Referat Obat Tidur Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Referat Obat-Obat Tidur Pada Lansia Daniella Satyasari (406107048)

Referat Obat-Obat Tidur Pada Lansia Daniella Satyasari (406107048)

BAB IPENDAHULUAN

Insomnia merupakan gejala umum yang dikeluhkan pasien dalam praktek dokter. Banyak faktor dapat menyebabkan insomnia, sehingga perlu suatu diagnosis terpadu yang tepat sebelum dilakukan pengobatan. Pemberian hipnotik tanpa mempertimbangkan terhadap risiko penyalahgunaan, dapat menutupi gejala penyakit yang berat, dan dapat memperparah gejala sesak napas yang terjadi sewaktu tidur. Selain itu, pada kasus tertentu terapi perilaku, psikoterapi atau terapi nonhipnotik dapat lebih baik dari pada pemberian hipnotik. Hanya bila sebab-sebab yang spesifik tidak dapat dihilangkan atau diatasi, baru obat hipnotik dapat dipertimbangkan pengunaannya.Banyak tersedia senyawa yang aktif secara farmakologik untuk insomnia. Hipnotik yang ideal haruslah menyebabkan tidur, seperti tidur fisiologis, dan tidak mengubah pola tidur secara farmakologis; tidak menyebabkan efek di hari esoknya, rebound ansietas, atau sedasi yang berkelanjutan. Obat tersebut tidak berinteraksi dengan obat lain, dan dapat digunakan secara kronik tanpa menyebabkan ketergantungan atau rebound insomnia.Hipnotik dan sedatif merupakan golonan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran , keadaan anestesi, koma dan mati. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons teradap ransangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur fisiologis.Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak termasuk obat golongan depresan SSP, secara tersendiri obat tersebut mempelihatkan efek yang spesifik pada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.Berikut ini beberapa obat-obat yang biasa digunakan di klinis.BAB IIPEMBAHASAN

1. BENZODIAZEPINBenzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.1.1 FARMAKODINAMIKHampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama : sedasi, hipnosis, pengurangan teradap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan antikonvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepine tertentu secara IV, dan blockade nerumouskular yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi.Berbagai efek yang menyerupai benzodiazepine yang diamati secara in-vivo maupun in-vitro telah digolongkan sebagai efek agonis penuh yaitu senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepine misalnya diazepam; efek agonis parsial, yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang kurang kuat dibandingkan diazepam; efek inverse agonists yaitu senyawa yang mengasilkan efek kebalikan dari efek diazepam pada saat tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepine dan efek invers-agonis parsialSUSUNAN SARAF PUSATWalaupun benzodiazepine mempengarui semua tingkatan aktivitas saraf, namun beberapa derivatnya mempunyai pengaruh yang lebih besar teradap SSP dari derivate lainnya walaupun tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturate atau anestesi umum. Peningkatan dosis benzodiazepine menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis, dan dari hipnosis ke stupor, keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anesthesia, tapi obat golonan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anestesi umum yang spesifik, karena kesadaran pasien tetap bertaan dan relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedaan tidak tercapai. Namun pada dosis preanestetik, benzodiazepine menimbulkan amnesia retrograd teradap kejadian yan berlangsung setela pemberian obat.1.2 EFEK PADA ELEKTROENSEFALOGRAM (EEG) DAN TINGKATAN TIDUR Efek benzodiazepine pada EEG menyerupai hipnotik sedative lain. Aktivitas alfa menurun namun terjadi peningkatan dalam aktivitas cepat tegangan renda (low-voltage fast activity). Toleransi terjadi teradap efek tersebut. Sebagian besar benzodiazepine mengurangi waktu jatuh tidur (sleep latency), terutama pada penggunaan