Upload
anakanom
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata AL
Citation preview
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar………………………………………………….…………………….....ii
Lembar Pengesahan…………………………………………………………………….iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………1
BAB I PENDAHULUAN…….…………………………………………………………2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lensa…………………………………………………………………………….3
Aqueous humor…………………………………………………………………5
Glaukoma……………………………………………………………………….6
Katarak…………………………………………………………………………18
Glaukoma fakomorfik………………………………………………………...21
Definisi………………………………………………………………...21
Epidemiologi…………………………………………………………...21
Manifestasi klinis………………………………………………………21
Patofisiologi…………………………………………………………….22
Tatalaksana……………………………………………………………..22
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………......24
DAFTAR PUSTAKA………………………………..………………………………….25
1
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang
disebabkan karena adanya perubahan pada lensa yang mengalami katarak
intumesen.Walaupun tidak ada statistik epidemiologi mengenai glaukoma
fakomorfik, glaukoma sudut tertutup yang dikarenakan katarak hipermatur lebih
umum terjadi pada negara dengan tingkat prevalensi katarak yang lebih tinggi
namun metode pembedahannya belum cukup siap. Glaukoma dapat terjadi pada
ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien usia
lanjut dengan katarak senilis, namun juga dapat terjadi pada pasien usia muda
yang menderita katarak traumatika atau katarak intumesen yang berkembang
secara cepat. 1
Saat maturasi katarak berlangsung dan protein lensa denaturasi, terjadi
hiperosmolaritas pada lensa yang mengakibatkan proses hidrasi lensa berlanjut,
sehingga lensa menjadi tebal atau intumesen. Lensa yang menebal ini akan
menyebabkan terjadinya terjadinya perubahan lensa. Lensa akan mendorong iris
ke anterior sehingga menyebabkan hambatan pupil yang dapat menyebabkan
glaukoma sekunder.1
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lensa2
2.1.1 Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah,
tembus pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari
kapsul, epitel, korteks dan nukleus. Ke arah anterior, lensa berhubungan dengan
aqueus humour, dan ke arah posterior, lensa berhubungan dengan vitreous humour.
Di bagian posterior iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula zinii
(ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta
menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula zinni berasal dari lamina basal
epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula zini melekat pada bagian ekuator
kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.
Gambar 1. Lapisan Lensa
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang
terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water
3
insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya,
tidak ada reseptor nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
2.1.2 Fungsi Lensa
Lensa memiliki fungsi utama untuk memfokuskan berkas cahaya ke retina
dengan mengubah-ubah daya refraksi agar sesuai dengan sinar yang datang sejajar
atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa ini disebut sebagai akomodasi. Hal ini
dapat dicapai dengan mengubah kelengkungan lensa terutama kurvatur anterior.
Otot-otot siliaris relaksasi, serat zonula menegang, dan diameter
anteroposterior lensa mengecil untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh.
Dalam posisi tersebut, lensa diperkecil hingga berkas cahaya akan terfokus di retina.
Sementara itu, untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi
hingga tegangan zonula zinii berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama
fisiologis antara korpus siliaris, zonula zinii, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat di retina disebut sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia,
kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
4
Gambar 2. Lensa dan Struktur Pendukungnya
2.1.3 Sudut Bilik Mata Depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan
sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sclera, garis Schwalbe
dan jonjot iris. Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sclera kornea
dan disini ditemukan sclera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal.
2.1.4 Aquoeous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan. Kemudian ke
perifer menuju sudut bilik mata depan. Aquous humor adalah suatu cairan jernih yang
mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumenya sekitar 250 uL. Aquous
5
humour diproduksi oleh korpus siliaris. Dari badan siliar, cairan masuk ke bilik mata
posterior, humor akuos mengalir melalui pupil ke bilik anterior lalu ke jalinan
trabekular di sudut bilik mata anterior. Kemudian cairan masuk ke dalam saluran
kolektor, lalu ke dalam pleksus vena di jaringan sklera dan episklera, dan juga ke
dalam vena siliaris anterior di badan siliar.
Gambar 3. Aliran Aqueous Humor
2.2 GLAUKOMA
2.2.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
galukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik,
dan mengecilnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan
intraokular ini disebabkan :3
Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil (glaukoma hambatan pupil)
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
gangguan lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan)
serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
6
2.2.2 Epidemiologi
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk
Amerika Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50%
tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma,
termasuk 100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab
utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Glaukoma sudut terbuka
primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih, menyebabkan penyempitan
lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul perlahan dan sering
tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas.4
Ras kulit hitam memiliki resiko yang lebih besar mengalami onset dini,
keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan dengan
ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras putih.
