wilm
tumor pada anak-anak, Choriokarsinoma.
2. Memperpanjang hidup dan remisi
Kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan walaupun penyakit
progresif, seperti: akut myeloblastik leukemia, Limfoma maligna
stadium III atau IV, Myeloma, Metastase melanoma maligna atau
kanker mamma, kolon, ovarium, testis
3. Memperpanjang interval bebas kanker
Walaupun kanker keliatan masih lokal setelah operasi atau
radioterapi, seperti: limfoma stadiun II, melanoma maligna, kanker
mamma, kolon, ovarium. Pengobatan perlu cukup lamadan dosis tinggi
dengan interval yang panjang untuk memberikan kesempatn jaringan
normal pulih diantara pengobatan.
4. Menghentikan progresi kanker
Progresi penyakit ditunjukkan secara subjektif seperti anoreksia,
penurunan berat badan, nyeri tulang, dsb atau terdapat kelainan objektif
13
seperti penurunan fungsi-fungsi organ dapat diberikan sitostatika,
asalkan kemungkinan berhasilnya 25% atau lebih.
5. Paliasi simptom
Pada kanker yang terdapat pada tempat-tempat yang tidak cocok
untuk radiasi, dapat diberikan sitostatika walaupun obat itu tidak
memberi respons yang baik sebagai terapi sistemik.
6. Mengecilkan volume kanker
Mengecilkan tumor pra-bedah atau pra-radioterapi seperti
pemberian bleomycin untuk kanker mulut, saluran napas bagian atas
atau pemberian alkylator dengan kombinasinya pada limfoma stadium
II.
7. Menghilangkan gejala para neoplasma
Pada metastase kanker yang memberikan sindroma para neoplasma,
misalnya pemberian kortikosteroid pada anemia hemolitik, fibrinolisis,
dermatomyositis, neuropati perifer, dan sebagainya.
X. KONTRAINDIKASI PEMBERIAN KEMOTERAPI
Bagi kebanyakan pasien, kemoterapi merupakan bagian penting dari
pengobatan kanker dan telah meningkatkan angka kelangsungan hidup dari
sejumlah besar kanker. Karena obat kemoterapi memiliki beberapa efek
samping jangka pendek dan panjang, maka dokter harus memastikan bahwa
kondisi pasien tidak membuat kemoterapi menjadi berbahaya atau bahkan
mengancam jiwa. Oleh karena itu, terdapat kontraindikasi tertentu untuk
pemberian kemoterapi, yang dapat menunda atau mungkin tidak diberikan
kemoterapi sama sekali. Adapun kontraindikasi pemberian kemoterapi terdiri
dari kontraindikasi absolute dan relatif. Kontraindikasi pemberian kemoterapi
absolute yaitu:
a. Trimester pertama kehamilan
Karena adanya potensi tinggi terhadap bayi lahir cacat, dan efek
samping lainnya. Secara umum, trimester pertama kehamilan merupakan
kontraindikasi terhadap obat-obat kemoterapi. Namun, terdapat beberapa
14
jenis obat kemoterapi yang aman diberikan pada trimester kedua dan
ketiga kehamilan. Sehingga jika pasien tidak ingin mengakhiri
kehamilan, pada umumnya, dokter akan menunggu sampai trimester
kedua kehamilan untuk memulai kemoterapi.
b. Septikemia (infeksi)
Infeksi yang sedang berlangsung juga merupakan salah satu
kontraindikasi pemberian kemoterapi karena kemoterapi dapat
menurunkan jumlah sel darah sehingga pertahanan tubuh lemah dan
tubuh akan sulit melawan infeksi. Setelah infeksi ditangani, pemberian
kemoterapi dapat dimulai.
c. Penyakit stadium terminal
d. Koma8
Sedangkan kontraindikasi relatif pemberian kemoterapi, adalah:
a) Usia lanjut terutama untuk tumor yang tumbuhnya lambat dan
sensitivitasnya rendah.