awal, dan mengurangi jumlah terbangun dan waktu yang dibutuhkan pada tingkatan 0 (tingkatan terjaga. Lamanya waktu pada tinkatan 1 (keadaan kantuk) biasanya berkurang, dan terjadi penurunan yang nyata dalam lamanya waktu pada tingkat tidur gelombang lambat (tingkatan 3 dan 4). Sebagian besar benzodiazepine menaikkan lamanya waktu dari jatu tidur sampai mulainya tidur REM (tingkatan 2), dan umumnya waktu tidur REM menjadi singkat. Namun siklus tidur REM biasanya bertambah. Secara keseluruan efek pemberian benzodiazepine menaikkan tidur total, terutama karena penambaan waktu pada tingkatan 2, yang merupakan bagian terbesar pada tidur non-REM .1.3 MEKANISME KERJA DAN TEMPAT KERJA PADA SSPKerja benzodiazepine terutama merupakan interaksinya dengan reseptor pengambat neurotransmitter yang diaktifkan ole asam gamma amino butirat (gABA). Reseptor gABA merupakan protein yang terikat pada membrane dan dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor gABAA dan reseptor gABAB. Reseptor gABAA berperan pada sebaian besar neurotransmitter di SSP. Benzodiazepin bekerja pada reseptor gABAA, tidak pada reseptor gABAB.Benzodiazepin berikatan langsung dengan sisi spesifik (subunit reseptor gABAA, sedangkan ABA berikatan denan subunit atau . Peningkatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida kedalam sel, menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membrane sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi Berbeda dengan barbiturate, benzodiazepine tidak secara langsung mengaktifkan reseptor gABAA, tetapi membutukan gABA untuk mengekspresikan efeknya. Ikatan benzodiazepine-reseptor tersebut dapat bekerja sebagai agonis, antagonis atau invers-agonis pada daera reseptor benzodiazepine, bergantung pada senyawa yang terikat. Senyawa agonis menaikkan, sedangkan invers agonis menurunkan sejumlaj aliran klorida yan terjadi ole aktivasi reseptor gABAA. efek agonis maupun invers agonis dapat diblokir ole antagonis pada daera reseptor benzodiazepine. Namun reseptor benzodiazepine antagonis tidak berpengaru pada fungsi reseptor gABAA. sala satu antagonis benzodiazepine, flumazenil, digunakan secara klinik untuk melawan efek benzodiazepine dosis tinggi. PERNAFASANBenzodiazepin dosis hipnotik tidak berefek pada pernafasan orang normal. Penggunaannya perlu diperhatikan pada anak-anak dan individu yang menderita kelainan fungsi hati. Pada dosis yang lebih tinggi, misalnya pada anestesi premedikasi atau pada endoskopi, benzodiazepine sedikit mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis respiratoar, hal ini lebih karenan penurunan keadaan hipoksia dari pada dorongan hiperkaptik. Obat ini dapat menyebabkan apneu selama anastesi atau bila diberis bersama opiatBenzodiazepin dapat memperburuk keadaan tidur yang berhubungan dengan kelainan pernafasan dengan mengganggu control terhadap otot pernafasan bagian atas atau menurunkan respons ventilasi CO2.SISTEM KARDIOVASKULAREfek benzodiazepin pada system kardiovaskular umumnya ringan, kecuali pada intoksikasi berat, pada dosis praanastesia, semua benzodiazepine dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan denyut jantung.

1.4 FARMAKOKINETIKSifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine Golongan benzodiazepine menurut lama kerjanya dapat dibagi dalam 4 golongan :1. Senyawa yang bekerja sangat cepat2. Senyawa yang bekerja cepat dengan t1/2 kurang dari 6 jam termasuk golongan ini yaitu trizolam dan non benzodiazepine, zolpidem, zolpiklon3. Senyawa yang bekerja sedang dengan t1/2 antara 6-24 jam, termasuk golongan ini yaitu estazolam dan termazepam4. Senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih lama dari 24 jam, termasuk golongna ini yaitu flurazepam, diazepam, dan quazepam

Benzodiazepine dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma. Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya, berkisar dari 70% sampai 99%. Kadarnya pada cairan serebrospinal kira-kira sama dengan kadar obat bebas di dalam plasma.