Presentasi ini jauh lebih tinggi pada orang Asia dan suku Inuit. Glaukoma sudut
tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di
China. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling sering di Jepang. 4
2.2.3 Klasifikasi glaukoma4
KLASIFIKASI GLAUKOMA BERDASARKAN ETIOLOGI
A. Glaukoma primer
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut-terbuka kronik,
glaukoma simpleks kronik)
b. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
7
d. Iris plateau
B. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer atau infantil
2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan
Sindrom Axenfeld
Sindrom Reiger
Sindrom Peter
b. Aniridia
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
a. Sindrom Sturge-Weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis 1
d. Sindrom Lowe
e. Rubela kongenital
C. Glaukoma sekunder
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
c. Tumor
d. Edema corpus ciliare
8
5. Sidrom iridokorneoendotelial (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio/resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pascaoperasi
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel ke bawah
d. Pascabedah tandur kornea
e. Pascabedah ablasio retina
8. Glaukoma neovaskular
a. Diabetes melitus
b. Oklusi vena centralis retinae
c. Tumor intraokular
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis-kavernosa
b. Sindrom Sturge-Weber
10. Akibat steroid
D. Glaukoma absolut: hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah
mata yang keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.
9
Gambar 4. Klasifikasi Glaukoma
KLASIFIKASI GLAUKOMA BERDASARKAN MEKANISME PENINGKATAN
TEKANAN INTRAOKULAR
A. Glaukoma sudut terbuka
1. Membran pratrabekular: Semua kelainan ini dapat berkembang menjadi
glaukoma sudut tertutup akibat kontraksi membran pratrabekular
a. Glaukoma neovaskular
b. Pertumbuhan epitel ke bawah
c. Sindrom ICE
2. Kelainan trabekular
a. Glaukoma sudut terbuka primer
b. Glaukoma kongenital
c. Glaukoma pigmentasi
10
d. Sindrom eksfoliasi
e. Glaukoma akibat steroid
f. Hifema
g. Kontusio atau resesi sudut
h. Iridosiklitis (uveitis)
i. Glaukoma fakolitik
3. Kelainan pascatrabekular
Peningkatan tekanan vena episklera
B. Glaukoma sudut tertutup
1. Sumbatan pupil (iris bombe)
a. Glaukoma sudut tertutup primer
b. Seklusio pupilae (sinekia posterior)
c. Intumesensi lensa
d. Dislokasi lensa anterior
e. Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
a. Glaukoma sumbatan siliaris
b. Oklusi vena sentralis retinae
c. Skleritis posterior
d. Pascabedah ablatio retinae
3. Pendesakan sudut
a. Iris plateau
b. Intumesensi lensa
c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
a. Penyempitan sudut kronik
b. Akibat bilik mata depan yang datar
c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membran pratrabekular
11
2.2.4 Patofisiologi4
Aqueous humor adalah yang mengisi bagian depan dan belakang mata. Cairan
ini dihasilkan oleh corpus siliaris dengan jumlah 2,5mikro liter/menit. Aqueous
humor berjalan dari posterior hingga ke anterior dan kembali ke vena episklera.
Apabila terjadi hambatan pada aliran tersebut, maka akan terjadi peningkatan tekanan
intra ocular yang menyebabkan gejala, salah satunya adalah gangguan pengelihatan.
Mekanisme terjadinya gangguan penglihatan pada glaucoma adalah terjadinya
apoptosis dari sel ganglion retina karena adanya kerusakan pada lapisan neurofibrin
retina dan nervus optikus. Terjadi atrofi dari optic disk, dan adanya pelebaran dari
cup-disc rasio.
2.2.5 Gejala Klinis3
a. Fase prodormal (fase nonkongestif)
1) Pengelihatan kabur.
2) Terdapat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu.
3) Sakit kepala.
4) Sakit pada mata.
5) Akomodasi lemah.
6) Berlangsung ½ - 2 jam.
7) Injeksi perikornea.
8) Kornea agak suram karena edem.
9) Bilik mata depan dangkal.
10) Pupil melebar
11) Reaksi cahaya lambat
12) Tekanan intraokuler meningkat.
13) Mata dapat normal juga serangan reda.
b. Fase kongestif
12
1) Sakit kepala yang hebat sampai muntah-muntah.
2) Palpebra bengkak.
