Upload
andy-secha
View
61
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
haii
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang
dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam
kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah
lengkap;jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan.
Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor
dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter
spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak
ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna.
Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi).
Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan,
ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung
pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena
jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania,
2009).
Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi
struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang
meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10
dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu
memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut
baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan
ditemukan setelah pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja
ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek
dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan
bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang
diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat
ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak pada
wanita di Amerika Serikat dan merupakan penyebab ketiga terbanyak pada
wanita usia 25 – 44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh pada sekitar 1%
dari kehamilan, dengan angka kematian maternal menurut Sach sebanyak
0,3 dari 100.000 di Massachusetts. Namun menurut Tillery angka kematian
maternal mencapai 10 – 25% walaupun adanya perkembangan diagnosis
dan penanganan penyakit kardiovaskular maternal pada zaman sekarang.
Penyakit jantung dan pembuluh darah dalam kehamilan meliputi
penyakit jantung bawaan, yaitu sianotik dan nonsianotik, kehamilan dengan
hipertensi pulmonal mitral valve prolapsed, kardiomiopati peripartum,
kardiomiopati hipertrofi, aritmia, emboli paru, katup artificial, hipertensi
dalam kehamilan, kehamilan dengan kelainan marfan, dan penyakit kardiak
pulmonal pada kehamilan. Diantara beberapa penyakit kardiovaskular,
hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang tersering muncul pada
kehamilan, sebanyak 6-8% dari seluruh kehamilan. Di Negara barat,
penyakit jantung bawaan merupakan penyakit jantung yang paling sering
ditemukan selama kehamilan (75-82%). Di luar Eropa dan Amerika bagian
utara hanya berkisar 9-19%. Penyakit jantung reumatik mendominasi di
Negara selain Negara barat, berkisar 56-89% dari seluruh penyakit jantung
dalam kehamilan. Kardiomiopati jarang ditemukan, tetapi merupakan
penyebab berat dari komplikasi penyakit jantung dalam kehamilan. Pada
referat ini akan dibahas mengenai penyakit jantung bawaan pada kehamilan.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai penyakit jantung
bawaan pada kehamilan, sehingga diharapkan jika diwaktu mendatang
menemui kasus penyakit jantung bawaan pada kehamilan maka dokter muda
mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa
oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang
kurang sempurna. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin terjadi pada
usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada
saat janin berusia empat bulan.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung bawaan prevalensinya menjadi lebih banyak pada
wanita usia reproduktif dan sekitar 75% dari penyakit jantung yang terlihat
pada wanita hamil. Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000
kelahiran hidup. Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka
kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000
bayi setiap tahun. Frekuensi PJB bervariasi pada bermacam-macam umur.
Terbanyak pada masa bayi dan pra-sekolah; kelainan ini merupakan
persentase terkecil pada kelainan jantung orang dewasa.
Frekuensi macam-macam kelainan sulit ditentukan dengan pasti serta
teliti, oleh karena beberapa hal antara lain karena untuk pemastian diagnosis
diperlukan kateterisasi, operasi atau autopsi. Umumnya terbanyak defek
septum ventrikel (VSD), kemudian menyusul VSD + PS (stenosis
pulmonalis), ASD (defek septum atrium), PDA (duktus arteriosus persisten),
koarktasio aorta, PS (stenosis pulmonalis), AS (stenosis aorta), TGA
(transposisi arteri-arteri besar), TF (tetralogi fallot).
C. ETIOLOGI / FAKTOR RISIKO
Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki
dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent
Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6
diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada
8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete
AtrioVentricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan
katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik
(10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan
kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan
sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi
dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB
mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang
bayi.
Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan.
Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur
selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok
secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain
secara statistik tidak berhubungan (Harimurti, 1996). Dalam hubungan
keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk
Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk
Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract
Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4% untuk
Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis lain
2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati
hanya 2,2% kejadian PJB pada populasi yang diamati (Poulsen, 2009).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir.
Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga
diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan
kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak
anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai
dewasa. Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau
endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang
diminum ibu (misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami
ibu pada kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan
jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi pada
kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar
terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam
terjadinya kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka
kelainan yang disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem
kardiovaskular pada embrio. Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen.
Masih disangsikan apakah tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya.
Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan
kedua kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula
pertama kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid,
dan mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab
PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja,
sedangkan kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian
beberapa keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama
terdapat pada anggota keluarga yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat
lahir terjadi saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya
oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli,
pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskuler paru dan
peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai
penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini
mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan
saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan aliran
darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini
mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan
ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri
sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta
metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal
dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan
berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm
normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam
pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara
fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis,
proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya
terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme
penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai
usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler
sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava
inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan
juga menurun sampai di bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan
penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya
mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan
dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar
untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan
mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi
tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen
ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses
proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan
secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu
lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary
venous connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya foramen
ovalepada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan
obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu
lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus
dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy,
2007).
D. KLASIFIKASI
1. PJB NON SIANOTIK
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur
dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau
pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing
mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler
paru (Roebiono, 2003).
a. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada
besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler
paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri
ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna,
tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau
dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi
saat usia 2–3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi
penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke
kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada
ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).
b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak
membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin
dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery
murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan di
bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang
berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana
tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan
keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar
akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik.
Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal
akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan
tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis
sama tinggi sehingga saat fase diastolik. tidak ada pirau dari kiri ke kanan.
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada
bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga
tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2
masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum
terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler
paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal
jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
c. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di
septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan
aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada
jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak
walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik
dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru
yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas
yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti
variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila
aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal
sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan
hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga
pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru
(Roebiono, 2003).
d. Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik
sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin
terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta;
parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat
berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu minggu
pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan
dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan
intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic
Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS
valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau
gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003).
e. Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga
asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-
kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai
lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan
ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis
dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan
aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga
tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau
CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan
mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini,
sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari
kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi
perburukan irkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).
f. Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan
berat badan yang memuaskan. bayi dan anak dengan PS ringan umumnya
asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau
kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung
dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar
bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup
pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila
derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan
stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar
di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi
yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).
2. PJB SIANOTIK
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada
pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan
pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin
tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain
tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).
a. Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek
primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini
adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek
septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak
dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan
menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau
kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan
peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan
pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi
terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung-ujung jari tangan
dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein,
2007).
b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum
Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan,
anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami
sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian
pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis
berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan
tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur
sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus.
(Bernstein, 2007).
c. Tricuspid Atresia
Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang
bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan
pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum
kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85%
pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati
sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat
kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal.
Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan
VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis.
(Bernstein, 2007).
d. Overriding aorta/ Transposition of Great Artery (TGA)
TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar
tertukar letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan
sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi
yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung dengan adanya
percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik,
melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial
(PDA).
Seringkali TGA tak disertai lubang sekat dan pasien sangat biru (darah
yang mengalir ke seluruh tubuh sebagian besar adalah darah kotor). Pada
neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan saturasi oksigen
arteri sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir, sehingga pelepasan
dan pengikatan oksigen di jaringan menurun. Kondisi ini bila tidak segera
diatasi mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan akibat selanjutnya
berupa asidosis metabolik, hipoglikemi, hipotermia dan kematian.
e. Common Mixing
Pada PJB sianotik golongan ini terdapat percampuran antara darah
balik vena sistemik dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (ASD besar
atau Common Atrium), di tingkat ventrikel (VSD besar atau Single
Ventricle) ataupun di tingkat arterial (Truncus Arteriosus). Umumnya
sianosis tidak begitu nyata karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru
dan percampuran antara darah vena sistemik dan pulmonalis cukup baik.
Akibat aliran darah ke paru yang berlebihan penderita akan memperlihatkan
tanda dan gejala gagal tumbuh kembang, gagal jantung kongestif dan
hipertensi pulmonal.
Gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru
yang berlebihan dan timbul pada saat penurunan tahanan vaskuler paru.
Pada auskultasi umumnya akan terdengar bunyi jantung dua komponen
pulmonal yang mengeras disertai bising sistolik ejeksi halus akibat
hipertensi pulmonal yang ada. Hipertensi paru dan penyakit obstruktif
vaskuler paru akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kelainan yang
lain.