1.5 EFEK SAMPINGBenzodiazepin dosis hipnotik pada kadar puncak dapat menimbulkan efek samping berikut : kepala ringan, malas/tak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, bingung, disartria, dan amnesia anterograd. Kemampuan motorik lebih dipengaruhi daripada kemampuan berpikir. Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi berat, efek residual terlihat pada beberapa benzodiazepine dan berhubungan erat dengan dosis yang diberikan, intensitas dan insiden intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia pasien, farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Efek samping lain yang relative lebih umum terjadi adalah lemas, sakit kepala, pandangan kaburm vertigo, mual, dan muntah, diare epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada, dan pada beberapa pasien dapat mengalami inkontinensia, benzodiazepine dengan efek antikonvulsi kadang-kadang malah meningkatkan frekuensi bangkitan pada pasien epilepsy. Perubahan pola tidur pasien juga dapat terjadi pada pemberian hipnotik- benzodiazepine.EFEK SAMPING PSIKOLOGIKBenzodiazepine dapat menimbulkan efek paradoksal misalnya flurazepam sesekali meningkatkan insiden mimpi buruk terutama pada minggu pertama penggunaan obat, kadang-kadang pasien menjadi banyak bicara, cemas, mudah tersinggung, takikardi, dan berkeringat. Gejala amnesia, eufora, gelisah, halusinasi, dan ingkah laku hipomaniak pernah terjadi pada penggunaan benzodiazepine. Selain itu dilaporkan timbulnya reaksi berupa tingkah laku aneh/tanpa inhibisi, bermusuhan dan kemarahan pada pemakai obat ini, kadang terjadi gejala paranoid, depresi dan keinginan bunuh diri. Walaupun demikian, insiden efek paradoksal dan reaksi diskontrol tersebut sangat jarang terjadi dan tampaknya bergantung kepada dosis penggunaan kronik benzodiazepine memiliki resiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan, tapi tidak sama seperti pada obat hipnotik sedative terdahulu serta obat yang sering disalahgunakan. Gejala putus obat dapat berupa makin hebatnya kelainan yang semula akan diobati, misalnya insomnia dan ansietas. Disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi dan pusing kepala dapat terjadi pada pemghentian obat secara tiba-tiba. Pengunaan benzodiazepin dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan gejala putus obat yang lebih parah setelah pemutusan obat yaitu agitasi, panik, paranoid, mialgia, kejang otot, dan bahkan konvulsi. Penghentian penggunaan obat sebaiknya dilakukan secara bertahap. Selain efek samping yang luas, secara umum benzodiazepine merupakan obat yang relative aman. Bahkan dosis tinggi jarang menyebabkan kematian, ke cuali bila digunakan bersama-sama dnegan depresan SSP yang lain misalnya alcohol.

1.6 . INDIKASIBenzodiazepine dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain untuk pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi, dan anestesi, Secara umum penggunaan benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya dan tidak selalu sesuai dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepine yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk kedalam otak agar dapat mengatasi status epilepsy secara cepat. Benzodiazepine dengan waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan beratnya gejala putus obat setelah penghentian penggunaannya secara kronik. Sebagai antiansietas, benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.