3) Konjungtiva bulbi : hiperemia kongestif, kemosis dengan injeksi silier,
injeksi konjungtiva, injeksi episklera
4) Kornea keruh, intensitif karena tekanan pada saraf kornea
5) Bilik mata depan dangkal
6) Iris : gambaran, corak bergaris tidak nyata, karena edema, berwarna
kelabu
7) Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang midriasis total,
warna kehijauan, refleksi cahaya menurun sekali atau tidak sama
sekali.
2.2.6 Diagnosis Banding3
Iritis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
pada glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskipun pada kedua hal
tersebut di atas jarang disertai bilik mata depan yang dangkal atau tekanan yang
meninggi.
1. Pada iriditis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya kurang
jika dibandingkan dengan glaukoma ( rasa nyeri sedang sampai berat). Tekanan
intraokular dapat normal atau rendah, pupil kecil dengan reaksi lambat atau absen,
kornea jernih (namun kadang terlihat dengan deposit pada permukaan posterior
kornea). Serangan timbul perlahan, visus nya dapat menurun sedikit.
2. Pada konjungtivitis akut rasa sakit membakar dan gatal. Injeksi konjungtival,
yaitu lebih pada forniks dan berkurang ke arah limbus. Mata menjadi putih
dengan epinefrin 1;1000, pembuluh superfisial, bergerak dengan konjungtiva,
warna merah bata dan masing-masing pembuluh darah jelas terlihat. Terdapat
sekresi pus bergetah, pupil normal, kornea jernih dan tekanan intraokular normal.
Serangan timbul perlahan, visus normal.
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang3
13
Untuk mendiagnosis glaukoma dilakukan sejumlah pemeriksaan yang rutin
dilakukan pada seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan gejala
prodromal lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan lebih dari
satu metode akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1 kali
pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Tajam penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk
glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik, misalnya
6/6 belum berarti tidak glaukoma.
b. Tonometri
Tingginya tekanan intraokuler tergantung dari banyaknya produksi akuos
humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya melalui sudut bilik mata depan,
yang juga tergantung dari keadaan sudut bilik mata depannya sendiri. Trabekula,
kanal Schlemn dan keadaan tekanan di dalam vena episklera. Tonometri diperlukan
untukk mengukur besarnya tekanan intraokuler
Ada 3 macam tonometri, yaitu:
1. Digital
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak
memerlukan alat. Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas,
lalu membandingkan tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari. Hasil
pemeriksaan ini diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal,
Tn+1 untuk tekanan yang agak tinggi, dan Tn-1 untuk tekanan yang agak rendah.
Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling rendah karena penilaian dan
interpretasinya bersifat subjektif.
2. Tonometer Schiøtz
14
Tonometer Schiøtz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang
digunakan dan harganya murah. Tekanan intraokuler diukur dengan alat yang
ditempelkan pada permukaan kornea setelah sebelumnya mata ditetesi
anestesi topikal (pantokain). Jarum tonometer akan menunjukkan angka
tertentu pada skala. Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi dari
Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan ke dalam tekanan intraokuler.
3. Tonometer aplanasi Goldmann
Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp
yang juga mahal. Meskipun demikian, di dalam komunikasi internasional,
hanya tonometri dengan aplanasi saja yang diakui. Dengan alat ini, kekakuan
sklera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih akurat.
c. Gonioskopi
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma.
Gonioskopi dapat menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang menderita
glaukoma, pada semua pasien suspek glaukoma, dan pada semua individu
yang diduga memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan
gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut
terbuka, juga dapat dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer ke depan
(peripheral anterior sinechiae). Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik
yang dievaluasi di semua kuadran yang menjadi penanda anatomi dari sudut
bilik mata depan:
1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.
2) Pita badan siliar, biasanya tampak abu-abu atau coklat.
3) Taji sklera, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di alas pita
badan shier.
15
4) Trabekulum meshwork
5) Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork.
Pembuluh darah umumnya terlihat pada sudut normal terutama pada biru.
d. Lapang Pandang (perimetry)
Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral
dan lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak akan
menyadari adanya kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi
ketajaman penglihatan sentral. Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan
pandang rusak dengan tajam penglihatan sentral masih normal sehingga
penderita seolah-olah melihat melalui suatu teropong (tunnel vision).
e. Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan adalah keadaan
papil. Perubahan yang terjadi pada papil dengan glaukoma adalah penggaungan
(cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih
dari 0,3 dari diameter papil dan tampak tidak simetris antara kedua mata, maka
harus diwaspadai adanya ekskavasio glaukoma.
