Upload
mayor
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan yang pada
orang-orang dengan imunitas normal, biasanya disebabkan oleh streptococcus
pyogenes. Haemophilus influenza merupakan penyebab yang penting dari
selulitis fasial pada anak-anak. Pada orang-orang dengan imunokompromasi,
berbagai macam bakteri mungkin menyebabkan selulitis.1
Selulitis sering terjadi pada tungkai, walaupun biasa terdapat pada bagian
lain tubuh. Organism penyebab bisa masuk ke dalam kulit melalui lecet-lecet
ringan atau retakan kulit pada jari kaki yang terkena tinea pedis, dan pada
banyak kasus, ulkus pada tungkai merupakan pintu masuk bakteri. Daerah yang
terkena menjadi eritema, terasa panas dan bengkak, serta terdapat lepuhan-
lepuhan dan daerah nekrosis.Pasien menjadi demam dan merasa tidak enak
badan.1
Gangguan pada pertahanan barier kulit, venous atau lymphatic
compromise, atau riwayat menderita selulitis sebelumnya adalah faktor
predisposisi selulitis. Patogenesis dari selulitis sampai saat ini belum diketahui.
Tetapi, diduga toxin dari bakteri memicu terlepasnya sitokin local yang pada
akhirnya memberikan gambaran klinis selulitis.1
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 EPIDEMIOLOGI
Kasus Soft-tissue infection (STI) ditemukan sebesar 10% pada pasien
rumah sakit di Amerika utara. STI digambarkan dengan penemuan klinis yaitu,
terjadi secara akut, difus, lunak, edema, inflamasi supuratif pada dermis,
subkutan atau jaringan otot yang kadang disertai dengan gejala sistemik seperti
demam, lemas, menggigil, dan nyeri lokal. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh B
Hemolytic streptococcus, Staphylococus aureus dan dalam fasia serta otot
biasanya disebabkan oleh bakteri mixed anaerobic dan bakteri gram positif
fakultatif dan gram negative. Pada penderita immunocompromised agen
penyebabnya mungkin berbeda, kadang disebabkan oleh jamur atau parasit.2
2.2 ETIOLOGI
Bakteri penyebab selulitis tersering yaitu Group A Streptococcus dan
Staphylococcus aureus. Haemophilus influenza merupakan penyebab yang
utama dari selulitis fasial pada anak-anak. Pada orang-orang dengan
imunokompromasi, berbagai macam bakteri mungkin menyebabkan selulitis.3
2.3 GAMBARAN KLINIS
Selulitis memiliki gambaran klinis dimana daerah yang terinfeksi akan
mengalami pembengkakan, panas, lunak, dan kemerahan. Lymphadenopathy,
lymphangitis dan pembentukan abses mungkin juga ditemukan. Temuan klinis
bersifat sistemik juga kadang dapat terjadi seperti demam, lemas, dan mialgia.3
2
Gambar 1.Selulitis4
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Metode Aspirasi Jarum dan Biopsi
Metode aspirasi jarum tidak diwajibkan dalam pemeriksaan. Namun,
diantara 284 pasien , kemungkinan patogen dapat diidentifikasi sebesar 29% .
25-30% yang dapat diidentifikasi dari 86 patogen yang diisolasi dengan metode
aspirasi jarum. Mikroorganisme gram positif (terutama Staphylococcus aureus,
kelompok A atau B Streptococcus, Streptococci viridans, dan Enterococcus
faecalis) menyumbang 79% dari kasus, sisanya disebabkan oleh gram basil
negatif (Enterobacteriaceae, Haemophilus influenzae, dan spesies
Acinetobacter)5
Dalam dua studi kecil , hasil biopsi sedikit lebih baik daripada aspirasi jarum ,
dan biopsi mengungkapkan adanya bakteri gram positive dalam semua kecuali
satu kasus (Staphylococcus aureus sendiri di 50% dari kasus, dan kedua
kelompok sebuah Streptococcus sendiri atau Staphylococcus aureus dengan
organisme gram positif lain di sebagian besar sisanya). Data ini menunjukkan
bahwa terapi antimikroba untuk selulitis di host imunokompeten harus difokuskan
terutama pada gram positif kokus5
2. Kultur darah
3
Bakteremia jarang terjadi pada selulitis, antara 272 pasien , kultur darah
positif didapatkan hanya sekitar 4%. Dua pertiga dari yang diisolasi baik
streptokokus grup A atau Staphylococcus aureus , dan sisanya entah
Haemophillus influenza. Sebuah studi retrospektif kultur darah di 553 pasien
dengan selulitis yang diperoleh dari komunitas menemukan isolasi yang
relevan , terutama kelompok A atau kelompok G streptokokus (tetapi juga
Staphylococcus aureus), hanya 2%, yang menunjukkan bahwa kultur darah tidak
efektif untuk sebagian besar pasien dengan selulitis. Sebaliknya, kultur darah
diindikasikan pada pasien yang memiliki selulitis yang di picu oleh lymphedema .
Dalam penelitian yang melibatkan 10 pasien tersebut, 3 yang memiliki kultur
darah positif ( semua non - streptokokus grup A ). Prevalensi yang tinggi pada
bakteremia mungkin disebabkan oleh lymphedema yang sudah ada sebelumnya
dan spesies bakteri yang menginfeksi. Kultur darah juga diperlukan pada pasien
dengan buccal atau periorbital selulitis, dan pada pasien dengan menggigil dan
demam tinggi juga dapat menunjukkan adanya bakteremia.5
3. Imaging
MRI mungkin membantu dalam mendiagnosis infeksi selulitis akut parah,
dan mengidentifikasi selulitis menular dengan atau tanpa pembentukan abses
subkutan. Radiografi jaringan lunak, CT-Scan dan USG dapat mendeteksi abses
lokal, atau adanya gas bebas dalam jaringan.6
2.5 DIAGNOSIS
4
Diagnosis biasa berdasarkan temuan klinis, kultur darah, aspirasi kulit
dan biopsi kulit. Pemeriksaan serologis seperti ASTO, Streptozyme antibody
assay juga dapat dipertimbangkan bila diduga selulitis karena Streptococcus.