b) Keadaan umum yang buruk (Karnofsky <60)
c) Gangguan fungsi organ vital yang berat seperti kerusakan hati atau
ginjal, jantung
Sebagian besar obat kemoterapi dimetabolisme, baik oleh hati
ataupun ginjal sehingga kerusakan hati atau ginjal atau kegagalan
dari organ tersebut dapat menjadi kontraindikasi terhadap
pemberian kemoterapi. Kerusakan berat dari salah satu organ
tersebut dapat menghambat kegunaan kemoterapi.
d) Penderita yang tidak kooperatif
e) Demensia
f) Metastasis otak yang tidak dapat diobati dengan radioterapi
g) Setelah pembedahan/operasi
Kemoterapi dapat mengganggu proses penyembuhan luka,
sehingga umumnya operasi yang baru dilakukan merupakan
kontraindikasi pemberian kemoterapi. Setelah luka operasi telah
sembuh, dokter dapat memulai pengobatan kemoterapi.
15
h) Tumor resisten terhadap obat
i) Tidak ada fasilitas penunjang yang memadai8,9
XI. CARA PEMBERIAN KEMOTERAPI
Obat yang digunakan pada regimen kemoterapi dapat diberikan dalam
berbagai cara:
1. Oral (PO) - melalui mulut (biasanya sebagai pil)
Beberapa obat kemoterapi tidak pernah diberikan melalui mulut
karena sistem pencernaan tidak dapat menyerap mereka atau karena
mereka sangat mengganggu sistem pencernaan. Bahkan ketika obat
tersebut tersedia dalam bentuk oral (seperti pil atau cair), metode ini
mungkin bukan pilihan terbaik.
2. Topikal
Dalam penggunaan ini, kemoterapi dioleskan pada kulit sebagai krim atau
lotion. Biasanya cara pemberian ini diberikan pada kanker kulit seperti
jenis sel basal atau sel skuamous. Ini juga digunakan untuk menangani
pertumbuhan pra-kanker pada kulit.
3. Intravena (IV) - infus melalui pembuluh darah.
Pemberian intravena untuk terapi sistemik, dimana obat setelah
melalui jantung dan hati baru sampai ke tumor primer. Dalam
pemberian intravena usahakan jangan ada ekstravasasi otot.
4. Intramuskular (IM) atau Subkutan (SQ)
Injeksi intramuscular dan subkutaneus lebih jarang digunakan
karena banyak obat yang dapat mengiritasi atau bahkan merusak kulit dan
jaringan otot.
5. Intra-arteri - disuntikkan ke arteri.
Pemberian intra arteri adalah terapi regional maelalui arteri yang
memasok darah ke daerah tumor dengan cara Infusi Intra Arteri
menggunakan kateter dan pompa arteri. Pemberian intra arteri dapat
16
menaikkan dosis obat langsung ke dalam tumor, menaikkan efek obat
yang kurang stabil karena secara cepat dan langsung masuk ke dalam
tumor, serta mengurangi toksisitas.
6. Intratekal
Diberikan secara langsung ke dalam cairan serobrospinal untuk
mencapai sel-sel kanker dalam cairan dan sistem saraf pusat. Kemoterapi
intratekal diberikan dalam 1 dari 2 cara, yaitu: kemoterapi dapat diberikan
melalui pungsi lumbal (spinal tap) dilakukan setiap hari atau mingguan,
atau dengan menggunakan reservoir Ommaya, ukurannya kecil drum like
port yang ditempatkan dibawah kulit tengkorak. Kemoterapi dapat
diberikan dengan cara ini, untuk mengobati sel-sel kanker yang telah
memasuki sistem saraf pusat (penyebaran leptomeningeal). Tetapi
pemberian kemoterapi ini tidak membantu jika timor sudah mulai tumbuh
di otak atau sumsum tulang belakang.
7. Intrapleural - dimasukkan ke dalam rongga pleura
Cara pemberian kemoterapi ini jarang digunakan tetapi mungkin
berguna bagi sebagian orang dengan mesothelioma dan orang dengan
kanker paru-paru atau payudara yang telah menyebar ke pleura.