2. BARBITURATSelama beberapa waktu berbiturat telah di-gunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang selain untuk beberapa penggunaan yang spesifik, golongan obat ini telah digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman. Barbiturat merupakan derivat asam barbiturat (2,4,6-tnoksoheksa-hidropirimidin.2.1. FARMAKODINAMIKSUSUNAN SARAF PUSAT.Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma, sampai kematian. Barbiturat tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan dosis kecil barbiturat dapat meningkatkan reaksi terhadap rangsangan nyeri. Pada beberapa individu, dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa sakit, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik, Kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.EFEK PADA TINGKATAN TIDUR.Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama tidur dan mempengaruhi tingkatan tidur yang bergantung kepada dosis. Seperti halnya benzodiazepin, barbiturat mengurangi masa tidur laten, jumlah terbangun, dan lama tidur REM dan tidur gelombang-pendek. Pada penggunaan ulang setiap malam, toleransi terhadap efek menidurkan terjadi dalam beberapa hari dan efeknya terhadap total lama tidur dapat menurun hingga 50% setelah 2 minggu pemberian. Penghentian obat dapat meningkatkan gejala-gejala yang semula diobati (rebound phenomenon).TOLERANSI. Toleransi terhadap barbiturat dapat terjadi secara farmakodinamik maupun secara farmakokinetik. Toleransi farmakodinamik lebih berperan dalam penurunan efek, dan berlangsung lebih lama dari pada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi dan hipnosis terjadi lebih segera dan lebih kuat dari pada efek anti konvulsi. Pasien yang toleransi tehadap barbiturat juga akan toleransi terhadap senyawa pendepresi SSP lainnya, seperti alkohol. Bahkan dapat juga terjadi toleransi silang terhadap senyawa dengan efek farmakologi yang berbeda seperti opioid dan fensiklidin. Toleransi silang terhadap benzodiazepin hanya terjadi terhadap efek hipnotik dan anti ansietas, tidak terhadap efek relaksasi otot.PERNAPASAN. Barbiturat menyebabkan depresi napas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernapasan, sedangkan dosis hipnotik oral menyebabkan pengurangan frekuensi dan amplitude napas, ventilasi alveol sedikit berkurang, sesuai dengan keadaan tidur fisiologis. Pemberian oral dosis barbiturat yang sangat tinggi atau suntikan IV yang terlalu cepat menyebabkan depresi napas lebih berat.SISTIM KARDIOVASKULAR. Pada dosis oral sedatif atau hipnotik, barbiturat tidak memberikan efek yang nyata terhadap sistim kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tekanan darah sedikit menurun seperti terjadi dalam keadaan tidur fisiologis. Pemberian barbiturat dosis terapi IV secara cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak, meskipun hanya selintas. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi napas. Selain itu, dosis tinggi barbiturat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi. Barbiturat dosis sangat tinggi berpengaruh langsung terhadap kapiler sehingqa menyebabkan syok kardiovaskular.HATI. Efek barbiturat terhadap hati yang paling dikenal ialah efeknya terhadap sistim metabolisme obat di mikrosom. Barbiturat bersama-sama dengan sitokrom P450 secara kompetitif mempengaruhi bio-transformasi obat serta zat endogen dalam tubuh, misalnya hormon steroid; Sebaliknya beberapa senyawa dapat menghambat biotransformasi barbiturat. Interaksi obat tersebut bahkan dapat terjadi pada barbiturat dan senyawa lain yang dioksidasi lewat sistim ensim mikrosomal yang berbeda.Pemberian barbiturat secara kronik menaikkan jumlah protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati, serta menaikkan aktivitas glukuronil transferase dan ensim oksidase sitokrom P450. Iduksi enzim ini menaikkan kecepatan metabofcme beberapa obat dan senyawa endogen termasuk hormon steroid, kolesterol, garam empedu, vitamin K dan D. Toleransi terhadap barbiturat antara lain disebabkan karena barbiturat merangsang aktivitas enzim yang merusak barbiturat sendiri. Efek Induksi ini tidak terbatas hanya pada enzim mikrosomal saja, tetapi juga terjadi pada enzim mitokondria, yaitu -Amino Levulanic Acid (ALA) sintetase, dan enzim sitoplasma yaitu aldehid dehidrogenase. Barbiturat mengganggu sintesis porfirin (lewat enzim ALA-sintetase), pada pasien porfiria, obat ini dapat menimbulkan serangan mendadak yang sangat membahayakan.2.2. FARMAKOKINETIKHipnotik-sedatif barbiturat yang biasanya di-berikan secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Barbiturat bentuk garam natriumnya diabsorbsi lebih cepat dari pada bentuk asam bebasnya, terutama bila diberikan sebagai sediaan cair. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit, bergantung kepada zat serta bentuk formulasinya, dan dihambat oleh adanya makanan di lambung. Secara suntikan IV, barbiturat digunakan untuk mengatasi status epitepsi, dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum.Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta. Barbiturat yang sangat larut lemak, yang digunakan sebagai penginduksi anestesi, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV. akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini menyebabkan penurunan kadarnya dalam plasma dan otak secara cepat, menyebabkan pasien sadar dalam waktu 5-15 menit setelah penyuntik dengan dosis anestetik. Setelah depot lemak jenuh, terjadi redistribusi ke aliran sistemik, akibatnya pemulihan setelah pemberian barbiturat sangat larut lemak memerlukan waktu yang lama. Kecuali barbiturat yang kurang larut lemak, seperti aprobarbital dan fenobarbital, barbiturat dimetabolisme dan/atau dikonjugasi hampir sempurna di hati sebelum diekskresikan lewat ginjal. Oksidasi gugusan pada atom C-5 merupakan metabolisme yang terutama menghentikan aktivitas biologisnya. Oksidasi tersebut menyebabkan terbentuknya alkohol, keton, fenol, atau asam karboksilat, yang diekskresikan dalam urin sebagai obat bebas atau konjugatnya dengan glukuronat. Dalam beberapa hal (misalnya pada fenobarbital), N-glukosilasi merupakan jalur metabolisme penting. Jalur metabolisme lainnya meliputi N-hidroksilasi, desulfurasi, pembukaan cicin asam barbiturat, dan dealkilasi. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi ke dalam urin dalam bentuk utuh. Ekskresinya dapat ditingkatkan dengan diuresis osmotik dan/atau alkalinasi urin.Eliminasi obat lebih cepat berlangsung pada yang berusia dewasa muda dari pada yang tua dan anak-anak. Waktu paruh meningkat selama kehamilan dan pada penyakit hati kronik, terutama sirosis. Penggunaan berulang, terutama fenobarbital, mempersingkat waktu paruh akibat induksi enzim mikrosomal.Barbiturat yang digunakan sebagai hipnotik dan sedatif tidak memiliki waktu paruh yang cukup singkat untuk dapat dieliminasi secara sempurna dalam 24 jam. Namun hubungan antara lama kerja dan waktu paruh eliminasi cukup rumit, antara lain karena enansiomer barbiturat yang optik aktif memiliki potensi dan kecepatan bio-transformasi yang berbeda. Walaupun demikian, semua barbiturat akan diakumulasi selama pemberian berulang, kecuali jika dilakukan penyesuaian dosis. Selain itu, lamanya obat menetap dalam plasma sepanjang hari mendorong terjadinya toleransi dan penyalahgunaan obat.2.3. EFEK SAMPING- Hangover/ after effect- Eksitasi paradoksal- Rasa nyeri- Hipersensitivitas2.4 INTERAKSI OBAT. Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misalnya etanol akan meningkat-kan efek depresinya; Antihistamin, isoniazid, meti!fenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaik-kan efek depresi barbiturat.Barbiturat secara kompetitif menghambat metabolisme beberapa obat; namun bagian terbanyak interaksi obat ini ialah induksi enzim mikrosomal hati yang mengakibatkan peningkatan eliminasi banyak obat dan senyawa endogen yang lain. Metaboiisme vitamin D dan K ditingkatkan, yang menahan mineralisasi tulang dan menurunkan absorpsi Ca2+ pada pasien yang diberi fenobarbital, dan mungkin penyebab gangguan pembekuan darah pada neonatus yang ibunya diberi fenobarbital. Induksi enzim di hati ini memacu metabolisme hormon steroid endogen, yang dapat mengganggu keseimbangan hormonal, dan juga obat kontrasepsi oral, yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tak diinginkan. Barbiturat juga menginduksi hati menghasilkan metabolit yang toksik dari sediaan anestesia misalnya kloroform, dan