Upload
aswalbasuki
View
243
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
TUBERKULOSIS KUTIS
A. Definisi
Tuberkulosis kutis merupakan tuberkulosis pada kulit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis, Mycobacterium bovis, dan
kondisi-kondisi tertentu (Human Immunodeficiency Virus) dan pemberian
bacille Calmette-Guerin (BCG), yang merupakan strain M. bovis yang
dikembangkan untuk vaksinasi.1,2
B. Epidemiologi
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat
ini. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksius yang berefek pada paru-
paru, akan tetapi dapat pula berefek pada organ lain, salah satunya
tuberkulosis pada kulit.
Seperti halnya tuberkulosis paru, tuberkulosis kutis terutama terdapat di
negera yang sedang berkembang. Faktor predisposisi terjadinya
tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang,
penggunaan obat-obatan secara intravena dan status imunodefisiensi.
Faktor lain yang memengaruhi timbulnya.
Berdasarkan mekanisme penyebaran penyakit dan imunitas
pejamunya, tuberkulosis kutis digolongkan kedalam 4 kategori besar,
yaitu3:
1. Inokulasi Eksogen:
- Primer Inoculation Tuberkulosis (PIT) / Tuberculosis chancre
- Tuberculosis Verrucosa Cutis (TVC)
2. Inokulasi endogen:
- Scrofuloderma (SD)
- Oroficialis Tuberculosis (OT)
3. Penyebaran secara Hematogen:
- Lupus Vulgaris
- Acute Milliary Tuberculosis
-Tuberculosis Ulcer, Gumma, atau Abses
-Tuberculoid Cellulitis
1
4. Tuberculid:
- Eritema Induratum (Bazin Disease)
Biasanya pada anak dan dewasa dengan imunodifisensi lebih
sering mengalami tuberkulosis kulit jenis Acute Milliary
Tuberculosis. Pada anak SD lebih sering terkena Pulmonary Infection
Tuberculosis dari pada remaja. Usia yang lebih tua biasanya
Scrofuloderma,meskipun remaja juga bisa kena. Sedangkan Lupus
Vulgaris dapat terjadi disemua umur dan lebih sering pada wanita.
Tuberculosis Veruca Cutis lebih sering pada pria dibanding wanita
yang ssat ini dikaitkan dengan HIV/AIDS. Meskipun,i Insidensi
tuberkulosis kutis terus menurun di seluruh dunia seiring dengan menurunnya
angka kejadian TB paru2.
C. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri dominan yang dapat
menyebabkan tuberculosis kutis, akan tetapi Mycobacterium bovis dan
BCG juga dapat menimbulkan lesi di kulit. Mycobacterium tuberculosis
aadalah bakteri tahan asam yang berbentuk batang sifatnya non motil, non
spora, aerobik, filamen4.
D. Patogenesis
Cara infeksi dari kuman M. Tuberkulosis ini ada 6 macam yaitu
penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada
kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya tuberkulosis kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen,
misalnya tuberkulosis kutis miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya
lupus vulgaris, penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang
penyakit tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris, atau bisa juga kuman
langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika
ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.1,3
2
Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat
kuman, respon imun tubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun
saat kuman ini sudah berada didalam tubuh serta jumlah dari kuman
tersebut. Respon imun yang berperan pada infeksi M. tuberkulosis adalah
respon imunitas selular. Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau tidak
memberikan imunitas.2,5
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberkulosis ini, maka kuman
ini akan masuk jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini
akan memicu terjadinya reaksi jaringan yang ditandai dengan datang dan
berkumpulnya sel-sel leukosit dan dan sel-sel mononuklear serta
terbentuknya granuloma epiteloid disertai dengan adanya nekrosis kaseasi
ditengahnya. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut
ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer
adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar getah bening pecah timbul
skrofuloderma.1,5
E. Diagnosis
1. Gambaran Klinik
a. Primer Inoculation Tuberkulosis (PIT/tuberkulosis chancre)
Kompleks lesi primer meliputi kulit dan nodus limfatikus
terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan masuk basil tuberkel adalah
paru-paru, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk. Afek primer
dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding tergaung
dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan
limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek
primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif.