Pada kelainan jenis ini, diagnosis dini sangat penting karena operasi
paliatif ataupun definitif harus sudah dilakukan pada usia sebelum 6 bulan
sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler. Operasi paliatif yang dilakukan
adalah PAB dengan tujuan mengurangi aliran darah ke paru sehingga
penderita dapat tumbuh lebih baik dan siap untuk operasi korektif atau
definitif. Tergantung dari kelainannya, operasi definitif yang dilakukan
dapat berupa bi-ventricular repair (koreksi total) ataupun single ventricular
repair (Fontan).
f. Eisenmenger syndrome
Sindrom eisenmenger merupakan peningkatan resistensi pulmonal dan
tekanan arteri pulmonalis yang didapat akibat adanya pirau intrakardiak dari
kiri ke kanan. Akhirnya mengakibatkan pirau dari kanan ke kiri atau
bidirectional, dengan akibat sianosis dan polisitemia. Banyak laporan
menggambarkan hasil yang buruk pada pasien sindrom eisenmenger yang
hamil. Gleicher et al menggambarkan 70 kehamilan pada 44 wanita dengan
sindrom eisenmenger. Dua puluh tiga pasien (52%) meninggal selama hamil
atau dalam 1 bulan postpartum. Kematian ibu sebanyak 36.1%, 26.7%, dan
33.3% untuk kehamilan pertama, kedua dan ketiga, secara respektif,
pengaruh kesuksesan kehamilan sebelumnya bukan merupakan predictor
yang valid untuk hasil kehamilan selanjutnya. Kematian berhubungan
dengan tromboemboli pada 43.5% dan hipovolemia pada 26.1%. Dua pasien
meninggal sebelum melahirkan, empat pasien meninggal pada intrapartum,
dan sebagian besar pasien meninggal dalam 1 minggu setelah melahirkan.
Kematian perinatal sebanyak 28.3%.
Kehamilan seharusnya dikontraindikasikan pada pasien dengan
kelainan kardiak ini. Bagaimanapun, jika pasien hamil, terminasi kehamilan
diperlukan untuk meningkatkan prognosis ibu, dengan rasio mortalitas
sebanyak 7.1%.
Daripada melihat risiko, beberapa pasien memilih melanjutkan
kehamilannya atau diagnosis baru ditegakkan selama kehamilan. Laporan
kasus menggambarkan terapi agresif menggunakan inhalasi nitit oxide,
epoprostenol, sildenafil, dan L-arginin dan telah berhasil pada beberapa
pasien. Banyak aspek pada perawatan intrapartum pasien sindrom
eisenmenger yang masih controversial. Termasuk anestesi regional,
monitoring hemodinamik yang invasive, dan berbagai metode persalinan
yang bervariasi.
g. Anomali Ebstein
Anomaly ebstein merupakan penyakit jantung kongenital yang jarang
terjadi yang mungkin dapat mengakibatkan komplikasi sianosis. Ini
mewakili sekitar 1% dari seluruh penyakit jantung congenital. Abnormalitas
yang spesifik termasuk displacement katup tricuspid, yang mengakibatkan
pelebaran atrium kanan, ventrikel kanan yang kecil, dan regurgitasi katup
tricuspid. Atrial septal defek, ventricular septal defek, atau patent foramen
ovale mungkin menjadi komplikasi yang dapat mengakibatkan terjadinya
pirau dari kanan ke kiri dan sianosis.
Dua pusat studi melaporkan pengalamannya mengenai kehamilan dan
anomaly Ebstein.Kombinasi review ini menggambarkan hasil dari 153
kehamilan pada 56 wanita. Tidak ada kematian ibu dan rasio kelahiran
hidup sebanyak 79%. Enam wanita mendapat terapi untukl takikardi akibat
Wolff Parkinson White syndrome, yang berhubungan dengan anomaly
Ebstein. Sembilan belas pasien (34%) sianosis; pada serial yang dilaporkan
oleh Connolly et al. Ini berhubungan sevara signifikan dengan berat lahir
yang rendah. Usaha harus dilakukan untuk mengontrol aritmia dan
mengurangi derajat sianosis untuk meminimalisir morbiditas ibu dan fetal.
E. DIAGNOSIS
Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk: sesak napas dan
kesulitan minum. Gejala-gejala tersebut biasanya tampak pada periode
neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak juga dapat menunjukkan gejala-
gejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah ke PJB seperti
adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba
lemah / tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi
dan sering pula tidak berhubungan dengan abnormalitas pada jantung.
Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah bagian penting dalam
menentukan PJB pada neonatus.
Sianosis perifer berasal dari daerah dengan perfusi jaringan yang
kurang baik,terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah dengan perfusi baik.
Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi jaringan
yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang
baik.tempat atau daerah yang dapat dipercaya untuk menentukan adanya
sianosis sentral adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik
seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal
setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi
tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau
duktus arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai
dengan hiperveskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal.
(Rahman, 2008).
Manifestasi klinis pada bayi baru lahir :
a) Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang
disebut Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika
resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas
akan lebih sianotik dibanding bagian bawah.
b) Pada foto merah terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.
c) Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan
dan panjang badan serta perkembangan otak terganggu.
d) Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang
menandakan bahaya kematian.
e) Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal
jantung.
f) Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan
anterior – posterior dada bertambah.
g) ada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.
h) Pada pirau kanan ke kiri terjadi sianosis, kelemahan, dan rasa lelah.
Pasien mungkin mengambil posisi berjongkok atau’lutut ke dada’
(knee-to-chest).
i) Dapat terbentuk jari tabuh.
j) Pada pirau kiri ke kanan, dapat terjadi kongesti paru dan dispnea.
Dapat timbul gagal jantung kiri.
k) Pada defek septum atrium, sering terdengar pemisahan (splitting)
bunyi jantung kedua karena penutupan katup pulmonalis mungkin
melambat.
l) Pada defek septum ventrikel, biasanya terdengar murmur sistolik.
m) Koarktasi pascaduktus menyebabkan kesenjangan denyut nadi dan
tekanan darah tubuh bagian atas dan bawah.
F. PENATALAKSANAAN
1. PJB NON SIANOTIK
1) Terapi Medikamentosa
Terapi pada penderita koarktasio aorta dimulai sejak dini, yaitu:
a) Terapi gagal jantung kongestif dengan penggunaan obat
diuretik dan digitalis
Diuretik
Untuk menurunkan preload
Furosemid
Diuretik kuat, meningkatkan ekskresi akir dengan
menghambat reabsorbsi Na dan Cl di Ansa Henle acsendens
dan tubulus distal ginjal.
Dosis inisiasi 1-2 mg/kg/dosis tiap 6-8 jam atau 0.05
mg/kg/jam dalam infus inravena atau intramuskulas
selanjutnya diberi dosis oral 1-4 mg/kg dosis tunggal dipagi
hari.
Digitalis
Golongan glikosida jantung, anti aritmia
Bersifat inotropik positif dan kronotropik negatif
Digoksin
2) Pembedahan
Segmen aorta yang sempit direseksi dan kedua ujung disambung
kembali. Pada bayi, bagian proksimal arteri subklavia kiri dapat digunakan
memperbaiki aorta setelah eksisi bagian yang menyempit. Pembedahan dini
lebih efektif dalam mengatasi hipertensi secara permanen, tetapi karena
anak betumbuh, terdapat risisko penyempitan kembali pada lokasi
koarktasio yang akan memerlukan pembedahan lebih lanjut.
2. PJB SIANOTIK
a. Sebagian defek yang berukuran kecil tidak memerlukan
pengobatan atau dapat menutup secara spontan.
b. Koreksi defek secara bedah sering diperlukan.
c. Mungkin dierlukan pengobatan untuk gagal jantung kongestif.
d. Pada koarktasi praduktus, diberikan prostaglandin E untuk
mempertahanka duktus arteriosus tetap terbuka.
e. Pemberian inhibitor prostaglandin endometasin akan
mencetuskan penutupan duktus pada duktus arteriosus paten.
(Elizabeth, 2007: 516-518)
G. PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang rutin sangat diperlukan selama kehamilan.
Dengan kontrol kehamilan yang teratur, hal-hal yang dikaitkan sebagai
penyebab PJB diatas dapat dihindari atau dikenali secara dini. Hal ini sangat
penting untuk mencari solusi dari adanya faktor risiko yang terdapat pada
ibu hamil, sebagai contoh pada kasus ibu hamil dengan penyakit gula, kadar
gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan.
Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin
dengan ultrasonografi (USG). Namun, pemeriksaan ini sangat tergantung
dengan saat dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga
kemampuan dokter yang melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat
terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada
kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya
kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran
jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.