klortetraklorida. Zat tersebut memacu peroksidasi lemak yang mempermudah nekrosis periportal hati. Secara kompetitif barbiturat menghambat metabolisme obat antidepresan trisiklik. Barbiturat bersaing dengan asam lemak dalam berikatan dengan albumin; secara klinis yang berarti hanya pengusiran ikatan protein terhadap tiroksin. Absorpsi kumarol dan griseofulfin dikurangi oleh barbiturat, terutama fenobarbital.2.5. INTOKSIKASIIntoksikasi barbiturat saat ini sudah menurun secara nyata, terutama disebabkan penurunan pemakaian obat ini sebagai hipnotik-sedatif. Namun intoksikasi barbiturat merupakan persoalan klinik yang serius; kematian terjadi pada beberapa kasus intoksikasi. Penyebab intoksikasi barbiturat antara lain karena percobaan bunuh diri. kelalaian. kecelakaan pada anak-anak atau pada penyalahguna obat. Dosis letal barbiturat sangat bervariasi, bergantung kepada banyak faktor, tapi keracunan berat terjadi bila lebih dari 10 kali dosis hipnotik dimakan sekaligus. Bila alkohol atau depresan SSP lain juga ada, kadar barbiturat yang dapat menyebabkan kematian akan lebih rendah. Gejala simtomatik keracunan barbiturat ditunjukkan terutama terhadap sistem SSP dan kardiovaskular. Pada keracunan berat, pasien mengalami koma; pernapasan dipengaruhi lebih awal. Refleks dalam mungkin tetap ada selama beberapa waktu setelah pasien koma. Gejala babinski sering kali positif. Pupil mata mungkin konstriksi dan bereaksi terhadap cahaya, tapi pada akhir keracunan akan terjadi dilatasi paralitik hipoksia. Gejala intoksikasi akut yang berbahaya ialah depresi napas berat, tekanan darah yang turun rendah sekali, oligouri dan anuria, dan pneumonia hipostatik. Tidak jarang pasien intoksikasi barbiturat mengalami nekrosis kelenjar keringat dan bula di kulit.2.6 INDIKASI.Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik-sedatif telah menurun secara nyata karena efeknya terhadap SSP kurang spesifik, barbiturat memiliki indeks terapi yang lebih rendah dibandingkan terhadap benzodiazepin. Toleransi terjadi lebih sering dari benzodiazepin, kecenderungan disalahgunakan lebih besar, dan banyak terjadi interaksi obat. Barbiturat secara luas telah digantikan oleh benzodiazepin dan senyawa lain untuk sedasi siang hari.Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus, eklamsia, status epilepsi, perdarahan serebral, dan keracunan konvulsan; namun pada umumnya benzodiazepin masih lebih baik untuk indikasi tersebut. Fenobarbital paling sering digunakan karena aktivitas antikonvulsinya, tapi mula kerja obat ini kurang cepat, bahkan pada pemberian IV masih dibutuhkan waktu 15 menit atau lebih untuk mencapai kadar puncak di otak. Barbiturat digunakan juga pada narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri.2.7 KONTRAINDIKASI.Barbiturat tidak boleh diberi-,kan pada pasien alergi barbiturat, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, dan penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan kepada pasien psikoneuritik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari, yang terjadi pada pasien usia lanjut.3. HIPNOTIK-SEDATIF LAINObat dengan rumus kimia yang berbeda-beda telah lama digunakan sebagai hipnotik dan sedatif, termasuk paraldehid, ktoral hidrat. etklorvinol. glutetimid, metiprilon, etinamat, dan meprobamat. Kecuali meprobamat, kesemua obat tersebut memiliki efek farmakologi yang umumnya menyerupai barbiturat: Merupakan depresan SSP, yang dapat menghasilkan efek hipnotik yang nyata dengan sedikit atau tanpa efek analgetik; pengaruhnya terhadap tingkatan tidur menyerupai barbiturat; indeks terapinya terbatas, dan pada keracunan akut, yang menyebabkan depresi napas dan hipotensi, dapat diatasi seperti halnya keracunan barbiturat; Penggunaan kronik obat tersebut dapat menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik; dan gejala yang timbul pada penggunaan secara kronik dapat berat dan fatal. Meprobamat memiliki sifat yang menyerupai benzodiazepin, tapi obat ini memiliki potensi kuat untuk disalahgunakan dan efek antiansietasnya kurang selektif. Penggunaan obat-obat ini secara klinik sudah sangat menurun, tapi beberapa dari obat ini masih berguna pada keadaan tertentu, terutama bagi pasien di rumah