Kemoterapi intrapleural diberikam melalui kateter dada yang
dihubungkan ke port implant. Pipa ini dapat digunakan untuk memberikan
obat-obatn dan juga untuk mengalirkan cairan yang dapat mengisi cavum
pleura ketika kanker telah menyebar ke daerah tersebut.
8. Intraperitoneal
Kemoterapi intraperitoneal diberikan melalui kateter Tenckhoff
(kateter khusus yang dirancang untuk menghilangkan atau menambahkan
cairan dalam jumlah besar dari atau ke dalam rongga perut) atau melalui
port implan yang melekat pada kateter. Kemoterapi disuntikan ke port
melalui kateter masuk ke rongga abdomen dimana obat terabsorbsi ke
17
daerah yang terkena sebelum memasuki aliran darah. Cara ini memiliki
efek samping yang lebih buruk daripada kemoterapi IV biasa.
9. Intravesika - dimasukkan ke kandung kemih
Kemoterapi intravesika sering digunakan pada kanker kandung
kemih stadium awal. Kemoterapi biasanya diberikan per minggu selama 4
sampai 12 minggu. Obat disimpan dalam kandung kemih sekitar 2 jam
kemudian dikeringkan/dialirkan. Pemberian obat melalui kateter dan
setelah pengobatan kateter dilepas.
10.Intralesi / intratumoral
Kemoterapi intralesi merupakan pemberian kemoterapi dimana
obat disuntikkan langsung ke dalam tumor/kanker. Ini dapat digunakan
untuk tumor yang berada dalam atau di bawah kulit, dan jarang untuk
tumor yang ada di organ dalam tubuh. Namun cara ini tidak dianjurkan
karena dapat melepaskan sel kanker dari tumor induknya dan ada cara lain
yang lebih efektif, yaitu operasi (eksisi, debulking, elektrokoagulasi), atau
radioterapi.1,8,10
XII. KESIMPULAN
Kemoterapi adalah suatu istilah yang menggambarkan penggunaan obat-
obatan, obat sitotoksik, dalam pengobatan kanker. . Obat-obat kemoterapi
menghancurkan sel-sel kanker dengan menghentikan pertumbuhan atau
penggandaan dari satu atau lebih jumlah dalam siklus hidup sel kanker tersebut.
Tujuan dari semua obat kemoterapi adalah untuk membunuh sel-sel kanker,
dengan dosis yang sedikit merusak sel-sel tubuh yang sehat. Sebagian besar
obat kemoterapi yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel
kanker yang sedang berproliferasi. Beberapa obat kemoterapi dapat membunuh
sel kanker pada fase siklus sel manapun (yang disebut siklus sel nonspesifik),
beberapa hanya dapat membunuh selama fase tertentu/spesifik dan tidak dapat
bekerja pada fase istirahat (disebut siklus sel spesifik).
18
Tujuan dari pemberian kemoterapi adalah untuk mengobati dan mengontrol
sel kanker serta sebagai paliatif dari gejala kanker. Kemoterapi dapat diberikan
sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan. Klasifikasi dari kemoterapi terdiri dari
alkylating agent, antimetabolit, plant alkaloids, inhibitor topoisomerase,
antibiotik antitumor, dan hormonal.
Cara kerja dari kemoterapi yaitu menghambat/mengganggu sintesis DNA
dan atau RNA, merusak replikasi DNA, mengganggu transkripsi DNA ke
RNA, dan mengganggu kerja gen. Obat anti kanker terbagi menjadi dua
golongan berdasarkan tempat kerjanya, yaitu golongan obat fase spesifik dan
non spesifik. Obat-obat yang tergolong fase spesifik (cell cycle specific) antara
lain Metotrexate dan 5-FU serta Camptothecins yang bekerja pada fase S dan
inhibitor mitotik, Vinca alkaloids (plant alkaloids) yang bekerja pada fase M.