Gambar 5. Diskus optikus
normal. Lihat batas tegas dari
Gambar 6. Rasio C/D pada
nervus optikus ini mendekati
Gambar 7. ‘Cup’ nervus
optikus yang bersifat
16
diskus optikus, demarkasi
yang jelas dari ‘cup’, dan
warna pink cerah dari sisi
neuroretinal.
0,6. Hubungan klinis dengan
riwayat dari pasien dan juga
pemeriksaan menunjukkan
bahwa nervus optikus ini
abnormal.
glaukomatous. ‘Cup’ pada
nervus optikus ini membesar
sampai 0,8, dan terdapat
penipisan yang khas pada sisi
inferior neuroretinal,
terbentuk suatu “takik”.
f. Tonografi
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang dikeluarkan
melalui trabekula dalam satu satuan waktu. Caranya: tonometer diletakkan di kornea
selama 4 menit dan tekanan intraokuler dicatat dengan suatu grafik. Dengan suatu
rumus, dari grafik tersebut dapat diketahui banyaknya cairan bilik mata yang
meninggalkan mata dalam satu satuan waktu (normal: C=0,13). Akhir-akhir ini
tonografi banyak yang meragukan kegunaannya, sehingga banyak yang telah
meninggalkannya.
g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita
glaukoma. Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure
congestion test, kombinasi tes air minum dengan pressure congestion test, dan tes
steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup, dapat dilakukan tes kamar gelap,
tes membaca, tes midriasis, dan tes bersujud.
2.2.8 Penatalaksanaan3
1. Miotic agent (pilokarpin 2%)
17
Penggunaan miotic agent berguna untuk membuka sudut bilik mata dan
trabecula.
2. Beta – blocker ( Timolol maleat 0,25%-0,05% 1-2 tetes/ hari)
- Menghambat produksi aquous humour
3. Carbonic anhidrase inhibitor (Asetolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet)
- Menghambat produksi aquous humour
2.3 KATARAK
2.3.1 Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, Latin cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein, atau akibat keduanya.3
2.3.2 Klasifikasi Katarak
Katarak secara umum diklasifikasikan berdasarkan: Morfologi, Maturitas, dan Age of
Onset yaitu : 3
Morfologi
- Katarak Nuklear
- Katarak Kortikal
- Katarak subcapsularis
- Katarak Capsularis, dibagi menjadi 2 jenis:
18
Anterior Capsular
Posterior Capsular
Maturitas
- Katarak Insipiens
Pada stadium ini terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior.
- Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa yang disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative menyerap air sehingga menjadi cembung. Masuknya air ke dalam
celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan
lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen mengakibatkan
mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
- Katarak Immatur
Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung, akan dapat menimbulkan hambatan pupil
yang menyebabkan glaucoma sekunder.
- Katarak matur
Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan
maka cairan lensa akan keluar,sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan
19
terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh sehingga uji bayangan iris negative.
- Katarak hipermatur
Katarak yang mengalami degenerasi lanjut dapat menjadi keras atau lembek
dan mencair. Masa lensa keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
kecil, berwarna kuning. Bila proses terus berlanjut disertai kapsul yang
menebal maka korteks yang berdegenerasi tidak bisa menebal sehingga
nucleus terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan ini
disebut katarak morgagni.
Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah
(air masuk)
Normal Berkurang
(air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata
depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik
mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
20
Glaukoma
Age of Onset
- Katarak Congenital yang sudah terlihat pada usia < 1 tahun
- Katarak Juvenile terjadi pada usia > 1 tahun
- Katarak senile terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Kebanyakan
katarak yang kita jumpai adalah jenis ini akibat proses degeneratif.
2.4 GLAUKOMA FAKOMORFIK
2.4.1 Definisi
Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang disebabkan
karena adanya perubahan pada lensa yang mengalami katarak intumesen. 1
2.4.2 Epidemiologi
Walaupun tidak ada statistik epidemiologi mengenai glaukoma fakomorfik,
glaukoma sudut tertutup yang dikarenakan katarak hipermatur lebih umum terjadi
pada negara dengan tingkat prevalensi katarak yang lebih tinggi namun metode
pembedahannya belum cukup siap. Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis
kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dengan
katarak senilis, namun juga dapat terjadi pada pasien usia muda yang menderita
katarak traumatika atau katarak intumesen yang berkembang secara cepat. 1
21
2.4.3 Manifestasi klinis
Pasien dengan glaucoma fakomorfik mengeluhkan mata yang terasa sakit,
penglihatan kabur, melihat pelangi di sekitar cahaya, mual dan muntah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan : 1
Tingginya tekanan intraokuler (TIO) lebih dari 35 mmHg
Pupil mid dilatasi, ireguler.