sakit.3.1. PARALDEHIDSecara oral paraldehid diabsorpsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10-15 menit setelah pemberian dosis hipnotik.3.2. KLORAL HIDRATTrikloroetanol terutama di konjugasi oleh asam glukuronat, dan konjugatnya (asam uroklorat) diekskresikan sebagian besar lewat urin. Kloral hidrat mengiritasi kulit dan mukosa membran. Efek iritasi ini menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang-kadang muntah Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hangover juga dapat terjadi, Keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dapat mengakibatkan delirium dan bangkitan, yang sering fatal.3.3. ETKLORVINOLEtklorvinol digunakan sebagai hipnotik jangka pendek untuk mengatasi insomnia. Secara oral diabsorpsi cepat (bekerja dalam waktu 15-30 menit), kadar puncak dalam darah dicapai dalam 1-1,5 jam, dan didistribusi secara meluas. waktu paruh eliminasi 10-20 jam. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorvinol dapat memacu metabolisme hati obat-obat seperti anti-koagulan oral.3.4. MEPROBAMATObat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga dipakai sebagai hipnotiksedatif, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut. Sifat farmakologi obat ini dalam beberapa hal menyerupai benzodiazepin. tidak dapat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi .obat ini secara tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi napas yang berat hingga fatal, hipotensi, syok, dan gagal jantung. Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesik ringan pada pasien nyeri tulang-otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorpsi per oral baik. kadar puncak dalam plasma tercapai 1-3 jam. Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secara hidroksilasi, kinetika eliminasi dapat bergantung kepada dosis. Waktu paruh meprobamat dapat diperpanjang selama penggunaan kronik, Sebagian kecil obat diekskresikan utuh lewat urin.3.5. LAIN-LAINETOMIDAT (AMIDATE) Digunakan sebagai obat anestetik IV. sering dikombinasikan dengan fentanit. Penggunaanya hanya terbatas di rumah sakit saja. Obat ini menguntungkan sebab tidak mendepresi pernapasan dan jantung, walaupun memiliki efek inotropik negatif pada jantung. Obat ini digunakan juga sebagai hipnotik-sedatif pada ruang gawat darurat, dalam keadaan intermittent positif-pressure breathing, anestesi epidural, dan keadaan lainnya.KLOMETIAZOL. Memiliki efek sedatif, relaksasi otot, dan antikonvulsi. Digunakan sebagai hipnotik pada pasien usia lanjut dan pasien yang dirawat, sebagai sedatif preanestetik, dan terutama untuk gejala putus obat akibat alkohol. Bila diberikan secara tunggal, efeknya terhadap pernapasan ringan, dan indeks terapinya tinggi. Namun, interaksi yang merugikan dengan etanol relatif sering menyebabkan kematian.

BAB IIIKESIMPULAN

Hipnotik dan sedatif merupakan golonan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran , keadaan anestesi, koma dan mati.Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepine diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi , antiansietas, dan sebagai penginduksi anestesi.Obat yang paling sering digunakan yaitu golongan benzodiazepin. Pemilihan obatnya tergantung dari efek yang diinginkan. Pasien yang lelah mengkonsumsi hipnotik untuk beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun, merupakan satu kelompok bermasalah yang khusus. Bila benzodiazepin telah digunakan terus menerus lebih dari 2 minggu, penghentian harus dilakukan secara bertahap. Mula terjadinya gejala putus obat lebih lambat pada hipnotik yang memiliki waktu paruh yang panjang. Sehingga pasien perlu diperingatkan terhadap dapat timbulnya gejala yang berhubungan dengan efek putus obat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA1. Gunawan S, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FK UI2. Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika3. Anief, M. 2004. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.4. Hardman dan Limbird. 2008. Goodman & Gillman dasar Farmakologi Terapi. Volume 1. Jakarta : EGC.

Kepaniteraan Klinik GeriatriReferat Obat-Obat Tidur Pada LansiaFakultas Kedokteran Universitas TarumanegaraPeriode 8 Oktober 2012 10 November 2012Page 12