Pada pemeriksaan foto polos radiologi selulitis yang memberikan gambaran
adanya udara didalam jaringan, hal itu menunjukan dibutuhkannya intervensi
bedah.3
2.6 DIAGNOSIS BANDING
1. Erisipelas
Gambaran klinis menyerupai gambaran klinis yang dimiliki oleh selulitis.
Erysipelas mempunyai batas yang jelas tidak seperti selulitis. Namun begitu,
kedua-dua penyakit ini kadang-kadang sukar dibedakan.4
Gambar 5. Tampak lesi erysipelas yang berbatas tegas dan eritema padabokong anak ini. 4
2. Dermatitis kontak alergi akut
Pada fasa akut, lesi dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas
5
tegas kemudian diikuti dengan edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel
atau bula dapat pecah dan menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).4
Gambar 3. Lesi dermatitis kontak alergi akut.4
3. Angioedema
Angioedema merupakan lesi yang udem dan ekstensif sampai ke dalam
lapisan dermis dan/atau subkutan dan submukosa. Angioedema sering mengena
bagian wajah atau ekstrimitas. Lesi bisa menjadi nyeri tetapi tidak gatal serta bisa
berlangsung selama beberapa hari.4
Gambar 4. Tampak angioedema pada mata pasien ini.4
2.7 PENATALAKSANAAN
Tabel 1 Initial Treatment for Cellulitis at Specific Sites or Particular Exposures6
Variable Bacterial Species to Standard Alternative
6
Consider* Antimicrob
ial Therapy
Antimicrobi
al Agents
Buccal cellulitis H. influenza Ceftriaxone
(1–2 g/day
intravenousl
y)
Meropenem
or
imipenem–
cilastatin
Limb-threatening
diabetic
foot ulcer
Aerobic gram-negative
bacilli
(Enterobacteriaceae,P
.
aeruginosa,acinetobac
ter); anaerobes
(bacteroides,
peptococcus)
Ampicillin–
sulbactam
(3 g
intravenousl
y every 6
hr)
Meropenem
or
imipenem–
cilastatin;
clindamycin
plus a
broad-
spectrum
fluoroquinolo
ne
(ciprofloxaci
n or
levofloxacin)
;
metronidazol
e plus a
fluoroquinolo
ne or
ceftriaxone
Human bites Oral anaerobes
(bacteroides
species,
peptostreptococci);
Eikenella
Amoxicillin–
clavulanate
(500 mg
orally every
8 hr)
Penicillin
plus a
cephalospori
n
7
corrodens;Viridians
streptococci;S. aureus
Dog and cat bites P. multocida and other
pasteurella species;
S. aureus, S.
intermedius,
Neisseria
canis,Haemophilus
felix, Capnocytophaga
canimorsus;anaerobe
s
Amoxicillin–
clavulanate
(500 mg
orally every
8 hr)
Moxifloxacin
plus
clindamycin
Exposure to salt water
at site of abrasion
or laceration
Vibrio vulnificus Doxycycline
(200 mg
intravenousl
y initially,
followed by
100–200
mg
intravenousl
y per day in
2 divided
doses)
Cefotaxime;
ciprofloxacin
Exposure to fresh water
at
site of abrasion or
laceration
or after the therapeutic
use of leeches
Aeromonas species Ciprofloxaci
n (400 mg
intravenousl
y every 12
hr) or
ceftazidime
plus
gentamicin
Meropenem
or
imipenem–
cilastatin
Working as a butcher, Erysipelothrix Amoxicillin Ciprofloxacin
8
fish
or clam handler,
veterinarian
rhusiopathiae (500 mg
orally every
8 hr) for
mild skin
infections;
penicillin G
(12 million–
20 million
units
intravenousl
y daily) for
bacteremic
infections or
endocarditis
or
cefotaxime
or
imipenem–
cilastatin
2.8 PROGNOSIS
Ketika terjadi infeksi lokal tanpa adanya bakteremia, prognosis jauh lebih
menguntungkan. Penyebaran infeksi (limfatik, hematogen) dengan situs
metastasis infeksi terjadi jika pengobatan tertunda. Di era preantibiotic, angka
kematian sangat tinggi. Pada pasien immunkompromised, prognosis tergantung
pada pemulihan yang cepat dari kekebalan tubuh, biasanya pada koreksi
neutropenia. Jika neutropenia ada, prognosis tergantung pada pemulihan
neutrofil.6
DAFTAR PUSTAKA
9
1. Graham Robin, Burns TB. Lecture Note Dermatology. 8th ed. Jakarta:
Erlangga; 2010. P. 19-20.
2. Straus,SE.Oxman,MN.Schmader,KE. Cellulitis. In : Wolff KG,LA. Katz, SI.
Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ. Fitzpatrick’s Deramatology In
General Medicine. 7thed: McGraw Hill; 2008. Pg. 333, 1758-1759
3. Krieg Thomas, Bickers David R, Miyachi Yoshiki. Therapy of Skin
Diseases. New York: University of Columbia; 2010. p. 133-134.
4. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Color Text. 3rd ed. London:
Churchill Livingstone;2003. p. 50
5. Swartz Morton N. Cellulitis. The New England Journal of Medicine
2010;26(2). p. 904-912.
6. Wolf Klaus, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed: McGraw Hill; 2007.
10