Sedangkan obat kemoterapi yang bekerja pada fase non spesifik ini yaitu agen
alkylating, antibiotik antitumor, nitrosoureas.
Toksisitas dari kemoterapi bisa terjadi pada jantung, kutaneus,
gastrointestinal, sumsum tulang, hati, ginjal, saraf, dan paru. Indikasi dari
pemberian kemoterapi adalah untuk menyembuhkan kanker, memperpanjang
interval bebas kanker, menghentikan progresi kanker, mengecilkan volume
tumor, menghilangkan gejala paraneoplasma, memperpanjang hidup dan
remisi, serta paliasi simptom. Terdapat dua kontraindikasi pemberian
kemoterapi yaitu kontraindikasi absolute dan kontraindikasi relative.
Kontraindikasi absolut/mutlak berupa kehamilan trimester pertama, septicemia,
penyakit stadium terminal, dan koma. Sedangkan kontraindikasi relatif yaitu
usia lanjut, keadaan umum yang buruk, gangguan fungsi organ vital yang berat,
penderita yang tidak kooperatif, metastasis otak yang tidak dapat diobati
dengan radioterapi, demensia, tumor resisten terhadap obat serta tidak ada
fasilitas penunjang yang memadai.
Kemoterapi dapat diberikan dengan cara oral, intravena, intramuscular,
subkutan, intraarteri, intratekal, intrapleural, intraperitoneal, intravesika,
intralesi/intratumor, dan topikal.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Chemotherapy Principles, An In-depth Discussion of the Techniques and Its Role in Cancer Treatment. 2013. Available on: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002995-pdf.pdf
2. American Society of Clinical Oncology. Progress in Cancer Treatment. Available on: http://www.cancerprogress.net/downloads/timelines/progress_in_cancer_chemotherapy_timeline.pdf
3. Barth, Neil M. Rojas, Anna M. Carroll, Matthew R. Huang, Daniel L. Chemotherapy. In: Newport Pacific Medical Associates. Available on: http://www.newportpacificmd.com/sites/default/files/CHEMOTHERAPY.pdf
4. M, Duvirage. J, Henry. Knobf, M Tish. Beaulieu. Overview of Chemotherapy. Fischer, David S. In: Cancer Chemotherapy Handbook. 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publisher. 2011;p1-60
5. Maltzman, Julia D. Millar, Lara Bonner. Chemotherapy Primer: Why? What? And How?. The Abraham Cancer Center of The University of Pennsylvania. Cited on August 13th, 2010. Available on: www.oncolink.org
6. Goldwein, JW. Vachani C. Chemotherapy: The Basics. The Abraham Cancer Center of The University of Pennsylvania. Cited on September 21st, 2010. Available on: www.oncolink.org
7. Airley, Rachel. Principles of Cancer Chemotherapy. In: Cancer Chemotherapy: Basic Science to the Clinic. USA: Wiley-Blackwell. 2009;p55-113
8. Brooks, Dominique. Chemotherapy Contraindications. 2010. Available on: http://www.livestrong.com/article/205690-chemotherapy-contraindications/
9. Sampepajang, Daniel. Slide Kuliah Dasar-Dasar Kemoterapi. Makassar. 2006
10. Health Education Library for People. Understanding Chemotherapy. Cited on March 25th, 2011. Available on: http://www.scribd.com/doc/51531998/Chemotherapy
11. Schwarz, James K. Yarbro, John W. Scientific Basis of Cancer Chemotherapy. Perry,Michael C. In: The Chemotherapy Source Book. 3rd Edition. USA: Lippincott William&Wilkins Publisher. 2001;p1-9
12. Kauffman, Dwight C. Chabner, Bruce A. Clinical Strategies for Cancer Treatment: The Role of Drugs. Chabner, Bruce A. In: Cancer Chemotherapy and Biotherapy. USA: Lippincott William&Wilkins Publisher. 1996;p1-20
20