Edema kornea
Injeksi konjungtiva dan silier
Bilik mata depan yang dangkal, <2mm
Letak lensa yang lebih ke depan
Ketebalan lensa setidaknya 5mm
Pembentukan katarak yang tidak sama pada kedua mata
2.4.4 Patofisiologi
Saat maturasi katarak berlangsung dan protein lensa denaturasi, terjadi
hiperosmolaritas pada lensa yang mengakibatkan proses hidrasi lensa berlanjut,
sehingga lensa menjadi tebal atau intumesen. Lensa yang menebal ini akan
menyebabkan terjadinya terjadinya perubahan lensa. Lensa akan mendorong iris
ke anterior sehingga menyebabkan hambatan pupil. Selain itu, keadaan tersebut
menyebabkan penyempitan sudut iridotrabekular secara progresif. Hal ini
meningkatkan tekanan intra okular, sehingga timbul tanda-tanda dan gejala
serangan glaukoma akut sudut tertutup, atau disebut juga glaukoma fakomorfik
sudut tertutup akut. 1
2.4.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan
intraokuler secara cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik,
kornea, dan untuk mencegah terbentuknya sinekia. Penurunan tekanan
intraokuler penting dalam mempersiapkan tindakan laser iridotomi, yang dapat
22
memulihkan halangan pupil yang mengakibatkan glaukoma. Namun,
penatalaksanaan definitif glaukoma fakomorfik adalah ekstraksi katarak.1
Penanganan glaukoma fakomorfik akut dapat diawali dengan menurunkan
tekanan intraokular dengan menghilangkan komponen pembentuk blokade pupil
dengan menggunakan obat atau laser. Pertama, dapat menggunakan obat topical,
oral ataupun intravena berupa supresan akuos humor dan hiperosmotik. Pilihan
kedua, dapat menggunakan miotik. Penggunaan miotik harus berhati-hati karena
walaupun dapat menurunkan tekanan intraokular, tetapi dapat juga membuat
diafragma iris-lensa bergeser ke anterior sehingga memperburuk sudut yang
tertutup. Penatalaksanaan sekunder dimulai dengan laser iridotomi untuk
memulihkan halangan pupil. Prosedur ini merupakan pilihan untuk menangani
akuos humor yang tidak dapat mengalir dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan, memunginkan iris tidak menyumbat jaringan trabekuler. Dapat digunakan
laser argon dan Nd:YAG. Laser iridotomi kadang memulihkan serangan akut
sudut tertutup, tapi bilik anterior tetap dangkal. Sehingga mata rentan untuk
kembali mengalami serangan sudut tertutup maka, ekstraksi katarak harus
dilakukan. Laser iridotomi harus dilakukan saat mata midriasis karena prosedur
pembedahan dapat mencetuskan serangan
23
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma fakomorfik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
kelainan pada lensa. Glaukoma fakomorfik mudah terjadi pada pasien dengan katarak
intumesen yang mengakibatkan sudut bilik mata tertutup dan mengakibatkan
glaukoma fakomorfik. Pasien yang mengalami glaukoma fakomorfik mengeluh nyeri
yang sangat akut, pandangan kabur, melihat bayangan seperti pelangi (halo) disekitar
cahaya, mual, muntah. Pasien secara umum mengalami penurunan visus. Glaukoma
fakomorfik lebih umum terjadi pada mata hiperopik yang kecil dengan lensa
besar/cembung dan sudut bilik mata yang dangkal. Penatalaksanaan glaukoma
fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokular secara cepat untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optic baik secara medika mentosa mapun
pembedahan.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Phacomorphic glaucoma. Available at www.emedicine.medscape.com.
Accesed on December 4th 2015.
2. Karla J, Robert S, Mariannette, Steven I. Lens. Lens and cataract. In :John F,
editor. United States: American academy of opthalmologi;2001.p.10-5, 40-5.
3. Ilyas S. Glaukoma. Sari Ilmu Penyakit Mata. In : Tanzil M,editor.
Jakarta:FKUI;2006. P.212-18.
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR.Glaucoma. Oftalmologi
Umum.Jakarta:EGC;2013. P. 228.
25