Keseluruhannya merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat
terjadi indurasi, karena itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia
penderita makin berat gejalanya. Bagian yang sering terkena adalah
wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan limphadenopaty
regional. Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena
trauma. Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena
trauma misalnya karena tatto atau nose-piercing 1,2,3,
3
Gambar 1. Primary inoculation tuberculosis, nodul ulserasi yang
besar pada paha kanan disertai limfadenopati inguinal.2
b. Tuberkulosis Verrucosa Kutis (TVC)
Tuberkulosis verukosa kutis merupakan tipe pausibasiler
yang disebabkan oleh infeksi ulang oleh faktor eksogen pada
individu yang telah tersensitasi sebelumnya dengan imunitas yang
tinggi. Infeksi terjadi secara eksogen, jadi kuman masuk ke dalam
kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada tungkai bawah dan
kaki, tempat yang lebih sering mendapat trauma. Gambaran klinis
biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara
serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul
lentikuler di atas kulit yang eritematosa. Pada bagian yang cekung
terdapat sikatriks.1,2,4
4
Gambar 2. Tuberkulosis verukosa kutis pada dosum manus.2
c. Lupus Vulgaris (LV)
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan
mengenai terutama pada bagian yang sering terpapar misalnya
pada wajah dan ekstremitas. Cara infeksi dapat secara endogen
atau eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah kelompok
nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada
penekanan (apple jelly colour). Nodus-nodus tersebut
berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi
ulkus. Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks. Bila
mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan.
Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat,
tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke perifer atau
serpiginosa.1,4
5
Gambar 3 (A) Brownish-plaque pada lupus vulgaris, (B) plak lupus
vulgaris yang luas menginvasi daerah pipi, rahang, dan telinga.2
d. Scrofuloderma (SD)
Tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi secara
pekontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah
bening, otot dan tulang. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak
dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus
dan daerah yang kelihatan tulangnya. Perjalanan penyakit termasuk
keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai dengan infeksi sebuah
kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis.
Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu
kantong kelenjar “klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi
perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit
diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar,
membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas. 1,2,3,6
6
Gambar 4. Scrofuloderma pada regio klavikula2
e. Tuberkulosis kutis orifisialis (OT)
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit
tuberkulosa pada organ-organ dalam. Sesuai dengan namanya
maka lokasinya di sekitar orifisium. Pada tuberkulosis paru dapat
terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya. Pada tuberkulosis
saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus. Pada
tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar
orifisium uretra eksternum. Ulkus berdinding tergaung, kemerahan,
hemoragik, purulen dan sekitarnya livid.1-4
Gambar 5. Tuberkulosis Orifisial pada bibir2
f. Tuberkulosis kutis gumosa (MTA/Metastase Tuberkulosis
Abses)
7
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen,
biasanya dari paru. Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan,
berbatas tegas yang menahun, kemudian melunak dan bersifat
destruktif. Sering pada anak-anak yang malnutrisi atau pasien yang
imunosupresi dan terjadi setelah trauma serta dihubungkan dengan
limfoma.1,3
g. Tuberkulosis kutis miliaris (AMT)
Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau
selaput otak. Paling sering terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga
terjadi pada orang dewasa. Paling sering ditemukan pada pasien
AIDS adalah tipe ini. Tuberkulosis miliaria juga dapat terjadi
setelah infeksi yang menurunkan daya tahan tubuh.3 Terjadi karena
penjalaran ke kulit dari fokus di badan. Reaksi terhadap tuberkulin
biasanya negatif (anergi). Ruam berupa eritema berbatas tegas,
papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh. Pada
umumnya prognosisnya buruk.1
h. Lupus milliaris diseminatus fasial
Mengenai wajah, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa
papul-papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm,
eritematosa kemudian meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi
gambaran apple jelly colour seperti pada lupus vulgaris. 1
i. Tuberkulosis papulonekrotika
Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk
papulopustul. Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian
ekstensor, dan badan. Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul
secara bergelombang, membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi
pustul, lalu memecah menjadi krusta dan membentuk jaringan nekrotik
dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh dan meninggalkan sikatriks.,
kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun.1
8
j. Liken skrofulosorum
Terutama terdapat pada anak-anak. Kelainan kulit terdiri atas
beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau kemerahan
(eritematosa). Mula-mula tersususn tersendiri, kemudian berkelompok
tersusun sirsinar, kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus.
Tempat predileksi pada dada, perut, punggung dan daerah sacrum.
Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika sembuh
tidak meninggalkan sikatriks1
k. Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada
ekstremitas bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak
penyakit yang juga dapat memberi gambaran klinis sebagai Eritema
Nodusum., yang sering: lepra sebagai eritema nodusum leprosum, reaksi
yang terjadi karena Streptococcus B Hemolyticus, alergi obat secara
sistemik, dan demam reumatik.
l. Eritema induratum (Basyn’s disease)
Kelainan kulit berupa seritema dan nodus-nodus indolen seperti
eritema nodusum, tetapi tempat predileksinya pada ekstremitas daerah
fleksor. Perbedaanlain, pada eritema induratum terjadi supurasi sehingga
membentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi
regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan
penyakit kronik-residif.1
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam yaitu sediaan
mikroskopik, kultur, binatang percobaan, tes biokimia dan percobaan
resistensi. Pemeriksaan bakteriologik penting dilakukan untuk
menentukan etiologinya. Sebagai pembantu diagnosis mempunyai arti
9
yang kurang, karena hasilnya memerlukan waktu yang lama (8
minggu untuk kultur) selain itu pembiakannya hanya 21,7% yang
positif.1
b. Histopatologi
Secara khas, daerah nekrotik pada bagian atas dermis meluas sampai
ke epidermis. Peradangan yang menginfiltrasi sekeliling daerah
nekrotik terkadang tidak khas tetapi biasanya merupakan tuberkuloid.
Pemeriksaan histopatologik lebih penting daripada pemeriksaan
bakteriologik untuk menegakkan diagnosis karena hasilnya cepat,
yakni satu minggu.1,2
c. Tes Tuberkulin
Uji tuberkulin tergantung pada delayed-type hypersensitivity
terhadap antigen mikobakteri, dimediasi oleh limfosit, setelah
suntikan Purified Protein Derivative (PPD) secara intradermal. PPD
stabil tapi tidak terlalu spesifik, sehingga tes positif dapat berasal dari
infeksi klinis atau subklinis, dari vaksinasi BCG atau dari kontak
dengan mikobakteri di lingkungan. Tes tuberkulin mempunyai arti
pada usia 5 tahun ke bawah dan jika positif hanya berarti pernah atau
sedang menderita penyakit tuberkulosis. Hasil reaksi tuberkulin
dipengaruhi oleh etiologi. Jika penyebabnya M. Tuberculosis, maka
reaksi tuberkulin kuman kuat, sedangkan bila penyebabnya
mikobakteria atipikal, maka reaksi tersebut lemah. Meskipun
demikian karena dapat terjadi reaksi silang, maka nilai tes tersebut
kurang untuk menentukan etiologi.1,3,5
d. Reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction)
PCR dapat dipakai untuk menentukan etiologi. Spesimen dapat berupa
jaringan biopsi, keuntungannya hasil cepat diperoleh dan spesimen
yang diambil hanya sedikit. Kerugiannya tidak dapat mendeteksi
kuman hidup, jadi kultur masih tetap merupakan baku emas.1
F. PENATALAKSANAAN
10
Secara umum, pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis
pada organ yang lain.
1. Terapi anti-tuberkulostatika standar :
- Isoniazid (5mg/kgBB/hari) plus
- Rifampin (600mg/hari)
2. Pada fase inisisasi dapat diberikan obat tambahan (suplement) berupa :
- Ethambutol (25mg/kgBB/hari)
- Streptomycin (10-15mg/kgBB/hari)
- Pyrazinamid (15-30mf/kgBB/hari)
Isoniazid dan Rifampin digunakan selama 9 bulan. Masa pengobatan bisa
dipercepat menjadi 6 bulan jika ditambahkan suplement pada 2 bulan pertama1
G. PROGNOSIS
Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang
telah disebutkan, prognosisnya baik1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Tuberkulosis kutis. In Djuanda A, hamzah M, Aisah S, editor.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2010.p.64-72
2. Aisha, Sethi. Tuberkulosis and Infections with Atypical Mycobacteria. In:
Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fizpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8thEd. New York: McGrawHill; 2012.p.3164-80
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial disease. In: James WD,
Berger TG, Elston DM, editors. Andrew’s Diseases of The Skin, Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia: WB Saunders. 2006. p. 333-342
11
4. Yates VM, Rook GAW. Mycobacterial infections. In: Burns T, Breathnach S,
Cox N, editors. Rook’s Text Book of Dermatology. 8 th ed. Wiley-Blackwell
Publishing. 2010. p. 31.1-31.30.
5. Silva,MR et Ribeiro,MC. Mycobacterial Infection. In: Bolognia JL, Jorizza JL,
Rappini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. Mosby Elsevier.2008.p. 1114-1125.
12