Selain itu, pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan
ibu dari risiko terkena infeksi virus tertentu seperti virus rubella. Dalam hal
ini, penting dilakukan untuk dilakukan skrining sebelum merencanakan
kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH adalah
hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di
Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial.
Pencegahan infeksi virus rubella dapat dilakukan dengan cara menghindari
kontak erat dengan binatang berbulu yang belum diimunisasi dan
menghindari konsumsi makanan mentah / belum matang.
Konsumsi obat-obatan tanpa resep dokter juga harus dihindari karena
beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya.
Khusus untuk obat-obatan yang sebelumnya atau saat hamil sedang
dikonsumsi harus dibicarakan secara khusus dengan dokter spesialis
kebidanan yang menangani pemeriksaan kehamilan.
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur
jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB,
yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8–10 bayi dari 1000 kelahiran
hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu
pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani
dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan.
Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi
bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang
banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada
beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi.
Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan
diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah
yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain
pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat,
diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan
yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan
pasien.
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur
dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis;
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau
pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing
mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler
paru. Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non
sianotik; yaitu (1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung
sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal
defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus
(PDA), dan (2) PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian
kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic
stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran
darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir
dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah penampilan utama pada
golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar
dalam darah lebih dari 5 gram %. Bila dilihat dari penampilan klinisnya,
secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan
gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot
(TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala
aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great
Arteries (TGA) dan Common Mixing.
Beberapa pencegahan berikut ini bisa dilakukan untuk menghindari
terjadinya penyakit ini.
a. Melakukan pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan disaat kehamilan
secara rutin dan teratur sehingga berbagai kelainan (bukan hanya
penyakit ini) dapat segera diketahui dan diberikan perlakukan medik
sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter.
b. Mengenali faktor risiko pada ibu hamil seperti penyakit gula, penyakit
jantung, kelainan genetik dan lainnya. Meskipun kecil, namun faktor
risiko itu dapat mempengaruhi bayi yang dikandungnya terkena penyakit
jantung bawaan ini.
c. Menghindari mengkonsumsi obat-obatan tertentu disaat kehamilan
karena diketahui bahwa beberapa obat dapat membahayakan janin dalam
kandungan. Biasanya pemakaian obat dan antibiotika pada ibu hamil
hanya bisa digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.
d. Menghindari dari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang
ketika masa kehamilan.
e. Menghindari asap roko baik pasif apalagi aktif.
DAFTAR PUSTAKA
American Healt Association. 2010. Congenital heart
desease.http://www.americanheart.org. diakses Tanggal: 15 Mei 2014.
Arief, I. 2007. Penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com.
Diakses Tanggal: 15 Mei 2014.
Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan
anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
British heart foundation. 2009. Beating heart desease
together.http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses Tanggal: 15 Mei 2014.
Cyntiasari. 2010. Tentang penyakit jantung
bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 15 Mei 2014.
Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek
septum ventrikel.http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 15 Mei
2014
Irwanto. 2008. Penyakit jantung bawaan. http://irwanto-
fk04usk.blogspot.com.Diakses Tanggal: 15 Mei 2014
Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.
Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada
neonatus. Jakarta: Trans info Media
Nelson, (2000), Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Ngustiyah. 2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Ontoseno, Teddy. 2007. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi
untuk indikasi pembedahan. http://www.majalah-farmacia.com. Diakses
tanggal: 15 Mei 2014
Prawirohardjo sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rahayoe, A. 2006. Penanganan medis pada penyakit jantung
bawaan.http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses Tanggal: 15 Mei 2014
Rahman, A.M & Teddy, O. 2009. Deteksi dini penyakit jantung bawaan
pada neonatus.http://www.google.co.id/url. Diakses tanggal : 15 Mei 2014
Roebiono, S.P. 2007. Diagnosis dan tatalaksanan penyakit jantung
bawaan.http://www.mhcs.health. Diakses tanggal: 15 Mei 2014
Simposium sehari. FK Unair-RS DR Soetomo “Deteksi Penyakit Jantung
Pembuluh Darah untuk Indikasi Pembedahan”. 2007. Surabaya.
Sudarti dan Endang. 2010. Kebidanan Neonatus, bayi dan anak balita untuk
mahasiswa kebidanan. Yogyakarta: numed .